SKENARIO 2
Pucat dan Perut Membuncit
Kelompok A-10
Ketua : Dhara Wirasudaningrum (1102013080)
Sekretaris : Baiq Nadia Syauqi (1102012040)
Anggota : Dharmaning Estu Wirastyo (1102013081)
Dewi Setianingsih (1102013079)
Devinta Dhia Widyani (1102013077)
Desi Haryani Putri (1102013075)
Arief Nurhidayah Saputro (1102012028)
Aulia Shabrina Syukharial (1102012034)
Fitri Rahmadani (1102012090)
SKENARIO 2
Konjungtiva : membran halus yang melapisi kelompok mata dan menutupi bola
mata
Sel target : eritrosit yang di tengahnya terdapat bagian yang berwarna lebih gelap
5. Mengapa pada hasil pemeriksaan laboratorium MCV, MCH dan MCHC turun
sedangkan retikulosit meningkat?
1. Karena jumlah hemoglobin menurun dari hasil pemeriksaan lab sehingga kemampuan
untuk mengikat oksigen berkurang yang menyebabkan jaringan kekurangan oksigen
(hipoksia) dan sel-sel kekurangan nutrisi. Sel tidak memiliki cukup nutrisi untuk
membelah atau berkembang maka pertumbuhan menjadi terhambat.
2. Thalassemia.
3. Karena defek genetik (defek α atau β) terjadi eritropoesis yang tidak efektif (usia
eritrosit memendek) sehingga terjadi hemolisis yang kemudian mengakibatkan
bilirubin naik. Lalu bilirubin dipecah menjadi bilirubin indirect bersama dengan
albumin masuk ke hepar. Namun hepar memiliki batasan kapasitas. Sehingga ketika
terlalu banyak bilirubin indirect yang masuk akan di keluarkan kembali dan sisanya
menumpuk di dalam darah. Maka terjadilah pigmentasi dpada jaringan atau selaput
seperti sclera.
4. Karena produksi eritrosit yang tidak mencukupi sehingga daya ikat oksigen dan
nutrisi berkurang.
5. Respon dari eritropoesis yang tidak efektif dan masif. Sehingga sel darah merah yang
masih muda (retikulosit) dikeluarkan oleh sumsum tulang sebagai bentuk kompensasi.
6. Anemia defisiensi besi, anemia penyakit kronik, dan anemia sideroblastik.
7. Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
8. Karena sumsum tulang yang tidak mencukupi produksi eritrosit sehingga tubuh
mengkompensasi dengan cara produksi eritrosit ekstramedular di hati atau limpa.
Maka kerja hati dan limpa akan menjadi lebih berat dan mengakibatkan pembesaran
organ (hepatomegali/splenomegali).
9. Diukur melalui arcus costalis sinistra terakhir sampai spina illiaca anterior superior
sinistra atau arcus costalis sinistra terakhir ke umbilicus kemudian ke spina illiaca
anterior superior dextra.
10. Karena terjadinya organomegali yang mendesak paru-paru dan adanya kompensasi
dari ketidakmampuan eritrosit mengikat oksigen sehingga paru-paru bekerja lebih
berat.
11. Elektroforesis Hb, serum iron, test kadar ferritin, pemeriksaan molekular
12. Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai
globin. Penurunan kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai-α atau
rantai-β) menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan
normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai α dan rantai β, yakni
berupa α2β2, maka pada thalesemia –β0 , dimana tidak disintesis sama sekali rantai β
, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai α yang berlebihan (α4). Sedangkan
pada thalesemia-α0, dimana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin
yang diproduksi berupa rantai β yang berlebihan (β4).
13. Genetik
14. Transfusi darah, antibiotik, khelasi besi (desferoksamin diberikan injeksi subkutan,
desferipone (oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH),
dll), vitamin B12 dan asam folat, vitamin C, imunisasi, splenektomi.
15. Pada bentuk yang lebih berat, khususnya thalassemia β mayor, bisa terjadi sakit
kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/ borok), batu empedu, serta
pembesaran hati dan limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan
penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang
panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalassemia
akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan
anak lainnya yang normal.
16. Pembesaran hati dan limpa, penebalan dan pembesaran tulang (terutama tulang kepala
dan wajah), pertumbuhan lebih lambat.
