Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Hemoglobin

a. Pengertian

1) Hemoglobin adalah metalprotein pengangkut oksigen yang

mengandung besi dalam sel merah dalam darah mamalia dan hewan

lainnya. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein dan

empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi

(Wikipedia, 2018)

2) Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas

(daya gabung) terhadap oksigen dan membentuk oxihemoglobin di

dalam sel darah merah melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari

paru- paru ke jaringan-jaringan (Evelyn, 2010)

3) Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah

merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml

darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen

pada darah B (Mustofa, 2010)

b. Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin ialah ukuran pigmenrespiratorik dalam butiran-

butiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-

kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut “100

persen” (Evelyn, 2010). Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang

sukar ditentukan karena kadar hemoglobin bervariasi diantara setiap suku


14

bangsa. Namun WHO telah menetapkan batas kadar hemoglobin normal

berdasarkan umur dan jenis kelamin (WHO dalam (Arisman, 2010).

Tabel 2.1 : Batas Kadar Hemoglobin

Kelompok Umur Batas Nilai Hemoglobin


(gr/dl)

Anak 6 bulan – 59 bulan < 11,0

Anak 6 tahun – 11 < 11,5

Umur 12-14 tahun < 12,0

Pria dewasa < 13,0

Wanita tidak hamil < 15 < 12,0


tahun
Ibu hamil < 11,0

tahun Wanita dewasa < 12,0

Sumber : WHO (2016)

Tabel 2.2 : Batas Normal Kadar Hemoglobin Setiap kelompok Umur


Kelompok Umur Hb (gr/100ml)

Anak 1. 6 bulan sampai 6 tahun 11


2. 6-14 tahun 12

Remaja/Dewasa 1. Laki-laki 13
2. Wanita 12
3. Wanita hamil 11

Sumber : Kemenkes RI (2015)

c. Struktur Hemoglobin (Hb)

Pada pusat molekul terdiri dari cincin heterosiklik yang dikenal

dengan porfirin yang menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan

situs/lokal ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme.


15

Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin, globin

sebagai istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa protein

mengandung heme dan hemoglobin.

Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung

4 submit protein), yang terdiri dari dari masing- 19 masing dua sub unit

alfa dan beta yang terikat secara non kovalen. Sub unitnya mirip secara

struktural dan berukuran hampir sama. Tiap sub unit memiliki berat

molekul kurang lebih 16.000 Dalton, sehingga berat molekul total

tetramernya menjadi 64.000 Dalton. Tiap hemoglobin mengandung satu

heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat

molekul oksigen (Briawan, 2013)

d. Pembentukan hemoglobin.

Sel darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang paling

banyak dan berfungsi membawa oksigen kejaringan-jaringan tubuh lewat

darah.bagian dari eritrosit terdiri dari hemoglobin,sebuah biomolekul

yang dapat mengikat oksigen.warna merah sel darah merah sendiri

berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi.

Pada manusia , sel darah merah dibuat disumsum tulang belakang,lalu

membentuk kepingan bikonkaf (Nurmia 2013).

Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang.proses

eritropoesis dimulai dari sel induk multipotensial.dari beberapa sel induk

multipotensial terbentuk sel-sel induk unipotensial yang masing-masing

hanya membentuk satu jenis sel misalnya eritrosit.proses pembentukan


16

eritrosis ini disebur eritropoesis.sel induk unipotensial akan mulai

bermitosis sambil berdeferensiasi menjadi sel eritrosit bila mendapat

rangsangan eritropoetin.selain merangsang proliferasi sel induk

unipotensial eritropoetin juga merangsang mitosis lebih lanjut sel

promonoblas , normoblas basofilik dan normoblas polikromatofil.sel

eritrosit termuda yang tidak berinti disebut retikulosit yang kemudian

berubah menjadi eritrosit.dalam proses pembentukan sel darah

merah’rangsangan oleh eritropoetin dalam jumlah yang amat kecil saja

akan merangsang sel unipotensial yang commited untuk segera membelah

diri dan berdiferensiasi menjadi proeritoblas (Besuni, 2013).

Ada dua proses yang memegang peranan utama dalam proses

pembentukan eritrosit dari sel induk unipotensial yaitu pembentuk

deoxyribo nucleic acid (DNA) dalam inti sel dan pembentuk hemoglobin

dalam plasma eritrosit.

Pembentuk sitoplasma sel dan hemoglobin terjadi bersamaan

dengan proses pembentukan DNA dalam inti seperti dikemukakan

sebelumnya bahwa hemoglobin merupakan unsur terpenting dalam

plasma eritrosit.molekul hemoglobin terdiri dari globin’protoporfuin dan

besi.

Globin dibentuk sekitar ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk

sekitar mitokondria.besi didapat dari transferrin. Pada permulaan sel

eritrosis berinti terdapat reseptor transferrin. Gangguan dalam pengikatan

besi untuk membentuk hemoglobin akan mengakibatkan terbentuknya


17

eritrosit dengan plasma yang kecil (mikrositer) dan kurang mengandung

hemoglobin didalamnya (hipokrom). Tidak berhasilnya sitoplasma sel

eritrosit berinti mengikat Fe untuk pembentukan hemoglobin dapat

disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam darah. Hal ini dapat

disebabkan oleh kurang gizi, gangguan absorbsi Fe(terutama dalam

lambung),dan kebutuhan besi yang meningkat(kehamilan,perdarahan dan

sebagainya).penyebab ketidakberhasilan eritrosit berinti mengikat besi

dapat pula disebabkan oleh rendahnya kadar transferrin dalam darah.hal

ini dapat dimengerti karena sel eritrosit berinti maupun retikulosit hanya

memiliki reseptor transferin bukan reseptor Fe. Perlu kiranya diketahui

bahwa yang dapat terikat dengan transferrin hanya Fe elemental dan

untuk membentuk 1 ml packed red cells diperlukan 1 mg Fe elementa.

