Anda di halaman 1dari 29

WRAP UP

SKENARIO 2
Pucat dan Perut Membuncit

Kelompok A-10
Ketua : Dhara Wirasudaningrum (1102013080)
Sekretaris : Baiq Nadia Syauqi (1102012040)
Anggota : Dharmaning Estu Wirastyo (1102013081)
Dewi Setianingsih (1102013079)
Devinta Dhia Widyani (1102013077)
Desi Haryani Putri (1102013075)
Arief Nurhidayah Saputro (1102012028)
Aulia Shabrina Syukharial (1102012034)
Fitri Rahmadani (1102012090)
SKENARIO 2

PUCAT DAN PERUT MEMBUNCIT


Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa orangtuanya ke dokter praktek umum
dengan keluhan terlihat pucat dan perut agak membuncit. Penderita juga lekas lemah, lelah,
dan sering mengeluh sesak nafas. Pertumbuhan badannya terlambat bila dibandingkan
dengan teman sebayanya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat, sclera agak ikterik, kulit pucat,
dan splenomegali Schufner II.
Dokter menganjurkan beberapa pemeriksaan laboratorium, hasilnya sebagai berikut:

Pemeriksaan Kadar Nilai Normal

Hemoglobin (Hb) 9 g/dL 11,5 - 15,5 g/dL


Hematokrit (Ht) 30% 34 - 40%
Eritrosit 3,5x106/μL 3,9 - 5,3x106/μL
MCV 69 fL 75 - 87 fL
MCH 13 pg 24 - 30 pg
MCHC 19% 32 - 36%
Leukosit 8000/μL 5000 - 14.500/μL
Trombosit 260.000/μL 250.000 - 250.000/μL
Retikulosit 2% 0,5 - 1,5%

eritrosit mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, sel


Sediaan apus darah tepi
target (+), fragmentosit (+)
KATA SULIT

Konjungtiva : membran halus yang melapisi kelompok mata dan menutupi bola
mata

Sklera : bagian luar mata yang berwarna putih

Ikterik : perubahan warna kuning disebabkan oleh naiknya jumlah bilirubin


dalam darah

Splenomegali : pembesaran limpa akibat proliferasi linfosit di dalam limpa akibat


infeksi

Retikulosit : sel darah merah yang belum matang

Anisopoikilositosis : eritrosit yang ukurannya berfariasi dan bentuk abnormal

Fragmentosit : reitrosit yang pecah/membentuk fragmen-fragmen

Sel target : eritrosit yang di tengahnya terdapat bagian yang berwarna lebih gelap

Schufner : indikator pembesaran limpa


PERTANYAAN

1. Mengapa pertumbuhan anak terhambat?

2. Apakah diagnosis dari skenario ini?

3. Mengapa sclera agak ikterik?

4. Apa penyebab anak terlihat pucat?

5. Mengapa pada hasil pemeriksaan laboratorium MCV, MCH dan MCHC turun
sedangkan retikulosit meningkat?

6. Apa saja diagnosis banding dari kasus ini?

7. Bagaimana cara membedakan diagnosis pada skenario dengan diagnosis banding?

8. Mengapa perut pasien membuncit?

9. Bagaimana membedakan indikator schufner?

10. Mengapa pasien mengalami sesak nafas?

11. Apakah ada pemeriksaan lain dari pemeriksaan hematologi rutin?

12. Bagaimana proses terjadinya penyakit pada kasus ini?

13. Apa saja faktor resiko dari penyakit tersebut?

14. Bagaimana cara menanganinya?

15. Apa saja gejalanya?

16. Apa saja tanda khas dari penyakit ini?

17. Bagaimana cara mencegahnya?


JAWAB

1. Karena jumlah hemoglobin menurun dari hasil pemeriksaan lab sehingga kemampuan
untuk mengikat oksigen berkurang yang menyebabkan jaringan kekurangan oksigen
(hipoksia) dan sel-sel kekurangan nutrisi. Sel tidak memiliki cukup nutrisi untuk
membelah atau berkembang maka pertumbuhan menjadi terhambat.
2. Thalassemia.
3. Karena defek genetik (defek α atau β) terjadi eritropoesis yang tidak efektif (usia
eritrosit memendek) sehingga terjadi hemolisis yang kemudian mengakibatkan
bilirubin naik. Lalu bilirubin dipecah menjadi bilirubin indirect bersama dengan
albumin masuk ke hepar. Namun hepar memiliki batasan kapasitas. Sehingga ketika
terlalu banyak bilirubin indirect yang masuk akan di keluarkan kembali dan sisanya
menumpuk di dalam darah. Maka terjadilah pigmentasi dpada jaringan atau selaput
seperti sclera.
4. Karena produksi eritrosit yang tidak mencukupi sehingga daya ikat oksigen dan
nutrisi berkurang.
5. Respon dari eritropoesis yang tidak efektif dan masif. Sehingga sel darah merah yang
masih muda (retikulosit) dikeluarkan oleh sumsum tulang sebagai bentuk kompensasi.
6. Anemia defisiensi besi, anemia penyakit kronik, dan anemia sideroblastik.
7. Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
8. Karena sumsum tulang yang tidak mencukupi produksi eritrosit sehingga tubuh
mengkompensasi dengan cara produksi eritrosit ekstramedular di hati atau limpa.
Maka kerja hati dan limpa akan menjadi lebih berat dan mengakibatkan pembesaran
organ (hepatomegali/splenomegali).
9. Diukur melalui arcus costalis sinistra terakhir sampai spina illiaca anterior superior
sinistra atau arcus costalis sinistra terakhir ke umbilicus kemudian ke spina illiaca
anterior superior dextra.
10. Karena terjadinya organomegali yang mendesak paru-paru dan adanya kompensasi
dari ketidakmampuan eritrosit mengikat oksigen sehingga paru-paru bekerja lebih
berat.
11. Elektroforesis Hb, serum iron, test kadar ferritin, pemeriksaan molekular
12. Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai
globin. Penurunan kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai-α atau
rantai-β) menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan
normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai α dan rantai β, yakni
berupa α2β2, maka pada thalesemia –β0 , dimana tidak disintesis sama sekali rantai β
, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai α yang berlebihan (α4). Sedangkan
pada thalesemia-α0, dimana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin
yang diproduksi berupa rantai β yang berlebihan (β4).
13. Genetik
14. Transfusi darah, antibiotik, khelasi besi (desferoksamin diberikan injeksi subkutan,
desferipone (oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH),
dll), vitamin B12 dan asam folat, vitamin C, imunisasi, splenektomi.
15. Pada bentuk yang lebih berat, khususnya thalassemia β mayor, bisa terjadi sakit
kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/ borok), batu empedu, serta
pembesaran hati dan limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan
penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang
panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalassemia
akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan
anak lainnya yang normal.
16. Pembesaran hati dan limpa, penebalan dan pembesaran tulang (terutama tulang kepala
dan wajah), pertumbuhan lebih lambat.
17. Penapisan (screening) pembawa sifat thalassemia, konsultasi genetik (genetic
counseling), diagnosis prenatal.
SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

