Anda di halaman 1dari 12

PENUNTUN SKILLS LAB 2

KETRAMPILAN KLINIS PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN


BLOK IV-DIGESTIVE SYSTEM (DS)
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
Joseph Partogi Sibarani, Yudi Andre Marpaung, Herryanto Tobing, Leonardo Basa Dairi

I. PENDAHULUAN
Pada minggu ini mahasiswa dilatih untuk melakukan ketrampilan klinis pemeriksaan fisik abdomen pada
sistem digestif sehingga mahasiswa mendapat informasi adanya kelainan pada pemeriksaan fisik pasien dan dapat
mengarahkan diagnosa sementara mengenai kelainan pada sistem digestif pada pasien.

Tata Cara Pemeriksaan Fisik Sistem Digestif pada Orang Dewasa


Pada kamar pemeriksaan pasien, dokter (pemeriksa) didampingi oleh seorang perawat. Pasien dalam posisi
terlentang dengan kaki fleksi serta melepas pakaian sampai di atas simpisis pubis dan dokter berada di sebelah kanan
atau setentang kaki pasien.

A. INSPEKSI
1. KEPALA :
Mata (anemia,ikterus), rongga mulut (mukosa, lidah, ulkus)
2. LEHER :
Apakah ada benjolan atau pemekaran pembuluh darah.
3. THORAKS :
Apakah pada kulit terlihat kuning, spider naevi, ginekomastia.
4. ABDOMEN (PASIF) :
Apakah ada pembesaran perut? (organomegali, ascites).
Apakah ada collateral vena, caput medusa, striae, perubahan warna (cullen sign), atau Gray
Turner’sign. Pada abdomen ada striae perak yang merupakan tanda peregangan. Striae dengan
penurunan BB berwarna ungu. Striae ungu merah muda adalah tanda klasik kelebihan adrenokortikal
(penyakit Cushing), apakah ada echimosis berupa tanda Grey Turner pada pankreatitis hemoragik.
Kemudian apakah ada tanda kebiru-biruan pada umbilikus yang disebabkan oleh hemoperitoneum
karena sebab apapun yang disebut tanda Cullen, selanjutnya diperhatikan apakah ada parut (bekas
pembedahan atau trauma).
5. ABDOMEN (AKTIF) :
Pasien disuruh inspirasi dalam, bila pernafasan secara mendadak dihentikan pasien ini bisa merupakan
petunjuk infeksi pleura, abses subdiafragmatika, kolesistitis akut dan dapat juga melihat organomegali.
Menginstruksikan pasien batuk dapat memperlihatkan tonjolan hernia pada dinding abdomen serta
dapat melokalisir rasa nyeri.
6. EXTREMITAS SUPERIOR :
Kuku (white nail), palmar (palmar eritema).
7. EXTREMITAS INFERIOR :
Bengkak (oedema).

B. PALPASI ABDOMEN :
Ada palpasi ringan dan palpasi dalam.
Palpasi Ringan
Palpasi ringan untuk menemukan nyeri tekan dan daerah spasme otot. Seluruh abdomen harus dipalpasi
secara sistematis dengan menggunakan bagian rata tangan kanan atau bantalan jari tangan dan hindari
gerakan menusuk secara tiba-tiba, tangan harus diangkat dari satu daerah ke daerah lain dan bukan
digeser.

Palpasi Dalam
Dipakai menentukan ukuran organ atau massa pada abdomen dimana bagian datar tangan kanan
diletakan di atas abdomen dan tangan kiri diletakkan di atas tangan kanan. Ujung jari tangan kiri
memberikan tekanan sedangkan tangan kanan mengindera setiap rangsangan taktil. Selama palpasi dalam
pasien harus disuruh untuk bernafas perlahan-lahan melalui mulutnya atau bisa mengajak pesien
bercakap-cakap untuk merelaksasikan otot-otot perut. Untuk palpasi tepi-tepi organ atau massa maka
permukaan lateral dari jari telunjuk merupakan bagian tangan yang paling sensitif. Pada pasien yang
mulai geli, maka tangan pasien diletakkan di atas tangan pemeriksa.

Kesan dari Palpasi


Kesan dari palpasi dinding abdomen soepel atau rigid (muscular rigidity) akibat suatu proses di
peritoneum.

