Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH STASE OLAHRAGA FISIOTERAPI

PADA KONDISI SPRAIN ANKLE

Disusun oleh :
Nama : Muhamad Yusuf
NIM : 1810306108

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan

rahmat, inayah, taufik, dan ilham-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Makalah yang berjudul “Fisioterapi Pada Kondisi Sprain Ankle” ini ditulis guna

melengkapi tugas pada Program Studi Profesi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

Penyusun menyadari sepenuhnya atas keterbatasan kemampuan dan

pengetahuan sehingga makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari

beberapa pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT atas segala rahmat dan petunjuk-Nya sehingga makalah ini dapat

selesai dengan tepat waktu,

2. Bapak Agung Hanafi, S. Ftr sebagai pembimbing lahan

4. Bapak/Ibu pembimbing kampus Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun makalah

presentasi ini, namun penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan masih jauh

dari kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

khususnya pada penyusun.

Yogyakarta, 14 Maret 2019

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH STASE OLAHRAGA FISIOTERAPI


PADA KONDISI SPRAIN ANKLE

Disusun oleh :

Muhamad yusuf 1810306108

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Fisioterapi pada Stase Olahraga


Program Studi S1 Fisioterapi Profesi

Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Oleh :

Pembimbing : Agung Hanafi, S. Ftr

Hari/Tanggal :……….., … Maret 2019

Tanda Tangan :……………………….

iii
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan Makalah ............................................................................ 2
D. Manfaat Makalah .......................................................................... 3

BAB II PEBAHASAN
A. Biomekanik Lompat Jauh ............................................................. 4
B. Penyebab terjadi cidera pada atlet lompat jauh ............................. 7
C. Penatalaksanaan cidera pada atlet lompat jauh ............................. 10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................... 17
B. Saran .............................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Olahraga merupakan salah satu aktivitas fisik yang dapat meningkatkan

kualitas kesehatan individual dan mencegah berbagai penyakit. Kurangnya

aktivitas fisik merupakan faktor resiko tertinggi ke-empat terhadap mortalitas

global. Olahraga secara umum mempengaruhi sistem pernafasan, sirkulasi,

neuromuskular, endokerin, kekuatan otot, dan kesegaran jasmani (Katch, 2011).

Olahraga adalah aktvitas fisik yang memiliki tujuan tertentu dan dilakukan

dengan aturan-aturan tertentu secara sistematis seperti adanya aturan waktu, target

denyut nadi, jumlah pengulangan gerakan dan lain-lain yang dilakukan dengan

unsur rekreasi. Olahraga juga merupakan kegiatan fisik yang bersifat kompetitif

dalam suatu permainan, berupa perjuangan tim maupun diri sendiri. Salah satu

olahraga yang berbentuk kompetitif tersebut adalah olahraga atletik lompat jauh.

Lompat jauh merupakan suatu gerakan melompat menggunakan tumpuan satu kaki

untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya. Sasaran dan tumpuan lompat jauh adalah

untuk mencapai jarak lompatan sejauh mungkin ke sebuah letak pendaratan atau

bak lompat. Jarak lompatan diukur dari tolakan sampai batas terdekat dari letak

pendaratan yang dihasilkan oleh bagian tubuh. Dalam lompat jauh terdapat

bermacam-macam gaya yang umum dipergunakan oleh para pelompat, yaitu gaya

jongkok (tuck), gaya menggantung (hang style), dan gaya jalan di udara (walking

in the air). Perbedaan antara gaya lompatan yang satu dengan yang lainnya, ditandai

oleh keadaan sikap dan badan waktu melayang di udara.

1
2

Kondisi fisik yang baik tidak dapat dicapai hanya melalui permainan

olahraga itu sendiri, tetapi harus dilakukan pula dengan melalui proses latihan.

Progaram latihan kondisi fisik harus terencana secara baik, sistematis dan ditujukan

untuk meningkatkan kesegaran jasmani serta kemampuan fungsional dari sistem

tubuh sehingga dengan demikian memungkinkan atlit untuk berprestasi yang lebih

baik. Hampir disetiap cabang olahraga, unsur kondisi fisik seperti kecepatan,

kekuatan, keseimbangan dinamis, daya tahan, keseimbangan dan koordinasi sangat

diperlukan. Besar kecilnya kebutuhan akan unsur kondisi fisik berbeda-beda

tergantung pada karakteristik dari cabang olahraganya. Demikian halnya pada

lompat jauh, tiga unsur kondisi fisik yang sangat diperlukan adalah

kecepatan, power otot tungkai dan keseimbangan dinamis. Untuk memperoleh

suatu hasil yang optimal dalam lompat jauh, selain atlit harus memiliki kekuatan,

daya ledak, kecepatan, ketepatan, keseimbangan dinamis, dan koordinasi gerakan,

juga harus memahami dan menguasai teknik untuk melakukan gerakan lompat jauh

tersebut serta dapat melakukannya dengan cepat, tepat dan lancar.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana biomekanik lompat jauh?

