Anda di halaman 1dari 40

TINDAKAN MOBILISASI DINI PADA PASIEN PASCA INFARK MIOKARD

AKUT DENGAN MASALAH KEPERAWATAN INTOLERANSI AKTIVITAS

Dosen Pembimbing:

Ali Mansur S.Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun oleh:

Isna Umi Nur Afifah


(201849025)

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA KEDIRI

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkatnya kami adapat


menyelesaikan makalah seminar Riset yang berjudul “Tindakan Rehabilitasi
Jantung pada Pasien Infark Miokard Akut dengan Masalah Keperawatan Intoleransi
Aktivitas”. Sholawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, serta keluarga, sahabat nabi yang telah membawa kita ke zaman yang terang
benderang seperti sekarang ini. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing kami Moh. Ali Mansur, S.Kep., Ns., M.Kep dan teman-teman
yang telah membantu saya melesaikan tugas ini sehingga bisa selesai tepat waktu.

Adapun maksud dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pembuatan makalah untuk seminar riset. Dengan demikian kami berharap materi
yang terdapat dalam makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan baru
kepada pihak pembaca terutama mahasiswa keperawatan.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan dan sebagai umpan
balik yang posistif demi perbaikan di masa mendatang. Harapan saya semoga
makalah ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan terutama ilmu keperawatan.

Kediri, April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHLUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan....................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI...................................................................................................5
2.1 Konsep Infark Miokard Akut...................................................................................5
1. Definisi.....................................................................................................................5
2. Klasifikasi.................................................................................................................5
3. Etiologi.....................................................................................................................6
4. Manifestasi Klinis.....................................................................................................8
5. Patofisilogi................................................................................................................9
6. Komplikasi.............................................................................................................11
7. Rehabilitasi dan Edukasi Pasien Infark Miokard Akut..........................................13
2.2 Mobilisasi Dini.......................................................................................................15
1. Definisi...................................................................................................................15
2. Macam-Macam Mobilisasi.....................................................................................16
3. Tujuan Mobilisasi Dini...........................................................................................16
4. Manfaat Mobilisasi Dini.........................................................................................17
5. Prosedur Pelaksaan Mobilisasi Dini.......................................................................17
6. Evaluasi Tindakan Mobilisasi Dini........................................................................21
2.3 Asuhan Keperawatan..............................................................................................21
1. Pengkajian..............................................................................................................21
2. Diagnosa Keperawatan...........................................................................................27

iii
3. Intervensi Keperawatan..........................................................................................28
4. Implementasi Keperawtan......................................................................................30
5. Evaluasi Keperawatan............................................................................................31
BAB III PENUTUP..............................................................................................................32
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................32
3.2 Saran.......................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................33

iv
BAB I

PENDAHLUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi bagi pria maupun
wanita diseluruh dunia. Sedangkan Infark Miokard Akut merupakan salah satu
masalah kardiovaskuler. Infark miokard akut merupakan suatu peristiwa besar
kardiovaskuler yang dapat mengakibatkan besarnya morbiditas dan angka kematian
(Tabriz et al., 2012).
Data WHO tahun 2015 menunjukkan bahwa 70% kematian di dunia 56,4 juta
kematian 39,5 juta diantaranya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. Dari seluruh
kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) setidaknya 45% nya disebabkan oleh
penyakit jantung dan pembuluh darah, yaitu 17.7 juta dari 39,5 juta kematian. Sedangkan
menurut Riskesdas 2018 berdasarkan diagnosis dokter menunjukkan prevalensi Penyakit
Jantung di Indonesia sebesar 1,5% dengan peringkat prevalensi tertinggi pada daerah
Provinsi Kalimantan Utara sebesar 2,2%, DIY sebesar 2%, dan Gorontalo sebesar 2%.
Saat terjadi serangan mendadak, pasien IMA harus segera mendapatkan
penanganan. Pasien harus segera dilakukan tirah baring atau imobilisasi untuk
mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Tindakan tirah baring/
imobilisasi diberikan hingga kondisi pasien mulai stabil. Kriteria stabil yaitu apabila
tidak ada episode baru atau berulang nyeri dada selama 8 jam, tidak ada
peningkatan kadar kreatinin kinase dan/atau troponin, tidak ada tanda-tanda baru
gagal jantung dekompensata, serta tidak ada perubahan elektrokardiogram
signifikan dengan ritme abnormal dalam 8 jam terakhir (Roveny, 2017). Apabila
tirah baring atau imobilisasi yang dilakukan terlalu lama dapat menimbulkan
berbagai masalah yaitu meningkatkan morbiditas, mortalitas, memperlama waktu
perawatan, dan menambah biaya perawatan. Imobilisasi yang terlalu lama juga
dihubungkan dengan perubahan kardiovaskuler. Tiga perubahan utama adalah

1
hipotensi ortostatik, meningkatnya beban kerja jantung, dan pembentukan trombus
(Mubarak & Chayatin, 2008).
Mobilisasi dini sebagai upaya rehabilitasi jantung dilakukan sebagai
tindakan perawat dalam melaksanakan peran rehabillitatif. Hal ini bertujuan untuk
menghasilkan suatu perubahan fisiologis dan psikologis yang bermanfaat dengan
meningkatkan kapasitas fungsional agar dapat mengembalikan pasien pada
kehidupan atau pekerjaan semula (Arovah, 2010). Harapannya setelah dilakukan
mobilisasi dini, dapat mengetahui respon respirasi, frekuensi jantung, dan tekanan
darah pasien.
Berdasarkan hasil penelitian Rifai (2015) yang telah dilakukan kepada 90
responden IMA yang stabil yang dilakukan mobilisasi dini, perubahan respirasi
tetap stabil atau normal walaupun ada perbedaan antara sebelum dan sesudah
tindakan. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Nofiyanto dan Adhinugraha
(2016). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan yang
signifikan dari nilai awal sebelum mobilisasi pada denyut jantung dan frekuensi
pernapasan segera setelah dilakukan tindakan mobilisasi dini.
Sedangkan berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Wates
Yogyakarta, didapatkan data bahwa mobilisasi dini pada pasien pasca IMA belum
maksimal dilakukan. Hal ini dikarenakan belum adanya standar operasional
prosedur untuk mobilisasi dini, perawat hanya memiringkan pasien ke kiri ke kanan,
berjalan ke kamar mandi sebagai langkah mobilisasi dini. Sedangkan pada
penelitian oleh (Purwaningrung, 2013) terapi aktivitas fisik yang dilakukan di
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus pada pasien jantung pasca IMA menunjukkan
bahwa sebagian besar responden (87,5%) memiliki persepsi yang baik untuk
dilakukan mobilisasi dini.
Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pasien IMA yang baik dalam
melakukan latihan mobilisasi dini pada kondisi yang stabil akan mengurangi tingkat
kekambuhan (Wijayanti, 2013). Peran keluarga disini juga sangat dibutuhkan guna
memberikan dukungan fisiologis maupun psikologis kepada pasien. Peran keluarga
sebagai motivator, edukator, dan perawat keluarga sangat diperlukan pasien untuk