Massa Abdomen
Untuk massa di abdomen maka harus dibuat gambaran deskriptif berupa :
1. Lokasi: regio yang terlibat
2. Ukuran (yang harus diukur) menurut ketentuan dual dimensi.
3. Permukaan ( licin atau keras)
4. Tepi (tegas atau tidak tegas)
5. Konsistensi (kistik, keras)
6. Mobilitas (mobile/immobile)
7. Apakah massa tersebut berpulsasi atau tidak
8. Apakah pemeriksa dapat mencapai bagian di bawah massa

Nyeri Lepas (Rebound Tenderness)


Untuk menilai nyeri lepas (rebound tenderness), dengan mempalpasi dalam dan perlahan di daerah perut
menjauhi daerah yang diduga mengalami peradangan setempat dan kemudian tangan yang melakukan
palpasi dilepas dengan cepat/tiba-tiba, lalu ditanyakan kepada pasien mana yang lebih sakit.

Palpasi Hati:
Meletakkan tangan kiri dibagian posterior diantara iga ke dua belas kanan dan krista iliaka, di sebelah
lateral muskulus paraspinosus. Tangan kanan diletakkan di kuadaran kanan atas sejajar dan lateral
muskulus rektus abdominis dan di bawah daerah redup hati. Pasien disuruh menarik nafas dalam ketika
pemeriksa menekan ke dalam dan ke atas dengan tangan kanannya dan menarik ke atas dengan tangan
kirinya.Tepi hati mungkin terasa menyentuh pada jari-jari tangan kanan ketika pasien bernafas. Penting
untuk memulai pemeriksaan sampai sejauh pinggir pelvis dan secara berangsur - angsur bergerak ke atas.
Jika pemeriksaan tidak dimulai dari tempat yang rendah, tepi hati yang sangat membesar tidak akan
teraba. Tepi hati normal mempunyai batas yang keras dan reguler, dengan permukaan yang halus. Jika
tepi hati tidak teraba, ulangi tindakan ini setelah menyesuaikan tangan kanan lebih mendekati pinggir iga.
Pembesaran hati disebabkan oleh kongesti vaskular, hepatitis, neoplasma.
Teknik lain untuk palpasi hati dikenal sebagai metode ”kaitan”. Pemeriksa berdiri di dekat kepala pasien
dan meletakkan kedua tangan bersama-sama di bawah pinggir iga kanan dan daerah redup. Pemeriksa
menekan ke dalam dan ke atas dan ”mengkait” disekitar tepi hati ketika pasien disuruh menarik nafas
dalam-dalam. Kadang-kadang hati tampaknya membesar tetapi batas yang sebenarnya sulit ditentukan.
Tes garuk (scratch test) mungkin bermafaat dalam memastikan tepi hati. Bel stestoskop dipegang dengan
tangan kiri dan diletakkan di bawah pinggir iga kanan di atas hati. Sementara pemeriksa mendengarkan
melalui stetoskop, jari telunjuk kanan ”menggaruk” dinding perut pada titik-titik dalam setengah
lingkaran yang jaraknya sama dari stetoskop. Ketika jari itu menggaruk di atas tepi hati, intensitas bunyi
akan sangat meningkat. Kadang-kadangselama palpasi hati nyeri timbul selama inspirasi dan pasien
secara tiba-tiba menghentikan usaha inspirasi ini. Hal ini disebut tanda Murphy dan mengarah kepada
kolesistitis akut. Pada waktu insipirasi dalam, kandung empedu yang meradang turun menyentuh jari,
kemudian timbul nyeri, sehingga pernafasan tertahan.

Palpasi Limpa:
Lebih sulit daripada palpasi hati. Pemeriksa meletakkan tangan kirinya di sisi lateral dada pasien dan
mengangkat iga kiri pasien. Tangan kanan diletakkan mendatar di bawah tepi iga kiri dan menekan ke
dalam dan ke atas ke arah garis aksila anterior. Tangan kiri mendorong ke anterior untuk memindahkan
limpa ke anterior. Pasien disuruh untuk menarik nafas dalam ketika pemeriksa menekan ke dalam
dengan tangan kanannya. Pemeriksa harus berusaha meraba ujung limpa, ketika ia turun selama inspirasi.
Ujung limpa yang membesar akan mengangkat jari–jari tangan ke atas. Pemeriksaan limpa diulangi
dengan pasien berbaring pada sisi kanan tubuhnya. Tindakan ini menyebabkan gravitasi membantu
membawa limpa ke anterior dan ke bawah ke dalam posisi yang lebih menguntungkan untuk palpasi.
Pemeriksa meletakkan tangan kirinya pada tepi iga kiri sementara tangan kanan melakukan palpasi pada
kuadran kiri atas. Karena limpa membesar secara diagonal di dalam abdomen dari kuadran kiri atas ke
arah umbilikus, adalah penting bahwa tangan kanan selalu melakukan palpasi mulai dari dekat umbilikus
dan secara berangsur-angsur bergerak ke arah kuadran kiri atas. Hal ini sangat penting jika limpa sangat
membesar, karena kalau palpasi dimulai terlalu tinggi dapat membuat pemeriksa tidak dapat meraba
batas limpa.
Dalam keadaan normal limpa tidak dapat dipalpasi, tetapi kedua teknik ini harus dilakukan untuk
berusaha mempalpasinya. Pembesaran limpa dapat disebabkan oleh hiperplasia, kongesti, infeksi atau
infiltrasi oleh tumor atau unsur mieloid.

