Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TUTORIAL

BIOMEDIS V.1 SKENARIO 3


CEPAT LELAH

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1

Tutor:
dr. Ainul Rofik, Sp.An

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan tutorial yang berjudul “Cepat Lelah” telah melalui konsultasi dan
disetujui oleh Tutor Pembimbing

Surabaya, 10 Maret 2017


Pembimbing

dr. Ainul Rofik, Sp.An


KELOMPOK PENYUSUN

KETUA KELOMPOK : AUFAR ZIMAMUZZAMAN A. 6130015005


SEKRETARIS I : AUFAR RAHMAN 6130015004
SEKRETARIS II : ANISA WIDIA SUDARMAN 6130015003
ANGGOTA KELOMPOK : CICI DITA VIRLLIANA 6130015001
DAVID SAJID MUHAMMAD 6130015002
FERNANDO PRASETYA E. H. 6130015006
RAFIQA ERLISIA JULKIFLI 6130015007
HABIL YOGA LESMANA 6130015008
ILFIA HAJAR MAFRURROH 6130015009
RUSDIANA SILABAN 6130015010
DENY FEBRIWIJAYA R. 6130015011
Skenario
SKENARIO 3 : CEPAT LELAH
Seorang laki-laki usia 60 tahun dating ke poliklinik penyakit dalam dengan
keluhan sering cepat lelah, lemah, lesu, disertai mata sering berkunang kunang
dan BAB keluar darah segar, selama kurang lebih 6 bulan terakhir. Pada
pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 100/70, suhu 36,8⁰C, frekuensi
nadi 80 x/menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva tampak pucat,
atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan tidak terdapat pemeriksaan
pembesaraan kelenjar limfe. Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan Hb 5
g/dl, eosinophil meningkat, MCV menurun, MCH menurun, Pada hapusan darah
di dapatkan anemia hipokrom mikrositik. Pemeriksaan feses terdapat telur cacing
positif. Bagaimana anda menjelaskan hal tersebut.

STEP 1
Identifikasi Kata Sulit
Vital sign : pengukuran fungsi tubuh yang paling dasar untuk
mengetahui tanda klinis dan berguna untuk menegakkan
diagnosis suatu penyakit.
Stomatitis angularis : peradangan di mana sudut mulut terbelah dengan celah
mendalam.
MCH : Jumlah rata-rata hemoglobin dalam eritrosit.
MCV : Pemeriksaan untuk menentukan volume eritrosit rata-rata.
Atrofi papil lidah : bertambah kecilnya ukuran sel papil lidah.
Anemia hipokrom : Anemia yang di tandai dengan ketidak maturan sel eritrosit.
Konjungtiva : Lapisan tipis pada mata untuk melindungi sklera.
Eosinofil :Limfosit agranulosit yang berperan dalam mengkontrol
respon alergi.
Kata kunci
 Laki-laki berusia 60 tahun
 Cepat lemas
 Mata sering berkunang-kunang
 BAB dengan darah segar sejak 6 bulan lalu
 Pemeriksaan feses + telur cacing
 Anemia Hipokromik mikrositik
 MCH dan MCV menurun
 Peningkatan Eosinofil
 Kadar HB 5g/dl

STEP 2
Identifikasi Masalah / Pertanyaan
1. Apa makna klinis dari pemeriksaan fisik pasien?
2. Mengapa pasien mengalami cepat, Lelah, lesu dan mata berkunang-kunang?
3. Apa hubungan pada feses + telur cacing terhadap scenario?
4. Apa penyebab anemia hipokromik mikrositer pada scenario?
5. Apa penyebab BAB pasien keluar darah?
6. Apa keterkaitan makna pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lab pada scenario?
7. Bagaimana harga normal Hb, MCH, MCV dan eosinophil?
8. Apa penyebab stomatitis angularis, konjungtiva pucat, dan atrofi papil lidah?
STEP 3
Jawaban Rumusan Masalah
1. Makna fisik yang didapatkan adalah dimana penyakit yang diderita dan
gejalanya pada skenario dikarenakan adanya cacing pada tubuh pasien
sehingga dapat diduga pasien terdiagnosa Anemia Hipokromik Mikrositer.