2
mengurangi tingkat kesakitan pasien. Semakin baik peran yang dimainkan oleh
keluarga dalam pelaksanaan program rehabilitasi medik pasien pasca serangan
IMA, maka semakin baik pula hasil yang akan dicapai.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang penulis
angkat adalah “Bagaimana Tindakan Mobilisasi Dini pada Pasien Pasca Infark
Miokard Akut dengan Masalah Intoleransi Aktivitas”.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Bertujuan untuk memberikan gambaran Tindakan Mobilisasi Dini pada Pasien
Pasca Infark Miokard Akut dengan masalah keperawatan Intoleransi Aktivitas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kemampuan mobilisasi pasien pasca infark miokard akut
sebelum latihan mobilisasi dini.
b. Memberikan gambaran pelaksanaan prosedur tindakan Mobilisasi Dini Pada
Pasien Pasca Infark Miokard Akut dengan masalah Intoleransi Aktivitas.
c. Memberikan gambaran evaluasi tindakan Mobilisasi Dini Pada Pasien Pasca
Infark Miokard Akut dengan masalah Intoleransi Aktivitas.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan
peneliti mengenai tindakan Mobilisasi Dini pada Pasien Pasca Infark
Miokard Akut dengan masalah intoleransi aktivitas.
b. Bagi Instalasi Pendidikan
Penelitian ini besar harapannya memberikan sumber informasi bagi
kepustakaan dan mahasiswa Akper Dharma Husada Kediri dalam rangka

3
penyediaan bahan bacaan ilmiah tentang tindakan Mobilisasi Dini pada
Pasien Pasca Infark Miokard Akut dengan masalah Intoleransi Aktivitas.
c. Bagi Siswa
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan siswa mengenai penyakit
Infark Miokard Akut dan Mobilisasi Dini dengan masalah Intoleransi
aktivitas.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Infark Miokard Akut


1. Definisi
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian sel-sel miokardium yang
terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Suplai oksigen dibutuhkan sel-
sel miokardium untuk menghasilkan ATP yang dapat memenuhi kebutuhan
energinya (Corwin, 2009). IMA dikenal sebagai serangan jantung, oklusi koroner,
yang merupakan kondisi mengancam jiwa yang ditandai dengan pembentukan area
nekrotik lokal di dalam miokardium. Apabila terjadi pembentukan area nekrotik
pada miokardium, maka aliran darah ke jantung tidak optimal sehingga pemenuhan
kebutuhan oksigen mengalami penurunan (Black & Hawks, 2014).
Arterosklerotik adalah suatu penyakit pada arter-arteri besar dan sedang
dimana lesi lemak yang disebut plak ateromatosa timbul pada permukaan dalam
dinding areteri sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke
arteri bagian distal.(Menurut Buku Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedasarkan
NANDA).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa infark miokard adalah
kematian sel-sel miokardium akibat iskemia.

2. Klasifikasi
Ada dua tipe miokard infark yang saling berhubungan, dengan morfologi,
patogenesis, dan makna klinis yang berbeda, kedua tipe tersebut adalah :
1) Infark transmural, merupakan infark miokardium yang mengenai keseluruhan
tebal dinding ventrikel, biasanya, infark ini disebabkan oleh aterosklerosis
koroner yang berat dengan ruptur akut plak dan trombosis, yang secara
bersamaan menimbulkan oklusi.

5
2) Infark subendokardium, secara khas hanya terbatas pada lapisan sepertiga dalam
dari dinding ventrikel, tipe infark ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan
jantung dalam keadaan pasokan darah yang terbatas akibat penyakit
aterosklerosis yang persisten. Sebagai alternatif lain, infark subendotel dapat
terjadi pada infark subendokardium yang sedang berlangsung kalau obstruksi
coroner dapat dihilangkan sebelum timbulnya nekrosis transmural (Robbins &
Cotran, 2008).
Berdasarkan kelainan pada gelombang ST (Sudoyo, 2006), Infark Miokard
Akut dibedakan menjadi :
1) STEMI
IMA dengan elevasi Segmen ST (ST elevasion myocardialinfarcion)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang
terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA
dengan elevasi ST.
2) NSTEMI
Angina pektoris tak stabil (Unstable Angina Pektoris) dan miokard
akut tanpa elevasi ST (Non ST elevation myocardial infarction) diketahui
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan
gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak
berbeda. Diagnose NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi
klinis UAP menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan
biomarker jantung (Wijaya & Yessie, 2013).

3. Etiologi
Menurut Ruhyanudin dalam Wijaya & Yessie (2013), penyebab infark miokard akut
adalah :
1) Gangguan pada arteri koronaria berkaitan dengan atherosclerosis,
kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau thrombus.