C. PERKUSI:
Untuk menentukan ukuran dan asal organ/massa, mendeteksi cairan dalam rongga peritoneum dan
membangkitkan nyeri tekan pada pasien-pasien dengan peritonitis.

Hati:
Batashati harus diperkusi secara rutin untuk menentukan liver span (batas atas dan batas bawah hati).
Jika tepi hati tidak teraba dan tidak ada asites, maka sisi kanan abdomen harus diperkusi sampai tepi iga
kanan sehingga terdengar redup. Cara ini menentukan batas bawah hati meskipun hati tidak teraba. Batas
atas hati harus ditentukan dengan perkusi. Hilangnya redup hati yang normal dapat terjadi pada nekrosis
hepatik masif, atau pada keadaan terdapat udara bebas di dalam rongga peritoneum (mis, perforasi usus).

Limpa:
Jika limpa tidak teraba, kadang-kadang perkusi di bawah tepi iga kiri dapat mendeteksi adanya
pembesaran. JIka nada perkusinya redup pada igakiri bawah pada garis midklavikula, maka ini
menunjukkan splenomegali, tetapi tidak dapat dipercaya. Pada kasus-kasus ini palpasi harus diulangi.

Asites:
Nada perkusi pada sebagian besar abdomen adalah sonor akibat udara di dalam usus. Bunyi sonor ini
dapat dideteksi sampai pinggir pinggang. Bila cairan peritoneum (asites) mengumpul, maka pengaruh
gravitasi menyebabkan cairan ini berkumpul mula-mula pada pinggang pasien. Tanda dari asites yang
relatif (bila sekurang-kurangnya 2 liter cairan yg mengumpul) dengan perkusi yang bernada redup di
pinggang. Pada asites yang besar distensi abdomen dan eversi umbilikus timbul dan bunyi redup
terdeteksi lebih dekat pada garis tengah. Tetapi, daerah sentral selalu sonor. Pemeriksaan abdomen rutin
harus meliputi perkusi yang dimulai pada garis tengah dengan jari tangan menunjuk kearah kaki; nada
perkusi diperiksa sampai kearah pinggang pada setiap sisi.
Jika nada redup pada pinggang harus dicari tanda ”Shiffting Dullness”. Untuk mendeteksi tanda ini,
lakukan perkusi dari tengah menuju kepinggang kiri sampai terdengar redup. Tempat ini harus ditandai
dan pasien dimiringkan kearah pemeriksa. Idealnya 1 menit kemudian baru diteruskan perkusinya dari
tempat tersebut ke arah pinggang kiri karena cairan tersebut akan berpindah tempat didalam rongga
abdomen.
Shifting dullness positif jika daerah redup berubah menjadi sonor. Jika karena cairan peritoneal
bergerak di bawah pengaruh gravitasi ke sisi kanan abdomen bila ini adalah titik yang paling bawah.
Kadang-kadang cairan dan udara di dalam usus kecil yang melebar pada obstruksi usus kecil, atau kista
ovarium masif yang mengisi seluruh rongga abdomen, dapat menimbulkan kebingungan.
Untuk mendeteksi thrill cairan maka seorang asisten meletakkan tepi telapak tangannya dengan lembut
pada bagian tengah abdomen dengan jari-jari tangan mengarah ke lipat paha. Pemeriksa menepuk sisi
dari abdomen, dan pulsasi (thrill) akan terasa pada tangan yang diletakkan pada dinding abdomen sisi
lainnya. Pemeriksaan ini hanya bermanfaat pada asites masif dan tidak dilakukan secara rutin.
Bila terdapat asites yang nyata massa abdominal mungkin sulit untuk diraba dengan palpasi langsung.
Sekarang dapat dipraktekkan ”dipping”. Dengan tangan yang diletakkan mendatar pada abdomen. Jari-
jari tangan difleksikan pada sendi metakarpofalangeal secara cepat sehingga menggeser cairan
dibawahnya. Cara ini memungkinkan jari-jari tangan mencapai suatu massa yang tertutup oleh cairan.
Cara ini terutama dilakukan untuk meraba hati atau limpa yang membesar. Hati dan limpa dapat positif
balotemennya bila terdapat asites yang masif.

