Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang sudah sangat lama dikenal manusia. Hal ini
dibuktikan dengan ditemukannya relief yang menggambarkan orang dengan gibbus pada
peninggalan mesir kuno (Depkes, 2008). Bukti lainnya adalah penemuan kerusakan tulang
vertebra toraks yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman
neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir
kuno pada tahun 2000-4000 SM. Pada tahun 1882, Robert Koch menemukan kuman
penyebabnya yaitu semacam bakteri berbentuk batang. Penyakit ini kemudian dinamakan
tuberkulosis dan hampir seluruh tubuh manusia dapat terserang olehnya, tetapi yang paling
banyak adalah organ paru (Amin dan Bahar, 2009).

Tuberkulosis paling sering menginfeksi sistem respirasi, baik berdiri sendiri ataupun
bersamaan dengan TB pada organ lain, dimana TB paru memiliki persentase lebih dari 85% dari
keseluruhan kasus TB di Hongkong (Wong, 2008). Pada penyakit tuberkulosis dapat
diklasifikasikan, yaitu tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru
merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80 % dari semua penderita.
Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB
yang mudah menular. Tuberkulosis ekstra paru merupakan bentuk penyakit TB yang menyerang
organ tubuh lain, selain paru-paru seperti pleura, kelenjar limpe, persendian tulang belakang,
saluran kencing,susunan syaraf pusat dan perut. Pada dasarnya penyakit TB ini tidak pandang
bulu karena kuman ini dapat menyerang semua organ-organ dari tubuh (Hiswani, 2002).

Tuberkulosis merupakan penyakit multiorgan dengan berbagai gejala dan manifestasi


klinis yang merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi diseluruh dunia (Herchline,
2013). Pada Maret 1993, World Health Organization (WHO) mendeklarasikan TB sebagai
global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena
lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (Amin dan Bahar,
2009).

1
Pada tahun 1997, kasus baru secara total diperkirakan 7,96 juta (rentang 6,3-11,1 juta)
dengan 3,52 juta (44%) merupakan kasus menular (rentang 2,8-4,9 juta) dengan kuman positif
(smear positive) dan sekitar 16,2 juta (12,1-22,5 juta) kasus tercatat sebagai pasien TB.
Diperkirakan kematian berkisar 1,87 juta (1,4- 2,8 juta) setiap tahun dan angka kematian global
sekitar 23% dan lebih dari 50% di Afrika karena angka kasus Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Angka prevalensi secara global adalah 32% (1,86 juta orang). Sekitar 80% dari seluruh
kasus TB terdapat di 22 negara dan lebih dari separuhnya berasal dari Asia Tenggara.
Diperkirakan 1 kematian setiap 15 detik (lebih dari 2 juta per tahun). Tanpa pengobatan 60%
kasus TB akan meninggal (Kusuma, 2007). Pada tahun 2005, 8,8 juta orang terinfeksi TB aktif
dan 1,6 juta orang meninggal. Kasus tersebut banyak terjadi di Asia Tenggara dan Afrika
(Jeoung dan Lee, 2008).

Pada tahun 2011, kasus TB baru paling banyak terjadi di Asia sekitar 60% dari kasus
baru yang terjadi di seluruh dunia. Akan tetapi, Afrika Sub Sahara memiliki jumlah terbanyak
kasus baru per populasi dengan lebih dari 260 kasus per 100.000 populasi pada tahun 2011
(WHO, 2013). Jumlah kasus TB terbanyak adalah Asia Tenggara (35%), Afrika (30%), dan
Pasifik Barat (20%). Berdasarkan data WHO pada tahun 2011, lima negara dengan insiden kasus
TB terbanyak yaitu, India (2,0-2,5 juta), China (0,9-1,0 juta), Afrika Selatan (0,4-0,6 juta),
Indonesia (0,4-0,5 juta), dan Pakistan (0,3-0,5 juta). India dan Cina masing-masing
menyumbangkan 26% dan 12% dari seluruh jumlah kasus di dunia (WHO, 2012).

