DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
Tutor:
dr. Ainul Rofik, Sp.An
Laporan tutorial yang berjudul “Cepat Lelah” telah melalui konsultasi dan
disetujui oleh Tutor Pembimbing
STEP 1
Identifikasi Kata Sulit
Vital sign : pengukuran fungsi tubuh yang paling dasar untuk
mengetahui tanda klinis dan berguna untuk menegakkan
diagnosis suatu penyakit.
Stomatitis angularis : peradangan di mana sudut mulut terbelah dengan celah
mendalam.
MCH : Jumlah rata-rata hemoglobin dalam eritrosit.
MCV : Pemeriksaan untuk menentukan volume eritrosit rata-rata.
Atrofi papil lidah : bertambah kecilnya ukuran sel papil lidah.
Anemia hipokrom : Anemia yang di tandai dengan ketidak maturan sel eritrosit.
Konjungtiva : Lapisan tipis pada mata untuk melindungi sklera.
Eosinofil :Limfosit agranulosit yang berperan dalam mengkontrol
respon alergi.
Kata kunci
Laki-laki berusia 60 tahun
Cepat lemas
Mata sering berkunang-kunang
BAB dengan darah segar sejak 6 bulan lalu
Pemeriksaan feses + telur cacing
Anemia Hipokromik mikrositik
MCH dan MCV menurun
Peningkatan Eosinofil
Kadar HB 5g/dl
STEP 2
Identifikasi Masalah / Pertanyaan
1. Apa makna klinis dari pemeriksaan fisik pasien?
2. Mengapa pasien mengalami cepat, Lelah, lesu dan mata berkunang-kunang?
3. Apa hubungan pada feses + telur cacing terhadap scenario?
4. Apa penyebab anemia hipokromik mikrositer pada scenario?
5. Apa penyebab BAB pasien keluar darah?
6. Apa keterkaitan makna pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lab pada scenario?
7. Bagaimana harga normal Hb, MCH, MCV dan eosinophil?
8. Apa penyebab stomatitis angularis, konjungtiva pucat, dan atrofi papil lidah?
STEP 3
Jawaban Rumusan Masalah
1. Makna fisik yang didapatkan adalah dimana penyakit yang diderita dan
gejalanya pada skenario dikarenakan adanya cacing pada tubuh pasien
sehingga dapat diduga pasien terdiagnosa Anemia Hipokromik Mikrositer.
2.
Mekanisme Pucat, Lemah, Lesu, Pusing dan Hubungan nya dengan
Anemia Anemia Kadar Hb & Eritrosit O2 Metabolisme Sel Energi Lemah
Metabolisme Anaerob ATP Asam laktat Lelah Hipoksia Jaringan (otak)
Pusing Pucat Anemia disebabkan oleh menurun nya kadar Hemoglobin
dalam eritrosit. Penurunan kadar hemoglobin tersebut disebabkan oleh
banyak hal, misalnya, pendarahan yg hebat, defisiensi zat gizi (zat besi,
asam folat & vit. B12), produksi sel – sel darah di sumsum tulang yg
menurun, penghancuran sel darah sebelum waktunya dengan jumlah yang
banyak, dan sebagainya.
Dengan adanya penyebab – penyebab diatas, kadar hemoglobin
dalam tubuh kita turun dari kadar normal nya. Hemoglobin merupakan
pengangkut oksigen untuk keseluruh jaringan tubuh, dengan kadar
hemoglobin turun, kadar oksigen pun turun secara tidak langsung. Kadar
oksigen yang turun menyebabkan, metabolisme sel turun, dengan turun
nya metabolisme sel, energy yang dihasilkan juga sedikit, sehingga orang
tersebut akan mudah lemah Karena kurang nya energy. Saat proses
metabolisme sel secara aerob tidak optimal, berlangsung proses
metabolisme anaerob. Pada metabolisme anaerob, energy yang dihasilkan
sedikit dan menghasilkan asam laktat yang menyebabkan otot lelah.
