Disusun oleh:
KELOMPOK A-1
KETUA
: ABDUL RAHMAN
SEKRETARIS: ALIFIA AMANDA C
ANGGOTA
(1102013001)
(1102012017)
(1102013002)
(1102013009)
(1102013010)
(1102013028)
(1102012124)
(1102012131)
(1102012136)
(1002012139)
UNIVERSITAS YARSI
FAKULTAS KEDOKTERAN 2014/2015
SKENARIO 1
LEKAS LELAH BILA BEKERJA
Yani, 19 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa
lekas lelah setelah melakukan aktivitas. Keluhan ini sudah dialami 3 bulan terakhir.
Sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini.
Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa sejak usia kanakkanak pola makan Yani tidak teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya
tahu/tempe dan kerupuk. Tidak dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya
dan riwayat pengobatan tidak jelas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Kadar
10,5 g/dL
37%
4,75 x 106/L
70 fL
20 pg
22%
6500/L
300.000/L
Nilai normal
12-14 g/dL
37-42%
3,9-5,3 x 106/L
82-92 fL
27-31 pg
32-36%
5000-10.000/ L
150.000-400.000/L
KATA-KATA SULIT
1. Hemoglobin
: suatu protein terkonjugasi yang berfungsi untuk
transport oksigen dan karbondioksida
2. Hematrokit
: kadar eritrosit dalam darah
3. Eritrosit
: sel darah merah
4. Konjungtiva palpebral: kelopak mata bagian bawah
5. Leukosit
: sel darah putih
6. MCV
: volume rata-rata eritrosit
7. MCH
: nilai rata-rata hemoglobin dalan eritrosit
8. MCHC
: konsentrasi rata-rata hemoglobin dalam eritrosit
9. Trombosit
: salah satu pembeku darah
PERTANYAAN
1. Apa penyebab pasien lekas lelah saat beraktifitas?
2. Mengapa hemoglobin turun?
3. Mengapa konjungtiva palpebral inferior pucat?
4. Mengapa nilai eritrosit rata-rata turun?
5. Berapa kadar zat besi yang dibutuhkan tubuh dalam sehari?
6. Apa saja klasifikasi dari anemia?
7. Bagaimana tatalaksana dari anemia?
JAWABAN
1. Hemoglobin yang turun dapat menyebabkan kapasitas angkut oksigen
menurun, sehinggamenyebabkan kurangnya oksigen pada system
kardiovaskuler
2. Karena intake zat besi, protein, asam folat, vitamin b12, dan vitamin c kurang,
sehingga produksi hemoglobin menurun
3. Karena kekurangan eritrosit dan hemoglobin menyebabkan peredaran darah
tidak merata
4. Karena eritropoesis terganggu
5. Pria dewasa: 0,5-1 mg/hari ; wanita pasca menopause: 0,5-1 mg/hari ; wanita
yang bermenstruasi: 1-2 mg/hari ; wanita hamil: 1,5-3 mg/hari ; anak (ratarata): 1,1 mg/hari ; wanita (12-15): 1,6-2,6 mg/hari.
6. Berdasarkan morfologi : anemia mikrositik hipokrom, anemia normositik
normokrom, anemia makrositik, gagal ginjal, gangguan endokrin, anemia
myelodiplastik.
7. Diberikan vitamin b12, dicukupkan intake zat besi nya.
HIPOTESIS
Yani, wanita usia 19 tahun sejak kanak-kanak mendapat asupan gizi yang
kurang (kronik) sehingga mengalami defisiensi zat-zat gizi yang menyebabkan
eritropoesis dalam tubuhnya terganggu. Yani mengeluhkan tubuh yang lekas lelah
setelah melakukan aktivitas. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan wajah
yang terlihat lelah, dan konjungtiva palpebral pucat. Pada pemeriksaan darah lengkap
hasilnya kadar hemoglobin turun, MCV, MCH, dan MCHC turun. Yani di diagnosa
mengalami anemia defisiensi besi.