6
2) Penurunan aliran darah system koronaria menyebabkan ketidak seimbangan
antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan jaringan terhadap oksigen. Suplai
oksigen ke miokard berkurang, disebabkan oleh 3 faktor yaitu :
a. Faktor pembuluh darah
 Aterosklerosis
 Spasme
 Arteritis
b. Faktor sirkulasi
 Hipotensi
 Stenosis aorta
 Insufisiensi
c. Faktor darah
 Anemia
 Hipoksemia
 Polisitemia

Penyebab lain, diantanya :

a. Curah jantung yang meningkat


- Aktivitas berlebihan
- Emosi
- Makan terlalu banyak
- Hypertiroidisme
b. Kebutuhan oksigen miokard meningkat, pada :
- Kerusakan miokard
- Hypertropi miokard
- Hypertensi diastolic
c. Faktor predisposisi
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
- Usia lebih dari 40 tahun

7
- Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada
wanita meningkat setelah menopause.
- Hereditas
- Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam
2) Faktor resiko yang dapat diubah
1) Mayor
- Hiperlipidemia
- Hipertensi
- Merokok
- Diabetes Melitus
- Obesitas
- Diet tinggi lemak jenuh, kalori
2) Minor
- In aktivitas fisik
- Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif).
- Stress psikologis berlebihan
- Ketidakadekuatan aliran darah akibat terjadinya
penyempitan, sumbatan arteri koronaria akibat
terjadinya ateroskerosis, atau penurunan aliran darah
akibat syok atau perdarahan.
d. Faktor resiko menurut Framingham:
1) Hiperkolestrolemia:>275 mg/dl
2) Merokok sigaret: >20/hari
3) Kegemukan: >120% dari BB ideal
4) Hipertensi: >160/90 mmHg
5) Gaya hidup monoton

4. Manifestasi Klinis

8
Menurut Corwin (2009) tanda infark miokard yang nyata biasanya timbul
manifestasi klinis yang bermakna. (1) Nyeri dengan awitan yang biasanya
mendadak, sering digambarkan memiliki sifat meremukkan dan parah. Nyeri dapat
menyebar ke bagian atas tubuh mana saja, tetapi sebagian besar menyebar ke lengan
kiri, leher, atau rahang. Nitrat dan istirahat dapat menghilangkan iskemia di luar
zona nekrotik dengan menurunkan beban kerja jantung. (2) Terjadi mual dan
muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat. (3) Perasaan lemas yang
berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka. (4) Kulit yang dingin,
pucat akibat vasokonstriksi simpatis. (5) Pengeluaran urin berkurang karena
penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan aldosteron dan ADH. (6) Takikardi
akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung. (7) Keadaan mental berupa perasaan
sangat cemas disertai perasaan mendekati kematian sering terjadi, mungkin
berhubungan dengan pelepasan hormon stres dan ADH (vasopresin).

5. Patofisilogi
Segera setelah terjadi Infark Miokard daerah miokard setempat akan
memperlihatkan penonjolan sitolik (diskinesia) dengan akibat menurunnya ejeksi
fraction, isi sekuncup, dan peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik
ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan
atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri diatas 25 mmHg yang lama
akan menyebabkan transudat cairan ke jaringan interstitium paru (gagal jantung).
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah infark, tetapi
juga daerah iskemik disekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengdakan
kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsang adrenergik untuk
mempertahankan curah jantung tetapi dengan peningkatan kebutuhan oksigen
miokard. Kompensasi ini jelas tidak memadai jika daerah yang bersangkutan juga
mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang
kompensasi masih normal maka pemburukan hemodinamik akan minimal.
Sebaliknya jika infark luas dan miokard yang harus berkompensasi juga buruk

9
akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik akan naik dan gagal jantung
terjadi.
Perubahan-perubahan hemodinamik Infark Miokard ini tidak statis. Bila
Infark Miokard makin tenang fungsi jantung membaik walaupun tidak diobati. Hal
ini disebabkan daerah-daerah yang tadi iskemik mengalami perbaikan. Perubahan
hemodinamik akan terjadi bila iskemik berkepanjangan atau infark meluas.
Terjadinya mekanis penyulit seperti rupture septum ventrikel, regurgitasi
mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit Infark Miokard yang tersering dan terjadi pada
saat pertama serangan. Hal ini disebabkan karena perubahan masa refrakter, daya
hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga
berperan terhadap terjadinya aritmia. Penderita Infark Miokard umumnya
mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan
bradiaritmia meningkat. Sedangkan peningkatan tonus simpatis pada Infark
Miokard anterior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan
perluasan infark. Berikut adalah WOC dari Infark Miokard Akut :

Faktor resiko, obesitas, perokok, ras , umur > 40 , jenis kelamin (laki-laki)

Cedera endotel : interaksi antara fibrin & Endapan lipoprotein


plantelet proliferasi otot tunika media ditunika intima

Invasi dan akumulasi dari lipid Flaque Fribosa Lesi komplikata

Arterosiderosa Ruptur plaque

10
Penyumbatan Pembulu Darah Pendarahan

Trombus

Iskemi pembuluh darah

Ketidakseimbangan suplai Infrak otot jantung Metabolisme anaerob ↑


O2 menuju otot jantung

Asam Laktat ↑
Aritmia Kontraktilitas ↓

Nyeri dada
Kegagalan
pompa jantung

MK : Nyeri Akut

MK : Penurunan Curah Jantung


Gagal Jantung

11
Kebelakang Kedepan

Ketidakseimbang Suplai
Penurunan COP
Sesak napas & Kebutuhan O2

MK : Pola napas Kelemahan


tidak efektif

Perawatan diri ↓ MK : Intoleransi aktivitas

MK : Deficit perawatan diri

6. Komplikasi
a. Disritmia
Komplikasi paling sering dalam nfark Miokard Akut (IMA) adalah gangguan
iarama jantung (90%). Faktor predisposisi adalah:
 Iskemia jaringan