Berkurangnya hemoglobin akan menyebabkan turunnya kadar
oksigen dalam darah karena fungsi hemoglobin adalah mengikat oksigen
dalam darah. Hal ini akan menyebabkan penurunan oksigenisasi jaringan.
Untuk menyesuaikan keadaan ini tubuh akan memvasokonstriksi
pembuluh darah untuk memaksimalkan pengiriman oksigen ke organ-
organ vital. Untuk pucatKeadaan seperti ini akan menyebabkan pucat.
Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat
karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi
bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membrane mukosa
mulut serta konjungtiva merupakan indicator yang lebih baik untuk
menilai pucat.
Kadar oksigen yang turun juga meyebabkan hipoksia di jaringan –
jaringan tubuh, salah satu nya di otak. Dengan kurang nya kadar oksigen
di otak, akan menyebabkan pusing dan kesadaran menurun.
3. Pengaruh telur cacing pada feses pasien memiliki pengaruh untuk dapat
mengetahui apakah ada parasit yang hidup dalam tubuh pasien atau tidak.
Selain itu pula telur cacing tersebut dapat sebagai indicator pemeriksaan,
melihat struktur telur tersebut dapat membantu kita untuk mengetahui jenis
parasit yang hidup dalam tubuh pasien dan dapat mengetahui penyakit yang
diderita pasien.
4. akibat infeksi cacing tambang dewasa adalah kehilangan darah dari intestinal
yang disebabkan invasi parasit ke mukosa dan submukosa usus halus.
Kehilangan darah yang kronik ini menyebabkan terjadinya anemia defisiensi
zat besi atau anemia hipokrimik mikrositer. (Hotez, 2004)
5. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus cacing menyebabkan tekanan negatif
yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam kapsul bukal cacing.
Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan
perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan
memperberat kerusakan pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi
berbagai antikoagulan termasuk diantaranya inhibitor faktor VIIa (tissue
inhibitory factor). Cacing ini kemudian mencerna sebagian darah yang
dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobinase, sedangkan sebagian lagi
dari darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna.
6. Pemeriksaan fisik dan lab dalam skenario sangat berkaitan. Karena seorang
dokter ketika pasien datang pasti dengan beberapa gejala. Dari beberapa gejala
tersebut kita akan mendapatkan beberapa DD. Nah untuk memastikan
diagnosa kerja dari suatu penyakit, kita ada melakukan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang ini bisa macam macam seperti pemeiksaan
Lab, Pemeriksaan Radiologi dengan sinar X, FNAB dll.
7. Hb normal:
Newborns: 17 – 22 gm/dL
Children: 11-13 gm/dL
Adult males: 14-18 gm/dL
Adult women: 12-16 gm/dL
Men after middle age: 12,4 – 14,9 gm/dL
Women after middle age: 11,7 – 13,8 gm/dL
MCV normal: 80 – 100 femtoliter
MCH normal: 27 – 31 picograms/cell
Eosinofil normal: 1 – 4%
8. Konjungtiva pucat dikarenakan masalah pada hepar. Sedangkan stomatitis
angularis dan atrofi papil lidah dikarenakan gejala dari infeksi cacing karena
anemia defisiensi besi.
STEP 4
MindMapping
Gejala
Keluhan Pasien
Diagnosis Banding
Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosis Kerja
Manifestasi Klinik
Tata laksana
Hipotesis
Pada ciri-ciri pemeriksaan fisik dan lab pasien diduga terkena infeksi cacing
tambang karena terkena anemia hipokromik mikrositer.
STEP 5
Learning Objective
1. Mengetahui dan menjelaskan differential diagnosis dari skenario.
2. Mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan penunjang dari penyakit pada
skenario.
3. Mengetahui dan menjelaskan diagnosis kerja dari skenario.
4. Mengetahui dan menjelaskan morfologi sel darah merah dan metabolisme zat
besi.