D. Auskultasi:
Bunyi yang terdengar dalam rongga abdominal tidak sevariasi atau semenarik seperti yang terdengar di
dada, tetapi bising tersebut penting.
Bising usus :
Untuk alasan estetik paling baik tidak memikirkan sumber dan sifat dari bunyi ini, gerakan cairan, feses
dan flatus dalam usus besar akibat peristalsis – bila mendengarkan bising usus. Letakkan permukaan
diafragma dari stetoskop tepat di bawah dan ke arah kanan umbilikus. Bising usus dapat terdengar pada
sebagian besar abdomen pada orang yang sehat. Bising usus ini seperti bunyi berdeguk yang halus dan
hanya terjadi secara intermitten.
Bising usus yang tidak terdengar sama sekali selama 3 menit menunjukkan ileus paralitik (tidak adanya
peristaltik sama sekali pada paralisis usus). Karena hanya terdapat cairan, maka suara jantung dapat
terdengar pada abdomen, dihantarkan oleh usus-usus yang melebar .
Usus yang mengalami obstruksi menimbulkan bising yang lebih keras dan lebih bernada tinggi dengan
kualitas seperti gemerincing akibat adanya cairan dan udara. ”Intestinal Hurry” yang terjadi pada
keadaan diare, menyebabkan bising berdeguk yang sering terdengar tanpa stetoskop. Bunyi usus ini
disebut ”borborigmi”. Menyatakan bahwa bising usus meningkat atau menurun sedikit sekali nilai
diagnostiknya karena perkiraan nada dari bunyi tersebut sangat subyektif sehingga harus dihindari.

Bunyi Gesek ( Friction Rub) :


Menunjukkan kelainan peritonium dan viseral akibat inflamasi. Bunyi ini dapat terdengar pada daerah
hati atau limpa. Bunyi seperti keriat - keriut atau menciut-ciut terdengar ketika pasien bernafas. Penyebab
hepatik meliputi tumor dalam hati (hepatoma atau deposit sekunder) dan perihepatitis gonokok akibat
inflamasi kapsula hepatik (sindroma Fitz-Hugh-Curtis). Biopsi hati atau infark yang baru dialami
merupakan penyebab yang sangat sering pada pasien-pasien yang dirawat Rumah Sakit. Bising Gesek
Limpa (Spenic Rub) menunjukkan infark limpa.

Bising Vena ( Venous Hum) :


Bising vena secara khas terdengar diantara prosesus xifoideus dan umbilikus pada kasus-kasus hipertensi
portal, tetapi tidak sering. Bising vena ini dapat menjalar ke dada atau hati. Volume darah yang besar
yang mengalir di dalam vena-vena umbilikalis atau paraumbilikalis pada ligamentum flasiformis adalah
bertanggung jawab untuk timbulnya bising vena ini.Vena-vena ini menyalurkan dari vena portal kiri
menuju vena epigastrika atau vena mamaria interna pada dinding abdomen. Bising vena (venous hum)
kadang-kadang dapat terdengar pada pembuluh darah besar lain seperti vena mesenterika inferior atau
setelah shunting postkaval. Kadang-kadangthrill dapat terdeteksi pada tempat dimana bising vena
terdengar dengan intensitas maksimum. Sindroma Cruveilhier – Baumgarten adalah gabungan antara
venous hum pada umbilikus dan vena-vena dinding abdomen yang melebar. Sindroma ini hampir selalu
disebabkan oleh sirosis hati. Sindroma terjadi bila pasien memiliki vena umbilikalis yang paten yang
memungkinkan terjadinya shunting portal ke sistemik pada lokasi ini. Adanya venous hum abdominal
menunjukkan bahwa vena portal itu paten. Ini adalah penemuan yang penting jika shunting vena porta
yang diperkirakan.
Adanya bising vena (venous hum) atau Kaput Medusae menunjukkan kemungkinan lokasi dari obstruksi
portal oleh intrahepatik dari pada vena portal itu sendiri.

