Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2022


UNIVERSITAS HALU OLEO

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

OLEH:
Nurvita Rosidi, S. Ked
K1B1 20 006

PEMBIMBING:
dr. Muhammad Rustam HN, M. Kes., Sp. OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa


Nama : Nurvita Rosidi, S.Ked
NIM : K1B1 20 006
Judul : Hernia Nukleus Pulposus
Bagian : Ilmu Bedah
Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan Referat dalam rangka kepanitraan klinik Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo

Kendari, Agustus 2022


Pembimbing

dr. Muhammad Rustam HN, M. Kes., Sp. OT


HERNIA NUKLEUS PULPOSUS
Nurvita Rosidi, Muhammad Rustam HN

A. PENDAHULUAN
Nyeri punggung bawah atau nyeri pinggang adalah nyeri di daerah
lumbosakral dan sakroiliaka. Salah satu penyebab dari nyeri pinggang adalah
hernia nukleus pulposus (HNP). Hernia nukleus pulposus adalah protrusi
nukleus pulposus ke dalam kanalis vertebralis akibat degenarasi anulus
fibrosus korpus vertebral. HNP paling sering ditemukan di vertebra lumbar,
dan hanya sebagian kecil ditemukan di daerah serviks. HNP pada vertebra
toraks sangat jarang dan hanya terjadi pada 1:1 juta pasien. Pada individu usia
antara 25–55 tahun, 95% HNP terjadi pada vertebra lumbalis di regio L4–L5
atau L5– S1 sedangkan HNP di atas vertebra L4 lebih banyak terjadi pada
individu yang berusia lebih dari 55 tahun. 1
Gejala HNP yang paling umum adalah nyeri punggung, yang terjadi
pada 40% pasien HNP. Faktor risiko HNP termasuk merokok, latihan beban,
dan pekerjaan yang berhubungan dengan aktivitas yang berhubungan dengan
angkat berat. Gaya hidup, sering mengemudi, dan batuk kronis sering
dianggap sebagai faktor risiko. Seseorang yang bekerja dengan posisi duduk
dalam waktu yang lama (seperti pengemudi) memiliki risiko lebih tinggi
terhadap HNP.1
B. DEFINISI
Hernia nukleus pulposus atau herniasi diskus intervertebralis adalah
suatu pennyakit dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang
(soft gel disc atau nukleus pulposus) mengalami tekanan disalah satu bagian
posterior atau lateral sehingga nukleus pulposus pecah dan luruh sehingga
terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan
mengakibatkan penekanan radiks saraf.2
Hernia nukleus pulposus adalah protrusi nukleus pulposus ke dalam
kanalis vertebralis akibat degenerasi anulus fibrosus korpus vertebral. HNP
dapat terjadi pada seluruh vertebra, namun paling sering terjadi pada segmen
lumbosakral tepatnya L1-S1.1
C. ANATOMI
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus
vertebra yang berdekatan, sendi antara arkus vertebra, sendi
kostovertebralis dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan
diskus intervertebralis menghubungkan vertebra yang berdekatan.
Ligamentum longitudinal anterior, suatu pita tebal dan lebar, berjalan
memanjang pada bagian depan korpus vertebra dan diskus
intervertebralis, dan bersatu dengan periosteum dan annulus fibrosus.
Ligamentum longitudinalis anterior berfungsi untuk menahan gaya
ekstensi, sedangkan dalam kanalis vertebralis pada bagian posterior
korpus vertebra dan diskus intervertebralis terletak ligamentum
longitudinal posterior, ligamentum longitudinalis posterior berperan dalam
menahan gaya fleksi. Ligamentum anterior lebih kuat dari pada posterior,
sehingga prolaps diskus lebih sering kearah posterior. Pada bagian
posterior terdapat struktur saraf yang sangat sensitif terhadap penekanan
yaitu radiks saraf spinalis, ganglion radiks dorsalis.3
Diantara korpus vertebra mulai dari vertebra servikalis kedua sampai
vertebra sakralis terdapat diskus intervertebralis. Diskus ini membentuk
sendi fibrokartilago yang lentur antara korpus vertebra. 3
Diskus Intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok; nukleus
pulposus ditengah dan anulus fibrosus di sekelilingnya. Diskus dipisahkan
dari tulang yang di atas dan dibawahnya oleh dua lempengan tulang
rawan yang tipis.3
Nukleus pulposus adalah bagian tengah diskus yang bersifat
semigelatin, nukleus ini mengandung berkas-berkas serat kolagen, sel-sel
jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Zat ini berfungsi sebagai
peredam benturan antara korpus vertebra yang berdekatan. Selain itu.
juga memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara diskus
dan pembuluh-pembuluh darah kapiler.3
Anulus fibrosus terdiri atas cincin-cincin fibrosa konsentris yang
mengelilingi nukleus pulposus. Anulus fibrosus berfungsi untuk
memungkinkan gerakan antara korpus vertebra (disebabkan oleh struktur
spiral dari serabut-serabut); untuk menopang nukleus pulposus; dan