Gangguan produksi globin hanya terjadi karena kelainan gen

(thalassemia, penyakit HbF, penyakit Hb C, D, E, dan sebagainya. bila

semua unsur yang diperlukan untuk memproduksi eritrosit (B12, asam

folat, Fe) terdapat dalam jumlah cukup, maka proses pembentukan

eritrosit dari pronormoblas s/d normoblas polikromatofil memerlukan

waktu 2-4 hari. selanjutnya proses perubahan retikulosit menjadi eritrosit

memakan waktu 2-3 hari. Dengan demikian seluruh proses pembentukan

eritrosit dari pronormoblas dalam keadaan normal memerlikan waktu 5

s/d 9 hari. bila diberikan obat anti anemik yang cukup pada penderita

anemia defisiensi maka dalam waktu 3-6 hari kita telah dapat melihat

adanya kenaikan kadar retikulosit, kenaikan kadar retikulosit biasanya


18

dipakai sebagai patokan untuk melihat adanya respon pada terapi anemia.

Perlu kiranya diketahui bahwa diperlukan beberapa jenis enzim dalam

kadar yang cukup agar eritrosit dapat bertahan dalam bentuk aktif selama

120 hari. Hal ini juga dijelaskan oleh Arisman (2009), respon positif

terhadap pengobatan dapat dilihat dari peningkatan kadar hemoglobin

sebesar 0,1 gr/dl sehari mulai dari hari kelima dan seterusnya, kemudian

diberikan contoh apabila diberikan zat besi sebanyak 30 gram maka akan

meningkatkan kadar hemoglobin paling sedikit 0,3 gr/dl/mimggu (10

hari). (Syaifuddin, 2011;Arisman 2009).

e. Fungsi Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke

seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari

seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin

berperan sebagai reservoir oksigen : menerima, menyimpan dan melepas

oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh

berada di dalam hemoglobin (Sunita, 2011).

Menurut Depkes RI adapun guna hemoglobin antara lain :

1) Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam

jaringan- jaringan tubuh.

2) Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh

jaringan- jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.

3) Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil

metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah


19

seseorang itu kekurangan darah atau tidak, 20 dapat diketahui dengan

pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari

normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia (Hoffbrand and

Moss, 2011).

f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin

Beberapa faktr-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin adalah :

1) Kecukupan Besi dalam Tubuh

Mnurut Parakkasi, Besi dibutuhkan untuk produksi

hemoglobin, sehingga anemia gizi besi akan menyebabkan

terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan kandungan

hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan mikronutrien

essensil dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi

mengantar oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, untuk

dieksresikan ke dalam udara pernafasan, sitokrom, dan komponen

lain pada sistem enim pernafasan seperti sitokrom oksidase,

katalase, dan peroksidase Besi berperan dalam sintesis

hemoglobin dalam sel darah merah dan mioglobin dalam sel otot.

Kandungan ± 0,004 % berat tubuh (60-70%) terdapat dalam

hemoglobin yang disimpan sebagai ferritin di dalam hati,

hemosiderin di dalam limpa dan sumsum tulang (Kiswari, 2014).

Kurang lebih 4% besi di dalam tubuh berada sebagai

mioglobin dan senyawa- senyawa besi sebagai enzim oksidatif

seperti sitokrom dan flavoprotein. Walaupun jumlahnya sangat


20

kecil namun mempunyai peranan yang sangat penting. Mioglobin

ikut dalam transportasi oksigen menerobos sel-sel membran

masuk kedalam sel-sel otot. Sitokrom, flavoprotein, dan senyawa-

senyawa mitokondria yang mengandung besi lainnya, memegang

peranan penting dalam proses oksidasi menghasilkan Adenosin

Tri Phosphat (ATP) yang merupakan molekul berenergi tinggi.

Sehingga apabila tubuh mengalami anemia gizi besi maka terjadi

penurunan kemampuan bekerja. Pada anak sekolah berdampak

pada peningkatan absen sekolah dan penurunan prestasi belajar

(Kiswari, 2014).

Menurut Kartono J dan Soekatri M, Kecukupan besi yang

direkomendasikan adalah jumlah minimum besi yang berasal dari

makanan yang dapat menyediakan cukup besi untuk setiap

individu yang sehat pada 95% populasi, sehingga dapat terhindar

kemungkinan anemia kekurangan besi (zarianis, 2006).

2) Metabolisme Besi dalam Tubuh

Menurut Wirakusumah dalam (Melisa Dewi, Ketut Sutiari

and Putu Lila Wulandari, 2012), Besi yang terdapat di dalam

tubuh orang dewasa sehat berjumlah lebih dari 4 gram. Besi

tersebut berada di dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin

(>2,5 g), myoglobin (150 mg), phorphyrin cytochrome, hati,

limpa sumsum tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian besi

dalam tubuh, yaitu 22 bagian fungsional yang dipakai untuk

keperluan metabolik dan bagian yang merupakan cadangan.


21

Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim hem dan nonhem

adalah bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55 mg/kg

berat badan. Sedangkan besi cadangan apabila dibutuhkan untuk

fungsifungsi fisiologis dan jumlahnya 5-25 mg/kg berat badan.

Ferritin dan hemosiderin adalah bentuk besi cadangan yang

biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang.

Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi,

pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran

(zarianis, 2006).