17. Penapisan (screening) pembawa sifat thalassemia, konsultasi genetik (genetic
counseling), diagnosis prenatal.
SASARAN BELAJAR
LO 1.2. Struktur
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu
molekul organik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein
(globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA)
terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang
masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul
hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa8 dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF.
Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein),
yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen.
Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit
memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya
menjadi sekitar 64,000 Dalton. Pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal
dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/lokasi ikatan
oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Tiap subunit hemoglobin
mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat
molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen
serta karbondioksida melalui darah.
Kapasitas hemoglobin untuk mengikat oksigen bergantung pada keberadaan gugus
prastitik yang disebut heme. Gugus heme yang menyebabkan darah berwarna merah. Gugus
heme terdiri dari komponen anorganik dan pusat atom besi. Komponen organik yang disebut
protoporfirin terbentuk dari empat cincin pirol yang dihubungkan oleh jembatan meterna
membentuk cincin tetra pirol. Empat gugus mitral dan gugus vinil dan dua sisi rantai
propionol terpasang pada cincin ini.
Jenis jenis Hb
Pada orang dewasa:
- HbA (96%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan beta (𝛼 2β2)
- HbA2 (2,5%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan delta (2𝛿 2)
Pada fetus:
- HbF (predominasi), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan gamma (2𝛾2)
- Pada saat dilahirkan HbF terdiri atas rantai globin alfa dan Ggamma (2G𝛾2) dan alfa dan
A
gamma (2A𝛾2), dimana kedua rantai globin gamma berbeda pada asam amino di posisi
136 yaitu glisin pada G𝛾 dan alanin pada A𝛾
Pada embrio:
- Hb Gower 1, terdiri atas rantai globin zeta dan epsilon (𝜁 2𝜀 2)
- Hb Gower 2, terdiri atas rantai globin alfa dan epsilon (2𝜀 2)
- Hb Portland, terdiri atas rantai globin zeta dan gamma (𝜁 2𝛾2), sebelum minggu ke 8
intrauterin
- Semasa tahap fetus terdapat perubahan produksi rantai globin dari rantai zeta ke rantai alfa
dan dari rantai epsilon ke rantai gamma, diikuti dengan produksi rantai beta dan rantai
delta saat kelahiran
Globin adalah suatu protein yang terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida. Rantai
polipeptida ini terdiri dari 2 pasang rantai dengan jumlah, jenis dan urutan asam amino
tertentu. Masing-masing rantai polipeptida mengikat 1 gugus heme. Sintesis globin terjadi di
eritroblast dini atau basofilik dan berlanjut dengan tingkat terbatas sampai di retikulosit.
Gen-gen untuk sintesis globin terletak di kromosom 11 (rantai gamma,delta & beta)
dan kromosom 16 (rantai alfa & zeta). Manusia mempunyai 6 rantai polipeptida globin yaitu
rantai α dan non α yang terdiri dari β, γ, δ, ε, ζ. Pada orang normal ada 7 sintesis rantai globin
yang berbeda yaitu : 4 pada masa embrio seperti Hb Gower 1 ( ζ2ε2 ), Hb Gower 2 ( α2ε2 ),
dan Hb Portland (ζ2 γ2 ). Hb F (α2γ2 ) adalah Hb yang predominant pada saat kehidupan
janin dan menjadi hemoglobin yang utama setelah lahir. Hb A (α2β2 ) adalah hemoglobin
mayor yang ditemukan pada dewasa dan anak-anak. Hb A2 (α2δ2 ) dan Hb F ditemukan
dalam jumlah kecil pada dewasa ( kira-kira 1,5 - 3,5 % dan 0,2 – 1,0 % ). Perbandingan
komposisi Hb A, A2 dan F menetap sampai dewasa setelah umur 6 – 12 bulan. Pada orang
dewasa , HbA2 kira-kira 1,5% -- 3,5% hemoglobin total, Persentasenya jauh lebih rendah
dari pada waktu dilahirkan, kira-kira 0,2% - 0,3% meningkat pada saat dewasa pada 2 tahun
pertama. Kenaikan yang tajam terjadi pada 1 tahun pertama dan naik dengan perlahan pada 3
tahun kelahiran.