2.
Mekanisme Pucat, Lemah, Lesu, Pusing dan Hubungan nya dengan
Anemia Anemia Kadar Hb & Eritrosit O2 Metabolisme Sel Energi Lemah
Metabolisme Anaerob ATP Asam laktat Lelah Hipoksia Jaringan (otak)
Pusing Pucat Anemia disebabkan oleh menurun nya kadar Hemoglobin
dalam eritrosit. Penurunan kadar hemoglobin tersebut disebabkan oleh
banyak hal, misalnya, pendarahan yg hebat, defisiensi zat gizi (zat besi,
asam folat & vit. B12), produksi sel – sel darah di sumsum tulang yg
menurun, penghancuran sel darah sebelum waktunya dengan jumlah yang
banyak, dan sebagainya.
Dengan adanya penyebab – penyebab diatas, kadar hemoglobin
dalam tubuh kita turun dari kadar normal nya. Hemoglobin merupakan
pengangkut oksigen untuk keseluruh jaringan tubuh, dengan kadar
hemoglobin turun, kadar oksigen pun turun secara tidak langsung. Kadar
oksigen yang turun menyebabkan, metabolisme sel turun, dengan turun
nya metabolisme sel, energy yang dihasilkan juga sedikit, sehingga orang
tersebut akan mudah lemah Karena kurang nya energy. Saat proses
metabolisme sel secara aerob tidak optimal, berlangsung proses
metabolisme anaerob. Pada metabolisme anaerob, energy yang dihasilkan
sedikit dan menghasilkan asam laktat yang menyebabkan otot lelah.
Berkurangnya hemoglobin akan menyebabkan turunnya kadar
oksigen dalam darah karena fungsi hemoglobin adalah mengikat oksigen
dalam darah. Hal ini akan menyebabkan penurunan oksigenisasi jaringan.
Untuk menyesuaikan keadaan ini tubuh akan memvasokonstriksi
pembuluh darah untuk memaksimalkan pengiriman oksigen ke organ-
organ vital. Untuk pucatKeadaan seperti ini akan menyebabkan pucat.
Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat
karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi
bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membrane mukosa
mulut serta konjungtiva merupakan indicator yang lebih baik untuk
menilai pucat.
Kadar oksigen yang turun juga meyebabkan hipoksia di jaringan –
jaringan tubuh, salah satu nya di otak. Dengan kurang nya kadar oksigen
di otak, akan menyebabkan pusing dan kesadaran menurun.
3. Pengaruh telur cacing pada feses pasien memiliki pengaruh untuk dapat
mengetahui apakah ada parasit yang hidup dalam tubuh pasien atau tidak.
Selain itu pula telur cacing tersebut dapat sebagai indicator pemeriksaan,
melihat struktur telur tersebut dapat membantu kita untuk mengetahui jenis
parasit yang hidup dalam tubuh pasien dan dapat mengetahui penyakit yang
diderita pasien.
4. akibat infeksi cacing tambang dewasa adalah kehilangan darah dari intestinal
yang disebabkan invasi parasit ke mukosa dan submukosa usus halus.
Kehilangan darah yang kronik ini menyebabkan terjadinya anemia defisiensi
zat besi atau anemia hipokrimik mikrositer. (Hotez, 2004)
5. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus cacing menyebabkan tekanan negatif
yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam kapsul bukal cacing.
Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan
perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan
memperberat kerusakan pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi
berbagai antikoagulan termasuk diantaranya inhibitor faktor VIIa (tissue
inhibitory factor). Cacing ini kemudian mencerna sebagian darah yang
dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobinase, sedangkan sebagian lagi
dari darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna.
6. Pemeriksaan fisik dan lab dalam skenario sangat berkaitan. Karena seorang
dokter ketika pasien datang pasti dengan beberapa gejala. Dari beberapa gejala
tersebut kita akan mendapatkan beberapa DD. Nah untuk memastikan
diagnosa kerja dari suatu penyakit, kita ada melakukan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang ini bisa macam macam seperti pemeiksaan
Lab, Pemeriksaan Radiologi dengan sinar X, FNAB dll.
7. Hb normal:
 Newborns: 17 – 22 gm/dL
 Children: 11-13 gm/dL
 Adult males: 14-18 gm/dL
 Adult women: 12-16 gm/dL
 Men after middle age: 12,4 – 14,9 gm/dL
 Women after middle age: 11,7 – 13,8 gm/dL
MCV normal: 80 – 100 femtoliter
MCH normal: 27 – 31 picograms/cell
Eosinofil normal: 1 – 4%
8. Konjungtiva pucat dikarenakan masalah pada hepar. Sedangkan stomatitis
angularis dan atrofi papil lidah dikarenakan gejala dari infeksi cacing karena
anemia defisiensi besi.
STEP 4
MindMapping

Gejala

Keluhan Pasien

Diagnosis Banding

Pemeriksaan
Penunjang

Diagnosis Kerja

Patofisiologi Ethiopatogenesis Patologi Klinik

Manifestasi Klinik

Tata laksana

Hipotesis
Pada ciri-ciri pemeriksaan fisik dan lab pasien diduga terkena infeksi cacing
tambang karena terkena anemia hipokromik mikrositer.
STEP 5
Learning Objective
1. Mengetahui dan menjelaskan differential diagnosis dari skenario.
2. Mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan penunjang dari penyakit pada
skenario.
3. Mengetahui dan menjelaskan diagnosis kerja dari skenario.
4. Mengetahui dan menjelaskan morfologi sel darah merah dan metabolisme zat
besi.
5. Mengetahui dan menjelaskan etiopatogenesis dari penyakit pada skenario.
6. Mengetahui dan menjelaskan klasifikasi anemia.
7. Mengetahui dan menjelaskan manifestasi klinis dari penyakit pada skenario.
8. Mengetahui dan menjelaskan pandangan Islam tentang kebersihan.
9. Mengetahui dan menjelaskan faktor resiko dari penyakit pada skenario.
10. Mengetahui dan menjelaskan tata laksana dari penyakit pada skenario.
11. Mengetahui dan menjelaskan prognosis dari penyakit pada skenario.