3) Asupan makan

Apabila asupan makan yang banyak mengandung zat besi

maka akan meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah namun

apabila disertai dengan konsumsi makanan yang dapat

menghambat penyerapan zat besi maka kadar hemoglobin tidak

akan meningkat ( the, kopi dll.).

2. Tanaman Kelor

a. Definisi tanaman kelor

Tanaman kelor (Moringa oleifera lam.) adalah termasuk jenis

tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketingginan batang 7-12 meter.

Merupakan tumbuhan yang berbatang bulat, berkayu dan permukaannya

kasar. Akar dari tanaman Moringa oleifera lam. merupakan akar

tunggang yang bentuknya membesar seperti lobak, berwarna putih, tidak

keras, bentuk tidak beraturan. Akar yang berasal dari biji, akan

mengembang menjadi bonggol, membengkak dan memiliki bau tajam


22

yang khas. Tanaman kelor jenis daunnya bertangkai. Helai daun saat

muda berwarna hijau muda - setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun

bulat telur, panjang 1 - 2 cm, lebar 1 - 2 cm, tipis lemas, ujung dan

pangkal tumpul, tepi rata, susunan pertulangan menyirip, permukaan atas

dan bawah halus. Tangkai daun berbentuk silinder dengan sisi atas agak

pipih, menebal pada pangkalnya dan permukaannya halus. Bunga muncul

di ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang, kelopak berwarna putih

agak krem, menebar aroma khas. Selain itu tanaman Kelor juga bisa

berbuah setelah berumur 12 - 18 bulan. Buah atau polong Kelor

berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang (Jawa) dengan

panjang 20 - 60 cm. Dalam setiap polong rata-rata berisi antara 12 dan 35

biji. Biji berbentuk bulat berwarna kecoklatan. Setiap pohon dapat

menghasilkan antara 15.000 dan 25.000 biji/tahun. Berat rata-rata per biji

adalah 0,3 g (Krisnadi, 2015)

Tanaman kelor di Indonesia dikenal dengan berbagai nama.

Masyarakat Sulawesi menyebutnya kero, wori, kelo, atau keloro. Orang-

orang Madura menyebutnya maronggih. Di Sunda dan Melayu disebut

kelor. Di Aceh disebut murong. Di Ternate dikenal sebagai kelo. Di

Sumbawa disebut kawona. Sedangkan orang-orang Minang mengenalnya

dengan nama mungga (Krisnadi, 2015).

b. Kandungan Gizi Kelor

Kandungan senyawa Kelor telah diteliti dan dilaporkan oleh

While Gopalan, el al., dan dipublikasikan dalam All Thing Moringa


23

(2010). Senyawa tersebut meliputi Nutrisi, Vitamin, Mineral, antioksidan

dan Asam Amino.

1) Nutrisi

Setiap bagian dari M. oleifera adalah gudang penting nutrient

dan antinutrient. Daun M. oleifera yang inminerals kaya seperti

kalsium, kalium, seng, magnesium, besi andcopper. Vitamin seperti

beta-karoten vitamin A, vitamin B seperti asam folat, piridoksin dan

asam nikotinat, vitaminC, D dan E juga hadir dalam M. oleifera.

Phytochemi-cals seperti tanin, sterol, terpenoid, flavonoid, saponin,

antrakuinon, alkaloid dan mengurangi gula hadir bersama agen

withanti kanker seperti glucosinolates, isothiocyanates, senyawa

glycoside dan gliserol octadecanoate. Moringa leaves juga memiliki

nilai kalori rendah dan dapat digunakan dalam diet tersebut yang

obesitas (Gopalakrishnan, et al., 2016)

2) Vitamin
Vitamin adalah zat organik yang bertindak sebagai koenzim

atau pengatur proses metabolisme dan sangat penting bagi banyak

fungsi tubuh yang vital. Kelor mengandung Vitamin : A (Alpha &

Betacarotene), B, B1, B2, B3, B5, B6, B12, C, D, E, K, asam folat,

Biotin (Gopalakrishnan, et al., 2016)

3) Mineral
24

Mineral adalah nutrisi yang dibutuhkan untuk menjaga

kesehatan. Elemen seperti tembaga, besi, kalsium, kalium dll, yang

diperlukan oleh tubuh dalam jumlah tertentu (sering dalam jumlah

kecil). Mineral merupakan zat anorganik (unsur atau senyawa kimia)

yang ditemukan di alam. Mineral yang terdapat pada Kelor adalah

Kalsium, Kromium, Tembaga, Fluorin, Besi, Mangan, Magnesium,

Molybdenum, Fosfor, Kalium, Sodium, Selenium, Sulphur, Zinc

(Syahruni, 2015).

4) Antioksidan

Antioksidan adalah zat kimia yang membantu melindungi

tubuh dari kerusakan sel-sel oleh radikal bebas. Kelor mengandung 46

antioksidan kuat senyawa yang melindungi tubuh dari kerusakan sel-

sel oleh radikal bebas. Kelor mengandung 46 antioksidan kuat.

Senyawa yang melindungi tubuh terhadap efek merusak dari radikal

bebas dengan menetralkannya sebelum dapat menyebabkan kerusakan

sel dan menjadi penyakit (Utami, et al., 2013).