Bruit :
Jarang suatu Bruit sistolik arterial dapat terdengar pada hati. Biasanya ini disebabkan oleh hepatoma atau
hepatitis alkoholik akut. Auskultasi untuk Bruit ginjal diindikasikan jika dicurigai adanya stenosis arteri
renalis.
Teknik “succussion splash” untuk Teknik perkusi hati
memeriksa distensi visera abdomen

Teknik untuk memeriksa redup yang


Teknik memeriksa
berpindah, daerah berwarna
gelombang cairan
menunjukkan daerah timpani
Demonstrating ascites clinically. Start from the midline and percuss down until dull. Move the patients to 45 0.
Without moving the hand from the point of dullness. If the dullness diseppears, ascites is present.
II. TUJUAN KEGIATAN

1. TUJUAN UMUM
Melatih mahasiswa agar mampu melakukan secara mandiri pemeriksaan fisik pada kasus digestif secara
sistematis, baik, dan benar meliputi :
1.1. Whole body (seluruh badan) dari kepala sampai kaki, inspeksi: simetris atau tidak.
1.2. Hati: Inspeksi palapasi, perkusi, auskultasi.
1.3. Lien (limpa): Inspeksi, palpasi, perkusi,dan auskutasi.
1.4. Seluruh dinding abdomen tergantung 9 regio abdomen, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskutasi.

2. TUJUAN KHUSUS
2.1. Mahasiswa mengetahui cara melakukan pemeriksaan fisik sistem digestif secara sistematis dengan baik
dan benar
2.2. Mahasiswa dapat menemukan kelainan fisik akibat kelainan sistem digestif.
2.3. Mahasiswa dapat menelusuri kelainan fisik dan hubungannya dengan anamnesis yang disampaikan
pasien.
2.4. Mahasiswa mampu mencatat dengan benar dan menyimpulkan pemeriksaan fisik yang diperolehnya dari
pasien.
2.5. Mahasiswa mampu membuat diagnosis dan diagnosis banding serta rencana pemeriksaan lain
sehubungan dengan kelainan sistem digestif yang didapatinya.

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu
Aktifitas Belajar Mengajar Keterangan
(menit)
20 menit Introduksi kelas besar : Narasumber
1. Pemutaran film tentang pemeriksaan fisik sistem gastrointestinal dan
hepatobiliar secara menyeluruh dari kepala sampai kaki pada orang
dewasa (10 menit).
2. Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari film yang diputar (10
menit)

10 menit Demonstrasi pada kelas besar oleh nara sumber dengan memperlihatkan Narasumber
tata cara pemeriksaan fisik yang benar pada pasien simulasi.
1. Observasi :
Memperhatikan pasien saat masuk ruang periksa, cara berjalan,
penampilan wajah, penampilan fisik.
2. Inspeksi :
Pasien setelah posisi terlentang dan baju dilepas sampai di atas simpisis
pubis, si pemeriksa melihat pasien dari setentang kaki dan menilai dari
kepala hingga kaki apakah simetris atau tidak, perubahan warna kulit,
pembesaran organ dan lain-lain.
3. Palpasi :
Ada atau tidak organomegali.
4. Perkusi :
Tympani atau tidak.
5. Auskultasi abdomen :
- Normal, hiperperistaltik atau hipoperistatik, metallic
sound , bruit .
6. Mencatat hasil pemeriksaan fisik secara baik dan benar.

90 menit Self Practice: Instruktur,


Mahasiswa melakukan sendiri secara bergantian. Sehingga total waktu yang mahasiswa
dibutuhkan ± 90 menit (tergantung jumlah mahasiswa). Pada saat self
practice mahasiswa melakukan pemeriksaan fisik abdomen dengan diamati
oleh instruktur dengan menggunakan lembar pengamatan yang ada.
Mahasiswa mencatathal-hal yang penting dari pemeriksaan fisik serta
menyimpulkannya
IV. PEDOMAN INSTRUKTUR
1. Instruktur harus mengetahui dan menguasai kasus simulasi yang akan
ditampilkan.
2. Instruktur harus dapat mengarahkan / membimbing mahasiswa melakukan pemeriksaan fisik sistem
digestif dengan benar sesuai dengan kasus yang ditampilkan.
3. Instruktur harus dapat memberi penilaian kepada mahasiswa yang dibimbingnya berdasarkan lembar
pengamatan.
4. Instruktur harus dapat menjelaskan kesimpulan akhir darikasus simulasi yang ditampilkan.