STEP 6
Jawaban Learning Objective
1. Mengetahui dan menjelaskan differential diagnosis dari skenario.
Anemia normositik normokrom di sebabkan oleh karena pendarahan akut,
homolisis, dan penyakit-penyakit infiltrative metastasik pada sumsum tulang.
Terjadi penurunan eritrosit tidak di sertai dengan perubahan konsentrasi
haemoglobin (indeks normal pada anak: MCV 73-101 fl, MCH 23-31 pg,
MCHC 26-35 % ), bentuk dan ukuran eritrosit
Anemia makrositik hiperkrom dengan ukuran eritrosit yang lebih besar
dari normal dan hiperkrom karena konsentrasi haemoglobin nya lebih dari
normal (indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH> 31 pg, MCHC> 35%
) di temukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B 12, asam folat),
serta anemia makrositik non megaloblastik (penyakit hati dan myeldisplasia)
Anemia mikrositik hiperkrom dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari
normal dan mengadung konsentrasi haemoglobin yang kurang dari normal
(indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH< 73, MCHC 26-35 %) penyebab anemia
mikrositik hiperkrom :
1) berkurangnya zat besi : anemia defisiensi zat besi
2) berkurangnya sintesis globin: thalesemia dan hemoglobinopati
3) berkurangnya sintesis heme
gejala Anemia normositik Anemia makrositik Anemia
normokrom hiperkrom mikrositik
hipokrom
Konjungtiva Iya Iya Iya
anemis
Atrofi papil Tidak Tidak Iya
lidah
Stomatitis Tidak Tidak Iya
angularis

2. Mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan penunjang dari penyakit pada


skenario.
Menurut Guillermo dan Arguelles pemeriksaan yang dapat dilakukan antara
lain:
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia
berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan 11
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun
apabilakekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang
spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.
Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31
pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35%
dan hipokrom < 30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk
inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry
hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag. 12
4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang
masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya
untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran
sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara.
Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari
kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin,
ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah
pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai
denganeritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal
15 %.12
5. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun
setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh.
Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan
spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah
kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok,
pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi
dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang
spesifik.12
6. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai
dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l
sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua
cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk
kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal
kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat
besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum
feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik
untuk usia 13dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih
rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih
rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan
tetap stabil atau naiksecara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap
saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama
seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan
penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum
feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III
bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin
adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis,
infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan
mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA),Radioimmunoassay
(RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).13

3. Mengetahui dan menjelaskan diagnosis kerja dari skenario.


Distribusi Geografi
Penyebaran cacing ini diseluruh daerah khatulistiwa dan di tempat
lain dengan keadaan yang sesuai, misalnya didaerah pertambangan dan
perkebunan. Dan di Indonesia prevalensi tinggi terutama di pedesaan
sekitar 40%

Morfologi dan daur hidup


Cacing dewasa hidup dirongga usus halus, dengan mulut yang
besar melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina tiap hari
mengeluarkan telur 5000-10000 butir ( N. americanus ) dan 10.000 sampai
25000 butir (A.duodenale). telur ini dikeluarkan dengan tinja dan setelah
menetas dalam waktu 1-1,5 hari keluar larva. Dan dalam 3 hari larva
tumbuh . dan dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di
tanah. Infeksi cacing tambang ini terjadi apabila larva menembus kulit ,
juga dapat terjadi dengan menelan larva.