Senyawa antioksidan yang terkandung dalam kelor adalah,

Vitamin A, Vitamin C, Vitamin E, Vitamin K, Vitamin B (Choline),

Vitamin B1 (Thiamin), Vitamin B2 (Riboflavin), Vitamin B3

(Niacin), Vitamin B6, Alanine, Alpha Carotene, Arginine, Beta

Carotene, Beta sitosterol, Caffeoylquinic Acid, Campesterol,

Carotenoids, Chlorophyll, Chromium, Delta Avenasterol, Delta

Avenasterol, Glutathione, Histidine, Indole Acetic Acid,


25

Indoleacetonitrile, flavonoid, Kaempferal, Leucine, Lutein,

Methionine, Myristic Acid, Palmitic Acid, Prolamine, Proline,

Quercetin, Rutin, Selenium, Threonine, Tryptophan, Xanthins,

Xanthophyll, Zeatin, Zeaxanthin, Zinc (Syahruni, 2015)

5) Asam amino

Asam amino adalah senyawa organic yang mengandung amino

(NH2). Sebuah gugusan asam karboksilat (COOH), dan salah satu

gugus lainnya. terutama dari kelompok 20 senyawa yang memiliki

rumus dasar NH2CHCOOH dan dihubungkan bersama oleh ikatan

peptide untuk membentuk protein. Asam amino merupakan

komponen utama penyusun protein yang terbagi dalam 2 kelompok

yaitu asam amino esensial dan non esensial. Kandungan asam amino

essensial dalam kelor berupa; Kalsium, Kromium, Tembaga, Fluorin,

Besi, Mangan, Magnesium, Molybdenum, Fosfor,Kalium, Sodium,

Selenium, Sulphur, Zinc. Dan non esesial; Alanin, Arginine, asam

aspartat, sistin, Glutamin, Glycine, Histidine, Proline, Serine,

Tyrosine (Syahruni, 2015)

Daun kelor (Moringa oleifera lam.) merupakan tanaman kaya vitamin

A, vitamin C serta mineral salah satunya zat besi (Faizal, 2014).

Kandungan vitamin dan mineral daun kelor (Moringa oleifera lam.)

juga telah diteliti dan dilaporkan oleh Leone Alessandro et al., dan
26

dipublikasikan dalam International Journals of Molecules Science (2015).

Menurut penelitiannya, kandungan vitamin dan mineral dari daun kelor

(Moringa oleifera lam.) dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3 Kandungan Daun Kelor (Moringa oleifera lam.) Basah dan
kering tiap 100 g

Kandungan Daun basah Daun Kering

Karoten (vitamin A) 6,78 Mg 18,9 Mg

Thiamin (vitamin B) 0,06 Mg 2,64 Mg

Riboflavin 0,05 Mg 20,5 mg

Niacin 0,8 Mg 8,2 Mg

Vitamin C 220 Mg 17,3 Mg

Vitamin E 9,0 Mg 113 Mg

Betakaroten 6,63 Mg 39,6 Mg

Lutein 6,94 Mg 102 Mg

Kalsium 440 Mg 2,003 Mg

Kalori 92 Kal 205 Kal

Karbohidrat 12,5 g 38,2 g

Tembaga 0,07 Mg 0,57 Mg

Lemak 1,70 g 2,3 g

Serat 0,9 g 19,2 G

Zat Besi 4 Mg 32,5 Mg

Magnesium 42 Mg 368 Mg

Fosfor 70 Mg 204 Mg
27

Potassium 259 Mg 1,324 Mg

Protein 6,70 Mg 27,1 G

Zinc 0,16 Mg 3,29 Mg

(Leone et al., 2016)

Hasil penelitian tentang perbandingan kandungan vitamin A,

vitamin C, zat besi pada daun kelor dengan makanan umum dijelaskan

dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.4 Perbandingan Kandungan Daun Kelor Dengan Makanan

Zat Gizi Bahan Kandungan

Vitamin A Daun kelor segar 6.78 mg


Daun kelor kering 18.9 mg
Wortel 1.8 mg
Vitamin C Daun kelor segar 220 mg
Daun kelor kering 17.3 mg
Jeruk 30 mg
Zat Besi Daun kelor segar 4 mg
Daun kelor kering 32.5 mg
Bayam 1.14 mg

Sumber: Krisnadi, 2015


3. Pemberian Sayur Daun Kelor

Pemberian sayur daun kelor pada ibu hamil anemia merupakan salah

satu pencegahan defisiensi zat besi dimana dalam daun kelor mengandung 4

mg Zat besi. Daun kelor juga mengandung vitamin c yang banyak dibanding

jeruk yaitu 7 kali lebih banyak yakni pada daun kelor mengandung 220 mg

dalam 100 gram daun kelor.


28

Menurut penelitian Rahmawati (2017) tentang pemberian ekstrak

daun kelor terhadap ibu hamil dapat meningkatkan kadar Hb, sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh dhita (2015) tentang efektifitas pemberian

jambu biji dapat meningkatkan kadar Hb ibu hamil sebesar 1,04 mg/dl,

dimana jus jambu biji hanya mengandalkan kandungan vitamin C sebagai

pembantu penyerapan zat besi (Dhita Kris Prasetyanti, 2015), hal inilah yang

mendukung peneliti untuk melakukan penelitian tentang pemberian sayur

daun kelor, dimana kedua zat gizi ( Zat besi dan Vitamin C) banyak

terkandung dalam daun kelor.

Kebutuhan zat besi pada ibu hamil berbeda pada setiap umur

kehamilannya, pada trimester I naik dari 0,8 mg/hari, menjadi 6,3 mg/hari

pada trimester III. Kebutuhan akan zat besi sangat menyolok kenaikannya.

Dengan demikian kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat

dipenuhi dari makanan saja, walaupun makanan yang dimakan cukup baik

kualitasnya dan bioavailabilitas zat besi tinggi, namun zat besi juga harus

disuplai dari sumber lain agar supaya cukup.

Pemberian suplementasi Fe ditambah dengan sayur daun kelor

diharapkan akan meningkatkan kadar hemoglobin sebanyak 0,448 g/ dl dalam

7 hari dmana diperoleh dari tablet besi 0.06 g/dl, 0.002 g/dl dari sayur daun

kelor ditambah 0.002 g/dl dari makanan lain sehingga dalam sehari sebanyak

0,064 g/dl maka selama perlakuan 7 hari akan meningkatkan kadar hb 0,448

g/dl.

