Anda di halaman 1dari 23

Auditya Widyasari

1102013047
LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan definsi dan fungsi hemoglobin
Hemoglobin adalah zat warna dalam eritrosit yang berfungsi mengangkut O2 dan
CO2. Kadar normal pada laki-laki : 14-18 gr/dl. Untuk perempuan 12-16 gr/dl.
Bayi baru lahir

13,5 3 g/dl

Bayi 3 bulan

11,5 2 g/dl

Anak usia 1 tahun

12 1,5 g/dl

Anak usia sekolah

13 1,5 g/dl

Wanita

12 16 g/dl

Pria

14 18 g/dl

Fungsi dari hemoglobin


Hemoglobin pada eritrosit vertebrata berperan penting dalam:
Pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer sedangkan CO2 dari
jaringan k paru-paru.
pengangkutan karbon dioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke organ
respirasi untuk selanjutnya diekskresikan ke luar
menentukan kapasitas penyangga darah.
LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan struktur hemoglobin
Hemoglobin dewasa (HbA) terdiri dari empat rantai polipeptida ( dua a dan dua b )
masing-masing mengandung satu molekul heme. Sedangkan pada bayi yang masih dalam
kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul
hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF.

Page 1

Rantai a dan b dari HbA adalah mirip satu


sama lain dalam konfigurasi 3 dimensi dan
pada rantai tunggal dari mioglobin otot,
walaupun urutan asam aminonya berbeda.
Dalam setiap rantai terjadi 8 heliks-a.
Heme, suatu kompleks dari satu cincin
porfirin dan satu ion ferro (Fe2+), sesuai
pada celah dari setiap rantai globin dan
berinteraksi dengan 2 residu histidin.

LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan


biosintesis hemoglobin

Sintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang
bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang
bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase membentuk asam
aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami dekarboksilasi. Piridoksal fosfat
adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin. Dalam reaksi kedua
pada pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2 molekul ALA
menyatu membentuk pirol porfobilinogen. Empat dari cincin-cincin pirol ini berkondensasi
Page 2

membentuk sebuah rantai linear dan mengandung gugus asetil (A) dan propionil (P).
Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus metil. Kemudian dua
rantai sisi propionil yang pertama mengalami dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus
vinil, membentuk protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen mengalami oksidasi untuk
membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin bergabung dengan Fe2+ untuk membentuk heme.
Masing- masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin. Globin disintesis oleh
ribosom, lalu bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai globin dan heme nya
membentuk hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua dihancurkan, bagian globin dari
hemoglobin akan dipisahkan, dan hemenya diubah menjadi biliverdin. Lalu sebagian besar
biliverdin diubah menjadi bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu. Sedangkan besi
dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Pada langkah terakhir jalur ini,
besi (sebagai Fe 2+) digabungkan ke dalam protoporfirin IX dalam reaksi yang
dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).
LO 1.5 Memahami dan Menjelaskan reaksi Antara Fe dan hemoglobin
Besi diserap dalam bentuk fero (Fe2+). Karena bersifat toksik di dalam tubuh, besi
bebas biasanya terikat ke protein. Besi dapat diambil dari simpanan feritin, diangkut
dalam darah sebagai transferin dan diserap oleh sel yang memerlukan besi melalui proses
endositosis diperantarai oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang sedang membentuk
hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari makanan, kelebihan
tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin yang membentuk kompleks
dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.
LO 1.6 Memahami dan Menjelaskan reaksi Antara O2 dan hemoglobin
Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, oksigen
menempel pada Fe2+ dalam heme. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat
satu molekul oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro,
sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi.
Dengan reaksi : Hb + O2 HbO2
Bila tekanan O2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, O2 berikatan dengan
hemoglobin. Sedangkan jika tekanan oksigen rendah, oksigen akan dilepas dari hemoglobin
(deoksihemoglobin).
Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan
hubungan % saturasi kemampuan hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2 yang memiliki
bentuk signoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O 2 oleh gugus
heme pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua
terhadap O2, dan oksigenase gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan
seterusnya sehingga afinitas Hb terhadap molekul O 2 ke empat berkali-kali lebih besar
dibandingkan reaksi pertama.
Page 3

Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara
reversible. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro sehingga reaksi pengikatan O2
merupakan suatu reaksi oksigenasi bukan oksidasi.
Reaksi ini berlangsung cepat, dan membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik.
Deoksigenasi juga berlangsung sangat cepat. Struktur kuartener hemeoglobin menentukan
afinitasnya terhadap O2. Pada deoksihemoglobin, unit globin terikat erat dalam konfigurasi
Tense(T,tegang) yang menurunkan afinitas molekul terhadap O2. Saat O2 pertama kali
terikat, ikatan yang menahan unit globin terlepas sehingga terbentuk konfigurasi
relaxed(R,rileks). Yang memaparkan lebih banyak tempat pengikatan O2. Hasil akhirnya
adalah peningkatan afinitas terhadap O2 sebesar 500 kali lipat. Di jaringan, reaksi-reaksi ini
berbalik sehingga terjadi pelepasan O2.
Hemoglobin mengikat O2 untuk membentuk oksihemoglobin, O2 menempel pada
Fe2+ di heme. Afinitas hemoglobin terhadap O2 dipengaruhi pH,suhu, dan konsentrasi 2,3
bifosfogliserat(2,3 BPG) dalam sel darah merah. 2,3 BPG dan H+ berkompetisi dengan O2
untuk berikatan dengan hemoglobin deoksigenasi sehiingga afinitas hemoglobin terhadap
O2 berkurang dengan bergesernya posisi empat rantai peptida(struktur kuartener).

Page 4

Bila darah terpajan oleh berbagai macam obat dan agen-agen pengoksidasi lainya
secara in vitro atau in vivo, besi ferro(Fe2+) yang dalam keadan normal terdapat dalam
molekul tersebut akan berubah menjadi besi ferri (Fe3+), yang membentuk methemoglobin.
Methemoglobin berwarna tua,dan kalau jumlahnya besar dalam sirkulasi, methemoglobin
ini akan menimbulkan perubahan warna kehitaman pada kulit yang menyerupai sianosis.
Pada keadaan normal, terjadi sedikit oksidasi hemoglobin menjadi methemoglbi, tetapi
suatu sistem enzim dalam sel darah merah, yakni NADH-ethemoglobin reduktase,
mengubah kembali methemoglobin menjadi hemoglobin. Tidak adanya sistem ini secara
kongenital merupakan salah satu penyebab methemoglbinemia herediter.
1.6 Memahami dan Menjelaskan proses distribusi O2 dari paru-paru
Proses fisiologis pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam
jaringan-jaringan, dan C02 di keluarkan ke udara dapat dibagi menjadi 3 stadium:
1. Ventilasi
Proses ekspirasi dan inspirasi
2. Transportasi
Mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus-kapiler yang tips
(tebalnya kurang dari 0,5 m). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah
selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial O2 dalam darah
vena campuran (PVO2) dikapiler paru kira-kira sebesar 40 mmhg. PO2 kapiler lebih
rendah daripada tekanan daram alveolus(PAO2=103mmhg) sehingga 02 mudah
berdifusi ke dalam aliran darah.perbedaan tekanan antara darah 46mmhg dan
PaCO2 yang lebih rendah 40mmhg menyebabkan CO2 berdifusi ke alveolus yang
kemudian dikeluarkan ke atmosfer. Sedangkan O2 dalam darah akan ditransport
dengan cara berikatan dengan Hb.
3. Respirasi sel atau respirasi interna
Pada tingkat jaringan, O2 akan melepaskan diri dari Hb ke dalam plasma dan
berdifusi dari plasma ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan
yang bersangkutan.