meredam benturan. Jadi anulus berfungsi mirip dengan simpail di
sekeliling tong air atau seperti gulungan pegas, yang menarik korpus
vertebra bersatu melawan resistensi elastis nukleus pulposus, sedangkan
nukleus pulposus bertindak sebagai bola penunjang antara korpus
vertebra.3
Diskus intervertebralis berukuran kira-kira seperempat panjang
kolumna vertebralis. Diskus paling tipis terdapat pada daerah torakal
sedangkan yang paling tebal tedapat di daerah lumbal. Bersamaan
dengan bertambahnya usia, kandungan air diskus berkurang dan menjadi
lebih tipis.3
D. EPIDEMIOLOGI
HNP merupakan penyebab tersering nyeri punggung bawah.
Prevalensi HNP yaitu 1-2% dari populasi dunia. Di Amerika Serikat 1-2%
dari seluruh populasi penduduk sedangkan Finlandia dan Italia, prevalensi
HNP adalah 1-3%. dan umumnya HNP dapat terjadi pada semua level
vertebra mulai dari cervical sampai lumbal. HNP paling sering terjadi pada
daerah lumbal dan hanya sebagian kecil pada daerah servikal. Adapun pada
daerah torakal insidensnya sangat jarang dan haanya terjadi pada 1:1 juta
pasien. Pada individu yang berusia 25-55 tahun 95% HNP terjadi pada
vertebra lumbalis regio L4-L5 atau L5-S1 sedangkan HNP diatas vertebra L4
lebih banyak terjadi pada individu berusia lebih dari 55 tahun.1,4
Di negara berkembang prevalensi HNP berkisar 15-20% dari total
populasi. Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan di RS Hasan
Sadikin, Bandung prevalensi HNP tertinggi pada usia 51-60 tahun (31.6%)
dengan lokasi terbanyak pada vertebra L5-S1 (58.2%).1
E. ETIOLOGI DAN PATOLOGI
HNP dapat terjadi pada usia muda dan usia tua. Pada usia muda
umumnya disebabkan oleh trauma atau gravitasi dan kolumna vertebra yang
mendapat beban berat sehingga menyebabkan penonjolan diskus intervertebra.
Pada usia tua disebabkan proses degenerasi diskus intervertebra yang dimulai
dengan kekakuan diskus, kemudian diikuti kehilangan elastisitas nukleus
pulposus dan degenerasi tulang rawan sendi. 5
Penyebab HNP biasanya didahului dengan perubahan degeneratif
yang terjadi oleh karena proses penuaan dan kebanyakan oleh karena adanya
suatu trauma yang berulang mengenai diskus intervetebralis sehingga
menimbulkan sobeknya anulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala
trauma bersifat singkat dan gejala ini disebabkan oleh cedera diskus yang
tidak terlihat selama beberapa bulan atau tahun.5
F. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko penderita HNP dapat dibagi atas:6
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Umur: semakin umur bertambah, risiko makin tinggi.
b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak daripada wanita.
c. Riwayat akibat cedera punggung atau HNP sebelumnya.
2. Faktor risiko yang dapat diubah
a. Aktivitas dan pekerjaan, misalnya duduk dalam waktu lama,
mengangkat ataupun menarik beban yang berat, terlalu sering memutar
punggung ataupun membungkuk, latihan fisik terlalu berat dan
berlebihan, paparan pada vibrasi yang konstan.
b. Olahraga tidak menentu, misalnya memulai aktivitas fisik yang sudah
sekian lama tidak dilakukan dengan berlatih berlebih dan berat dalam
jangka waktu yang cukup lama.
c. Merokok, dimana nikotin dalam rokok dapat mengganggu kemampuan
diskus menyerap nutrisi yang diperlukan dari darah.
d. Berat badan yang berlebihan, terutama beban ekstra di perut yang
menyebabkan strain pada punggung bawah.
e. Batuk dalam waktu yang lama dan berulang-ulang.
G. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar HNP terjadi di daerah lumbal antara ruang lumbal IV
ke V (L4 ke L5) atau lumbal kelima ke sakral pertama (L5 ke S1). Herniasi
diskus antara L5 ke S1 menekan ke akar saraf S1, sedangkan herniasi diskus
antara L4 dan L5 menekan akar saraf L5. Herniasi diskus servikalis biasanya
mengenai satu dari tiga akar servikalis bawah yang berpotensi menimbulkan
kelainan serius, dan dapat terjadi kompresi medula spinalis, bergantung pada
arah penonjolan. Herniasi lateral diskus servikalis biasanya menekan akar di
bawah ketinggian diskus, misalnya pada diskus C5 ke C6 menekan akar saraf
C6, dan diskus C6 ke C7 mengenai akar C7. 7
Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya usia (dari 90%
pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia) dan jumlah kolagen bertambah
menjadi lebih kasar serta mengalami hialinisasi. Mukopolisakarida juga
berkurang bersama dengan rasio jumlah karatan sulfat yang dibandingkan
dengan kondroitin sulfat yang meningkat. Ukuran molekular proteoglikan
menjadi lebih kecil dan lebih dapat menempel pada serabut kolagen.
