Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Covid-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Corona jenis baru

dari Severe Acute Respiratory Syndrome (Sars-Cov-2) yang ditemukan di Wuhan ibu

kota Provinsi Hubei China pada tahun pada akhir tahun 2019 (Armiani et al., 2020).

Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China setiap

hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020. Tanggal 30

Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-19 di China, dan 86

kasus lain dilaporkan dari berbagai negara (Susilo et al., 2020). Pada 12 Maret 2020,

WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemi. (Yunus & Rezki, 2020).(N. W.

Putri & Rahmah, 2020).

Covid-19 merupakan penyakit pernapasan akut yang disebabkan oleh virus

corona jenis baru. Penyakit ini pertama kali merebak di Wuhan, Cina lalu menyebar

hampir ke seluruh dunia dan menyebabkan pandemi global. Gejala utama. penyakit

Covid-19 antara lain batuk, demam, dan sesak napas. Penyakit ini menyerang semua

golongan, dewasa, lansia, maupun anak-anak.(Keperawatan et al., 2020)

Penyebaran penyakit ini dapat dikatakan sangat cepat. Tercatat ada 189 negara

yang mengalami kasus covid dengan jumlah 1,43 juta kasus kematian dan 39,1 juta

orang dinyatakan sembuh. Di Indonesia kasus covid-19 terus meningkat dari waktu ke

waktu. Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per 27 November 2020

1
total kasus terkonfirmasi sebanyak 516.753 kasus dengan angka kematian mencapai

16.352 dan total pasien sembuh sebanyak 433.649. (Hastari et al., n.d.)

COVID-19 memberikan dampak terhadap kecemasan pada masyarakat,

ditambah lagi dengan adanya isolasi, pembatasan sosial, serta perubahan terhadap

lingkungan psikososial. Pandemi ini dapat memberikan tekanna emosional terhadap

masyarakat karena adanya perubahan yang besar dalam waktu yang cukup singkat.

Kurangnya kontak sosial, berkurangnya kesempatan untuk melakukan penanganan stres,

serta risiko tinggi unuk terpapar COVID-19 menyebabkan tekanan psikologis dan fisik

yang cukup besar, salah satunya adalah kecemasan.

Menurut Kementerian Kesehatan (2018), gangguan kecemasan merupakan

kondisi psikologis dimana ketika seseorang mengalami rasa cemas yang berlebihan.

Keadaan tersebut berlangsung secara konstan dan juga sulit untuk dikendalikan.

Faktor yang dapat memicu terjadinya gangguan kecemasan di antaranya adalah

trauma, stres berkepanjangan, genetik, atau ketidakseimbangan hormon (Kementerian

Kesehatan RI, 2018). Gangguan mental yang sering terjadi ditengah masyarakat

ditandai dengan gejala-gejala seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan.

(Bianca, 2021)

Tidur adalah suatu keadaan yang berulang serta teratur, bersifat revesibel yang

ditandai dengan keadaan rileks dan tingginya peningkatan respon terhadap stimulus

eksternal dibandingkan dengan keadaan terjaga. Tidur merupakan salah satu kebutuhan

dasar manusia dimana kepentingannya sama dengan kebutuhan dasar lainnya.

Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu

menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun (Khasanah, 2012). Kualitas tidur

2
mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, letensi tidur serta aspek

subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampaun setiap orang untuk

mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM

yang pantas untuk dicapai. (Arnata et al., 2018)

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan tidur

adalah dengan menggunakan terapi non farmakologis. Salah satu terapi non

farmakologis yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan terapi SEFT (Spiritual

Emotional Freedom Technique). Terapi ini dapat dilakukan untuk mengatasi masalah

gangguan tidur. Terapi ini menggunakan metode tapping (ketukan) di beberapa titik

tertentu pada tubuh. Banyak manfaat yang dihasilkan dengan terapi SEFT yang telah

terbukti membantu mengatasi berbagai masalah fisik maupun emosi.

Tapping dilakukan pada 18 titik kunci di sepanjang 12 energi tubuh, dan efek

penyembuhan dapat langsung dirasakan secara instant (one minut wonder). SEFT

dipilih sebagai terapi untuk memperbaiki kualitas tidur karena sudah terbukti di dalam

penelitian, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Rajin (2012) bahwa terapi yang

dilakukan selama 5 menit dalam sehari selama 7 hari. Kualitas tidur ini dapat terpenuhi

di hari ketiga.(Anggraini, n.d.)

SEFT merupakan kombinasi antara Spiritual Power dengan Energy Psychology

yang memanfaatkan sistem energi tubuh untuk memperbaiki kondisi pikiran, emosi dan

perilaku manusia. Cara Terapi spiritual emotional freedom technique (SEFT) termasuk

tehnik relaksasi, merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dari terapi

komplementer dan alternatif keperawatan SEFT merupakan teknik penggabungan dari

sistem energy tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan

3
tapping pada titik-titik tertentu pada tubuh. Terapi SEFT bekerja dengan prinsip yang

kurang lebih sama dengan akupuntur dan akupresur.(Bondowoso, 2015)

Mills (2012) menjelaskan proses teknik relaksasi membuat seseorang menjadi

rileks. Prosesnya yaitu dimulai dengan membuat otot-otot polos pembuluh darah arteri

dan vena menjadi rileks bersama dengan otot-otot lain dalam tubuh. Efek dari relaksasi

otot-otot ini menyebabkan kadar neropinefrin dalam darah menurun. Otot-otot yang

rileks ini akan menyebarkan stimullus ke hipotalamus sehingga jiwa dan organ dalam

manusia merasakan ketenangan dan kenyamanan (rileks).(Arnata et al., 2018)

Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia

melalui percikan batuk/bersin (droplet), namun tidak melalui udara. Orang yang paling

berisiko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19

termasuk yang merawat pasien COVID-19. Rekomendasi standard untuk mencegah

penyebaran infeksi adalah melalui cuci tangan secara teratur menggunakan sabun dan

air bersih, menerapkan etika batuk dan bersin, menghindari kontak secara langsung

dengan ternak dan hewan liar serta menghindari kontak dekat dengan siapapun yang

menunjukkan gejala penyakit pernapasan seperti batuk dan bersin serta menerapkan

protokol Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) saat berada di fasilitas kesehatan

terutama unit gawat darurat.(Silvia et al., 2020)

COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020

sejumlah dua kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi

berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di

Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Data

terbaru pada tanggal 23 April 2020 kasus terkonfirmasi positif sebanyak 7.775 kasus

4
dengan 647 kematian (Satuan Tugas Pengamanan COVID-19 Indonesia, 2020).(N. W.

Putri & Rahmah, 2020)

Indonesia menduduki peringkat ke-13 dengan kasus aktif terbanyak di dunia.