Gejala klinis
pada stadium larva yang menembus kulit akan terjadi perubahan
kulit yang disebut ground itch. Dan secara oral menyebabkan gejala mual,
muntah, irtasi faring, batuk, sakit leher, dan serak.
Pada stadium dewasa, tergantung pada spesies dan jumlah cacing
dan keadaan gizi penderita (fed an protein). Tiap cacing menyebabkan
kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1 cc perhari hingga 0,08 – 0,34 cc.
(Sutanto,2004)
perhari. akibat infeksi cacing tambang dewasa adalah kehilangan
darah dari intestinal yang disebabkan invasi parasit ke mukosa dan
submukosa usus halus jika terjadi nekrosis pada jaringan usus akan
menyebabkan perdarahan terus menerus gejalanya berupa diare dengan
tinja yang berwarna merah pekat..Kehilangan darah yang kronik ini
menyebabkan terjadinya anemia defisiensi zat besi atau anemia hipokrimik
mikrositer dan Kehilangan protein secara kronik akibat infeksi cacing
tambang dapat menyebabkan hipoproteinemia dan anasarka.
pende(Hotez,2004)
disamping itu juga terdapat eosinofilia, dan penderita akan tampak
pucat karena mengalami penurunan kadar hemoglobin, cacing ini biasanya
tidak menyebabkan kematian, tetapi hanya daya tahan berkurang dan
prestasi kera menurun (sutanto,2008)
Diagnosis cacing tambang berdasarkan pemeriksaan. Bila pada
specimen yang diperiksa ditemukan bentuk diagnositik dari cacing
tambang, maka dapat disimpulkan bahwa penderita terinfeksi cacing
tambang. (onggowaluyo, 2002)
4. Mengetahui dan menjelaskan morfologi sel darah merah dan
metabolisme zat besi.
MORFOLOGI SEL DARAH MERAH
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari
Bahasa Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti
selubung/sel (Snyder dan Gregory, 1999). sel normal mempunyai membran
yang sangat kuat untuk menampung banyak bahan material di dalamnya,
maka perubahan bentuk tadi tidak akan meregangkan membran secara hebat
dan sebagai akibatnya tidak akan memecahkan sel seperti yang terjadi pada
sel-sel lainnya (Guyton dan Hall, 2006). Di dalam sel darah merah tidak
terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri akan aktif selama 120 hari dan
kemudian akhirnya dihancurkan (Snyder dan Gregory , 1999).
Darah berwarna merah karena adanya sel-sel darah merah (eritrosit).
Eritrosit berbentuk bulat gepeng yang kedua permukaannya cekung. Eritrosit
tidak memiliki inti sel dan mengandung hemoglobin. Hemoglobin (Hb)
merupakan protein yang mengandung zat besi. Fungsi hemoglobin adalah
untuk mengikat oksigen dan karbondioksida dalam darah. Hemoglobin
berwarna merah, karena itu eritrosit berwarna merah. Eritrosit normal
kelihatan bundar dengan diameter 7,5 μm dengan ketebalan tepi 2 μm. Dari
samping Eritrosit kelihatan berbentuk seperti cakram dengan kedua
permukaannya cekung (biconcav disk). Eritrosit disebut juga discocyte karena
bentuknya seperti cakram. Tengah-tengah cakram tersebut lebih tipis dengan
ketebalan 1 μm. Bentuk biconcav ini menyebabkan hemoglobin terkumpul
lebih banyak di bagian tepi sel. Oleh sebab itu, bagian tepi eritrosit kelihatan
lebih merah (okisifilik) dari bagian sentralnya. Bagian sentral yang kelihatan
lebih pucat disebut akromia sentral yang luasnya antara 1/3-1/2 kali diameter.
Dalam mengevaluasi morfologi eritrosit, ada 4 hal yang harus diperlihatkan :
1. bentuknya (shape), 2. ukurannya (size), 3. warnanya (staining), dan 4.
struktur intraselluler (structure).
Kelainan eritrosit biasanya dinyatakan dengan perubahan ukuran, bentuk,
dan warnanya (atau derajat hemoglobin-nya). Beberapa kelainan tersebut
antara lain:
1. Kelainan ukuran eritrosit : microsit dan macrosit.
2. Kelainan bentuk eritrosit : hipokromia dan hiperkromik.
3. Kelainan warna eritrosit : Ecchinocytes, Elliptocytes, Poikilocytes,
Schistocytes, Sickle cell dan Tear Drop Cell.
METABOLISME ZAT BESI
Zat besi (Fe) adalah unsur mineral yang paling penting dibutuhkan oleh
tubuh karena perannya pada pembentukan hemoglobin. Senyawa ini bertindak
sebagai pembawa oksigen dalam darah, dan juga berperan dalam transfer CO2
dan H positif pada rangkaian trasport elektron yang diatur oleh fosfat organic.
Menurut Soekirman (2000), Besi adalah salah satu zat gizi penting yang
terdapat pada sel hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun sel hewan. Dalam
tubuh,zat besi sebahagian besar terdapat dalam darah sebagai protein yang
bernama hemoglobin (Hb) berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke
seluruh tubuh. Zat besi mempunyai pengaruh terhadap kognisi, aktivitas
mental seperti mendapatkan, menyimpan, mengeluarkan, dan memakai
informasi dan pengetahuan (Soeida, 2008).
Francin, dkk (2005) mengemukakan bentuk-bentuk konyugasi Fe adalah :