Elastisitas, viskositas, dan kapasitas untuk berikatan dengan air pada
proteoglikan berkurang serta berperan menyebabkan HNP yang disertai
penekanan akar saraf spinalis.7
Pada umumnya HNP didahului oleh gaya traumatik seperti
mengangkat benda berat, aktivitas berlebihan, menegakkan badan waktu
terpeleset, dan sebagainya yang mengakibatkan sobekan pada anulus fibrosus
yang bersifat sirkumferensial. Sobekan tersebut ditandai dengan terbentuknya
nodus Schmorl yang dapat menyebabkan inflamasi dan nekrosis tulang
vertebra, sehingga terjadinya low back pain subkronis atau kronis, kemudian
disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai ischialgia.
Menjebolnya nukleus pulposus secara vertikal ke kanalis vertebralis berarti
nukleus pulposus menekan radiks dan arteri radikularis yang berada pada
lapisan dura. Hal ini terjadi apabila penjebolan berada pada sisi lateral,
sedangkan tidak ada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di
tengah karena tidak adanya kompresi pada kolumna anterior. 7
Prolapsus secara horizontal memiliki dua bentuk yang disebut dengan
nuclear herniation yang mengarah ke bagian posterior dan annular protrusion
dengan pembengkakan serabut anulus. Herniasi diskus hampir selalu terjadi ke
arah posterior atau posterolateral karena ligamentum longitudinalis anterior
lebih kuat dibandingkan ligamentum longitudinalis posterior. Herniasi tersebut
biasanya menggelembung berupa massa padat dan tetap menyatu pada badan
diskus, walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar dan
masuk menembus ligamentum longitudinalis posterior lalu berada bebas ke
dalam kanalis spinalis. Perubahan morfologi pertama yang terjadi pada diskus
adalah memisahnya lempeng tulang rawan dari korpus vertebra di dekatnya 19,
sedangkan saat kronis akan memberikan gambaran sisa diskus intervertebral
mengalami lisis, sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa
ganjalan.7
H. GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Gejala klinis pada HNP timbul akibat gerakan mengangkat atau
memutar badan, pasien akan mengeluh rasa sakit seperti rasa rajam atau
terbakar. Keluhan ini sering menyebar sesuai distribusi akar saraf yang
terkompresi. Sensasi yang timbul dapat berupa mati rasa, kesemutan, serta
penurunan sensasi di sepanjang jalur akar saraf. 8
1. Vertebra Cervical
a. Anamnesis
Anamnesis pada pasien ini harus mencakup keluhan utama, onset
gejala, dimana nyeri dimulai dan menyebar dan riwayat pengobatan.
Biasanya pasien mengeluh adanya nyeri atau kelemahan pada leher
dan lengan yang melibatkan miotom dan dermatom ipsilateral yang
sesuai dengan tingkat cervical yang terkena. Vertebra cervical C5-C7
merupakan lokasi tersering terjadi HNP. Gejala tersering berupa
radikulopati akibat kompresi pada akar saraf sesuai tingkat cervical.
Namun, HNP pada vertebra cervical juga dapat mengakibatkan
sindrom brown-squard akibat kompresi medula spinalis sehingga
dapat menimbulkan gejala kelemahan ipsilateral dan hilangnya sensasi
nyeri dan suhu kontralateral.8,9
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan adanya kelemahan,
gangguan sensorikserta distribusi miotom dan dermatom juga tanda
disfungsi tulang belakang.8,10
 C5: keluar antara foramen C4 dan C5,menginervasi deltoid dan
biseps, distribusi sensorik: lateral lengan (nervus axillaris). Gejala:
nyeri leher, bahu dan skapula, mati rasa daerah lateral lengan.
Dinilai dengan refleks biseps dan brachioradialis
 C6: keluar antara foramen C5 dan C6, menginervasi biseps
(bersama C5) dan ekstensor pergelangan tangan, distribusi
sensoris: lateral lengan bawah (nervus muskulokutaneus). Gejala:
nyeri paa leher, bahu, skapula, lateral tangan, lengan bawah dan
tangan, mati rasa lateral lengan bawah, ibu jari dan jari telunjuk.
Adanya kelemahan saat abduksi dan eksteranl rotasi bahu, fleksi
siku serta pronasi dan supinasi lengan bawah. Dapat dinilai dengan
refleks biseps dan brachioradialis.
 C7: keluar dari foramen diantara C6 dan C7, menginervasi triseps,
fleksor pergelangan tangan, dan ekstensor jari. Distribusi sensorik
pada jari tengah. Gejala nyeri pada leher, bahu dan jari tengah
disertai mati rasa pada jari telunjuk, jari tengah dan telapak
tangan.adanya kelemahan pada siku dan pergelangan tangan serta
ekstensi radius, pronasi lengan bawah dan fleksi pergelangan
tangan. Dapat dinilai dengan refleks triceps.
 C8: keluar dari foramen antara C7 dan T1, menginervasi otot
interoseus dan fleksor jari, dengan distribusi sensorik pada jari
manis, kelingking dan ½ distal lengan bawah (sisi ulnaris) dan
tidak ada refleks.
2. Vertebra Thoracal
a. Anamnesis