4. Kehamilan
29

a. Pengertian Kehamilan

Kehamilan adalah dimulainya konsepsi sampai lahirnya janin.

Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu ) dihitung dari hari

pertama sampai terakhir. Oleh karena dalam tubuh ada sesuatu yaitu

individu yang tumbuh dan berkembang untuk menyesuaikan diri,dengan

adanya individu itu tubuh mengadakan perubahan,memberi tempat,

kesempatan dan jaminan untuk tumbuh dan berkembang sampai saatnya

dilahirkan (Prawirohardjo, 2005)

Usia kehamilan Kehamilan berlangsung selama 9 bulan menurut

penanggalan international, 10 bulan menurut penanggalan luar, atau

sekitar 40 minggu. Kehamilan dibagi menjadi tiga periode bulanan atau

trimester. Trimester pertama adalah periode minggu pertama sampai

minggu ke 13. Trimester kedua adalah periode minggu ke 14 sampai ke

26, Sedangkan Trimester ke tiga, minggu ke 27 sampai kehamilan cukup

bulan 38-40 minggu .

1) Usia kehamilan trimester I (0-3 bulan/ 1-13 minggu).

Dalam masa kehamilan trimester pertama terjadi pertumbuhan

dan perkembangan pada sel telur yang telah dibuahi dan terbagi dalam

tiga fase yaitu fase ovum, fase embrio dan fase janin. Fase ovum sejak

proses pembuahan sampai proses implamasi pada dinding uterus, fase

ini di tandai dengan proses pembelahan sel yang kemudian disebut

dengan zigot. Fase ovum memerlukan waktu 10 – 14 hari setelah


30

proses pembuahan. Fase embrio ditandai dengan pembentukan organ

organ utama,Fase ini berlangsung 2 sampai 8 minggu. Fase janin

berlangsung dari 8 minggu sampai tibanya waktu kelahiran, pada fase

ini tidak ada lagi pembentukan melainkan proses pertumbuhan dan

perkembangan. Pemeriksaan dokter atau bidan secara rutin pada

periode kehamilan trimester II bertujuan untuk mengetahui riwayat

kesehatan ibu yang sedang hamil, sehingga memungkinkan

kehamilannya dapat diteruskan atau tidak.

2) Usia kehamilan trimester II (4-6 bulan / 14 – 26 minggu) Masa

kehamilan trimester II merupakan suatu periode pertumbuhan yang

cepat. Pada periode ini bunyi jantung janin sudah dapat didengar,

gerakan janin jelas, panjang janin kurang lebih 30 cm dan beratnya

kurang lebih 600 gr. Pada periode ini , dokter dan bidan biasanya

mengadakan pemeriksaan terhadap berat dan tekanan darah,

pemeriksaan urin, detak jantung baik ibu maupun janin serta kaki dan

tangan untuk melihat adanya pembekakan (odema) dan gejaja gejala

yang umum terjadi. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mengetahui

kemungkinan timbulnya suatu penyakit yang membahayakan proses

pertumbuhan dan perkembangan janin pada akhir masa kehamilan.

3) Usia kehamilan trimester III (7-9 bulan/ 27 - 40 minggu). Trimester

III kehamilan adalah periode penyempurnaan bentuk dan organ organ

tumbuh janin untuk siap dilahirkan. Berat janin pada usia kehamilan

trimester ini mencapai 2,5 Kg. Semua fungsi organ organ tubuh yang
31

mengatur kehidupan sudah berjalan dengan sempurna. Oleh karena

adanya perubahan tersebut, pemeriksaan rutin lebih sering dilakukan

biasanya 2 kali seminggu. Hal ini dimaksudkan untuk memantau lebih

teliti setiap perkembangan dan pertumbuhan janin, kondisi fisik

maupun psikis calon ibu, kemungkinan yang akan terjadi pada calon

ibu maupun janin selama sisa proses kehamilan serta dalam

menghadapi proses persalinan (Varney, 2003)

b. Kebutuhan Fe/Zat Besi dan Suplementasi Zat Besi Pada Masa Kehamilan

Kebutuhan zat besi selama hamil yaitu rata-rata 800 mg – 1040

mg. Kebutuhan ini diperlukan untuk :

1) ± 300 mg diperlukan untuk pertumbuhan janin.

2) ± 50-75 mg untuk pembentukan plasenta.

3) ± 500 mg digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin

maternal/ sel darah merah.

4) ± 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit.

5) ± 200 mg lenyap ketika melahirkan

Perhitungan makan 3 x sehari atau 1000-2500 kalori akan

menghasilkan sekitar 10–15 mg zat besi perhari, namun hanya 1-2 mg

yang di absorpsi (Indonesia, 2003). jika ibu mengkonsumsi 60 mg zat

besi, maka diharapkan 6-8 mg zat besi dapat diabsropsi, jika dikonsumsi

selama 90 hari maka total zat besi yang diabsropsi adalah sebesar 720 mg

dan 180 mg dari konsumsi harian ibu.


32

Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester I

kehamilan adalah 20 %, trimester II sebesar 70 %, dan trimester III

sebesar 70 % (Susilowati and Kuspriyanto, 2016) . Hal ini disebabkan

karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan

sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih

lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam

tubuh wanita akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg

zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus

mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat

melahirkan, perlu tambahan besi 300 – 350 mg akibat kehilangan darah.

Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per

hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil (Ojofeitimi et al.,

2008).

Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi

yang hilang melalui tinja, air kencing dan kulit. Kehilangan basal ini kira-

kira 14 ug per Kg berat badan per hari atau hampir sarna dengan 0,9 mg

zat besi pada laki-laki dewasa dan 0,8 mg bagi wanita dewasa (Sukrat and

Sirichotiyakul, 2006). Kebutuhan zat besi pada ibu hamil berbeda pada

setiap umur kehamilannya, pada trimester I naik dari 0,8 mg/hari, menjadi

6,3 mg/hari pada trimester III. Kebutuhan akan zat besi sangat menyolok

kenaikannya. Dengan demikian kebutuhan zat besi pada trimester II dan

III tidak dapat dipenuhi dari makanan saja, walaupun makanan yang
33

dimakan cukup baik kualitasnya dan bioavailabilitas zat besi tinggi,

namun zat besi juga harus disuplai dari sumber lain agar supaya cukup.

Penambahan zat besi selama kehamilan kira-kira 1000 mg, karena

mutlak dibutuhkan untuk janin, plasenta dan penambahan volume darah

ibu. Sebagian dari peningkatan ini dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi

dan peningkatan adaptif persentase zat besi yang

diserap. Tetapi bila simpanan zat besi rendah atau tidak ada sama sekali

dan zat besi yang diserap dari makanan sangat sedikit maka, diperlukan

suplemen preparat besi

5. Anemia dalam kehamilan

a. Definisi Anemia

Menurut Arisman (2010), anemia merupakan keadaan

menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah

di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan. Anemia adalah

keadaan dimana kadar hemoglobin, hematokrit, dan sel darah merah lebih

rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau

beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi

timbulnya defisiensi tersebut. Anemia adalah suatu keadaan terjadinya

kekurangan baik jumlah maupun ukuran eritrosit atau banyaknya

hemoglobin sehingga pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah

dan sel jaringan terbatasi. Anemia defisiensi besi adalah suatu

keadaan/kondisi sebagai akibat ketidakmampuan sistem eritropoiesis

dalam mempertahankan kadar Hb normal, sebagai akibat kekurangan


34

konsumsi satu atau lebih zat gizi (Beaton dan Bengoa dalam Sulistyani,

2012).

Anemia menurut Fatmah (2012) didefinisikan sebagai keadaan

dimana level Hb rendah karena keadaan patologis. Defisiensi Fe

merupakan salah satu penyebab anemia, tetapi bukan satu-satunya

penyebab anemia. Penyebab lainnya adalah infeksi kronik, khususnya

malaria dan defisiensi asam folat. Sementara defisiensi Fe diartikan

sebagai keadaan biokimia Fe yang abnormal disertai atau tanpa

keberadaan anemia. Biasanya defisiensi Fe merupakan akibat dari

rendahnya bioavabilitas intake Fe, peningkatan kebutuhan Fe selama

periode kehamilan dan menyusui, dan peningkatan kehilangan darah

karena penyakit cacingan atau schistosomiasis (Fatmah, 2012).

Anemia defisiensi Fe terjadi pada tahap anemia tingkat berat

(severe) yang berakibat pada rendahnya kemampuan tubuh memelihara

suhu, bahkan dapat mengancam jiwa penderita (Fatmah, 2012)

Menurut Proverawati dan Asfuah (2013) Anemia dalam

kehamilan didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin kurang dari

11 g/dl selama masa kehamilan pada trisemester 1 dan 3 dan kurang dari

10 g/dl selama masa post partum dan trisemester 2. Darah akan

bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau

hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel darah kurang dibandingkan

dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah.

Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah


35

18%, dan hemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah

dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam

kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Anemia dalam kehamilan dapat

mengakibatkan dampak yang membahayakan bagi ibu dan janin. Anemia

pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko terjadinya pendarahan post

partum. Bila anemia terjadi sejak awal kehamilan dapat menyebabkan

terjadinya persalinan prematur (Proverawati; Asfuah, 2013). Secara

umum anemia dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat

kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya adalah pemberian

tablet besi yaitu keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil

dan dalam laktasi yang dianjurkan. Untuk menegakkan diagnosis

anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil

anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata

berkunang-kunang dan keluhan mual dan muntah pada hamil muda.

Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan

menggunakan metode sahli atau cyanmethemoglobin, dilakukan

minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trisemester I dan Trimester III.

Hasil pemeriksaan Hb dapat digolongkan sebagai berikut:

Tabel 2.5 status anemia


Kadar Hemoglobin gr/dl Status Anemia

11 Tidak anemia
36

9-10 Anemia ringan

7-8 Anemia sedang

<7 Anemia berat

2) Anemia megaloblastik

Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (ptery

glutamic acid) dan defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin)

walaupun jarang.

3) Anemia hipoplastik dan aplastic

Anemia ini disebabkan karena sumsum tulang belakang

kurang mampu membuat sel-sel darah baru.

4) Anemia hemilitik

Disebabkan oleh karena penghancuran sel darah merah

berlangsung lebih cepat dari pada pembuatannya. Menurut penelitian,

ibu hamil dengan anemia paling banyak disebabkan oleh kekurangan

zat besi (Fe) serta asam folat dan vitamin B12. Pemberian makanan

atau diet pada ibu hamil dengan anemia pada dasarnya ialah

memberikan makanan yang banyak mengandung protein, zat besi

(Fe), asam folat, dan vitamin B12 (Proverawati; Asfuah, 2013).

b. Penyebab Anemia
37

Defisiensi Besi Penyebab utama anemia pada wanita adalah

kurang memadainya asupan makanan sumber Fe, meningkatnya

kebutuhan Fe saat hamil dan menyusui (perubahan fisiologi), dan

kehilangan banyak darah. Anemia disebabkan oleh ketiga faktor itu

terjadi secara cepat saat cadangan Fe tidak mencukupi peningkatan

kebutuhan Fe. WUS adalah salah satu kelompok resiko tinggi terpapar

anemia karena mereka tidak memiliki asupan atau cadangan Fe yang

cukup terhadap kebutuhan dan kehilangan Fe (Fatmah, 2012)

Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab anemia:

1) Asupan Fe yang tidak memadai

Hanya sekitar 25% WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai

AKG (26 μg/hari). Secara rata-rata, wanita mengkonsumsi 6,5 μg Fe

perhari melalui diet makanan. Ketidakcukupan Fe tidak hanya

dipenuhi dari konsumsi makanan sumber Fe (daging sapi, ayam, ikan,

telur, dan lain-lain), tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe.

