Anda di halaman 1dari 25

HEMATOLOGI MODUL

IMUNOLOGI AND HEMATOLOGI BLOK

TUTOR : dr. Windy Nurul Aisyah

1. NOER FITRI ZHACHRANI 11020180114


2. RESTIKA 11020180048
3. MUHAMMAD SUKRI 11020180084
4. FAIKA ANNISYA KHAERANI RAHIM 11020180113
5. SYAFIRA ANANDA MARENDENGI 11020180077
6. MUHAMMAD ABIYU FADLURRAHMAN 11020180115
7. NURUL INDAH PRATIWI 11020180079
8. NABILA FAJRIN BUDIMAN 11020180081
9. RASMA M. 11020180087
10. YUSRIL KAMARUDDIN 11020180118

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
SKENARIO 3
Seorang anak laki-laki berusia 20 tahun dibawa orangtuanya ke puskesmas dengan
keluhan lemas, sejak 5 bulan, memberat 1 minggu yang lalu. Pasien juga sering
mengalami demam naik turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva
pucat, sclera tidak icterus, dan ada pembesaran limpa schufner 1. Riwayat penyakit
sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada. DD
Lekemia akut, Lekemia kronik

Kata Sulit:
 Schufner

Kata Kunci:
 Laki-laki berusia 20 tahun
 Keluhan Lemas sejak 5 bulan memberat sejak 1 minggu yang lalu
 Demam naik-turun
 Konjungtiva pucat, sklera tidak icterus
 Pembesaran limfe schufner
 Tidak ada riwayatpenyakit & di keluarga

Pertanyaan:
1. Mengapa Timbul manifestasi klinis dari scenario?
2. Bagaimana proses Hematopoesis?
3. Apa Diferensial diagnose dari scenario?
4. Bagaimana Patomekanisme penyakit pada scenario?
5. Jelaskan etiologi penyakit berdasarkan skenario?
6. Bagaimana Penatalaksanaan penyakit pada scenario?

Jawaban :

1. Mengapa Timbul manifestasi klinis dari scenario?


Jawab:
Timbulnya gejala dan tanda klinis merupakan akibat dari penggantian komponen
sumsum tulang normal dengan sel-sel leukemia. Pada umumnya, anak akan
mengalami pucat, lemah, demam, perdarahan, nyeri tulang, memar spontan, dan
infeksi. Pada pemeriksaan fisis bisa ditemukan pucat, demam, hematom, petekiae,
pembesaran kelenjar getah bening, hepatosplenomegali, pembesaran ginjal,
didapatkan massa mediastinum, paresis nervus kranial atau meningitis.
( D’angio GJ, Sinniah D, Meadows AT, Evans AE Pritchard J. Practical
pediatric oncology 1992. P 235-244.)
Demam berulang
Demam terjadi karena pada leukemia ditemukan jumlah leukosit yang tidak normal
dan bekerjanya tidak efektif, sehingga memudahkan terjadinya infeksi dan demam
yang berulang. Penurunan leukosit secara otomatis juga akan menurunkan daya tahan
tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak
dapat bekerja secara optimal. Sedangkan hepatomegali terjadi karena adanya infiltrasi
sel leukemia pada ekstra medular yang akan mengakibatkan terjadinya hepatomegali,
serta splenomegali dan pembesaran kelenjar getah bening.
(Permono B, Ugrasena IDG. Leukemia akut.Dalam : Permono B,
Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku Ajar
hematologi-onkologi anak. 2005. Badan pernerbit IDAI. P 236-47.)

Sklera pucat
Konjungtiva merupakan lekukan pada mata, normalnya konjungtiva itu berwarna
kemerahan, pada keadaan tertentu (misal pada anemia) konjungtiva akan berwarna
pucat yang disebut dengan nama konjungtiva anemis. Karena pada anemia terjadi
kekurangan eritrosit (sel darah merah) sehingga darah yang harusnya dialirkan ke
seluruh tubuh dengan cukup jadi tidak merata sementara itu konjungtiva merupakan
salah satu area sensitif yang apabila tidak
teraliri darah dengan sempurna akan tampak pucat sama seperti halnya dengan sklera,
bibir dan area kuku, sehingga selain konjungtiva, bibir dan kuku juga tampak pucat.
Jadi gambaran conjunctiva bisa dikatakan sebagai salah satu prediktor status anemia
pada wanita prakonsepsi dan harus ditunjang dengan hasil dari pemeriksaan fisik
yang lain meliputi gambaran kuku, kulit dan bibir pada responden. (Referensi:
Ns.andra saferi wijayas.kep & Ns.yessie mariza putrids.kep da lam buku KMB2
tahun 2013)