L2 Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis


Page 5

Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit (sel darah merah), pada janin dan
bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas
hanya pada sumsum tulang.
LO.2.1 Memahami dan Menjelaskan mekanisme eritropoiesis

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum
tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepi. Asal sel yang
akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit
pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan
rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah
merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin.
Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah
dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik.
Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
1

Page 6

Rubriblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel
termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti
dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron.
Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah
kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.

Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik.
Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4
% dari seluruh sel berinti.
Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast
polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal
secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik.
Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada
prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru
karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena
hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal
adalah 10-20 %.
Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast
ortokromatik. Ini sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang
menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin
sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari
RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%
Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan
penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk
melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam
sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan
dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 12 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 2,5% retikulosit.
Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan
ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengan sel
ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit
akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur
eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai
umurnya oleh limpa.

Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari.
Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi
oleh sistem RES. Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelumnya maka proses ini disebut
sebagai Hemolisis.

Page 7

LO.2.2. Faktor
Ada 3 faktor yang mempengaruhi eritropoiesis:
a) eritropoietin
Penurunan penyaluran 02 ke ginjal merangsang ginjal darah untuk mengeluarkan
hormon eritropoietin ke dalam darah, dan hormon ini kemudian merangsang
eritropoiesis di sumsum tulang. Eritropoietin bekerja pada turunan sel-sel bakal yang
belum berdiferensiasi yang telah berkomitmen untuk menjaadi sel darah merah, yaitu
merangsang proliferasi dan pematangan mereka.
b) kemampuan respon sumsum tulang (anemia , perdarahan)
c) intergritas proses pematangan eritrosit
Proses destruksi eritrosit terjadi secara normal setelah masa hidup eritrosit habis (sekitar
120 hari). Proses ini terjadi melalui mekanisme yang terdiri dari:
1. Fragmentasi
Mekanisme fragmentasi terjadi apabila kehilangan beberapa bagian membrane eritrosit
sehingga menyebabkan isi sel keluar termasuk hemoglobin.
2. Lisis Osmotik
Tekanan osmotik plasma merupakan gambaran terjadinya kecenderungan mendorong air
dan Na dari daerah konsentrasi tinggi di interstisium ke daerah dengan konsentrasi air
rendah di plasma (atau konsentrasi protein plasma lebih tinggi). Sehingga protein plasma
dapat dianggap menarik air ke dalam plasma. Hal ini dapat mengakibat lisis eritrosit yang
disebabkan efek osmotik.
3. Eritrofagositosis
Mekanisme destruksi eritrosit ini melalui fagositosis yang dilakukan oleh monosit,
neutrofil, makrofag. Fagositosis eritrosit ini terutama terjadi pada eritrosit yang dilapisi
antibody. Mekanisme ini meruapakan salah satu indikator adanya AutoImun Hemolitic
Anemia (AIHA).
4. Sitolisis
Sitolisis biasanya dilakukan oleh komplemen (C5, C6, C7, C8, C9). Sitolisis ini
meruapakan indikator Peroxysimal Nocturnal Haemoglobinuria (PNH).
5. Denaturasi Hemoglobin
Hemoglobin yang terdenaturasi akan mengendap menbentuk Heinz bodies. Eritrosit dengan
Heinz bodies akan cepat didestruksi oleh limpa. Heinz bodies melekat pada membran
permeabilitas membesar sehingga mengakibatkan lisis osmotik juga.

