Muhammad Fadly
1506800735
Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur akan mempengaruhi kualitas dan
kuantitas tidur seseorang. Kualitas tidur menunjukkan pada kemampuan individu
untuk tetap tertidur dan mendapatkan sejumlah tidur REM (rapid eye movement/
pergerakan mata yang cepat) dan NREM (non-REM) yang pas. Kuantitas tidur
merupakan total waktu tidur individu (Berman & Snyder, 2012). Pernyataan
serupa menurut Treas dan Wilkinson (2014) kualitas tidur mempunyai komponen
subjektif dan objektif yang berhubungan dengan (1) total jumlah waktu tidur, (2)
seberapa baik tidur seseorang, dan (3) apakah individu memperoleh kebutuhan
yang cukup dari NREM dan REM. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
istirahat dan tidur adalah:
A. Umur
Umur merupakan faktor penting yang mempengaruhi lamanya tidur.
Tetapi pola tidur juga dipengaruhi oleh umur. Misalnya, bayi baru lahir dan
anak-anak mengalami periode tidur REM yang panjang, dewasa muda
menghabiskan sekitar 25% dari tidur mereka dalam periode tidur REM, dan
dewasa lanjut memasuki tidur REM lebih cepat dan menghabiskan lebih
banyak waktu dalam fase aktif dari tidur (Treas & Wilkinson, 2014). Tabel di
bawah ini dapat menggambarkan perbedaan kebutuhan waktu tidur
berdasarkan usia.
Tabel. 1. Rata-rata Kebutuhan Tidur
(Sumber: Treas & Wilkinson, 2014)
Kelompok umur
Jam per hari
Newborn (lahir 4 minggu)
16-20
Infant (4 minggu 1 tahun)
14-16
Preschoolers (1-3 tahun)
12-14
Middle and late childhood (6 12 tahun)
10-11
Remaja (12 18 tahun)
8-9
Dewasa muda (18 40 tahun)
7-8
Dewasa tengah (40 65 tahun)
7
Lanjut usia (65 tahun atau lebih)
5-7
yang
menyebabkan
nyeri
dan
gangguan
fisik
dapat
terbangun dan sering kali menggambarkan diri mereka sebagai orang yang
tidur di waaktu fajar. Dengan tidak merokok setelah makan malam, biasanya
seseorang dapat tidur dengan lebih baik, terlebih lagi, banyak orang yang
dahulunya perokok melaporkan bahwa pola tidur mereka membaik setelah
mereka berhenti merokok (Berman & Snyder, 2012). Alkohol yang
berlebihan dapat mengganggu tidur REM, walaupun dapat mempercepat
awitan tidur. Sementara mengganti kehilangan waktu tidur REM setelah
beberapa efek yang disebabkan oleh alkohol menghilang, individu sering kali
mengalami mimpi buruk. Orang yang toleran terhadap alkohol mungkin tidak
mampu tidur dengan baik dan akibatnya menjadi mudah marah (Berman &
Snyder, 2012).
H. Diet
Makanan juga dapat mempengaruhi tidur. Diet L-triptofan, sebuah asam
amino yang ditemukan di susu dan keju, dapat membantu untuk menginduksi
tidur, walaupun beberapa studi mengindikasikan bahwa protein ini dapat
meningkatkan ketajaman perhatian dan konsentrasi. Karbohidrat ternyata
menaikkan relaksasi melalui efeknya di tingkat serotonin otak. Secara umum,
kekenyangan dapat menginduksi tidur, sebaliknya pada kebanyakan orang
akan menjadi sulit tidur jika merasa lapar (Treas & Wilkinson, 2014).
Mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung tinggi kafein dan
stimulan lain di sore hari dan malam seharusnya dihindari (Craven, et al.,
2013).
I. Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga seringkali dapat mengatasi rasa letih
seseorang. Misalnya, seseorang yang sudah lelah mungkin dapat tetap terjaga
saat menghadiri konser yang menarik. Sebaliknya, seseorang mengalami rasa
bosan dan tidak termotivasi untuk tetap terjaga, tidur sering kali terjadi
dengan cepat (Berman & Snyder, 2012).
J. Obat-obatan
Beberapa obat mepengaruhi kualitas tidur. Obat hipnotik dapat
mempengaruhi tahap III dan IV tidur NREM dan menekan tidur REM.
Penyekat beta diketahui menyebabkan insomnia dan mimpi buruk. Narkotik,
seperti meperidin hidroklorida (Demerol) dan morfin, diketahui menekan
tidur REM dan menyebabkan sering terbangun dan rasa mengantuk. Obat
penenang
memengaruhi
tidur
REM.
