Anda di halaman 1dari 10

Prosedural

Prosedur pemeriksaan fisik abdomen meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Sebelum
melakukan pemeriksaan fisik abdomen. Baju yang dikenakan perlu diangkat sampai minimal
setinggi garis puting, serta menggunakan selimut untuk menutup tungkai sampai simfisis pubis.
Minta pasien untuk melipat paha dan lutut agar dinding abdomen lebih rileks. [1,29]

Inspeksi

Inspeksi dilakukan dengan cara melihat permukaan, kontur, dan pergerakan dinding abdomen.
Inspeksi meliputi :

 Kulit : Pada kulit, perhatikan apabila terdapat skar, striae, dilatasi vena, serta kemerahan
dan ekimosis (dapat terlihat pada perdarahan intraperitoneal atau retroperitoneal) [1,30]

 Ekimosis : Selain menunjukkan adanya perdarahan intraperitoneal atau retroperitoneal,


adanya ekimosis juga dapat mengarahkan diagnosis lainnya. Grey Turner
sign merupakan ekimosis yang dapat disertai warna kehijauan pada area flank pada
pasien pankreatitis akut dengan perdarahan ekstraperitoneal yang berdifusi sampai ke
jaringan subkutan area flank. Cullen’s sign merupakan ekimosis yang dapat disertai
warna kebiruan pada kulit area periumbilikal karena adanya perdarahan retroperitoneal
atau intraabdominal, seperti kehamilan ektopik terganggu [6,30-32]
 Umbilikus : Pada umbilikus, perlu diperhatikan kontur dan lokasinya, serta ada atau
tidaknya inflamasi ataupun benjolan, seperti pada hernia umbilikalis [1,30]
 Kontur abdomen : Kontur abdomen yang dimaksud adalah permukaan (datar, distensi,
menonjol, atau cekung), bagian samping abdomen (ada atau tidaknya benjolan atau
massa), kesimetrisan dinding abdomen, massa atau organomegali yang tampak menonjol
(misalnya hepatomegali atau splenomegali) [1,32]

 Peristaltik : Pada pasien yang sangat kurus, kemungkinan gerakan peristaltik usus dapat
terlihat, terutama apabila terdapat obstruksi [1,32]

 Pulsasi : Pulsasi aorta juga dapat terlihat pada pasien yang sangat kurus. Apabila terlihat
pada area epigastrium, maka dapat dikatakan normal.

Auskultasi

Auskultasi pada pemeriksaan abdomen terutama memberikan informasi mengenai bising usus.
Berbeda dari pemeriksaan fisik lainnya, disarankan untuk melakukan pemeriksaan auskultasi
terlebih dahulu pada pemeriksaan fisik abdomen karena manuver perkusi dan palpasi dapat
menstimulasi ataupun mendepresi peristaltik usus. Bising usus normal berkisar antara 5-34
kali/menit. [1,3,33] Auskultasi minimal dilakukan selama 2 menit pada tiap regio, dan minimal
dilakukan pada 1 regio untuk menentukan kesimpulan bunyi usus pasien. [6]

Adanya inflamasi (misal peritonitis), infeksi, ileus paralitik, dan ileus obstruktif akan mengubah


karakteristik bising usus. Pada keadaan tertentu seperti infeksi, dapat terdengar bunyi
borborygmi dan hiperperistalsis. Pada auskultasi peristaltik usus, perlu diperhatikan frekuensi,
durasi, volume, dan kualitas bising usus. [1,28,34,35]
Pada auskultasi abdomen, dapat ditemukan adanya bunyi seperti murmur di aorta, arteri iliaca,
dan arteri femoralis. Murmur dapat terdengar terutama pada pasien dengan hipertensi. Murmur
juga dapat terdengar pada pasien dengan stenosis arteri maupun dilatasi arteri yang disebabkan
oleh aneurisma. Murmur arteri renalis, sesuai dengan posisi anatomisnya akan lebih terdengar
dari punggung. [1,30]
Pada area hepar dan lien, perlu dilakukan auskultasi untuk melihat adanya friction rub. Hal ini
dapat terjadi pada pasien dengan hepatoma, infeksi gonococcus pada area hepar, dan infark lien.
[1]
Perkusi

