1. Inspeksi
Inspeksi
abdomen
adalah
memeriksa
abdomen
dengan
cara
mengamati/
Tidak adanya bunyi usus mengarah pada ileus paralitik yang disebabkan iritasi peritoneum
difus. Keadaan ini juga dapat terjadi pada tahap lanjut dari obstruksi usus dimana usus
menjadi sangat melambat dan atoni. Pada ileus obstruksi kadang terdengar suara peristaltik
dengan nada yang tinggi dan suara logam (metallic sound).
Suatu succussion splash mungkin ditemukan pada abdomen yang distensi sebagai akibat
adanya gas dan cairan didalam suatu organ yang mengalami obstruksi, dengan cara
meletakkan stetoskop diatas abdomen pasien sambil mengguncang pasien dari sisi ke sisi.
Adanya bunyi percikan biasanya menunjukkan adanya distensi lambung atau kolon.
3. Perkusi
Perkusi dipakai untuk memperlihatkan adanya distensi gas, cairan atau massa padat. Pada
pemeriksaan normal biasanya hanya ukuran dan lokasi hepar dan limpa yang dapat
ditentukan. Sebagian pemeriksa lebih suka melakukan palpasi sebelum perkusi, terutama
jika pasien mengeluh nyeri perut. Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan
apakah rongga abdomen berisi lebih banyak cairan atau udara serta distribusinya udara di
dalam abdomen. Selain itu perkusi berguna untuk menentukan ukuran hepar dan limpa.
Timpani merupakan bunyi perkusi yang paling sering ditemukan pada abdomen. Ini
disebabkan oleh adanya gas didalam lambung, usus kecil dan kolon, kecuali di daerah
hepar suara perkusinya adalah pekak. Hilangnya sama sekali daerah pekak hepar dan
bertambahnya bunyi timpani di seluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan
adanya udara bebas dalam rongga perut, misal pada perforasi usus. Daerah suprapubis
mungkin redup pada perkusi jika kandung kemih distensi atau pada wanita jika uterusnya
membesar. Terdapat suatu keadaan yang disebut dengan fenomena papan catur (chessboard
phenomenon) dimana pada perkusi dinding perut ditemukan bunyi timpani dan redup yang
berpindah-pindah, sering ditemukan pada peritonitis tuberkulosa.
Perkusi Hepar
Distensi kolon pada kuadran kanan dapat mengaburkan redup hepar bagian bawah, oleh
karena itu pemeriksa dapat menaksir terlalu rendah ukuran hepar. Jika pada perkusi
ditemukan redup hepar lebih dari 12 cm pada garis midclavicula kanan, atau jika tepinya
teraba lebih dari 2 cm di bawah margo kosta kanan tanpa pengembangan paru yang
berlebihan maka dicurigai hepar ini membesar. Redup hepar ini berkurang bila hepar ini
mengecil (misal pada sirosis hepar) atau terdapat udara bebas di atas diafragma sebagai
akibat perforated hollow viscus. Batas atas redup hepar mungkin dapat turun ke bawah
akibat rendahnya diafragma pada penderita penyakit paru obstrusi menahun (PPOK).
Jika pemeriksa mendapat kesulitan dalam menentukan batas bawah hati, scratch test
merupakan pemeriksaan tambahan yang bermanfaat. Difragma stetoskop ditempatkan pada
hepar tepat di atas tepi iga pada garis mid clavicula. Satu jari tangan mengadakan garukan
dengan lembut pada kulit secara zigzag berlanjut ke cephal di sepanjang garis midclavicula menuju kuadran kanan atas. Bila jari tangan penggaruk menyilang tepi hepar,
maka bunyi dihantarkan lebih jelas melalui organ padat.
Meskipun daerah limpa sulit untuk diperkusi, penentuan ukuran limpa harus diusahakan.
Ruang Traube adalah daerah gelembung udara lambung pada kuadran atas kiri. Tepat
disebelah lateral ruang Traube ada daerah redup yang berkaitan dengan adanya limpa.