Sintesa globin
Chromosome 11 (- cluster) :
Urutannya -G-A- --
Chromosome 16 (-cluster):
Urutannya 2-1-2-1-2-1-
Perkembangan sintesa globin
% of total
globin 50
synthesis
30
10
6 18 30 birth 6 18 30 42
prenatal age (wks) postnatal age (wks)
LO 1.4. Kelainan Hemoglobin
Berdasarkan jumlah sel dan kadar hemoglobin yang merupakan bagian penting dari
sel eritrosit, kelainan sel darah merah (eritrosit) dibedakan menjadi anemia bila jumlah atau
kadarnya rendah dan polycythemia bila jumlahnya meningkat. WHO menetapkan kriteria
diagnosis anemia bila kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl, kadar hemoglobin ini biasanya
sebanding dengan jumlah eritrosit dan hematokrit. Sebaliknya, disebut polycythemia bila
kadar hemoglobin lebih dari 18,0 g/dl dan jumlah erytrosit lebih dari 5,5 juta/uL disertai
dengan peningkatan sel leukosit dan platelet.
Dibanding polycythemia, penyakit anemia mempunyai prevalensi yang lebih tinggi
terutama pada wanita. Pasien anemia tampak pucat, lesuh, lemah dan pusing karena reaksi
tubuh yang kekurangan oksigen. Dampak dari penyakit anemia adalah menurunnya kualitas
hidup, kinerja rendah, IQ rendah, sampai dengan kematian penderitanya. Pada ibu hamil,
anemia bisa berakibat serius pada janin berupa keguguran atau cacat bawaan.
Anemia terjadi karena menurunnya kadar hemoglobin yang terikat pada sel erytrosit
atau jumlah erytrosit yang mengikat hemoglobin kurang. Penyebabnya dapat oleh karena
kegagalan proses synthesis atau kualitas hemoglobin dan erytrosit yang dihasilkan tidak
sempurna, pemecahan erytrosit abnormal, kehilangan darah masif, intake nutrient kurang atau
merupakan penyakit sekunder akibat penyakit lain.
Berdasarkan morfologi dan ukuran sel erythrosit, anemia diklasifikasikan menjadi:
Anemia mikrositik, anemia normositik dan anemia makrositik.
Sindrom Kelainan
Hemolisis
Hb mengkristal (Hb S, C, D, E, dll)
Hb tidak stabil
Patofisiologi thalassemia α
Patofisiologi thalesemia α pada umumnya sama dengan yang dijumpai pada
thalesemia-β kecuali beberapa perbedaan ytama untuk delesi (-) atau mutasi (T) rantai globin-
α. Hilangnya gen globin-α tunggal (-α/αα atau αTα/αα) tidak berdampak pada fenotip.
Sedangkan thalesemia-2a-α homozigot (-α/-α) atau thalesemia-1a –α heterozigot (αα /- - )
memberi fenotip seperti thalesemia-β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan
fenotip tingkat penyakit berat menengah (moderat), yang dikatakan sebagai HbH disease.
Sedangkan thalesemia-α0, homozigot(--/--) tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-
Bart’s hydrops syndrome.
Kelainan dasar thalesemia-α sama dengan thalesemia β, yakni ketidakseimbangan
sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal patofisiologi kedua jenis
thalesemia ini.
Pertama, karena rantai-α dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa
(tidak seperti thalesemia-β). Maka thalesemia α bermanifestasi pada masa fetus. Kedua, sifat-
sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globin-ã dan –β yang
disebabkan oleh defek produksi rantai globin-α sangat berbeda dibandingkan dengan akibat
produksi berlebihan rantai-α pada thalesemia-β. Bila kelebihan rantai α tersebut
menyebabkan presipitasi pada prekursel eritrosit, maka thalesemia α menimbulkan tetramer
yang larut (soluble), yakni ã4, Hb Bart’s dan β4.