V. PELAKSANAAN
1. Setiap kegiatan ketrampilan klinis dilaksanakan dalam 120 menit.
2. Jadwal kegiatan disesuaikan dengan jadwal yang ditentukan untuk ketrampilan klinis blok Digestive
System.
3. Tempat pelaksanaan ruang skills lab.
4. Sarana yang diperlukan :
a. alat audiovisual.
b. pasien (manikin)
c. pensil/pulpen
d. Formulir rekam medik
e. Tempat tidur periksa
f. Stetoskop
VI. RUJUKAN :

1. DeGowin’s, Diagnostic Examination, LeBlond RF, Degowin RL, Brown DD, Edit, Eighth Edition,
McGraw Hill, 2005, 509-530
2. Mark H. Swartz dalamBuku Ajar DiagnostikFisik (TextBook of Physical Diagnostic). Editor dr. Harjanto
Effendi, dr. HuriawatiHartanto, EGC, 239 – 264
3. Nichola’s Joseph Talley. Pada Pemeriksaan Klinis (Pedoman Diagnosis Fisik). AhliBahasa Dr. Wendra
Ali, BinarupaAksara. 159 – 177
4. Chapmann RW, Collier JD, Hayes PC, Liver and Biliary Tract Disease in Davidson’s. Principles &
Practice of Medicine. Boon NA, Colledge NR, Walker BR, Hunter JAA, Edit, 20 thedtion, Churrchil
Livingstone, 2006, 935-98
NamaMahasiswa : Tanggal:
NPM : Group :
LEMBAR PENGAMATAN PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN
No PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
0 1 2 Keterangan
1 TAHAP I:PERKENALAN
Observasi penderita saat masuk ruang pemeriksaan.
2 Menyapa dan memperkenalkan diri dengan pasien/ keluarga
pasien.
3 Menanyakan identitas pasien ,sesuai dgn rekam medik.
4 Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan meminta izin
Mencuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan
5 Kepala: (Inspeksi)
Mata: conjunctiva palpebra inferior: anemia ( )
Sclera: ikterus ( )
6 Leher (Inspeksi & Palpasi)
Tekanan vena jugularis: ( R + 2 cm H2O)
Pembesaran Kelenjar Getah bening ( )

7 Thorax (Inspeksi)
Spidernaevi, ginekomasti dan ikterus

8 ABDOMEN
INSPEKSI
 Ukuran: Normal atau membesar
 Bentuk: simetris atau asimetris
 Vena kolateral, caput medusa, striae, perubahan warna:
cullen’s sign, gray turner’s sign.
 Pergerakan usus (visible peristaltik)
10 AUSKULTASI ABDOMEN : (kaki diluruskan)
a. Normal: bising usus terdengar setiap 5-10 detik
b. Hipoperistaltik: bising usus tidak terdengar setelah 2 menit
c. Hiperperistaltik: bising usus terdengar setiap < 5 detik
d. Metallic sound
e. Borborygmi
PALPASI
 Kedua kaki ditekuk
Palpasi ringan
Dilakukan pada seluruh regio abdomen : Soepel, muscular
rigidity
Palpasi dalam
 Rebound tenderness (Nyeri lepas)(normal tidak ditemukan)
1. Palpasi dalam dilakukan dengan memberikan tekanan pada
regio abdomen yang dianggap tidak dirasakan nyeri oleh
pasien

2. Tangan pemeriksa kemudian diangkat dengan cepat, apabila


nyeri dirasakan bertambah hebat berarti terdapat iritasi pada
peritoneum
 Palpasi liver (normal tidak teraba)
1. Tangan kiri diletakkan pada bagian posterior di antara costa
ke-12 dan iliac crest, ke arah lateral muskulus paraspinalis
dan tangan kanan diletakkan pada regio iliaka dextra

2. Tangan kiri pemeriksa menarik muskulus paraspinalis ke


arah anterior dan tangan kanan menekan dinding
abdomen ke arah posterior dan kranial kemudian pasien
diinstruksikan menarik nafas dalam
3. Pemeriksa merasakan apakah tepi liver menyentuh tangan
kanan pemeriksa

4. Apabila tepi liver dapat dipalpasi, tentukan letaknya (...jari


atau ... cm BAC/BPX), konsistensi, dan permukaannya
 Palpasi spleen (normal tidak teraba)
1. Tangan kiri pemeriksa diletakkan pada dinding thorax lateral
dan tangan kanan pada regio umbilicus
2. Tangan kiri mendorong dinding thorax ke arah anterior dan
tangan kanan menekan dinding abdomen ke arah posterior
dan linea aksilaris anterior kemudian pasien diinstruksikan
menarik nafas dalam

3. Pemeriksa merasakan apakah tepi spleen menyentuh


tangan kanan pemeriksa
4. Apabila spleen dapat dipalpasi, tentukan batasnya
berdasarkan Haecket (Garis imajiner ditarik dari arcus costa
sinistra, melewati umbilicus, sampai spina iiaca anterior
dibagi 8 ukuran) dan Schuffner (garis imajiner ditarik tegak
lurus dari arcus costa sinistra sampai pelvic dibagi 4 ukuran)
(S ..... , H .......)