Di Indonesia, diperkirakan prevalensi TB untuk semua tipe TB adalah 565.614 kasus


pertahun, 244 per 10.000 penduduk dan 1.550 per hari. Insidensi penyakit TB 528.063 kasus per
tahun, 228 kasus per 10.000 penduduk dan 1.447 perhari. Insidensi kasus baru 236.029 per
tahun, 102 kasus per 10.000 penduduk, dan 647 per hari. Insidensi kasus TB yang
mengakibatkan kematian 91.369 kasus per tahun, 30 kasus per 10.000 penduduk dan 250 kasus
per hari (Depkes, 2010).

Di Sumatera Utara, terdapat penemuan kasus baru BTA (+) yaitu 14.158 kasus per tahun
(Depkes, 2009). Di tahun 2011, case detection rate TB paru adalah 69,4 % dengan success rate
81,4% (Kemenkes RI, 2012).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI

Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru
kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi
oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah.

Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum.
Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput
yang tipis disebut Pleura.

Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan :
Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan
dalam dari dinding dada. Paru-paru yaitu: paru-pau kanan, terdiri dara 3 lobus (belah paru), lobus
pulmo dekstra superior, lobus nedia, dan lobus inferior, tiap lobus tersusun olh lobulus. Paru-
paru kiri, terdiri dari pulmo sinester, lobus superior, dan lobus inferior, tiap-tiap lobus terdiri
dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment. Paru-paru kiri mempunyai 10 segment
yaitu: lima buah segment pada lobus superior, dua buah segment pada lobus medialis tiga buah
segmen pada lobus inferior. Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam
menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :

3
1.Kapasitas total yaitu jumlah udara yang dapat megisi paru-paru pada inspirasi sedalam
dalamnya. 2. Kapasitas vital yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal.

2.2 FISIOLOGI

Pernapasan pulmoner Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang trjadi pada
pau-paru. Empat proses yang berhubugan dengan pernapasan polmuner yaitu:

1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan
udara luar.
2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk keseluruh tubuh
karbondiaksoda dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa degan jumlah yang tepat yang
bias dicapai untuk semua bagian.
4) Difusi gas yang menembus mambran alveoli dan kapiler karbondioksida.
Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida, konsentrasi dalam darah
nenpengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan
pengeluaran CO2 lebih banyak.

a. Pernafasan jaringan (Pernafasan interna)


Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk
kedalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan oksigen kedalam
jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru paru terjadi pernafasan
eksterna.

b. Daya muat paru-paru


Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500 ml - 5000 ml (4,5-5 liter) udara yang
diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10 %, 500 ml disebut juga
udara pasang surut (pidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan
biasa.

4
c. Pengendalian pernafasan
Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama kimiawi dan
pengendalian saraf. Adanya faktor tertentu merangsang pusat pernafasan yang terletak
di dalam medula oblongata kalau dirangsang mengeluarkan impuls yang disalurkan
melalui saraf spinal.
Otot pernafasan (otot diafragma atau interkostalis) pengendalian oleh saraf
pusat otomatik dalam medula oblongata mengeluarkan impuls eferen keotot
pernafasan melalui radik saraf servikalis diantarkan ke diafragma oleh saraf prenikus.
Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan inter costalis yang
kecepatanya kira-kira 15 kali setiap menit.
Pengendalian secara kimia, pengendalian dan pengaturan secara kimia
meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan, pusat pernafasan
dalam sumsum sangat peka, sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan,
karbondioksida adalah produksi asam dari metabolisme dan bahan kimia yang asam
merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot
pernafasan.

d. Kecepatan pernafasan
Pada wanita lebih tinggi dari pada pria, pernafasan secara normal maka
ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi adakalanya
terbalik, inspirasi istirahat ekspirasi disebut juga pernafasan terbalik .
Kecepatan setiap menit
Bayi baru lahir : 30 - 40 x/menit
12 bulan : 30 x/menit
2 - 5 tahun : 24 x/ menit
Orang dewasa : 10- 20 x/menit

e. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen


Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia sangat membutuhkan
oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan
mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan

5
kematian, kalau penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan
anoksia serebralis misalnya orang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup,
ruang kapal, kapal uap dan lain-lain, bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah
merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga,
lengan dan kaki disebut sianosis.