2. Bagaimana penyebab terjadi cidera pada atlet lompat jauh?

3. Bagaimana penatalaksanaan cidera pada atlet lompat jauh?

C. Tujuan Makalah

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui biomekanik lompat jauh,

penyebab terjadi cidera pada atlet lompat jauh dan penatalaksanaan cidera pada atlet

lompat jauh di Persatuan Atlet Seluruh Indonesia (PASI) bertempat di stadion

Tridadi Sleman.
3

D. Manfaat Makalah

1. Bagi Instansi Pendidikan

Untuk menjadi diharapkan dapat memberikan sumbangan yang

tepat terhadap proses pembelajaran dalam dunia fisioterapi.

2. Bagi Atlet

Menjadi suatu edukasi kepada atlet tentang biomekanik dari lompat

jauh.

3. Bagi Penulis

Menambah wawasan dan keilmuan dalam olahraga atletik lompat

jauh tentang analisis gerakan melompat yang benar.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Biomekanik Lompat Jauh

Lompat jauh merupakan gabungan antara gerak rotasi dan gerak linier.

Gerak berputar pada lompat jauh letaknya ada dipersendian, hal ini terjadi

ketika atlet berlari yang merupakan gerak rotasir dimana pusat putaran tersebut

ada pada : (1) Articulatio humeri merupakan sumbu putaran ketika

mengayunkan tangan (2) Articulation coxae merupakan sumbu putaran saat

mengayunkan tungkai (3) Articulation genus merupakan sumbu putaran ketika

melakukan lompatan.

Menurut Aip Syarifudin (2002), teknik dasar dalam lompat jauh yaitu :

1. Awalan atau ancang-ancang adalah gerakan permulaan untuk

mendapatkan kecepatan pada waktu akan melakukan lompatan.

Kecepatan yang diperoleh dari hasil awalan ini disebut dengan

kecepatan horisontal, yang sangat berguna untuk membantu kekuatan

tolakan ke atas, ke depan (pada lompat jauh atau lompat jangkit).

2. Tumpuan/tolakan adalah perubahan atau perpindahan gerakan dari

gerakan horisontal ke gerakan vertikal yang dilakukan secara cepat.

Tumpuan dapat dilakukan dengan baik dengan menggunakan kaki kiri

maupun kanan, tergantung kaki mana yang lebih dominan.

3. Melayang di udara. Sikap badan diudara harus diusahakan melayang

selama mungkin di udara serta dalam keadaan seimbang dan yang

paling penting pada saat melayang ini adalah melawan rotasi putaran

4
5

yang timbul akibat dari tolakan. Selain itu juga untuk mendapatkan

posisi mendarat yang paling ekonomis dan efisien.

4. Sikap Mendarat. Melakukan pendaratan adalah bagian akhir dari

lompat jauh. Keberhasilan dalam lompat jauh terletak pada pendaratan.

Pada pendaratan yang mulus akan berpengaruh terhadap jarak,

keselamatan dan keindahan.

Gambar 1. Rangkaian Tahap Dalam Loncat Jauh.


Olahraga atletik lompat jauh terdiri dari 2 gerakan yaitu berlari dan

melompat. Ada beberapa otot yang berperan dalam gerakan berlari dan

melompat, yaitu ( Citra, 2016) :

1. Otot Primer (Primary)

Otot primer adalah otot yang paling utama digunakan saat

berlari, yaitu: quadriceps femoris group, hamstring group, gluteus

maximus, iliopsoas dan gastrocnemius.


6

Gambar 2. Otot Primer

2. Otot Pendukung (Supporting)

Otot pendukung adalah otot yang dapat membantu gerak otot

primer sehingga menghasilkan gerakan yang lebih efisien, yaitu: otot

biceps dan abdominal. Posisi tangan yang ditekuk hingga 90 derajat saat

mengayun akan meningkatkan kecepatan lari. Kemudian posisi otot

perut/abdominal yang terkunci akan membuat postur tubuh saat berlari

sejajar dengan kaki (artikel sehat saat berlari). Postur tubuh yang tepat

ini akan mempengaruhi kecepatan dan keamanan saat berlari.