SASARAN BELAJAR
LI 1.
LI 2.
LI 3.
LI 4.
SASARAN BELAJAR
Faktor-faktor
Dipengaruhi oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah suatu
glikoprotein yang mengandung 165 residu asam amino dan 4 rantai
oligosakarida yang penting untuk aktivitasnya secara in vivo.
Eritopoietin meningkatkan jumlaah sel induk yang peka eritropoietin di
sumsum tulang. Sel-sel induk ini kemudian berubah menjadi prekursor sel
darah merah dan akhirnya menjadi eritrosit matang.
Eritropoietin meningkat pada saat terjadi anemia, hipoksia, insufisiensi
paru dan perdarahan. Sebaliknya, eritropoietin akan menurun bila volume
darah merah meningkat di atas normal akibat transfusi dan juga akibat dari
insufisiensi ginjal. (Ganong 2008)
Zat yang diperlukan untuk Eritripoiesis :
1) Zat Besi (Fe)
Untuk sintesis Hb
Kebutuhan 2 4 mg/hari
Disimpan : 60% (Hb), 10% (mioglobin, enzim), 30%
(feritin,hemosiderin)
6-8% diserap di duodenum, dipengaruhi oleh: HCl, vit C
2) Vitamin B12 dan asam folat
Untuk sintesis DNA (protein)
Absorbsinya memerlukan faktor intrinsik (sel parietal lambung)
3) Vitamin E, B6, B1
4) Hormon tiroksin, androgen
1.3.
Morfologi Eritrosit
1. Rubriblast (proeritroblast):
Sel besar ( 15-30 m),jumlah normalnya < 1% dari seluruh sel
berinti.
Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halus
Nukleoli : 2-3 buah
Sitoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti
2. Prorubrisit (Basofilik eritroblast) :
Lebih kecil dari rubriblast, jumlahnya 1-4% dari seluruh sel
berinti.
Inti: bulat, kromatin mulai kasar
Nukleoli (-)
Sitoplasma: biru, lebih pucat
3. Rubrisit (polikromafilik eritroblast / polikromatik normoblast):
Lebih kecil dari prorubrisit
Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan
menggumpal
Sitoplasma:lebih banyak,berwarna merah(pembentukan Hb)
biru (Rna)
4. Metarubrisit (ortokromatik eritroblast / ortokromatik normoblast) :
Lebih kecil dari rubrisit
Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelap
Sitoplasma: merah kebiruan (lebih banyak hemoglobin)
5. Eritrosit polikromatik (retikulosit) :
Masih ada sisa-sisa kromatin inti
Sitoplasma warna violet / kemerahan / sedikit biru
Fase ini disetarakan dengan retikulosit
6. Eritrosit :
Ukuran 6-8 m
Sitoplasma kemerahan
Bagian tengah pucat, karena bentuk bikonkaf
Bentuk bulat, tepi rata
1.4.
Proses eritropoesis
Fungsi hemoglobin
Sel darah merah dalam darah arteri sistemik mengangkut O2 dari paru
ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan membawa CO2 ke
paru.seiring molekul hemoglobin mengangkut dan melepas O2 setiap rantai
globin pada molekul hemoglobin tersebut bergerak mendekati satu sama lain.
Kontak antara 11 dan 22 menstabilkan molekul tersebut. Rantai
bergeser kontak 11 dan 22 selama oksigenasi dan deoksigenasi. Pada saat
Biosintesis
Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria melalui suatu rangakaian
reaksi biokimiawi yang dimulai dari kondensasi glisi dan suksinil koenzim A
dalam pengaruh kerja enzim kunci asama aminolevulinat (ALA) sintase yang
membatasi laju reaksi. Piridoksil fosfat (vit B6 ) adalah koenzim untuk reaksi
ini yang dirangsang oleh eritropietin. Pada akhirnya protoporfirin bergabung
dengan besi dalam bentuk ferro (Fe+2) untuk membentuk heme. Setiap
molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada
poliribosom. Suatu tetramer yang terdiri dari empat rantai globin masingmasing dengan gugus hemenya dalam suatu kantong kemudian dibentuk untuk
menjadikan suatu molekul hemoglobin.
