Anda di halaman 1dari 13

Intestinal Obstruction

Obstruksi usus adalah masalah kesehatan yang banyak dijumpai dalam bidang
bedah akut abdomen. Hal ini dapat berkembang akibat udara dan sekresi usus tidak
dapat keluar akibat tekanan dari luar maupun dari dalam usus ataupun akibat paralisis
dari sistem pencernaan. Obstruksi usus halus merupakan bentuk yang kurang sering
ditemukan dalah kasus obstruksi usus dan biasanya disebabkan oleh adanya
perlekatan intra abdomen, hernia, ataupun kanker pada lebih kurang 90 persen kasus
dan sisanya 10-15 persen sisanya akibat diverticulitis ataupun volvulus.
Penyebab obstruksi usus halus pada dewasa:

Penyebab ekstrinsik
o Adhesi
o Hernia
o Metastasis kanker
o Volvulus
o Abses intra-abdomen
o Hematoma intra-abdomen
o Pseudokista pancreas
Penyebab intralumen
o Tumor
o Batu empedu
o Benda asing
o Cacing
o Bezoar
Abnormalitas intramural
o Tumor
o Striktur
o Hematom
o Intususepsi
Penyebab obstruksi kolon:

Penyebab paling sering


o Kanker
o Volvulus

o Diverticulitis
o Pseudo-obstruksi
o Hernia
o Striktur anastomotik
Penyebab yang jarang
o Intususepsi
o Benda asing
o Kompressi dari luar dinding usus
Hematoma
Metastasis
Tumor primer

EVALUASI KLINIS
Riwayat pasien
Ketika pasien mengeluhkan obstipasi akut, nyeri abdomen dan membesar,
mual dan muntah, kemungkinan terjadinya obstruksi usus dan ileus sangat tinggi.
Obstruksi usus dapat dibedakan dengan paralitik maupun pseudo obstruksi
berdasarkan lokasi, karakter, dan derajat keparahan daripada nyeri abdomen. Nyeri
obstruktif biasanya terlokalisir pada bagian tengah abdomen sedangkan pada paralitik
dan pseudo obstruktif biasanya difus. Nyeri pada paralitik biasanya lebih ringan
dibandingkan nyeri obstruktif yang parah.
Perut membesar, mual, dan muntah biasanya muncul setelah nyeri sudah
dirasakan beberapa saat, dan pasien sebaiknya ditanyakan apakah pembesaran pada
perutnya terjadi dalam waktu yang lambat atau cepat. Pembesaran yang terjadi
berminggu-minggu dicurigai proses kronis ataupun obstruksi parsial yang progresif.
Pasien sebaiknya ditanya kapan flatus terakhir sebelumnya: gagalnya keluar
flatus menandakan adanya transisi dari obstruksi parsial ke obstruksi total.
Pasien juga harus ditanyakan apakah ada riwayat episode obstruksi usus
sebelumnya, operasi abdomen dan pelvis sebelumnya, riwayat keganasan, riwayat

inflamasi intra abdomen, seperti: IBD, sehingga dapat memudahkan untuk mencari
penyebab.
Pemeriksaan Fisik dan Resusitasi
Langkah pemeriksaan fisik dimulai dari vital sign, keadaan cairan tubuh, dan
sistem kardiopulmoner. Nasogastric tube, foley kateter, dan cairan intravena
sebaiknya dilakukan saat proses pemeriksaan. Volume dan sifat dari aspirasi lambung
dan urin sebaiknya diperhatikan. Jika jernih, dicurigai adanya obstruksi pada pintu
keluar lambung. Jika seperti empedu, tidak dijumpai kotoran, merupakan tanda umum
dari obstruksi bagian tengah ke proksimal usus halus atau obstruksi pada kolon
dengan katup ileosekal yang masih kompeten. Jika dijumpai kotoran merupakan ciri
dari obstruksi bagian distal. Pengganti cairan jika diperlukan dengan menggunakan
cairan saline isotonic atau RL. Resusitasi yang adekuat diperlukan agar pasien dapat
dilakukan operasi; mengukur elektrolit penting pada pasien yang mengalami muntah
dalam waktu yang lama.
Demam maupun takikardia dapat dijumpai, mengarah pada obstruksi yang
bermanifestasi adanya abses intra abdomen, ataupun mereka yang mengalami
perforasi, khususnya jika peritonitis dijumpai. Jaundice dapat berkembang dengan
kemungkinan adanya ileus batu empedu ataupun metastasis kanker.
Pemeriksaan pada abdomen dimulai dari observasi ke auskultasi ke palpasi
dan perkusi. Pasien diposisikan dalam posisi supinasi dengan kedua kaki fleksi untuk
mengurangi tekanan pada otot rektus abdominalis. Derajat pada distensi abdomen
yang diobservasi dapat beragam, tergantung daripada tingkat obstruksinya : obstruksi
proksimal dapat menyebabkan distensi yang kecil atau tidak sama sekali. Bekas luka
operasi pada abdomen, harus diperhatikan. Perut asimetris atau adanya penonjolan
massa mengarah pada keganasan, abses, ataupun volvulus. Dinding abdomen
sebaiknya diobservasi untuk mengetahui apakah ada gelombang peristaltik yang
terlihat yaitu yang merupakan indikasi adanya obstruksi usus halus yang akut.