5. Mengetahui dan menjelaskan etiopatogenesis dari penyakit pada skenario.
6. Mengetahui dan menjelaskan klasifikasi anemia.
7. Mengetahui dan menjelaskan manifestasi klinis dari penyakit pada skenario.
8. Mengetahui dan menjelaskan pandangan Islam tentang kebersihan.
9. Mengetahui dan menjelaskan faktor resiko dari penyakit pada skenario.
10. Mengetahui dan menjelaskan tata laksana dari penyakit pada skenario.
11. Mengetahui dan menjelaskan prognosis dari penyakit pada skenario.
STEP 6
Jawaban Learning Objective
1. Mengetahui dan menjelaskan differential diagnosis dari skenario.
Anemia normositik normokrom di sebabkan oleh karena pendarahan akut,
homolisis, dan penyakit-penyakit infiltrative metastasik pada sumsum tulang.
Terjadi penurunan eritrosit tidak di sertai dengan perubahan konsentrasi
haemoglobin (indeks normal pada anak: MCV 73-101 fl, MCH 23-31 pg,
MCHC 26-35 % ), bentuk dan ukuran eritrosit
Anemia makrositik hiperkrom dengan ukuran eritrosit yang lebih besar
dari normal dan hiperkrom karena konsentrasi haemoglobin nya lebih dari
normal (indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH> 31 pg, MCHC> 35%
) di temukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B 12, asam folat),
serta anemia makrositik non megaloblastik (penyakit hati dan myeldisplasia)
Anemia mikrositik hiperkrom dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari
normal dan mengadung konsentrasi haemoglobin yang kurang dari normal
(indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH< 73, MCHC 26-35 %) penyebab anemia
mikrositik hiperkrom :
1) berkurangnya zat besi : anemia defisiensi zat besi
2) berkurangnya sintesis globin: thalesemia dan hemoglobinopati
3) berkurangnya sintesis heme
gejala Anemia normositik Anemia makrositik Anemia
normokrom hiperkrom mikrositik
hipokrom
Konjungtiva Iya Iya Iya
anemis
Atrofi papil Tidak Tidak Iya
lidah
Stomatitis Tidak Tidak Iya
angularis
Gejala klinis
pada stadium larva yang menembus kulit akan terjadi perubahan
kulit yang disebut ground itch. Dan secara oral menyebabkan gejala mual,
muntah, irtasi faring, batuk, sakit leher, dan serak.
Pada stadium dewasa, tergantung pada spesies dan jumlah cacing
dan keadaan gizi penderita (fed an protein). Tiap cacing menyebabkan
kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1 cc perhari hingga 0,08 – 0,34 cc.
(Sutanto,2004)
perhari. akibat infeksi cacing tambang dewasa adalah kehilangan
darah dari intestinal yang disebabkan invasi parasit ke mukosa dan
submukosa usus halus jika terjadi nekrosis pada jaringan usus akan
menyebabkan perdarahan terus menerus gejalanya berupa diare dengan
tinja yang berwarna merah pekat..Kehilangan darah yang kronik ini
menyebabkan terjadinya anemia defisiensi zat besi atau anemia hipokrimik
mikrositer dan Kehilangan protein secara kronik akibat infeksi cacing
tambang dapat menyebabkan hipoproteinemia dan anasarka.
pende(Hotez,2004)
disamping itu juga terdapat eosinofilia, dan penderita akan tampak
pucat karena mengalami penurunan kadar hemoglobin, cacing ini biasanya
tidak menyebabkan kematian, tetapi hanya daya tahan berkurang dan
prestasi kera menurun (sutanto,2008)
Diagnosis cacing tambang berdasarkan pemeriksaan. Bila pada
specimen yang diperiksa ditemukan bentuk diagnositik dari cacing
tambang, maka dapat disimpulkan bahwa penderita terinfeksi cacing
tambang. (onggowaluyo, 2002)
4. Mengetahui dan menjelaskan morfologi sel darah merah dan
metabolisme zat besi.