Klasifikasi
A. Anemia hipokromik mikrositer (MCV<80 fl; MCH <27pg)
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalassemia
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
B. Anemia Normokromik normositer
1. Anamia pascapendarahan akut
2. Anemia aplastic hipoplastik
3. Anemia hemolitik terutama bentuk yang didapat
4. Anemia akibat penyakit kronik
5. Anemia mieloptisik
6. Anemia pada gagal ginjal kronik
7. Anemia pada mielofibrosis
8. Anemia pada sindrom mielodiplastik
8
C. Anemiamakrositer
1. Megaloblastik
a. Anemia defisiensi folat
b. Anemia defisiensi vitamin B12
2 Nonmegaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada hipotiroid
c. Anemia pada sindroma mielodiplastik
Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatognesis
A. Produksi eritrosit menurun
1. Kekurangan bahan untuk eritrosit
a. Besi : anemia defisiensi besi
b. Vit. B12 dan asam folat : anemia megaloblastik
2. Gangguan utilisasi besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan jaringan sumsum tulang
a. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak :
aplastic/hipoplastik
b. Penggantian oleh jaringan fibrotic/tumor : leukoritroblastik/
mieloptisik
B. Kehilangan eritrosit dari tubuh
1. Anemia pasca pendarahan akut
2. Anemia pasca pendarahan kronik
C.
3.3.
Gejala klinis
Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi
menjadi 3 golongan besar, yaitu:
Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala
umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar
9
hemoglobin yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul
karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut
organ yang terkena adalah sebagai berikut:
a.
System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi,
sesak nafas, angina pectoris dan gagaljantung
b.
System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel.
c.
Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurun
d.
Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
rambut tipis dan halus.
- Gejala khas masing-masing anemia
Gejala yang menjadi ciri khas dari masing-masing anemia, seperti :
a. Anemia defisiensi besi :desfagia,atrofi papil lidah,stomatitis
angularis.
b. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue)
c. Anemia hemolitik : ikterus dan hepatosplenomegali
d. Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mukosa dan tandatanda infeksi.
- Gejala akibat penyakit dasar
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia
tersebut.Misalnya,anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing
tambang berat akan menimbulkan gejala seperti: pembesaran parotis dan
telapal tangan berwarna kuning seperti jerami.
LI 4. Memahami dan menjelaskan anemia defisiensi besi
4.1.
Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoietik , karena cadangan besi kosong, sehingga
pembentukan hemoglobin berkurang. Berbeda dengan anemia akibat penyakit
kronik, berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoietik terjadi akibat
pelepasan besi dari system retikuloendotelial yang berkurang, sementara
cadangan besi normal. Namun, kedua jenis anemia ini merupakan anemia
dengan gangguan metabolisme besi.
4.2.
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,
gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan kronik :
1.
Faktor nutrisi
kurangnya jumlah besi atau bioavailabilitas ( kualitas ) besi dalam asupan
makanan misalnya ; makanan banyak serta, rendah daging, rendah vitamin C.
2.
Kebutuhan besi meningkat
prematuritas, anak dalam masa petumbuhan dan kehamilan
3.
Gangguan absorbsi besi
gastrektomi, colitis kronik
4.
Perdarahan kronik
saluran cerna ; tukak peptic, konsumsi NSAID, salisilat, kanker kolon,
kanker lambung, divertikulosis, infeksi cacing tambang, hemoroid
10
Patofisiologi
Patofisiologi umum anemia defisiensi besi karena:
deficient
erythropoietin
atau
iron
limited
Manifestasi Klinis
Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan hemoglobinnya terjadi
perlahan-lahan dengan demikian memungkinkan terjadinya kompensasi dari
tubuh, sehingga gejala aneminya tidak terlalu tampak atau dirasa oleh
penderita.