1. Hb mengandung ferro. Fungsi hemoglobin sebagai pertukaran CO2 dan
O2 dari paru-paru ke sel-sel jaringan. Hemoglobin terdapat dalam eritrosit.
2. Mioglobin terdapat di dalam sel-sel otot, mengandung fe bentuk ferro.
Fungsinya untuk proses kontraksi otot.
3. Transferin, mengandung Fe bentuk ferro. Berfungsi mentranspor Fe
tersebut di dalam plasma darah dari tempat penimbunan ke jaringan sel
yang diperlukan.
4. Feritin adalah simpanan Fe mengandung bentuk ferri. Kalau Fe feritin
diberikan pada transfer untuk di ubah menjadi ferro yang berasal dari
penyerapan usus, kemudian ditimbun.
5. Hemosiderin adalah konjugat protein dengan ferri dan merupakan bentuk
simpanan zat besi.
6. Jumlah simpanan zat besi di dalam tubuh orang dewasa terdapat sekitar
3,5 gram dimana 70 % terdapat dalam hemoglobin, 25 % merupakan
cadangan besi yang terdiri dari feritin dan hemosiderin terdapat dalam
hati, limpa dan sum sum tulang (Suhardjo dkk, 2006).
Zat besi yang terdapat dalam tubuh orang dewasa sehari berjumlah + 4 g.
Zat besi tersebut berada dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin (+ 2,5 g)
Myoglobin (150 mg), phorphyryn (enzim intraselular) cytocrome dan hati,
limpa sumsum tulang (+200-1.500 mg). Ada dua bagian zat besi dalam tubuh,
yaitu bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik, dan bagian
yang merupakan cadangan (reserva). Hemoglobin, myoglobin,cytocrome serta
enzim hem dan nonhem adalah bentuk zat besi yang fungsional dan
berjumlah antara 5-25 mg/kg berat badan. Feritin dan hemosiderin adalah
bentuk zat besi reserva yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum
tulang (Wirakusumah, 1999).
Keseimbangan besi dalam tubuh harus dipertahankan agar tubuh tidak
mengalami anemia. Artinya jumlah zat besi yang diperoleh tubuh lewat
makanan. Zat besi dalam bentuk reserva berfungsi untuk mempertahankan
keseimbangan homeostatis tubuh. Feritin dan hemosiderin akan membantu
mempertahankan pembentukan hemoglobin, bila zat besi dari makanan yang
dikonsumsi tidak mencukupi.jumlah zat besi yang harus diserap oleh tubuh
untuk mempertahankan zat besi akibat eksresi cukup kecil, yaitu sebesar 1 mg
(Wirakusumah,1999).
Secara garis besar metabolisme zat besi dalam tubuh terdiri dari proses
penyerapan, pengangkutan dan pemanfaatan, penyimpanan, dan pengeluaran.
Zat besi dari makanan di serap ke usus halus kemudian masuk kedalam
plasma darah, selain itu ada sejumlah zat besi yang keluar dari tubuh melalui
tinja. Didalam plasma berlangsung proses turn over, yaitu sel-sel darah yang
lama di ganti dengan sel-sel yang baru. Jumlah zat besi yang mengalami turn
over setiap hari berkisar hanya kirakira 35 mg berasal dari makanan,
hemoglobin, dan sel-sel darah merah yang sudah tua dan diproses oleh tubuh
agar dapat di pergunakan lagi (Wirakusumah,1999).
Besi yang ada pada bahan makanan adalah besi elemen. Hanya Fe++ ini
yang diabsorbsi usus halus. Untuk mengatur masuknya besi dalam tubuh maka
tubuh memiliki suatu cara yang tepat guna. Besi hanya dapat masuk ke dalam
mukosa apabila ia dapat bersenyawa dengan apoferritin. Jumlah apoferritin
yang ada dalam mukosa usus tergantung pada kadar besi tubuh. Bila besi
dalam tubuh sudah cukup maka semua apoferritin yang ada dalam mukosa
usus terikat oleh Fe menjadi Ferritin. Dengan demikian tidak ada lagi
apoferitin yang bebas sehingga tidak ada besi yang dapat masuk ke dalam
mukosa. Besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat masuk ke dalam
darah bila ia berikatan dengan β-globulin yang ada dalam plasma. Gabungan
Fe dengan β-globulin disebut ferritin (Kuntarti, 2009)
Apabila semua β-globulin dalam plasma sudah terikat Fe” (menjadi
feritin) maka Fe++ yang terdapat dalam mukosa usus tidak dapat masuk ke
dalam plasma dan turut lepas ke dalam lumen usus sel mukosa usus lepas dan
diganti dengan sel baru. Hanya Fe++ yang terdapat dalam transferrin dapat
digunakan dalam eritropoesis, karena sel eritoblas dalam sum-sum tulang
hanya memiliki reseptor untuk ferritin (Kuntarti, 2009).
Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma sum-sum
tulang sebagai ferritin. Besi yang terikat pada β-globulin selain berasal dari
mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua masuk ke
dalam jaringan limpa untuk kemudian terikat pada β-globulin (menjadi
transferin) dan kemudian ikut aliran darah ke sum-sum tulang untuk
digunakan eritoblas membentuk hemoglobin. Hemoglobin berfungsi sebagai
pengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh, oleh karena itu apabila terjadi
kekurangan hemoglobin mengakibatkan anemia sehingga aktivitas tubuh
terutama daya berpikir akan menurun (Kuntarti, 2009).