9 PERKUSI :
 Kedua kaki diluruskan kembali
 Dilakukan perkusi pada seluruh dinding abdomen : Timpani
atau hipertimpani
 Menentukan ukuran liver
1. Perkusi dimulai dari dinding thorax medial pada linea
midclavicularis dextra ke arah kaudal sampai bunyi
sonor berubah menjadi redup
2. Perkusi diteruskan sampai bunyi redup berubah
menjadi timpani
3. Jarak antara kedua titik perubahan bunyi diukur sebagai
perkiraan ukuran hati (Peranjakan). Normal < 10 cm

 Shifting dullness (pekak beralih) (tidak ditemukan bila normal


atau pembesaran oleh karena massa)
1. Perkusi dimulai dari umbilicus ke arah lateral kanan
sampai bunyi timpani berubah menjadi redup

2. Tanpa melepaskan posisi tangan kiri pemeriksa dari


abdomen, miringkan pasien ke arah kiri kemudian
dilakukan kembali perkusi
3. Apabila bunyi redup berubah menjadi timpani kembali
maka dijumpai shifting dullness (+)
 Undulasi cairan ascites (normal tidak ditemukan)
1. Bagian tepi Tangan kiri pemeriksa atau tangan pasien
menekan daerah umbilikus pada linea umbilikalis

2. Tangan kanan pemeriksa mengetuk dinding abdomen


regio umbilicalis sinistra
3. Gelombang cairan yang terlihat pada bagian lateral
kanan abdomen menandakan undulasi (+)

11 Ekstremitas Superior : palmar eritema, white nail.


Ekstremitas Inferior : edema.
12 Mencatat pemeriksaan Gastrointestinal dan Hepatobiliary pada
rekam medik.
13 Membuat diagnosis utama dan diagnosis banding
berdasarkan keluhan utama dan pemeriksaan
gastrointestinal dan hepatobiliar yang dilakukan.

Note : 2 = Mahasiswa melakukan dengan sempurna


1 = Mahasiswa tidak melakukan dengan sempurna
0 = Mahasiswa tidak melakukan

Score :............. x 100 % = .............


40
Instruktor

(...............................)

PENUNTUN SKILLS LAB 3


PROSEDUR PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT)
BLOK IV-DIGESTIVE SYSTEM (DS)
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
Oleh : dr. Ronald Sitohang, SpB

I. PENDAHULUAN
Gaster(Lambung, vendriculus, maag) adalah bagian dan saluran pencernaan yang terletak di daerah
epigastrium sedikit condong ke kiri dan berperan menampung bahan makanan selama ± 4 jam untuk kemudian
ditumpahkan ke duodenum (GET = Gastric Emptying Time).
NGT ( Nasogastric Tube) adalah pipa (tube) yang menghubungkan lambung dengan dunia luar melalui
hidung. Pipa ini tentu saja dapat memasukkan sesuatu ke dalam lambung atau mengeluarkan sesuatu dari lambung.
Dalam peran memasukkan NGT dipakai untuk memberikan makanan pada pasien-pasien yang tidak sadar, yang
mengalami gangguan menelan atau untuk mencuci/mengumbah lambung dengan NaCL 0,9% pada pasien-pasien
yang mengalami intoksikasi karena menelan bahan-bahan toxis/racun (orang minum racun untuk bunuh diri). Pada
kumbah lambung ini peran memasukkan dan mengeluarkan dilakukan simultan.
Peran mengeluarkan (dekompressie) dilakukan pada penderita sumbatan usus (ileus) dan perdarahan
saluran makanan atas. Pada pasien ileus NGT akan mengeluarkan cairan lambung/usus dan gas sehingga lambung
tidak berdilatasi dan mengurangi tekanan intraabdominal.
Kontra indikasi pemasangan NGT adalah pada pasien-pasien yang mengalami faktur basis Krani dengan
adanya pendarahan dari telinga dan hidung. Ditakutkan pada pemasangan ini NGT mengalami false route memasuki
rongga cranium.
Note:
Pemasangan NGT pada pasien koma dilakukanan oleh bagian anastesi dan dilakukan di kamar bedah dengan
mempergunkan laringoskop.