MORFOLOGI SEL DARAH MERAH
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari
Bahasa Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti
selubung/sel (Snyder dan Gregory, 1999). sel normal mempunyai membran
yang sangat kuat untuk menampung banyak bahan material di dalamnya,
maka perubahan bentuk tadi tidak akan meregangkan membran secara hebat
dan sebagai akibatnya tidak akan memecahkan sel seperti yang terjadi pada
sel-sel lainnya (Guyton dan Hall, 2006). Di dalam sel darah merah tidak
terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri akan aktif selama 120 hari dan
kemudian akhirnya dihancurkan (Snyder dan Gregory , 1999).
Darah berwarna merah karena adanya sel-sel darah merah (eritrosit).
Eritrosit berbentuk bulat gepeng yang kedua permukaannya cekung. Eritrosit
tidak memiliki inti sel dan mengandung hemoglobin. Hemoglobin (Hb)
merupakan protein yang mengandung zat besi. Fungsi hemoglobin adalah
untuk mengikat oksigen dan karbondioksida dalam darah. Hemoglobin
berwarna merah, karena itu eritrosit berwarna merah. Eritrosit normal
kelihatan bundar dengan diameter 7,5 μm dengan ketebalan tepi 2 μm. Dari
samping Eritrosit kelihatan berbentuk seperti cakram dengan kedua
permukaannya cekung (biconcav disk). Eritrosit disebut juga discocyte karena
bentuknya seperti cakram. Tengah-tengah cakram tersebut lebih tipis dengan
ketebalan 1 μm. Bentuk biconcav ini menyebabkan hemoglobin terkumpul
lebih banyak di bagian tepi sel. Oleh sebab itu, bagian tepi eritrosit kelihatan
lebih merah (okisifilik) dari bagian sentralnya. Bagian sentral yang kelihatan
lebih pucat disebut akromia sentral yang luasnya antara 1/3-1/2 kali diameter.
Dalam mengevaluasi morfologi eritrosit, ada 4 hal yang harus diperlihatkan :
1. bentuknya (shape), 2. ukurannya (size), 3. warnanya (staining), dan 4.
struktur intraselluler (structure).
Kelainan eritrosit biasanya dinyatakan dengan perubahan ukuran, bentuk,
dan warnanya (atau derajat hemoglobin-nya). Beberapa kelainan tersebut
antara lain:
1. Kelainan ukuran eritrosit : microsit dan macrosit.
2. Kelainan bentuk eritrosit : hipokromia dan hiperkromik.
3. Kelainan warna eritrosit : Ecchinocytes, Elliptocytes, Poikilocytes,
Schistocytes, Sickle cell dan Tear Drop Cell.
METABOLISME ZAT BESI
Zat besi (Fe) adalah unsur mineral yang paling penting dibutuhkan oleh
tubuh karena perannya pada pembentukan hemoglobin. Senyawa ini bertindak
sebagai pembawa oksigen dalam darah, dan juga berperan dalam transfer CO2
dan H positif pada rangkaian trasport elektron yang diatur oleh fosfat organic.
Menurut Soekirman (2000), Besi adalah salah satu zat gizi penting yang
terdapat pada sel hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun sel hewan. Dalam
tubuh,zat besi sebahagian besar terdapat dalam darah sebagai protein yang
bernama hemoglobin (Hb) berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke
seluruh tubuh. Zat besi mempunyai pengaruh terhadap kognisi, aktivitas
mental seperti mendapatkan, menyimpan, mengeluarkan, dan memakai
informasi dan pengetahuan (Soeida, 2008).
Francin, dkk (2005) mengemukakan bentuk-bentuk konyugasi Fe adalah :
1. Hb mengandung ferro. Fungsi hemoglobin sebagai pertukaran CO2 dan
O2 dari paru-paru ke sel-sel jaringan. Hemoglobin terdapat dalam eritrosit.
2. Mioglobin terdapat di dalam sel-sel otot, mengandung fe bentuk ferro.
Fungsinya untuk proses kontraksi otot.