5. Mengetahui dan menjelaskan etiopatogenesis dari penyakit pada


skenario.
Anemia defisiensi besi (anemia mikrositik hipokromik) dapat disebabkan
oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi
akibat perdarahan menahun (Bakta, 2006):
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari ;
 Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau
NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing
tambang.
 Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
 Saluran kemih: hematuria.
 Saluran nafas: hemoptisis.
2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan
(asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang
rendah.
3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, dan kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau
dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi),
polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

Patogenesis
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan
besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin
menurun (Bakta, 2006).
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini
ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam
usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila
kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama
sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan
gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi.
Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini
kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free
protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity =
TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum.
Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin
terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun . Akibatnya timbul
anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron
deficiency anemia) (Bakta, 2006).

6. Mengetahui dan menjelaskan klasifikasi anemia.


Klasifikasi Anemia menurut Etiopatogenesis (Bakta, 2009) :
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
B. Anemia akibat perdarahan
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi
G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- Thalasemia
- Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang
kompleks Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi (Bakta,
2009) :
I. Anemia hipokromik mikrositer
Adalah anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari
normal dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari
normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 -
35 %).
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
II. Anemia normokromik normositer
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena
perdarahan akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif
metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit
tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks
eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg ,
MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
III. Anemia makrositer
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal
dan hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari
normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg,
MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik
(defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-
megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia)
a. Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
7. Mengetahui dan menjelaskan manifestasi klinis dari penyakit pada
skenario.
Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan hemoglobinnya terjadi
perlahan-lahan dengan demikian memungkinkan terjadinya proses kompensasi
dari tubuh, sehingga gejala aneminya tidak terlalu tampak atau dirasa oleh
penderita.
Gejala klinis dari anemia defisiensi besi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu : ( Bakta IM, 2007, hal 26-39; Cielsa B, 2007, p.65-70: Metha A,
Hoffbrand AV, 2000, p. 32-33; Tierney LM, et al, 2001, hal 64-68)
1. Gejala umum dari anemia itu sendiri, yang sering disebut sebagai
sindroma anemia yaitu merupakan kumpulan gejala dari anemia, dimana
hal ini akan tampak jelas jika hemoglobin dibawah 7 – 8 g/dl dengan
tanda-tanda adanya kelemahan tubuh, lesu, mudah lelah, pucat, pusing,
palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit nafas (khususnya saat latihan
fisik), mata berkunang-kunang, telinga mendenging, letargi, menurunnya
daya tahan tubuh, dan keringat dingin.
2. Gejala dari anemia defisiensi besi: gejala ini merupakan khas pada anemia
defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu:
a. koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok dimana kuku berubah jadi
rapuh, bergaris-garis vertikal dan jadi cekung sehingga mirip sendok.
b. Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap
disebabkan karena hilangnya papil lidah.
c. Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut.
d. Glositis
e. Pica/ keinginan makan yang tidak biasa
f. Disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan `pharyngeal web`
g. Atrofi mukosa gaster.
h. Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan
gejala dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan
disfagia.
Anemia defisiensi besi yang terjadi pada anak sangat bermakna,
karena dapat menimbulkan irritabilitas, fungsi cognitif yang buruk dan
perkembangan psikomotornya akan menurun. Prestasi belajar menurun
pada anak usia sekolah yang disebabkan kurangnya konsentrasi, mudah
lelah, rasa mengantuk. (Permono B, Ugrasena IDG, 2004, hal 34-37).
Selain itu pada pria atau wanita dewasa menyebabkan penurunan
produktivitas kerja yang disebabkan oleh kelemahan tubuh, mudah lelah
dalam melakukan pekerjaan fisik/ bekerja.
3. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia
defisiensi besi tersebut, misalkan yang disebabkan oleh infeksi cacing
tambang maka akan dijumpai gejala dispepsia, kelenjar parotis
membengkak, kulit telapak tangan warna kuning seperti jerami. Jika
disebabkan oleh perdarahan kronis akibat dari suatu karsinoma maka
gejala yang ditimbulkan tergantung pada lokasi dari karsinoma tersebut
beserta metastasenya.

8. Mengetahui dan menjelaskan pandangan Islam tentang kebersihan.


Kebersihan adalah upaya manusia untuk memelihara diri dan
lingkungannya dari segala yang kotor dan keji dalam rangka mewujudkan
dan melestarikan kehidupan yang sehat dan nyaman. Kebersihan
merupakan syarat bagi terwujudnya kesehatan, dan sehat adalah salah satu
faktor yang dapat memberikan kebahagiaan. Sebaliknya, kotor tidak hanya
merusak keindahan tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya berbagai
penyakit, dan sakit merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan
penderitaan.
Hadits Rasulullah SAW :

ُ ‫ص َّحةُ َو ْالفَ َرا‬


﴾‫ ﴿رواﻩ البخاري‬٠‫غ‬ ِ َّ‫َان َم ْغب ُْو ٌن فِ ْي ِھ َما َكثِي ٌْر ِمنَ الن‬
َّ ‫اس ال‬ ِ ‫نِ ْع َمت‬
Artinya : “Dua kenikmatan yang banyak manusia menjadi rugi (karena
tidak diperhatikan), yaitu kesehatan dan waktu luang”. (HR. Al-Bukhari)

﴾‫﴿رواﻩ احمد‬٠‫ان‬ ِ ‫ظافَةٌ ِمنَ ا‬


ِ ‫ﻻ ْي َم‬ َ َّ‫اَلن‬
Artinya : “Kebersihan itu sebagian dari iman”. (HR. Ahmad)