HNP regio thoracal tidak menimbulkan gejala dan ditemukan secara
tidak sengaja pada pemeriksaan MRI. Tidak seperti HNP cervical dan
lumbal, HNP thoracal memiliki gejala atipikal dan merupakan
diagnosis eksklusi8,11
b. Pemeriksaan fisik
dapat ditemukan perubahan sensoris. Pada keadaan yang serius dapat
ditemukan paralisis dan gangguan berjalan serta abnormalitas
kardiovaskular.
3. Vertebra Lumbal
a. Anamnesis
Pada anamensis pertanyaan yang diajukan harus mencakup kualitas
nyeri dan dampaknya terhadap aktivitas pasien, mekanisme cedera,
riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya. Gejala yang utama yang
bisa didapatkan berupa nyeri radikuler, nyeri punggung bawah,
kelainan sensorik dan kelemahan pada distribusi akar saraf
lumbosakral, eksaserbasi nyeri dengan mengejan, batuk dan bersin,
nyeri menigkat dalam posisi duduk karena tekanan pada akar saraf
meningkat 40%.8,10
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat dan menyeluruh perlu dilakukan untuk
membantu melokalisasi tingkat herniasi lumbal jike menyebabkan
radikulopati.8
 L1 keluar di foramen antara L1-L2, gejalanya berupa nyeri dan
kehilangan sensorik pada daerah inguinal. Jarang meyebabkan
kelemahan fleksi panggul. Pada laki-laki dapat dinilai dengan
refleks kremaster
 L2-L3 masing-masing keluar dari foramen dianatara L2-L3 dan
L3-L4, gejala memburuk dengan bersin, batuk atau meluruskan
kaki.
 L4 keluar di foramen antara L4-L5, gejala yang timbul berupa
nyeri punggung yang menjalar ke anterior paha dan medial kruris
disertai hilangnnya sensori pada distribusi yang sama, kelemahan
pada fleksi dan adduksi panggul, kelemahan ekstensi lutut dan
penurunan refleks patella
 L5 keluar di foramen antara L5-S1, gejala yang timbul berupa
nyeri pu ggung yang menjalar ke pantat, lateral paha, lateral betis,
punggung kaku dan jempol kaki. Hilangnya sensoris pada jempol
dan jari kaki kedua, dorsum kaki, dan lateral betis. Terdapat
kelemahan pada abduksi panggul, fleksi lutut, dorsofleksi kaki,
dorsofleksi jempol kaki, inversi kaki, dan eversi. Pasien datang
dengan penurunan refleks semitendinosus/semimembranosus.
Kelemahan dalam dorsofleksi kaki membuatnya sulit untuk
berjalan dengan tumit. Radikulopati L5 kronis dapat menyebabkan
atrofi ekstensor digitorum brevis dan tibialis anterior tungkai
anterior.
4. Vertebra Sacral8,10
 Akar saraf S1 keluar di foramina S1-S2, dinilai dengan refleks
Achilles. Ketika dikompresi dengan herniated disc, itu muncul dengan
nyeri sakral atau pantat yang menyebar ke paha posterolateral, betis,
plantar atau kaki lateral atau perineum. Hilangnya sensorik terdapat
pada aspek betis, lateral, atau plantar kaki. Terdapat kelemahan pada
plantar fleksi kaki, ekstensi pinggul, dan fleksi lutut. Kelemahan pada
plantar fleksi kaki menyebabkan ketidakmampuan untuk berjalan jinjit.
Ini juga bisa menyebabkan inkontinensia urin dan feses dan disfungsi
seksual.
 S2-S4 Saraf - nyeri sakral atau bokong yang menjalar ke aspek
posterior kaki atau perineum; defisit sensorik pada pantat medial,
perineum, dan daerah perianal; bulbocavernosus tidak ada.
 The straight leg raise test adalah manuver neurologis yang dilakukan
saat memeriksa pasien dengan nyeri punggung bawah. Hal ini
dilakukan dengan pasien berbaring terlentang sambil menjaga kaki
gejala tetap lurus dengan melenturkan paha depan. Pemeriksa
perlahan-lahan mengangkat kaki secara progresif dengan kecepatan
lambat. Tes positif ketika mereproduksi gejala pasien (nyeri dan
parestesia) pada sudut lebih rendah dari 45 derajat dengan radiasi di
bawah lutut (tanda Lasegue). Hal ini paling membantu dalam
mendiagnosis radikulopati L4, L5, dan S1. Pasien diminta untuk
dorsofleksi kaki saat pemeriksa mengangkat kaki (tanda Bragaad)
untuk meningkatkan sensitivitas tes.
 The contralateral (crossed) straight leg raise test adalah manuver
yang sama dengan manuver sebelumnya hanya dilakukan pada kaki
yang tidak bergejala. Tes dikatakan positif jika terjadi nyeri dan
parasthesia.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lebih dari 85 hingga 90% pasien dengan herniasi diskus akut mengalami
pengurangan gejala dalam waktu 6 hingga 12 minggu tanpa perawatan apa
pun. Pasien tanpa radikulopati melihat peningkatan dalam waktu yang lebih
singkat. Karena tingginya prevalensi herniasi diskus pada neuroimaging rutin
pada individu tanpa gejala, rekomendasinya adalah untuk menghindari
memesan studi pencitraan selama periode ini karena hasil studi tidak akan
mengubah manajemen. Namun, evaluasi lebih lanjut dan pencitraan
diperlukan jika ada kecurigaan klinis patologi yang mendasari parah atau