Daerah ini kira-kira terletak pada iga ke sepuluh disebelah posterior garis mid-aksila
Pemeriksaan Ascites
Dalam keadaan adanya cairan bebas didalam rongga abdomen, perkusi di atas dinding
perut mungkin timpani dan disampingnya redup. Lakukanlah perkusi mulai dari umbilikus
ke lateral hingga ditemukan batas timpani dan redup pada posisi pasien berbaring telentang.
Batas timpani ada di atas batas redup, ini disebabkan gas dalam usus yang terapung di atas
puncak asites. Dengan memiringkan pasien ke satu sisi suara redup ini akan berpindah
(shifting dullness), pada posisi yang lebih rendah, daerah disekitar umbilikus yang mulamula timpani sekadang akan menjadi redup. Pemeriksaan ini sangat patognomonis dan
lebih dapat dipercaya dari pada memeriksa adanya gelombang cairan, memiliki sensitivitas
83% dan spesifisitas 56%. Adanya redup bilateral pada perkusi pinggang merupakan tanda
yang paling sensitif untuk adanya asites dengan sensitivitasnya 94% sedang spesifisitasnya
hanya 29%.
Selain ini ada beberapa teknik lain untuk memeriksa adanya cairan bebas didalam rongga
abdomen (asites), yaitu:
Cara pemeriksaan gelombang cairan (fluid wave). Cara ini dilakukan pada pasien dengan
asites yang cukup banyak dan perut yang agak tegang. Pasien dalam keadaan berbaring
telentang dengan tangan asisten atau tangan pasien sendiri diletakkan di bagian tengah
abdomen dengan sedikit penekanan. Penekanan dinding abdomen ini akan menghentikan
transmisi impuls oleh jaringan adiposa subkutan dan mencegah gerakan yang diteruskan
melalui dinding abdomen. Tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi sedang tangan
lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut atau pinggang pada sisi yang lain. Adanya
gelombang cairan mempunyai sensitivitas hanya 50% dan spesifitasnya 82%. Hasil positif
palsu dapat terjadi pada pasien yang terlalu gemuk dan hasil negatif palsu dapat terjadi jika
asitesnya sedikit sampai sedang.
Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan
posisi pasien terkurap dan menungging (knee-chest position). Setelah beberapa saat,
perkusi daerah perut yang terendah, jika terdapat cairan akan didengar bunyi redup. Pada
posisi tegak maka perkusi redup akan didengarkan pada bagian bawah.
Pemeriksaan yang lain adalah puddle sign yaitu posisi pasien tetap pada knee-chest
position dan dengan menggunakan stetoskop yang diletakkan pada bagian perut terbawah
didengarkan perbedaan suara yang ditimbulkan karena ketukan jari-jari pada sisi perut
sedangkan stetoskop digeserkan melalui perut tersebut ke sisi yang lainnya. Ketukan
diteruskan pada posisi yang terfiksir. Pengurangan intensitas bunyi secara mendadak yang
dihasilkan dari ketukan jari tangan ketika stetoskop bergerak di atas cairan yang tergenang
dianggap tanda positif. Jika dirasakan perubahan ini, proses ini diulang pada tempat
seberangnya untuk menentukan margo/batasnya.
4. Palpasi
Untuk mempermudah palpasi hepar abdomen diperlukan dinding usus yang lemas dengan
cara posisi pasien berbaring telentang, kaki ditekuk sehingga membuat sudut 45o-60o.
Palpasi abdomen dilakukan 2 kali yaitu palpasi ringan atau superficialis palpation dan
palpasi dalam atau deep palpation.
Palpasi ringan dipakai untuk menemukan nyeri tekan dan daerah spasme otot atau
rigiditas dan beberapa organ dan massa superfisial. Jika ada sedikit perubahan dikatakan
bahwa ada rigiditas (rigiditas adalah spasme involunter otot-otot perut dan menunjukkan
iritasi peritoneum). Rigiditas mungkin difus seperti pada peritonitis atau setempat, seperti
diatas apendiks atau kandung empedu yang meradang.
Palpasi dalam diperlukan untuk menentukan ukuran organ dan adanya massa abdomen,
lokasinya, ukurannya, bentuknya, konsistensinya, ada nyeri tidak dan mobilitasnya
terhadap respirasi atau jaringan sekitarnya. Tangan
yang
melalukan
palpasi
harus
hangat, sebab tangan yang dingin dapat menimbulkan spasme otot volunter yang disebut
dengan guarding.