Page 8

Proses pembentukan eritrosit (eritropoiesis) memerlukan:


1. Sel induk : CFU-E, BFU-E, Normoblast
2. Bahan pembentuk eritrosit : besi, vitamin B12, asam folat, protein, dll.
3. Mekanisme regulasi: faktor pertumbuhan hemapoietik dan hormon eritropotein

Besi : untuk produksi heme, dan kira-kira 65% dari besi tubuh ada di dalam
hemoglobin.
Vitamin B12 (sianokobalamin) : untuk sintesis molekul asam deoksiribonukleat
(DNA) dalam pembentukan sel darah merah.
Asam folat : untuk sintesis DNA dan meningkatkan pematangan sel darah merah.
Vitamin C
Tembaga : katalis dalam pembentukan hemoglobin dan dlam cara ini membantu
untuk membuat sel darah merah.
Kobalt : mineral dan molekul vitamin B12

LO 2.3 Memahami dan Menjelaskan morfologi eritrosit


1. Rubriblast :
Sel besar ( 15-30 m)
Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halus
Nukleoli : 2-3 buah
Sitoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti
2. Prorubrisit :
Lebih kecil dari rubriblast
Inti: bulat, kromatin mulai kasar
Nukleoli (-)
Sitoplasma: biru, lebih pucat
3. Rubrisit :

Lebih kecil dari prorubrisit

Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin


dan menggumpal

Sitoplasma: pembentukan Hb (+)

Page 9

kasar

4. Metarubrisit :
Lebih kecil dari rubrisit
Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelap
Sitoplasma: merah kebiruan
5. Eritrosit polikromatik :
Masih ada sisa-sisa kromatin inti
Sitoplasmawarna violet / kemerahan / sedikit biru
Fase ini disetarakan dengan retikulosit
6. Eritrosit :
Ukuran 6-8 m
Sitoplasma kemerahan
Bagian tengah pucat, karena bentuk bikonkaf
Bentuk bulat, tepi rata
Morfologi eritrosit
Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter 7,8 m, dengan
ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 m dan .Normalnya bagian tengah eritrosit
tidak melebihi 1/3 diameternya, dan disebut eritrosit normokhromatik.
o Jika bagian tengah (pucat) melebar dan bagian pinggir eritrosit itu kurang
terwarna, sel ini disebut eritrosit hipokhromatik
o Jika bagian tengah (pucat) menyempit, sel ini disebut eritrosit
hiperkhromatik.

Bersifat elastis, sehingga mampu merubah bentuk untuk dapat masuk ke dalam
kapiler-kapiler yang memiliki diameter kecil.
Setiap eritrosit diliputi oleh membran plasma (lipoprotein)
Dibawahnya terdapat cystokel yang terdiri dari 2 lapisan :
o Jala granular vertikal
Page 10

o Filamentosa horisontal
Jala-jala terutama tersusun oleh protein kontraktil spektrin
o Memelihara bikonkaf
o Efisiensi pengaliran O2 dan CO2
Umur sel eritrosit 120 hari
Volume eritrosit adalah 90 - 95 m3.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2
juta/L dan pada wanita 4,2 -5,4 juta/L.
Variasi Kelainan dari Besar Eritrosit
1. Makrositosis
Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit > 8,5 mikron dengan tebal rata-rata 2,3
mikron. Ditemukan pada anemia megaloblastik, anemi pada kehamilan, anemi
karena malnutrition.
2. Mikrositosis
Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit < 7 mikron dengan tebal rata-rata 1,51,6 mikron. Ditemukan pada anemi defisiensi besi.
3. Anisositosis
Keadaan dimana ukuran besarnya eritrosit bervariasi, jadi terdapat makro, normo,
mikrosit, sedang bentuknya sama. Ditemukan pada anemi kronik yang berat.
Variasi Warna Eritrosit
1. Normokromia
Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin normal.
2. Hipokromia
Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin kurang dari normal.
3. Hiperkromia
Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin lebih dari normal.
4. Polikromasia
Keadaan beberapa warna pada eritrosit, misalnya: basofilik, asidofilik, ataupun
polikromatofilik.
Variasi Bentuk Eritrosit
1. Echnosit : Crenated Eritrosit , misalnya eritrosit pada media hipertonik.
Sferosit : Eritrosit dengan diameter < 6,5 mikron tetapi hiperkrom misalnya pada
sferositosis.
2. Leptosit : Misalnya pada hemoglobinopati Ca atau E.
3. Sel target : Bulls eyo cell ; misalnya pada thalassemia.
4. Ovalosit : Elliptosit, misalnya pada elliptositosis hereditaria.
5. Drepanosit : Sickle Cell, misalnya pada sickle cell anemi.