Kasus aktif merupakan orang yang terdiagnosis Covid-19, baik yang sedang

mendapatkan upaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit maupun yang sedang

menjalani isolasi mandiri. Hingga tanggal 3 Februari 2021, kasus aktif di Indonesia

mencapai 175.236 kasus (covid19.go.id, 3 Februari 2021; worldometers.info, 3 Februari

2021)..(Suni, 2021)

Pada kasus COVID-19 di Provinsi Sumatera Barat menunjukkan jumlah yang

cukup signifikan dalam satu bulan terakhir. Hal ini dikarenakan Sumbar telah menjadi

pusat aktivitas dan mobilitas masyarakat yang sangat tinggi. Selain itu penyebaran kasus

telah menggambarkan adanya sub-cluster dan transmisi lokal. Jumlah kasus COVID-19

di Sumatera Barat per tanggal 23 April 2020 adalah sebanyak 86 kasus dengan 9

kematian. (Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, 2020).(N. W. Putri & Rahmah, 2020).

Sedangkan untuk kota Bukittinggi ada 6 kasus pada tanggal 3 Mei 2020 dan

belum ada pertambahan kasus sampai tanggal 6 Mei 2020. Pemerintah Sumatera Barat

sudah menerapkan peraturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di tingkat

provinsi sebagai bentuk pencegahan dan pemutusan rantai Covid-19 seluruh kabupaten/

kota di provinsi Sumatera Barat yang tertuang dalam pemerintah Keputusan Gubernur

Sumatera Barat mengenai pemberlakuan PSBB di Wilayah Sumatera Barat dalam

rangka percepatan penanganan Covid-9 sejak tanggal 22 April 2020 sampai tanggal 5

Mei 2020.(A. P. Putri et al., 2020)

5
Pada masa pandemi ini banyak sekali masyarakat yang terkena dengan virus

Covid-19, dimana seseorang yang terkena covid tersebut harus melalukan isolasi

mandiri dirumah maupun dirumah sakit. Yang dimaksud dengan Isolasi mandiri adalah

upaya mencegah penyebaran COVID-19 dengan berdiam diri di rumah sambil

memantau kondisi diri seraya tetap menjaga jarak aman dari orang sekitar atau keluarga.

Berdasarkan hasil data pasien Covid-19 di Bukittinggi pada bulan Juli 2021 adalah

sebanyak 192 orang yang terkena Covid-19, pada bulan Agustus sebanyak 141 orang,

dan dibulan September sebanyak 22 orang. (data statistik peyakit coronavirus).

Berdasarkan data dan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dalam bentuk eksperimen tentang “Pengaruh Terapi Spiritual

Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien Covid-19

di Wilayah Kerja Puskesmas Nilam Sari tahun 2021”.

B.Rumusan Masalah

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah

ini tentang “Bagaimanakah Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique

(SEFT) Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas

Nilam Sari Kota Bukittinggi Tahun 2021.

C. Tujuan

6
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian Terapi Spiritual Emotional Freedom

Technique (SEFT) Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien Covid-19 di Wilayah Kerja

Puskesmas Nilam Sari Kota Bukittinggi Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi SEFT terhadap pasien

covid-19.

b. Untuk mengetahui respon pasien sebelum diberikan terapi SEFT.

c. Untuk mengetahui respon pasien tampa diberikan terapi SEFT.

d. Untuk mengetahui hasil setelah diberikan Terapi SEFT selama 3 hari.

e. Untuk mengetahui perbedaan antara sebelum dan sesudah tampa diberikan

terapi SEFT pada kelompok kontrol.

f. Untuk mengetahui perbedaan antara sebelum dan sesudah diberikan terapi

SEFT pada kelompok intervensi.

D. Manfaat

1. Bagi responden

Sebagai sumber informasi yang dapat meningkatkan kualitas tidur pada

pasien covid-19.

2. Bagi Peneliti

7
Dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan. Serta

menambah pengalaman peneliti dalam hal melaksanakan penelitian sebagai

penerapan ilmu yang sudah didapat sehingga bisa menerapkan ilmu yang telah

didapat di lapangan kerja.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dan

perbandingan bagi peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut

tentang Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien Covid-19 Di Wilayh Kerja Puskesmas

Nilam Sari Bukittinggi 2021.

4. Bagi Pihak Puskesmas

Bagi pihak puskesmas hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan

masukan terkait pemberian terapi SEFT Terhadap Pasien Covid-19

5. Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan ilmu keperawatan untuk meningkatkan pendidikan

keperawatan dan manfaat untuk pedoman penelitian selanjutnya bagi

mahasiswa Universitas Fort De Kock Bukittinggi pada umumnya dan

mahasiswa perawat lainnya.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Progam Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Fort De Kock Bukittinggi, untuk mengetahui Pengaruh Terapi Spiritual

Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien Covid-19.

Design penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan menggunakan

8
pendekatan One Group Pretest-post tets design. Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja

Puskesmas Nilam Sari Kota Bukittinggi, dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Desember, Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel independen, dari penelitian

ini adalah Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT), sedangkan variabel

dependen adalah Kualitas tidur pada pasien Covid-19. Populasi dalam penelitian ini

yang saya dapatkan dalam 3 bulan terakhir ada sebanyak 355 pasien. Sampel diambil

dengan menggunakan teknik purposive sampling, jumlah sampel 10 sampel.

BAB II

9
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Landasan Covid-19

1. Konsep Covid-19

Coronavirus Disease atau yang dikenal dengan COVID-19 merupakan

jenis penyakit infeksius yang dapat menular dari satu inang ke inang lainnya dan

baru dideteksi pada akhir tahun 2019 (World Health Organization (WHO),

2020). Organisasi WHO secara resmi mengumumkan bahwa COVID-19

disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-

CoV-2) yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China (Hafeez et al., 2020).

Puncaknya, pada tanggal 11 Maret 2020 WHO menetapkan COVID-19 sebagai

pandemi (World Health Organization (WHO), 2020). (Heriyana, 2021)

Penyakit virus corona 2019 (corona virus disease/COVID-19) sebuah

nama baru yang diberikan oleh Wolrd Health Organization (WHO) bagi pasien

dengan infeksi virus novel corona 2019 yang pertama kali dilaporkan dari kota

Wuhan, Cina pada akhir 2019. Penyebaran terjadi secara cepat dan membuat

ancaman pandemi baru. Pada tanggal 10 Januari 2020, etiologi penyakit ini

diketahui pasti yaitu termasuk dalam virus ribonucleid acid (RNA) yaitu virus

corona jenis baru, betacorona virus dan satu kelompok dengan virus corona

penyebab severe acute respiratory syndrome (SARS) dan middle east respiratory

syndrome (MERS CoV). Diagnosis ditegakkan dengan risiko perjalanan dari

Wuhan atau negara terjangkit dalam kurun waktu 14 hari disertai gejala infeksi

10
saluran napas atas atau bawah, disertai bukti laboratorium pemeriksaan real time

polymerase chain reaction (RT-PCR) COVID-19.

Coronavirus disease tahun 2019 atau Covid19 adalah jenis baru dari

Coronavirus, selain memberikan dampak fisik dapat juga memiliki efek serius

pada kesehatan mental seseorang (Huang and Zhao, 2020; Salari, Hosseinian-

Far, Jalali, Vaisi-Raygani, Rasoulpoor, Mohammadi, Rasoulpoor and Khaledi-

Paveh, 2020). Berbagai gangguan psikologis telah dilaporkan dan dipublikasi

selama wabah Covid-19 di Cina, baik pada tingkat individu, komunitas,

nasional, dan internasional. Pada tingkat individu, orang lebih cenderung

mengalami takut tertular dan mengalami gejala berat atau sekarat, merasa tidak

berdaya, dan menjadi stereotip terhadap orang lain. Pandemi bahkan

menyebabkan krisis psikologis (Xiang, Li, Zhang, Qinge Cheung, and Chee H,

2020). (Handayani et al., 2020)

Indonesia merupakan salah satu negara yang terjangkit pandemi Corona

Virus Disease- 19 (COVID-19) dengan angka kejadian terkonfirmasi COVID-19

(kasus baru) yang bertambah secara fluktuatif (Purnamasari & Raharyani, 2020).

COVID-19 pertama sekali diumumkan oleh World Health Organization (WHO)

pada akhir tahun 2019 sebagai penyakit menular yang disebabkan Virus Corona

(Virus SARS-COV 2). (Siregar et al., 2020)

a. Patofisiologi Covid-19

1. Coronavirus berasal dari banyak spesien hewan liar paling banyak pada

spesies kelelawar, sama dengan MERS dan SARS

11
2. Penyebaran Covid-19 terjadi dari orang ke orang (person-to-person).

Paling banyak ditularkan saat orang yang terinfeksi Covid-19 batuk,

bersin, yang mengenfeksi orang sehat

3. Kasus Coronavirus jenis baru ini berawal dari Provinsi Wuhan Cina.

Dimana warga Wuhan sering mengonsumsi hewa liar yang tersedia

bebas dipasar-pasar di Wuhan.

b. Karakteristik Covid-19

1. Karakteristik Patogenik

Pengetahuan tentang karakteristik fisik dan kimia dari virus

corona didapat dari studi sebelumnya tentang SARSr-CoP and MERSr-

CoP. Virus corona sensitif terhadap sinar sinar ultraviolet dan panas, dan

secara efektif dapat dinonaktifkan dengan pemanasan pada suhu 56˚C

selama 30 menit dan pelarut lemak (lipid solvents) seperti eter, etanol

75%, disinfektan yang mengandung klorin, asam peroksiasetat dan

khloroform (kecuali khlorheksidin)

2. Karaktersitik Epidemologis

a. Sumber infeksi

Saat ini, sumber utama infeksi adalah para paien Covid-19. Pembawa

(carrier) nCoP-2019 yang asimptomatik juga berpotensi menjadi

sumber infeksi.

b. Rute penularan

12
Coronavirus disiase umumnya ditularkan melalui kontak langsung

dan percikan (droplet). Penularan lewat udara mungkin terjadi pada

orang yang lama terpapar konsentrasi udara tinggi pada ruang

tertutup.

c. Individu yang rentan

Manusia dalam segala kategori umur pada umumnya rentan

3. Karakteristik Klinis

Berdasarkan investigasi epidemologis saat ini, masa inkubasi

Covid-19 berlangsung antara 1 hingga 14 hari, dan umumnya dalam

waktu 3 hingga 7 hari. Demam, kelelahan, dan batuk kering dianggap

sebagai manifestasi klinis utama, sedangkan gejala seperti hidung

tersumbat, hidung berair, pharyngalgia, myalgia, dan diare relatif lebih

jarang.

Dalam kasus yang parah,umumnya terjadi sesak nafas dan atau

hipoksemia setelah onset satu minggu. Pada kasus terburuk, bisa secara

cepat berkembang menjadi acute respiratory distress syndrome, syok

septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi, kelainan koagulasi dan

perdarahan, multiple organ failure, dan sebagainya. Penting dicatat

bahwa pasien dengan sakit parah atau kritis hanya menunjukkan demam

sedang atau bahkan tanpa demam sama sekali.

Pada kasus ringan hanya menunjukkan demam ringan, kelelahan

ringan, dan seterusnya tanpa manifestasi pneumonia. Berdasarkan kasus-

kasus yang ditangani baru-baru ini kebanyakan pasien memiliki

13
prognosis yang baik. Sedangkan untuk kaum lanjut usia dan orang

dengan penyakit kronis, umumnya memiliki prognosis buruk sementara

kasus pada anak-anak umumnya memiliki gejala yang relatif ringan.

(Anung Ahadi Pradana, Casman, 2020)

c. Kriteria Covid -19

1. Kasus-kasus suspek atau terduga (Suspected Cases)

Kasus-kasus suspek harus didiagnosis dengan mempertimbangkan

kedua faktor ini, melalui riwayat epidemiologis dan manifestasi klinis :

a. Epidemiologi

1) Memiliki riwayat bepergian atau tinggal di Wuhan dan daerah

sekitarnya atau di komunitas lain yang melaporkan kasus dalam

14 hari sebelum onset.

2) Memiliki riwayat kontak dengan pasien (hasil test asam nukleat

nCoV-2019 positif) dalam 14 hari sebelum omset

3) Memiliki riwayat kontak dengan pasien yang demam atau

memiliki gejala gangguan sistem pernafasan dari Wuhan dan

daerah sekitarnya, atau komunitas-komunitas yang melaporkan

kasus dalam 14 hari sebelum omset

4) Kasus-kasus klaster tertentu (clustering occurrence of cases)

b. Manifestasi Klinis

1) Demam dan/atau gejala gangguan sistem pernafasan

14
2) Menunjukkan gambaran rontgen pneumonia seperti yang sudah

dijelaskan di atas

3) Di fase awal, dapat ditemukan hitung sel darah putih total yang

normal maupun menurun dan hitung limfosit yang menurun.

Pasien yang memenuhi satu kriteria riwayat paparan secara

epidemiologi maupun dua kriteria manifestasi klinis dapat

didiagnosis sebagai suspected cases. Pasien tanpa riwayat

epidemiologi yang jelas baru dapat didiagnosis sebagai suspected

cases bila memenuhi seluruh tiga kriteria manifestasi klinis.

2. Kasus yang terkonfirmasi (Confirmed Cases)

Kasus-kasus terduga dapat berubah statusnya menjadi kasus yang

terkonfirmasi berdasarkan salahsatu bukti etiologi berikut ini :

a. Hasil positif tes asam nukleat nCoV-2019 dengan real-time

fluorescence RT-PCR;

b. Urutan gen virus sangat mirip (highly homologous) dengan nCoV-

2019 yang telah diketahui. (Dewi, 2020)

c.

d. Klasifikasi Coronavirus19

Sebagian besar Virus Corona menginfeksi hewan. Saat ini, tiga jenis

Corona telah di isolasi oleh manusia : Human Coronavirus 229E, OC43 dan

SARS Coronavirus (SARSCoV).

Ada 6 jenis Virus Corona yang sebelumnya diketahui menginfeksi

manusia 229E dan NL63 (dari alphacoronavirus), OC43 (dari

15
betacoronavirus), HKU1, Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus

(MERS-CoV), dan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus

(SARS-CoV). Baru-baru ini Virus Corona baru diisolasi dari saluran

pernafasan bawah pasien di Wuhan, yang menderita pneumonia dengan

penyebab yang tidak diketahui (Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

menyebutnya 2019-nCoV sedangkan Komite Internasional tentang

Taksonomi Virus (ICTV) menamainya SARS-CoV-2. Kemudian

dikonfirmasi bahwa virus tersebut mampu menular dari manusia ke manusia.

Analisis humologi urutan genetiknya mengungkapkan bahwa virus baru

memiliki banyak kesamaan dengan SARS-CoV. Virus corona baru ini

sekarang diklasifikasikan sebagai Beta-coronavirus. (Nugroho et al., 2020)

Klasifikasi Klinis (Clinical Classifications) Covid-19

1. Kasus ringan (Mild Cases)

Gejala klinisnya ringan dan tidak ada manifestasi pneumonia pada

rontgen.

2. Kasus biasa (Ordinary Cases)

Pasien memiliki gejala seperti demam dan gangguan sistem

pernafasan, dan sebagainya. Terlihat manifestasi penumonia pada

rontgen.

3. Kasus parah (Servere Cases)

Memenuhi salah satu kriteria :

a. Respiratory distress, RR ≥ 30 kali nafas/menit

16
b. Pulse oxygen saturation (SpO2) ≤ 93% pada udara ruangan saat

istirahat (on room ait at rest state)

c. Arterial patrial pressure of oxygen (PaO2) / oxygen concentration

(FiO2) ≤ 300 mmHg (1 mmHg = 0,133kPa. Untuk daerah

ketinggian (di atas 1 kilometer), nilai PaO2/FiO2 harus

disesuaikan dengan persamaan PaO2/FiO2× [Tekanan Atmosfir

(mmHg)/760]. Pasien dengan perburukan lesi rontgen dada >50%

dalam 24 hingga 48 jam harus diperlukan sebagai kasus darurat.

(Siregar et al., 2020)

e. Kasus Kritis Covid-19

Memenuhi salah satu kriteria :

1. Mengalami gagal nafas dan membutuhkan ventilasi mekanis.

2. Mengalami syok

3. Mengalami komplikasi dengan organ failur lain yang membutuhkan

pengawasan dan perawatan di ICU. (Christyani & Padang, 2020)

f. Diagnosis Banding Covid-19

1. Manifestasi ringan yang disebabkan oleh Covid-19 harus dilakukan

dengan infeksi pernafasan yang disebabkan oleh virus lain

2. NCP harus dibedakan dengan virus pneumonia yang disebabkan oleh

virus influenza, adenovirus atau respiratory syncytial virus, dan

mycoplasma pneumonia. Terutama untuk kasus-kasus suspek,

17
deteksi rapid antigen, tes asam nukleat PCR berulang dan metode

lainnya harus dilakukan untuk menguji patogen pernafasan yang

umum.

3. Selain itu, harus dibedakan dari penyakit non-infeksius seperti

vaskulitis, dermatomiositis, dan organizing pneumonia. (Titik, 2020)

g. Terapi Covid-19

Terapi meliputi isolasi, terapi simptomatik, dan pemantauan ketat

perubahan kondisi, khususnya laju pernafasan dan tingkat saturasi oksigen

jari (finger pulse oxygen saturation). Setiap kasus terduga harus ditangani

dalam satu kamar tunggal, sementara kasus terkonfirmasi dapat ditangani di

dalam bangsal yang sama. Kasus kritis harus dirawat di ICU sesegera

mungkin.

Penggunaan anti biotik : penggunaan anti biotik secara blind dan tidak

tepat harus dihindari, khususnya dalam kombinasi dengan antibiotik

spektrum luas. Pengobatan anti virus : Edisi ini menambahkan deskripsi dari

tidak ada terapi anti virus yang saat ini terkonfirmasi efektif.

Berdasarkan penggunaan obat inhalasi aerosol ifa-interferon dan

lopinavir/ritonavir, ditambhakan “atau penambahan ribavirin”. Setelah

diskusi penuh oleh Kelompok Ahli Penanganan Medis Covid-19 Nasional,

dosis ribavirin telah disesuaikan menjadi 500 mg setiap kali pemberian

untuk dewasa, dengan 2 hingga 3 kali infus intravena per hari, karena

mempertimbangkan keamanan pasien terkait dosis yang tinggi.

18
Perlu diperhatikan juga efek samping lopinavir / ritonavir, seperti diare,

mual, muntah, dan interaksi dengan obat lain. Kunci untuk mengurangi

tingkat fasilitas kasus adalah keberhasilan pengobatan kasus parah dan kritis,

mengobati penyakit utama, mencegah infeksi sekunder, dan memberikan

bantuan fungsi organ secara tepat. Pasien selalu merasa cemas dan takut

sehingga perlu dilakukan konseling psikologis. (Lukito, 2020)

Tentang pemantauan penyakit, “deteksi sitokis terhadap orang-orang

yang telah terinfeksi” telah ditambahkan dalam panduan ini :

1. Bantuan Pernapasan

2. Terapi Oksigen : Pasien yang parah harus disediakan inhalasi oksigen

dengan masker wajah atau nasal kanul, dan mengkaji secara berkala,

apakah gangguan pernapasan dan/atau hipoksemia membaik

3. Terapi nasal kanul aliran oksigen tinggi atau ventilasi mekanis non-

invasif : Jika gangguan pernapasan dan/atau hipoksemia tidak dapat

distabilkan melalui terapi oksigen standar, harus dipertimbangkan

terapi nasal kanul aliran tinggi atau ventilasi non-invasif. Hal yang

perlu diingat sebagaimana dipanduan ini ditekankan bahwa jika

kondisi tidak meningkat atau bahkan memburuk dalam waktu singkat

(1-2 jam), inkubasi endotrakeal dan pentilasi mekanik invasif harus

dilakukan segera.

4. Ventilasi mekanik invasif : strategi ventilasi pelindung paru (lung

protective ventilation) harus digungakan, yang berarti volume tidak

kecil (4-8 mL/kg berat ideal) dan tekanan inspirasi rendah (tekanan

19
platform <30 cmH2O) pada ventilasi mekanis untuk mengurangi

cidera p aru terkait ventilator.

5. Pada pasien dengan ARDS parah, dianjurkan untuk melakukan

ekspansi paru jika memungkinan, harus dilakukan ventilasi posisi

prone selama lebih dari 12 jam perhari. Bagi mereka dengan hasil

ventilasi posisi prone yang buruk, oksigenasi membran

ekstrakorporeal (ECMO) harus dipertimbangkan segera jika

kondisinya memungkinkan bantuan sirkulasi. Prinsipnya resusitasi

cairan yang adekuat, meningkatkan sirkulasi mikro, menggunakan

obat vasoaktif, dan melakukan pemantauan hemodinamik jika

diperlukan. Pertimbangan terapi lain : glukokortikoid dapat

digunakan dalam terapi jangka pendek (3-5 hari) sesuai dengan

tingkat keparahan gangguan pernapasan dan perkembangan rontgen

dada. Dosis metilprednisolon yang direkomendasikan tidak boleh

melebihi 1-2 mg/kg/hari. Perlu diperhatikan bahwa glukokortikoid

dosis tinggi akan menunda klirens virus corona karena efek

imunosupresif.

Injeksi Xuebijing (obat tradisional Cina) dapat digunakan untuk

terapi dengan pemberian 100 mL/hari secara intravena, dua kali

sehari. Persiapan mikroekologi dapat digunakan untuk menjaga

keseimbangan mikroekologi usus dan mencegah infeksi bakteri

sekunder. Terapi plasma konvalesen juga dapat digunakan untuk

pasien pasien kritis dengan respon inflamasi tinggi, dapat

20
dipertimbangkan teknologi pemurnian darah ekstrakorporeal bila

kondisi memungknkan. (Lukito, 2020)

h. Isolasi dan Standar Pemulangan Pasien Covid-19

Berdasarkan dengan suhu tubuh normal selama lebih dari 3 hari, dan

gangguan sistem pernapasan membaik secara signifikan, dimana dengan

gambaran absorbsi inflamasi yang jelas pada rontgen paru telah ditambahkan

dalam revisi panduan ini. Selain itu, pasien juga harus memenuhi kriteria

hasil negatif dari tes asam nukleat patogen pernapasan selama dua kali

berturut-turut (interval pengambilan sampel minimal 1 hari). Hanya jika

pasien memenuhi semua kriteria di atas, pasien dapat dilepaskan dari rumah

sakit atau dipindahkan ke departemen terkait untuk penyakit lain sesuai

dengan kondisi mereka. (Hermanadi et al., 2021)

B. Konsep Tidur

1. Pengertian

Tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh semua

orang. Setiap orang memerlukan kebutuhan tidur yang cukup agar tubuh

dapat berfungsi secara normal. Tidur yang normal melibatkan dua fase yaitu

gerakan bola mata cepat atau rapid eye movement (REM) dan tidur dengan

gerakan bola mata lambat atau non-rapid eye movemenet (NREM). Selama

NREM seseorang mengalami 4 tahapan siklus tidur. Tahap 1 dan 2

merupakan karakteristik dai tidur dangkal dan seseorang lebih mudah

21
bangun. Tahap 3 dan 4 merupakan tidur dalam dan sulit untuk dibangunkan

(Potter &Perry, 2013). (Permenkes RI No. 43 2019, 2019)

2. Fisiologi Tidur

Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi proses deaktivasi susunan

saraf pusat. Jadi seseorang yang tertidur bukannya karena susunan sarafnya

tidak aktif, melainkan sedang bergiat. Tidur merupakan aktivitas area

tertentu di otak yang menyebabkan tidur dan masukan sensorik yang

menurun pada korteks serebri. Stimulasi pada area ini akan menghasilkan

tidur, sebaliknya kerusakan akan mengakibatkan sulit tidur. Siklus tidur-

bangun dikontrol oleh reticular activating system (RAS). RAS terdiri dari

sistem retikularis batang otak, hipotalamus posterior dan basal otak depan.

Mekanisme tidur dan bangun ini sesungguhnya belum diketahui secara pasti.

Aktivitas di pons, mid brain, dan hipotalamus posterior penting untuk

keadaan bangun. Aktivitas di medula sangat penting untuk stimulasi keadaan

tidur.

Tidur dan bangun mungkin terintegrasi di basal otak depan. Secara

farmakologik, kini sudah ada bukti bahwa tidur non REM dibina oleh

mekanisme serotoninergik dan REM dipelihara oleh mekanisme adrenergik.

Sebagai contoh, pemberian serotonin dapat mengurangi latensi mula tidur

secara bermakna, sebaliknya kerusakan area serotonin di pons akan

menyebabkan insomnia. Sistem katekolamin (noradrenalin dan dopamin)

22
juga mempunyai peran penting pada keadaan bangun dan tidur REM.

(Widodo & Soetomenggolo, 2016)

3. Fungsi Tidur

Tidur merupakan kebutuhan terpenting yang harus dijalani oleh setiap

manusia karena tidur merupakan fase dimana tubuh mengalami istirahat

yang memiliki fungsi agar metabolisme di dalam tubuh tetap terjaga

(Pergola et al., 2017). Suatu usaha untuk melepaskan kelelahan jasmani dan

metal pada dasarnya seseorang harus menjalani istirahat yaitu dengan tidur

maka dengan begitu keluhan dan kepenatan akan berkurang (Morita et al.,

2017). (Andriana et al., 2021)

4. Pola tidur

Normalnya tidur sebagai keadaan tidak sadar yang relatif lebih responsif

terhadap rangsangan internal. Pada keadaan tidur kita dianggap mengalami

keadaan dorman dari kehidupan. Tidur terdiri dua tahapan yaitu Ra-pid Eye

Movement (REM). Yaitu active sleep dan Non-Rapid Eye Movement

(NREM). NREM yaitu quit sleep yang berfunsi untuk memperbaiki kembali

organ-organ tubuh. (Martini et al., 2018)

a. Tidur REM

Tidur REM (Ra-pid Eye Movement) merupakan bentuk tidur aktif

yang biasanya disertai mimpi dan aktivitas otak menjadi aktif. Seseorang

lebih sukar dibangunkan oleh rangsangan sensorik selama tidur NREM,

23
namun orang-orang terbangun secara spontan di pagi hari saat episode

tidur REM. Tidur REM sangat penting dalam memelihara fungsi

kognitif dikarenakan tidur REM melancarkan aliran darah ke otak,

meningkatkan aktivitas korteks dan konsumsi oksigen serta

meningkatkan pengeluaran epinefrin. Tidur REM yang adekuat berperan

dalam mengorganisasi informasi, proses belajar dan menyimpan memori

jangka panjang

Pada saat tidur REM, tonus otot di seluruh tubuh sangat

berkurang, hal ini menunjukkan adanya hambatan yang kuat pada area

pengendalian otot di spinal. Frekuensi denyut jantung dan pernapasan

biasanya menjadi tidak teratur. Namun pada tidur REM, otak menjadi

sangat aktif dan metabolisme di seluruh otak meningkat sebanyak 20%.

(Martini et al., 2018)

b. Tidur NREM

Tidur NREM (Non-Rapid Eye Movement) merupakan tahap yang

paling ringan dari tidur. Selama tahap ini, mata tertutup dan dianggap

sebagai periode transisi antara terjaga dan tidur. Seseorang dapat

mengalami gerakan tersentak tiba-tiba pada kaki atau otot lainnya dan

dapat merasakan sensasi seperti terjatuh, hal ini dikenal sebagai

myoclonic hypnic. Tahap ini dapat berlangsung sekitar 10 hingga 15

menit. Secara fisiologis pernapasan pasien menjadi dangkal, denyut

jantung menjadi teratur, tekanan darah menurun, dan pasien

menunjukkan sedikit atau tidak ada gerakan tubuh. (Martini et al., 2018)

24
Proses dalam siklus tidur terdiri atas 4 tahapan NREM dan 1

tahap REM yang bergantian sekitar 4 sampai 6 kali dalam waktu tidur 7

sampai 8 jam (Dewi, 2014). Tahapan pada tidur NREM menurut Dewi

(2014) adalah sebagai berikut :

1) Tahap I

Tahap I adalah tahap transisi yaitu saat seseorang beralih dari

keadaan sadar menjadi tidur yang ditandai dengan mata terasa

kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutu

mata, pergerakan kedua bola mata ke kanan dan ke kiri, penurunan

kecepatan jantung dan pernapasan secara jelas dan ketika

dibangunkan akan dapat bangun dengan mudah.

2) Tahap II

Tahap II merupakan tahap tidur ringan, ditandai dengan kedua

bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot

perlahan-lahan berkurang dan penurunan kecepatan jantung serta

pernapasan secara jelas. Tahap ini berlangsung sekitar 10-15 menit.

3) Tahap III

Tahap III ditandai dengan lenyapnya tonus otot secara

menyeluruh sehingga timbul keadaan lemah dan lunglai pada fisik

seseorang kemudian terjadi penurunan kecepatan jantung,

pernapasan dan proses tubuh akibat adanya dominasi dari sistem

saraf parasimpatis. Seseorang yang tidur pada tahap ini akan sulit

untuk dibangunkan.

25
4) Tahap IV

Tahap IV merupakan tahap dimana seseorang beraa dalam keadaan

rileks, jarang bergerak karena lemahnya keadaan fisik, denyut

jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30%. Pada tahap ini

dapat terjadi mimpi selain itu seseorang yang tidur pada tahap ini

akan sulit dibangunkan.

C. Kualitas tidur

1. Pengertian kualitas tidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan di mana tidur yang dijalani seorang

individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran di saat terbangun. Kualitas

tidur yang mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi

tidur serta aspek subjektif, seperti tidur dalam dan istirahat. Beberapa faktor

yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur yaitu, faktor fisiologis,

lingkungan dan gaya hidup. Dari faktor fisiologis berdampak dengan

penurunan aktivitas sehari-hari, rasa lemah, lelah, daya tahan tubuh

menurun, dan ketidakstabilan tanda-tanda vital, sedagkan dari faktor

psikologis berdampak depresi, cemas, dan sulit untuk konsentrasi (Potter dan

Perry, 2017). (Khasanah & Hidayati, 2012)

Kualitas tidur juga dapat ditangani dengan dua penatalaksaan

farmakologi dan non-farmakologi, salah satu penatalaksanaan non-

farmakologi yang dapat diberikan adalah dengan terapi SEFT (Spiritual

Emotional Freedom Tecnique).

26
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Pemenuhan kebetuhan tidur bagi setiap orang berbeda-beda, ada yang

dapat terpenuhi dengan baik bahkan sebaliknya. Seseorang bisa tidur

ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya sebagai

berikut

a. Status kesehatan seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan

ia dapat tidur dengan nyenyak, sedangkan untuk seorang yang kondisinya

kurang sehat (sakit) dan rasa nyeri maka kebutuhan tidurnya akan tidak

nyenyak.

b. Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk

tidur. Pada lingkungan bersih besuhu dingin, suana yang tidak gaduh

(tenang), dan penerangan yang tidak terlalu terang akan membuat

seseorang tersebut tertidur dengan nyenyak, begitupun sebaliknya jika

lingkungan kotor, bersuhu panas, suasana yang ramai dan penerangan

yang sangat terang, dapat mempengaruhi kualitas tidurnya.

c. Stres psikologis Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada

frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena kondisi cemas akan

meningkatkan norepineprin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini

akan mengurangi tahap IV NREM dan REM.

d. Diet makanan yang banyak mengandung L– Triptofan seperti keju, susu,

daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur.

Sebaliknya minumanan yang mengandung kafien maupun alkohol akan

mengganggu tidur.

27
e. Gaya hidup Kelelahan yang dirasakan seseorang dapat pula

mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah

orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang

berlebih akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek.

f. Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan

tidur, dan juga yang sebaliknya mengganggu tidur.

3. Pengukuran kualitas tidur

a. Regensburg Insomnia Scale (RIS)

Regensburg Insomnia Rating Scale adalah skala baru yang bisa dinilai

sendiri untuk menilai aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari

insomnia psikofisiologi dengan hanya 10 poin-poin. Kegunaan dari skala

baru ini adalah untuk evaluasi dari keluaran perilaku kognitif spesifik

dan insomnia.

b. Skala IRS Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta (KSPBJ-IRS). Skala

KSPBJ-IRS merupakan skala yang dibuat oleh kelompok Studi Psikiatri

Biologi Jakarta. Kuesioner KSPBJ-IRS berupa daftar pertanyaan

mengenai kesulitan untuk memulai tidur, terbangun pada malam hari,

terbangun lebih awal atau dini hari, merasa mengantuk pada siang hari,

sakit kepala pada siang hari, merasa kurang puas terhadap tidur, merasa

kurang nyaman atau gelisah saat tidur, mendapati mimpi buruk, badan

terasa lemah, letih, kurang tenaga setelah tidur, jadwal jam tidur sampai

bangun tidak beraturan, tidur selama 6 jam dalam semalam. KSPBJ-IRS

memiliki total 11 pertanyaan aplikatif.

28
c. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

Menurut Slameto (2014), Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

merupakan salah satu alat yang cukup efektif yang digunakan untuk

mengukur kualitas tidur pada orang dewasa. Melalui Pittsburgh Sleep

Quality Index (PSQI), kualitas tidur dibagi menjadi baik dan buruk

melalui pengukuran terhadap 7 domain : kualitas tidur secara subjektif,

latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan

obat-obatan yang berhubungan dengan tidur, dan disfungsi yang dialami

pada siang hari selama satu bulan terakhir dan 1 minggu terakhir.

Pengkategorian kualitas tidur berdasarkan PSQI didapat dari

penelitian Jumiarni (2018) sebagai berikut.

1) Kualitas Tidur Baik : Jika Skor PSQI ≤ 5

2) Kualitas Tidur Buruk : Jika Skor PSQI > 5

D. Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

1. Definisi

Spiritual emotional freedom technique (SEFT), merupakan salah

satu terapi yang mengkombinasikan mind-body menjadi asuhan

keperawatan komplementer dalam praktiknya menggunakan sistem

energi tubuh yang mempunyai tujuan untuk memperbaiki kondisi

pikiran, emosi serta perilaku seseorang . SEFT merupakan bentuk

kombinasi antara sistem energi tubuh (energi Medicine) dengan terapi

spiritual dan memakai ketukan ringan pada titik-titik kunci dalam 12

29
jalur energi (energi medicine) tubuh. Dalam hal ini SEFT mempunyai

perbedaan dengan metode yang sudah ada baik itu akupuntur maupun

akupresur, teknik SEFT menambahkan unsur spiritual. (Iii et al., n.d.)

SEFT merupakan salah satu inovasi teknik konseling. Tahap

tekniknya mendayagunakan aspek jasmani, psikis, dan spiritual manusia

secara harmonis. Ketiga aspek tersebut digunakan untuk membantu

mengatasi permasalahan konseling. Aspek spiritual dalam SEFT selaras

dengan Bimbingan dan Konseling Islam yang memasukkan unsur

spiritual dan religi dalam tiap pandangan keilmuannya. Keberadaan

SEFT sebagai inovasi teknik konseling mendapat peluang dan tantangan

yang kuat. Peluang terbuka lebar seiring munculnya berbagai penelitian

dan bukti ilmiah yang mengulas keberhasilan SEFT untuk mengatasi

berbagai masalah emosional, masalah perilaku, maupun masalah

kesehatan. (Nurlatifah, 2016)

Anwar dan Triana (2011) mendefinisikan SEFT sebagai sebuah

teknik yang mengkombinasikan antara spiritualitas melalui do’a,

keikhlasan, dan kepasrahan dengan energy psychology. Adanya unsur

spiritualitas adalah suatu hal yang membedakan teknik SEFT dengan

berbagai teknik terapi yang berbaris energy psychology lainnya. Terapi

ini sendiri termasuk teknik relaksasi, merupakan salah satu bentuk mind-

body therapy dari terapi komplementer dan alternatif keperawatan yang

memanfaatkan sistem energi tubuh untuk memperbaiki pikiran, emosi

dan perilaku. (Hermansyah, 2018)

30
Menurut Faiz terapi SEFT berfokus pada kata atau kalimat yang

disampaikan berulang dengan irama yang teratur serta sikap pasrah

kepada Tuhan SWT . Pada waktu seorang klien berdoa dengan khusyu’

(disertai dengan hati ikhlas & pasrah pada Tuhan) maka tubuh berubah

menjadi menjadi tenang dan berubah menjadi rileks. Irama nafasnya

menjadi lebih teratur, jantung berdenyut lebih teratur dan stabil sehingga

sirkulasi darah yang mengalir kedalam tubuh dengan lancar dan

dampaknya klien dalam keadaan yang luar biasa rileks, dengan demikian

saat seseorang dalam keadaan rileks maka mudah untuk mengawali tidur.

(Iii et al., n.d.)

Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)

menggabungkan antara spiritualitas berupa do’a, keikhlasan, dan

kepasrahan dengan energi psikologi berupa seperangkat prinsip dan

teknik memanfaatkan sistem energi tubuh untuk memperbaiki kondisi

pikiran, emosi,dan perilaku yang dilakukan dengan tiga teknik sederhana

yaitu set-up, tune-in,dan tapping. (Anwar et al., 2020)

2. Cara Kerja Terapi SEFT

a. The set-up bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh

terarahkan dengan tepat. Langkah ini dilakukan unuk menetralisir

psychological reversal atau perlawanan psikologis (biasanya berupa

pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah sadar negatif, seperti

kesulitan untuk melepaskan diri dari perlakuan negatif). Cara

menetralisir psychological reversal tersebut adalah dengan

31
melakukan the set-up words. Dalam bahasa religius, the set-up words

adalah doa kepasrahan kepada Allah SWT.Contoh the set-up words

adalah “Yaa Allah… meskipun saya _____________ (keluhan anda),

saya ikhlas, saya pasrah pada-Mu sepenuhnya

b. The Tune In Cara melakukan tune-in adalah dengan memikirkan

sesuatu atau peristiwa spesifik tertentu yang dapat membangktkan

emosi negatif yang akan dihilangkan atau situasi dimana seseorang

sangat ingin melakukan kesalahan. Tujuannya adalah untuk secara

spesifik menetralisir emosi negatif atau sakit fisik yang dirasakan.

Untuk membantu terjadinya tune-in adalah dengan terus memikirkan

sesuatu yang membangkitkan respon emosi negatif tersebut sekaligus

mengulang-ngulang kata pengingat yang mewakili emosi yang

dirasakan. Cara lain untuk melakukan tune-in adalah dengan

mengganti kata pengingatnya dengan kalimat “saya ikhlas, saya

pasrah pada-Mu ya Allah”. Tune-in tetap dilakukan sampai semua

teknik terapi Spiritual Emotional Freedom dilakukan hingga akhir.

c. The Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada

titik-titik tertentu di tubuh sebanyak tujuh kali ketukan sambil terus

melakukan tune-in. Titik –titik tersebut tersebar diantanya adalah

eyebrow, pada permukaan alis mata, side of the eye, diatas tulang

samping mata, under the eye, 2 cm di bawah kelopak mata, under the

nose, tepat dibawah hidung , chin, diantara dagu dan di bawah

hidung, collar bone, di ujung tempat bertemunya tulang dada, under

32
the arm, dibawah ketiak sejajar puting susu, below niple, 2,5 cm di

bawah puting susu, sore spot, 2,5 cm di atas puting susu, thumb, ibu

jari disamping luar bagian bawah kuku, index finger, jari telunjuk

samping luar bagian bawah kuku, middle finger spot, jari tengah

samping luar bagian bawah kuku, baby finger, di jari kelingking di

samping luar bagian bawah kuku, gumus spot, diantara jari manis dan

jari kelingking, karate chop, ditengah antara pergelangan tangan dan

jari kelingking.

d. Nine Gamut Procedure adalah sembilan gerakan untuk merangsang

otak. Setiap gerakan dimaksudkan untuk merangsang bagian otak

tertentu. Sembilan gerakan tersebut adalah : menutup mata, membuka

mata, mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah, mata

digerakkan dengan kuat ke kiri bawah, memutar bola mata searah

jarum jam, memutar bola mata berlawanan arah jarum jam,

bergumam dengan berirama selama dua detik, menghitung satu, dua,

tiga, empat, dan, lima, dan bergumam lagi seperti langkah ke-7.

e. The Tapping Again, Setelah menyelesaikan nine gamut procedure,

langkah terakhir adalah mengulang lagi the tapping dan diakhiri

dengan mengambil nafas panjang kemudian menghembuskannya.

Setelah mengetahui proses terapi SEFT maka ada 5 hal yang harus kita

perhatikan agar SEFT yang kita lakukan efektif. Lima hal ini harus

dilakukan selama proses terapi berlangsung mulai dari the set-up, tune in

hingga tapping. Penyebab utama kegagalan terapi adalah mengabaikan

33
salah satu atau beberapa dari kelima hal ini yakni keyakinan terhadap

kekuasaan Tuhan, Khusu’ selama proses terapi, Ikhlas adalah berbesar

hati menerima keada, pasrah adalah menyerahkan apa yang terjadi

terhadap ketentuan takdir Allah dan bersyukur terhadap hal apapun

dalam hidup kita baik saat bahagia maupun dalam kesulitan. (Wardatul

& Ni’matuzahroh, 2016)

3. Manfaat Terapi SEFT

Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

merupakan teknik yang memiliki tujuan untuk mengembangkan

kemampuan individu dalam penyembuhan dirinya. Teknik ini dapat

digunakan untuk melatih individu memahami bahwa energi psikis

mereka berupa perasaan, pikiran, dan emosi berperan dalam setiap

pengalaman. Sehingga ketika seseorang yang percaya bahwa dirinya

tidak mampu, maka hal itu akan menghalangi dirinya dalam

menggunakan kemampuan yang sesungguhnya ada. Teknik SEFT dapat

membantu pasien dalam memahami dan menerima keadaan diri mereka

sendiri, selain itu dapat melatih untuk menyadar isi sinegatif dalam

dirinya dan mengetahui untuk hidup bahagia dengan sisi negative yang

dimiliki, serta menjadikan pengalaman negatifnya menjadi pelajaran

positif dalam hidupnya. (Kelly, 2020)

Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT ) juga

dapat mengatasi gangguan tidur karena terapi SEFT berfokus dengan

kalimat do’a, ikhlas dan pasrah dengan penekanan pada keyakinan

34
kepada Tuhan, sehingga tubuh akan mengalami relaksasi dan

menyebabkan menjadi tenang, selain untuk menyembuhkan baik fisik

maupun emosi, juga dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi dan

kedamaian hati. (Anggraini, n.d.)

Menurut peneliti dengan cara Terapi Spiritual Emotional

Freedom Technique (SEFT) teknik ini dapat mendapatkan relaksasi yang

dapat memberikan ketenangan dan memulihkan tubuh sehingga dapat

mempengaruhi perubahan-perubahan kualitas tidur pada pasien itu

sendiri. (Bondowoso, 2015)

35
E. Kerangka Teori

Covid-19

Patofisiologi

Masa inkubasi Covid-19


berlangsung antara 1
hingga 14 hari, dan
umumnya dalam waktu 3
hiingga 7 hari. Demam ,
kelelahan, dan batuk
kering dianggap sebagai
manifestasi klinis untama.

Penanggulangan

Farmakologi
Non Farmakologi Terapi SEFT

Virus Corona sesitif terhadap


Manfaat Cara Kerja
sinar ultraviolet dan panas,
dan secara efektif dapat
dnonaktifkan dengan
SEFT Ini sendiri 1. The set-up
pemanasan pada suhu 56˚C
mendapatkan relaksasi 2. The Tune In
selama 30 menit dan pelarut yang dapat memberikan 3. The Tapping
lemak (lipid solvents) seperti ketenangan dan 4. Nine Gamut
eter,etanol 75%, disenfektan memulihkan tubuh Procedure
yang mengandung klorin, sehingga dapat 5. The Tapping Again
asam peroksiasetat dan mempengaruhi
khloroform (kecuali perubahan-perubahan
khloerheksidin) kualitas tidur pada pasien
itu sendiri. Kualitas Tidur meningkat

36
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep-konsep lainnya, atau antara

variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmojo, 2018). Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel Independen adalah pengaruh Terapi

Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap kualitas tidur , dan

variabel Dependen adalah Kualitas tidur pada pasien Covid-19. Rancangan

penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah Quasi Eksperimen dengan

pendekatan one group pretest-postest. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terahadap

kualitas tidur pada pasien Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Nilam Sari

Kota Bukittinggi Tahun 2021.

Kerangka Konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Pre-test Proses Post-test

Ku
Kualitas tidur sebelum Melakukan terapi Kualitas tidur setelah
dilakukan terapi Spiritual Emotional dilakukan terapi Spiritual
Spiritrual Emotional Freedom Technique Emotional Freedom
Freedom Technique (SEFT) Technique (SEFT)
(SEFT)

37
B. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel (yang diungkap

dalam definisi konsep) tersebut, secara operasional, secara praktik, secara nyata,

dalam lingkup objek penelitian/objek yang diteliti.

Tabel 3.1

A. Defenisi Operasional

No. Variabel Defenisi Cara Skala


Penelitian Operasional Alat Ukur Hasil ukur Ukur
Ukur
1. Indepnden: Teknik yang Lembar SOP Dilakuka Rasio
terapi dilakukan dengan Observasi n 1 kali
Spiritual cara set-up, tune- dalam
Emotional in, dan tapping sehari
Freedom selama 5
Technique menit
(SEFT) dalam
waktu 7
hari
2. Dependen : Kemampuan Pittsburgh Kuesioner Tidur Ordinal
Kualitas tidur individu untuk dapat Sleep Cukup
pada pasien tetap tidur, tidak Quality dan
Covid-19 hanya mencapai Index Tidur
jumlah atau lamanya (PSQI) Tidak
tidur. Kualitas tidur
Cukup
menunjukkan adanya
kemampuan individu
untuk tidur dan
memperoleh jumlah
istirahat yang sesuai
dengan
kebutuhannya

38
C. Hipotesis

Adapun hipotesa dari penelitian ini yang diajukan sehubungan dengan

masalah diatas :

Ha : Ada pengaruh terapi terhadap pola tidur pada pasien covid-19 di

wilayah Kerja Puskesmas Nilam Sari Bukittinggi 2021.

39

Anda mungkin juga menyukai