II. TUJUAN
Skills lab kali ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan pemasangan nasogastric tube pada pasien
yang memiliki indikasi.

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN


Waktu
Aktifitas Belajar Mengajar Keterangan
(menit)
20 menit Introduksi kelas besar mengenai pemasangan NGT (indikasi, prosedur, Narasumber
interpretasi)
10 menit Demonstrasi pada kelas besar oleh narasumber dengan memperlihatkan tata Narasumber
cara pemasangan NGT pada manekin
1. Komunikasi dengan pasien
a. Menyapa dan memperkenalkan diri
b. Meminta persetujuan
2. Mempersiapkan alat dan bahan
3. Melakukan pemasangan NGT
4. Setelah selesai, memberitahukan pasien dan mencuci tangan
5. Mencatat hasil yang didapatkan secara sistematis
90 menit Self Practice : Instruktur,
Mahasiswa melakukan sendiri secara bergantian. Sehingga total waktu yang mahasiswa
dibutuhkan ± 90 menit (tergantung jumlah mahasiswa). Pada saat self
practice setiap mahasiswa melakukan pemasangan NGT pada manekin
dengan diamati oleh instruktur dengan menggunakan lembar pengamatan
yang ada. Mahasiswa mencatat hal-hal yang penting dari hasil yang didapat
serta menyimpulkannya

IV. PELAKSANAAN
1. Setiap kegiatan ketrampilan klinis dilaksanakan dalam 120 menit.
2. Jadwal kegiatan disesuaikan dengan jadwal yang ditentukan untuk ketrampilan klinis blok Digestive
Sysytem.
3. Tempat pelaksanaan ruang skills lab.
4. Sarana yang diperlukan :
a. NGT dengan ukuran dewasa (12-18)
b. Lubrikan melumasi ujung NGT untuk melicinkan jalannya NGT
c. Sarung tangan
d. Penutup NGT
e. Kantong penampung cairan lambung
f. Spatel
g. Plester dan gunting
h. Tissue
i. Stetoskop dan spuit 50 cc

LEMBAR PENGAMATAN PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT)

PENGAMATAN
LANGKAH/TUGAS
0 1 2 Keterangan
1. Mempersiapkan alat-alat yang diperlukan (NGT, Lubricants, Sarung
Tangan, Stetoskop, Spuit 50cc, 1 Gelas Aqua)

2. Menyapa pasien dengan ramah

3. Memperkenalkan diri

4. Menanyakan identitas pasien

5. Menjelaskan prosedur (maksud dan tujuan) yang dilakukan dan


meminta izin untuk melakukan tindakan medis

6. Memposisikan pasien dalam posisi duduk atau ½ duduk (Keadaan


tertentu cth: Sesak Nafas)

7. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan

8. Memeriksa lubang hidung: memilih lubang hidung paling lapang.

9. Mengukur panjang NGT. Caranya mengukur dari lubang hidung kea


rah lobulus telinga sampai processus Xiphoideus. Batas panjang NGT
dipegang dengan tangan kiri sebagai tandanya.

10. Memberi Lubricants pada ujung NGT

11. Mendorong perlahan-lahan NGT sampai dengan Orofaring (ada


tahanan), kemudian pasien diminta untuk menelan ludah atau
meminum aqua sampai dengan tanda batas panjang NGT.

12. Memeriksa NGT sudah berada di lambung. Dengan cara :


- Aspirasi Cairan Lambung ATAU
- Memasukkan udara (30 cc) dengan mengunakan spuit 50
cc. kemudian tekan piston spuit secara kuat dan
mendengarkan udara dengan menggunakan stetoskop di
daerah lambung (epigastrium)

13. Fiksasi; Plester pada puncak hidung dengan plester pantalon.


Sebelumnya, bersihkan puncak hidung dengan alcohol 70% agar
plester melekat kuat.

14. Ujung NGT dihubungkan dengan wadah (bila tujuannya untuk


mengeluarkan, ujung ditutup bila ingin tujuannya untuk memasukkan
sesuatu)

15. Tulis pada Rekam Medis (tanggal, jam pemasangan, nomor NGT,
nama dan paraf operator)

Note :2 = Mahasiswa melakukan dengan sempurna


1 = Mahasiswa melakukan dengan tidak sempurna
0 =Mahasiswa tidak melakukan

Score : …… X 100%=…………..
36
Instruktor
(…………...................)

Anda mungkin juga menyukai