ٌ ‫ظفُ ْوا فَ ِانَّهُ ﻻَيَدْ ُح ُل ْال َجنَّةَ اﻻَّ ن َِظي‬


﴾‫﴿رواﻩ البيھقى‬٠ ‫ْف‬ َّ ‫ْف فَت َ َن‬
ٌ ‫ا َﻻِس ََْل ُم ن َِظي‬
Artinya : “Agama Islam itu (agama) yang bersih, maka hendaklah kamu
menjaga kebersihan, karena sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali
orang-orang yang bersih”. (HR. Baihaqy)
َ ‫ظافَةُ ك َِر ْي ٌم ي ُِحبُّ ْالك ََر َم َج َّواد ٌ ي ُِحبُّ ْال ُج ْود‬
َ َّ‫ْف ي ُِحبُّ الن‬
ٌ ‫ب ن َِظي‬ َّ ‫ط ِيّبٌ ي ُِحبُّ ال‬
َ ‫ط ِّي‬ َ ‫ا َِّن ﷲَت َ َعالَى‬
﴾‫﴿رواﻩ التّرمذى‬٠ ‫ظفُ ْوااَ ْفنِ َيتَ ُك ْم‬ َّ َ‫فَن‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu baik, mencintai kebaikan, bahwasanya
Allah itu bersih, menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai
kemuliaan, Dia Maha Indah menyukai keindahan, karena itu bersihkan
tempat-tempatmu”. (HR. Turmudzi)
Begitu pentingnya kebersihan menurut islam, sehingga orang yang
membersihkan diri atau mengusahakan kebersihan akan dicintai oleh Allah
SWT, sebagaimana firmannya dalam surah Al-Baqarah ayat 222 yang
berbunyi :
َ َ ‫اِ َّنﷲَي ُِحبُّ الت َّ َّوابِيْنَ َويُ ِحبُّ ْال ُمت‬.......
‫طھِّ ِريْنَ ۝‬
Artinya : “........Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan orang-orang yang menyucikan / membersihkan diri”. (Al-
Baqarah : 222)

9. Mengetahui dan menjelaskan faktor resiko dari penyakit pada skenario.


Secara umum, terdapat3 faktor yang menyebabkan anemia yaitu :
 Banyak kehilangan darah.
Pendarahan mengakibatkan tubuh kehilangan banyak sel darah merah.
Pendarahan ada 2 jenis, yakni pendarahan eksternal (pendarahan yang
terjadi secara mendadak dan dalam jumlah banyak) dan pendarahan kronis
(pendarahan yang terjadi sedikit demi sedikit, tetapi berlangsung secara
terus-menerus). Contoh pendarahan adalah investasi cacing tambang,
kecelakaan, atau menstruasi. Wanita mengalami kehilangan darah
sebanyak 40-50 ml setiap bulannya akibat menstruasi (Arumsari, 2011).
 Rusaknya sel darah merah. Perusakan sel dapat berlangsung di dalam
pembuluh darah akibat penyakit, seperti malaria atau thalasemia
(Arumsari, 2011).
 Kurangnya produksi sel darah merah. Hal ini dapat disebabkan karena
makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi, terutama besi,
asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan zat gizi lainnya (Herlina, 2006).

Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi anemia yaitu :


1. Perubahan fisiologis
Contohnya pada kehamilan. Konsentrasi hemoglobin, hematokrit dan
jumlah sel darah merah selama kehamilan menurun karena ekspansi
volume plasma lebih besar dari massa sel darah merah. Namun, ada
kenaikan jumlah sirkulasi hemoglobin berhubungan langsung dengan
peningkatan massa sel darah merah. Ini tergantung pada status zat gizi ibu
hamil. Volume plasma meningkat secara progresif selama kehamilan
dengan kecenderungan untuk lebih stabil di 8 minggu terakhir. Pada hamil
kembar juga cenderung terkena anemia (Amiruddin, 2006).
2. Usia
Pada umumnya anemia ditemukan pada usia remaja ini kemungkinan di
sebabkan pada usia remaja terjadinya primigravida.
3. Nutrisi
Kadar nutrisi yang kurang juga dapat mempengaruhi terjadinya anemia.
4. Infeksi
Infeksi Malaria, Hookworm, dan HIV merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya anemia pada ibu hamil (Fatimah, 2011). Infeksi dapat
mempengaruhi transferin saturation yang dapat mengintervensi dalam
penentuan anemia defesiensi besi(Arumsari, 2011).

10. Mengetahui dan menjelaskan tata laksana dari penyakit pada skenario.
10.1.Tatalaksana Cacing Tambang.
Infeksi cacing tambang dapat diatasi dengan pemberian pirantel
pamoat, oksantel pamoat, mebendazol, albendazol, dan levamisol.
Anemia karena infeksi cacing tambang perlu diatasi dengan pemberian
preparat besi dan asam folat. (Putriheryanti, 2011)
Efektivitas albendazol adalah 72%, mebendazol 15%, dan pirantel
pamoat 31%. Pemberian obat untuk wanita hamil masih dalam
perdebatan. (Putriheryanti, 2011)
Infeksi cacing tambang dapat dihindari dengan menggunakan alas
kaki saat melakukan aktivitas di tanah, terutama pada pekerja
perkebunan dan pertambangan. (Putriheryanti, 2011)
10.2. Tatalaksana Anemia
Pengobatan anemia defisiensi besi terdiri atas: (Amalia, dkk. 2016)
(1). Terapi zat besi oral: pada bayi dan anak terapi besi elemental
diberikan dibagi dengan dosis 3-6 mg/kgBB/hari diberikan dalam dua
dosis, 30 menit sebelum sarapan pagi dan makan malam. Terapi zat
besi diberikan selama 1 sampai 3 bulan dengan lama maksimal 5
bulan. Enam bulan setelah pengobatan selesai harus dilakukan
kembali pemeriksaan kadar Hb untuk memantau keberhasilan terapi.
(2). Terapi zat besi intramuscular atau intravena dapat
dipertimbangkan bila respon pengobatan oral tidak berjalan baik,
efek samping dapat berupa demam, mual, urtikaria, hipotensi, nyeri
kepala, lemas, artragia, bronkospasme sampai relaksi anafilaktik.
(3). Transfusi darah diberikan apabila gejala anemia disertai risiko
terjadinya gagal jantung yaitu pada kadar Hb 5-8g/dL. Komponen
darah yang diberikan berupa suspensi eritrosit (PRC) diberikan
secara serial dengan tetesan lambat.