Variasi ini disebabkan oleh perubahan fisiologis tubuh seperti ibu

hamil dan menyusui sehingga meningkatkan kebutuhan Fe bagi

tubuh, tipe Fe yang dikonsumsi, dan faktor diet yang mempercepat

(enhancer) dan menghambat (inhibitor) penyerapan Fe, jenis yang

dimakan. Heme iron dari Hb dan mioglobin hewan lebih mudah

dicerna dan tidak dipengaruhi oleh inhibitor Fe. Non- heme iron yang

membentuk 90% Fe dari makanan non-daging (termasuk biji-bijian,

sayuran, buah, telur) tidak mudah diserap oleh tubuh (Fatmah, 2012).
38

Bioavabilitas non-heme iron dipengaruhi oleh beberapa faktor

inhibitor dan enhancer. Inhibitor utama penyerapan Fe adalah fitat

dan polifenol. Fitat terutama ditemukan pada biji-bijian sereal,

kacang dan beberapa sayuran seperti bayam. Polifenol dijumpai

dalam minuman kopi, teh, sayuran dan kacang- kacangan. Enhancer

penyerapan Fe antara lain asam askorbat atau vitamin C dan protein

hewani dalam daging sapi, ayam, ikan karena mengandung asam

amino pengikat Fe untuk meningkatkan absorpsi Fe. Alkohol dan

asam laktat kurang mampu meningkatkan penyerapan Fe (Fatmah,

2012).

2) Peningkatan kebutuhan fisiologi

Kebutuhan Fe meningkat selama kehamilan untuk memenuhi

kebutuhan Fe akibat peningkatan volume darah, untuk menyediakan

Fe bagi janin dan plasenta, dan untuk menggantikan kehilangan

darah saat persalinan. Peningkatan absorpsi Fe selama trisemester II

kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi

menggambarkan pengaruh antara suplementasi Fe selama kehamilan

dan peningkatan konsentrasi Hb pada trisemester III kehamilan dapat

meningkatkan berat lahir bayi dan usia kehamilan (Fatmah, 2012).

3) Malabsorbsi
39

Episode diare yang berulang akibat kebiasaan yang tidak

higienis dapat mengakibatkan malabsorpsi. Insiden diare yang cukup

tinggi, terjadi terutama pada kebanyakan negara berkembang.

Infestasi cacing, khusunya cacing tambang dan askaris menyebabkan

kehilangan besi dan malabsorpsi besi. Di daerah endemik malaria,

serangan malaria yang berulang dapat menimbulkan anemia karena

defisiensi zat besi (Gibney, M.J., 2012).

4) Simpanan Zat Besi yang buruk

Simpanan zat besi dalam tubuh orang-orang Asia memiliki

jumlah yang tidak besar, terbukti dari rendahnya hemosiderin dalam

sumsum tulang dan rendahnya simpanan zat besi di dalam hati. Jika

bayi dilahirkan dengan simpanan zat besi yang buruk, maka

defisiensi ini akan semakin parah pada bayi yang hanya

mendapatkan ASI saja dalam periode waktu yang lama (Gibney,

M.J., 2012).

5) Kehilangan banyak darah

Kehilangan darah terjadi melalui operasi, penyakit dan donor

darah. Pada wanita, kehilangan darah terjadi melalui menstruasi.

Wanita hamil juga mengalami pendarahan saat dan setelah

melahirkan. Efek samping atau akibat kehilangan darah ini

tergantung pada jumlah darah yang keluar dan cadangan Fe dalam

tubuh (Fatmah, 2012).


40

Rata-rata seorang wanita mengeluarkan darah 27 ml setiap

siklus menstruasi 28 hari. Diduga 10% wanita kehilangan darah

lebih dari 80 ml per bulan. Banyaknya darah yang keluar berperan

pada kejadian anemia karena wanita tidak mempunyai persedian Fe

yang cukup dan absorpsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat

menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi. Jumlah Fe yang

hilang/keluar saat menstruasi juga bervariasi dengan tipe alat KB

yang dipakai. IUD atau spiral dapat meningkatkan pengeluaran darah

2 kali saat menstruasi dan pil mengurangi kehilangan darah sebesar

1,5 kali ketika menstruasi berlangsung (Fatmah, 2012).

Komplikasi kehamilan yang mengarah pada pendarahan saat

dan pasca persalinan dihubungkan juga dengan peningkatan resiko

anemia. Plasenta previa dan plasenta abrupsi beresiko terhadap

timbulnya anemia setelah melahirkan. Dalam persalinan normal

seorang wanita hamil akan mengeluarkan darah rata-rata 500 ml atau

setara dengan 200 mg Fe. Pendarahan juga meningkat saat proses

melahirkan secara caesar/operasi (Fatmah, 2012).

6) Ketidakcukupan gizi

Penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi, khususnya

negara berkembang, adalah konsumsi gizi yang tidak memadai.