Sebelum melakukan palpasi pada pasien dengan nyeri perut atau nyeri tekan, suruh
Pasien dengan nyeri perut harus ditentukan apakah ada nyeri lepas (rebound tenderness).
Nyeri lepas adalah tanda iritasi peritoneum dan dapat dibangkitkan dengan mempalpasi
dalam-dalam dan perlahan-lahan di daerah perut menjauhi daerah yang diduga mengalami
peradangan setempat. Sensasi nyeri pada sisi peradangan yang terjadi ketika tekanan
dilepaskan disebut nyeri lepas.
Palpasi Hepar
Untuk menilai adanya pembesaran lobus kiri hepar dapat dilakukan palpasi pada garis
tengah abdomen ke arah epigastrium. Batas atas sesuai dengan pemeriksaan perkusi batas
paru hepar (normal sela iga 6). Pada beberapa keadaan patologis misal emfisema paru,
batas ini akan lebih rendah sehingga besar hepar yang normal dapat teraba tepinya pada
waktu palpasi.
Nyeri tekan hepar diperiksa dengan meletakkan telapak tangan kiri diatas kuadran akan
atas dan dengan lembut mengetuknya dengan permukaan ulnar kepalan tinju tangan kanan.
Proses peradangan yang menyerang hepar atau kandung empedu akan menyebabkan nyeri
tekanan pada palpasi dengan tinju ini.
Kadang-kadang selama palpasi nyeri timbul selama inspirasi dan pasien secara tiba-tiba
menghentikan usaha inspirasi ini. Hal ini disebut dengan tanda Murphy, dan mengarah
kepada kolesistitis akut. Pada waktu inspirasi kandung empedu yang meradang turun
menyentuh tangan yang melakukan palpasi, timbul nyeri, sehingga pernafasan berhenti.
Palpasi Lien
Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner yaitu garis yang dimulai
dari titik dilengkung iga kiri menuju ke umbilicus dan diteruskan sampai spina iliaka
anterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama. Untuk
meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, harus diusahakan meraba incisura
lienalisnya. Palpasi limpa juga dipermudah dengan memiringkan pasien 45o ke arah kanan
(ke arah pemeriksa). Pembesaran limpa dapat disebabkan oleh hiperplasia , kongesti, infeksi
atau infiltrasi oleh tumor atau unsur leukemoid.
Palpasi Ginjal
Pembesaran ginjal (akibat adanya tumor atau hidronefrosis) akan teraba diantara kedua
tangan tersebut. Fenomena ini dinamakan ballotement positif. Pada keadaan normal
ballotement negatif.
Untuk menyingkirkan kemungkinan nyeri tekan ginjal, maka untuk pemeriksaan ini
pasien harus dalam posisi duduk. Pemeriksa mengepalkan tinjunya menggunakan tangan
kanan dengan lembut memukul tangan pemeriksa yang satunya yang diletakkan daerah di
atas sudut kostovertebral dikedua sisi. Pasien dengan pielonefritis biasanya merasakan
nyeri hebat bahkan pada perkusi ringan di daerah ini
Daftar Pustaka
Bickley,Lynn. 2011 . Buku Ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. EGC ;Jakarta
Ferry, F. 2009. Ferrys Color Atlas and Text of Clinical Medicine. 1st edition. Saunders Elsevier,
Philadelphia
Marcellus Simadibrata K. 2006. Pemeriksaan Abdomen, Urogenital dan Anorektal. dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Editor: Aru W. Sudoyo; Bambang Setyohadi; Idrus
Alwi; Marcellus Simadibrata K dan Siti Setiati. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
dalam FKUI. Jakarta
Dar,Ishrat Hussain,Mqtasid Ahmed Kamili,Showkat Hussain Dar and Faiz Ahmed Kuchaai.
2009. Sister Mary Joseph nodule-A case report with review of literature, di akses
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ tanggal 28 April 29, 2016 pukul 20.00 WIB
Valette,Xavier and Damien du Cheyron. 2015. Cullens and Grey Turners Signs in Acute
Pancreatitis diakses http://www.nejm.org/ tanggal 28 April 29, 2016 pukul 19.43