Perkusi dilakukan untuk melihat distribusi gas intraabdomen, kemungkinan adanya massa, serta
ukuran hepar dan lien serta organ lainnya. Perkusi dilakukan pada keempat kuadran abdomen
dengan melihat area yang timpani maupun pekak. Bunyi timpani disebabkan karena adanya gas
pada traktus gastrointestinal, sedangkan bunyi pekak dapat disebabkan oleh adanya cairan, massa
atau pembesaran organ, maupun feses. [30]

Perkusi pada bagian infero-anterior arcus costae sebelah kanan dapat ditemukan pekak karena
adanya hepar, sedangkan di sebelah kiri akan ditemukan timpani pada area gaster dan fleksura
lienalis. [1,30]
Perkusi dilakukan dengan mengekstensikan jari tengah telapak tangan kiri (pleximeter) pada
permukaan bagian abdomen yang mau diperkusi, dengan jari tengah kanan difleksikan
(perkusor) sambil diketuk berulang di sendi interphalangeal distal pada pleximeter. [1]

Palpasi

Palpasi pada pemeriksaan fisik abdomen terdiri dari palpasi ringan dan dalam. Palpasi ringan
dapat menilai adanya nyeri tekan, defans muskular, dan massa pada organ-organ superfisial.
Palpasi ringan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Meletakkan telapak tangan dengan jari-jari yang rapat dan rata pada dinding abdomen
2. Lakukan penekanan ringan pada keempat kuadran abdomen.

3. Pada palpasi ringan ini, perlu dilakukan identifikasi organ-organ maupun massa yang
letaknya superfisial, serta area yang mengalami nyeri tekan.

4. Apabila terdapat defans, bedakan antara tahanan volunter dan spasme otot involunter,
karena adanya spasme yang involunter dapat mengarahkan diagnosis ke peritonitis.
[1,28,33]

Palpasi dalam dilakukan untuk menggambarkan massa intra-abdomen serta adanya


organomegali. [32] Palpasi ini dilakukan dengan :

1. Gunakan permukaan telapak tangan, kemudian lakukan penekanan pada keempat kuadran

2. Apabila terdapat massa, lakukan identifikasi lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri
saat penekanan, pulsasi, dan mobilitas massa

Carnett’s sign adalah nyeri tekan yang dirasakan bertambah saat mengkontraksikan otot dinding
abdomen. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meminta pasien supinasi, kemudian pada lokasi
yang diperkirakan nyeri oleh pasien, dilakukan penekanan sambil meminta pasien mengangkat
kedua tungkai dan batang tubuh serta kepala secara bersamaan. Hal ini akan membuat otot
dinding abdomen berkontraksi. [32,33]
Seringkali beberapa organ intraabdomen, seperti hepar, ginjal, dan usus sulit untuk dipalpasi, hal
ini normal terutama pada pasien dengan dinding perut yang tebal, misalnya pasien
dengan obesitas sentral.[1]
Nyeri pada palpasi epigastrium dapat disebabkan oleh gastritis, kolesistitis akut, defek tertentu
(misalnya diastasis otot), dan massa pulsatil pada aneurisma aorta abdominal. [30]
Selain pemeriksaan fisik abdomen, terutama pada pasien dengan nyeri abdomen akut, perlu
dilakukan pemeriksaan organ pelvis dan genitalia eksterna untuk mengeksklusi kemungkinan
diagnosis lain. Pada wanita, terutama dilakukan untuk mengeksklusi kemungkinan kehamilan
ektopik terganggu dan penyakit radang panggul. [6]

Organ-Organ dalam Pemeriksaan Fisik Abdomen


Terdapat beberapa organ khusus yang diperiksa pada pemeriksaan fisik abdomen, seperti hepar,
lien, dan ginjal.