12
 Hipoksemia
 Pengaruh sistem saraf simpatis dan parasimpatis
 Asidosis laktat
 Kelainan hemodinamik
 Keracunan obat, dan
 Gangguan keseimbangan elektrolit
b. Gagal jantung kongestif dan syok kardiogenik
10-15 pasien infark miokard mengalami syok kardiogenik, dengan mortalitas
antara 80-95%.
c. Tromboemboli
Studi pada 924 kasus kematian akibat infark miokard akut menunjukkan
adanya trombi mural pada 44% kasus endokardium. Study autopsy
menunjukkan 10% kasus IMA yang meninggal mempunyai emboli arterial ke
otak, ginjal, limfa, atau mensentrium.
d. Perikarditis
Sindrom ini dihubungkan dengan IMA yang digambarkar pertama kali oleh
Dressler dan sering disebut Sinrom Dressler. Biasanya terjadi setelah infark
transmural tetapi dapat menyertai infark subepikardial. Perikarditis biasamya
sementara, yang tampak pada minggu pertama setelah infark. Nyeri dada dari
perikarditis akut terjadi tiba-tiba dan berat serta konstan pada dada anterior.
Nyeri ini memburuk dengan inspirasi dan biasanya dihubungkan dengan
takikardi, demam ringan, dan frikson rup perikardial yang trifasik dan
sementara.
e. Ruptur Miokardium
Ruptur dinding bebas dari ventrikel kiri menimbulkan kematian sebanyak
10% di rumah sakit karena IMA. Ruptur ini menyebabkan tamponade jantung
dan kematian. Ruptur septum interventrikuler jarang terjadi pada kerusakan
miokard luas, dan menimbulkan Defek Septum Ventrikel.
f. Aneurisma Ventrikel

13
Kejadian adalah komplikasi lambat daei IMA yang meliputi penipisan,
pengembungan, dan hipokinesis dari dinding ventrikel kiri setelah infark
transmural. Aneurisma ini sering menimbulkan gerakan proksimal pada dinding
ventrikal. Kadang-kadang aneurisma ini ruptur dan menimbulkan tempnade
jantung, tetapi biasanya masalah yang terjadi disebabkan penurunan
kontraktilitas atau embolisasi.

7. Rehabilitasi dan Edukasi Pasien Infark Miokard Akut


Menurut Black dan Hawks (2014) rehabilitasi jantung setelah IMA
merupakan komponen penanganan profesional dan personal yang penting.
Rehabilitasi jantung harus segera dimulai setelah fase akut penyakit atau periode
penanganan invasif. Tujuan umum dari rehabilitasi adalah untuk membantu pasien
memiliki kehidupan yang utuh, vital, dan produktif sebisa mungkin dengan batas-
batas kemampuan jantung yang masih dapat merespon peningkatan aktifitas dan
stres. Rehabilitasi jantung merupakan program multifaktorial yang dimulai ketika
pasien masih dirawat inap dan berlanjut selama proses pemulihan. Rehabilitasi
jantung berlangsung selama 4 fase, yaitu:
a. Fase I (Inpatient atau Rawat Inap)
Program rehabilitasi jantung fase I (inpatient) adalah program yang
dilakukan pada saat pasien masih dalam perawatan. Tujuan dari program
rehabilitasi pada fase I adalah untuk menghindarkan pasien dari efek
penyakit, efek tindakan, efek tirah baring lama atau efek dekondisioning,
dan mengupayakan mobilisasi dini agar dapat segera keluar dari rumah
sakit, mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan perawatan diri secara
mandiri.
Kriteria stabil saat dilakukan fase I yaitu apabila tidak ada episode
baru atau berulang nyeri dada selama 8 jam, tidak ada peningkatan kadar
kreatinin kinase dan/atau tropinin, tidak ada tanda-tanda baru gagal
jantung dekompensata, serta tidak ada perubahan elektrokardiogram
signifikan dengan ritme abnormal dalam 8 jam terakhir. Setelah

14
dinyatakan stabil, pasien dapat diposisikan duduk di tepi tempat tidur
selama hari pertama dan kemudian dimobilisasi bertahap (Roveny,
2017). Perawat atau fisioterapis dari unit jantung harus memulai latihan
pasif. Saat pasien kembali mendapatkan kekuatan, mintalah pasien
duduk beberapa saat pada sisi tempat tidur dan menggantungkan
kakinya. Biarkan pasien berjalan ke kursi di samping tempat tidur selama
15 hingga 20 menit setelah hari pertama jika menggantungkan kaki dapat
ditoleransi dengan baik tanpa munculnya nyeri dada, disritmia, atau
hipotensi. Selanjutnya berikan privasi di kamar mandi dan dorong
aktivitas perawatan diri sendiri. Izinkan berjalan di ruangan dengan
pengawasan. Jarak dan durasi jalan ditingkatkan secara progresif, dari 5
hingga 10 menit bergantung pada kekuatan pasien. Pasien harus
meningkatkan aktivitas secara perlahan untuk menghindari beban
berlebih kepada jantung saat jantung memompa darah beroksigen ke
otot-otot.
Setiap peningkatan aktivitas, amati denyut jantung, tekanan darah,
saturasi oksigen, penapasan dan tingkat kelelahan, sesuaikan tingkat
aktivitas pasien dengan kemampuan pasien. Selama aktivitas awal,
denyut jantung tidak boleh meningkat lebih dari 25% di atas kadar
istirahat. Tekanan darah tidak boleh meningkat lebih dari 25 mmHg di
atas normal.
Selama fase I, edukasi pasien dan keluarga mengenai pentingnya
proses latihan ini. Anggota keluarga mungkin takut bahwa mengizinkan
pasien menjadi aktif lagi akan memicu serangan IMA dan mereka
mungkin malah membuat pasien tidak mandiri, walaupun mereka ingin
membantu.
b. Fase II (Outpatient atau Segera Setelah Rawat Jalan)
Program rehabilitasi jantung fase II (outpatient atau fase intervensi)
adalah sekumpulan kegiatan pelayanan yang dilakukan kepada pasien
pasca perawatan dengan penyakit jantung. Tujuan dari program