Splenomegali
Sel Leukemia menghasikan imatur atau abormal dalam jumah berlebihan dan
menyusup kedalam berbagai organ tubuh. Sel-sel leukemia menyusup kedalam
sumsum tulang mengganti unsur-unsur sel yang normal Akibatnya timbul anemia dan
dìhasikan eritrosit dalam jumlah yang tidak mencukupi. Timbul perdarahan akibat
menurunnya jumlah trombosit yang bersirkulasi. Inflasi juga terjadi lebih sering
karena berkurangnya jumlah leukosit. Penyusupan sel-sel eukemia kedakam semua
organ-organ vital yang menimbulkan hepatomegali, splenomegali dan limfadenopati.
Timbulnya disfungsi sumsum tulang menyebabkan turunnya jumah erirosit, neutrofil
dan trombosit Sel-sel leukemia menyusupi limfonodus, limpa, hati, tulang dan SPP.
(Referensi: Ns.andra saferi wijayas.kep & Ns.yessie mariza putrids.kep da lam buku
KMB2 tahun 2013)
Lemas
Disemua tipe leukemia, sel yang berproliferasi dapat menekan produksi dan elemen
didarah yang menyusup sumsum tulang dengan berlomba- lomba untuk
menghilangkan sel normal yang berfungsi sebagai nutrisi untuk metabolisme. Tanda
dan gejala dari leukemia merupakan hasil dari manifestasi yaitu anemia infitrasi
sumsum tulang, dengan 3 manifestasi klinik yaitu anemia dan penurunan RBCs
infeksi dari neutropenia, dan pendarahan karena produksi platelet yang menurun.
Invasi sel leukemia yang berangsur angsur pada sumsum menimbulkan kelelahan
pada tulang dan cenderung terjadi fraktur, sehingga menimbulkan nyeri. Ginjal hati
dan kelenjar limfe mengalami pembesaran dan akhirnya fibrosis, leukemia juga
berpengaruh pada SSP dimana terjadi peningkatan tekanan intra cranial sehingga
menyebabkan nyeri pada kepala, letargi, papil edema, penurunan kesadaran dan kaku
duduk. (Referensi: Ns.andra saferi wijayas.kep & Ns.yessie mariza putrids.kep da lam
buku KMB2 tahun 2013)

Tidak ikterus
Gejala hemolitik: diantaranya berupa ikterus akibat meningkatnya kadar bilirubin
indirek dlm darah, tapi tidak di urin (acholuric jaundice); hepatomegali,
splenomegali, kholelitiasis (batu empedu), ulkus dll. (Referensi: Hematologi klinik
ringkas oleh Prof.Dr.I Made Bakta) Namun dalam leukemia akut inj tidak terjadi
gejala hemolitik.

2. Bagaimana proses Hematopoesis?


Jawab:

Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan koloid cair
yangmengandung elektrolit (Baldy, 2006). Darah mempunyai fungsi penting
dalamsirkulasi. Secara umumfungsi darah adalah sebagai alat transportasi
oksigen,karbondioksida, zat gizi, dan sisa metabolisme, mempertahankan
keseimbanganasam basa, mengatur cairan jaringan dan cairan ekstra sel, mengatur
suhu tubuh,dan sebagai pertahanan tubuh dengan mengedarkan antibodi dan sel darah
putih(Goorha et al, 2003). Sel-sel darah tersebut mempunyai umur tertentu, sehingga
dibutuhkan pembentukan sel-sel darah baru yang disebut hematopoesis. Proses
hematopoesis dapat dilihat pada gambar berikut
Proses ini berlangsung apabila terjadi pendarahan atau penghancuran sel, yang
terjadi pada sumsum tulang, kemudian setelah dewasa bermigrasi ke darah perifer.
Terdapat 2 stem sel yang berperan dalam pembentukan sel darah yaitu stem sel
mieloid dan stem sel limfoid. Stem sel limfoid terkait dengan thymus dimana sel
limfosit dihasilkan. Stem sel mieloid jauh lebih kompleks dari stem sel limfoid. Stem
sel mieloid sedikitnya memiliki enam garis keturunan yang berbeda yaitu garis
keturunan eritrosit, trombosit, neutrofil, eosonofil, basofil, dan monosit/makrofag.
Sel-sel ini terbentuk sebelum menjadi matang (dewasa) terjadi di sumsum tulang.
Tahap akhir garis keturunan mieloid ini terdapat dalam sel darah perifer normal
(Wellman, 2010)
Stem sel mieloid jauh lebih kompleks dari stem sel limfoid. Stem sel mieloid
sedikitnya memiliki enam garis keturunan yang berbeda, yaitu garisketurunan (sel
darah merah) eritrosit, trombosit, monosit, eosinofil, basofil, dan neutrofil/makrofag.
Proses terbentuknya eritrosit, trombosit, monosit, neutrofil, eosinofil, dan basofil
sebelum menjadi matur (dewasa) terjadi di dalam sumsum tulang seperti pada
(Gambar 1). Tahap akhir dari garis keturunan mieloid ini terdapat dalam sel darah
perifer normal. Sumsum tulang dan timus merupakan tempat pembentukan sel-sel
darah. Apabila kebutuhan sel darah dalam tubuh berkurang, timus dan sumsum tulang
akan memproduksi sel-sel darah tersebut(Wellman 2010)
Sel Darah Merah (Eritrosit)
ERITROPOIESIS Karena eritrosit tidak dapat membelah diri untuk mengganti sendiri
jumlahnya, sel tua yang pecah harus diganti oleh sel baru yang diproduksi di pabrik
eritrosit-sumsum tulang— yaitu jaringan lunak yang sangat selular yang mengisi
rongga internal tulang. Sumsum tulang dalam keadaan normal menghasilkan sel
darah merah baru, suatu proses yang dinamai eritropoiesis, dengan kecepatan
menyamai kecepatan kerusakan sel tua.

