KELOMPOK A.9
PENDAHULUAN
SKENARIO I
Kasus I :
Seorang anak perempuan berusia 5 tahun dibawake dokter dengan keluhan demam, disertai
perut mual dan susah makan. Selain itu, menurut ibu, anaknya terlihat lemah dan pucat sejak
2 bulan yang lalu. Kata guru TK-nya, anak tiddak selincah teman-temannya dan sering
tertidur di kelas. Sejak kecil anak sulit makan dan dan tidak suka makan daging. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra inferior, mukosa bibir , dan kuku pucat,
hiperemi faring dan tonsil, tidak didapatkan hepatomegaly dan splenomegaly. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 7.0 g/dL (nilai rujukan Hb anak : 11.5-14.5 g/dL),
MCV 52 fL (nilai rujukan 80-100 fL), MCH 21 pg/sel (nilai rujukan 26-34 pg/sel). Dokter
meminta pemeriksaan laboratorium lanjutan.
Kasus 2 :
Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun dibawa orang tuanya ke dokter dengan keluhan anak
terlihat pucat. Keluhan pucat sudah terjadi sejak berusia 3 tahun dan makin lama makin berat.
Orang tua sudah membawanya ke dokter dan sudah diberi tablet tambah darah, tetapi tidak
membaik. Sebulan terakhir terlihat kulitnya kekuningan. Pasien adalah anak pertama, dalam
keluarga tidak ada yang mengalami sakit serupa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak
sangat pucat, tampak sesat, konjungtiva pucat, sklera ikterik, frontal bossing, hepatomegaly
2cm dibawah arkus kostarum dan splenomegali Schuffner 3. Pada pemeriksaan jantung
didapatkan bising jantung sistolik derajat 3. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
Hb 5.8 g/dL, MCV 53.5 fL, MCH 16 pg/sel. Dokter meminta pemeriksaan laboratorium
lanjutan.
BAB II
1. Konjungtiva palpebral inferior : konjungtiva yang menutupi bagian dalam kelopak mata
dan sklera kecuali kornea.
7. Arkus Kostarum : Bagian dari apertura inferor toraks dibentuk oleh kartilago costae 7-10
yang berartikulasi.
Karena sudah diberi tablet tambah darah tetapi tidak membaik, hal ini disebabkan karena
darah mudah mengalami hemolysis.
Terdapat hepatomegaly dan splenomegaly.
Ankyrin, spectrin, protein Band 4.1 dan protein Band 4.2 merupakan protein penyusun dari membrane
sel eritrosit.
Kekuningan disebabkan karena aktivitas dari perombakan Hb yang bewarna merah dan menyebabkan
penumpukan dari bilirubin.
Kulit tampak pucat merupakan manifestasi tidak langsung. Dipengaruhi oleh pigmen, suhu,
kedalaman, dan distribusi bantalan kapiler. Kemudian Hb, MCV, dan MCH yang rendah akan
menyebabkan penurunan pengikatan O2 dalam jaringan dan menyebabkan kepucatan.
Frontal Bossing disebabkan karena sel darah rusak mengakibatkan sel produksi meningkat kemudian
aktivitas sumsum tulang meningkat dan biasanya pada anak akan terjadi ekspansi pada dahi.
Anak mengalami sesak napas karena eritrosit yang lisis mengakibatkan kadar Hb menjadi rendah
sehingga suplai dari O2 menjadi berkurang.
Jadi umur, jenis kelamin, dan keturunan dapat mempengaruhi anemia. Pada usia muda misalnya,
karena kebutuhan zat besi didalam tubuh meningkat. Pada ibu hamil kebutuhan zat besi dan asam
folat juga meningkat.
Etiologi
Kasus 1 :
Kehilanga darah kronik. Bersumber dari pendarahan seperti pada kanker kolon dan hemoroid.
Kemudian pendarahan traktus genitalia wanita dan metroragia (keluar darah di luar siklus menstruasi).
Peningkatan kebutuhan gizi yang tidak dipenuhi seperti pada kehamilan dan bayi.
Terlalu banyak mengonsumsi makanan berserat, kurang Vit. C, dan rendah daging.