Auskultasi sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya 3-4 menit untuk dapat


mengenal kualitas daripada bunyi usus. Bunyi peristaltik yang meninggi dan cepat,
mengarah pada proses obstruksi. Ususnya iika disertai dengan adanya nyeri kram
pada perut, mual ataupun muntah. Hilangnya bunyi usus, merupakan tanda dari
paralisis usus tapi dapat juga indikasi adanya lelah usus dari obstruksi yang lama pada
volvulus ataupun pseudo obstruksi.
Lebih kurang 70% pasien dengan obstruksi usus memiliki nyeri tekan yang
simetris. Lebih dari 50%, rebound tenderness mengeras ataupun kaku. Pasien dengan
ileus paralitik, biasnya memiliki nyeri tekan abdomen yang menyeluruh yang tidak
dapat dibedakan dengan nyeri tekan pada obstruksi usus. Perkusi yang ringan
dilakukan pada semua kuadran abdomen untuk menemukan area yang memiliki bunyi
yang tumpul mengarah pada adanya massa, timpani mengarah pada distensi usus.
Pemeriksaan rektum dilakukan untuk mengetahui adanya feses, massa atau bekuan
darah. Pada pasien ileustomi ataupun kolostomi, stoma diperiksa dengan
menggunakan jari untuk memastikan apakah ada sumbatan pada tingkat fasia. Ini
penting untuk diketahui bahwa tidak ada tanda, gejala maupun pemeriksaan fisik
yang memastikan bahwa diagnosa tepat 100% pada saat itu, sehingga diperlukan
untuk melakukan pemeriksaan laboratorium, dan radiologi.
Umumnya, seseorang sebaiknya memiliki foto thorak pada semua pasien
dengan obstruksi usus untuk menemukan adanya udara bebas subdiafragmatik. Pada
kebanyakan

kasus, film abdomen supine, erect ataupun lateral dekubitus dapat

membedakan tipe obstruksi apakah mekanikal ataupun tidak mekanikal, parsial


ataupun komplet dan dapat mengetahui lokasi obstruksi. Teknik yang sangat berguna
untuk mengevaluasi foto abdomen adalah melihat secara sistematis gas usus
sepanjang saluran cerna dimulai dari lambung, berlanjut sampai usus halus dan
berakhir pada kolon dan rektum. Pertanyaan berikut sebaiknya harus disimpan dalam
ingatan:

1. Apakah ada dilatasi abnormal pada usus, tanda-tanda dilatasi usus


halus, atau air fluid level?
2. Apakah lokasi air fluid level memiliki tempat yang sama pada foto
supine dan erect?
3. Apakah ada gas yang melalui sepanjang kolon untuk mengetahui
apakah paralitik atau partial mechanical obstruction?
4. Apakah ada gas kolon yang terputus dengan distensi pada bagian
proksimal kolon dan adanya air fluid level untuk mengarahkan
obstruksi kolon komplit atau hampit komplit?
5. Apakah ada kejadian strangulasi?
6. Apakah ada distensi yang massif pada kolon khususnya pada sekum
dan sigmoid?
7. Apakah ada udara pada saluran hilier untuk mengetahui adanya ileus
akibat batu empedu?
Pencitraan
Penting untuk dapat membedakan antara gas pada usus halus dan usus besar.
Udara pada usus halus yang distensi membentuk valvula conniventes yang melintang
di sepanjang lumen usus. Gas pada kolon yang berdistensi akan tampak gambaran
haustra. Usus halus yang distensi biasanya terletak di bagian sentral abdomen, dan
usus besar yang distensi biasanya terlihat lebih di perifer. Pasien ileus paralitik,
distensi biasanya dapat terlihat mulai dari lambung, usus halus sampai kolon dan air
fluid level dapat dijumpai di kolon dan usus halus.

Gambar 1: Foto abdomen supine, menunjukkan adanya obstruksi usus halus yang
total pada pasien dengan tampaknya distensi dari usus halus pada bagian sentral
abdomen dengan telihatnya valvula conniventes (pada panah putih kecil) dan
dijumpai adanya edema dinding usus (pada panah putih besar) dan adanya gambaran
lipatan usus yang terpisah (panah hitam). Dan tidak dijumpai adanya gambaran udara
pada rektum dan kolon.

Gambar 2: Foto erect abdomen pada pasien yang sama dengan gambaran
supine pada gambar 1 yang menunjukkan adanya gambaran multiple air fluid level
dengan ukuran yang bervariasi tersusun membentuk U terbalik. Pada bagian bawah
kanan pelvis terlihat usus halus yang terlihat dengan lokasi yang sama pada foto
supine (panah hitam), hal ini mengarah pada obstruksi adhesi.
Pasien dengan obstruksi usus halus biasanya memiliki multiple air fluid level
dengan distensi usus yang memiliki ukuran bervariasi dan berbentuk U terbalik.
Obstruksi usus halus sering disertai dengan terputusnya gambaran gas usus pada
kolon. Udara yang sama sekali tidak dijumpai pada kolon mengarah pada obstruksi
usus halus yang komplit walaupun adanya gambaran gas pada kolon tidak dapat
menyingkirkan obstruksi usus halus komplit. Obstruksi yang berat dengan sfingter
illeocecal yang inkompeten dapat bermanifestasi sebagai distensi pada usus halus

dengan air fluid level yang mirip dengan obstruksi usus halus. Oleh sebab itu,
terkadang penting untuk melakukan barium enema untuk menyingkirkan keraguan
diagnosa.
Distensi gas yang masif pada kolon biasanya sekunder dari obstruksi kolon
distal atau rektal, volvulus, ataupseudoobstruksi. Ada kriteria pencitraan yang dapat
menggambarkan dengan baik dan sensitif juga spesifik terhadap volvulus sigmoid.
Jika terdapat keraguan dalam keadaan, tipe, ataupun level obstruksi pada kolon,
sigmoidoskopi segera yang diikuti barium enema dapat membantu diagnostik.

Laboratorium
Elektrolit, hematokrit, kreatinin, profil koagulasi,serum laktat penting untuk
mengetahui keparahan dari penurunan volume cairan, mengidentifikasi adanya
iskemia, dan membantu dalam melakukan resusitasi.
Pemeriksaan tambahan
Sigmoidoskopi
Ketika satu pemeriksaan masih meragukan apakah adanya obstruksi atau tidak
berdasarkan informasi yang telah didapat, maka tambahan diagnostic diindikasikan
segera. Ketika terdapat jumlah udara yang besar pada kolon sampai ke rektum, maka
pemerikssaan rektal toucher dan sigmoidoscopy akan dengan mudah menyingkirkan
suatu obstruksi pada rektum dan bagian distal sigmoid.
Ultrasonography, Fast Magnetic Resonance Imaging, dan Computed Tomography
Pada foto abdomen dapat terihat normal pada pasien dengan obstruksi
komplit, ataupun pada obstruksi strangulasi. Jika pada keadaan klinis dan

pemeriksaan fisik mengarah pada obstruksi usus sedangkan foto abdomen normal,
maka USG abdomen, CT scan ataupun fast MRI sebaiknya dilakukan segera.
Kriteria untuk USG saat ini dapat ditemukan pada obstruksi usus halus dan kolon:

Observasi simultan pada segmen usus yang distensi dan kolaps.


Melihat free peritoneal fluid
Isi usus yang sudah menebal
Peristaltik yang tidak teratur
Edema dinding usus
Melihat massa pada usus yang aperistaltik, berisi cairan, dan dilatasi
Dapat melihat dengan jelas cairan pada lumen usus
Pada Fast MRI dengan T2 weighted akuran dalam menunjukkan lokasi dan

penyebab dari obstruksi usus.


CT Scan direkomendasikan oleh The American College of Radiology pada
pasien dengan obstruksi usus halus yang berat atau komplit dengan menggunakan IV
contrast. Dengan keuntungan:

Dapat menentukan tingkat obstruksinya


Dapat menilai keparahan obstruksinya dan mengetahui penyebabnya
Dapat melihat closed loop obstruction dan obstruksi dengan iskemik.

Penggunaan kontras
Enteroclysis (injeksi langsung kontras ke usus halus menggunakan intestinal
tube yang panjang) dahulu direkomendasikan karena dianggap paling sensitive untuk
membedakan antara ileus paralitik dan obstruksi.
Saat ini dapat dilakukan CT dan Magnetic Ressonance Enteroclysis. Karena
enteroclysis dapat memperparah distensibilitas usus, ini dapat dilakukan untuk
pemeriksaan lanjut pada obstruksi ringan maupun intermitten.
CT based scoring system

Dapat dilakukan dalam membantu membuat keputusan operasi. Skoring ini


merupakan kombinasi dari riwayat keluhan pasien, pemeriksaan fisik, laboratorium,
dan temuan radiologis untuk mendiagnosa adanya iskemik dan atau memprediksi
kebutuhan dalam eksplorasi operatif.
Mechanical Obstruction
Malignant Bowel Obstruction (MBO) adalah komplikasi yang serius dan
paling sering terjadi pada pasien tumor pada abdomen dan pelvis. Beberapa pasien
datang dengan keadaan yang berat yang dimana tindakan bedah tidak dapat dilakukan
dengan mudah. Untuk pasien demikian biasanya usaha paliatif dilakukan

focus

kepada mengontrol keluhan saluran pencernaannya dan menjaga kualitas hidupnya.


Pengobatan farmakologik yang cepat dan intesif berupa obat antisekretorik,
analgesic, dan antiemetic terbukti efektif dalam mengontrol keluhan saluran
pencernaan dan mengembalikan fungsional penderita MBO. MBO sudah diobati
secara

aman

pada

pasien

rawat

jalan

dengan

menggunakan

octreotide,

metocloperamide, morphine, dan dexametason. Penyediaan ocreotide jangka panjang


dapat dilakukan agar menjaga paien untuk dapat tinggal di rumah selama mungkin.
Sedangkan pasien dengan penyakit terminal sebaiknya dirawat di rumah sakit atau
perawatan dengan kunjungan medis ke rumahnya dengan melanjutkan infus
ocreotide, rehidrasi IV dan dekompresi.
Self expanding metallic stent digunakan sebagai terapi terhadap MBO pada
gaster, duodenum, ataupun kolorektal sebagai paliatif. Obstruksi malignant pada
ujung gaster atau duodenum merupakan komplikasi yang sering pada kanker gaster,
duodenum, maupun pancreas dan dahulu dilakukan penanganannya dengan tindakan
gastrojejunostomi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa penggunan SEMS pada
obstruksi malignant gastoduodenal dapat mempercepat pemberian makanan secara
oral, menurunkan lama dari perawatan di rumah sakit, dan menurunkan kejadian
pengosongan lambung yang lama dibandingkan dengan tindakan gastroenterostomy.

Operasi segera
Aman untuk menangani pasien partial bowel obstruction dengan langkah
nonoperatif seperti: melakukan puasa, dekompresi dengan NGT, dan analgesic. Terapi
berikut berhasil pada banyak kasus, terutama pada pasien adhesi usus post operatif,
tetapi selalu ada kemungkinan obstruksi strangulasi yang tidak terdeteksi. Melakukan
CT dengan kontras IV rutin pada semua pasien dengan penanganan nonoperatif untuk
menghindari kemungkinan tersebut. Dan ada risiko ketika pasien diobservasi,
obstruksi parsial dapat berkembang menjadi komplit, juga dapat terjadi strangulasi
ataupun perforasi. Pemeriksaan berulang abdomen oleh petugas klinis yang sama
adalah cara yang paling sensitive untuk mendeteksi perkembangan obstruksi dan
perburukan klinis. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan sekurang-kurang setiap 3 jam.
Jika dijumpai nyeri, nyeri tekan, ataupun distensi yang meningkat atau pada aspirasi
lambung berubah dari nonfekal menjadi fekal maka eksplorasi abdomen biasanya
menjadi diindikasikan.
Operasi segera sebaiknya dilakukan pada obstruksi usus yang terjadi
bersamaan dengan peritonitis dan atau pada pasien dengan kumpulan gejala dan
radiologi pada iskemia usus. Operasi segera secara mutlak diindikasikan pada pasien
inkarserata, hernia strangulasi, suspek strangulasi, volvulus sigmoid yang bersamaan
dengan toksisitas sistemik atau iritasi peritoneum, volvulus pada kolon proksimal
sampai kolon sigmoid, atau volvulus pada kolon yang tidak dapat diatasi dengan
melakukan endoskopik.
Operasi urgensi
Beberapa keadaan yang dapat menjadi indikasi operasi urgensi antara lain:
gagal dalam pemeriksaan Water Soluble Contrast Medium (kontras tidak tampak
melalui kolon dalam waktu 24 jam), komplikasi dari teknik operasi terdahulu.