Page 11

6. Sehistocyte : Helmet Cell merupakan pecahan eritrosit, misalnya pada anemi


hemolitika.
7. Stomatosit : misalnya pada thalassemia dan anemi pada penyakit hati yang
menahun.
8. Tear drop cell : misalnya pada anemi megaloblastik.
9. Poikilositosis : keadaan dimana terdapat bermacam-macam bentuk eritrosit dalam
satu sediaan hapus, misalnya pada hemopoisis extramedularis. ( Dep Kes RI, 1989 )

LI.3 Memahami dan Menjelaskan Anemia


LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan definsi anemia
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.
Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya.
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam
evaluasi penderita anemia.
LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan klasifikasi anemia
Derajat anemia antara lain ditentukan oleh kadar hemoglobin. Derajat anemia perlu
disepakati sebagai dasar penatalaksanaan kasus anemia.
Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah :
Ringan Sekali
Ringan
Sedang
Berat

Hb 10 g/dl cut off point


Hb 8 g/dl Hb 9,9 g/dl
Hb 6 g/dl 7,9 g/dl
Hb < 6 g/dl

Klasifikasi anemia yang paling sering dipakai adalah :


1. Klasifikasi Morfologik
Berdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan
melihat indeks eritrosit. Dengan melihat morfologi anemia maka dapat diduga
penyebab anemia tersebut
A. Anemia Hipokromik Mikrositer ( MCV < 80 fl, MCH < 27 pg)
1.
Anemia Defisiensi Besi
2.
Thalassemia
3.
Anemia Akibat Penyakit kronik
4.
Anemia Sideroblastik
Page 12

B. Anemia Normokromik Normositer ( MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)


1.
Anemia Pasca perdarahan Akut
2.
Anemia Aplastik- Hipoplastik
3.
Anemia hemolitik - terutama bentuk yang didapat
4.
Anemia Akibat penyakit kronik
5.
Anemia Mieoplastik
6.
Anemia pada Gagal Ginjal Kronik
7.
Anemia pada mielofibrosis
8.
Anemia pada Sindrom mielodisplastik
9.
Anemia pada leukimia akut
C. Anemia Makrositer ( MCV > 95 fl)
1. Megaloblastik
1.
Anemia Defisiensi Folat
B 12
2.
Anemia Defisiensi Vitamin
2. Nonmegaloblastik
1.
Anemia pada penyakit hati kronik
2.
Anemia pada hipotiroid
3.
Anemia pada sindroma mielodisplastik.
LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan etiologi anemia
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit di sumsum
tulang (produksi eritrosit menurun), kehilangan eritrosit dari tubuh (perdarahan), proses
peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

Terdapat berbagai macam penyebab anemia, antara lain:


Pendarahan hebat yang mendadak (akut) karena kecelakaan, pembedahan,
persalinan, atau pecah pembuluh darah
Pendarahan kronik (menahun) karena pendarahan hidung, wasir (hemoroid), maag
(ulkus peptikum), kanker atau polip di saluran pencernaan, tumor ginjal atau kandung
kemih
Pendarahan menstruasi yang sangat banyak
Berkurangnya pembentukan sel darah merah karena kekurangan zat besi,
kekurangan vitamin B12, kekurangan asam folat, kekurangan vitamin C
Penyakit kronik yang mengakibatkan meningkatnya penghancuran sel darah merah,
pembesaran limpa, kerusakan mekanik pada sel darah merah
Kekurangan G6PD (suatu enzim yang berperan dalam proses pembentukan dan
perombakan sel darah merah dan pencegahan hemolisis pada eritrosit). Kelainan
enzim G6PD menyebabkan proses pembentukan dan perombakan sel darah merah menjadi
tidak normal dan mudah pecah (hemolitik).
Penyakit darah, seperti penyakit sel sabit (sel darah merah berbentuk bulan sabut
seperti huruf C) dan thalassemia.
Page 13

LO 3.4 Memahami dan Menjelaskan manifestasi klinis anemia

Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3
golongan besar, yaitu:
Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum
anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin
yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ
target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejalagejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai
berikut:

System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas,


angina pectoris dan gagaljantung

System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunangkunang, kelemahan otot, iritabel.

Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurun

Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis
dan halus
2

Gejala khas masing-masing anemia


Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis
Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue)
Anemia hemolitik : icterus dan hepatosplenomegali
Amemia aplastik : pendarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi

Gejala akibat penyakit dasar


Disebabkan karena penyakit yang mendasari anemia misalnya, anemia
defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang

LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan pemeriksaan laboratorium


Complete blood count (CBC)
CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran
eritrosit, dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan
trombosit, hitung jenis, dan retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan
pemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak automated blood counter,
didapatkan parameter RDW yang menggambarkan variasi ukuran sel.
Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi
Apusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah tidak
dapat dideteksi dengan automated blood counter.
Sel darah merah berinti (normoblas)

Page 14

Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat
ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell,
talasemia, anemia hemolitik lain) atau merupakan bagian dari gambaran
lekoeritroblastik pada penderita dengan bone marrow replacement. Pada penderita
tanpa kelainan hematologis sebelumnya, adanya normoblas dapat menunjukkan
adanya penyakit yang mengancam jiwa, seperti sepsis atau gagal jantung berat.
Hipersegmentasi neutrofi l
Hipersegmentasi neutrofi l merupakan abnormalitas yang ditandai dengan lebih dari
5% neutrofi l berlobus >5 dan/atau 1 atau lebih neutrofi l berlobus >6. Adanya
hipersegmentasi neutrofi l dengan gambaran makrositik berhubungan dengan
gangguan sintesis DNA (defi siensi vitamin B12 dan asam folat).

Hitung retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi
dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi,
atau reticulocyte production index. Produksi sel darah merah efektif merupakan
proses dinamik. Hitung retikulosit harus dibandingkan dengan jumlah yang
diproduksi pada penderita tanpa anemia. Rumus hitung retikulosit terkoreksi adalah:
Hitung retikulosit terkoreksi = % retikulosit penderita x hematocrit
45
Faktor lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya
pelepasan retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit
biasanya berada di darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan
menjadi sel darah merah. Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum
tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal ini terutama
terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan eritropoiesis. Perhitungan
hitung retikulosit dengan koreksi untuk retikulosit imatur disebut reticulocyte
production index (RPI).1
Hematokri Faktor
RPI = (%retikulosit x hematokrit penderita / 45)
Faktor koreksi
t penderita koreksi
Faktor koreksi dapat dilihat pada tabel 1.
(%)
40 45
1,0
35 39
1,5
Tabel 1 : Faktor koreksi hitung RPI
25 34
2,0
15 24
2,5
<15
3,0
RPI di bawah 2 merupakan indikasi adanya kegagalan sumsum tulang dalam
produksi sel darah merah atau anemia hipoproliferatif. RPA 3 atau lebih merupakan
indikasi adanya hiperproliferasi sumsum tulang atau respons yang adekuat terhadap
anemia.
Jumlah leukosit dan hitung jenis

Page 15

Adanya leukopenia pada penderita anemia dapat disebabkan supresi atau infiltrasi
sumsum tulang, hipersplenisme atau defisiensi B12 atau asam folat. Adanya
leukositosis dapat menunjukkan adanya infeksi, infl amasi atau keganasan
hematologi. Adanya kelainan tertentu pada hitung jenis dapat memberikan petunjuk
ke arah penyakit tertentu:
Peningkatan hitung neutrofi l absolut padainfeksi
Peningkatan hitung monosit absolut pada mielodisplasia
Peningkatan eosinofi l absolut pada infeksi tertentu
Penurunan nilai neutrofi l absolut setelahkemoterapi
Penurunan nilai limfosit absolut pada infeksi HIV atau pemberian kortikosteroid