kompromi neurologis. Pencitraan dan tes laboratorium diindikasikan pada
pasien yang menunjukkan gejala bendera merah. Pada pasien yang tidak
responsif terhadap pengobatan konservatif setelah dua sampai tiga bulan,
pencitraan juga dianjurkan.
1. Tes laboratorium: Tingkat sedimentasi eritrosit dan protein C-reaktif
adalah penanda inflamasi, dan mereka diminta jika mencurigakan kondisi
inflamasi kronis atau penyebab infeksi sebagai etiologi. Hitung darah
lengkap berguna ketika mencurigai adanya infeksi atau keganasan.
2. Sinar-X: Film sinar-X lumbar adalah tes pencitraan lini pertama yang
dilakukan dalam pengaturan nyeri punggung bawah. Pemeriksaan standar
mencakup tiga pandangan (AP, lateral, dan oblique) untuk mengevaluasi
keselarasan keseluruhan tulang belakang, mendeteksi patah tulang, serta
perubahan degeneratif atau spondilosis. Pandangan fleksi dan ekstensi
lateral berguna dalam menilai ketidakstabilan tulang belakang. Ruang
intervertebralis yang menyempit, osteofit traksi, dan skoliosis kompensasi
pada sinar-X adalah temuan yang biasanya menunjukkan herniasi diskus
lumbal. Jika fraktur akut terdeteksi, penyelidikan lebih lanjut dengan
computed tomographic (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI)
diperlukan.10
3. CT: Ini adalah modalitas pencitraan yang paling sensitif untuk memeriksa
struktur tulang tulang belakang. Pencitraan CT memungkinkan untuk
evaluasi cakram hernia yang terkalsifikasi atau proses patologis apa pun
yang dapat menyebabkan keropos atau kerusakan tulang. Ini kurang untuk
visualisasi akar saraf, sehingga tidak cocok dalam diagnosis radikulopati.
CT myelography adalah modalitas pencitraan pilihan untuk
memvisualisasikan herniasi diskus pada pasien dengan kontraindikasi
untuk MRI. Namun, karena sifatnya yang invasif, bantuan ahli radiologi
terlatih diperlukan. Myelography dikaitkan dengan risiko seperti sakit
kepala pasca-tulang belakang, infeksi meningeal, dan paparan radiasi.
Kemajuan terbaru dengan CT scan multidetektor telah membuat tingkat
diagnostiknya hampir sama dengan MRI. 12
4. MRI: Apakah studi standar emas untuk mengkonfirmasi dugaan LDH.
Dengan akurasi diagnostik 97%, ini adalah studi yang paling sensitif untuk
memvisualisasikan herniasi diskus karena kemampuannya yang signifikan
dalam visualisasi jaringan lunak. MRI juga memiliki keandalan antar-
pengamat yang lebih tinggi daripada modalitas pencitraan lainnya. Ini
menunjukkan herniasi diskus ketika menunjukkan peningkatan sinyal
pembobotan T2 pada 10% posterior diskus. Penyakit cakram degeneratif
telah menunjukkan korelasi dengan perubahan tipe 1 Modic. Ketika
mengevaluasi radikulopati lumbal pasca operasi, rekomendasinya adalah
bahwa MRI dilakukan dengan kontras kecuali jika dikontraindikasikan.
MRI lebih efektif daripada CT dalam membedakan etiologi inflamasi,
ganas, atau inflamasi LDH. Hal ini diindikasikan relatif awal dalam
perjalanan evaluasi (<8 minggu) ketika pasien datang dengan indikasi
relatif seperti nyeri yang signifikan, defisit motorik neurologis, dan
sindrom cauda equina. Pencitraan tensor difusi adalah jenis urutan MRI
yang digunakan untuk mendeteksi perubahan mikrostruktur pada akar
saraf. Mungkin bermanfaat dalam memahami perubahan yang terjadi
setelah herniasi diskus lumbal menekan akar saraf, dan mungkin
membantu membedakan pasien yang memerlukan intervensi bedah. Pada
pasien dengan kecurigaan tinggi radikulopati karena herniasi lumbal.13
J. DIAGNOSIS BANDING7
1. Inflamasi: abses diruang epidural atau pleksus retroperitoneal lumbosakral,
pasca infeksi atau pasca trauma araknoiditis dan reumatoid spondilitis
2. Sindrom kauda equina merupakan penekanan pada kauda equina dengan
gejala klinis berupa nyeri punggung bawah, skiatika unilateral atau
bilateral, kelemahan otot ekstremitas bawah, dan gangguan sensoris
3. Stenosis lumbal bermanifestasi sebagai nyeri punggung bawah,
ekstremitas bawah, gangguan berjalan dan disabilitas lainnya
K. TATALAKSANA
Sebagian besar presentasi gejala HNP relatif singkat dan sembuh dalam enam
sampai delapan minggu. Oleh karena itu, biasanya awalnya dikelola secara
konservatif kecuali ada gejala red flag, meningkatkan kecurigaan untuk
kondisi darurat seperti defisit neurologis progresif atau sindrom kauda equina.
1. Non operatif
Pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri punggung maka dapat
dilakukan terapi non operatif jika tidak ditemukan: 14
 Tidak ada trauma yang signifikan
 Aadnya kelihangan kontrol usus dan kandung kemih
 Anestesi sadel
 Kelemahan ekstremitas bawah bilateral
 Defisit neurologis