Hepar
Normalnya, sebagian besar permukaan hepar ditutupi costae, sehingga pemeriksaan bentuk dan
ukurannya diestimasi dengan perkusi dan palpasi. Palpasi akan membantu mengevaluasi
permukaan, konsistensi, dan nyeri tekan pada hepar. [1]

Perkusi :

Perkusi dilakukan untuk menentukan batas hepar. Perkusi hepar dilakukan sebagai berikut :

1. Batas bawah hepar dinilai dengan melakukan perkusi dari setinggi umbilikus kemudian
vertikal ke atas pada linea midklavikula, sampai terdapat bagian yang lebih pekak. Batas
bawah hepar dianggap sebagai batas antara bagian yang timpani dan pekak

2. Batas atas hepar dinilai dengan melakukan perkusi setinggi garis puting susu kemudian
vertikal ke bawah pada garis midklavikula, sampai terdapat bagian yang pekak. Batas
atas hepar dianggap sebagai batas antara bagian yang sonor dan pekak. Pada wanita,
perkusi dilakukan dengan “menyibakkan” payudara agar pemeriksaan lebih akurat.

3. Pada linea midklavikula, normalnya ukuran vertikal hepar berkisar antara 6-12 cm,
sedangkan di bawah processus xiphoideus, ukuran vertikal hepar berkisar antara 4-8 cm.
[1,41]

Palpasi :

Palpasi hepar dilakukan untuk mengevaluasi permukaan, konsistensi, dan nyeri tekan pada hepar.
Palpasi hepar dilakukan sebagai berikut :

1. Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa pada punggung pasien, kira-kira pada area hepar
di intercostal space (ICS) 11 dan 12 kanan
2. Tangan kiri melakukan penekanan ke atas, dan tangan kanan melakukan palpasi hepar
dari atas (dari dinding perut), pada pemeriksaan ini, margin lobus kanan hepar akan lebih
teraba

3. Minta pasien untuk menarik napas dalam pada saat melakukan penekanan. Pernapasan
dilakukan dengan melakukan pernapasan abdominal, karena dengan teknik ini hepar,
lien, dan ginjal akan lebih mudah teraba

4. Palpasi lobus kiri hepar juga dilakukan dengan langkah-langkah yang sama, namun
palpasi lobus kiri dilakukan pada bagian lateral muskulus rectus abdominis
5. Perhatikan saat dirasakan nyeri tekan pada pemeriksaan ini. Normalnya, hepar teraba
kenyal, batas tajam, dan regular dengan permukaan yang rata. Nyeri tekan minimal dapat
dirasakan pada pemeriksaan ini [30,41]

Pada pasien yang obesitas, palpasi hepar dapat dilakukan dengan teknik “hooking”, teknik ini
dilakukan dengan:
1. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, setinggi dada pasien, dan menghadap ke kaki
pasien

2. Kedua telapak tangan diletakkan bersebelahan, dengan ujung jari-jari berada pada
abdomen kanan, pada ujung di mana ditemukan pekak pada hepar

3. Penekanan dilakukan dengan ujung jari-jari ke arah arcus costae dengan meminta pasien
menarik napas dalam, ujung hepar akan teraba pada ujung jari  [41]

Apabila pada palpasi, hepar tidak teraba, maka untuk mengetahui adanya nyeri tekan dilakukan
dengan meletakkan telapak tangan di bawah arcus costae kanan. Kemudian lakukan penekanan
ke atas dengan menggunakan sisi ulnar telapak tangan. Tanyakan nyeri maupun rasa tidak
nyaman yang mungkin dirasakan pada pemeriksaan ini.

Pada keadaan tertentu, hepar dapat terdorong ke bawah oleh diafragma bahkan sampai di bawah
arcus costae. Hal ini biasanya terjadi pada penyakit paru seperti emfisema, ataupun pada pasien
dengan skoliosis. [1]
Auskultasi :

Auskultasi hepar dilakukan untuk melihat adanya friction rub serta murmur pada pemeriksaan
hepar atau area di sekitarnya yang kemungkinan berhubungan dengan penyakit hepar. Namun,
pemeriksaan murmur ini kurang efektif karena hanya 10% dari pasien yang mengalami hepatoma
terdengar murmurnya. [41]
Lien

Sesuai dengan posisi anatomisnya, apabila lien membesar (splenomegali), pembesarannya akan
ke anterior, bawah, dan medial rongga perut, sehingga bunyi timpani dari gaster dan colon
menghilang dan digantikan menjadi pekak. Apabila membesar, organ ini dapat terpalpasi di
bawah arcus costae. Normalnya, lien terletak pada bagian posterior sepanjang ICS 9-11, perkusi
pada area ini dapat berbunyi sedikit lebih pekak. [1,30]
Perkusi :