LO 1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemoglobin


Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe sebagai penyebab warna merah
pada eritrosit, yang berfungsi sebagai transport O2 dan Co2. Sebagai intinya Fe dan dengan
rangka protoperphyrin dan globin(tetra phirin) menyebabkan warna darah merah karena Fe
ini. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu
molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan
suatu golongan penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling
sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia.
Memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk
oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa
dari paru-paru ke jaringan-jaringan.
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan
sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah
Nilai normal hemoglobin tergantung dari umur pasien :
Neonatus (tali pusat) : 13.5 – 19.5 gram/dl
1 – 3 hari (darah kapiler) : 14.5 – 22.5 gram/dl
0.5 – 2 tahun : 10.5 – 13.5 gram/dl
2 – 6 tahun : 11.5 – 13.5 gram/dl
6 – 12 tahun : 11.5 – 15.5 gram/dl
12 – 18 tahun (pria) : 13.0 – 16.0 gram/dl
12 – 18 tahun (wanita) : 12.0 – 14.0 gram/dl
18 – 49 tahun (pria) : 14,0 – 16,0 gram/dl
18 – 49 tahun (wanita) : 12,0 – 14,0 gram/dl

LO 1.2. Struktur
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu
molekul organik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein
(globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA)
terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang
masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul
hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa8 dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF.
Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein),
yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen.
Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit
memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya
menjadi sekitar 64,000 Dalton. Pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal
dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/lokasi ikatan
oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Tiap subunit hemoglobin
mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat
molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen
serta karbondioksida melalui darah.
Kapasitas hemoglobin untuk mengikat oksigen bergantung pada keberadaan gugus
prastitik yang disebut heme. Gugus heme yang menyebabkan darah berwarna merah. Gugus
heme terdiri dari komponen anorganik dan pusat atom besi. Komponen organik yang disebut
protoporfirin terbentuk dari empat cincin pirol yang dihubungkan oleh jembatan meterna
membentuk cincin tetra pirol. Empat gugus mitral dan gugus vinil dan dua sisi rantai
propionol terpasang pada cincin ini.

Jenis jenis Hb
Pada orang dewasa:
- HbA (96%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan beta (𝛼 2β2)
- HbA2 (2,5%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan delta (2𝛿 2)
Pada fetus:
- HbF (predominasi), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan gamma (2𝛾2)
- Pada saat dilahirkan HbF terdiri atas rantai globin alfa dan Ggamma (2G𝛾2) dan alfa dan
A
gamma (2A𝛾2), dimana kedua rantai globin gamma berbeda pada asam amino di posisi
136 yaitu glisin pada G𝛾 dan alanin pada A𝛾
Pada embrio:
- Hb Gower 1, terdiri atas rantai globin zeta dan epsilon (𝜁 2𝜀 2)
- Hb Gower 2, terdiri atas rantai globin alfa dan epsilon (2𝜀 2)
- Hb Portland, terdiri atas rantai globin zeta dan gamma (𝜁 2𝛾2), sebelum minggu ke 8
intrauterin
- Semasa tahap fetus terdapat perubahan produksi rantai globin dari rantai zeta ke rantai alfa
dan dari rantai epsilon ke rantai gamma, diikuti dengan produksi rantai beta dan rantai
delta saat kelahiran

LO 1.3. Proses Pembentukan


Sintesis hemoglobin dimulai sejak eritrosit dalam bentuk proeritroblast dalam jumlah
sedikit. Selama perkembangan hemoglobin terus terbentuk, muncul saat eritroblast
polikromatofil sehingga menyebabkan sitoplasma asidofilik (berwarna merah muda). Sintesis
Hemoglobin banyak terjadi dalam mitokondria dengan reaksi biokimia dimulai dengan
kondensasi glisin dan suksinil ko-A  terbentuk δALA (delta amino laevulinik) sintetase
sebagai penghambat kecepatan. Piridoksil fosfat (vit.B6) sebagai koenzim yang dirangsang
oleh eritropoeitin dan dihambat oleh heme.
Pada akhir reaksi, protoporfirin bergabung dengan Fe untuk membuat heme, masing
masing molekul bergabung dengan rantai globin (dibuat pada polirbosom)  tetramer rantai
globin dengan masing-masing gugus hemenya sendiri  membentuk HEMOGLOBIN

Globin adalah suatu protein yang terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida. Rantai
polipeptida ini terdiri dari 2 pasang rantai dengan jumlah, jenis dan urutan asam amino
tertentu. Masing-masing rantai polipeptida mengikat 1 gugus heme. Sintesis globin terjadi di
eritroblast dini atau basofilik dan berlanjut dengan tingkat terbatas sampai di retikulosit.
Gen-gen untuk sintesis globin terletak di kromosom 11 (rantai gamma,delta & beta)
dan kromosom 16 (rantai alfa & zeta). Manusia mempunyai 6 rantai polipeptida globin yaitu
rantai α dan non α yang terdiri dari β, γ, δ, ε, ζ. Pada orang normal ada 7 sintesis rantai globin
yang berbeda yaitu : 4 pada masa embrio seperti Hb Gower 1 ( ζ2ε2 ), Hb Gower 2 ( α2ε2 ),
dan Hb Portland (ζ2 γ2 ). Hb F (α2γ2 ) adalah Hb yang predominant pada saat kehidupan
janin dan menjadi hemoglobin yang utama setelah lahir. Hb A (α2β2 ) adalah hemoglobin
mayor yang ditemukan pada dewasa dan anak-anak. Hb A2 (α2δ2 ) dan Hb F ditemukan
dalam jumlah kecil pada dewasa ( kira-kira 1,5 - 3,5 % dan 0,2 – 1,0 % ). Perbandingan
komposisi Hb A, A2 dan F menetap sampai dewasa setelah umur 6 – 12 bulan. Pada orang
dewasa , HbA2 kira-kira 1,5% -- 3,5% hemoglobin total, Persentasenya jauh lebih rendah
dari pada waktu dilahirkan, kira-kira 0,2% - 0,3% meningkat pada saat dewasa pada 2 tahun
pertama. Kenaikan yang tajam terjadi pada 1 tahun pertama dan naik dengan perlahan pada 3
tahun kelahiran.
Sintesa globin
 Chromosome 11 (- cluster) :
Urutannya -G-A- --

