KELOMPOK :
KETUA
SEKERTARIS:
Ooy Rokayah
ANGGOTA
B-14
(1102015163)
(1102015175)
(1102014203)
(1102014204)
(1102015128)
(1102015150)
Nadhira
(1102015155)
Qatrunnada Nadhifah
(1102015184)
(1102015212)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016
I.
SKENARIO 1
II.
Nilai Normal
12 14 g/dl
37 42 %
3,9 5,3 106/l
82 92 fl
27 31 pg
32 36 %
5000 10.000/l
150.000 400.000/l
BRAINSTORMING
Kata Sulit
1. Ikterik
Berdasarkan Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29, ikterik adalah
perubahan warna kuning pada kulit, selaput lendir, dan bagian putih mata
yang disebabkan oleh peningkatan jumlah bilirubin dalam darah.
2. Konjungtiva anemis
Berdasarkan Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29, konjungtiva anemis
adalah kondisi dimana konjungtiva seseorang pucat karena darah tidak
sampai ke perifer yang bisa menjadi salah satu tanda anemia.
3. Hemoglobin
Berdasarkan Buku P.K Hematop, hemoglobin merupakan pigmen eritrosit
yang berfungsi sebagai transport oksigen, yang terdiri dari heme dan
globin. Hemoglobin berupa pigmen berwarna merah dan terabsorbsi
maksimal pada gelombang 540 nm.
4. Hematokrit
Berdasarkan Buku P.K Hematop, hematokrit atau Packed Red Cell
Volume (PCV) merupakan persentase volume eritrosit terhadap volume
darah.
5. Eritrosit
Berdasarkan Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29, eritrosit adalah sel
darah merah.
6. MCV
Berdasarkan Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29, MCV atau Mean
Corpuscular Volume adalah volume korpuskula rata-rata yaitu ukuran dari
volume sel darah merah rata-rata yang dilaporkan sebagai bagian dari
hitung darah lengkap standar.
7. MCH
Berdasarkan Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29, MCH atau Mean
Corpuscular Hemoglobin atau Mean Cell Hemoglobin adalah ukuran
massa hemoglobin (Hb) yang terkandung dalam sel darah merah,
dilapokan sebagai hitung darah lengkap standar.
8. MCHC
Berdasarkan Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29, MCHC atau Mean
Corpuscular Hemoglobin Concentration adalah konsentrasi Hb rata-rata
se hidup yang dilaporkan sebagai bagian dari hitung darah lengkap standar
9. Leukosit
Berdasarkan Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29, leukosit adalah sel
darah putih.
10. Trombosit
Berdasarkan Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29, trombosit adalah jenis
sel darah yang bertanggung jawab untuk penggumpalan darah normal.
Produksi trombosit dipengaruhi oleh thrombopoietin.
III.
Pertanyaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jawaban
1. Mudah lelah terjadi karena penurunan Hb, sehingga sirkulasi oksigen ke
dalam jaringan menurun, dan menyebabkan hipoksia jaringan.
2. Kurang mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi.
3. Ikan, daging, dan sayur merupakan makanan yang banyak mengandung
zat besi, yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Ikan dan
daging mengandung Fe heme, sedangkan sayur mengandung Fe non
heme.
4. Setelah dokter melakukan pemeriksaan fisik dan menganamnesis.
5. Anemia defisiensi besi, karena kadar hemoglobin (MCV, MCHC, MCH)
menurun.
6. Pemeriksaan penunjang lain, yaitu pemeriksaan ferritin serum dan sediaan
darah tepi.
7. Jika anemia defisiensi besi, MCV, MCH, MCHC dan hemoglobin akan
menurun. Hal ini dikarenakan perhitungan dilakukan pada kandungan
eritrositnya yaitu hemoglobin bukan pada eritrosit keseluruhan. Jadi
eritrosit dapat dibentuk dengan jumlah normal, namun kandungan
hemoglobinnya yang berkurang.