Terdapat dua teknik perkusi yang dapat mendeteksi splenomegali :


1. Perkusi pada dinding dada kiri-bawah-anterior, dari pinggir batas pekak jantung (ICS 6,
linea axillaris anterior) ke bawah sampai ke arcus costae, di sini terdapat area yang
dikenal dengan Ruang Traube. Apabila pada area ini didapatkan bunyi timpani yang
jelas, maka kemungkinan besar tidak terdapat spenomegali. Splenomegali dapat dicurigai
apabila terdapat bunyi pekak
2. Selain itu, dapat pula dilakukan perkusi pada ICS terbawah pada linea axillaris anterior,
yang biasanya timpani. Minta pasien untuk menarik napas dalam kemudian lanjutkan
perkusi. Bila ukuran lien normal, maka perkusi ini biasanya tetap menunjukkan bunyi
timpani [30,42]

Palpasi :

Palpasi lien dilakukan untuk mengetahui adanya splenomegali. Palpasi lien dilakukan dengan :

1. Telapak tangan kiri diletakkan di bagian postero-lateral iga terbawah dan jaringan lunak
di sekitarnya, kemudian mendorong area tersebut ke arah dinding perut. Tangan kanan
diletakkan pada arcus costae kiri kemudian menekan area tersebut ke arah lien

2. Minta pasien untuk menarik napas, kemudian pemeriksa berusaha meraba margin lien
dengan ujung jari

3. Apabila teraba, nilai adanya nyeri tekan, kontur lien, serta jarak antara margin lien
dengan arcus costae [30]

Pemeriksaan ini dapat diulang dengan meminta pasien berbaring pada sisi kanan dengan
memfleksikan lipat paha dan sendi lutut. Gravitasi akan akan membantu agar lien lebih ke
anterior dan kanan sehingga lebih mudah dilakukan palpasi.

Palpasi lien untuk menentukan grading splenomegali dapat dilakukan dengan melakukan


pemeriksaan fisik dengan garis schuffner dari arcus costae kiri, melewati umbilikus ke spina
iliaca anterior superior kanan. Kemudian garis tersebut dibagi menjadi 8 sama besar. [43]
Ginjal

Perkusi ginjal dilakukan untuk mengetahui adanya pyelonephritis yang ditunjukkan dengan


adanya nyeri pada perkusi. Perkusi dilakukan dengan cara meletakkan telapak tangan di
area costovertebrae angle (CVA), kemudian “dihantam” dengan sisi ulnar kepalan tangan.
Apabila didapatkan adanya nyeri, maka dapat dicurigai adanya pyelonephritis, namun hal ini
juga dapat dirasakan pada pasien dengan kelainan muskuloskeletal. [30,44]
Ginjal merupakan organ retroperitoneal dan biasanya tidak terpalpasi. Palpasi ginjal dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Palpasi ginjal kiri dilakukan dengan meletakkan telapak tangan kanan pemeriksa di
punggung, paralel dengan iga ke 12, dengan ujung jari meraih costovertebral
angle (CVA)
2. Usahakan telapak tangan kiri mendorong ginjal ke anterior

3. Telapak tangan kiri diletakkan pada kuadran kiri atas, lateral dan paralel m. rectus
abdominis

4. Minta pasien untuk menarik napas dalam, kemudian pada puncak inspirasi lakukan
penekanan dengan telapak tangan kiri tadi

5. Kemudian minta pasien untuk membuang napas sambil melepas perlahan tekanan

6. Apabila ginjal dapat terpalpasi, maka deskripsikan ukuran, kontur, dan nyeri tekan. Tidak
semua orang dapat teraba, dan hal ini normal

7. Palpasi ginjal kanan dilakukan dengan cara yang sama, namun kali ini tangan kanan yang
berada di dinding abdomen sedangkan tangan kiri yang berfungsi sebagai penyokong di
punggung [1,30,45]

Vesica Urinaria

Vesica urinaria biasanya tidak terpalpasi, kecuali apabila terdistensi sampai ke atas simfisis
pubis. Apabila terpalpasi, maka normalnya akan memiliki permukaan yang reguler dan “bulat”.
Nyeri tekan pada palpasi vesica urinaria juga perlu diperhatikan. Batas volume vesica urinaria
adalah 400-600mL sebelum dapat menimbulkan bunyi pekak pada perkusi. [46]
Aorta