Langkah-langkah utama dalam produksi eritrosit (eritropoiesis). Eritrosit berasal


dari
sel punca pluripoten di dalam sumsum tulang merah yang menghasilkan seluruh jenis
sel darah. Sel punca mieloid adalah sel punca yang terdiferensiasi sebagian yang
menghasilkan eritrosit dan beberapa jenis sel darah lain. Eritroblas berinti akan
menjadi eritrosit matur. Sel ini mengeluarkan nukleus dan organelnya, menciptakan
ruang yang lebih banyak untuk hemoglobin. Retikulosit merupakan sel darah merah
imatur yang mengandung sisa organel (terutama ribosom). Eritrosit matur dilepaskan
ke kapiler yang banyak terdapat di dalam sumsum tulang. Morfologi normal sel darah
merah (eritrosit) bervariasi tergantung kepadaspesies. Eritrosit mamalia tidak berinti
sedangkan eritrosit bangsa camellidae,reptil, dan aves memiliki inti. Bentuk oval dan
bikonkaf dari eritrosit berfungsisebagai pertukaran oksigen.Sel darah merah mencit
mempunyai ketebalan sel2,1-2,13 μm dan diameter rata-rata 6,2 μm atau sekitar 5,7-7
μm. Waktu hidup seldarah mencit adalah sekitar 43 hari. Sel darah merah terdiri
sekitar 20% air, 40% protein, 35% lemak,dan 6% karbohidrat (Weiss andWardrop,
2010)

Fungsi utama dari sel darah merah adalah untuk mengangkut HbO2yang membawa
oksigen ke jaringan. Membran permeabel yang menutupikomponen sel darah merah
terbuat dari lipid, protein, dan karbohidrat.Perubahankomposisi lipid membran dapat
menghasilkan bentuk sel darah merah yangabnormal. Ketidaknormalan membran
protein juga mungkin menghasilkan bentuktidak normaldari sel darah merah.
Jumlaheritrosit (RBC)sering digunakan untukmenegakkan diagnosa mengenai
penyebab anemia(Thrall, 2004).Struktur sel darah merah dapat dilihat pada Gambar
Sel Darah Putih(Leukosit)

Leukosit tidak berwarna, memiliki inti, dapatbergerak secara amoeboid dan dapat
menembus dinding kapiler /diapedesis. Jumlah normal 4 × 109 hingga 11 × 109 sel
leukosit dalam satu liter darah manusiadewasa yang sehat atau sekitar 7000 -25000
sel per tetes(Harahap, 2008).Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut
juga sel darah putih. Dilihat dibawahmikroskop sitoplasmanya sel darah putih
mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan
setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang
bervariasi.Sedangkan yang tidak mempunyai granulasitoplasmanya homogen dengan
inti bentuk bulat atau bentuk ginjal.Granula dianggapspesifik bila secara tetap
terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (prazatnya)
(Effendi,2003).
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme
terhadap zat-zat asing.Leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara
sel-sel endotelium dan menembus kedalam jaringan penyambung. Bila memeriksa
variasi fisiologi dan patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah
absolut masing-masing jenis per unit volume darah harus diambil (Effendi, 2003).
Ada enam macam sel darah putih yang secara normal ditemukan dalam darah yaitu
neutrofil polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, basofil polimorfonuklear,
monosit, limfosit dan kadang-kadang sel plasma.Sel-sel polimorfonuklir seluruhnya
mempunyai gambaran granular sehingga disebut granulosit. Granulosit dan monosit
melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernanya
yaitu melalui fagositosis. Fungsi pertama sel limfosit dan sel-sel plasma berhubungan
dengan sistem imun.Struktur macam leukosit pada darah pheriperal terlihat pada
Gambar

Gambar2.Diferensiasi Sel Darah Putih (Leukosit) Mencit (Mus


musculus)a.Neutrofil b. Eosinofil c.Basofil d. Limfosit mencit (Perbesaran 100x)
(Sumber: Themiet al,2004) e. Monosit mencit (Perbesaran 100x) (Sumber: Weiss
andWardrop,201