2.3. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis.1

2.4. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Mycobacterium tuberculosis
termasuk famili Mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, diantaranya adalah
Mycobacterium, dan salah satu speciesnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini
mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, oleh karena itu kuman ini disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Karena pada umumnya Mycobacterium tahan asam,
secara teoritis BTA belum tentu identik dengan basil TB. Namun, karena dalam keadaan
normal penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium lain jarang sekali dalam praktik,
sehingga BTA dianggap identik dengan basil TB.1,2
Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja
akan mati. Basil TB juga sangat rentan terhadap panas, sehingga dalam waktu 2 menit saja
basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu
100C. Selain itu, kuman ini akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alcohol 70%,
atau lisol 5%.2

2.5. CARA PENULARAN


Proses terjadinya infeksi oleh M.Tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB
paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan
penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei,
khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang

6
mengandung basil tahan asam (BTA). Apabila pasien mengadakan ekspirasi paksa berupa
batuk-batuk, bersin, tertawa keras, akan menyebabkan keluarnya percikan-percikan dahak
halus (droplet nuclei), yang berukuran kurang dari 5 mikron dan akan melayang-layang di
udara. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi transmisi ini. Pertama-tama ialah
jumlah basil dan virulensinya. Dapatlah dimengerti bahwa semakin banyak basil dalam
dahak seorang penderita, makin besarlah bahaya penularan.2
Faktor lain ialah cahaya matahari dan ventilasi. Karena basil TB tidak tahan cahaya
matahari, kemungkinan penularan dibawah terik cahaya matahari sangat kecil. Dengan
ventilasi yang baik, membuat adanya pertukaran udara dari dalam rumah dengan udara segar
dari luar, dan dapat juga mengurangi bahaya penularan bagi penghuni-penghuni lain yang
serumah. Dengan demikian, bahaya penularan terbesar terdapat di perumahan-perumahan
yang berpenghuni padat dengan ventilasi yang jelek serta cahaya matahari yang kurang.
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan
besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah
kasus TB. 1,3

2.6. PATOGENESIS

a. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru,
dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening
di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib
sebagai berikut:1,3
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :

7
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan
obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat
bersangkutan dengan daya tahan.

b . TUBERKULOSIS POST-PRIMER

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis


post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama
yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem
kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun
lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang
pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :1

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat.


2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya
dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :

8
Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas
Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin
pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed
cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

2.7. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

1. Berdasarkan lokasi

a. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. TB


milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. Pasien yang
mengalami TB paru dan ekstraparu harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.4

b. TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru seperti
pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit, sendi dan tulang,
selaput otak.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA):4

a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif


Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan
kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan

9
pemberian antibiotik spektrum luas.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

3. Berdasarkan riwayat pengobatan

a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b. Kasus kambuh (relaps)


Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

c. Kasus putus obat


Adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya
selama lebih dari 2 bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir
pengobatan.

d. Kasus gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang
hasilnya perburukan

e. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologic
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang

10
adekuat akan lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran
radiologik.

2.8. GAMBARAN KLINIK

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori
(gejala lokal sesuai organ yang terlibat)3,4,5

1. Gejala respiratorik
- batuk > 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin
tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik
- Demam.
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu


Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada
pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

11
2.9. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva


mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat
badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan pun
terutama pada kasus-kasus dini, sementara gambaran radiologis dan pemeriksaan sputum
sudah menunjukkan adanya penyakit TB.1,4

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak)
paru. Pada auskultasi, hanya akan ditemukan ronki basah halus sebagai satu-satunya kelainan
pemeriksaan jasmani. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi
yang redup, fremitus yang menguat dan auskultasi suara nafas bronkial.

Bila sudah terjadi kavitas, akan ditemukan gejala-gejala kavitas, berupa suara timpani
pada perkusi yang disertai suara napas amforis. Sebaliknya bila terjadi atelektasis, misalnya
pada destroyed lung, suara nafas setempat akan melemah sampai hilang sama sekali.