Pemeriksaan aorta dilakukan dengan melakukan penekanan menggunakan kedua telapak tangan
(ujung jari) pada bagian atas abdomen, agak di sebelah kiri midline, setinggi umbilikus dengan
tujuan untuk mengidentifikasi pulsasi aorta. [47]
Pada pasien dengan usia ≥50 tahun, normalnya aorta memiliki lebar < 3cm (rata-rata 2,5cm).
Namun, ukuran ini tidak termasuk ketebalan dinding abdomen. Perabaan pulsasi aorta ini
bervariasi tergantung dari ketebalan dinding abdomen, diameter anteroposterior dinding
abdomen (misalnya adanya ascites), lingkar abdomen (ukuran lingkar perut >100cm akan lebih
sulit diraba), dan ukuran aneurisma. Perabaan pulsasi aorta ini lebih mudah dirasakan pada
pasien yang kurus.[1,47]

Pada auskultasi, pasien dengan aneurisma aorta abdominal akan ditemukan adanya murmur pada
area yang pada palpasi teraba massa pulsatil. [47]
Pemeriksaan Fisik Abdomen pada Keadaan Khusus
Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui terkait pemeriksaan fisik abdomen pada keadaan
khusus, misalnya pada ascites, pasien yang dicurigai mengalami appendicitis, kolesistitis dan
peritonitis.

Ascites

Ascites ditandai dengan adanya distensi pada dinding abdomen dengan bulging pada area flank.
Terdapat berbagai metode perkusi cairan ascites :
1. Metode pertama dilakukan dengan meminta pasien tetap dalam posisi supinasi. Cairan
ascites mengikuti arah gravitasi, sehingga pada perkusi area yang timpani menandakan
area dengan usus yang berisi gas, sedangkan area yang pekak menunjukkan area yang
berisi cairan. Batas antara area yang masih timpani dan pekak harus diperhatikan sebagai
batas cairan ascites [1]

2. Metode kedua dikenal dengan shifting dullness. Metode ini dilakukan setelah mengetahui
batas pekak dan timpani. Kemudian pasien diminta untuk berbaring pada sisi tertentu,
kemudian area tersebut diperkusi kembali. Pada ascites, batas antara area yang timpani
dan pekak biasanya tetap konstan [1,30,48]
3. Metode selanjutnya dikenal dengan fluid wave test. Metode ini dilakukan dengan
meminta asisten menekan dengan sisi ulnar kedua telapak tangan pada
area midline dengan tujuan mengurangi transmisi gelombang cairan ke lemak. Kemudian
pada area flank, pemeriksa melakukan tapping dengan ujung jari salah satu telapak
tangan, kemudian telapak tangan sisi sebelahnya merasakan transmisi gelombang cairan
[48]
Secara umum, ascites biasanya sulit terdeteksi pada pemeriksaan fisik jika jumlah cairan < 2
liter.

Suspek Appendicitis

Appendicitis sering menyebabkan nyeri akut pada abdomen. Keadaan ini merupakan keadaan
gawat darurat yang perlu penanganan secepatnya. Pada keadaan ini, perlu diperhatikan tanda
rangsang peritoneum dan nyeri pada titik McBurney, tanda Rovsing, tanda Psoas, dan tanda
Obturator. [36,49,50]
 Sebelum dilakukan pemeriksaan, minta pasien untuk menunjukkan area yang pertama
mengalami nyeri, kemudian tanyakan area yang nyeri sekarang. Kemudian minta pasien
untuk “batuk” kemudian lihat area yang nyeri [33]
 Nyeri klasik appendicitis: nyeri abdomen yang diawali dengan nyeri di area umbilikus
kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah, di mana nyeri di area tersebut diperberat
dengan batuk. Walaupun begitu, nyeri klasik ini tidak timbul pada semua kasus, misalnya
jika posisi appendiks pasien retrocecal [33,36]