8. Sklera tidak ikterik karena tidak terjadi gangguan pada fungsi hati,
sehingga tidak terjadi penumpukan bilirubin, konjungtiva anemis terjadi
karena peredaran darah tidak sampai ke perifer.
9. Penanganan yang dapat diberikan yaitu menjaga pola makan yang
mengandung zat besi dan vitamin C cukup, dan pemberian Fe oral sebesar
200 mg/hari selama 3 bulan.
10. Dengan mengonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi dan
berolahraga secara rutin.
11. Jika terlalu berat dapat menyebabkan syok hipovolemik.
Hipotesis
Sasaran Belajar
Pria
47
5,4
Wanita
42
4,8
16
14
87
29
34
7,5
87
29
34
7,5
6
(MCD) (m)
Sel dengan nilai MCV > 95 fL disebut makrosit; sel dengan MCV
< 80 fL disebut mikrosit; sel dengan MCH < 25 pg disebut hipokrom.
LO.1.2. Mekanisme Eritropoiesis
Eritrosit baru diproduksi oleh tubuh setiap hari melalui proses
eritropoiesis yang kompleks. Eritropoiesis berjalan dari sel induk
melalui sel progenitor CFUGEMM (colony-forming unit granulocyte,
erythroid, monocyte and megakariocyte / unit pembentuk koloni
granulosit, eritroid, monosit dan megakariosit), BFUE(burst-forming
unit erythroid / unit pembentuk letusan eritroid) dan CFU eritroid
(CFUU) menjadi prekusor eritrosit yang dapat dikenali pertama kali di
sumsum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar
dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah dan nukleoid, serta
kromatin yang sedikit menggumpal.
Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian
normoblas yang makin kecil melalui sejumlah pembelahan sel
(basofilik eritroblas polikromatik eritroblas ortokromatik
eritroblas). Normoblas ini juga mengandung hemoglobin yang
semakin banyak (berwarna merah muda) dalam sitoplasma; warna
sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan
aparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi
semakin padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut
(ortokromatik eritroblas) di sumsum tulang dan menghasilkan stadium
Retikulosit yang masih 5 mengandung sedikit RNA ribosom dan
masih mampu mensintesis hemoglobin.
Sel retikulosit sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada
selama 1 2 hari sebelum menjadi matur, terutama berada di limpa,
saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit matur berwarna merah muda
seluruhnya, bentuknya adalah cakram bikonkaf tak berinti. Satu
pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah
merah berinti (normoblas) tampak dalam darah apabila eritropoiesis
terjadi di luar sumsum tulang (eritropoiesis ekstramedular) dan juga
terdapat pada penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak ditemukan
dalam darah tepi manusia yang normal.
1.
Rubiblast
Rubriblast
disebut
juga
Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast
basofilik atau eritroblast basofilik.
Ukuran lebih kecil dari rubriblast.
Jumlahnya dalam keadaan normal
1-4 % dari seluruh sel berinti.
3.
Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast
polikromatik
atau
eritroblast
polikromatik.
Inti
sel
ini
Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast
ortokromatik
atau
eritroblast
Sitoplasma
telah
mengandung
lebih
banyak
hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisasisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal
adalah 5-10%.
5.
Retikulosit
Pada
proses
maturasi
eritrosit,
Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan
ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian
tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan
Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena
mengandung hemoglobin. Umur eritrosit
adalah sekitar 120 hari dan akan
dihancurkan bila mencapai umurnya oleh
limpa.
10
11
12
b) Sel Target
c) Stomatosit
d) Sel Pensil
e) Ekinosit
f) akantosit
13
g) Mikrosferosit
h) Eliptosit
j) Sel Sabit
k) Mikrositik
14
15
17
18
dipengaruhi oleh pO2, pCO2, pH, suhu tubuh dan konsentrasi 2,3DPG.
a. Hb A : terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin
chains (dewasa)
b. Hb F : 2 rantai alfa dan 2 rantai gama (bayi)
c. Hb A2 : terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin
chains (dewasa minor sekitar 2,5%)
Fungsi lain hemoglobin selain berikatan dengan oksigen yaitu
dapat berikatan dengan:
a. Karbondioksida. Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari
sel jaringan kembali ke paru.
b. Bagian ion hydrogen asam (H+) dari asam karbonat terionisasi,
yang dihasilkan ditingkat jaringan dari karbondioksida.