Tatalaksana non operatif yang diberikan berupa:14

 Istirahat
 Istirahat singkat di tempat tidur (2-3 hari) terutama pada posusu semi-
fowler (setengah duduk) untuk membantu menunrunkan beban tulang
belakang
 Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) untuk membantu mengurangi
peradangan diskus dan akar saraf
 Relaksan otot untuk membantu meringankan spasme lumbal
 Pijat panas/ terapi es
 Analgesik gunakan golongan asetaminofem untuk menghindari
nefrotoksisk
 Antikonlvusan berupa gabapentin dan pregabalin.

Pasien harus melakuakn kunjungan rutin setiap minggu dan dilakuakn


pemeriksaan fisik dan neurolgis setiap kunjungan. Jika ada nyeri
berkurang/hilang, dan tidak ada defisit neurologis pasien dapat dimulai
fisioterapi yang berfungsi untuk meregangkan punggung, menguatkan
punggung dan melatih punggung. Jenis latihan tergantung berapa lama
pasien istirahat dan tingkat atrofi otot. Pasien disarankan untuk
memodifikasi aktivitasnya termasuk menghindari duduk lama,
membungkuk kedepan dan mengangkat beban berat. Sebagian besarpasien
pulih dalam 4-6 minggu dan diijinkan untuk melakukan aktivitas
seharihari dengan melakukan tindakan pencegahan yang telah
disarankan.14

Jika tidak ada perbaikan pada manajemen non operatif pada setelah 4-6
minggu atau jika ada defisit neurologis progresif atau jika ada sindrom
kauda equina pasien disarankan untuk segera dilakukan pemeriksaan
radiologi yaitu MRI karena dapat menggamabrakan struktur jaringan lunak
dengan sangat baik.14

a. Epidural and Selective Nerve Root Block (SNRB)