Jumlah trombosit
Abnormalitas jumlah trombosit memberikan informasi penting untuk diagnostik.
Trombositopenia didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan
anemia, misalnya hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada sumsum tulang,
destruksi trombosit autoimun (idiopatik atau karena obat), sepsis, defi siens folat
atau B12. Peningkatan jumlah trombosit dapat ditemukan pada penyakit
mieloproliferatif, defisiensi Fe, infl amasi, infeksi atau keganasan. Perubahan
morfologi trombosit (trombosit raksasa, trombosit degranulasi) dapat ditemukan
pada penyakit mieloproliferatif atau mielodisplasia.
Pansitopenia
Pansitopenia merupakan kombinasi anemia, trombositopenia dan netropenia.
Pansitopenia berat dapat ditemukan pada anemia aplastik, defisiensi folat, vitamin
B12, atau keganasan hematologis (leukemia akut). Pansitopenia ringan dapat
ditemukan pada penderita dengan splenomegali dan splenic trapping sel-sel
hematologis. Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit secara serial dapat
membantu diagnostik. Contoh: Pada seorang penderita, Hb turun dari 15 g%
menjadi 10 g% dalam 7 hari. Bila disebabkan oleh ganguan produksi total (hitung
retikulosit = 0) dan bila destruksi sel darah merah berlangsung normal (1% per
hari), Hb akan turun 7% dalam 7 hari.
Penurunan Hb seharusnya 0,07 x 15 g% = 1,05 g%. Pada penderita ini, Hb turun
lebih banyak, yaitu 5 g%, sehingga dapat diasumsikan supresi sumsum tulang saja
bukan merupakan penyebab anemia dan menunjukkan adanya kehilangan darah atau
destruksi sel darah merah.
LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi
LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan definisi anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi
merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan
Page 16

besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi
hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1) Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila
kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah, lesu,
cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara
perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan
dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat.
2) Gejala khas akibat defisiensi besi
a. Koilonychia: kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
b. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
c. Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai
bercak berwarna pucat keputihan
d. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
e. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
3) Gejala penyakit dasar
Dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi
tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia,
parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami.
LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan etiologi anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:
1.

2.
3.

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:


a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
c. Saluran kemih: hematuria.
d. Saluran nafas: hemoptisis.
Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan
yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.
Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, dan kehamilan.
Page 17

4.

Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau
dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol
(coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).
LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan patofisiologi anemia defisiensi besi

Tahap pertama
Disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya
cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi
lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekurangan besi masih normal.
Tahap kedua
Dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis
didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi
transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TBIC) meningkat dan
free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
Tahap ketiga
Disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju
eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.
Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif.
Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

LO.4.4. Manifestasi Klinis


Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:
4) Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila
kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah, lesu,
cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi
besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali
sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang
penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat.
5) Gejala khas akibat defisiensi besi
f. Koilonychia: kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
g. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang

Page 18

h. Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai
bercak berwarna pucat keputihan
i. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
j. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
6) Gejala penyakit dasar
Dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi
tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia,
parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami.
LO.4.5. Pemeriksaan
A.

Pemeriksaan laboratorium Hematologik


1.

Tes penyaring
Dikerjakan pada tahap awal pada tiap kasus anemia. Dalam pemeriksaan ini dapat
dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologinya. Pemeriksaannya meliputi :
a.
Kadar Hb
b.
Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) . Dapat mengetahui Hb, WBC, RBC,
RDW
c.
Apusan darah tepi
2.
Pemeriksaan rutin
Untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Yang diperiksa
adalah :
a. Laju endap darah
b. Hitung deferensial
c. Hitung leukosit

B.

3.