Eosinofil adalah spesialis jenis lain. Peningkatan eosinofil dalam darah (eosinofilia)
berkaitan dengan keadaan alergik (misalnya asma dan hay fever) dan dengan infestasi
parasit internal (misalnya cacing). Eosinofil jelas tidak dapat menelan parasit cacing
yang ukurannya jauh lebih besar tetapi sel ini melekat ke cacing dan mengeluarkan
bahan-bahan yang me-matikannya.
■ Basofil adalah leukosit yang paling sedikit dan paling kurang dipahami. Sel ini
secara struktur dan fungsi cukup mirip dengan set mast, yang tidak pernah beredar
dalamdarah, tetapi tersebar di jaringan ikat di seluruh tubuh. Baik basofil maupun sel
mast menyintesis dan menyimpan histamin dan heparin, yaitu bahan kimia poten
yang dapat dibebaskan jika terdapat rangsangan yang sesuai. Pelepasan histamin
merupakan hal yang penting dalam reaksi alergik, sedangkan heparin mempercepat
pembersihan partikel lemak dari darah setelah kita makan makanan berlemak.
Heparin juga dapat mencegah pembekuan (koagulasi) sampel darah yang diambil
untuk analisis klinis dan digunakan secara luas sebagai obat antikoagulan tetapi masih
diperdebatkan apakah heparin berperan secara fisiologis dalam mencegah
pembekuan. Setelah dibebaskan ke dalam darah dari sumsum tulang,
granulosit biasanya tetap berada di dalam darah selama kurang dari sehari sebelum
meninggalkan pembuluh darah untuk masuk ke jaringan, tempat sel-sel ini bertahan
hidup tiga hingga empat hari lagi kecuali jika mereka mati lebih dulu akibat
menjalankan tugas.
Sebagai perbandingan, fungsi dan usia agranulosit adalah sebagai berikut.

Monosit,
seperti neutrofil, berkembang menjadi fagosit profesional. Sel-sel ini muncul dari
sumsum tulang selagi masih belum matang dan beredar hanya satu atau dua hari
sebelum menetap di berbagai jaringan di seluruh tubuh. Di tempat barunya, sel-sel ini
melanjutkan pematangan dan menjadi sangat besar, berubah menjadi fagosit jaringan
besar yang dikenal sebagai makrofag (makro berarti "besar"; faga berarti
"pemakan"). Usia makrofag dapat berkisar dari bulanan hingga tahunan kecuali jika
sel ini hancur lebih dulu selagi menjalankan tugas fagositiknya. Sebuah sel fagositik
hanya dapat menelan benda asing dalam jumlah terbatas sebelum akhirnya mati.

Limfosit telah diprogram secara spesifik untuk membentuk pertahanan imun terhadap
sasaran-sasaran mereka. Terdapat dua jenis limfosit, limfosit B dan limfosit T (sel B
dan T). yang terlihat serupa.
Limfosit B menghasilkan antibodi, yang beredar dalam darah dan bertanggung jawab
dalam imunitas humoral, atau yang diperantarai oleh antibodi. Suatu antibodi
berikatan dengan benda acing yang mengan dung antigenspesifik, misalnya bakteri,
yang
memicu produksi antibodi tersebut dan menandainya untuk dihancurkan.
Limfosit T tidak memproduksi antibodi; sel ini secara
langsung menghancurkan sel sasaran spesifiknya dengan mengeluarkan beragam zat
kimia yang melubangi sel korban, suatu proses yang dinamai imunitas selular. Sel
sasaran sel T mencakup sel tubuh yang dimasuki oleh virus dan sel kanker. Limfosit
hidup sekitar 100 hingga 300 hari. Setiap saat hanya terdapat sebagian kecil dari
limfosit total yang berada di dalam darah. Sebagian besar secara terus-menerus
terdaur-ulang antara jaringan limfoid, limfe, dan darah, hanya menghabiskan waktu
beberapa jam di dalam darah. Jaringan limfoid adalah jaringan yang mengandung
limfosit seperti tonsil dan kelenjar limfe.

3. Apa Diferensial diagnose dari scenario?


Jawab:

Leukemia limfoblastik akut


Leukemia limfoblastik akut adalah penyakit ganas (klon) sumsum tulang di mana
prekursor limfoid awal berkembang biak dan menggantikan sel hematopoietik normal
sumsum. Leukemia limfoblastik akut adalah jenis kanker dan leukemia yang paling
umum pada anak-anak di Amerika Serikat. Gambar di bawah ini menunjukkan
leukemia / limfoma limfoblastik sel-B.