Gejala klinis dari anemia defisiensi besi dapat dibagi menjadi tiga bagian:
11
1. Gejala umum dari anemia, yang sering disebut sebagai sindroma anemia
yaitu merupakan kumpulan dari gejala anemia, dimana hal ini akan tampak
jelas jika Hb di bawah 7-8 gr/dl dengan tanda-tanda kelemahan tubuh, lesu,
mudah lelah, pucat, pusing, palpitsai, penurunan daya konsentrasi, sulit
nafas saat latihan fisik, mata berkunang-kunang, telinga mendenging,
letargi, menurun daya tahan tubuh, dan keringat dingin.
2. Gejala anemia defisiensi besi:
a. Kolonychia/ kuku sendok: kuku berubah jadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan jadi cekung sehingga mirip sendok.
b. Angular cheilosis: permukaan lidah tampak licin dan mengkilap
disebabkan karena hilangnya papil lidah
c. Stomatitis angularis: inflamasi sekitar sudut mulut
d. Glositis
e. Pica: keinginan makan yang tidak biasa
f. Disfagia: nyeri telan yang disebabkan pharyngeal web
g. Atrofi mukosa gaster
h. Sindroma plummer vinson/paterson kelly: kumpulan gejala atrofi papil
lidah dan disfagia
3. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia
defisiensi besi, misalnya infeksi cacing tambang maka akan dijumpai
dispepsia, tangan warna kuning. Jika karena pendarahan kronis karena
metastase karsinoma tergantung lokasi metastasenya.
4.5.
Tahap-tahap diagnosis:
-
Pemeriksaan laboratorium:
-
Kadar Hb
MCV&MCH
SADT
Besi serum
TIBC
sTfR
Ferritin serum
: < 12 gr/dl
: menurun sebanding dengan berat anemia
: mikrositik hipokrom, tergantung stadium
: menurun
: meningkat
: menurun
: menurun
12
Cadangan Fe SSTL
: tidak ada
Besi eritroblas : tidak ada
Elektroforesis Hb : normal
SI
(g/dl)
TIBC
(g/dl)
Saturasi
(%)
Ferritin serum
(g/dl)
Morf.erit.
N / naik
Turun
Normositik
normokrom
Turun
Naik
Turun
Turun
Normositik
normokrom
Turun
Turun
Naik
Turun
Turun
Normositik
normokrom
Turun
Turun
Naik
Turun
Turun
Mikrositik
normokrom
Pria N
13-16
Turun
260-400
20-45
30-400
Wanita N
12-14
260-445
20-45
13-150
St. 1
penurunan
besi
St. 2
eritropoiesis
kekurangan
besi
St. 3
anemia
defisiensi
besi
Stadium 3b
anemia
defisiensi
besi
Normositik
normokrom
Normositik
normokrom
13
c.
Free Erythocyte Protophorph : Bila kadat zat besi dalam darah kurang
maka sirkulasi FEB dalam darah meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl
RBC. Secara ringkas untuk menentukan keadaan anemia seseorang
Evaluasi SADT:
Eritrosit: mikrositik hipokrom (mikrositik ringan: Ht<34%/ Hb<10g/dl,
mikrositik hipokrom:Ht<27%/ Hb<9g/dl)dan anisopoikilositosis: sel pensil, sel
target, ovalosit
Leukosit jumlahnya normal
Trombosit: normal atau meningkat (karena pendarahan)
http://library.med.utah.edu/WebPath/jpeg5/HEME084.jpg
Diagnosis banding
Pemeriksaan lab
ADB
Thalasemia minor
Anemia penyakit
kronik
MCV
N/
Fe serum
TIBC
Saturasi transferin
FEP
N/
Feritin serum
14
4.6.