Pemeriksaan sumsum tulang


Jika dalam kasusnya terdiagnosis definitive

4.

Periksaan atas indikasi khusus


Dikerjakan jika sudah mendapat diagnosis awal dan untuk mengkonfirmasi
kebeneran dari diagnosis. Pemeriksaannya tergantung dari penyakitnya
a. Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin dan feritin serum
b. Anemia megaloblastik : asam folat darah, vit B12
c. Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes Coombs, elektroforesis Hb

Pemeriksaan laboratorium non-hematologik


Faal ginjal
Faal endokrin
Asam urat
Faal hati
Page 19


C.

Biakan kuman

Pemeriksaan penunjang lain


Biopsi kelenjar dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
Radiologi : torak, bone survey, USG, skening, limfangiografi
Pemeriksaan sitogenik
Pemeriksaan biologi molekular (PCR dan FISH)
LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan diagnosis anemia defisiensi besi
Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara
laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai
kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :
a) Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: didapatkan anemia hipokromik
mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat.
MCV, MCHC dan MCH menurun. MCV < 70fl hanya didapatkan pada anemia
defisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width)
meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat
mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin
sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok
karena anemia timbul perlahan-lahan.
i. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mirkositer, anisositosis,
poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat
hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda
dengan thalassemia.
ii. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan
derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia
b) Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
c) Kadar serum feritin < 20 g /dl (ada yang memakai < 15 g /dl, ada juga <
12 g /dl). Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60
g /dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.
d) Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100 g /dl)
e) Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan normoblast
kecil-kecil (micronormoblast) dominan.
f) Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor transferin
meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan
thalassemia.

Page 20

g) Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan
cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif)
h) Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi:
antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses,
endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari
dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.
LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan tata laksana anemia defisiensi besi
1. Terapi Kausal : tergantung penyebabnya
Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh
kembali
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
a. Terapi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif,murah dan aman.
Preparat yang tersedia yaitu :
i.
Ferrous sulphat (sulfas ferosus) : preparat pilihan pertama ( murah dan efektif).
Dosis 3 x 200 mg
ii.
Ferrous gluconate,ferrous fumarat,ferrous lactate dan ferrous succinate, harga lebih
mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek
samping lebih banyak dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Efek
samping dapat berupa mual,muntah serta konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6
bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau
tidak,anemia sering kambuh kembali.
b. Terapi parenteral : Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan
harganya mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik
dibanding peroral.
Indikasi parenteral:
Tidak dapat mentoleransi Fe oral
Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe
oral.Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe
oral (colitis ulserativa).
Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal.
Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa
Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg
besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan :
Kebutuhan Besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3
Page 21

3. Terapi Transfusi
Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam
penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia
yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi.
Secara umum untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb.
LO Memahami dan Menjelaskan komplikasi anemia defisiensi besi
1. Kelainan jantung, seperti gagal jantung dan angina pektoris (angin duduk)
2. Edema akibat hipoproteinemia
3. Stroke
LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan pencegahan anemia defisiensi besi
1. Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama sumber hewani yang
mudah diserap. Juga perlu peningkatan konsumsi makanan yang mengandung
vitamin C dan A.
2. Pendidikan kesehatan, yaitu:
Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, dan perbaikan
lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki.
Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi
besi.
Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling
sering di daerah tropic.
3. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil
dan anak balita cara paling tepat untuk menanggulangi ADB di daerah yang
prevalensinya tinggi.
4. Fortifikasi bahan makanan dengan cara menambah masukan besi dengan
mencampurkan senyawa besi kedalam makanan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Freund, Mathias. 2002. Atlas Hematologi. Edisi 11. Jakarta:EGC.
Hoffbrand, A.V and Moss, P.A.H 2011. Kapita Selekta Hematologi . Edisi 6. Jakarta:EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.
http://elhooda.awardspace.info
Page 22

http://elib.fk.uwks.ac.id

Page 23

Anda mungkin juga menyukai