Gambar 3. Otot Pendukung


7

3. Otot Tambahan (Auxiliary)

Otot tambahan adalah otot yang menunjang kerja otot utama

dan pendukung agar dapat berfungsi lebih baik lagi, yaitu otot

intercostalis eksternal dan internal. Otot-otot ini bekerja saat tubuh

melakukan proses respirasi. Pengaturan pernapasan saat berlari sangat

mempengaruhi performa saat berlari. Ketika seorang pelari mulai

terengah-engah (kelelahan) akibat oksigen yang tersedia tidak

tercukupi, maka performa pelari akan menurun.

Gambar 4 Otot Tambahan

B. Penyebab Terjadi Cidera Pada Atlet


Ada dua jenis cedera yang sering dialami oleh atlet, yaitu trauma akut

dan Overuse Syndrome (Sindrom Pemakaian Berlebih). Trauma akut adalah

suatu cedera berat yang terjadi secara mendadak, seperti robekan ligament,

otot, tendo, atau terkilir, atau bahkan patah tulang. Cedera akut biasanya

memerlukan pertolongan profesional. Sindrom pemakaian berlebih sering

dialami oleh atlet, bermula dari adanya suatu kekuatan yang sedikit berlebihan,
8

namun berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Sindrom ini

kadang memberi respon yang baik dengan pengobatan sendiri. Cedera olahraga

seringkali direspon oleh tubuh dengan tanda radang yang terdiri atas rubor

(merah), tumor (bengkak), kalor (panas), dolor (nyeri), dan functiolaesa

(penurunan fungsi). Pembuluh darah di lokasi cedera akan melebar

(vasodilatasi) dengan maksud untuk mengirim lebih banyak nutrisi dan oksigen

dalam rangka mendukung penyembuhan. Pelebaran pembuluh darah ini lah

yang mengakibatkan lokasi cedera terlihat lebih merah (rubor). Cairan darah

yang banyak dikirim di lokasi cedera akan merembes keluar dari kapiler

menuju ruang antar sel, dan menyebabkan bengkak (tumor). Dengan dukungan

banyak nutrisi dan oksigen, metabolisme di lokasi cedera akan meningkat

dengan sisa metabolisme berupa panas. Kondisi inilah yang menyebabkan

lokasi cedera akan lebih panas (kalor) dibanding dengan lokasi lain. Tumpukan

sisa metabolisme dan zat kimia lain akan merangsang ujung saraf di lokasi

cedera dan menimbulkan nyeri (dolor). Rasa nyeri juga dipicu oleh tertekannya

ujung saraf karena pembengkakan yang terjadi di lokasi cedera. Baik rubor,

tumor, kalor, maupun dolor akan menurunkan fungsi organ atau sendi di lokasi

cedera yang dikenal dengan istilah functiolaesa (Kushartanti, 2002)

Dalam jurnal yang berjudul “Survey and analysis for sport injuries of

long jumpers” didapatkan bahwa cidera yang kebanyakan terjadi pada atlet

lompat jauh terutama pada pergelangan kaki, pinggang, lutut dan kaki, di mana

probabilitas yang terjadi pada kaki adalah yang terbesar yaitu, 34.06%, ankle

joint 23.78%.
9

Tabel 1. Occurring parts and probability of sport injuries

Salah satu kemungkinan cidera pada atlet loncat jauh pada ankle joint

adalah sprain ankle. Cedera sprain ankle dapat terjadi karena overstretch pada

ligamen complex lateral ankle dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang

tiba-tiba terjadi saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/tanah, di mana

umumnya terjadi pada permukaan lantai/ tanah yang tidak rata. Ligamen pada

lateral ankle antara lain: ligamen talofibular anterior yang berfungsi untuk

menahan gerakan ke arah plantar fleksi. Ligamen talofibular posterior yang

berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi.