11. Mengetahui dan menjelaskan prognosis dari penyakit pada skenario.


CLM termasuk ke dalam golongan penyakit self-limiting. Pada akhirnya,
larva akan mati di epidermis setelah beberapa minggu atau bulan. Hal ini
disebabkan karena larva tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada
manusia (Hochedez dan Caumes, 2007). Lesi tanpa komplikasi yang tidak
diobati akan sembuh dalam 4-8 minggu, tetapi pengobatan farmakologi dapat
memperpendek perjalanan penyakit (Robson dan Othman, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Hadist
Amalia, Ajeng, Dkk. 2016. Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi.
Lampung: Universitas Lampung.
Amiruddin, 2006. Anemia Defisiensi Zat Besi pada Ibu Hamil di Indonesia
(evidence based). Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS. http:
//ridwanamiruddin. wordpress.com. Diakses 12 Januari 2011
Arumsari E, Dodik B, dan Pusporini. 2011. Faktor Risiko Anemia Pada Remaja
Putri Peserta Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi
(PPAGB) Di Kota Bekasi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Jurnal
Gizi dan Pangan, 6(1): 74–83. Tersedia :
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=5435&val=199. Diunduh
tanggal, 18 Desember 2013.
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Bakta, I Made. 2009. Hematologi Klinik Ringkas . Jakarta: EGC.
Cielsa , B. 2007. Hematology in Practice. Philadelphia: FA Davis Company.
Francin, Erna, dkk. 2005. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Gandahusada, S.; Ilahude, H. D. Witapribadi. 2006.Parasitologi Kedokteran.
Jakarta: FKUI
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. 2008. Buku ajar infeksi &
pediatri tropis. Jakarta: EGC.
Guyton, A. C.and Hall, J.E 2006, Text book of medical physiology,11 Editions.
Herlina N, Djamilus F. 2006. Faktor resiko kejadian anemia pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Bogor. Jakarta.
Hochedez P, Caumes E. Hookworm-related cutaneous larva migrans. J. Travel.
Med.2007; 14(5):326-33.
Hoffbrand, AV. et all. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.
Hotez. PJ,brooker S,Bethony JM, Botazzi ME, Loukas A, Xiao S. Hookworm
infection. N engl J Med 2004;19: 547-51.
Isbister, JP. Pittiglio, DH. 1999. Hematologi Klinik Pendekatan Berorentasi
Masalah. Jakarta: Hipokrates.
Kuntarti, 2009. Air, pH dan Mineral (www.stafui.ac.id)
Onggowaluyo, Jangkung Samidjo., 2002. Parasitologi Medik I Helmintologi.
Jakarta: EGC
Onggowaluyo J S. 2002. Parasitologi medic I helmintologi. Jakarta :EGC.
Patologi Klinik. 2002. Diktat Hematologi. Universitas Hasanuddin.
Permono, B. Ugrasena, IDG.2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: FK
Unair.
Putiheryanti, Arini. 2011. Hubungan Infeksi Cacing Usus yang Ditransmisikan
Melalui Tanah (Soil-Transmitted Helminths) Dengan Pendapatan Keluarga
Pada Siswa SDN 09 Pagi Paseban Tahun 2010. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Robson, N.Z. & Othman, S., 2008. A Case of Cutaneous Larva Migrans Acquired
from Soiled Toilet Floors in Urban Kuala Lumpur. Med J Malaysia, 4: 331-
332.
Snyder, Gregory. 1999. Red Blood Cells: Centerpiece in the Evolution of the
Vertebrate Circulatory System. American Zoologist.
Siregar, D Charles. 2006. Pengaruh Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui
Tanah pada Pertumbuhan Fisik Anak Usia Sekolah Dasar. Sumatera Utara:
Universitas Sumatera Utara.
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. 2008. Buku ajar infeksi &
pediatri tropis. Jakarta: EGC.

Soeida. S, 2008. Gizi dan Kesehatan : Penurunan Tingkat Kecerdasan dan Upaya
Penanggulangan. Kurang Gizi : Salah Satu Penyebab Menurunnya Tingkat
Kecerdasan dan Upaya Penanggulangannya.
Suhardjo, 1992. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta, Kanisius.
Sutanto, inge. dkk. 2008. parasitologi kedokteran. Jakarta : FK UI.
Wirakusumah, Emma. 1999. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Trubus
Agriwidaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai