Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Konsep Dasar Hemoglobin

a. Pengertian Hemoglobin

Darah terdiri dari dua komponen, yakni komponen cair yang

disebut plasma dan komponen padat yaitu sel-sel darah. Sel darah

terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Eritrosit

memiliki fungsi yang sangat penting dalam tubuh manusia. Fungsi

terpenting eritrosit ialah transport Oksigen (O2) dan Karbondioksida

(CO2) antara paru-paru dan jaringan. Suatu protein eritrosit yaitu

hemoglobin (Hb) memainkan peranan penting pada kedua proses

transport tersebut (Gunadi, Mewo, dan Tiho, 2016).

Hemoglobin merupakan suatu protein tetramerik eritrosit yang

mengikat molekul bukan protein, yaitu senyawa porfirin besi yang

disebut heme. Hemoglobin mempunyai dua fungsi pengangkutan

penting dalam tubuh manusia, yakni pengangkutan oksigen ke jaringan

dan pengangkutan karbondioksida dan proton dari jaringan perifer ke

organ respirasi. Jumlah hemoglobin dalam eritrosit rendah, maka

kemampuan eritrosit membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh juga

akan menurun dan tubuh menjadi kekurangan O2 Hal ini akan

menyebabkan terjadinya anemia (Gunadi, Mewo, dan Tiho, 2016).

8
9

Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe yang

dinamakan konjugat protein. Inti Fe dan rangka protoperphyrin dan

globin (tetra phirin) menyebabkan warna darah merah. Hb berikatan

dengan karbondioksida menjadi karboksi hemoglobin dan warnanya

merah tua. Darah arteri mengandung oksigen dan darah vena

mengandung karbondioksida (Sudikno dan Sandjaja, 2016).

Hemoglobin adalah komponen utama sel darah merah atau

eritrosit yang terdiri dari globin dan heme terdiri dari cincin porfirin

dengan satu atom besi (ferro). Globin terdiri atas 4 rantai polipeptida

yaitu 2 rantai polipeptida alfa dan 2 rantai polipeptida beta. Rantai

polipeptida alfa terdiri dari 141 asam amino dan rantai polipeptida beta

terdiri dari 146 asam amino (Norsiah, 2015).

b. Struktur Hemoglobin

Hemoglobin adalah metalo protein pengangkut oksigen dari

paru-paru ke jaringan di seluruh tubuh dan mengambil karbondioksida

dari jaringan tersebut diibawa ke paru untuk dibuang ke udara bebas.

Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus

heme suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen

protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun

yang disebut hemoglobinopati, diantaranya yang paling sering ditemui

adalah anemia sel sabit dan talasemia (Hasanan, 2018)

Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin

chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang


10

dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin

chains (Estridge dan Reynolds, 2016).

Pusat molekul hemoglobin terdapat cincin heterosiklik yang

dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi, atom besi ini

merupakan ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut

heme. Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga

secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul

oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan

menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah. Gugus

heme yang menyebabkan darah berwarna merah. Gugus heme terdiri

dari komponen anorganik dan pusat atom besi. Komponen organik

yang disebut protoporfirin terbentuk dar iempat cincin pirol yang

dihubungkan oleh jembatan meterna membentuk cincin tetrapirol.

Empat gugus mitral dan gugus vinil dan dua sisi rantai propionol

terpasang pada cincin ini (Maretdiyani, 2017)

Struktur Hb terdiri atas empat grup heme dan empat rantai

polipeptida dengan total asam amino sebanyak 574 buah. Rantai

polipeptidanya terdiri atas dua rantai α dan dua rantai β dengan

masing-masing rantai berikatan dengan satu grup heme. Pada setiap

rantai α terdapat 141 asam amino dan setiap rantai β terdapat 146 asam

amino. Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal

dengan nama porfirin. Porfirin terbentuk dari empat cincin pirol yang

4  dihubungkan oleh suatu jembatan untuk membentuk cincin


11

tetrapirol. Pada cincin ini terdapat empat gugus mitral dan gugus vinil

serta dua sisi rantai propionol. Porfirin yang menahan satu atom Fe

disebut dengan nama heme. Pada molekul heme inilah Fe dapat

melekat dan menghantarkan O2 serta CO2 melalui darah. (Maretdiyani,

2017).

c. Fungsi Hemoglobin

Menurut Sherwood (2017), Hemoglobin mempunyai beberapa

fungsi diantaranya:

1) Mengatur pertukaran O2 dan CO2 dalam jaringan tubuh. Hb adalah

suatu molekul alosterik yang terdiri atas empat subunit polipeptida

dan bekerja untuk menghantarkan O2 dan CO2. Hb mempunyai

afinitas untuk meningkatkan O2 ketika setiap molekul diikat,

akibatnya kurva disosiasi berbelok yang memungkinkan Hb

menjadi jenuh dengan O2 dalam paru dan secara efektif

melepaskan O2 ke dalam jaringan.

2) Mengambil O2 dari paru-paru kemudian dibawa keseluruh

jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar. Hemoglobin

adalah suatu protein yang kaya akan zat besi. Hemoglobin dapat

membentuk oksihemoglobin (HbO2) karena terdapatnya afinitas

terhadap O2 itu sendiri. Melalui fungsi ini maka O2 dapat

ditranspor dari paru-paru ke jaringan-jaringan

3) Membawa CO2 dari jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme

menuju ke paru-paru untuk dibuang. Hemoglobin merupakan


12

porfirin besi yang terikat pada protein globin. Protein

terkonyungasi ini mampu berikatan secara reversible dengan O2

dan 5  bertindak sebagai transpor O2 dalam darah. Hemoglobin

juga berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah

merah yang bikonkaf, jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah

ini, maka keluwesan sel darah merah dalam melewati kapiler

menjadi kurang maksimal.

d. Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam

butiran-butiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal

adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya

disebut “100 persen”. Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang

sukar ditentukan karena kadar hemoglobin bervariasi diantara setiap

suku bangsa. WHO telah menetapkan batas kadar hemoglobin normal

berdasarkan umur dan jenis kelamin (Hasanan, 2018)

Pengukuran kadar hemoglobin dalam darah adalah salah satu uji

laboratorium klinis yang sering dilakukan. Pengukuran kadar

hemoglobin digunakan untuk melihat secara tidak langsung kapasitas

darah dalam membawa oksigen ke sel-sel di dalam tubuh. Pemeriksaan

kadar hemoglobin merupakan indikator yang menentukan seseorang

menderita anemia atau tidak (Estridge dan Reynolds, 2016)


13

Tabel 2.1 Kadar Hemoglobin

No Kadar Hemoglobin Umur


1 16 – 23 g/dL, Bayi baru lahir
2 10 – 14 g/dL, Anak-anak
3 13 – 17 g/dL, Laki-laki Dewasa
4 11 – 16 g/dL, Wanita Dewasa Tidak Hamil
5 11 – 23 g/dL, Wanita Dewasa Yang Hamil
Sumber : (Estridge dan Reynolds, 2016)

e. Proses Pembentukan Hemoglobin

Hemoglobin disintesis pada stadium eritroblast sebanyak 65%

dan pada stadium retikulosit sebanyak 35%. Sintesis hemoglobin

banyak terjadi dalam mitokondria oleh sederet reaksi biokimia yang

dimulai dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A di bawah

aksi enzim amino laevulinic acid (ALA) - sintetase. Vitamin B6 adalah

koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoetin dan

dihambat oleh hem. Akhirnya protoporphyrin bergabung dengan besi

untuk membentuk hem yang masing-masing molekulnya bergabung

dengan rantai globin. Tetramer dengan masing-masing gugus hemnya

sendiri terbentuk dalam kantong untuk membangun molekul

hemoglobin (Rumiyati, 2017).

Pembentukan heme dimulai di mitokondria melalui reaksi antara

Glycine dan succinyl-CoA membentuk senyawa aminolevilini acid

(ALAD). Enzim ALAD yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol dan

dengan perantara enzim ALAD dehydratase membentuk

porphobilinogen yang merupakan prazat pertama pirol. ALAD

deyidratase sangat sensitif terhadap inhibisi oleh timbal (Adiwijayanti,


14

2015).

Empat porphobilinogen berkondensasi membentuk tetrapirol

linier yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim PBG

deaminase. Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi

spontan membentuk uroporfirinogen I 7  yang simetris atau diubah

menjadi uroporfirinogen III yang asimetris dan membutuhkan enzim

tambahan yaitu uroporfirinogen III kosintase pada kondisi normal

hampir selalu terbentuk uroporfirinogen III. Uroporfirinogen III

selanjutnya mengalami dekarboksilasi membentuk Corproporfirin

yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase

(Adiwijayanti, 2015).

Corproporfirin masuk ke dalam mitokondria serta mengalami

dekarboksilasi dan oksidasi. Reaksi ini dikatalisis oleh Corproporfirin

oksidase dan membentuk protoporphyirinogen. Protoporphyirinogen

selanjutnya mengalami proses penyatuan dengan Fe++ melalui suatu

reaksi yang dikatalisis oleh ferrochelatase membentuk heme. Heme

bereaksi dengan globin membentuk hemoglobin (Adiwijayanti, 2015)

f. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin

Menurut Estridge dan Reynolds (2016), kadar hemoglobin

dalam darah dapat dipengaruhi berbagai faktor, antara lain :

1. Usia

Kadar hemoglobin menurun berdasarkan peningkatan usia.

Kadar hemoglobin terlihat menurun mulai dari usia 50 tahun ke


15

atas, namun dibeberapa kondisi kadar hemoglobin pada anak-anak

menurun drastis diakibatkan kebutuhan zat besi yang lebih banyak

untuk pertumbuhannya

2. Jenis kelamin

Dalam keadaan normal, laki-laki memiliki kadar

hemoglobin lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini dipengaruhi

oleh fungsi fisiologis dan metabolisme laki-laki yang lebih aktif

daripada perempuan. Kadar hemoglobin perempuan lebih mudah

turun, karena mengalami siklus menstruasi yang rutin setiap 8 

bulannya. Ketika perempuan mengalami menstruasi banyak terjadi

kehilangan zat besi, oleh karena itu kebutuhan zat besi pada

perempuan lebih banyak dari pada laki-laki.

3. Logam berat

Logam berat yang masuk ke tubuh melalui pernafasan akan

langsung berinteraksi dengan darah, sebagai contoh adalah timbal.

Timbal yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari pencemaran

udara dan rokok. Timbal yang telah masuk kedalam tubuh akan

didistribusi ke dalam darah sebesar 95% yang terikat pada sel

darah merah dan sisanya terikat pada plasma darah. Sistem

hematopoetik sangat peka terhadap efek timbal, yaitu menghambat

sebagian besar enzim yang berperan dalam pembentukan heme.

Enzim yang terlibat dalam pembentukan heme, enzim ALAD dan

ferrochelatase, sangat rentan terhadap efek penghambatan oleh


16

timbal. Inhibisi pada enzim ALAD berhubungan dengan

konsentrasi timbal dalam darah. Hampir 50% aktivitas enzim ini

dihambat pada kadar timbal dalam darah sebesar 15 µg/dL.

4. Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor penting yang

mempengaruhi kadar hemoglobin. Rokok mengandung banyak zat

beracun dan komponen yang menyebabkan kanker dan berbahaya

bagi kesehatan, seperti nikotin, nitrogen oksida, karbonmonoksida,

hidrogen sianida dan radikal bebas. Karbonmonoksida 245 kali

lebih mudah berikatan dengan hemoglobin dibandingkan oksigen

dengan hemoglobin. Karbonmonoksida yang berikatan dengan

hemoglobin membentuk 9  karboksilhemoglobin (COHb) yang

dalam keadaan normal jumlahnya di dalam darah sangat rendah.

Kadar karboksilhemoglobin yang tinggi pada perokok

menyebabkan rendahnya penyerapan oksigen oleh tubuh, oleh

karena itu tubuh merespon keadaan ini dengan meningkatkan kadar

hemoglobin.

5. Lama kerja

Seseorang yang bekerja di tempat dengan pajanan logam

berat seperti timbal, memungkin timbulnya dampak kesehatan. Hal

ini terjadi karena penumpukan logam berat dalam darahnya.

Semakin lama orang tersebut bekerja maka semakin bertambah

jumlah pajanan yang diterima. Timbal memiliki waktu paruh di


17

dalam darah kurang dari 25 hari, pada jaringan lunak 40 hari

sedangkan pada tulang 25 tahun. Ekskresi yang lambat ini

menyebabkan timbal mudah terakumulasi dalam tubuh, baik pada

pajanan okupasional maupun non-okupasional.

6. Penggunaan APD

Saat bekerja Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) bukan

untuk mencegah kecelakaan namun untuk mengurangi keparahan

apabila terjadi kecelakaan. Penggunaan APD pun telah diatur oleh

Pemerintah dalam Permenakertrans No/PER/08/MEN/VII/2010

tentang Alat Pelindung Diri yang menyebutkan bahwa Alat

Pelindung Diri diberikan secara cuma-cuma kepada pekerja

maupun orang lain yang memasuki tempat kerja. Penggunaan APD

disesuaikan dengan kegunaan atau bahaya yang mengancam.

Pekerja percetakan membutuhkan APD untuk melindungi tubuh

dari paparan timbal. (Nenotek, 2019)

g. Dampak Kadar Hemoglobin Yang Rendah

Menurut Fajriah dan Fitrianto (2016), dampak akut dari

kekurangan hemoglobin antara lain:

1) Sering pusing, merupakan respon dari sistem saraf pusat akibat

otak sering mengalami periode kekurangan pasokan oksigen yang

di bawa hemoglobin terutama saat tubuh memerlukan energi yang

banyak.
18

2) Mata berkunang-kunang, merupakan respon dari saraf pusat akibat

kurangnya oksigen ke otak dan mengganggu pengaturan saraf

mata.

3) Napas cepat atau sesak napas, merupakan respon dari sistem

kardiovaskular. Hemoglobin rendah, maka kebutuhan oksigen

untuk otot jantung juga berkurang dan kompensasinya menaikkan

frekuensi nafas.

4) Pucat, merupakan respon dari jaringan epitel, hemoglobin yang

mewarnai sel darah menjadi merah akan tampak pucat karena

kekurangan yang ekstrim.

5) Selain akibat akut yang ditimbulkan akibat kekurangan

hemoglobin, terdapat dampak kesehatan yang lebih berbahaya jika

tidak dilakukan upaya meningkatkan kadar hemoglobin menjadi

normal seperti anemia.

2. Konsep Dasar Menstruasi

a. Pengertian Menstruasi

Menstruasi adalah proses keluarnya darah dari dalam rahim

yang terjadi karena luruhnya dinding rahim bagian dalam yang

mengandung banyak pembuluh darah dan sel telur yang tidak di buahi.

Proses menstruasi dapat terjadi dikarenakan sel telur pada organ

wanita tidak dibuahi, hal ini menyebabkan endometrium atau lapisan

dinding rahim menebal dan menjadi luruh yang kemudian akan

mengeluarkan darah melalui saluran reproduksi wanita. Normal siklus


19

menstruasi adalah 21 hari sampai 35 hari yang ditandai dengan

keluarnya darah sebanyak 10 hingga 80 ml perhari. Menstruasi atau

haid yang terjadi dengan siklus lebih dari 35 hari termasuk kategori

siklus yang tidak normal, hal ini terjadi karena banyak penyebab

seperti keadaan hormon yang tidak seimbang, stres, penggunaan KB,

atau karena tumor (Nuraini, 2018).

b. Gangguan Siklus Menstruasi

Menurut Yani (2016), gangguan siklus menstruasi terdiri dari :

1. Eumenorrhea (normal)

Eumenorrhea yaitu siklus menstruasi yang teratur dengan

internval perdarahan yang terjadi antara 21-35 hari.

2. Polimenorrhea

Polimenorrhea merupakan siklus menstruasi yang lebih

pendek dari biasanya (<21 hari) dan perdarahannya kurang lebih

sama atau lebih banyak dari normal.