Pada umumnya, selalu akan didapatkan ronki basah mengingat bahwa selalu pula
terbentuk sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret dan makin besar bronkus tempat
sekret itu berada, makin kasarlah ronki yang didengar. Melihat ini semua, makin nyatalah
bahwa kelainan-kelainan yang ditemukan pada TB sangat variabel, baik jenis, intensitas,
jumlah maupun tempat ditemukannya (pleiomorfi)1,2

2.10. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform)1,5

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah.
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.
c. Bayangan bercak milier

12
d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

a. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas.


b. Kalsifikasi atau fibrotik
c. Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Luluh Paru (Destroyed Lung ) :

a. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit
hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
b. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
a Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan
dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga
2) dan tidak dijumpai kaviti.
b Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

2.11. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

i. Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data
ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan
biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap
pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan
penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan
tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada
proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.

13
Limfositpun kurang spesifik. Selain itu juga dapat ditemukan Anemia ringan dengan
gambaran normokrom dan normositer.2

ii. Uji Tuberkulin


Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah
seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae, M.bovis,
vaksinasi BCG dan Myvobacteria patogen lainnya. Di Indonesia, dengan prevalensi
tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik
kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila
didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila
kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula.1,5,6

iii. Pemeriksaan Sputum


Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu, pemeriksaan sputum juga
dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini
mudah dan murah, sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-
kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau
batuk yang non produktif. Dalam hal ini, dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan
sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan refleks
batuk. Dapat juga dengan menambahkan obat-obat mukolitik ekspektoran sebelumnya.
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak dilakukan 3 kali,
setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara:6
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :


2 kali positif, 1 kali negatif Mikroskopik positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali

14
1 kali positif, 2 kali negatif Mikroskopik positif
3 kali negatf Mikroskopik negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau IUATLD


o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

iv. Pemeriksaan Cairan Pleura


Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis
yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan
eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa
rendah.5

v. Pemeriksaan khusus (serologi)4


a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons
humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam
teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang
cukup lama.
b. Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)
adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji
ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang
berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38
kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada
membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis)
disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke

15
bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen.
Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadapM.tuberculosis, maka antibodi
akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji
dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu
dari empat garis antigen pada membra.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat
yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum
pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM
dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul
perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para
klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi
yang terdeteksi.

e. Uji serologi yang baru / IgG TB Uji IgG


Adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG
dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan
antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi
lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima
untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan
untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB
pada anak.
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis.

16
ALUR

2.12. TATALAKSANA TB
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.6,7
OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:6
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :

17
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
75 mg dan pirazinamid. 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2):
Kanamisin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
Derivat rifampisin dan INH

PADUAN OBAT TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas


Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk


a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
c. TB di luar paru kasus berat.
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan
paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat imunosupresi /
kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll) Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan
disesuaikan dengan hasil uji resistensi

TB Paru (kasus baru), BTA negatif


Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH

18
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan

TB paru kasus kambuh


Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif
selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji
resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan
sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH Bila tidak ada /
tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1
RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)

TB Paru kasus gagal pengobatan


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan
4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap
diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji
resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji
resistensi - Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

19
2.13. EFEK SAMPING OAT

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi
dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan.6,7

20
2.14. PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK

Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya.


Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang
perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh
atau mengatasi gejala/keluhan.8

1. Penderita rawat jalan

a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita
tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya).
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau
keluhan lain.

21
2. Penderita rawat inap

a Indikasi rawat inap : TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :


- Batuk darah (profus)
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) TB di luar paru yang
mengancam jiwa : TB paru milier - Meningitis TB
b Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis
dan indikasi rawat.

2.15. EVALUASI PENGOBATAN

Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek


samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.5,6

a. Evaluasi klinik

i. Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan


selanjutnya setiap 1 bulan
ii. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
iii. Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.

b. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)

i. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak


ii. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
iii. Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 6/9)

22
c. Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

i. Sebelum pengobatan
ii. Setelah 2 bulan pengobatan
iii. Pada akhir pengobatan

d. Evaluasi efek samping secara klinik

i. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah
lengkap.
ii. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,
asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan.
iii. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
iv. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol.
v. Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri.
vi. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut.
Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat.
Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat
sesuai pedoman

e. Evalusi keteraturan berobat.

Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan adalah
keteraturan berobat. Diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting
penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat yang diberikan
kepada penderita, keluarga dan lingkungan. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan
timbulnya masalah resistensi.

23
2.16. KOMPLIKASI TB

a. TB Laring

Karena setiap kali dahak yang mengandung basil TB dikeluarkan melalui larings,
tidaklah mengherankan bila ada basil yang tersangkut di larings dan menimbulkan proses TB di
tempat tersebut, sehingga terjadilah TB larings.1,2

b. Pleuritis eksudatif

Bila terdapat proses TB di bagian paru dekat sekali dengan pleura, pleuara akan ikut
meradang dan menghasilkan cairan eksudat. Dengan lain kata, terjadilah pleuritis eksudatif.
Tidak jarang proses TB nya masih begitu kecil, sehingga pada foto paru belum tampak kelainan.
Bilamana cairan eksudat masih sedikir, cukup diberikan terapi spesifik saja, tetapi bila cairan
semakin banyak, perlu dilakukan pungsi dan cairan eksudat dikeluarkan sebanyak mungkin,
untuk menghindari terjadinya Schwarte di kemudian hari.

c. Pneumothoraks

Bisa saja terjadi proses nekrotis berlangsung dekat sekali dengan pleura, sehingga pleura
ikut mengalami nekrosis dan bocor, sehingga terjadilah pneumothoraks. Sebab lain
pneumothoraks adalah pecahnya dinding kavitas yang kebetulan berdekatan dengan pleura,
sehingga pleura pun ikut robek.2

d. Hemoptisis

Hemoptisis adalah ekspektorasi darah yang berasal dari saluran nafas bagian bawah
(dibawah pita suara). Karena pada dasarnya proses TB adalah proses nekrosis, kalau diantara
jaringan yang mengalami nekrosis terdapat pembuluh darah, besar kemungkinan penderita akan
mengalami batuk darah, yang dapat bervariasi mulai dari jarang sekali sampai sering/setiap hari.
Variasi lainnya adalah jumlah darah yang dibatukkan keluar mulai dari sangat sedikit (berupa
garis pada sputum) sampai banyak sekali (profus), tergantung pada pembuluh darah yang
terkena.

Batuk darah baru akan membahayakan jiwa penderita bila profus, karena dapat
menyebabkan kematian oleh syok dan anemia akut. Di samping itu, darah yang akan dibatukkan

24
keluar akan menyangkut di trakea/larings dan akan menyebabkan asfiksia akut yang dapat
berakibat fatal.1,3

Untuk batuk darah yang minimal sampai agak banyak, dapat diberikan koagulan dan/atau
obat-obatan trombolitik (asam traneksamat) saja. Bila perdarahan agak hebat, perlu
dipertimbangkan pemberian transfusi darah segar. Kalau hal ini sering berulang, perlu juga
dipertimbangkan lobektomi ataupun embolisasi arteri, yang menjadi permasalahan.3

Dalam stadium akut sampai beberapa hari sesudahnya, sebaiknya diberikan pula antitusif
untuk mencegah batuk, sebaiknya diberikan pula antitusif untuk mencegah batuk, setidak-
tidaknya mengurangi frekuensi batuk untuk memberi kesempatan beristirahat secukupnya bagi
lesi, sampai thrombus yang terbentuk cukup kuat.

Hemoptisis dikatakan massif apabila batuk darah mencapai > 600 ml darah dalam 24
sampai 48 jam.3

Tatalaksana hemoptisis massif:

Prinsip: mempertahankan jalan nafas, proteksi paru yang sehat, menghentikan perdarahan

a. Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh dimiringkan ke sisi sakit.

b. Oksigen

c. Infus, bila perlu transfuse darah

d. Medikamentosa: Kodein/antitusif untuk supresi batuk

e. Koreksi koagulopati : Vit K IV

Indikasi dilakukannya operasi pada pasien batuk darah massif:

- Batuk darah > 600 cc/24 jam, dan pada observasi tidak berhenti
- Batuk darah > 100-250 cc/24 jam, Hb < 10g/dl. Dan pada observasi tidak
berhenti.
- Batuk darah 100-250 cc/24 jam, Hb >10 gr/dl, pada observasi 48 jam tidak
berhenti.