Cedera sprain ankle yang dapat menyebabkan overstretch pada

ligamentum lateral complex ankle, cedera tersebut dikarenakan gerakan

inversi dan plantar fleksi ankle yang berlebihan dan tiba-tiba pada sendi ankle

. Sekitar 15 % cedera olahraga berupa sprain ankle dan pergelangan kaki, dan

85 % sprain pada sisi ligament lateral yaitu ligamentum talofibular anterior

(Jowir, 2009). Ligamentum talofibulare anterior adalah ligamen yang sering

terjadi cidera. Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya

cedera sprain ankle yaitu kelemahan otot terutama otot- otot disekitar

sendi foot and ankle. Kelemahan atau longgarnya ligamen- ligamen pada

sendi foot and ankle, balance ability yang buruk, permukaan lapangan olah

raga yang tidak rata, sepatu atau alas kaki yang tidak tepat dan aktivitas sehari-
10

hari seperti bekerja, berolahraga, berjalan dan lain-lain. Sprain dapat dibagi

menjadi 3 derajat :

Derajat I : terjadi over-streched ligamen, cedera secara mikroskopik,

tapi tidak terjadi suatu robekan

Derajat II : terjadi robekan parsial dari ligamen

Derajat III : terjadi robekan total dari ligamen. Ini merupakan derajat

terparah dari suatu sprain.

Cedera sprain ankle memiliki 4 fase: fase initial akut berlangsung 3 hari

setelah cedera, respons inflamasi (fase akut) berlangsung 1-6 hari, fibroblastic

repair (fase sub akut) berlangsung hari ke 4-10 setelah cedera, fase kronis

(maturation remodeling) berlangsung lebih dari 7 hari setelah cedera.

(Muawanah, 2016).

C. Penatalaksanaan Cidera Pada Atlet Lompat Jauh

1. Pemeriksaan sprain ankle

Menurut Hatch (2016), Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada

kasus cedera sprain ankle, antara lain : (1) Melakukan observasi terhadap

area yang terkena cedera, melihat apakah terdapat deformitas, bengkak dan

memar. (2) Melakukan pemeriksaan gerak sendi dengan mengukur ROM

(Range Of Motion) untuk gerakan plantar fleksi, dorsi fleksi, inversi dan

eversi secara aktif, pasif maupun resisted. (3) Melakukan palpasi pada area

tungkai bawah secara menyeluruh untuk mendukung penegakan diagnosa.

(4) Mengukur edema / bengkak yang terdapat pada area cedera (jika
11

terdapat bengkak). (5) Melakukan pemeriksaan tes sensoris, tes motoris.

(6) Melakukan pemeriksaan spesifik, yaitu :

a) Drawer Test

Tujuan dari tes ini adalah melihat adanya kerusakan

pada ligamen, khususnya ATFL (Anterior TaloFibular

Ligamen).

Gambar 5. Drawer Test

b) Inversion Talar Tilt


Tujuan dari tes ini adalah untuk mengetahui adanya

gangguan pada bagian lateral ankle, positif apabila terdapat

nyeri. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengetahui adanya

gangguan pada bagian lateral ankle, positif apabila terdapat

nyeri.
12

Gambar 6. Inversion Talar Tilt


c) Eversion Talar Tilt
Tujuan dari tes ini adalah untuk mengetahui adanya
kerusakan pada bagian medial ankle, positif apabila terdapat
nyeri.

Gambar 7. Eversion Talar Tilt


13

2. Intervensi Fisioterapi

a) Acute

RICE merupakan singkatan dari Rest, Ice, Compression dan

Elevation. Metode pengobatan ini biasanya dilakukan untuk cedera

akut, khususnya cedera jaringan lunak (sprain maupun strain,

dan memar). Metode terapi RICE ini dilakukan secepat mungkin sesaat

setelah terjadinya cedera, yaitu antara 48 sampai 72 jam segera setelah

cedera terjadi.

R = REST

Rest artinya mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera,

sedangkan bagian tubuh yang tidak cedera boleh tetap melakukan

aktivitas. Tujuan mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera adalah

untuk mencegah cedera lebih lanjut, membuat proses penyembuhan

luka lebih cepat,s egera setelah cedera sebaiknya jangan gunakan

bagian cedera sama sekali atau istirahatkan total sekitar 15 menit.

Kemudian, istirahatkan sampai nyeri pada cedera hilang, atau hingga

48 jam.

I = ICE

Secara umum manfaat penggunaan es pada cedera jaringan

lunak untuk membatasi pembengkakan, mengurangi nyeri,

mengurangi spasme otot.

C = Compression

Kompresi adalah aplikasi gaya tekan terhadap lokasi cedera.