3. Oligemonerrhea

Oligomenorrhea adalah menstruasi jarang (atau sangat

sedikit), atau lebih tepatnya, periode menstruasi terjadi dengan

interval yang lebih lama dari 35 hari dengan jumlah menstruasi 4-

9 kali saja dalam setahun. Penyebabnya bisa bermacam-macam

seperti perubahan hormon di masa perimenopause, praderwill

sydnrome, PCOS, gangguan makan seperti anorexia nervosa dan

bulimia nervosa dan lain-lain.


20

4. Amenorrhea

Amenorrhea adalah absennya periode menstruasi selama 3

bulan usia reproduksi, yaitu absennya menstruasi selama 3 bulan

pada wanita yang memiliki siklus menstruasi normal sebelumnya.

c. Proses Terjadinya Menstruasi

Siklus menstruasi yang terjadi di nilai dari tiga hal

pertama yaitu siklus menstruasi yang berkisar antara 28 hari, kedua

lama menstruasi yaitu 3-6 hari, ketiga yaitu jumlah darah yang

keluar selama siklus menstruasi 20-80 ml (Verrawati, 2017)

Menstruasi terdiri dari tiga fase yaitu fase folikuler (sebelum

telur dilepaskan), fase ovulasi (pelepasan telur) dan fase luteal (setelah

sel telur dilepaskan). Menstruasi sangat berhubungan dengan faktor-

faktor yang memengaruhi ovulasi, jika proses ovulasi teratur maka

siklus menstruasi akan teratur. Fase-fase yang terjadi selama siklus

menstruasi:

1) Fase folikuler

Fase ini biasanya dimulai pada hari pertama periode

menstruasi. Berikut ini hal-hal yang terjadi selama fase folikuler:

a) Follicle stimulating hormone (FSH, hormon perangsang

folikel) dan luteinizing hormone (LH, hormon pelutein)

dilepaskan oleh otak menuju ke ovarium untuk merangsang

perkembangan sekitar 15-20 sel telur di dalam ovarium. Telur-


21

telur itu berada di dalam kantungnya masing-masing yang

disebut folikel.

b) Hormon FSH dan LH juga memicu peningkatan produksi

estrogen.

c) Peningkatan level estrogen menghentikan produksi FSH.

Keseimbangan hormon ini membuat tubuh bisa membatasi

jumlah folikel yang matang.

d) Saat fase folikuler berkembang, satu buah folikel di dalam

salah satu ovarim menjadi dominan dan terus matang. Folikel

dominan ini menekan seluruh folikel lain kelompoknya

sehingga yang lain berhenti tumbuh dan mati. Folikel dominan

akan terus memproduksi estrogen.

b. Fase ovulasi

Fase ini biasanya dimulai sekitar 14 hari setelah fase

folikuler. Fase ini adalah titik tengah dari siklus menstruasi,

dengan periode menstruasi berikutnya akan dimulai sekitar 2

minggu kemudian. Peristiwa di bawah ini terjadi di fase ovulasi:

a) Peningkatan estrogen dari folikel dominan memicu lonjakan

jumlah LH yang diproduksi oleh otak sehingga memyebabkan

folikel dominan melepaskan sel telur dari dalam ovarium.

b) Sel telur dilepaskan (proses ini disebut sebagai ovulasi) dan

ditangkap oleh ujung-ujung tuba fallopi yang mirip dengan

tangan (fimbria). Fimbria kemudian menyapu telur masuk ke


22

dalam tuba fallopi. Sel telur akan melewati tuba Fallopi selama

2-3 hari setelah ovulasi.

c) Selama tahap ini terjadi pula peningkatan jumlah dan

kekentalan lendir serviks. Jika seorang wanita melakukan

hubungan intim pada masa ini, lendir yang kental akan

menangkap sperma pria, memeliharanya, dan membantunya

bergerak ke atas menuju sel telur untuk melakukan fertilisasi.

c. Fase luteal

Fase ini dimulai tepat setelah ovulasi dan melibatkan proses-

proses di bawah ini:

a) Setelah sel telur dilepaskan, folikel yang kosong berkembang

menjadi struktur baru yang disebut dengan corpus luteum.

b) Corpus luteum mengeluarkan hormon progesteron. Hormon

inilah yang mempersiapkan uterus agar siap ditempati oleh

embrio.

c) Jika sperma telah memfertilisasi sel telur (proses pembuahan),

telur yang telah dibuahi (embrio) akan melewati tuba fallopi

kemudian turun ke uterus untuk melakukan proses implantasi.

Pada tahap ini, si wanita sudah dianggap hamil.

d) Jika pembuahan tidak terjadi, sel telur akan melewati uterus,

mengering, dan meninggalkan tubuh sekitar 2 minggu

kemudian melalui vagina. Oleh karena dinding uterus tidak

dibutuhkan untuk menopang kehamilan, maka lapisannya


23

rusak dan luruh. Darah dan jaringan dari dinding uterus pun

(endometrium) bergabung untuk memebentuk aliran

menstruasi yang umumnya berlangsung selama 4-7 hari

(Sinaga et al., 2017).

d. Hormon-hormon Yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi

Menurut Sinaga (2017), ada empat hormon yang

menegendalikan siklus menstruasi yakni :

1) Estrogen

Estrogen adalah hormon yang secara terus menerus

meningkat sepanjang dua minggu pertama siklus menstruasi.

Estrogen mendorong penebalan dinding rahim atau endometrium.

Estrogen juga menyebabkan perubahan sifat dan jumlah lendir

serviks.

2) Progesteron

Progesteron adalah hormon yang diproduksi selama

pertengahan akhir siklus menstruasi. Progesteron menyiapkan

uterus sehingga memungkinkan telur yang telah dibuahi untuk

melekat dan berkembang. Jika kehamilan tidak terjadi, level

progesteron akan turun dan uterus akan meluruhkan dindingnya,

menyebabkan terjadinya pendarahan menstruasi.

3) Follicle stimulating hormone (FSH)

Terutama berfungsi untuk merangsang pertumbuhan folikel

ovarium, sebuah kista kecil di dalam ovarium yang mencengkram


24

sel telur.

4) Luteinizing hormone (LH)

Adalah hormon yang dilepaskan oleh otak dan bertanggung

jawab atas pelepasan sel telur dari ovarium, atau ovulasi. Ovulasi

biasanya terjadi sekitar 36 jam setelah peningkatan LH. Alat

prediksi-ovulasi mengetes peningkatan level LH

e. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi

1. Stres

Tingkat stres memiliki hubungan dengan terganggunya

siklus menstruasi. Stresor yang membuat satu tuntutan baru bagi

suatu pekerjaan, meningkatkan panjang siklus menstruasi, jadi

menunda periode setiap bulannya. Stres pada seseorang akan

memicu pelepasan hormon kortisol dalam tubuh seseorang, dimana

hormon ini akan bekerja mengatur seluruh sistem di dalam tubuh

seperti jantung, paru-paru, perdarahan darah, metabolisme tubuh

dan sistem kekebalan tubuh dalam menghadapi stres yang ada

(Kartikawati, 2017).

2. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang tidak normal lebih banyak mengalami

siklus menstruasi tidak normal, dibandingkan dengan aktivitas

fisik yang normal. Aktivitas fisik adalah segala macam gerak yang

membutuhkan energi. Aktivitas fisik secara teratur lebih lama

dianggap sebagai komponen penting dari gaya hidup sehat.


25

Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi

fungsi menstruasi. Aktivitas fisik merangsang inhibisi

gonandotropin releasing hormon (GnRH) dan aktivitas

gonandotropin sehingga menurunkan level serum esterogen (<

149 Pg/ml) sehingga tidak merangsang perbaikan dinding uerus

yaitu endometrium sehingga pembentukan endometrium < 8 – 13

mm. estrogen yang naik akan menghambat pembentukan FSH dan

memerintahkan hipofisis menghasilkan LH yang berfungsi

merangsang folikel de graaf yang masak untuk mengadakan

ovulasi, jika tidak terjadi fertilisasi maka hormon seks akan

berulang menjadi menstruasi kembali (Andriana, 2018).

3. Gangguan Tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon yang menjaga

metabolisme tubuh. Fungsi tiroid mempengaruhi semua hormon di

tubuh. Hormon tiroid yang tidak seimbang seperti pada

hipertiroidisme dapat mengakibatkan berbagai gejala seperti

menstruasi yang tidak teratur, kelelahan, penambahan berat badan

dan depresi (Haryono, 2016).

4. IMT

Status gizi berperan penting dalam mempengaruhi fungsi

organ reproduksi. Selama ini telah diketahui bahwa remaja yang

memiliki status gizi kurang memiliki resiko terjadinya gangguan

siklus menstruasi yang diakibatkan oleh terganggunya


26

pertumbuhan dan perkembangan sistem reproduksi. Berat badan

yang rendah atau penurunan berat badan secara mendadak dapat

mengurangi kadar LH dan FSH hormon yang bertanggung jawab

untuk perkembangan telur dalam ovarium, tetapi sel telur tidak

akan pernah dibebaskan karena kekurangan hormon. Akan tetapi,

gangguan siklus menstruasi juga ditemukan pada remaja dengan

status gizi lebih. Hal ini dikaitkan dengan jumlah jaringan lemak

tubuh (Andriana, 2018).

5. Diet

Diet dapat mempengaruhi fungsi menstruasi. Vegetarian

berhubungan dengan anovulasi, penurunan respon hormon

pituitari, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus

menstruasi (kurang dari 10 kali/tahun). Diet rendah lemak

berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode

perdarhaan (Kusmiran, 2016)

3. Konsep Dasar Anemia

a. Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana kadarhemoglobin

(Hb) dalam darah lebih rendah dari normal (Kemenkes RI, 2018).

Hemoglobin adalah salah satu komponen dalam sel darah

merah/eritrosit yang berfungsi untuk mengikat oksigen dan

menghantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh. Oksigen diperlukan

oleh jaringan tubuh untuk melakukan fungsinya. Kekurangan oksigen


27

dalam jaringan otak dan otot akan menyebabkan gejala antara lain

kurangnya konsentrasi dan kurang bugar dalam melakukan aktivitas.

Hemoglobin dibentuk dari gabungan protein dan zat besi dan

membentuk sel darah merah/eritrosit. Anemia merupakan suatu gejala

yang harus dicari penyebabnya dan penanggulangannya dilakukan

sesuai dengan penyebabnya (Kemenkes RI, 2018).

Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan masa

hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk

menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Anemia dapat diartikan

sebagai penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan

hematokrit dibawah normal. Anemia terjadi akibat kadar hemoglobin

atau ertrosit lebih rendah daripada nilai normal. Anemia umumnya

disebabkan karena ada perdarahan kronik atau malnutrisi (Fajriah,

2016).

Penegakkan diagnosis anemia dilakukan dengan pemeriksaaan

laboratorium kadar hemoglobin/Hb dalam darah dengan

menggunakan metode Cyanmethemoglobin (Kemenkes RI, 2018). Hal

ini sesuai dengan Permenkes Nomor 37 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat. Remaja

Putri dan WUS menderita anemia bila kadar hemoglobin darah

menunjukkan nilai kurang dari 12 g/dL (Kemenkes RI, 2018).


28

Tabel 2.2 Klasifikasi Anemia Menurut Kelompok Umur

Populasi Non Anemia Anemia (g/dL)


(g/dL) Ringan Sedang Berat
Anak 6 – 59 11.0 atau 10.0 – 10.9 7.0 – 9.9 < 7.0
tahun lebih
Anak 5 – 11 11.5 atau 11.0 – 11.9 8.0 – 10.9 < 8.0
tahun lebih
Anak 12 – 12.0 atau 11.0 – 11.9 8.0 – 10.9 < 8.0
14 tahun lebih
Tidak tidak 12.0 atau 11.0 – 11.9 8.0 – 10.9 < 8.0
hamil (15 lebih
tahun ke
atas)
Wanita 11.0 atau 10.0 – 10.9 7.0 – 9.9 < 7.0
hamil lebih
Pria (15 13.0 atau 11.0 – 12.9 8.0 – 10.9 < 8.0
tahun ke lebih
atas)
Sumber (Kemenkes RI, 2018).

b. Jenis-jenis Anemia

Menurut Afifah et al (2019), jenis-jenis Anemia terbagi

menjadi 5 jenis antara lain :

1) Anemia gizi besi

Kekurangan pasokan zat gizi besi (Fe) yang merupakan inti

molekul hemoglobin sebagai unsur utama sel darah merah. Akibat

anemia gizi besi terjadi pengecilan ukuran hemoglobin,

kandungan hemoglobin rendah, serta pengurangan jumlah sel

darah merah. Anemia zat besi biasanya ditandai dengan

menurunnya kadar Hb total di bawah nilai normal (hipokromia)

dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal (mikrositosis).

Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu metabolisme energi

yang dapat menurunkan produktivitas.


29

Serum ferritin merupakan petunjuk kadar cadangan besi

dalam tubuh. Pemeriksaan kadar serum ferritin sudah rutin

dikerjakan untuk menentukan diagnosis defisiensi besi, karena

terbukti bahwa kadar serum ferritin sebagai indikator paling dini

menurun pada keadaan bila cadangan besi menurun. Dalam

keadaan infeksi kadarnya dipengaruhi, sehingga dapat

mengganggu interpretasi keadaan sesungguhnya.

Pemeriksaan kadar serum feritin terbukti sebagai indikator

paling dini, yaitu menurun pada keadaan cadangan besi tubuh

menurun. Pemeriksaannya dapat dilakukan dengan metode

immunoradiometric assay (IRMA) dan enzyme linked

immunosorbent assay (ELISA). Ambang batas atau cut off kadar

feritin sangat bervariasi bergantung metode cara memeriksa yang

digunakan atau ketentuan hasil penelitian di suatu wilayah

tertentu. Anemia jenis ini yang sering terjadi terutama pada remaja

putri.

2) Anemia gizi vitamin E

Anemia defisiensi vitamin E dapat mengakibatkan integritas

dinding sel darah merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga

sangat sensitif terhadap hemolisis (pecahnya sel darah merah).

Karena vitamin E adalah faktor esensial bagi integritas sel darah

merah.
30

3) Anemia gizi asam folat

Anemia gizi asam folat disebut juga anemia megaloblastik

atau makrositik, dalam hal ini keadaan sel darah merah penderita

tidak normal dengan ciri-ciri bentuknya lebih besar, jumlahnya

sedikit dan belum matang. Penyebabnya adalah kekurangan asam

folat dan vitamin B12. Padahal kedua zat itu diperlukan dalam

pembentukan nukleoprotein untuk proses pematangan sel darah

merah dalam sumsum tulang.

4) Anemia gizi vitamin B12

Anemia ini disebut juga pernicious, keadaan dan gejalanya

mirip dengan anemia gizi asam folat. Namun, anemia jenis ini

disertai gangguan pada sistem alat pencernaan bagian dalam. Pada

jenis yang kronis bisa merusak sel-sel otak dan asam lemak

menjadi tidak normal serta posisinya pada dinding sel jaringan

saraf berubah. Dikhawatirkan, penderita akan mengalami

gangguan kejiwaan.

Vitamin ini dikenal sebagai penjaga nafsu makan dan

mencegah terjadinya anemia (kurang darah) dengan membentuk

sel darah merah. Karena peranannya dalam pembentukan sel,

defisiensi kobalamin bisa mengganggu pembentukan sel darah

merah, sehingga menimbulkan berkurangnya jumlah sel darah

merah. Akibatnya, terjadi anemia. Gejalanya meliputi kelelahan,

kehilangan nafsu makan, diare, dan murung. Defisiensi berat B12


31

potensial menyebabkan bentuk anemia fatal yang disebut

Pernicious anemia.