Etiologi
Sebuah tinjauan dari genetika, biologi sel, imunologi, dan epidemiologi
leukemia masa kanak-kanak oleh Greaves menyimpulkan bahwa prekursor sel-B
leukemia limfoblastik akut memiliki etiologi multifaktorial, dengan proses dua
langkah mutasi genetik dan paparan infeksi memainkan peran yang menonjol.
Langkah pertama terjadi di dalam rahim, ketika pembentukan gen fusi atau
hyperdiploidy menghasilkan klon pra-leukemia terselubung. Langkah kedua adalah
akuisisi perubahan genetik sekunder pascakelahiran yang mendorong konversi
menjadi leukemia nyata. Hanya 1% anak-anak yang lahir dengan klon pra-leukemia
berkembang menjadi leukemia. Langkah kedua dipicu oleh infeksi. Pemicu lebih
mungkin terjadi pada anak-anak yang respon imunnya diatur secara tidak normal
karena mereka tidak terpapar infeksi pada beberapa minggu dan bulan pertama
kehidupan. Kurangnya paparan infeksi awal ini, yang merupakan sistem kekebalan
tubuh utama, lebih mungkin terjadi pada masyarakat yang bersemangat dalam hal
kebersihan; ini akan membantu menjelaskan mengapa saat ini, leukimia akut
pediatrik terlihat terutama di masyarakat industri.

Epidemiologi
Leukemia limfoblastik akut adalah jenis kanker dan leukemia paling umum
pada anak-anak di Amerika Serikat. leukemia akut menyumbang 74% dari kasus
leukemia pediatrik. Pada orang dewasa, ALL lebih jarang terjadi dibandingkan
leukemia myeloid akut (AML). Diperkirakan 5.930 kasus ALL (dewasa dan anak-
anak) di Amerika Serikat akan terjadi pada tahun 2019, yang mengakibatkan 1500
kematian. Diperkirakan kelangsungan hidup 5 tahun adalah 68,6%. Tingkat
kelangsungan hidup yang menguntungkan adalah karena tingkat kesembuhan semua
yang tinggi pada anak-anak. Prognosis menurun dengan bertambahnya usia, dan usia
rata-rata saat meninggal adalah 56 tahun. Di seluruh dunia, insiden ALL tertinggi
terjadi di Italia, Amerika Serikat, Swiss, dan Kosta Rika Di Eropa secara keseluruhan,
prekursor sel B ALL telah meningkat sekitar 1% setiap tahun.

Leukemia myeloid akut


Acute myeloid leukemia (AML) adalah penyakit ganas dari sumsum tulang di
mana prekursor hematopoietik ditangkap pada tahap awal perkembangan. Sebagian
besar subtipe AML dibedakan dari kelainan darah terkait lainnya dengan adanya lebih
dari 20% ledakan di sumsum tulang. Patofisiologi yang mendasari AML terdiri dari
penangkapan sel sumsum tulang yang matang pada tahap awal perkembangan.
Beberapa faktor telah terlibat dalam penyebab AML, termasuk kelainan hematologis,
sindrom keluarga, paparan lingkungan, dan paparan obat. Namun, sebagian besar
pasien yang datang dengan keluhan AML tidak memiliki faktor risiko yang dapat
diidentifikasi. Pasien-pasien dengan AML datang dengan gejala-gejala yang
dihasilkan dari kegagalan sumsum tulang, gejala-gejala yang dihasilkan dari infiltrasi
organ dengan sel-sel leukemia, atau keduanya. Kursus waktunya bervariasi.
Pemeriksaan AML meliputi tes darah, aspirasi sumsum tulang dan biopsi (tes
diagnostik definitif), dan analisis kelainan genetik. Regimen kemoterapi standar saat
ini hanya menyembuhkan sebagian kecil pasien dengan AML. Akibatnya, semua
pasien harus dievaluasi untuk masuk ke uji klinis yang dirancang dengan baik. Jika
uji klinis tidak tersedia, pasien dapat diobati dengan terapi standar. Penerimaan
kembali sering diperlukan untuk pengelolaan efek toksik kemoterapi.
Etiologi
Beberapa faktor telah terlibat dalam penyebab AML, termasuk kelainan
hematologis anteseden, sindrom keluarga, paparan lingkungan, dan paparan obat.
Namun, sebagian besar pasien yang datang dengan AML tidak memiliki faktor risiko
yang dapat diidentifikasi.

Epidemiologi
The American Cancer Society (ACS) memperkirakan bahwa 21.450 kasus
AML baru (11.650 pada pria, 9800 pada wanita) akan terjadi di Amerika Serikat pada
tahun 2019. AML lebih umum didiagnosis di negara-negara maju, dan lebih sering
terjadi pada orang kulit putih daripada di Amerika Serikat. populasi lain. Prevalensi
AML meningkat dengan bertambahnya usia. Usia rata-rata onset adalah sekitar 70
tahun. Namun, AML mempengaruhi semua kelompok umur. AML lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita, terutama pada pasien yang lebih tua. Ini
kemungkinan karena MDS(myeolodisplastic syndrome) lebih umum pada pria, dan
MDS lanjut sering berevolusi menjadi AML. Beberapa telah mengusulkan bahwa
peningkatan prevalensi AML pada pria mungkin terkait dengan paparan pekerjaan.
Diperkirakan bahwa pada 2019, 10.920 kematian akibat AML akan terjadi di
Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut, 6.290 diperkirakan akan terjadi pada pria dan
4630 pada wanita.