Prosedur ini merupakan bagian dari manajemen non-operatif selain
sebagai alat bantu diagnostik. Blok adalah campuran anestesi lokal
(0,25% bupivakain atau 0,5% lignokain) dan kortikosteroid
(triamsinolon asetat atau metilprednisolon) yang diberikan pada
tingkat target (herniated disc) di bawah bimbingan fluoroskopi untuk
membantu meringankan nyeri radikular akut dengan tindakan anestesi
dan antiinflamasi.14
Indikasi SNRB yaitu: 14
 Pasien HNP dengan kompresi akar parah yang tidak mau menjalani
operasi
 Morfologi diskus yang tidak berhubungan dengan gejala klinis :
membantu memastikan apakah penyebab nyeri radikular adalah
diskus hernia yang sama atau yang lainnya
 Prediksi hasilnya: pasien yang nyerinya berkurang dengan SNRB
dan akan mendapatkan hasil yang baik jika dirawat dengan
pembedahan.
 Nyeri ekstremitas atipikal
Satu suntikan epidural atau SNRB memberikan bantuan jangka pendek
sekitar 3 bulan. Terbukti bahwa seorang pasien dapat menunda
operasinya selama beberapa tahun jika mereka merespon dengan baik
terhadap SNRB atau blok epidural. Seorang pasien dapat memiliki
maksimal 4 suntikan dalam setahun. Setiap injeksi harus memiliki jeda
1-2 minggu di antaranya.14
2. Operatif
Tindakan operasi diberikan pada semua pasien HNP akut dengan indikasi
berupa:14
a. Gagal dengan terapi non operatif atau SNRB selama 3-4 bulan
b. Adanya sindrom kauda equina
c. Adanya defisit neurologis progresif
d. Adanya nyeri ekstremitas berat

Terdapat beberapa jenis operasi yang diberikan kepada pasien dengan


HNP diantaranya14

a. Open Discectomy/ Conventional Open Discectomy


Suatu tindakan pembedahan tulang belakang tanpa menggunakan alat
bantu peningkatan visual. Pasien akan dilakukan intubasi dan
dilakukan insisi pada tulang belakang. Terdapat 3 jenis tingkat
pengangkatan tulang dari lamina:
 Laminectomy
 Hemilaminectomy
 Fenestration/laminotomy
b. Microscopic Discectomy
Suatu tindakan pembedahan pada tulang belakang dengan
menggunakan alat bantu peningkatan visual seperti mikroskop atau
lup. Teknik operasi yang digunakan sama dengan open discectomy
hanya memiliki beberapa keuntungan:
 Insisi kecil 2-3 cm
 Kerusakan jaringan lunak minimal
 Dapat memperbesar struktur yang dilihat
 Meminimalkan risiko ketidakstabilan pasien pasca operasi dan
nyeri punggung
 Kehilangan darah minimal
 Mengurangi masa rawat inap di RS pasca operasi
 Pemulihan pasca operasi lebih cepat
c. Minimal Invasive Discectomy
Discectomy dilakukan melalui sebuah insisi yang sangat kecil pada
daerah sekitar kompresi. Hal ini sering dilakukan pada pasien rawat
jalan atau rawat inap 23 jam. (usu)
L. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi dari HNP adalah nyeri punggung untuk jangka
waktu yang lama, kehilangan sensasi di tungkai yang diikuti penurunan fungsi
kandung kemih dan usus. Selain itu, kerusakan permanen pada akar saraf dan
medula spinalis dapat terjadi bersamaan dengan hilangnya fungsi motorik dan
sensorik. Hal ini dapat terjadi pada servikal stenosis dan spondilosis yang
menekan medulla spinalis dan pembuluh darah, sehingga dapat menimbulkan
mielopati dengan spastik paraplegia atau kuadriplegia.7
M. PROGNOSIS
Pada HNP servikalis 75% pasien akan pulih dengan penanganan terapi medis
yang memadai (10-14 hari), walaupun pada beberapa kasus berlanjut dengan
ketidaknyamanan dan parestesis ringan. Pada beberapa pasien, gejala radikular
atau mielopati kambuh setelah kembali beraktivitas penuh. Untuk 25% pasien
yang tidak respon terhadap terapi konservatif, dibutuhkan operasi. Perbaikan
tampak pada sekitar 80% pasien yang melakukan terapi operatif pada diskus
servikalis. Pada hernia diskus lumbalis sekitar 10-20% kasus membutuhkan
penangan terapi bedah dan 85% pasien akan pulih sepenuhnya setelah
penanganan bedah.7
N. PENCEGAHAN
1. Saat berdiri7
 Jangan memakai sepatu dengan tumit terlalu tinggi.
 Bila harus berdiri lama, selingilah dengan berjongkok, atau letakkan
satu kaki lebih tinggi dengan meletakkannya pada sesuatu.
 Meja kerja/dapur jangan terlalu rendah sehingga harus bekerja sambil
membungkuk
 Bila hendak mengambil sesuatu di lantai, jangan membungkuk, tetapi
dengan menekuk lutut. Renggangkanlah kedua tungkai, lalu paha dan
lutut ditekuk, namun pinggang tetap lurus. Kemudian bawalah barang
tersebut sedekat mungkin dengan tubuh.
2. Saat berjalan, berjalanlah dengan posisi tegak, rileks, dan jangan tergesa-
gesa.
3. Saat duduk
 Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada meja atau kursi, dan
jaga agar bahu tetap rileks.
 Kursi yang dipakai untuk duduk tidak boleh terlalu tinggi sehingga
lutut lebih rendah dari paha pada saat duduk.
 Duduk dengan lutut tetap setinggi ataupun sedikit lebih tinggi dari
panggul (penyangga kaki boleh dipergunakan bila perlu) dan kedua
tungkai sebaiknya tidak saling menyilang.Periode duduk yang lama
harus sering diselingi dengan berdiri beberapa menit.
 Bila mengendarai mobil, tempat duduk jangan terlalu jauh jaraknya
dari kemudi sehingga posisi tungkai menjadi hampir lurus.
4. Waktu tidur
 Sebaiknya tidur dengan posisi terbaring di tempat tidur yang tidak
terlalu lembek.
 Posisi tidur yang terbaik adalah terlentang dengan bantal di bawah
lutut sehingga sendi paha dalam keadaan fleksi dan pinggang mendata.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikhsanawati, A., Tiksnadi, B., Soenggono, A., & Hidajat, N. N. (2015).