Kebutuhan tubuh terhadap vitamin B12 sama pentingnya

dengan mineral besi. Vitamin B12 ini bersama-sama besi

berfungsi sebagai bahan pembentukan darah merah. Bahkan

kekurangan vitamin ini tidak hanya memicu anemia, melainkan

dapat mengganggu sistem saraf. Kekurangan vitamin B12 dapat

terjadi karena gangguan dari dalam tubuh kita sendiri atau sebab

luar. Saluran cerna akan menyerap semua unsur gizi dalam

makanan, termasuk vitamin B12. Kekurangan vitamin B12

seseorang kurang darah (anemia). ditandai dengan diare, lidah

yang licin. Asam folat dapat diperoleh dari daging, sayuran

berwarna hijau, dan susu. Gizi buruk (malnutrisi) merupakan

penyebab utamanya. Anemia jenis ini juga berkaitan dengan

pengerutan hati (sirosis). Sirosis hati menyebabkan cadangan asam

folat di dalamnya menjadi sedikit sekali. Kekurangan asam folat

juga dapat menyebabkan gangguan kepribadian dan hilangnya

daya ingat. Gejala-gejalanya hampir sama dengan gejala

kekurangan vitamin B12. Gejala-gejala neurologis lainnya juga

dapat timbul jika sudah parah. Anemia jenis ini erat kaitannya

dengan gizi seseorang. Karenanya, penanganan anemia pun

berkaitan dengan masalah gizi. Konsumsi daging, sayuran hijau,

dan susu yang memadai akan sangat membantu.


32

5) Anemia gizi vitamin B6

Anemia ini disebut juga siderotic, keadaannya mirip dengan

anemia gizi besi, namun bila darahnya diuji secara laboratoris,

serum besinya normal. Kekurangan vitamin B6 akan mengganggu

sintesis (pembentukan) hemoglobin.

c. Penyebab Anemia

Menurut Dr. Sandra Fikawati, Ahmad Syafiq, Ph.D, Arinda

Veretamala (2017), penyebab anemia antara lain :

1. Meningkatnya Kebutuhan Zat Besi

Peningkatan kebutuhan zat besi pada massa remaja

memuncak pada usia antara 14-15 tahun untuk perempuan dan

satu sampai dua tahun kemudian pada laki-laki. Setelah

kematangan seksual, terjadi penurunan kebutuhan zat besi,

sehingga terdapat peluang untuk memperbaiki kekurangan zat besi

terutama pada remaja laki-laki. Sedangkan pada remaja

perempuan, menstruasi mulai terjadi satu tahun setelah puncak

pertumbuhan dan menyebabkan kebutuhan zat besi akan tetap

tinggi sampai usia reproduktif untuk mengganti kehilangan zat

besi yang terjadi saat menstruasi.Itulah sebabnya kelompok remaja

putri lebih rentan mengalami anemia dibanding remaja putra.

2. Kurangnya Asupan Zat Besi

Penyebab lain dari anemia gizi besi adalah rendahnya asupan

dan buruknya bioavailabilitas dari zat besi yang dikonsumsi, yang


33

berlawanan dengan tingginya kebutuhan zat besi pada masa

remaja.

3. Kehamilan pada Usia Remaja

Masih adanya praktik tradisional pernikahan dini di negara-

negara di Asia Tenggara juga berkontribusi terhadap kejadian

anemia gizi besi. Pernikahan dini umunya berhubungan dengan

kehamilan dini, dimana kehamilan meningkatkan kebutuhan zat

besi dan berpengaruh terhadap semakin parahnya kekurangan zat

besi dan anemia gizi besi yang dialami remaja perempuan.

4. Penyakit Infeksi dan Infeksi

Parasit Sering terjadinya penyakit infeksi dan infeksi parasit

di negara berkembang juga dapat meningkatkan kebutuhan zat

besi dan memperbesar peluang terjadinya status gizi negatif dan

anemia gizi besi

5. Sosial-Ekonomi

Tempat tinggal juga dapat berhubungan dengan kejadian

anemia, remaja yang tinggal di wilayah perkotaan lebih banyak

memiliki pilihan dalam menentukan makanan karena

ketersediaannya yang lebih luas di bandingkan pedesaan. Hasil

Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga menunjukan bahwa

masyarakat pedesaan (22,8%) lebih banyak mengalami anemia di

bandingkan dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan

(20,6%).
34

6. Status Gizi

Juga ditemukan hubungan antara status gizi dengan kejadian

anemia. Remaja dengan status gizi kurus mempunyai risiko

mengalami anemia 1,5 kali dibandingkan remaja dengan status

gizi normal.

7. Pengetahuan

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman

yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa,

media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster,

kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membantu

keyakinan tertentu sehingga seseorang berprilaku sesuai

keyakinan tersebut. Pada beberpa penelitian terkait anemia

ditemukan pula pada mereka yang memiliki pengetahuan yang

rendah terkait anemia.

d. Gejala Anemia

Menurut Natalia Erlina Yuni (2015), menyebutkan bahwa

gejala anemia terdiri dari : kulit pucat, detak jantung meningkat, sulit

bernafas, kurang tenaga atau cepat lelah, pusing terutama saat berdiri,

sakit kepala, siklus menstruasi tidak menentu, lidah yang bengkak dan

nyeri, kulit mata dan mulut berwarna kuning, limpa atau hati

membesar, dan penyembuhan luka atau jaringan yang terganggu.