3. Transferin, mengandung Fe bentuk ferro. Berfungsi mentranspor Fe
tersebut di dalam plasma darah dari tempat penimbunan ke jaringan sel
yang diperlukan.
4. Feritin adalah simpanan Fe mengandung bentuk ferri. Kalau Fe feritin
diberikan pada transfer untuk di ubah menjadi ferro yang berasal dari
penyerapan usus, kemudian ditimbun.
5. Hemosiderin adalah konjugat protein dengan ferri dan merupakan bentuk
simpanan zat besi.
6. Jumlah simpanan zat besi di dalam tubuh orang dewasa terdapat sekitar
3,5 gram dimana 70 % terdapat dalam hemoglobin, 25 % merupakan
cadangan besi yang terdiri dari feritin dan hemosiderin terdapat dalam
hati, limpa dan sum sum tulang (Suhardjo dkk, 2006).
Zat besi yang terdapat dalam tubuh orang dewasa sehari berjumlah + 4 g.
Zat besi tersebut berada dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin (+ 2,5 g)
Myoglobin (150 mg), phorphyryn (enzim intraselular) cytocrome dan hati,
limpa sumsum tulang (+200-1.500 mg). Ada dua bagian zat besi dalam tubuh,
yaitu bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik, dan bagian
yang merupakan cadangan (reserva). Hemoglobin, myoglobin,cytocrome serta
enzim hem dan nonhem adalah bentuk zat besi yang fungsional dan
berjumlah antara 5-25 mg/kg berat badan. Feritin dan hemosiderin adalah
bentuk zat besi reserva yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum
tulang (Wirakusumah, 1999).
Keseimbangan besi dalam tubuh harus dipertahankan agar tubuh tidak
mengalami anemia. Artinya jumlah zat besi yang diperoleh tubuh lewat
makanan. Zat besi dalam bentuk reserva berfungsi untuk mempertahankan
keseimbangan homeostatis tubuh. Feritin dan hemosiderin akan membantu
mempertahankan pembentukan hemoglobin, bila zat besi dari makanan yang
dikonsumsi tidak mencukupi.jumlah zat besi yang harus diserap oleh tubuh
untuk mempertahankan zat besi akibat eksresi cukup kecil, yaitu sebesar 1 mg
(Wirakusumah,1999).
Secara garis besar metabolisme zat besi dalam tubuh terdiri dari proses
penyerapan, pengangkutan dan pemanfaatan, penyimpanan, dan pengeluaran.
Zat besi dari makanan di serap ke usus halus kemudian masuk kedalam
plasma darah, selain itu ada sejumlah zat besi yang keluar dari tubuh melalui
tinja. Didalam plasma berlangsung proses turn over, yaitu sel-sel darah yang
lama di ganti dengan sel-sel yang baru. Jumlah zat besi yang mengalami turn
over setiap hari berkisar hanya kirakira 35 mg berasal dari makanan,
hemoglobin, dan sel-sel darah merah yang sudah tua dan diproses oleh tubuh
agar dapat di pergunakan lagi (Wirakusumah,1999).
Besi yang ada pada bahan makanan adalah besi elemen. Hanya Fe++ ini
yang diabsorbsi usus halus. Untuk mengatur masuknya besi dalam tubuh maka
tubuh memiliki suatu cara yang tepat guna. Besi hanya dapat masuk ke dalam
mukosa apabila ia dapat bersenyawa dengan apoferritin. Jumlah apoferritin
yang ada dalam mukosa usus tergantung pada kadar besi tubuh. Bila besi
dalam tubuh sudah cukup maka semua apoferritin yang ada dalam mukosa
usus terikat oleh Fe menjadi Ferritin. Dengan demikian tidak ada lagi
apoferitin yang bebas sehingga tidak ada besi yang dapat masuk ke dalam
mukosa. Besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat masuk ke dalam
darah bila ia berikatan dengan β-globulin yang ada dalam plasma. Gabungan
Fe dengan β-globulin disebut ferritin (Kuntarti, 2009)
Apabila semua β-globulin dalam plasma sudah terikat Fe” (menjadi
feritin) maka Fe++ yang terdapat dalam mukosa usus tidak dapat masuk ke
dalam plasma dan turut lepas ke dalam lumen usus sel mukosa usus lepas dan
diganti dengan sel baru. Hanya Fe++ yang terdapat dalam transferrin dapat
digunakan dalam eritropoesis, karena sel eritoblas dalam sum-sum tulang
hanya memiliki reseptor untuk ferritin (Kuntarti, 2009).
Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma sum-sum
tulang sebagai ferritin. Besi yang terikat pada β-globulin selain berasal dari
mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua masuk ke
dalam jaringan limpa untuk kemudian terikat pada β-globulin (menjadi
transferin) dan kemudian ikut aliran darah ke sum-sum tulang untuk
digunakan eritoblas membentuk hemoglobin. Hemoglobin berfungsi sebagai
pengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh, oleh karena itu apabila terjadi
kekurangan hemoglobin mengakibatkan anemia sehingga aktivitas tubuh
terutama daya berpikir akan menurun (Kuntarti, 2009).
Patogenesis
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan
besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin
menurun (Bakta, 2006).
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini
ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam
usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila
kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama
sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan
gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi.
Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini
kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free
protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity =
TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum.
Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin
terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun . Akibatnya timbul
anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron
deficiency anemia) (Bakta, 2006).
10. Mengetahui dan menjelaskan tata laksana dari penyakit pada skenario.
10.1.Tatalaksana Cacing Tambang.
Infeksi cacing tambang dapat diatasi dengan pemberian pirantel
pamoat, oksantel pamoat, mebendazol, albendazol, dan levamisol.
Anemia karena infeksi cacing tambang perlu diatasi dengan pemberian
preparat besi dan asam folat. (Putriheryanti, 2011)
Efektivitas albendazol adalah 72%, mebendazol 15%, dan pirantel
pamoat 31%. Pemberian obat untuk wanita hamil masih dalam
perdebatan. (Putriheryanti, 2011)
Infeksi cacing tambang dapat dihindari dengan menggunakan alas
kaki saat melakukan aktivitas di tanah, terutama pada pekerja
perkebunan dan pertambangan. (Putriheryanti, 2011)
10.2. Tatalaksana Anemia
Pengobatan anemia defisiensi besi terdiri atas: (Amalia, dkk. 2016)
(1). Terapi zat besi oral: pada bayi dan anak terapi besi elemental
diberikan dibagi dengan dosis 3-6 mg/kgBB/hari diberikan dalam dua
dosis, 30 menit sebelum sarapan pagi dan makan malam. Terapi zat
besi diberikan selama 1 sampai 3 bulan dengan lama maksimal 5
bulan. Enam bulan setelah pengobatan selesai harus dilakukan
kembali pemeriksaan kadar Hb untuk memantau keberhasilan terapi.
(2). Terapi zat besi intramuscular atau intravena dapat
dipertimbangkan bila respon pengobatan oral tidak berjalan baik,
efek samping dapat berupa demam, mual, urtikaria, hipotensi, nyeri
kepala, lemas, artragia, bronkospasme sampai relaksi anafilaktik.
(3). Transfusi darah diberikan apabila gejala anemia disertai risiko
terjadinya gagal jantung yaitu pada kadar Hb 5-8g/dL. Komponen
darah yang diberikan berupa suspensi eritrosit (PRC) diberikan
secara serial dengan tetesan lambat.
Soeida. S, 2008. Gizi dan Kesehatan : Penurunan Tingkat Kecerdasan dan Upaya
Penanggulangan. Kurang Gizi : Salah Satu Penyebab Menurunnya Tingkat
Kecerdasan dan Upaya Penanggulangannya.
Suhardjo, 1992. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta, Kanisius.
Sutanto, inge. dkk. 2008. parasitologi kedokteran. Jakarta : FK UI.
Wirakusumah, Emma. 1999. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Trubus
Agriwidaya. Jakarta.