Anemia Hemolitik
Hemolisis adalah penghancuran dini eritrosit. Anemia hemolitik akan
berkembang jika aktivitas sumsum tulang tidak dapat mengkompensasi hilangnya
eritrosit. Tingkat keparahan anemia tergantung pada apakah timbulnya hemolisis
bertahap atau tiba-tiba dan pada tingkat kerusakan eritrosit. Hemolisis ringan dapat
asimptomatik sedangkan anemia pada hemolisis berat dapat mengancam jiwa dan
menyebabkan angina dan dekompensasi kardiopulmoner. Presentasi klinis juga
mencerminkan penyebab hemolisis. Misalnya, anemia sel sabit dikaitkan dengan
krisis oklusif yang menyakitkan.
Anemia hemolitik memiliki banyak penyebab, dan presentasi klinis dapat berbeda
tergantung pada etiologinya. Berbagai tes laboratorium tersedia untuk mendeteksi
hemolisis, dan tes khusus dapat diindikasikan untuk mendiagnosis penyebab
hemolisis. Ada perbedaan dalam pengelolaan berbagai jenis anemia hemolitik.

Etiologi
Artikel terbaru telah mencatat bahwa terapi imunoglobulin G (IgG)
intravena yang diberikan selama kehamilan, media kontras iomeprol, dan penggantian
katup mitral dapat menyebabkan hemolisis. Gangguan herediter dapat menyebabkan
hemolisis akibat kelainan membran eritrosit, cacat enzimatik, dan kelainan
hemoglobin.

Anemia hemolitik autoimun (AIHA) dapat disebabkan oleh tipe autoantibodi yang
hangat atau dingin dan, jarang, tipe campuran. Autoantibodi yang paling hangat
berasal dari kelas IgG imunoglobulin. Antibodi ini dapat dideteksi dengan tes
Coombs langsung, yang juga dikenal sebagai tes antiglobulin langsung (DAT). AIHA
dapat terjadi setelah transplantasi sel induk hematopoietik alogenik. Insiden kumulatif
3 tahun dalam populasi ini telah dilaporkan sebesar 4,44%. AIHA jarang terjadi pada
anak-anak dan memiliki berbagai penyebab. Hemolisis autoimun dapat bersifat
primer atau sekunder terhadap kondisi seperti infeksi (virus, bakteri, dan atipikal),
lupus erythematosus sistemik (SLE), hepatitis autoimun (AIH), dan influenza H1N1.
AIHA yang terkait influenza H1N1 pada anak-anak dapat menanggapi pengobatan
dengan oseltamivir dan imunoglobulin intravena. Splenomegali janin dan
hepatomegali terkait bisa disebabkan oleh hemolisis, tetapi infeksi adalah penyebab
yang paling mungkin. Gagal jantung kongestif dan gangguan metabolisme harus
dipertimbangkan. Jarang, leukemia, limfoma, dan histiositosis berhubungan dengan
splenomegaly.

Epidemiologi
Anemia hemolitik mewakili sekitar 5% dari semua anemia. AIHA akut
relatif jarang, dengan insiden satu hingga tiga kasus per 100.000 populasi per tahun.
Anemia hemolitik tidak spesifik untuk ras apa pun. Namun, gangguan sel sabit
ditemukan terutama di Afrika, Afrika-Amerika, beberapa orang Arab, dan Aborigin
di India selatan. Ada beberapa varian kekurangan G6PD. Varian A (-) ditemukan di
Afrika Barat dan Afrika-Amerika. Sekitar 10% orang Afrika-Amerika membawa
setidaknya 1 salinan gen untuk varian ini. Varian Mediterania terjadi pada individu
keturunan Mediterania dan di beberapa orang Asia. Sebagian besar kasus anemia
hemolitik tidak spesifik jenis kelamin. Namun, AIHA sedikit lebih mungkin terjadi
pada wanita daripada pria. Kekurangan G6PD adalah gangguan resesif terkait-X.
Oleh karena itu, laki-laki biasanya terpengaruh, dan perempuan adalah pembawa.
Meskipun anemia hemolitik dapat terjadi pada orang-orang dari segala usia, kelainan
herediter biasanya terbukti sejak awal kehidupan. AIHA lebih mungkin terjadi pada
individu paruh baya dan lebih tua.