Komplikasi
Biasanya anemia defisiensi besi tidak menyebabkan komplikasi.
Tetapi, apabila tidak diobati ADB dapat menjadi lebih parah dan mengalami
masalah kesehatan termasuk:
Masalah jantung: ADB dapat menyebabkan detak jantung lebih
cepat atau ireegular karena kurangnya O2 ketika anemia dapat menyebabkan
pembesaran jantung atau gagal jantung.
Masalah ketika masa kehamilan: pada ibu hamil yang
mengalami ADB banyak dikaitkan dengan kelahiran premature dan berat
badan yang kurang pada bayi. Hal ini bisa dicegah apabila ibu hamil tersebut
menerima suplemen besi pada masa prenatal.
Masalah pertumbuhan: meningkatkan angka susceptibilitas
kepada infeksi.
4.7.
Penatalaksanaan dan pencegahan
A. PENATALAKSANAAN
1.
2.
a)
Besi peroral
15
Besi parenteral
Kolitis ulserativa
Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbital citric acid
complex diberikan secara intramuskuler atau intravena pelan.
Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual,
muntah, nyeri perut, dan sinkop.
c)
Pengobatan lain
B. PENCEGAHAN
Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah
kekurangan besi pada awal kehidupan adalah sebagai berikut :
Diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu, balita, anak sekolah, ibu hamil,
wanita menyusui, wanita usia subur, remaja putri dan wanita pekerja.
Diet :
Makanan yang mengandung Fe sebanyak 8 10 mg Fe perhari dan hanya
sebesar 5 10% yang diabsrobsi.
16
Meningkatkan penyerapan
Menurunkan penyerapan
Asam tanat (teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kunung telur, polifenol,
oksalat, dan obat-obatan (antasid, tetrasiklin, dan kolestiramin)
Penyuluhan kesehatan
Konsneling pada ibu atau orang sekitar untuk memilih bahan makanan
dengan kadar besi cukup sejak bayi sampai remaja
pemeriaksaan hb, ht pada bayi baru lahir dan pada bayi kurang bulan
( prematur )
Sebaiknya dilakukan pada usia 12 bulan dengan pemeriksaan
hemoglobin (Hb) dan penilaian risiko defisiensi besi atau anemia defisiensi
besi.
4.8.
Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan
besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan
yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik
dengan pemberian preparat besi.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan
beberapa kemungkinan sebagai berikut:
Diagnosis salah
Dosis obat tidak adekuat
Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak
berlangsung menetap
17
DAFTAR PUSTAKA :
Almatsier Sunita, 2004. Penuntun Diet Edisi Baru, Institusi Gizi Perjan RS
Dr.Ciptomangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Anthony Tan, 2002. Wowen and Nutrition, Copy Righat Health Media, of
Amerika.
Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi.
Jakarta : EGC.
Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 :
1011-1023.
Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence,
significance, and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus.
26:1132-1139.
Ganong. 2001. BukuAjarFisiologiKedokteran. EGC. Jakarta
Guyton.2007. FisiologiManusiadanMekanismePenyakit.EGC. Jakarta
Handayani, Wiwik.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi.SalembaMedika: Jakarta.
Bakta, I Made.,Suega,Ketut.,Dharmayuda, Tjokro Gde., 2009. Anemia
Defisiensi Besi. in Sudoyo AW,Setiyohadi B, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 2. Edisi ke-4. internal publising FK UI. hal.,: internal publising FK UI.
hal. 1127-1135 (Jakarta 2009).
Manampiring, Aaltjie.E., 2008. Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan
Zat Besi Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Minaesa Kecamantan Wori
Kabupaten Minahasa Utara.Tesis.Manado. Departemen Pendidikan Nasional
RI Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Muhammad,Adang.,Sianipar, Osman., 2005. Penentuan Defisiensi Besi
Anemia Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks sTfR-F. Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory,Vol.12,No.1,Nov
2005:9-15.
18