Hemoglobin berfungsi sebagai penyangga asam sehingga pH darah
tidak banyak berubah.
c. Karbonmonoksida. Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat di
dalam darah, tetapi apabila terhirup maka gas ini cenderung
menempati bagian hemoglobin yang berikatan dengan oksigen
sehingga
terjadi
keracunan
karbonmonoksida.
Ikatan
karbonmonoksida dengan Hb dikenal sebagai karboksihemoglobin
(HbCO) yang 240 kali lebih kuat dibandingkan ikatan
oksihemoglobin (HbO2).
d. Nitrat oksida (NO). Di paru, nitrat oksida yang bersifat vasodilator
berikatan dengan hemoglobin. NO ini dibebaskan di jaringan,
tempat zat ini melemaskan dan melebarkan anteriol lokal.
Vasodilatasi ini membantu menjamin bahwa darah kaya oksigen
dapat mengalir dengan lancar dan juga membantu menstabilkan
tekanan darah.
LO.2.4. Biosintesis Hemoglobin
a. Sintesis Heme
Sintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian
reaksi biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan
suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat
membatasi kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase
membentuk asam aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin
mengalami dekarboksilasi. Piridoksal fosfat adalah koenzim untuk
reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin. Dalam reaksi kedua
pada pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase,
2 molekul ALA menyatu membentuk pirol porfobilinogen. Empat
dari cincin-cincin pirol ini berkondensasi membentuk sebuah
rantai linear dan mengandung gugus asetil (A) dan propionil (P).
Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus
metil. Kemudian dua rantai sisi propionil yang pertama
mengalami dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus vinil,
membentuk protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen
19
http://themedicalbiochemistrypage.org/heme-porphyrin.html
20
21
22
Sedang
Berat
Hb < 6 g/dl
c.
Anemia
hemolitik
:
icterus
dan
hepatosplenomegali
d.
Amemia aplastik : pendarahan kulit atau
mukosa dan tanda-tanda infeksi
3. Gejala akibat penyakit dasar
Disebabkan karena penyakit yang mendasari anemia misalnya,
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing
tambang.
LO.3.5. Diagnosis Anemia
Untuk menegakkan diagnosis anemia perlu dikerjakan:
1.
Anamnesis
Seperti anamnesis pada umumnya, anamnesis pada kasus anemia
harus ditunjukkan untuk mengeksplorasi:
a. Riwayat penyakit sekarang;
b. Riwayat penyakit terdahulu;
c. Riwayat gizi;
d. Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia, dan
fisik serta riwayat pemakaian obat;
e. Riwayat keluarga
2.
Pemeriksaan fisik
Perhatian diberikan pada:
a. Warna kulit: pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak
tangan kuning seperti jerami;
b. Purpura: petechie dan ecchymosis;
c. Kuku: koilonychia (kuku sendok);
d. Mata: icterus, konjungtiva pucat, perubahan fundus;
e. Mulut: ulserasi, hipertrofi gusi, pendarahan gusi, atrofi papil
lidah, glossitis dan stomatitis angularis;
f. Limfadenopati;
g. Hepatomegali;
h. Splenomegali;
i. Nyeri tulang atau nyeri sternum;
j. Hemarthrosis atau ankilosis sendi;
k. Pembangkakan testis;
l. Pembengkakan parotis;
m. Kelainan system saraf.
3.
Pemeriksaan
laboratorium
hematologik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:
a. Tes penyaring: tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap
kasus anemia untuk memastikan adanya anemia dan bentuk
morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi:
1.