15
rehabilitasi jantung fase II adalah untuk mengintervensi faktor risiko dan
mengembalikan pasien ke kondisi fisik, mental, sosial terbaiknya.
Sebuah tim pada suatu fasilitas kesehatan memulangkan pasien pasca
IMA pada hari keempat atau saat kondisi pasien sudah membaik dan
dapat dipulangkan, tetapi hanya mengizinkan pasien pulang hanya jika di
rumah tangganya memiliki bantuan yang cukup dan situasi yang
kondusif untuk beristirahat. Pasien seperti itu harus dikunjungi ulang
oleh dokter / perawat untuk mengawasi status fisiologi, latihan, serta diet
tiap dua hari sekali. Sarankan pasien untuk berhenti merokok, sering
berjalan-jalan, tetapi hindari aktivitas yang berat.
Program fase II dapat dilakukan selama 1 sampai 3 bulan dan dengan
cara dan jenis kegiatan pelayanan yang disesuaikan dengan fasilitas dan
sumber daya yang tersedia di institusi pelayanan masing-masing.
c. Fase III (Maintenance)
Tujuan fase ini adalah mempertahakan keterkontrolan faktor risiko,
mempertahankan kebiasaan hidup sehat yang dilakukan secara mandiri.
Fase ini berlangsung dari 4 hingga 6 bulan. Sesi latihan terus diawasi
dan pasien diajarkan bagaimana mengamati intensitas latihannya dengan
mengukur denyut nadinya atau jika dalam program berjalan, dengan
menghitung jumlah langkah yang dilakukan dalam interval 15 detik.
d. Fase IV (Long Term)
Pasien menjaga program latihan rutin dan modifikasi gaya hidup
lainnya untuk memodifikasi faktor risiko jantung. Pasien harus menjalani
pengujian latihan dan pengkajian faktor risiko tiap tahun.

2.2 Mobilisasi Dini


1. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur (Alimul, 2009). Mobilisasi adalah kebutuhan dasar manusia yang
diperlukan oleh individu untuk melakukan aktifitas sehari-hari berupa pergerakan

16
sendi, sikap dan gaya berjalan guna untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dan
mempertahankan kesehatannya (Potter & Perry, 2010).
Mobilisasi dini yaitu kemampuan seseorang untuk bergerak bebas yang
dilakukan sedini mungkin setelah pasien kembali ke bangsal perawatan (Asmadi,
2008). Mobilisasi dini adalah suatu usaha untuk menggerakkan bagian tubuh secara
bebas dan normal baik secara aktif maupun pasif untuk mempertahankan sirkulasi,
memelihara tonus otot dan mencegah kekakuan otot.
Mobilisasi dini dan program berjalan merupakan program yang fisibel dan
aman untuk diimplementasikan pada pasien kritis. Program ini meliputi latihan
progresif yang dilakukan secara bertahap dengan pemantauan respon pasien secara
ketat dan terus menerus. Setiap aktivitas program latihan akan berdampak pada
perubahan status pasien terutama hemodinamik, meliputi : takikardi, hipotensi,
penurunan SvO2 (Nofiyanto & Adhinugraha, 2016).

2. Macam-Macam Mobilisasi
Hidayat (2006) membagi mobilisasi menjadi dua bagian yaitu:
a. Mobilisasi penuh adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh
dan bebas sehingga dapat menjalankan peran sehari-hari serta melakukan
interaksi sosial. Saraf motorik volunter dan sensorik merupakan fungsi mobilitas
penuh yang mengontrol seluruh tubuh seseorang.
b. Mobilisasi sebagian adalah kemampuan seseorang untuk bergerak tetapi ada
batasan gerak sehingga tidak dapat bergerak bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf sensorik dan motorik di area tubuhnya. Mobilisasi sebagian
dibagi menjadi dua yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer adalah kemampuan individu untuk bergerak
secara terbatas yang bersifat sementara. Hal ini dapat disebebkan oleh
trauma reversible pada sistem muskuloskeletal. Contohnya adanya dislokasi
sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen adalah kemampuan individu untuk bergerak
secara terbatas yang bersifat menetap. Hal ini disebebkan oleh rusaknya

17
sistem syaraf yang reversible. Comtohnya hemiplegia karena stroke,
parapelgia karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya
sistem saraf motorik dan sensorik (Widuri, 2010).

3. Tujuan Mobilisasi Dini


Tujuan dilakukannya mobilisasi pada penderita infark miokard akut adalah:
a. Menurunkan kejadian komplikasi thrombosis vena, emboli paru,
pneumonia dan retensi urin.
b. meningkatkan kepuasan pasien dan mengurangi long of stay (LOS) lama hari
rawat pasien.
c. Memperlancar peredaran darah
d. Membantu pernafasan menjadi lebih baik
e. Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal
memenuhi kebutuhan gerak harian.

4. Manfaat Mobilisasi Dini


Manfaat melakukan latihan fisik atau mobilisasi pada penderita
gangguan jantung menurut Lavie dalam (Arovah, 2016) yaitu:
a. Mengurangi efek samping fisiologis dan psikologis tirah baring di rumah
sakit
b. Dapat dimanfaatkan untuk memonitor kondisi fisiologis penderita
c. Mempercepat proses pemulihan dan kemampuan untuk kembali pada
level aktivitas sebelum serangan jantung
d. Meningkatkan curah jantung
e. Memperbaiki kontraksi miokardial
f. Menguatkan otot jantung dan menyuplai darah ke jantung dan otot yang
sebelumnya terjadi pengumpulan darah pada bagian ekstermitas
g. Menurunkan tekanan darah istirahat
h. Merta memperbaiki aliran balik vena.

18
5. Prosedur Pelaksaan Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini pada pasien gangguan kardiovaskuler dilakukan apabila
pasien telah melewati masa akut. Menururt Arovah (2010) program latihan dapat
dilakukan sejak 48 jam setelah gangguan jantung sepanjang tidak terdapat ada
kontraindikasi.
Mobilisasi dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kemampuan
pasien dan hemodinamik pasien. Pasien melakukan latihan dengan jenis kegiatan
dan frekuensi berbeda-beda setiap hari. Dimulai dari hari kedua, sampai pasien
dinyatakan bisa melakukan aktivitas secara mandiri.
Jadwal latihan mobilisasi dini:

Hari Ke Kegiatan Terapi Fisik


2 1. Miring kanan/kiri
2. Duduk ditempat tidur
3. ROM aktif pada semua ekstremitas saat berbaring di tempat tidur
dengan pernafasan yang baik
4. Laukan ROM aktif smeinimal mungkindalam satu jam
3 1. Ulangi semua latihan seperti pada hari ke 2
2. Latihan berdiri dan kekuatan otot lengan dan kaki di sisi tempat
tidur.
3. Duduk di kursi minimal 2 kali sehari.
4. Jalan-jalan pendek dengan bantuan dalam ruangan dan koridor
(gunakan walker jika perlu). Jarak 15-20 meter
4 1. Ulangi semua latihan pada tahap sebelumnya
2. Tingkatkan jarak berjalan, duduk di kursi (jarak berjalan
disesuaikan dengan kemampuan pasien). Jarak berjalan
ditingkatkan 20-50 meter

a. ROM (Rang Of Motion) Pada Pasien Pasca IMA


1) Bahu

 Fleksi 180⁰ menaikkan lengan ke atas sejajar dengan kepala

19
 Ekstensi 180⁰ mengembalikan lengan ke posisi semula
 Hiperekstensi 45-60⁰ menggerakkan lengan ke belakang
 Abduksi 180⁰ lengan dalam keadaan lurus sejajar bahu lalu
gerakkan kearah kepala

 Adduksi 360⁰ lengan kembali ke posisi tubuh


 Rotasi internal 90⁰ tangan lurus sejajar bahu lalu gerakkan dari
bagian siku kearah kepala secara berulang

 Rotasi eksternal 90⁰ dan kearah bawah secara berulang

2) Siku
 Fleksi 150⁰ menggerakkan daerah siku  mendekati lengan atas
 Ekstensi 150⁰ dan luruskan kembali

3) Lengan Bawah

20
 Supinasi 70-90⁰ menggerakkan tangan dengan telapak tangan diatas

 Pronasi 70-90⁰ menggerakkan tangan dengan telapak tangan


dibawah

4) Pergelangan Tangan
 Fleksi 80-90⁰ menggerakkan pergelangan tangan kearah bawah
 Ekstensi 80-90⁰ menggerakkan tangan kembali lurus
 Hiperekstensi 89-90⁰ menggerakkan tangan kearah atas

5) Jari-jari tangan
 Fleksi 90⁰ tangan menggenggam
 Ekstensi 90⁰ membuka genggaman
 Hiperekstensi  30-60⁰ menggerakkan jari-jari kearah atas
 Abduksi 30⁰ meregangkan jari-jari tangan

21
6) Kaki
 Fleksi 90-120⁰ menggerakkan tungkai keatas
 Ekstensi 90-120⁰ meluruskan tungkai
 Abduksi 30-50⁰ menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh
 Adduksi 30-50⁰ merapatkan tungkai kembali mendekat ke tubuh
 Rotasi internal 90⁰ memutar tungkai kearah dalam
 Rotasi eksternal 90⁰ memutar tungkai kearah luar

6. Evaluasi Tindakan Mobilisasi Dini


a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Menganjurkan pasien untuk melakukan kembali setiap latihan yang dengan
pengawasan keluarga
c. Minta anggota keluarga untuk membantu pasien melakukan mobilisasi dini

2.3 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas

22
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
nama orang tua atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan
pekerjaan, suku bangsa dan agama.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama biasanya nyeri dada, mengeluh lelah lemah, bahkan sampai
pingsan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan utama
dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelelahan,
kelemahan, serta menanyakan nyeri dada pada klien secara PQRST yang
meliputi :
1) P (Provocative and Palliative)
Nyeri muncul spontan (bukan setelah bekerja berat atau gangguan emosi)
dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin (Brunner &
Suddarth, 2013).
2) Q (Quality)
Secara khas nyeri yang dirasakan di daerah perikardial sering dirasakan
sebagai suatu desakan, diperas, ditekan, dicekik, dan nyeri seperti terbakar,
rasa tajam dan menekan atau sangat nyeri, nyeri terus menerus dan dangkal
(Wijaya&Yessie,2013).
3) R (Region)
Secara khas nyeri yang dirasakan di daerah perikardial, nyeri dapat melebar
ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang atau bahu
kiri (Wijaya & Yessie, 2013).
4) S (Scale/Severity)
Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri yang tidak
tertahankan. Skala nyeri dapat diukur menggunakan angka. Ketika
menggunakan skala angka, skala 0-3 mengindikasikan nyeri ringan, 4-6
nyeri sedang, dan 7- 10 nyeri hebat, dianggap sebagai keadaan darurat pada
nyeri (Miaskwoski dalam Potter Perry, 2014).

23
5) T (Time)
Nyeri menetap selama beberapa jam sampai beberapa hari dan tidak akan
hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin (Udjianti, 2011).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama penyakit yang
mendukung munculnya penyakit saat ini (factor predisposisi dan factor
presipitasi) seperti hipertensi, angina, disritmia, kerusakan katup, bedah jantung,
diabetes mellitus, dan trombosis (Udjianti, 2011).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga yang dapat digali meliputi informasi tentang status kesehatan
anggota keluarga meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga
terutama yang berhubungan dengan gangguan sistem kardiovaskuler atau pada
sistem lain yang bersifat herediter dan berpengaruh terhadap fungsi system
kardiovaskuler seperti hipertensi, stroke, diabetes mellitus, penyakit jantung dan
penyakit vaskular (Udjianti, 2011).
f. Riwayat Psikososial
Kebiasaan sosial ditanyakan dengan menanyakan kebiasaan dalam pola hidup,
misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok juga dikaji
dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok sudah berapa lama, berapa
batang per hari, dan jenis rokok. Pasien IMA dengan nyeri akan mengalami
kecemasan berat sampai ketakutan akan kematian. Berdasarkan konsep
psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stresor yang dapat menurunkan
sistem imunitas tubuh.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum: Pada pemeriksaan keadaan umum pasien IMA biasanya
didapatkan kesadaran baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai
tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
 B1 (Breathing): Terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal, dan
keluhan napas seperti tercekik. Biasanya juga terdapat dyspnea kardia.
Sesak napas ini terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh

24
kenaikan tekanan akhir diastolik dari ventrikel kiri yang meningkatkan
tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan
peningkatan curah darah ventrikel kiri pada waktu melakukan kegiatan
fisik.
 B2 (Bleeding): Pemeriksaan B2 yang dilakukan dapat melalui teknik
inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Inspeksi adanya parut; palpasi denyut
perifer melemah; auskultasi tekanan darah, bunyi jantung tambahan;
perkusi adanya pergeseran batas jantung.
 B3 (Brain): Kesadaran biasanya CM, tidak didapatkan sianosis perifer.
Pengkajian objektif pasien berupa adanya wajah meringis, perubahan
postur tubuh, menangis, merintih, meregang dan menggeliat.
 B4 (Bladder): Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan
asupan cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memantau adanya oliguria
pada pasien IMA karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.
 B5 (Bowel): Kaji pola makan pasien apakah sebelumnya terdapat
peningkatan konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri akan
memberikan respon mual dan muntah. Palpasi abdomen didapatkan nyeri
tekan pada keempat kuadran. Penurunan peristaltik usus merupakan
tanda kardial pada IMA.
 B6 (Bone): Hasil yang biasanya terdapat pada pemeriksaan B6 adalah
sebagai berikut:
• Aktivitas, gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, gerak
tatis, dan jadwal olahraga tidak teratur.
• Tanda: takikardi, dispnea pada saat istirahat/ aktivitas, dan kesulitan
melakukan tugas perawatan diri.
2) Tanda-Tanda Vital
 Tekanan Darah: Biasanya ditemukan terjadinya kenaikan tekanan darah
akibat nyeri (Wijayaningsih, 2013).
 Nadi: Biasanya terjadi takikardia akibat peningkatan kerja jantung
saat nyeri (Wijayaningsih, 2013).

25
 Pernafasan: Dapat terjadi takipnea atau dyspnea karena respon tubuh
terhadap nyeri yang dirasakan (Nair & Peate, 2015).
 Suhu: Biasanya normal, namun bisa terjadi hipertermi pada klien
(Udjianti, 2011).
3) Head To Toe
 Wajah
Biasanya tampak pucat, diaforesis (keringat dingin), mukosa bibir
kering, bibir pucat (Udjianti, 2011).
 Thorax
• Jantung
Biasanya iktus cordis tidak terlihat, hasil pemeriksaan palpasi
biasanya ditemukan iktus cordis teraba dan tidak kuat angkat, hasil
pemeriksaan perkusi biasanya tidak terjadi pelebaran batas-batas
jantung pada klien dengan Infark Miokard Akut kecuali klien dengan
komplikasi lain seperti Congestive Hearth Failure (CHF), dan hasil
auskultasi biasanya tidak ada bunyi jantung tambahan (Udjianti,
2011).
• Paru
Biasanya tidak terjadi kelainan pada sistem pernafasan. Biasa
ditemukan pergerakan dinding dada simetris, fremitus vocal sama
kiri dan kanan, hasil perkusi sonor dan bunyi nafas bronkovesikuler
pada klien dengan Infark Miokard Akut kecuali pada klien dengan
penyakit pada system pernafasan seperti TBC, PPROM dll (Udjianti,
2011).
• Ekstremitas
Biasanya akral teraba dingin, berkeringat banyak, CRT biasanya
besar dari 2 detik pada klien dengan Infark Miokard Akut. Biasanya
tidak ditemukan udem, maupun kelemahan (Udjianti, 2011).
h. Pemeriksaan Diagnostik
1) EKG

26
Terlihat perubahan-perubahan pada hasil EKG, yaitu gelombang Q yang
nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik.
 Perubahan-perubahan ini tampak pada hantaran yang terletak diatas
daerah miokardium yang mengalami nekrosis.
 Selang beberapa waktu segmen ST dan gelombang T akan kembali
normal, hanya gelomang Q yang tetap bertahan sebagai bukti
elektrokardiograp adanya infark lama, tetapi hanya 50% atau 75%
pasien infark miokard akut yang menujukkan pemulihan
elektrokardiograp klasik ini.
 Pada 30% pasien yang didiagnosis infark miokard akut tidak
terbentuk gelombang Q (Wijaya & Yessie, 2013).

Gambaran Spesifik pada Rekaman EKG Sesuai Lokasi Infark

Daerah Infark Perubahan EKG

Elevasi segmen ST pada lead V3-V4,


Anterior perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead
II. III. aVF.

Elevasi segmen ST pada lead II, III, aVF,


Inferior perubahan resiprokal (depresi ST) V1-V6, I,
aVL.

Lateral Elevasi segmen ST pada lead I, aVL, V1-V6

Perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead


Posterior II, III. aVF, terutama gelombang R pada V1-
V2.

27
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior,

2) Tes Laboratorium
 Enzim Jantung
Selama serangan , sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga
protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah. Kreatinin
Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB terdeteksi
setalah 6-8 jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali
normal setelah 24 jam berikutnya.
LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark
miokard yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6
hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu. Iso enzim LDH
lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan
klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama
Troponin T. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK
MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa
ditemukan pada otot skletal.
Troponin T dan I merupakan protein yang merupakan tanda paling
spesifik cedera otot jantung, terutama Troponin T (TnT). Tn T sudah
terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih tetap tinggi
dalam serum selama 1-3 minggu . pengukuran serial enzim jantung
diukur setiap hari selama tiga hari pertama, peningkatan yang
bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.
 Elektrolit
Ketidakseimbangan elektrolit dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, misal hipokalemi atau hiperkalemi.
 Leukosit

28
Biasanya tampak pada hari ke dua setelah IMA yaitu 10.000- 20.000
yang berhubungan dengan proses inflamasi.
 Kolesterol dan Trigliserida
Kolesterol dan trigliserida serum meningkat, menunjukkan
aterosklerosis sebagai penyebab IMA. Kecepatan sedimentasi
meningkat pada hari ke 2-3 setelah serangan, menunjukkan
inflamasi.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017 Diagnosa Keperawatan Intoleransi
Aktivitas:
a. Definisi
Ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
b. Penyebab
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
c. Gejala dan Tanda Mayor
– Subjektif
1) Mengeluh lelah
– Objektif
1) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
d. Gejala dan Tanda Minor
– Subjektif
1) Dyspnea sesaat/ setelah aktivitas
2) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3) Merasa lemah
– Objektif

29
1) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
3) Gambaran EKG menunnukkan iskemia
4) Sianosis
e. Kondisi Klinis Terkait
1) Anemia
2) Gagal jantung kongestif
3) Penyakit jantung coroner
4) Penyakit katup jantung
5) Aritmia
6) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
7) Gangguan metabolic
8) Gangguan musculoskeletal

3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan fase dari proses keperawatan yang penuh
pertimbangan dan sistematis serta mencakup pembuatan keputusan untuk
menyelesaikan masalah (Kozier et al., 2010).

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi Aktivitas b.d Definisi: Definisi:


Ketidakseimbangan antara Respon fisiologis Memfasilitasi pasien untuk
suplai dan kebutuhan terhadap aktivitas yang meningkatkan aktivitas
oksigen d.d Mengeluh membutuhkan tenaga. pergeakan fisik.
lelah Ekspektasi: Meningkat Tindakan
Kriteria Hasil Observasi
• Frekuensi nadi • Identifikasi adanya

30
meningkat nyeri atau keluhan
• Keluhan lelah fisik lainnya
menurun • Identifikasi toleransi
• Dispnea saat aktivitas fisik melakukan
menurun pergerakan
• Dispnea setelah • Monitor frekuensi
aktivitas menurun jantung dan tekanan
• Kemudahan dalam darah sebelum
melakukan aktivitas memulai mobilisasi
sehari-hari meningkat • Monitor kondisi
• Kecepatan berjalan umum selama
meningkat melakukan
mobilisasi
Terapeutik
• Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu (mis.
Pagar tempat tidur)
• Fasilitasi
melakukan
peregrakan, jika
perlu
• Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
• Jelaskan tujuan dan

31
prosedur mobilisasi
• Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
• Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Duduk di
tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi.

4. Implementasi Keperawtan
Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi keperawatan. implementasi terdiri atas melakukan
dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus
yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi (atau program keperawatan).
Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi
yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap
implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap
tindakan tersebut (Kozier, 2010).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Potter & Pery, 2012).

32
33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian sel-sel miokardium
yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Ada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan IMA, bisa faktor internal maupun faktor
eksternal. Saat terjadi serangan mendadak, pasien IMA harus segera
mendapatkan penanganan. Pasien harus segera dilakukan tirah baring atau
imobilisasi untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen.
Apabila tirah baring atau imobilisasi yang dilakukan terlalu lama dapat
menimbulkan berbagai masalah yaitu meningkatkan morbiditas, mortalitas,
memperlama waktu perawatan, dan menambah biaya perawatan. Mobilisasi
dini sebagai upaya rehabilitasi jantung dilakukan sebagai tindakan perawat
dalam melaksanakan peran rehabillitatif. Hal ini bertujuan untuk
menghasilkan suatu perubahan fisiologis dan psikologis yang bermanfaat
dengan meningkatkan kapasitas fungsional agar dapat mengembalikan
pasien pada kehidupan atau pekerjaan semula (Arovah, 2010). Harapannya
setelah dilakukan mobilisasi dini, dapat mengetahui respon respirasi,
frekuensi jantung, dan tekanan darah pasien.

3.2 Saran
Saran penulis yaitu diharapkan tindakan tersebut dapat diaplikasikan
di rumah sakit sebagai tindakan keperawatan yang efektif untuk pasien pasca
serangan infark miokard akut. Bagi keluarga pasien diharapkan ikut serta
dalam upaya peningkatan membantu rehabilitasi jantung di rumah. Penulis
juga berharap hasil karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai referensi serta
acuan untuk dapat dikembangkan dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien pasca infark miokard akut dengan masalah intoleransi aktivitas.

34
DAFTAR PUSTAKA

Fitriana, Dina Syarah. (2018). Penerapan Mobilisasi Dini Pada Pasien Pasca Infark
Miokard Akut Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Di RSUD Wates
Yogyakarta. Yogyakarta. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2078/1/KARYA
%20TULIS%20ILMIAH%20fix%20komplit%20neww.pdf

Kurniawati, Tisa. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Infark Miokard Akut Dengan
Masalah Nyeri Akut. Jombang. http://repo.stikesicme-
jbg.ac.id/1267/14/151210030_Tisa%20Kurniawati_KTI.pdf

Ulfani, Nabila. (2018). Penerapan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Pada Pasien Dengan
Infark Miokard Akut Di Bangsal Jantung RSUP DR. M. Djamil Padang. Padang.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. (2019). Panduan Rehabilitasi


Kardiovaskukar.
http://www.inaheart.org/upload/image/buku_panduan_rehabilitasi_kardiovaskular.p
df

Pusat Jantung Nasional RS Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita. (2020).
Rehabilitasi Medis. Jakarta Barat. https://www.pjnhk.go.id/pelayanan/rehabilitasi-
medis

Rumah Sakit Jantung Jakarta. (2020). Rehabilitasi Jantung. Jakarta.


https://www.jakartaheartcenter.com/layanan/rehabilitasi-jantung

Mukaromah, lailatul. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Tn. Angin Acute Infark Miokard.
Tuban.
https://www.academia.edu/12237742/Asuhan_Keperawatan_Infark_Miokard_Akut

35
P2PTM Kemenkes RI. (2019). Hari Jantung Sedunia (HJS) 2019: Jantung Sehat, SDM
Unggul. Jakarta. http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/pusat-/hari-jantung-
sedunia-hjs-tahun-2019-jantung-sehat-sdm-unggul

36

Anda mungkin juga menyukai