25
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Alamat : Kolang
Pekerjaan : Pelajar
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal masuk RS : kamis, 29 Juli 2017
Ruangan : Melur
No RM : 16.81.32
Tanggal keluar RS : Kamis, 03 Agustus 2017

II. ANAMNESIS
Dilakukan pada tanggal 29 Juli 2017, secara autoanamnesis kepada pasien dan alloanamnesis
dengan ibu pasien.

Keluhan Utama : Batuk darah


Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSU FL. Tobing pada tanggal 29 Juli 2017 dengan keluhan batuk
darah sejak 1 hari SMRS. Batuk darah berwarna merah segar dan kurang lebih 1 sendok
makan banyaknya. Sebelum batuk darah dialami, pasien sudah mengalami batuk selama 1
bulan ini. Batuk yang dialami pasien berdahak, berwarna putih. Keluhan batuk ini dirasakan
mengganggu oleh pasien karena frekuensinya yang cukup sering. Pasien menyangkal bahwa
keluhan batuk ini disertai dengan sesak nafas ataupun nyeri dada. Pasien juga menyangkal
adanya demam. Namun, pasien mengatakan bahwa ia mengalami keringat malam pada saat ia
tidur. Pasien tidak merasakan nyeri kepala, pusing, dan nyeri perut. Saat ditanya, pasien

26
mengatakan bahwa berat badannya menurun. Pasien dapat BAB dengan lancer dan BAK juga
lancer.

Riwayat Penyakit Dahulu :-

Riwayat Penyakit Keluarga :-

Riwayat Kehidupan pribadi dan Sosial Ekonomi :


Pasien tinggal bersama dengan keluarganya. Pasien tinggal di lingkungan yang padat
penduduk. Pasien juga menyangkal memiliki riwayat merokok. Riwayat imunisasi Bcg tidak
diketahui oleh pasien..

III. PEMERIKSAAN FISIK


1.1.1. Vital Sign
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
GCS : E4 M6 V5
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,9 oC
Berat Badan : 43 kg
Tinggi Badan : 153 cm
IMT : 18.4 = status gizi cukup, kategori underweight.

BB (kg)
TB (m)2

43
1.532

27
43 = 18.4
2.34

1.1.2. Status Generalisata


Kepala : Normosefal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Skelera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB tidak ada.
Thoraks (paru-paru) :
Depan
Inspeksi Statis: Simetris kanan dan kiri.
Dinamis: Pergerakan kanan dan kiri sama.

Palpasi Vokal premitus kanan lebih lemah dibandingkan


dengan kiri.

Perkusi Sonor di kedua lapang paru.

Auskultasi Suara nafas bronkial, ronki (+) di lapang paru kanan,


wheezing (-), pleural friction rub sound (-).

Belakang
Inspeksi Statis: Simetris kanan dan kiri.
Dinamis: Pergerakan kanan dan kiri sama.

Palpasi Vokal premitus kanan dan kiri sama.

Perkusi Sonor di kedua lapang paru.

Auskultasi Suara nafas bronkial, ronki (+) di lapang paru kanan,


wheezing (-), pleural friction rub sound (-).

28
Jantung:
Inspeksi Ictus cordis terlihat pada ruang intercosta V linea
midclavicula sinistra.

Palpasi Ictus cordis teraba pada ruang intercosta V


midclavicula sinistra.

Perkusi Batas atas: Ruang intercosta II sinistra.


Batas bawah: Ruang intercosta V sinistra.
Batas kanan: Linea parasternalis dextra.
Batas kiri: Satu jari medial linea midclavicula
sinistra.

Auskultasi Irama jantung normal, bising tidak ada.

Abdomen:
Inspeksi Bentuk cekung.

Auskultasi Bising usus normal.

Palpasi Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan lepas (-).


Hepar dan lien tidak teraba.

Timpani disuluruh kuadran abdomen kecuali kuadran


Perkusi kanan atas.

Ekstremitas:
Superior : Akral hangat, capilari reffil time kembali capat, edema tidak ada, jari kuku
tidak tampak menguning.