Anemia aplastik
Anemia aplastik adalah sindrom gagal sumsum tulang yang ditandai dengan
pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum. Meskipun anemia sering normositik,
makrositosis ringan juga dapat diamati sehubungan dengan stres erythropoiesis dan
peningkatan kadar hemoglobin janin.
Presentasi klinis pasien dengan anemia aplastik meliputi gejala yang berkaitan
dengan penurunan produksi sel hematopoietik sumsum tulang. Onsetnya berbahaya,
dan gejala awalnya sering terkait dengan anemia atau perdarahan, meskipun demam
atau infeksi dapat dicatat saat presentasi.
Tanda dan gejala anemia aplastik dapat meliputi:
 Muka pucat
 Sakit kepala
 Palpitasi, dispnea
 Kelelahan
 Kaki bengkak
 Pendarahan gingiva, ruam petekie
 Infeksi yang berulang dan / atau berulang Ulserasi orofaringeal

Etiologi
Dasar teoritis untuk kegagalan sumsum termasuk cacat primer atau kerusakan
sel induk atau lingkungan mikro sumsum. Perbedaan antara penyakit yang didapat
dan yang diturunkan mungkin menghadirkan tantangan klinis, tetapi lebih dari 80%
kasus didapat. Pengamatan klinis dan laboratorium menunjukkan bahwa anemia
aplastik yang didapat adalah penyakit autoimun. Pada evaluasi morfologis, unsur-
unsur hematopoietik di sumsum tulang kurang dari 25%, dan mereka sebagian besar
diganti dengan sel-sel lemak. Flow cytometry menunjukkan bahwa populasi sel
CD34, yang berisi sel-sel induk dan progenitor berkomitmen awal, secara substansial
berkurang. Data dari uji kultur koloni in vitro menunjukkan kehilangan fungsional
yang sangat besar dari nenek moyang hematopoietik, sedemikian rupa sehingga
mereka tidak responsif bahkan pada tingkat tinggi faktor pertumbuhan hematopoietik.

Sebelumnya, telah dihipotesiskan bahwa anemia aplastik mungkin


disebabkan oleh cacat pada berbagai tingkatan, seperti cacat intrinsik sel
hematopoietik; cedera eksternal pada sel hematopoietik; dan stroma yang rusak, yang
sangat penting untuk proliferasi dan fungsi sel hematopoietik yang normal. Secara
teoritis, semua mekanisme ini dapat menyebabkan anemia aplastik. Teori ini adalah
dasar dari banyak percobaan kultur sel induk in vitro menggunakan desain crossover
di mana sel-sel induk dari pasien dengan anemia aplastik dikultur dengan stroma
normal dan sebaliknya. Kesimpulan dari penelitian ini mengarah pada pemahaman
bahwa cacat sel induk adalah mekanisme utama pada sebagian besar pasien dengan
anemia aplastik.

Epidemiologi
Insiden anemia aplastik tahunan di Eropa, sebagaimana dirinci dalam studi
epidemiologi formal besar, adalah 2 kasus per juta populasi. Anemia aplastik
dianggap lebih umum di Asia daripada di Barat. Insiden itu secara akurat ditentukan
menjadi 4 kasus per juta populasi di Bangkok, tetapi berdasarkan studi prospektif,
sebenarnya mungkin lebih dekat dengan 6 kasus per juta populasi di daerah pedesaan
Thailand. Peningkatan kejadian ini mungkin terkait dengan faktor lingkungan, seperti
peningkatan paparan bahan kimia beracun, daripada faktor genetik, karena
peningkatan ini tidak diamati pada orang-orang keturunan Asia yang tinggal di
Amerika Serikat.
Demografi terkait ras, jenis kelamin, dan usia, Meskipun tidak ada
kecenderungan ras untuk anemia aplastik yang dilaporkan di Amerika Serikat,
prevalensinya meningkat di Timur Jauh. Rasio pria-wanita untuk anemia aplastik
yang didapat adalah sekitar 1: 1, meskipun ada data yang menunjukkan bahwa laki-
laki lebih banyak dapat diamati di Timur Jauh. Meskipun anemia aplastik terjadi pada
semua kelompok umur, puncak kecil kejadian ini diamati pada masa kanak-kanak
karena dimasukkannya sindrom gagal sumsum yang diwariskan. Puncak kedua
diamati pada orang berusia 20-25 tahun.
4. Bagaimana Patomekanisme penyakit pada scenario?
Jawab:

a. Leukemia limfoblastik akut

Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan
leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel
darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh
sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah
(myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi
sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan
terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang
dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah
dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya
dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang
mulai dari yang sangat mentah hingga  hampir menjadi sel normal. Derajat
kementahannya merupakan petunjuk untuk menentukan/meramalkan
kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan
biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit
neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil
pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan.
Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem
limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan
sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi
sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan
menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular
sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan
hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada
susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan gangguan
penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum
tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu
perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat,
akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa,
limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan
jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit
mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.).
Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel
kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita
Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).
Referensi :
https://www.academia.edu/36968899/AKUT_LIMFOBLASTIK_LEUKEMIA_A
LL_LEUKEMIA_LIMFOBLASTIK_AKUT

b. Leukemia Myeloid Akut


AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon
-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa
berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk
hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid
dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk
sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit,
granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi dapat
terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui
penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel
muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam
sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang
kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan
metabolisme sel dan fungsi organ.
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid
dan berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik
sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui
studi molekular tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui
progeni sel. Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang
berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan sel normal.
Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan
menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini
kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya,
dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Mereka bisa
membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa
menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ
lainnya.
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan
penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan
oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.