Kasus 2 :
Hemolisis intravaskuker (kongenital terjadi hemolysis di pembuluh darah) dan ekstravaskuler yang
bersifat adaptif.
Hemolisis Intravaskuler :
Secara mekanik karena aliran turbulen akibat tidak efektifnya katub jantung yang memnyebabkan
suara mur-mur sehingga berhubungan dengan bising jantung sistolik derajat 3 tersebut.
Terdapat pula aktifitas fisika dan kimia yang merusak membrane seperti suhu tinggi dan terpajang
toksin clostridium.
Hemolisis ekstravaskuler :
Berkaitan dengan kerusakan limfa dan hepar. Permukaan limfa tersusun seperti anyaman kecil, agar
eritrosit data masuk harus berubah bentuk dulu. Kelainan dimana eritrosit tidak dapat berubah bentuk
akan memyebabkan erotrosit susah difagositosis.
Penegakkan Diagnosis :
1. Tahap Anamnesis :
Pemeriksaan kadar G6PD, enzim piruvat kinase, dan glukosa phosphate isomerase.
Patofisiologi
Kasus 1 :
Masuk ke dalam tahap iron deplate state dimana kadar Fe didalam tubuh rendah sehingga
mengakibatkan kadar Fernitin menjadi rendah dan menyebabkan eritropoiesis terganggu.
Jika defisiensi Fe berlanjut maka mempengaruhi bentuk eritrosit tetapi belum terjadi anemia.
Karena saturasi transferrin menurun maka receptor transferrin akan meningkat dan kemampuan ikat
besi juga meningkat tapi simpanan Fe rendah berlanjut sehingga Hb terus menurun dan terjadi anemia
defisiensi Besi.
Eritropoeisis ( Sintesis Eritrosit )
Sel darah memulai kehidupannya di dalam susmsung tulang dari suatutipe sel yang disebut sel punca
hematopoietik pluripoten, yang merupakan asal dari semua sel dalam darah sirkulasi. Sewaktu sel-sel
darah ini bereproduksi, ada sebagian kecil dari sel-sel ini yang bertahan persis seperti sel-sel
pluripoten aslinya dan disimpan dalam sumsung tulang guna mempertahankan suplai sel-sel darah
tersebut, walaupun jumlahnya berkurang seriring dengan pertambahan usia. Sebagian besar sel-sel
yang direproduksi akan berdiferensiasi untuk membentuk sel yang lain. Sel yang berada pada tahap
pertengahanan sangat miri[ dengan sel punca pluripoten,walaupun sel-sel ini telah membentuk suatu
jalur khusus pembelahan sel dan disebut committed stem cells.
Berbagai committed stem cells, bila ditumbuhkan dalam biakan, akan menghasilkan kloni tipe sel
darah yang spesifik. Suatu committed stem cells yang menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk
koloni eritrosit, dan singkatan CFU-E yang digunakan untuk menandai jenis sel punca ini.
Sel pertama yang dapat dikenali sebagai bagian dari rangkaian sel darah merah adalah proeritoblas.
Dengan rangsangan yang sesuai, sejumlah besar sel ini dibentuuk dari sel-sel punca CFU-E.
Begitu proeritroblas iini terbentuk, maka ia akan membelah beberapa kali, sampai membentuk
banyak sel darah merah yang matang. Sel-sel generasi pertama ini disebut eritroblas basofil sebab
dapat dipulas dengan zat warna basa; sel yang terdapat pada tahap ini mengumpulkan sedikit sekali
hemogoblin. Pada generasi berikutnyya, sel sudah dipenuhi oleh hemogoblin sampai konsentrasi
sekitar 34 persen, nukleus memadat menjadi keicl, dan sisa akhirnya diabsorbsi atau didorong keuar
dari sel. Pada saat yang sama, retikulum endoplasma direabsorbsi. Sel pada tahap ini disebut
retikulosit karena masih mengandung sejumlah kecil materi basofilik, yaitu terdiri atas sisa-sisa
aparatus Golgi, mitokondria, dan sedikit organel sitoplasma lainnya. Selama tahap ini, sel-sel berjalan
dari sumsung tulang masuk ke dalam kapiler darah dengan cara diapedesis. Materi basofilik yang
tersisa dalam retikulosit normalnya akan menghilang dalam waktu 1 sampai 2 hari, dan sel kemudian
menjadi eritrosit matang.