Chromosome 16 (-cluster):
Urutannya 2-1-2-1-2-1-
Perkembangan sintesa globin

% of total
globin 50
synthesis

30

10

6 18 30 birth 6 18 30 42
prenatal age (wks) postnatal age (wks)
LO 1.4. Kelainan Hemoglobin
Berdasarkan jumlah sel dan kadar hemoglobin yang merupakan bagian penting dari
sel eritrosit, kelainan sel darah merah (eritrosit) dibedakan menjadi anemia bila jumlah atau
kadarnya rendah dan polycythemia bila jumlahnya meningkat. WHO menetapkan kriteria
diagnosis anemia bila kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl, kadar hemoglobin ini biasanya
sebanding dengan jumlah eritrosit dan hematokrit. Sebaliknya, disebut polycythemia bila
kadar hemoglobin lebih dari 18,0 g/dl dan jumlah erytrosit lebih dari 5,5 juta/uL disertai
dengan peningkatan sel leukosit dan platelet.
Dibanding polycythemia, penyakit anemia mempunyai prevalensi yang lebih tinggi
terutama pada wanita. Pasien anemia tampak pucat, lesuh, lemah dan pusing karena reaksi
tubuh yang kekurangan oksigen. Dampak dari penyakit anemia adalah menurunnya kualitas
hidup, kinerja rendah, IQ rendah, sampai dengan kematian penderitanya. Pada ibu hamil,
anemia bisa berakibat serius pada janin berupa keguguran atau cacat bawaan.
Anemia terjadi karena menurunnya kadar hemoglobin yang terikat pada sel erytrosit
atau jumlah erytrosit yang mengikat hemoglobin kurang. Penyebabnya dapat oleh karena
kegagalan proses synthesis atau kualitas hemoglobin dan erytrosit yang dihasilkan tidak
sempurna, pemecahan erytrosit abnormal, kehilangan darah masif, intake nutrient kurang atau
merupakan penyakit sekunder akibat penyakit lain.
Berdasarkan morfologi dan ukuran sel erythrosit, anemia diklasifikasikan menjadi:
Anemia mikrositik, anemia normositik dan anemia makrositik.

Secara singkat kelainan ini disebabkan oleh :


1. Sintesis hemoglobin abnormal
2. Menurunnya kecepatan sintesis rantai globin α atau β yang normal
(thalassemia α atau β)
Kelainan yang paling penting secara klinis adalah anemia sel sabit. Hb C, D, dan E
juga sering ditemukan, dan seperti Hb S, merupakan substitusi pada rantai β. Hemoglobin tak
stabil jarang ditemukan dan menyebabkan anemia hemolitik kronik dengan derajat keparahan
yang bervariasi dengan hemolisis intravaskular. Hemoglobin abnormal juga dapat
menyebabkan polisitemia (familial) atau methemoglobinemia kongenital.

Sindrom Kelainan
Hemolisis
Hb mengkristal (Hb S, C, D, E, dll)
Hb tidak stabil

Thalassemia α atau β yang disebabkan oleh


menurunnya sintesis rantai globin

Polisitemia familial Perubahan afinitas oksigen


Methemoglobinemia Kegagalan reduksi (Hb Ms)
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Thalassemia
LO 2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Thalassemia
Thalassemia mempunyai banyak definisi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Renzo Galanello, thalassemia adalah sekelompok kelainan darah herediter yang ditandai
dengan berkurangnya atau tidak ada sama sekali sintesis rantai globin, sehingga
menyebabkan Hb berkurang dalam sel-sel darah merah, penurunan produksi sel-sel darah
merah dan anemia. Kebanyakan thalassemia diwariskan sebagai sifat resesif. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Azhar Ibrahim Kharza, thalassemia merupakan
suatu kelainan bawaan sintesis hemoglobin (Hb).
Kelainan ini bervariasi, dari asimtomatik sampai parah, dan bervariasi sesuai dengan
rantai hemoglobin darah yang terpengaruh. Rantai yang mengalami kelainan mempengaruhi
usia onset gejala (α-Thalassemia mempengaruhi janin, β-Thalassemia mempengaruhi bayi
yang baru lahir). Menurut studi yang dilakukan oleh Sylvia Morais de Souza et al,
thalassemia adalah penyakit monogenik paling umum dan ditandai dengan anemia
hipokromatik dan mikrositik, yang terjadi akibat dari tidak adanya atau berkurangnyasintesis
rantai globin. Menurut studi yang dilakukan oleh Deborah Rund dan Eliezer Rachmilewitz,
talasemia adalah anemia turunan yang disebabkan oleh kelainan produksi hemoglobin.
Thalassemia menyebabkan tubuh mensintesa lebih sedikit sel-sel darah merah yang
sehat dan hemoglobin kurang dari biasanya. Hemoglobin adalah zat protein yang kaya zat
besi dalam sel darah merah. Hemoglobin bekerja untuk membawa oksigen ke seluruh bagian
tubuh. Hemoglobin juga membawa karbon dioksida dari tubuh ke paru-paru untuk dilepaskan
melalui pernafasan. Penderita thalassemia dapat mengalami anemia ringan atau berat.
Kondisi ini disebabkan oleh angkasel darah merah yang lebih rendah dari biasanya atau
hemoglobin yang tidak cukup pada sel darah merah.