 Lokasi titik McBurney berada pada kurang lebih 2 inci dari spina iliaca anterior superior
(SIAS), sejajar dengan garis lurus antara area ini dengan umbilikus. Perhatikan adanya
defans muskular dan rigiditas, serta nyeri tekan [6,33,36]

 Tanda Rovsing dikenai juga dengan rebound tenderness. Pemeriksaan tanda ini dilakukan


dengan menekan dalam pada kuadran kiri bawah, kemudian lepas penekanan ini dengan
cepat [1,32,33,50]
 Tanda Psoas dilakukan dengan meletakkan telapak tangan pemeriksa di atas lutut kanan
dengan memberikan penekanan dan meminta pasien untuk melawan tahanan tersebut
dengan mengangkat paha. Dapat pula meminta pasien berbaring pada sisi kiri, kemudian
mengekstensikan tungkai kanan dari pinggul. Fleksi tungkai akan menyebabkan otot
psoas kontraksi, sedangkan extensi akan meregangkan otot tersebut [50]
 Tanda obturator dilakukan dengan memfleksikan pinggang dan lutut, kemudian
merotasikan tungkai ke dalam dari pinggul. Manuver ini akan meregangkan otot
obturator [50]
Suspek Kolesistitis Akut

Pada kolesistitis akut, pasien akan datang dengan keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas dan
nyeri tekan pada area tersebut. Pada pasien ini, dapat dilakukan pemeriksaan tanda Murphy,
pemeriksaan ini dilakukan dengan :
1. Letakkan telapak tangan atau ujung jari-jari tangan kanan di bawah arcus costae kanan
sampai tepat pada batas antara m.rectus abdominis berpotongan dengan arcus costae

2. Apabila terdapat hepatomegali, letakkan di bawah margin hepar

3. Minta pasien untuk menarik napas dalam kemudian perhatikan pola napas pasien serta
nyeri tekan yang dirasakan [1,6,32,33,36]

Suspek Peritonitis

Peritonitis adalah inflamasi pada peritoneum parietalis, hal ini merupakan keadaan akut
abdomen. Tanda peritonitis meliputi :

 Pada inspeksi akan ditemukan adanya distensi dinding abdomen [35]


 Tes batuk positif, dilakukan dengan meminta pasien batuk sebelum dilakukan
pemeriksaan. Pada peritonitis, batuk akan menyebabkan nyeri [37]

 Defans muskular positif [28]

 Adanya rigiditas dan rebound tenderness pada dinding abdomen [28,34]


 Nyeri pada perkusi [28]

Palpasi dilakukan dari palpasi ringan untuk melokalisir area nyeri. Saat palpasi, identifikasi
adanya guarding, rigiditas, dan rebound tenderness sebagai tanda stimulasi
peritoneum. Guarding adalah kontraksi volunter dinding abdomen, yang dibarengi dengan
ekspresi “meringis” kesakitan pada wajah pasien dan menghilang saat pasien dialihkan
perhatiannya. [30,34,38,39]
Rigiditas adalah refleks kontraksi dinding abdomen yang involunter yang bertahan selama
pemeriksaan. Rebound tenderness diperiksa dengan menanyakan pasien saat dilakukan palpasi
apakah nyeri dirasakan lebih berat saat ditekan atau dilepas. Penekanan dilakukan perlahan dan
dalam, kemudian langsung dilepas secara cepat. Apabila nyeri dirasakan saat dilepas,
maka rebound tenderness positif. [39,40]
Follow Up
Follow up pada pemeriksaan fisik abdomen dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan yang
didapatkan. Setelah melakukan pemeriksaan fisik, perlu dicantumkan hasil pemeriksaan ke
rekam medis pasien sebagai bukti fisik hasil pemeriksaan. Kemudian perlu dilakukan penjelasan
kepada pasien mengenai hasil pemeriksaan, kemungkinan diagnosis, serta prognosis dan
terapinya. Perlu disampaikan pula kepada pasien apabila dari pemeriksaan fisik diperlukan
penatalaksanaan lebih lanjut oleh dokter spesialis ataupun kontrol lebih lanjut untuk penyakit
yang dialami.
Pemeriksaan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang tambahan untuk
menegakkan diagnosis, seperti pemeriksaan darah lengkap, USG, rontgen abdomen, CT scan,
ataupun MRI.

Anda mungkin juga menyukai