Thalesemia-α Thalesemia-β
Mutasi Delesi gen umum terjadi Delesi gen umum jarang terjadi
Sifat-sifat globin yang Tertramer γ4 atau β4 yang larut Agregat rantai α yang idak larut
berlebihan
Pembentukan hemikrom Pembentukan hemikrom cepat
lambat
Band 4.1 teroksidas
Band 4.1. tidak teroksidasi
Interkasi kurang dari band 3
Terikat kepada band 3
Terutama hemolitik
Anemia
terutama diseritropoetik
Jarang
Perubahan tulang
umum
Jarang
Besi berlebih
umum
Hemoglobin
Jumlah Presentasi
Genotip Elektroforesis
gen α Klinis
Saat lahir >6 bulan
αα/αα 4 Normal Normal Normal
0-3% Hb
-α/αα 3 Silent Carier Normal
Barts
--/-α Trait 2-10% Hb
2 Normal
-α/-α Thalasemia-α barts
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb H
>75% Hb
--/-- 0 Hydrops fetalis -
Barts
Hb Barts = γ4 Hb H = β4
Talasemia β
Melibatkan dua gen didalam membuat β globin yang merupakan bagian dari
hemoglobin, masing-masing satu dari setiap orangtua. Β talasemia terjadi ketika satu atau
kedua gen mengalmi variasi.
- Jika salah satu gen dipengaruhi, seseorang akan menjadi carrier dan menderita anemia
ringan. Kondisi ini disebut thallasemia trait/β talasemia minor
- Jika kedua gen dipengaruhi, seseorang akan menderita anemia sedang (talasemia β
intermedia atau anemia Cooley’s yang ringan) atau anemia yang berat ( β talasemia
utama, atau anemia Cooley’s).
- Anemia Cooley’s, atau β talasemia mayor jarang terjadi. Suatu survei tahun 1993
ditemukan 518 pasien anemia Cooley’s di Amerika Serikat. Kebanyakan dari mereka
mempunyai bentuk berat dari penyakit, tetapi mungkin kebanyakan dari mereka tidak
terdiagnosis.
Jika dua orangtua dengan β talasemia trait (carriers) mempunyai seorang bayi, salah
satu dari tiga hal dapat terjadi:
- Bayi bisa menerima dua gen normal ( satu dari masing-masing orangtua) dan
mempunyai darah normal ( 25 %).
- Bayi bisa menerima satu gen normal dan satu varian gen dari orangtua yang talasemia
trait ( 50 persen). Bayi bisa menerima dua gen talasemia ( satu dari masing-masing
orangtua) dan menderita penyakit bentuk sedang sampai berat (25%).
Penamaan
Genetika
Klinis Genotip Penyakit
Molekuler
Nomenklatur
- Homozigot β0 -
1. β- thalassemia Berat,
thalassemia (β0/β0) membutuhkan Jarang delesi gen
Thalassemia - Homozigot β - transfusi
+
darah pada (β0/β0)
mayor thalassemia secara teratur
(β+/β+)
Defek pada
Berat, tetapi tidak transkripsi,
2. Thalassemia β0/β
perlu transfusi pemrosesan, atau
intermedia β+/β+
darah teratur translasi mRNA
β-globin
Asimtomatik,
dengan anemia
3. Thalassemia β0/β
ringan atau tanpa
minor β+/β
anemia; tampak
kelainan eritrosit
LO 2.5. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Thalassemia
Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian
besar penderita mengalami anemia yang ringan, khusunya anemia hemolitik. Pada bentuk
yang lebih berat, khususnya thalassemia β mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka
terbuka di kulit (ulkus/ borok), batu empedu, serta pembesaran hati dan limpa. Sumsum
tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama
tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak
yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih
lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan
seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam
otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.
Thalassemia-β
Thalassemia β dibagi menjadi tiga sindrom klinik, yakni :
- Thalassemia β minor (trait)/heterozigot : anemia hemolitik mikrositik hipokrom.
- Thalassemia β mayor/homozigot : anemia berat yang bergantung pada transfusi darah.
- Thalassemia β intermedia : gejala diantara thalassemia mayor dan minor.
b. Thalasemia intermedia
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia
sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl). Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali,
eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
HbH disease
Gejalanya adalah anemia hemolitik ringan-sedang, Hb 7-10 gr%, splenomegali, sumsum
tulang hiperplasia eritroid, retardasi mental dapat terjadi bila lokus yang dekat dengan cluster
gen-α pada kromosom 16 bermutasi/ co-delesi dengan cluster gen-α. Krisis hemolitik juga
dapat terjadi bila penderita mengalami infeksi, hamil, atau terpapar dengan obat-obatan
oksidatif.