WSCM juga dikenal dengan Gastrografin atau ditrizoate meglumine.


Pemeriksaan WSCM dapat menjadi tindakan diagnostic dan terapeutik pada pasien
obstruksi usus halus akibat adhesi. WSCM diberikan via oral ataupun NGT yang akan
sampai ke kolon dalam waktu 4 sampai 24 jam dimana dapat melakukan prediksi
terhadap gambaran obstruksi usus dengan sensitivitas 96% dan spesifisitas 98%.
Setelah dilakukan dekompresi (1-2 jam) diberikan WSCM melalui NGT dari 50-150
mL dan di klem hingga 4 jam. Jika dalam 24 jam gambaran kontras tidak terlihat
sampai ke kolon pada gambaran foto polos abdomen erect maka intervensi operatif
sebaiknya dilakukan.
Ketika fungsi usus kembali normal sesudah operasi abdomen tetapi kemudian
berubah

menjadi

gambaran

dugaan

mechanical

obstruction

postoperative,

penjelasannya adalah mungkin komplikasi dari teknik operasi (contohnya terbentuk


phlegmon, abses, intususepsi, dll). Jika pasien mengalami peritonitis ataupun ada
anastomosis kolon pada operasi pertama, seseorang disarankan untuk dilakukan CT
scan untuk melihat apakan ada abses intra abdomen. Adanya phlegmon dan abses
dapat menjadi indikasi untuk dilakukan operasi ulang. CT scan juga dapat melihat
adanya hematoma yang sebaiknya dievakuasi dengan melakukan operasi ulang
secepatnya.
Tidak operasi
Pada pasien tertentu, tindakan non operatif pada partial bowel obstruction
memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi dan memiliki angka morbiditas dan
mortalitas yang rendah. Tindakan nonoperatif dapat dilakukan pada pasien: adhesive
partial small bowel obstruction, obstruksi postoperative dini.
Adhesi adalah penyebab utama dari obstruksi usus. Pada penderita obstruksi
usus adhesi partial pertama diobati dengan dekompresi NGT, IV rehidrasi, dan
analgesic. Jika lebih dari 24 jam tidak dijumpai perbaikan pada pasien adhesi post
operatif maka sebaiknya dilakukan intervensi bedah. Dalam keadaan berikut penting

untuk memperhatikan keadaan yang menjadi kontraindikasi nonoperatif yaitu ketika


dijumpai keadaan iskemik yang dapat dideteksi dengan sangat baik dengan
melakukan CT scan dengan IV contrast. Ini perlu dilakukan rutin untuk melakukan
percobaan penanganan non operatif.
Setelah melakukan eksklusi terhadap keadaan kontraindikasi nonoperatif
berdasarkan gambaran klinis dan radiologis maka selanjutnya kita dapat melanjutkan
penanganan nonoperatif dengan WSCM. Selama observasi kita harus tetap
memperhatikan gambaran klinis secara keseluruhan (hasil laboratoriumnya, hasil
pemeriksaan fisik abdomen, dan keadaan aspirasi melalui NGT). Analgesic dapat
diberikan dengan aman dan pemeriksaan abdomen berulang sebaiknya dilakukan
setiap 3 jam ketika obat penenang bekerja. Pengulangan x ray abdomen sebaiknya
dilakukan tidak lebih dari 24 jam setelah diberikan WSCM. Jika nyeri abdomen dan
atau distensi meningkat, atau ketika aspirasi lambung berubah dari ninfekal menjadi
fekal, maka sangat dianjurkan untuk dilakukan operasi.

Anda mungkin juga menyukai