Sedangkan menurut Kemenkes RI (2018), Gejala Anemia yang


35

sering ditemui pada penderita anemia adalah 5 L (Lesu, Letih, Lemah,

Lelah, Lalai), disertai sakit kepala dan pusing (“kepala muter”), mata

berkunang-kunang, mudah mengantuk, cepat capai serta sulit

konsentrasi. Secara klinis penderita anemia ditandai dengan “pucat”

pada muka, kelopak mata, bibir, kulit, kuku dan telapak tangan.

e. Dampak Anemia

Menurut Fikawati, Syafiq, & Veretamala (2017), dampak

anemia sebagai beritkut :

1) Menurunkan daya tahan terhadap infeksi

Defisiensi zat besi menyebabkan menurunnya daya tahan

terhadap penyakit infeksi dan meningkatnya kerentanan

mengalami keracunan. Pada populasi yang mengalami kekurangan

zat besi, kematian akibat penyakit infeksi meningkat karena

kurangnya zat besi berdampak pada system imun.

2) Mengganggu produktivitas kerja

Selain itu, anemia juga berdampak pada produktivitas kerja

dan juga menyebabkan kelelahan

3) Berdampak saat kehamilan

Anemia yang terjadi pada massa hamil berhubungan dengan

kejadian BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dan peningkatan risiko

kematian ibu dan bayi perinatal. Selama kehamilan, anemia

diasosiasikan dengan peningkatan kesakitan dan kematian.Anemia

tingkat berat diketahui merupakan faktor risiko kematian ibu.


36

Untuk janinnya sendiri, anemia selama kehamilan dapat

meningkatkan risiko BBLR, kelahiran prematur, dan defisiensi zat

besi serta anemia pada bayi nantinya.

f. Pencegahan Anemia

Anemia dapat dicegah dengan cara :

1) Meningkatkan konsumsi makanan bergizi

2) Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan

makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan

makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan,

tempe)

3) Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung

vitamin C (daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat,

jeruk dan nenas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan

penyerapan zat besi dalam usus

4) Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum

Tablet Tambah Darah (TTD). Mengobati penyakit yang

menyebabkan atau memperberat anemia seperti: kecacingan,

malaria, dan penyakit TBC.

4. Konsep Dasar Remaja Putri

a. Pengertian Remaja

Menurut WHO, remaja adalah penduduk dengan usia 10-19

tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun

2014, remaja adalah penduduk dengan usia 10-18 tahun dan menurut
37

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang

usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok

usia 10-19 tahun di Indonesia menurut Sensus Penduduk 2010

sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk. Di dunia

diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari

jumlah penduduk dunia (WHO,2015).

Remaja adalah tahapan masa kanak-kanak dengan masa dewasa,

diawali usia 14 tahun pada laki-laki dan 10 tahun pada perempuan.

Masa remaja mengalami banyak perubahan intelektual, perubahan

saat bersosialisasi, dan perubahan kematangan kepribadian termasuk

emosi (Ariani, 2017).

b. Karekteristik

Karakteristik remaja menurut Ariani (2017) adalah:

1) Bersifat konsumen aktif.

2) Berpikir kritis terhadap makanan, mempunyai motivasi makan.

3) Banyak melakukan kegiatan fisik, membentuk kelompok sosial,

banyak perhatian dan kegiatan di luar rumah sehingga lupa waktu

makan.

4) Remaja putri mulai menarche disertai hilangnya zat besi yang

disebabkan meningkatnya asupan diit pembentuk sel darah merah.

5) Faktor gizi berperan dalam menentukan postur dan performance di

usia dewasa.
38

c. Perubahan Pada Masa Remaja

Fase remaja merupakan perkembangan individu yang diawali

dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu

bereproduksi. Perubahan pada masa remaja mempengaruhi kebiasaan

pola makannya. Masalah harga diri secara intensif terjadi pada remaja

putri ketika kenaikan berat badan, meningkatnya presentasi lemak

tubuh, pertumbuhan tinggi badan, perkembangan payudara dan hal

yang berkaitan dalam kematangan tubuh remaja putri, seperti

menstruasi saat pertama kali. Remaja harus dalam status gizi yang.
39

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh

generalisasi dari hal-hal yang khusus. Sedangkan kerangka konsep penelitian

pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin di

amati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo, 2012)

Variabel Independent Variabel Dependent

Kadar Kejadian Anemia


Hemoglobin Pada Remaja Putri

Faktor-faktor yang Penyebab terjadinya anemia pada


mempengaruhi kadar remaja putri :
hemoglobin pada remaja putri: 1. Meningkatnya Kebutuhan Zat
1. Usia Besi
2. Jenis kelamin 2. Kurangnya Asupan Zat Besi
3. Logam berat 3. Kehamilan pada Usia Remaja
4. Merokok 4. Penyakit Infeksi dan Infeksi
5. Lama kerja 5. Sosial-Ekonomi
6. Status Gizi
7. Pengetahuan

Keterangan :
: Variabel Yang Diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian


Sumber : (Modifikasi Fitrianto, 2016 dan Kemenkes RI, 2018)
40

D. Hipotesis

Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang diharapkan

antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris (Notoatmodjo,

2016).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. H1 artinya ada pengaruh antara kadar hemoglobin terhadap siklus

menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di Puskesmas Terara

Tahun 2022.

2. H0 artinya tidak ada pengaruh antara kadar hemoglobin terhadap siklus

menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di Puskesmas Terara

Tahun 2022.

Anda mungkin juga menyukai