5. Apa pemeriksaan penunjang pada skenario?


Jawab:

1. Tes darah Lengkap


Tes darah yang dilakukan diambil dari vena pada lengan atau dari jari tangan
perifer. Pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat kadar hematologi pasien.
Pemeriksaan apusan darah tepi juga dilakukan untuk melihat morfologi dari sel
darah. Pada pasien dengan leukemia, akan ditemukan sel darah putih yang sangat
banyak dibandingkan sel darah merah dan platelet yang sedikit.

2. Aspirasi sumsum tulang dan biopsy


Aspirasi sumsum tulang dan biopsi dilakukan secara bersamaan. Aspirasi
sumsum tulang dan biopsi ini dilakukan untuk mendiagnosa leukemia dan diulangi
kembali untuk melihat respon dari pengobatan.
Aspirasi sumsum tulang merupakan “gold standard” dari diagnosa
leukemia. Tidak hanya indikasi diagnosa, namun indikasi menentukan jenis sel dan
monitoring pengobatan seperti gangguan limfoblastik.

3. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal dilakukan untuk melihat apakah ada sel leukemia pada cairan
serebrospinalis. Pada anak dengan leukemia, lumbal pungsi dilakukan sebagai
terapi metastasis ke susunan saraf pusat untuk kemoterapi. Melalui lumbal pungsi
diberikan bahan kemoterapi menuju cairan serebrospinal sehingga mencegah sel- sel
leukemia ada di sistem saraf pusat.

6. Bagaimana Penatalaksanaan penyakit pada scenario?


Jawab:

1. Kemoterapi

Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan obat anti kanker yang diberikan
ke cairan serebrospinal, atau melelui aliran darah untuk dapat mencapai ke
seluruh tubuh agar terapi yang diberikan efektif. Pengobatan dengan kemoterapi
pada leukemia mieloblastik akut diberikan dengan dosis yang tinggi dan di
konsumsi dalam waktu yang singkat. Sedangkan terapi untuk leukemia
limfoblastik akut di berikan dengan dosis yang rendah dan waktu konsumsi yang
lama biasanya 2-3 tahun.16-18
2. Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi yang sangat terbatas penggunaannya


padapasien leukemia. Hal ini dikarenakan sel-sel leukemia telah menyebar
keseluruh tubuh melalui sumsum tulang menuju organ-organ yang ada di tubuh.
Terapi pembedahan hanya dilakukan atas indikasi tertentu dan memiliki risiko
tinggi.
3. Radiasi

Terapi radiasi menggunakan bahan energi dengan radiasi tinggi untuk


menghancurkan sel-sel kanker. Terapi sendiri biasanya dilakukan untuk
mencegah penyebaran dari sel-sel leukemia ke otak maupun ke testis.
4. Transfusi darah

Diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 gr%. Pada trombositopenia yang berat
dan perdarahan yang massif dapat diberikan transfuse trombosit.
2.Kortikostiroid seperti prednisone, kortison, deksametason dan sebagainya.
Setelah dicapai remisi (sel kanker sudah tidak ada lagi dalam tubuh dan
gejala klinik membaik ), dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan
5. Imunoterapi

Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang baru. Setelah tercapai


remisi dan jumlah sel leukemia yang cukup rendah (105-106), imuno
terapi diberikan. Pengobatan yang spesifik dilakukan dengan pemberian
imunisasi BCG atau dengan Crynae bacterium dan dimaksutkan agar
terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi.
6. Transplantasi sumsum tulang

7. Kemoterapi pada ALL

Secara tradisional, empat fase pengobatan ALL adalah induksi,


konsolidasi,pemeliharaan, dan profilaksis sistem saraf pusat. Pasien dengan ALL
memerlukan perawatan di rumah sakit untuk kemoterapi induksi, dan mereka
memerlukan pendaftaran kembali untuk kemoterapi konsolidasi atau untuk
pengobatan efektoksik dari kemoterapi. Intervensi bedah mungkin diperlukan
untuk penempatan kateter vena sentral, seperti lumen tripel, kateter Broviac, atau
Hickman
DAFTAR PUSTAKA

1. -Hematologi klinik ringkas oleh Prof.Dr.I Made Bakta


-Ns.andra saferi wijayas.kep & Ns.yessie mariza putrids.kep da lam buku
KMB2 tahun 2013
- Permono B, Ugrasena IDG. Leukemia akut.Dalam : Permono B,
Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku Ajar
hematologi-onkologi anak. 2005. Badan pernerbit IDAI. P 236-47
-(D’angio GJ, Sinniah D, Meadows AT, Evans AE Pritchard J. Practical
pediatric oncology 1992. P 235-244.)

2. - (Weiss andWardrop, 2010)


3.

4. Anwar, Cindy., dan Widyaningsih, Made Ayu. 2017. Acute Myeloid


Leukemia. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana: Ilmu Penyakit Dalam.
Calgary Guide
5.
6.

Anda mungkin juga menyukai