Regulasi Eritrosit
Stimulus utama yang dapat merangsang hropoietin, yaitu suatu glikoprotein dengan berat molekul
kira-kira 34.000. Eritropoietin dirangsang oleh hipoksia pada jaringan, setelah itu ginjal akan
meningkatkan kadar hypoxia-inducible fterinduksi hipoksiagen actor-1 (HIF-1) jaringan, yang
berfungsi sebagai faktor transkripsi untuk sejumlah besar gen terinduksi hipoksia. HIF-1 mengikat
unsur respons hipoksia yang ada pada gen eritropetin, merangsang transkripsi mRNA dan pada
akhirnya meningkatkan sintesis eritropoietin.
Pematangan sel darah merah dipengaruhi oleh dua vitami yang khususnya penting untuk pematangan
akhir sel darah merah adalah vitamin B12 dan asam folat. Keduanya penting untuk sintesis DNA
karena masing-masing vitamin dengan cara yang berbeda dibutuhkan untuk pembentukan timidin
trifosfat, yaitu salah satu zat pembangun esensial DNA.
Pembentukan Hemogoblin
Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritoblas dan berlanjut bahkan dalam stadium retikulosit pada
pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu, ketika retikulosit meninggalkan sumsung tulang dan
masuk ke dalam aliran darah, retikulisti tetap membentuk sejumlah kecil hemogoblin satu hari
sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matang. Mulai-mulai, suksinil-KoA
berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk
membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan bersi untuk membentuk molekul
heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang
disintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit hemogoblin yang disebut rantai hemogoblin.
Empat rantai ini selanjutnya akan berikatan longgar satu sama lain untuk membentuk molekul
hemogoblin yang lengkap.
Gejala Anemia
1. Gejala Umum
2. Gejala Khas
3. Gejala Penyakit Dasar
- Hb < 8 g/dl
- Lemah dan berkunang-kunanng
- Telinga mendengung
- Konjungtiva dan jaringan dibawah kuku pucat
Defisiensi besi : dispagia, atrofi papila lidah, kuku sendo, stomatitis angularis
Kasus I
- Terjadi pada daerah tropis dengan keadaan ekonomi pada masyarakat yang rendah
- Banyak terjadi pada anak-anak
0 - ½ tahun lahir dengan berat badan rendah / kembar
½ - 5 terjadi karena infeksi parasit / kurang makanan tambahan
5 tahun – remaja disebabkan oleh kurangnya makanan mengandung zat bersi heme
yang dapat didapatkan pada makanan yang bersumber hewani
- Pada daerah Afrika dan Asia mortalitas dan mortaditas pada penyakit anemia defisiensi zat besi
tinggi
Kasus II
Anemi Hemolitik
Anema hemolitik tidak spesifik pada semua ras manusia. Namun, gangguan sel sabit terutama
ditemukan di Afrika, Amerika, beberapa orang Arab, dan Aborigin di India selatan.
Pada sebagian kasus, anemia hemolitik tidak spesifik dengan jenis kelamin. Namun, AIHA akut
lebih sering menyerang pada wanita dibanding pria. Walaupun anemia hemolitik dapat menyerang
pada semua umur, kelainan herediter biasanya tmbyul pada awal kehidupan. AIHA lebih sering
terjadi pada pertengahan usia dan pada usia lanjut.
Anemia Megaloblastik
Patogenesis
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat
akibatnya eritrosit menjadi berukuran lebih besar atau megaloblast. Akibat dari defisiensi tersebut
maturasi inti sel DNA dalam nukleus menjadi lebih lambat dan kromatin melonggar. Sel megaloblast
ini fungsinya tidak normal, dihancurkan semasih dalam sumsum tulang (hemolisis intramedular)
sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek, yang berujung pada
terjadinya anemia. Kelainan yang sama, tetapi pada tingkat yang lebih ringan juga terjadi pada sistem
mieloid dan megakariosit sehingga pada anemia megaloblastik sering disertai leukopenia dan
trombositopenia ringan.