Kompresi digunakan untuk membantu aplikasi es dan membatasi


14

pembengkakan yang merupakan faktor utama untuk mempercepat masa

rehabilitasi. Oleh karena itu kompresi sering dikatakan sebagai bagian

yang paling penting dari RICE. Aplikasi kompresi dilakukan dengan

melilitkan elastic verban pada bagian cedera, yaitu dengan

meregangkan verban hingga 75% panjangnya. Perlu diperhatikan saat

melakukan pembebatan jangan terlalu ketat karena dapat menyebabkan

gangguan sirkulasi dengan gejala-gejala seperti rasa baal, kesemutan,

dan meningkatnya nyeri.

E = Elevation

Elevasi adalah meninggikan bagian yang mengalami cedera

melebihi ketinggian jantung sehingga dapat membantu mendorong

cairan keluar dari daerah pembengkakan. Elevasi juga akan membantu

pembuluh darah vena untuk mengembalikan darah dari area cedera ke

jantung sehingga mencegah terjadinya akumulasi atau pooling darah di

area cedera.Bagian yang mengalami cedera diangkat sehingga berada

15-25 cm di atas ketinggian jantung. Elevasi sebaiknya dilakukan

hingga pembengkakan menghilang.

b) Kronis

Menurut Marcia et al (2009, dalam Nugroho, 2016) bentuk

latihan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1) Plantar Fascia Stretch dengan cara menarik ankle menggunakan

handuk, dengan cara melilitkan handuk pada telapak kaki dan

mengulur tendon Achilles.


15

Gambar 8. Plantar Fascia Stretch

2) Towel Crunches dengan cara meletakkan handuk dibawah telapak

kaki dan melakukan gerakan menggulung dan melepaskan

gulungan handuk.

Gambar 9. Towel Crunches

3) Picking Up Object dengan cara mengambil sebuah objek dan

memindahkan ke tempat lain.

Gambar 10. Picking Up Object


16

4) Triceps Surae Stretch dengan cara mengkontraksikan otot

gastrocnemius pada lantai atau dinding.

Gambar 11. Triceps Surae Stretch

5) Thera-Band dengan cara melilitkan thera-band pada ankle dan

kaki meja dilanjutkan dengan melatih gerakan dorsofleksi,

plantarfleksi, inversi dan eversi.

Gambar 12. Triceps Surae Stretch


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berbagai usaha untuk menghasilkan catatan prestasi terbaik bagi

individu, tidak terlepas dari terjadinya kesalahan gerak baik dalam latihan,

perlombaan dan aktivitas sehari-hari. Perlunya usaha bersama untuk mencegah

atau megurangi terjadinya kesalahan gerak, walaupun tidak menutup

kemungkinan untuk terjadinya cidera. Penanganan perlu segera dilakukan

apabila terjadi cidera karena kesalahan gerak, baik oleh pribadi maupun orang

disekitar. Penanganan cidera karena kesalahan gerak dapat dilakukan dengan

menyeimbangkan kekuatan otot agonis dan antagonis. Setelah gerakan

penanganan cidera diatas perlu dilakukan penguatan pada otot yang cidera.

B. Saran

Pembaca tidak hanya terpaku pada makalah ini, tetapi juga melihat

referensi lain agar informasi yang didapat lebih beragam.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aip Syarifuddin. 2002. Atletik. Jakarta: Depdikbud.


Citra, 2016) : APKI.2016. Fitness Trainer Study Guide. Jakarta: Asosiasi pelatih kebugaran
Indonesia.
Jowir, Rico. 2009. Sprain Ankle.
Kushartanti, W. 2002. Fisiologi dan Kesehatan. FIK UNY. Yogyakarta.
Le Febvre R, Hatch S. Ankle Sprains: Management. Universiti of Western States; 2016.
Muawanah, Siti. 2016. Perbedaan Pelatihan Proprioceptive Menunggunakan Wobble Board
Dengan Pelatihan Penguatan Otot Ankle Menggunakan Karet Elastic Resistance Dalam
Menurunkan Foot And Ankle Disability Pada Kasus Sprain Ankle Kronis. Sport and
Fitness Journal Volume 4, No.1 : ISSN : 2302-688X.
Nugroho, Bimantoro Setio. (2016). Tingkat Pengetahuan Atlet Tentang Cedera Ankle Dan
Terapi Latihan Di Persatuan Sepak Bola Telaga Utama. Karya Tulis Ilmiah strata satu.
Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai