SILA KETIGA
“PERSATUAN INDONESIA”
Kelompok : 5
Anggota :
Much. Hasyim A 1102015142
Meylita Diaz S 1102016119
M. Rifqi Febriansyah 1102016137
Nadya Safira 1102016151
Nuzul Azmi Utami 1102016165
Rania Ghozi 1102016179
Rislamia Oktafiani 1102016189
Sarah Nabila 1102016200
Shadrina Safira 1102016201
Talitha Dhia F 1102016215
Yolandha Tannia 1102016229
1
Arti Sila “Persatuan Indonesia”
Persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh tidak terpecah-pecah, persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi
suatu kebulatan. Persatuan Indonesia ini mencakup persatuan dalam arti Ideologis, politik,
ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan
kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
Adapun dalam pengamalan atas Isi pada Sila ketiga Pancasila ini, memiliki makna yang
berandil besar dalam masyarakat, makna-makna tersebut antara lain adalah sebagai berikut;
1. Menghormati Perbedaan
Makna yang terkandung dalam Sila 3 Pancasila ialah memberikan rasa pengakuan dan
menghormatan adanya perbedaan dalam masyarakat Indonesia. Perbedaan ini bisa ditinjau dari
ras, budaya, ataupun dalam pengalaman agama.
2. Kebersamaan
Arti yang melekat dalam Sila Ketiga Pancasila ialah memberikan sejumlah jaminan untuk
melakukan kerja sama yang erat dalam kehidupan masyarakat. Prilaku ini bisa diwujudan
dengan mengedepankan sikap kebersamaan dan kogotongroyongan antar individu dalam
masyarakat.
3. Persatuan Bangsa
Makna yang terkandung dalam Pancasila selanjutnya berisi tentang kebulatan tekad yang
dilakukan dengan bersama-sama. Tujuan kebersaaan tersebut ialah untuk mewûjudkan
persatuan bangsa yang bebas dari segela bentuk konflik masyarakat.
Makna yang berkaiatan dengan inivdiu dalam pengalaman Pancasila khususnya untuk
“Persatuan Indonesia” ialah mengutamakan secara penuh dan ikhlas atas kepentingan bangsa
di atas kepentingan pribadi dan golongan, dalam menyelasrakan dengan tujuan pembangunan
nasional.
2
5. Rasa Nasionalisme
Tujuan dari sisitem penerapan dalam Pancasila, khususnya sila ketiga ini ialah menanamakan
rasa bangga dan cinta terhadap komponen bangsa dan kebudayaan yang ada di seluruh
Indonesia. Perwujutan sikap ini dilakukan sebagai upaya menjaga keutuhan kearifan lokal yang
lekat dengan kehidupan masyarakat.
6. Patriotisme
Peranan yang diberikan dalam memahami makna pancasila ini ialah adanya wujud sikap untuk
rela berkorban demi kehormatan bangsa dan negara Indonesia. Sikap ini erat kaitannya dengan
patriotisme yang menjadi bentuk kekuataan bagi kesatuan.
Lambang sila ketiga dalam Pancasila yang melakat dan disahkan secara legalistasnya
beradasarkan Undang-Undang Dasar ialah Pohon Beringin. Pohon ini diilutrasikan sebagai
gambaran akan perlindungan sisitem negara terhadap semua golongan masyarakat Indonesia.
Negara mengakui dan menyatakan bahwa Bangsa Indonesia adalah kesatuan persatuan
rakyat yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan latar belakang sejarah, budaya, agama
3
dan kepercayaan yang berbeda. Maka negara (pemerintah) mutlak harus menjaga, memelihara
dan senantiasa memerkokoh Persatuan Bangsa Indonesia.
1. Bahwa setiap kebijakan yang ditempuh pemerintah harus selalu memperkuat persatuan
rakyat demi keutuhan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik lndonesia.
5. Keberadaan yang nyata tentang berbagai suku-agama-ras, harus terjaga sebagai unsur-
unsur mutlak yang indah dalam satu kesatuan bangsa. Setiap lembaga negara dilarang
menempatkan suku-agama-ras sebagai faktor-faktor diskriminatif dalam bentuk kebijakan
apapun.
Sila Persatuan Indonesia merujuk pada persatuan yang utuh dan tidak terpecah belah
atau bersatunya bermacam-macam perbedaan suku, agama, dan lain-lain yang berada di
wilayah Indonesia. Persatuan ini terjadi karena didorong keinginan untuk mencapai kehidupan
kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat, memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian
abadi. Butir-butir implementasi sila ketiga adalah sebagai berikut:
a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan serta keselamatan bangsa dan
negara atas kepentingan pribadi atau golongan.
4
Butir ini menghendaki warga negara Indonesia menempatkan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi dan golongan. Oleh sebab itu, perang antar suku, dan agama tidak perlu
lagi terjadi, kita harus saling menghormati dan bersatu demi Indonesia. Pemain politik dan
ekonomi tidak boleh mengorbankan kepentingan negara demi kelompoknya seperti penjualan
aset negara dan masyarakat dirugikan. Oleh sebab itu, setiap warga negara harus melakukan
pengawasan yang bersifat aktif terhadap penyelamatan kepentingan negara.
b. Rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara.
Butir ini menghendaki setiap warga negara rela memberikan sesuatu sebagai wujud kesetiaan
kepada negara. Pengorbanan kepada negara ini dapat dilakukan dengan menjadi militer
sukarela, menjaga keamanan lingkungan, menegakkan disiplin, dan sebagian besar warga
negara dilakukan dengan bekerja keras dan taat membayar pajak sebagai kewajiban warga
negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa.
Butir ini menghendaki setiap warga negara mencintai atau adanya keinginan setiap warga
negara memiliki rasa ke-Indonesiaan. Kecintaan akan Indonesia dapat dilakukan dengan
mengagungkan nama Indonesia dalam berbagai kegiatan seperti Olimpiade olahraga maupun
Ilmu Pengetahuan, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, dan melestarikan
kekayaan alam dan budaya Indonesia.
5
Problematika Penerapan Sila Ketiga dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan
Bernegara
Sila persatuan Indonesia menempatkan manusia Indonesia pada persatuan, kesatuan, serta
kepentingan dan keselamatan Bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Menempatkan kepentingan negara dan kebangsa di atas kepentingan pribadi berarti manusia
Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Neegara dan Bangsa bila diperlukan.
Sikap rela berkorban untuj kepentingan negara dan bangsa, maka dikembangkanlah rasa
kebangsaan dan bertanah air Indonesia, dalam rangka memelihara ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Persatuan dikembangkan
atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dnegan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan
Bangsa Indonesia. Kasus yang menyimpang dari nilai sila ketiga ini salah satunya adalah kasus
Dayak Vs Madura.
Penduduk asli Kalimantan adalah Suku Dayak yang hidup sebagai petani dan nelayan.
Selain suku asli, suku lainnya juga telah masuk ke bumi Kalimantan adalah Melayu, Cina,
Madura, Bugis, Minang dan Batak.
Dalam berkomunikasi penduduk yang heterogen ini menggunakan bahasa Indonesia atau
Melayu sebagai bahasa sehari-hari. Tetapi karena tingkat pendidikan mereka rendah,
kebanyakan mereka memakai bahasa daerahnya masing-masing. Dengan demikian seringkali
ditemui kesalahpahaman di antara mereka. Terlebih jika umumnya orang Madura yang keras
ditangkap Orang Dayak sebagai kesombonan dan kekasaran.
Kebudayaan yang berbeda seringkali dijadikan penyebab timbulnya suatu konflik Dayak
dan Madura yang terjadi pada akhir tahun 1996 yaitu terjadinya kasus Sanggau Ledo,
Kabupaten Bengkayang (sebelum pertengahan tahun 1999 termasuk Kabupaten Sambas), di
Kalimantan Barat.
Konflik sosial sepertinya agak sulit terpisahkan dari dinamika kehidupan masyarakat
Kalimantan. Setelah itu, pertikaian antar-etnis terjadi lagi di Sambas, lalu disusul di Kota
Pontianak, dan terakhir di Sampit serta menyebar ke semua wilayah Kalimantan Tenngah.
Orang Dayak yang ramah dan lembut merasa tidak nyaman dengan karakter orang Madura
yang tidak menghormati atau menghargai orang Dayak sebagai penduduk lokal yang
menghargai hukum adatnya. Hukum adat memegang peranan penting bagi orang Dayak. Tanah
yang mereka miliki adalah warisan leluhur yang harus mereka pertahankan. Seringkali mereka
terkena tipu daya masyarakat pendatang yang akhirnya berhasil menguasai atau bahkan
menyerobot tanah mereka. Perilaku dan tindakan masyarakat pendatang khususnya orang
Madura menimbbulkan sentimen sendiri bagi orang Dayak yang menganggap mereka sebagai
penjarah tanah mereka. Ditambah lagi dengan keberhasilan dan kerja keras orang Madura
mengelola tanah dan menjadikan mereka sukses dalam bisnis pertanian.
Kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi merupakan dasar dari munculnya suatu konflik.
Masyarakat Dayak juga mempunyai suatu ciri yang dominan dalam mata pencaharian yaitu
kebanyakan bergantung pada khidupan bertani atau berladang. Dengan masuknya perusahaan
kayu besar yang menggunduli kayu-kayu yang bernilai, sangatlah mendesak keberadaannya
dalam bidang perekonomian. Perkebunan kelapa sawit yang menggantikannya lebih memilih
pendatang sebagai pekerja daripada orang Dayak. Hal yang demikian menyebabkan
6
masyarakat adatmerasa terpinggirkan atau tertinggalkan dalam kegiatan perekonomian penting
di daerahnya mereka sendiri. Perilaku orang Madura terhadap orang Dayak dan keserakahan
mereka yang telah menguras dan merusak alamnya menjadi salah satu dasar pemicu timbulnya
konflik di antara merka.
Ketidakcocokan di antara karakter mereka menjadikan hubungan kedua etnis ini mudah
menjadi suatu konflik. Ditambahn lagi dengan tidak adanya pemahaman dari kedua etnis
terhadap latar belakang sosial budaya masing-masing etnis. Kecurigaan dan kebencian
membuat hubungan keduanya menjadi tegang dan tidak harmonis.
Ketidakadilan juga dirasakan oleh masyarakat Dayak terhadap aparat keamanan yang tidak
berlaku adil terhadap orang Madura yang melakukan pelanggaran hukum. Permintaan mereka
untuk menghukum orang Madura yang melakukan pelanggaran hukum tidak diperhatikan oleh
aparat penegak hukum. Hal ini pada akhirnya orang Dayak melakukan kekerasan langsung
terhadap orang Madura, yaitu dengan penghancuran dan pembakaran pemukiman orang
Madura.
Identitas yang terancam sebagai suatu suku asli Kalimantan yang terusik oleh kedatangan
pendatang membuat suku Dayak mengambil sikap keras. Ditambah lagi dengan tidak adanya
perubahan sukap dari masyarakat pendatang. Hal ini jelas terlihat pada dampak yang terjadi
pasca konflik horizontal Dayak dan Madura. Mereka tidak melihat dampak dari kekerasan bagi
masyarakat mereka sendiri yaitu korban jiwa dan harta benda, tetapi yang terpenting adalah
keluarnya orang Madura dari wilayah mereka.
Ketidakharmonisan dalam interaksi sosial antara kedua etnis ini tidak cepat mendapat
penanganan dari tokoh masyarakat setempat maupun oleh aparatur pemerintah agar dapat
ditangani. Pada pertikaian yang terjadi terlihat adanya keberpihakan dari aparat kepada salah
satu etnis menurut pendapat etnis lain. Kondisi ini terus berlanjut, yang pada akhirnya menjadi
konflik terbuka berakar dan diiringi dengan kekerasan.
Konflik dipicu oleh persoalan yang sederhana, menjadi kerusuhan dan diidentifikasi
pemicu pecahnya konflik adalah adanya benturan budaya etnis lokal dan etnis pendatang,
lemahnya supremasi hukum, adanya tindak kekerasan. Benturan budaya ini sebenarnya lebih
banyaj disebabkan oleh kesombongan dan ketidakpedulian etnis Madura terhadap hukum adat
dan budaya lokal yang sangat dihormati masyarakat setempat seperti hak atas kepemilikan
tanah.
7
Daftar Pustaka
https://www.ekaikhsanudin.net/2011/10/sila-ke-3-persatuan-indonesia.html
https://dosenppkn.com/sila-3-pancasila/
Sigegar,Christian. 2014. Pancasila, Keadilan Sosial, dan Persatuan Indonesia.
Kemanggisan: BINUS
http://elinnursolihah93.blogspot.com/2016/09/bentuk-penyimpangan-terhadap-sila-ke.html