Amfetamin
dan
antidepresan
menurunkan tidur REM secara tidak normal (Berman & Snyder, 2012).
K. Kerja shift
Perubahan yang berulang-ulang dalam jadwal tidur-bangun, seperti pada
pekerja shif, berkontribusi dalam ketidak sejajaran antara irama sirkadian dan
siklus tidur-terbangun. Penelitian terbaru mengatakan hubungan yang negatif
antara kerja shif malam yang berurutan dan tingkat eliminasi urin dari
metabolisme melatonin. Pekerja shif malam memiliki tingkat risiko yang
meningkat terkena kanker prostat dan payudara (Craven, et al., 2013).
L. Pola eliminasi
Keinginan buang air selama malam hari disebut nokturia, adalah salah
satu kejadian yang paling sering menggangu tidur, khususnya pada dewasa
tengah dan lansia. Pentingnya membiasakan buang air sebelum tidur dapat
mencegah kejadian nokturia, selain itu membatasi minum ketika malam dan
sebelum tidur dapat menurunkan nokturia (Craven, et al., 2013).
M. Latihan, pemanasan pasif, termoregulasi
Kebiasaan latihan dapat membuat tidur lebih baik dan lama, demikian
juga dengan penggunaan sauna dan mandi air hangat beberapa jam sebelum
tidur dapat memperbaiki kualitas tidur. Pada lansia yang mandi air hangat
satu jam sebelum tidur dapat meningkatkan keseimbangan suhu tubuh selama
tidur (Craven, et al., 2013).
N. Kewaspadaan (vigilance)
Faktor lain yang memperngaruhi tidur yaitu perasaan perlunya untuk
memelihara kewaspadaan. Pasien di rumah sakit, yang baru saja dilepas dari
alat monitor jantung, akan berhati-hati dengan mencegah tertidur karena takut
akan komplikasi serangan jantung, seperti yang telah diperingatkan oleh
perawat (Craven, et al., 2013).
O. Status mood
Ansietas seringkali menunda onset tidur. Ketegangan berhubungan
dengan stres psikologis dapat juga menambah kejadian insomnia. Depresi
biasanya mengakibatkan gangguan tidur. Perubahan status mood banyak
disebabakan oleh kekurangan tidur. Individu dengan gangguan bipolar
memerlukan tidur yang adekuat karena ketidakcukupan tidur dapat memicu
maniak (Craven, et al. 2013). Menurut Stuart (2016) pada orang yang depresi,
tidur REM akan bersifat eksesif, tahap tidur dalam berkurang, dan mimpi
tidak intens seperti biasanya. Jadi walaupun mereka tidur 6-9 jam setiap
malam, namun mereka masih sangat lelah, sulit konsentrasi dan mudah
tersinggung.
P. Norma budaya
Kebudayaan dan ekspektasi sosial juga mempengaruhi tidur. Beberapa
orang menganggap tidur adalah sesuatu yang sangat mahal untuk dituruti
ketika mereka tidak ada kesibukan dengan kegiatan penting. Sedangkan yang
lain berpendapat bahwa tidur adalah kebutuhan yang mutlak untuk dipenuhi.
Mempertimbangkan kebutuhan kuantitas tidur seseorang adalah sebagian
ditentukan oleh sikap dari keluarga dan budaya (DeLaune & Ladner, 2011).
Referensi:
Craven, R., et al. (2013). Fundamental of Nursing: Human Health and Function.
Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Treas, L.S., & Wilkinson, J.M. (2014). Basic Nursing: Concepts, Skills &
Reasoning. Philadelphia: F.A. Davis Company
DeLaudne, S.C., & Ladner, P.K. (2011). Fundamental of Nursing: Standards &
Practice. Fourth Edition. Delmar, Cengage Learning, Inc.
Berman, A., & Snyder, S. (2012). Kozier & Erbs Fundamental of Nursing:
Concepts, Process, and Practice. Ninth Edition. USA: Pearson Education,
Inc.
Stuart, G.W. (2016). Prinsip dan Paktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.
Edisi Indonesia. Editor bahasa Indonesia: Keliat, B.A. Singapura: Elsevier
Irama Sirkadian
Siklus 24 jam sehari-semalam
Diatur oleh hipotalamus
Pengaturan Tidur:
Sistem Aktivasu Retikular
Tahapan Tidur
N-REM (Tahap I, II, III, & IV)
REM
Nursing Care
Referensi: Treas, L.S., & Wilkinson, J.M. (2014). Basic Nursing: Concepts, Skills & Reasoning. Philadelphia: F.A. Davis Company