Kadar hemoglobin,
2.
Indeks eritrosit (MCV, MCH,
MCHC). Dengan perkembangan electronic counting di
bidang hematologi maka hasil Hb, WBC (darah putih) dan
PLT (trombosit) serta indeks eritrosit dapat diketahui
24
25
3.
26
6%
tak 20%
Wanita hamil
60%
3%
16-50%
17-21%
25-48%
39-46%
46-92%
27
28
Patogenesis
Patofisiologi
29
1.
Koilony
chia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,
bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip
sendok.
2.
Atrofi
papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.
3.
Stomatiti
s angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat
keputihan.
4.
Disfagia,
yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
5.
Atrofi
mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
6.
Pica:
keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti:
tanah liat, es, lem, dan lain-lain
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson
Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik
mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
c. Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala
penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut.
Sebagai contoh, pada anemia akibat penyakit cacing tambang
dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena pendarahan
kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan
buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker
tersebut.
LO.4.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi
yang dapat dijumpai adalah:
1.
K
adar hemoglobin dan indeks eritrosit menurun: didapatkan
anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar
hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan
MCH menurun. MCV < 70 fL hanya didapatkan pada
anemia defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC
menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung
lama. Anisotosis merupakan tanda awal defisiensi besi.
Penigkatan anisotosis ditandai oleh peningkatan RDW (red
cell distribution width). Titik pemilah MCV < 78 fL
memberikan sensitivitas dan spesifitas paling baik.
Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik
mikrositer, anisotosis, dan poikilositosis. Derajat
31
32
5.
K
adar reseptor transferrin dalam serum meningkat pada
defisiensi besi. Kadar normal dengan pemeriksaan
imunologi adalah 4 9 g/L. Pengukuran reseptor
transferrin terutama dipakai untuk membedakan anemia
defisiensi besi dengan anemia akibat penyakit kronik.
Lebih baik lagi jika digunakan rasio reseptor transferrin
dengan log ferritin serum. Rasio > 1,5 menunjukkan
anemia defisiensi besi dan rasio < 1,5 sangat mungkin
karena anemia akibat penyakit kronik.
6.
S
umsum tulang menunjukkan hyperplasia normoblastik
ringan sampai sedang dengan normoblas kecil-kecil.
Sitoplasma sangat sedikit dengan tepi tidak teratur.
Normoblas disebut sebagai micronormoblast.
Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls
stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir
hemosiderin negative). Dalam keadaan normal 40 60 %
normoblas
mengandung
granula
ferritin
dalam
sitoplasmanya, disebut sebagai sideoblas. Pada defisiensi
besi maka sideroblas negatif. Di klinik, pengecatan besi
pada sumsum tulang dianggap sebagai baku emas diagnosis
defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya diambil alih
oleh pemeriksaan ferritin serum yang lebih praktis.
7.
S
tudi ferokinetik. Studi tentang pergerakan besi pada siklus
besi dengan menggunakan zat radioaktif. Ada dua jenis
studi ferokinetik yaitu plasma iron transport rate (PIT)
yang mengukur kecepatan besi meninggalkan plasma, dan
erythrocyte iron turn over rate (EIT) yang mengukur
pergerakan besi dari sumsum tulang ke sel darah merah
yang beredar.
8.
P
erlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab
anemia defisiensi besi. Antara lain pemeriksaan feses untuk
cacing tambang, (sebaiknya dilakukan pemeriksaan
semikuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz),
pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium
intake atau barium inloop, dan lain-lain; tergantung dari
dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.
b. Diagnosis
Tahapan diagnosis anemia defisiensi besi:
1.
M
enentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia
tergantung kriteria yang dipilih (WHO atau klinik).
2.
M
emastikan adanya defisiensi besi.
33
3.
M
enentukan penyebab defisiensi besi yang terjadi.
Secara laboratorium untuk menegakkan diagnosis anemia
defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria
diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin
et al) sebagai berikut:
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau
MCV < 80 fl dan MCHC < 31% dengan salah satu a, b, c, atau
d.
a. Dua dari tiga parameter dibawah ini:
1.
Besi
serum < 50 mg/dl
2.
TIBC >
350 mg/dl
3.
Saturasi
transferrin < 15 %, atau
b. Ferritin serum < 20 mg/L, atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain)
menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin)
negatif, atau
d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 X 200 mg/hari (atau
preparat besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai
kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi
penyebab defisiensi besi. Meskipun dengan pemeriksaan yang
baik, sekitar 20% kasus anemia defisiensi besi tidak diketahui
penyebabnya.
Untuk pasien dewasa, focus utama adalah mencari sumber
pendarahan. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang
teliti. Pada perempuan masa reproduksi, anamnesis tentang
menstruasi sangat penting, jika perlu dapat dilakukan
pemeriksaan ginekologi. Untuk laki-laki dewasa di Indonesia
dilakukan pemeriksaan untuk mencari telur cacing tambang.
Sebaiknya selain dilakukan pemeriksaan hapusan langsung
(direct smear dengan eosin), dilakukan juga pemeriksaan semi
kuantitatif, seperti teknik Kato-Katz, untuk menentukan
beratnya infeksi. Titik kritis cacing tambang sebagai penyebab
utama jika ditemukan telur per gram feses (TPG) atau egg per
gram faeces (EPG) > 2000 pada perempuan dan > 4000 pada
laki-laki. Anemia defisiensi besi sebagai akibat dari cacing
tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna
kuning pada telapak tangan. Pada pemeriksaaan laboratorium,
dijumpai tanda-tanda defiesiensi besi dan eosinophilia.
Jika tidak ditemukan pendarahan yang nyata, dapat dilakukan
tes darah samar (occult blood test) pada feses, dan jika terdapat
indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau bawah.
e. Dignosis banding Anemia Defisiensi Besi
34
Derajat
anemia
MCV
MCH
Besi serum
TIBC
Saturasi
transferrin
Anemia
defisiensi
besi
Anemia
Sideroblastik
Ringan
sampai
berat
Menurun
Menurun
Menurun
< 30
Meningkat
> 360
Menurun
< 15%
Ringan
Rringan
berat
Ringan
sampai
Menurun/normal Menurun
Menurun/normal
Menurun/normal Menurun
Menurun/normal
Menurun < 50
Normal/meningkat Normal/meningkat
Menurun < 300
Normal/menurun
Normal/menurun
35
36
37
LAMPIRAN
38
39
40
41
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsalam M, Daniel A. 2002. Diagnosis, Pengobatan, dan Pencegahan
Anemia
Defisiensi
Besi.
Sari
Pediatri
Vol.4
No.2.
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/4-2-7.pdf. (Diakses pda 26 Oktober 2016
pukul 22.20 WIB)
Bakta IM. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Denpasar: EGC
Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. 2014. Anemia Defisiensi Besi. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. 6 Jilid II. Jakarta: InternaPublishing.
Ganong WF. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC.
Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. 2012. Kapita Selekta Hematologi Edisi
4. Jakarta: EGC.
http://blogs.dickinson.edu/mindmeetsmatter/2010/11/26/hemoglobin/
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-arimaretdi-6920-3babii.pdf. (Diakses pada 25 Oktober 2016 pukul 21.05 WIB)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20481/4/Chapter%20II.pdf.
(Diakses pada 25 Oktober 2016 pukul 21.09 WIB)
http://www.medicalook.com/human_anatomy/organs/Blood.html
http://www.vetmed.vt.edu/education/curriculum/vm8054/Labs/Lab6/Lab6.ht
m
Sherwood L. 2009. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Slide Prof.Abdul Salam M.Sofro ,BIOSYNTHESIS & CATABOLISM OF
HEMOGLOBIN
Sofro ASM. 2012. Darah. Jakarta: Pustaka Pelajar.
42