Penyebab
Anemia megaloblastik disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 atau asam folat. Pada wanita hamil
anemia defisiensi asam folat paling sering disebabkan karena faktor nutrisi, karena cadangan asam folat
tubuh jauh lebih rendah dibandingkan dengan cadangan vitamin B12.
Defisiensi Vit B12
Defisiensi Folat
- Gizi (nutritional)
- Penyakit Coeliac
- Tripical sprue
- Kehamilan
Gambaran Klinik
Pada defisiensi vitamin B12 dijumpai gejala neuropati, sedangkan defisiensi folat tidak disertai
neuropati. Gejala neuropati berupa subacute combined degeneration.
Terapi
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat adalah terapi ganti dengan
vitamin B12 atau asam folat meskipun demikian terapi kausal dengan perbaikan gizi dan lain-lain
tetap harus dilakukan.
1. Untuk defisiensi vitamin B12: Hydroxycobalamin intramuskuler 200 mg/hari, atau 1000
mg diberikan tiap minggu selama 7 minggu. Dosis pemeliharaan 200 mg tiap bulan atau
1000 mg tiap 3 bulan
2. Untuk defisiensi folat : Berikan asam folat 5 mg/hari selama 4 bulan.
3. Respons terhadap terapi : Retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan puncak pada hari 7-8. HB
harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu.
Anemia Aplastik
Definisi
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia (atau bisitopenia) pada darah tepi yang
disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa
adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Karena sumsung tulang pada sebagian besar
kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia
hipoplastik.
Klasifikasi
3. Idiopatik
Epidemiologi
Anemia aplastik tergolong penyakit ytang jarang dengan insiden di negara maju: 3-6 kasus/1 juta
penduduk/tahun. Epidemiologi anemiia aplastik di Timur Jauh mempunyai pola yang berbeda dengan
di negara Barat.
a. Di negara Timur (Asia Tenggara dan Cina) insidennya 2—3 kali lebih tinggi dibandingkan
c. Faktor lingkungan, mungkin infeksi virus, antara lain virus hepatitis, diduga memegang
peranan penting.
Etiologi
Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50—70%) tidak diketahui,atau bersifat idiopatik. Kesulitan
dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh proses yang berlangsung perlahan-lahan. Di
samping itu juga disebabkan oleh belum tersedianya model binatang percobaan yang tepat. Sebagian
I. Primer
1. Kelainan kongenital:
a. Fanconi
b. nonFanconi
c. dyskeratosis congenita
II. Sekunder
b. Akibat kehamilan
Patofisiologi
3. Mekanisme imunologik.
Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung melalui keberhasilan transplantasi
sumsum tulang pada penderita anemia aplastik, yang berarti bahwa penggantian sel induk dapat
memperbaiki proses patologik yang terjadi. Teori kerusakan lingkungan mikro dibuktikan melalui
tikus percobaan yang diberikan radiasi, sedangkan teori imunologik ini dibuktikan secara tidak
menjadi penyebab dasar dari kerusakan sel induk atau lingkungan mikro sumsung tulang.
Gejala Klinik
Gejala klinik anemia aplastik timbul akibat adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia. Gejala ini
dapat berupa :
a. Sindrom anemia: gejala anemia bervariasi mulai dari ringan sampai berat.
b. Gejala perdarahan: paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit seperti petechie dan
gusi, hematemesis/melena dan pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam
lebih jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
c. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorok selulitis leher, febris, dan sepsis
Terapi
1. Terapi kausal;
2. Terapi suportif;
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang: terapi untuk merangsang pertumbuhan
sumsung tulang;
Prognosis atau perjalanan penyakit anemua aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa pengobatan pada
umumnya memberikan prognosis yang buruk. Prognosis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Kasus berat dan progresif, rata-rata mati dalam 3 bulan: merupakan 10-15% kasus.
2. Penderita dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan relapse. Meninggal dalam 1
3. Penderita yang mengalami remisi sempurna atau parsial, hanya merupakan bagian kecil
penderita.