29
Inferior: Akral hangat, capilari reffil time kembali cepat, edama tidak ada, jari kuku
tidak tampak menguning.

1.2.Pemeriksaan Penunjang
1.2.1. Hasil Pemeriksaan darah
Darah lengkap (Tgl 29 Juli 2017)
Hb : 10.6 gr% Nilai normal: 13 18
Lekosit : 8.0 x 103/mm3 Nilai normal: 5 11
Hematokrit : 32.4 % Nilai normal: 37 47
LED : 18 mm/jam Nilai normal: L:<15. P: <20
Trombosit : 310 x 103/mm3 Nilai normal: 150 450

Hitung Jenis Lekosit


Eosinofil : 01 % Nilai normal: 1-3
Netrofil Segmen : 69 % Nilai normal: 50-70
Limfosit : 22 % Nilai normal 20-40
Monosit : 08 % Nilai normal 2-8

30
1.2.2. Hasil Foto R Thoraks

Interpretasi:
Perselubungan pada inferior lobus superior paru kanan ec Tb
CTR < 50%
1.3.Diagnosis Kerja: TB Paru + Haemaptoe
1.4.Diagnosis Banding
Bronkitis Kronik
Bronkiektasis
PPOK

1.5.Penatalaksanaan
Oksigen 4 L/i
IVFD RL : Na CL 0,9% 16 gtt/i
Inj. Cefotaxime 1 amp/12 jam/IV
Inj. Asam Traneksamat 1 amp/8 jam/ IV

31
Vit K 3x1
Vit C 3x1
SF 3x1
Omeprazole 3x1
Paracetamol 3x1 (k/p)

1.6.Prognosis: Dubia at bonam

1.7.Follow Up
Hari/Tanggal Perkembangan
30/7/2017 S: - Batuk berdarah (+)
- Batuk berdahak (+)
- Sariawan (+)

O: - Vital Sign
- TD: 110/80 mmHG
- Pulse: 78 x/mnt
- RR: 20 x/mnt
- T: 36,5 oC

- Hasil Pemeriksaan paru:


- Suara nafas bronkial.
- Ronki (+) di lapang paru kanan, wheezing(-),
A: TB Paru + Haemaptoe

P:
- Oksigen 4L/i
- IVFD RL : Na CL 16 gtt/i.
- Inj. Cefotaxime 1 amp/12 jam/IV
- Inj. Asam Traneksamat 1 amp/8 jam/ IV
- Vit C 3x1

32
- Vit K 3x1
- SF 3x1
- Omeprazole 3x1
- Paracetamol 3x1 (k/p)
- Candestatin drop 4x 1cc
31/07/2017 S: - Batuk darah (+)
- Batuk berdahak (+)

O: - Vital Sign
- TD: 110/70 mmHG
- Pulse: 80 x/mnt
- RR: 22x/mnt
- T: 36,7 oC

- Hasil Pemeriksaan paru:


- Suara nafas bronkial.
- Ronki (+) di lapang paru kanan, wheezing (-)
A: TB Paru + Haemaptoe

P:
- Oksigen 4L/i
- IVFD RL : Na CL 16 gtt/i
- Inj. Cefotaxime 1 amp/12 jam/IV
- Inj. Asam Traneksamat 1 amp/ 8 jam/IV
- Vit K 3x1
- Vit C 3x1
- Omeprazole 2x1
- SF 3x1
- Paracetamol 3x1 (k/p)
- Diet MB TKTP
- Putih telur 3 butir/hari

33
- Susu 2 gelas /hari
01/08/2017 S: - Batuk darah (+)
- Batuk berdahak (+)

O: - Vital Sign
- TD: 110/80 mmHG
- Pulse: 78 x/mnt
- RR: 22 x/mnt
- T: 36,9 oC

- Hasil Pemeriksaan paru:


- Suara nafas bronkial.
- Ronki (+) di lapang paru kanan, wheezing (-)
A: TB Paru + haemaptoe

P:
- IVFD RL : Na CL 16 gtt/i Pasang Three
way
- Inj. Cefotaxime 1 amp/12 jam/IV
- Inj. Asam Traneksamat 1 amp/ 8 jam/IV
- Vit K 3x1
- Vit C 3x1
- Omeprazole 2x1
- SF 3x1
- Paracetamol 3x1 (k/p)
- Diet MB TKTP
- Putih telur 3 butir/hari
- Susu 2 gelas /hari

02/08/2017 S: - Batuk darah (+)


- Batuk berdahak (+)

34
O: - Vital Sign
- TD: 110/80 mmHG
- Pulse: 78 x/mnt
- RR: 22 x/mnt
- T: 36,9 oC

- Hasil Pemeriksaan paru:


- Suara nafas bronkial.
- Ronki (+) di lapang paru kanan, wheezing (-)
A: TB Paru + Haemaptoe

P:
- Pasang Three way
- Inj. Cefotaxime 1 amp/12 jam/IV
- Vit K 3x1
- Vit C 3x1
- Omeprazole 2x1
- SF 3x1
- Asam Traneksamat 3x500mg
- Paracetamol 3x1 (k/p)
- Rifampisin 1x450 mg
- Inh 1x 400mg
- Pirazinamid 1x1000mg
- Etambutol 1x1000mg
- Curcuma 3x1
- Diet MB TKTP
- Putih telur 3 butir/hari
- Susu 2 gelas /hari

35
03/08/2017 S: - Batuk darah (-)
- Batuk berdahak (+)
- Demam (-)
O: - Vital Sign
- TD: 100/80 mmHG
- Pulse: 74 x/mnt
- RR: 20 x/mnt
- T: 36,9 oC

- Hasil Pemeriksaan paru:


- Suara nafas bronkial.
- Ronki (+) di lapang paru kanan, wheezing (-)
A: TB Relaps + Pleuritis TB

P:
- Pasang Three way
- Inj. Cefotaxime 1 amp/12 jam/IVAff
- Vit K 3x1
- Vit C 3x1
- Omeprazole 2x1
- SF 3x1
- Asam Traneksamat 3x500mg
- Paracetamol 3x1 (k/p)
- Rifampisin 1x450 mg
- Inh 1x 400mg
- Pirazinamid 1x1000mg
- Etambutol 1x1000mg
- Curcuma 3x1
- Cefadroxil 2x500mg
- Diet MB TKTP
- Putih telur 3 butir/hari

36
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan foto thoraks.

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Gejala
klinis tuberkulosis yaitu batuk diatas 2 minggu, batuk darah, sesak napas dan keringan malam
dan penurunan berat badan.TB paru dapat menyerang segala usia dari bayi hingga dewasa. Dari
anamnesis ditemukan penderita berusia 17 tahun datang kepoli klinik dengan keluhan batuk
darah yang dialami 1 hari ini dan batuk berdahak sudah 1 bulan.

Dari anamnesis diatas dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan sputum dan


pemeriksaan foto thoraks. Maka dapat disimpulkan bahwa diagnosa pasien adalah TB Paru. Dan
diindikasikan untuk dirawat inap sampai keadaan umum pasien mengalami perbaikan
selanjutnya pasien akan diberikan terapi OAT kategori 1 yang akan diberikan pengobatan selama
6 bulan dan akan dilakukan pemeriksaan foto thoraks pada bulan ke 2 dan akhir pengobatan TB
Paru.

Selama mendapatkan terapi OAT juga diberikan berupa makanan yang bergizi, bila
dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan
untuk penderita tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya), Bila demam dapat diberikan
obat penurun panas/demam, Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak
napas atau keluhan lain.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Zulkifli A, Asril B. Tuberkulosis paru. Dalam: Ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009.
2. Herchline TE, Bronze MS. Tuberculosis [Updated on December 14 2014, Available at
http://www.emedicine.medscape.com Accessed on August 25, 2015]
3. Danusantoso H. Buku saku ilmu penyakit paru. 2nd Ed. Jakarta: EGC 2012, p 70-80.
4. Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. Edisi 9. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2005.
5. Rani AA. Tuberkulosis paru. Jakarta: Panduan Pelayanan Medik PB Papdi, 2009.
6. Aditama TY, dkk. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis di Indonesia.
Jakarta: Indah Offset Citra Grafika; 2006.
7. Bayupurnama P. Hepatotoksisitas imbas obat. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 2006.
8. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Buku saku dasar patologis penyakit.
Jakarta: EGC 2008, p 429-34.

38

Anda mungkin juga menyukai