Banyak orang bergantung hanya pada makanan nabati yang memiliki

absorpsi zat besi yang buruk dan terdapat beberapa zat dalam

makanan tersebut yang mempengaruhi absorpsi besi (Gibney, 2012).


41

7) Hemoglobinopati

Pembentukan hemoglobin yang abnormal, seperti pada

thalasemia dan anemia sel sabit merupakan faktor non gizi yang

penting (Gibney, 2012).

8) Obat dan faktor lainnya

Diantara orang-orang dewasa, anemia defisiensi besi

berkaitan dengan keadaan inflamasi yang kronis seperti arthritis,

kehilangan darah melalui saluran pencernaan akibat pemakaian obat,

seperti aspirin, dalam jangka waktu lama, dan tumor (Gibney, 2012).

Anemia terjadi jika produksi hemoglobin sangat berkurang

sehingga kadarnya di dalam darah menurun. World Health

Organization(WHO) merekomendasikan sejumlah nilai cut off untuk

menentukan anemia karena defisiensi zat besi pada berbagai

kelompok usia, jenis kelamin, dan kelompok fisiologis. Meskipun

sebagian besar anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi, namun

peranan penyebab lainnya (seperti anemia karena defisiensi folat

serta vitamin B12 atau anemia pada penyakit kronis) harus

dibedakan.

Menurut Gibney (2012), deplesi zat besi dapat dipilah

menjadi tiga tahap dengan derajat keparahan yang berbeda dan

berkisar dari ringan hingga berat.

1) Tahap pertama meliputi berkurangnya simpanan zat besi yang

ditandai berdasarkan penurunan feritis serum. Meskipun tidak


42

disertai konsekuensi fisiologis yang buruk, namun keadaan ini

menggambarkan adanya peningkatan kerentanan dan

keseimbangan besi yang marginal untuk jangka waktu lama

sehingga dapat terjadi defisiensi zat besi yang berat.

2) Tahap kedua ditandai oleh perubahan biokimia yang

mencerminkan kurangnya zat besi bagi produksi hemoglobin

yang normal. Pada keadaan ini terjadi penurunan kejenuhan

transferin atau peningkatan protoporfirin eritrosit, dan

peningkatan jumlah reseptor transferin serum.

3) Tahap ketiga defisiensi zat besi berupa anemia. Pada anemia

defisiensi zat besi yang berat, kadar hemoglobinnya kurang

dari 7 g/dl.

Menurut Istiarti (2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya anemia dalam kehamilan yaitu faktor

langsung, tidak langsung dan faktor dasar. Faktor langsung terdiri dari

pola konsumsi zat besi, penyakit infeksi, perdarahan. Faktor tidak

langsung terdiri dari kunjungan Antenatal Care (ANC), sikap, paritas,

umur. Faktor dasar terdiri dari sosial ekonomi, pengetahuan,

pendidikan, budaya.

c. Penentuan Status Besi

Pendiagnosaan kasus anemia defisiensi besi yang baik adalah

dengan menghitung konsentrasi hemoglobin dalam sirkulasi darah yang

disertai dengan pemeriksaan hematokrit (pocked volume of red cells).


43

Indikator lain adalah kadar zat besi dalam serum, iron binding capacity,

kadar ferritin dalam serum, free erythrocyte protoporphyrin (FEP), serta

mean corpuscular volume (MCV). Pemeriksaan dengan metode ini mahal

biayanya dan rumit metode pemeriksaannya, sehingga menyebabkan

pemeriksaan dengan berbagai indikator tersebut menjadi sulit dilaksanakan

di masyarakat luas, kecuali pemeriksaan hemoglobin. Pemeriksaan

terhadap parameter-parameter tersebut merupakan parameter yang paling

mudah digunakan dalam menentukan status anemia pada skala yang luas.

Sampel darah yang digunakan biasanya sampel darah tepi, seperti dari jari

tangan, dapat pula dari jari kaki dan dari jari telingga. Agar diperoleh hasil

yang akurat dianjurkan menggunakan sampel darah vena (Chairlain &

Estu Lestari, 2011).

Kriteria yang digunakan untuk menentukan keadaan anemia

seseorang atau kelompok masyarakat yang berbeda-beda berdasarkan

kelompok umur dan jenis kelamin serta keadaan fisiologis seseorang hal

ini dapat dilihat pada table 2.4. Tabel 2.6 menunjukkan nilai ambang batas

yang digunakan untuk menentukan status anemia pada sekelompok

masyarakat. Menurut WHO dalam Anisa, ( 2017 ) Anemia dianggap

sebagai masalah kesehatan di masyarakat apabila prevalensinya ≥40%

termasuk kategori berat, sedang 20-39%, ringan 5-19,9%, dan normal <5%

(Anisa, 2017).
B. Kerangka Teori

Kehamilan Faktor resiko terjadinya anemia

Simpanan besi yang


buruk ANEMIA

Ketidakcukupan gizi
Suplementasi Tablet Suplementasi
Trimester I) Fe kombinasi sayur tablet Fe
Peningkatan
daun kelor
kebutuhan zat besi
Trimester II
Malabsobsi Dan Zat Besi + Vitamin C Zat Besi
peningkatan
Trimester III kehilangan zat besi
Peningkatan Kadar Peningkatan Kadar
hemoglobinopati Hemoglobin Hemoglobin
(kadar hemoglobin
abnormal)

Kadar Hb Ibu Hamil


Obat dan factor
Anemia Meningkat
lain

Keterangan : Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Fatma, 2012, Gibney 2012, Poverawati,asfuah 2013, Arisman 2009
: Diteliti

: Tidak diteliti

44
45

Anda mungkin juga menyukai