Herniated Nucleus Pulposus in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung
Indonesia. Althea Medical Journal, 2(2), 179-185.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Bahan ajar hernia nukleus
pulposus. FK UNHAS. 4-6.
3. Yusuf AW. Hubungan antara derajat hernia nukleus pulpposus dengan derajat
nyeri punggung bawah di RSUP Dr. wahidin sudirohusodo makassar. FK
UNHAS. 2017: 6-9
4. Hatlah NN. Faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP. Universitas
Aisyiyah. 2021: 8
5. Ekayuda, I. Neuroradiologi: radiologi diagnostik edisi kedua. Jakarta: Balai
penerbit FK UI. 2005; 337.
6. Maladewa TGB., Maliawan S. Diagnosis dan tatalaksana hernia nukleus
pulposus lumbal. In: diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan tulang
belakang. Jakarta: Sagung seto; 2009; 62-87
7. Fitri AN. Gambaran faktor risiko pada pasien herniasi nukleus pulposus di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. FK USU: 2017: 12-3, 24-5
8. Dydyk AM, Ngnitewe Massa R, Mesfin FB. Disc Herniation. [Updated 2022
Jan 18]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441822/
9. Yeung, J.T., Johnson, J.I. & Karim, A.S. Cervical disc herniation presenting
with neck pain and contralateral symptoms: a case report. J Med Case Reports
6, 166 (2012). https://doi.org/10.1186/1752-1947-6-166
10. De Cicco FL, Camino Willhuber GO. Nucleus Pulposus Herniation. [Updated
2022 Jul 10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542307/
11. Al Qaraghli MI, De Jesus O. Lumbar Disc Herniation. [Updated 2021 Aug
30]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560878/
12. Notohamiprodjo S, Stahl R, Braunagel M, Kazmierczak PM, Thierfelder KM,
Treitl KM, Wirth S, Notohamiprodjo M. Diagnostic accuracy of contemporary
multidetector computed tomography (MDCT) for the detection of lumbar disc
herniation. Eur Radiol. 2017 Aug;27(8):3443-3451. doi: 10.1007/s00330-016-
4686-7. Epub 2016 Dec 17. PMID: 27988890.
13. Yu LP, Qian WW, Yin GY, Ren YX, Hu ZY. MRI assessment of lumbar
intervertebral disc degeneration with lumbar degenerative disease using the
Pfirrmann grading systems. PLoS One. 2012;7(12):e48074. doi:
10.1371/journal.pone.0048074. Epub 2012 Dec 20. PMID: 23284612;
PMCID: PMC3527450.
14. Jain N, Mathur M, Sharma S, Rawall S, Sharma SB. Lumbar Disc Herniation:
A review article.IP Int J Orthop Rheumatol 2020;6(1):1-11.

Anda mungkin juga menyukai