Pemeriksaan fisik
(pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal, pigmentasi)
Elektroforesis hemoglobin
(Adanya Hb abnormal, termasuk analisis pada Ph 6-7 untuk HbH dan H
Barts
Pemeriksaan Penunjang
Hitung Darah Lengkap (CBC) dan SHDT
Sel darah diperiksa bentuknya (shape), warna (staining), jumlah, dan ukuran (size).
Fitur-fitur ini membantu dokter mengetahui apakah Anda memiliki thalassemia dan jika iya,
jenis apa. Tes darah yang mengukur jumlah besi dalam darah (tes tingkat zat besi dan feritin
tes). Sebuah tes darah yang mengukur jumlah berbagai jenis hemoglobin (elektroforesis
hemoglobin). Hitung darah lengkap (CBC) pada anggota lain dari keluarga (orang tua dan
saudara kandung). Hasil menentukan apakah mereka telah thalassemia. Dokter sering
mendiagnosa bentuk yang paling parah adalah thalassemia beta mayor atau anemia Cooley's.
Kadar Hb adalah 7 ± 10 g/ dL. Pada sediaan hapus darah tepi ditemukan anemia hipokrom
mikrositik, anisositosis, dan poikilositosis (target cell).
Elektroforesis Hemoglobin
Elektroforesis hemoglobin adalah pengujian yang mengukur berbagai jenis protein
pembawa oksigen (hemoglobin) dalam darah. Pada orang dewasa, molekul molekul
hemoglobin membentuk persentase hemoglobin total seperti berikut :
HbA : 95% -98%
HbA2 : 2% - 3%
HbF : 0,8 % -2%
HbS : 0%
HbC : 0%
Pada kasus thalasemia beta intermedia, HbF dan HbA2 meningkat. Pemeriksaan
pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan HbA2
meningkat (> 3,5% dari Hb total)
Pemeriksaan Rontgen
Foto Ro tulang kepala, gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
Infeksi
Di antara orang-orang penderita thalassemia, infeksi adalah penyebab utama penyakit
dan kedua paling umum penyebab kematian. Orang-orang yang limpanya telah diangkat
berada pada risiko yang lebih tinggi, karena mereka tidak lagi memiliki organ yang
memerangi infeksi.
Osteoporosis
Banyak penderita thalassemia memiliki tulang yang bermasalah, termasuk
osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi sangat lemah, rapuh dan
mudah patah.
Komplikasi lain :
Thalasemia β
Hemosiderosis bisa menyebabkan gangguan fungsi organan taralain:
Kegagalan hati
Gagal jantung
DM, Hipotiroid,Hipertiroid
Infeksi berulang misalnya pneumonia
Thalasemia β intermedia
Perubahan tulang
Osteoporosis progresif sampai fraktur spontan
Luka dikaki
Defisiensi folat
Hipersplenisme
Anemiaprogresif
Hemosiderosis
Cohen, Alan R, et al., 2004. Hematology: Thalassemia. New York: American Society of
Hematology.
Guyton, Arthur C dan John E Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hadisuparto, Yuwono. 2007. Eritrosit dan Hemoglobin. Disajikan dalam kuliah Patologi
Klinik Semester IV tahun akademik 2006/2007 FK UNS.
Hardjasasmita, Pantjita. 2006. Ikhtisar Biokimia Dasar B. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hoffbrand, A.V., et al. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Sacher, Ronald A; Richard A.M. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV.Jakarta: Pusat
Penerbit Departemen IPD FKUI.
Sutedjo, A.Y. 2007. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books.
Suyono, Slamet. 2001. Kapita Selekta Biologi Molekuler. Jakarta: Widya Medika.
Tim Penyusun. 2007. Buku Pedoman Mahasiswa: Blok IV Hematologi. Surakarta: Unit
Pengembangan Pendidikan FK UNS.
Widmann, Frances K. 1995. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 9.
Terj. : Gandasoebroto, et al. Jakarta: EGC.
Noriyuki Tatsumi (April 2002). General Hematology. Erythrocyte Disorders (Chapter 2): 20
– 38. Osaka City University, Graduate school of Medicine, Japan