LO 2.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Thalassemia


Thalassemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada kromosom
manusia. Gen globin adalah bagian dari sekelompok gen yang terletak pada kromosom.
Bentuk daripada gen beta-globin ini diatur oleh locus control region (LCR). Berbagai mutasi
pada gen atau pada unsur-unsur dasargen menyebabkan cacat pada inisiasi atau pengakhiran
transkripsi, pembelahan RNA yang abnormal, substitusi, dan frameshifts. Hasilnya adalah
penurunan atau pemberhentian daripada penghasilan rantai beta-globin, sehingga
menimbulkan sindrom thalassemia beta.
Mutasi Beta-zero (β0) ditandai dengan tidak adanya produksi beta-globin, yang
biasanya akibat mutasi nonsense, frameshift, atau splicing. Sedangkan mutasi beta-plus(β+)
ditandai dengan adanya produksi beberapa beta-globin tetapi dengan sedikit cacat splicing.
Mutasi yang spesifik memiliki beberapa hubungan dengan faktor etnis atau kelompok
berbeda yang lazim di berbagai belahan dunia. Seringkali, sebagian besar individu yang
mewarisi penyakit ini mengikuti pola resesif autosomal, dengan individu heterozigot
memiliki kelainan gen tersebut, sedangkan pada individu heterozigot atau individu compound
homozigot, kelainan itu memanifestasi sebagai penyakit beta-thalassemia mayor atau
intermedia.
Mekanisme penurunan penyakit thalassemia :
 Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassemia
trait/bawaan, maka tidak mungkin mereka
menurunkan Thalassemia trait/bawaan atau
Thalassemia mayor kepada anak-anak meraka.
Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah
yang normal.

 Apabila salah seorang dari orang tua menderita


Thalassemia trait/bawaan, sedangkan yang
lainnya tidak maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka
akan menderita Thalassemia trait/bawaan, tetapi
tidak seseorang diantara anak-anak mereka
Thalassemia mayor.

 Apabila kedua orang tua menderita Thalassemia


trait/bawaan, maka anak-anak mereka mungkin
akan menderita thalassemia trait/bawaan atau
mungkin juga memiliki darah yang normal, atau
mereka mungkin menderita Thalassemia mayor.

LO 2.3. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Thalassemia


Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai
globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan kecepatan sintesis salah satu jenis rantai
globin (rantai-α atau rantai-β) menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang. Bila
pada keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai α dan rantai β,
yakni berupa α2β2, maka pada thalesemia –β0 , dimana tidak disintesis sama sekali rantai β ,
maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai α yang berlebihan (α4). Sedangkan pada
thalesemia-α0, dimana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang
diproduksi berupa rantai β yang berlebihan (β4).
Patofisiologi thalassemia-β
Pada thalesemia- β, dimana terdapat penurunan produksi rantai β, terjadi produksi
berlebihan rantai α. Produksi rantai globin ã, dimana pasca kelahiran masih tetap diproduksi
rantai globin α2ã2 (HBF), tidak mencukupi untuk menkompensasi defisiensi α2β2 (HbA). Hal
ini menunjukan bahwa produksi rantai globin β dan rantai globin ã tidak pernah dapat
mencukupi untuk mengikat rantai α yang berlebihan. Rantai α yang berlebihan ini merupakan
ciri khas pada pathogenesis thaesemia-β.
Rantai α yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai globin lainnya,
akan berpresipitasi pada prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan dalam sel
progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan gangguan pematangan
prekursor eritroid dalam eritropoesis yang tidak efektif (inefektif), sehingga umur eritrosit
menjadi pendek. Akibatnya, timbul anemia, anemia ini lebih lanjut lagi akan menjadi
pendorong (drive) proliferasi erotroid yang terus menerus (intens) dalam sumsum tulang yang
infektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan
deformitas skeletal dan berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolisme. Anemia kemudian
akan ditimbulkan lagi (exacerbated) dengan adanya hemodilusi akibat adanya hubungan
langsung (shunting) darah akibat sumsum tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya
splenomegali. Pada limpa yang membesar makin banyak sel darah merah abnormal yang
terjebak, untuk kemudian akan dihancurkan oleh sistem fagosit. Hiperplasia sumsum tulang
kemudian akan meningkatkan absorbsi dan muatan besi. Transfusi yang diberikan secara
teratur juga mrnambah muatan besi. Hal ini akan menyebabkan penimbunan besi yang
progresif dijaringan berbagai organ, yang akan diikuti kerusakan organ dan diakhiri dengan
kematian bila besi ini tidak segera dikeluarkan.
Hal yang terjadi Akibatnya/Manifestasinya
Mutasi primer terhadap produksi globin : Sintesis globin yang tidak seimbang

Rantai globin yang berlebihan terhadap


metabolism dan ketahanan terhadap (survival)
Anemia.
eritrosit

Eritrosit abnormal terhadap fungsi organ


Anemia, splenomegaly, hepatomegali, dan kondisi
hiperkoagulabilitas.

Anemia terhadap fungsi organ


Produksi eritropoetin dan ekspansi sumsum
tulang, deformitas skeletal, gangguan metabolism,
dan perubahan adaptif fungsi kardiovaskular.

Muatan besi berlebih kerusakan jaringan hati,


endokrin, miokardium, kulit.
Metabolisme besi yang abnormal
Rentan terhadap infeksi spesifik.

Peningkatan kadar HbF; heterogenitas populasi sel


darah merah.
Sel seleksi

Variasi fenotip; khususnya melalui respons HbF


Modifiers genetik sekunder
Variasi metabolisme bilirubin, besi, dan tulang

Muatan besi berlebih, kelainan tulang, infeksi


yang dikeluarkan lewat darah, toksisitas obat

Variasi dari latar belakang genetik: respon


Riwayat evolusioner terhadap infeksi

Faktor ekologi dan entologi

Patofisiologi thalassemia α
Patofisiologi thalesemia α pada umumnya sama dengan yang dijumpai pada
thalesemia-β kecuali beberapa perbedaan ytama untuk delesi (-) atau mutasi (T) rantai globin-
α. Hilangnya gen globin-α tunggal (-α/αα atau αTα/αα) tidak berdampak pada fenotip.
Sedangkan thalesemia-2a-α homozigot (-α/-α) atau thalesemia-1a –α heterozigot (αα /- - )
memberi fenotip seperti thalesemia-β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan
fenotip tingkat penyakit berat menengah (moderat), yang dikatakan sebagai HbH disease.
Sedangkan thalesemia-α0, homozigot(--/--) tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-
Bart’s hydrops syndrome.
Kelainan dasar thalesemia-α sama dengan thalesemia β, yakni ketidakseimbangan
sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal patofisiologi kedua jenis
thalesemia ini.
Pertama, karena rantai-α dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa
(tidak seperti thalesemia-β). Maka thalesemia α bermanifestasi pada masa fetus. Kedua, sifat-
sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globin-ã dan –β yang
disebabkan oleh defek produksi rantai globin-α sangat berbeda dibandingkan dengan akibat
produksi berlebihan rantai-α pada thalesemia-β. Bila kelebihan rantai α tersebut
menyebabkan presipitasi pada prekursel eritrosit, maka thalesemia α menimbulkan tetramer
yang larut (soluble), yakni ã4, Hb Bart’s dan β4.
Thalesemia-α Thalesemia-β
Mutasi Delesi gen umum terjadi Delesi gen umum jarang terjadi

Sifat-sifat globin yang Tertramer γ4 atau β4 yang larut Agregat rantai α yang idak larut
berlebihan
Pembentukan hemikrom Pembentukan hemikrom cepat
lambat
Band 4.1 teroksidas
Band 4.1. tidak teroksidasi
Interkasi kurang dari band 3
Terikat kepada band 3

Sel darah merah Hidrasi berlebihan


Dehidrasi
(overhydrated)
Kaku
Kaku (rigid)
Membrane tidak stabil
Membra hiperstabil
p50 menurun
p50 menurun

Terutama hemolitik
Anemia
terutama diseritropoetik

Jarang
Perubahan tulang
umum

Jarang
Besi berlebih
umum

LO 2.4. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Thalassemia


Secara molekuler talasemia dibedakan atas thalasemia α dan β, sedangkan secara
klinis dibedakan atas thalasemia mayor dan minor. Hemoglobin terdiri dari dua jenis rantai
protein rantai α globin dan rantai β globin. Jika masalah ada pada α globin dari hemoglobin,
hal ini disebut talasemia α. Jika masalah ada pada β globin hal ini disebut talasemia β. kedua
bentuk α dan β mempunyai bentuk dari ringan atau berat. Bentuk berat dari β talasemia sering
disebut anemia Cooley’S.
Talasemia α
Empat gen dilibatkan di dalam membuat globin α yang merupakan bagian dari
hemoglobin, Dua dari masing-masing orangtua.Talasemia α terjadi dimana satu atau lebih
varian gen ini hilang.
- Orang dengan hanya satu gen mempengaruhi disebut silent carriers dan tidak punya
tanda penyakit.
- Orang dengan dua gen mempengaruhi disebut talasemia trait atau talasemia α . akan
menderita anemia ringan dan kemungkinan menjadi carrier
- Orang dengan tiga gen yang yang dipengaruhi akan menderita anemia sedang sampai
anemia berat atau disebut penyakit hemoglobin H.
- Bayi dengan empat gen dipengaruhi disebut talasemia α mayor atau hydrops fetalis.
Pada umumnya mati sebelum atau tidak lama sesudah kelahiran.
Jika kedua orang menderita α talasemia trait ( carriers) memiliki seorang anak, bayi
bisa mempunyai suatu bentuk α talasemia atau bisa sehat.

Hemoglobin
Jumlah Presentasi
Genotip Elektroforesis
gen α Klinis
Saat lahir >6 bulan
αα/αα 4 Normal Normal Normal
0-3% Hb
-α/αα 3 Silent Carier Normal
Barts
--/-α Trait 2-10% Hb
2 Normal
-α/-α Thalasemia-α barts
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb H
>75% Hb
--/-- 0 Hydrops fetalis -
Barts
Hb Barts = γ4 Hb H = β4
Talasemia β
Melibatkan dua gen didalam membuat β globin yang merupakan bagian dari
hemoglobin, masing-masing satu dari setiap orangtua. Β talasemia terjadi ketika satu atau
kedua gen mengalmi variasi.
- Jika salah satu gen dipengaruhi, seseorang akan menjadi carrier dan menderita anemia
ringan. Kondisi ini disebut thallasemia trait/β talasemia minor
- Jika kedua gen dipengaruhi, seseorang akan menderita anemia sedang (talasemia β
intermedia atau anemia Cooley’s yang ringan) atau anemia yang berat ( β talasemia
utama, atau anemia Cooley’s).
- Anemia Cooley’s, atau β talasemia mayor jarang terjadi. Suatu survei tahun 1993
ditemukan 518 pasien anemia Cooley’s di Amerika Serikat. Kebanyakan dari mereka
mempunyai bentuk berat dari penyakit, tetapi mungkin kebanyakan dari mereka tidak
terdiagnosis.

Jika dua orangtua dengan β talasemia trait (carriers) mempunyai seorang bayi, salah
satu dari tiga hal dapat terjadi:
- Bayi bisa menerima dua gen normal ( satu dari masing-masing orangtua) dan
mempunyai darah normal ( 25 %).
- Bayi bisa menerima satu gen normal dan satu varian gen dari orangtua yang talasemia
trait ( 50 persen). Bayi bisa menerima dua gen talasemia ( satu dari masing-masing
orangtua) dan menderita penyakit bentuk sedang sampai berat (25%).

Penamaan
Genetika
Klinis Genotip Penyakit
Molekuler
Nomenklatur
- Homozigot β0 -
1. β- thalassemia Berat,
thalassemia (β0/β0) membutuhkan Jarang delesi gen
Thalassemia - Homozigot β - transfusi
+
darah pada (β0/β0)
mayor thalassemia secara teratur
(β+/β+)
Defek pada
Berat, tetapi tidak transkripsi,
2. Thalassemia β0/β
perlu transfusi pemrosesan, atau
intermedia β+/β+
darah teratur translasi mRNA
β-globin
Asimtomatik,
dengan anemia
3. Thalassemia β0/β
ringan atau tanpa
minor β+/β
anemia; tampak
kelainan eritrosit
LO 2.5. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Thalassemia
Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian
besar penderita mengalami anemia yang ringan, khusunya anemia hemolitik. Pada bentuk
yang lebih berat, khususnya thalassemia β mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka
terbuka di kulit (ulkus/ borok), batu empedu, serta pembesaran hati dan limpa. Sumsum
tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama
tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak
yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih
lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan
seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam
otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.
Thalassemia-β
Thalassemia β dibagi menjadi tiga sindrom klinik, yakni :
- Thalassemia β minor (trait)/heterozigot : anemia hemolitik mikrositik hipokrom.
- Thalassemia β mayor/homozigot : anemia berat yang bergantung pada transfusi darah.
- Thalassemia β intermedia : gejala diantara thalassemia mayor dan minor.

a. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)


Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa
ditransfusi.
- Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan,
haemopoesis ekstra modular, dan kelebihan beban besi.
- Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan
fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah.
Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan
pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan
gigi biasanya buruk. Facies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang
hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja
terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
- Gejala lain yang tampak ialah : anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai
umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.

b. Thalasemia intermedia
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia
sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl). Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali,
eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.

c. Thalasemia minor atau trait ( pembawa sifat)


Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk
heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
1. Thalassemia-α
a. Hydrops Fetalis dengan Hb Bart’s
Hydrops fetalis dengan edema permagna, hepatosplenomegali, asites, serta kardiomegali.
Kadar Hb 6-8 gr/dL, eritrosit hipokromik dan berinti. Sering disertai toksemia gravidarum,
perdarahan postpartum, hipertrofi plasenta yang dapat membahayakan sang ibu.

HbH disease
Gejalanya adalah anemia hemolitik ringan-sedang, Hb 7-10 gr%, splenomegali, sumsum
tulang hiperplasia eritroid, retardasi mental dapat terjadi bila lokus yang dekat dengan cluster
gen-α pada kromosom 16 bermutasi/ co-delesi dengan cluster gen-α. Krisis hemolitik juga
dapat terjadi bila penderita mengalami infeksi, hamil, atau terpapar dengan obat-obatan
oksidatif.

Thalassemia α Trait/ Minor


Anemia ringan dengan penambahan jumlah eritrosit yang mikrositik hipokrom.

Sindrom Silent Carrier Thalassemia


Normal, tidak ditemukan kelainan hematologis, harus dilakukan studi DNA/ gen.

LO 2.6. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Thalassemia


Diagnosis dan Diagnosis Banding Thalassemia
Untuk menegakkan diagnosis thalasemia diperlukan langkah sebagai berikut, seperti
yang digambarkan pada alogaritma dibawah ini.
Riwayat penyakit
(ras, riwayat keluarga, usia awal penyakit, pertumbuhan)

Pemeriksaan fisik
(pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal, pigmentasi)

Laboratorium darah dan sediaan apus


(hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit, gambaran darah
tepi/termasuk badan inklusi dalam eritrosit darah tepi atau sumsum tulang,
dan presipitasi HbH)

Elektroforesis hemoglobin
(Adanya Hb abnormal, termasuk analisis pada Ph 6-7 untuk HbH dan H
Barts

Penentuan HbA2 dan HbF


(untuk memastikan thalassemia β)

Distribusi HbF Sintesis rantai globin Analisis struktural


intraseluler Hb varian (Misal Hb
Lepore)

Riwayat penderita dan keluarga sangat penting dalam mendiagnosis thalasemia,


karena pada populasi dengan ras dan etnik tertentu terdapat frekuensi yang tinggi jenis gen
abnormal thalasemia yang spesifik. Pemeriksaan fisik mengarahkan ke diagnosis thalasemia,
bila dijumpai gejala dan tanda pucat yang menunjukan anemia, ikterus yang menunjukan
hemolitik, splenomegali yang menunjukan adanya penumpukan (poooling) sel abnormal, dan
deformitas skeletal, terutama pada thalasemia-β, yang menunjukan ekspansi sumsum tulang,
pada thalasemia mayor.
Penderita sindrom thalasemia umumnya menunjukan anemia mikrositik hipokrom.
Kadar hemoglobin dan hematokrit menurun, tetapi hitung jenis eritrosit biasanya secara
disproporsi relatif tinggi terhadap derajat anemia, yang menyebabkan MCV yang sangat
rendah. MCHC biasanya edikit menurun. Pada thalasemia mayor yang tidak diobati, relative
distribution width (RDW) meningkat karena anisositosis yang nyata. Namun pada thalasemia
minor RDW biasanya normal, hal ini membedakannya dengan anemia defisiensi besi. Pada
pewarnaan Wright eritrosit khas mikrositik dan hipokrom, kecuali pada fenotip pembawa
sifat tersembunyi. Pada thalasemia β-heterozigot dan HBH disease, eritrosit mikrositik
dengan poikilositosis ringan sampai dengan menengah. Pada thalasemia α heterozigot
terdapat mikrositik dan hipokrom ringan, tetapi kurang poikilositosis. Pada thalasemia β
homozigot dan heterozigot berganda , dapat ditemukan poikilostopsis yang ekstrim, termasuk
sel target dan eliptosit, dan juga polikromasia, basophilic stipping, dan nRBCs. Hitung
retikulosit meningkat, menunjukan sumsum tulang merespon proses hemolitik. Pada HBH
disease, hitung retikulosit dapat mencapai 10%. Pada thalasemia β homozigot hitung
retikulosit kurang lebih 5%; hal ini secara tidak proporsional relatif rendah terhadap derajat
anemia. Penyebabnya paling mungkin akibat eritropoiesis infektif.
Sumsum tulang penderita thalassemia β yang tidak diobati menunjukan
hiperselularitas yang nyata dengan hiperplasia eritroid yang ekstrim. Hemopoiesis
ekstramedula terlihat menonjol. Namun HbH disease kurang menunjukan hiperplasia eritroid.
Sementara itu thalassemia heterozigot hanya menunjukan hiperplasia eritroid ringan.
Eritrosit thalassemia yang mikrositik hipokrom memiliki fragilitas osmotik yang
menurun. Hal ini digunakan sebagai dasar dari variasi one-tube tes fragilitasosmotik sebagai
uji tapis pembawa sifat thalassemia pada populasi dimana thalassemia sering dijumpai.
Namun, tes ini tidak dapat membedakannya dengan anemia defisiensi besi, karena pada
anemia defisiensi besi ditemukan fragilitas osmotik yang menurun.
Pada thalassemia α-minor (trait), HbH disease, dan thalassemia-α pembawa sifat
tersembuyi (silent) tes pewarnaan brilliant chresyl blue untuk HbH inclusion dapat digunaka
untuk merangsang presipitasi HbH yang secara intrinsik tidak stabil. HbH inclusions
mempunyai ciri khas berupa materi (bodies) yang kecil, multipel, berbentuk iregular,
berwarna biru kehjauan, yang mirip bla golf atau buah raspberry. Materi ini biasanya merata
dalam eritrosit. Pada HbH disease, hampir seluruh eritrosit mengandung inclusions,
sedangkan pada thalassemia α minor hanya sedikit eritrosit yang mengandung inclusions,
sementara itu pada thalassemia α pembawa sifat tersembunyi inclusions ini jarang sekali
ditemukan. Inclusions ini berbeda dengan Henz bodies, dimana materi ini menunjukan
ukuran yang lebih besar, jumlahnya sedikit, dans ering letaknya ekstrinsik disepanjang
membran eritrosit. Bila tidak ditemukan HbH inclosions tidak berarti menghilangkan
kemungkinan diagnosis thalassemia-α minor atau pembawa sifat tersembunyi. Untuk itu
diperlukan metode pemeriksaan khusus.
Elektroforesis dengan selulosa asetat pada pH basa pentign untuk menapis diagnosis
hemoglobin H, Bart’s, Constrant Spring, Lepore, dan variasi lainnya. HbH dan Bart’s cepat
bergerak pada selulosa asetat pada ph basa tetapi pada pH asam hanya mereka merupakan
hemooglobin yang bermigrasi anodally. Peningkatan HbA2 dengan elektrofosesis
hemoglobin dapat dilakukan pada uji tapis thalassemia-β minor, yang diukur dengan
menggunakan mikrohematografi, nilai HbA2 Peningkatan HbF yang ditamukan ada
thalassemia-δβ, HPFH dan varian thalassemia-β lainnya dapat dideteksi dengan juga dengan
elektroforesis.
Prosedur khusus lainnya seperti tes rantai globin dan analisis DNA dikerjakan untuk
mengidentifikasi genotip spesifik. Uji ini dapat dilakukan untuk tujuan penelitian, untuk
membedakan thalassemia-α carrier dari thalassemia αβ carrier, untuk mengidentifikasi gen
pembawa sifat tersembunyi atau melihat pola pewarisan keluarga dengan gen yang banyak.
Harus ditentukan apakah keuntungan uji lengkap ini melebihi biayanya.
Diagnosis Banding :

An.defisiensi An.akibat Thalassemia An.sideroblastik


besi penyakit
kronik
MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
Besi serum Menurun Menurun Normal Normal
TIBC Meningkat Menurun Normal/meningkat Normal/meningkat
Saturasi Menurun Menurun/N meningkat Meningkat
Transferin <15% 10-20% >20% >20%
Besi sum2 Negative Positif Positif kuat Positif dgn ring
tlng sideroblast
Protoporfirin Meningkat Meningkat Normal Normal
Feritin Menurun Normal Meningkat Meningkat
Serum <20mikro 20-200 >50mikro g/dl >50 mikro g/dl
g/dl mikro g/dl
Elektrofoesis N N Hb A2 N
Hb meningkat

Pemeriksaan Penunjang
Hitung Darah Lengkap (CBC) dan SHDT
Sel darah diperiksa bentuknya (shape), warna (staining), jumlah, dan ukuran (size).
Fitur-fitur ini membantu dokter mengetahui apakah Anda memiliki thalassemia dan jika iya,
jenis apa. Tes darah yang mengukur jumlah besi dalam darah (tes tingkat zat besi dan feritin
tes). Sebuah tes darah yang mengukur jumlah berbagai jenis hemoglobin (elektroforesis
hemoglobin). Hitung darah lengkap (CBC) pada anggota lain dari keluarga (orang tua dan
saudara kandung). Hasil menentukan apakah mereka telah thalassemia. Dokter sering
mendiagnosa bentuk yang paling parah adalah thalassemia beta mayor atau anemia Cooley's.
Kadar Hb adalah 7 ± 10 g/ dL. Pada sediaan hapus darah tepi ditemukan anemia hipokrom
mikrositik, anisositosis, dan poikilositosis (target cell).
Elektroforesis Hemoglobin
Elektroforesis hemoglobin adalah pengujian yang mengukur berbagai jenis protein
pembawa oksigen (hemoglobin) dalam darah. Pada orang dewasa, molekul molekul
hemoglobin membentuk persentase hemoglobin total seperti berikut :
HbA : 95% -98%
HbA2 : 2% - 3%
HbF : 0,8 % -2%
HbS : 0%
HbC : 0%
Pada kasus thalasemia beta intermedia, HbF dan HbA2 meningkat. Pemeriksaan
pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan HbA2
meningkat (> 3,5% dari Hb total)

Mean Corpuscular Values ( MCV)


Pemeriksaan mean corpuscular values terdiri dari 3 jenis permeriksaan, yaitu Mean
Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentration (MCHC). Untuk pemeriksaan ini diperlukan data mengenai kadar
Hb (g/dL), nilai hematokrit (%), dan hitung eritrosit (juta/uL).

Pemeriksaan Rontgen
Foto Ro tulang kepala, gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks.

(Gambaran hair on end)


Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas.

LO 2.7. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Thalassemia


Pada penatalaksanan pada pasien harus melakukan pertimbangan aspek ekonomi,
sosial, dan budaya pasien. Untuk memberikan terapi senantiasa meminta persetujuan dari
pasien. Pada pasien anak tersebut dapat diberikan terapi:
- Transfusi : untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum melakukannya
perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadi antibody eritrosit.
Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
- Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan jenis
antibiotik yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.
- Khelasi Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat transfusi. Khelasi besi
dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi subcutan, desferipone (oral), desferrithiochin
(oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH), dll.
- Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis.
- Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari selama pemberian
khelasi besi
- Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit. Dosis 200-400 IU setiap hari.
- Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.
- Splenektomi : limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Jika
disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5
tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas tubuh akibat
splenektomi.
Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien ini dapat dilakukan dengan konsultasi
pra nikah untuk mengetahui apakah diantara pasutri ada pembawa gen thalassemia (trait),
amniosentris melihat komposisi kromosom atau analisis DNA untuk melihat abnormalitas
pada rantai globin.

LO 2.8. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Thalassemia


Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh
infeksi dan gagal jantung.
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes
melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin. Perawatan yang ada sekarang yaitu hanya dengan membantu
penderita thalassemia berat untuk hidup lebih lama lagi. Akibatnya, orang-orang ini harus
menghadapi komplikasi dari gangguan yang terjadi dari waktu ke waktu.
 Cardio dan Liver Disease
Transfusi darah adalah perawatan standar untuk penderita thalassemia. Sebagai
hasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah. Hal ini dapat merusak organ dan
jaringan, terutama jantung dan hati. Penyakit jantung yang disebabkan oleh zat besi yang
berlebihan adalah penyebab utama kematian pada orang penderita thalassemia. Penyakit
jantung termasuk gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan terlebih lagi serangan jantung.

 Infeksi
Di antara orang-orang penderita thalassemia, infeksi adalah penyebab utama penyakit
dan kedua paling umum penyebab kematian. Orang-orang yang limpanya telah diangkat
berada pada risiko yang lebih tinggi, karena mereka tidak lagi memiliki organ yang
memerangi infeksi.
 Osteoporosis
Banyak penderita thalassemia memiliki tulang yang bermasalah, termasuk
osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi sangat lemah, rapuh dan
mudah patah.

Komplikasi lain :
Thalasemia β
Hemosiderosis bisa menyebabkan gangguan fungsi organan taralain:
 Kegagalan hati
 Gagal jantung
 DM, Hipotiroid,Hipertiroid
Infeksi berulang misalnya pneumonia

Thalasemia β intermedia
 Perubahan tulang
 Osteoporosis progresif sampai fraktur spontan
 Luka dikaki
 Defisiensi folat
 Hipersplenisme
 Anemiaprogresif
 Hemosiderosis

LO 2.9. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Thalassemia


Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu
menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah
merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil
karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya
- Penapisan (skrining) pembawa sifat thalassemia
- Konsultasi genetik (genetic counseling)
- Diagnosis prenatal.
Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara
prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi
diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui
penelusuran keluarga penderita thalassemia (family study). Kepada pembawa sifat ini
diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu
program pencegahan yang baik untuk thalassemia seharusnya mencakup kedua pendekatan
tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di
negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang
tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara
berkembang dengan negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah
dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif.
Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin
tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan nasehat
tentang keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak.
Diagnosis prenatal meliputi pendekatan retrospektif dan prospektif. Pendekatan
retrospektif, berarti melakukan diagnosis prenatal pada pasangan yang telah mempunyai anak
thalssemia, dan sekarang sementara hamil. Pendekatan prospektif ditujukan kepada pasangan
yang berisiko tinggi yaitu mereka keduanya pembawa sifat dan sementara baru hamil.
Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan mengambil
sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis DNA.
Dalam rangka pencegahan penyakit thalassemia, ada beberapa masalah pokok yang
harus disampaikan kepada masyarakat, ialah :
(1) bahwa pembawa sifat thalassemia itu tidak merupakan masalah baginya;
(2) bentuk thalassemia mayor mempunyai dampak mediko-sosial yang besar,
penanganannya sangat mahal dan sering diakhiri kematian;
(3) kelahiran bayi thalassemia dapat dihindarkan.
Karena penyakit ini menurun, maka kemungkinan penderitanya akan terus bertambah
dari tahun ke tahunnya. Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sangat
penting dilakukan untuk mencegah bertambahnya penderita thalassemia ini. Sebaiknya semua
orang Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan membawa sifat thalassemia.
Pemeriksaaan akan sangat dianjurkan bila terdapat riwayat :
(1) ada saudara sedarah yang menderita thalassemia
(2) kadar hemoglobin relatif rendah antara 10-12 g/dl walaupun sudah minum obat penambah
darah seperti zat besi
(3) ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hb normal.

LO 2.10. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Thalassemia


Tidak ada pengobatan untuk Hb Bart’s. Pada umumnya kasus penyakit Hb H
mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfusi darah atau splenektomi dan dapat
hidup biasa. Talasemia alfa 1 dan Talasemia alfa 2 dengan fenotip yang normal pada
umumnya juga mempunyai prognosis baik dan tidak memerlukan pengobatan khusus.
Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan alternative tetapi hingga
saat ini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau bermanfaat yang sama di antara berbagai
penyelidik secara global.
Talasemia β homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai
usia dekade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk mencegah infeksi dan pemberian
chelating agents (desferal) untuk mengurangi hemosiderosis (harga umumnya tidak
terjangkau oleh penduduk Negara berkembang). Di Negara maju dengan fasilitas transfuse
yang cukup dan perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai dekade ke
5 dan kualitas hidup juga lebih baik.
- Silent carrier: baik
- Hydrops fetalis: buruk
- HbH: ada yang baik dan ada yang buruk
DAFTAR PUSTAKA

Depkes R.1,1 989, Hematologi, Pusdiknakes, Jakarta

FKUI, 1996, Hematologi, Jakarta

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

Cohen, Alan R, et al., 2004. Hematology: Thalassemia. New York: American Society of
Hematology.

Dorland, W.A.Newman.2002.Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C dan John E Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Hadisuparto, Yuwono. 2007. Eritrosit dan Hemoglobin. Disajikan dalam kuliah Patologi
Klinik Semester IV tahun akademik 2006/2007 FK UNS.

Hardjasasmita, Pantjita. 2006. Ikhtisar Biokimia Dasar B. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Hoffbrand, A.V., et al. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Sacher, Ronald A; Richard A.M. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta: EGC.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV.Jakarta: Pusat
Penerbit Departemen IPD FKUI.

Sutedjo, A.Y. 2007. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books.

Suyono, Slamet. 2001. Kapita Selekta Biologi Molekuler. Jakarta: Widya Medika.

Tim Penyusun. 2007. Buku Pedoman Mahasiswa: Blok IV Hematologi. Surakarta: Unit
Pengembangan Pendidikan FK UNS.

Widmann, Frances K. 1995. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 9.
Terj. : Gandasoebroto, et al. Jakarta: EGC.

Noriyuki Tatsumi (April 2002). General Hematology. Erythrocyte Disorders (Chapter 2): 20
– 38. Osaka City University, Graduate school of Medicine, Japan

Anda mungkin juga menyukai