Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL PROYEK ANATOMI FISIOLOGI HEWAN (BI-2103)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN B12 TERHADAP


JUMLAH ERITROSIT MENCIT (MUS MUSCULUS)
Disusun oleh:
Kelompok 4
Satria Abi Dileyon
Winda Nazirah Sulistia
M. Aslam Fadritama
Carolin
Mutiah Nurul Jihadah

10614006
10614022
10614024
10614036
10614055

Asisten:
Rahayu Jatiningsih
10612014

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH DAN ILMU TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hematologi dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran mengenai sel
darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang berhubungan dengan sel
serta organ pembentuk darah. (Pherson, 2004). Pemeriksaan hematologi
merupakan sekelompok pemeriksaan laboratorium yang terdiri atas
beberapa macam pemeriksaan. Pemeriksaan darah ini, dapat dibagi menjadi
dua jenis, yaitu yang dapat dilakukan secara rutin dan yang khusus
(Syamsul, 1987).
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin, jumlah lekosit, hitung
jenis lekosit, Laju Endap Darah (LED) (Syamsul, 1987). Pemeriksaan darah
khusus meliputi gambaran darah tepi, jumlah eritrosit, hematokrit, indeks
eritrosit, jumlah retikulosit dan jumlah trombosit. Pemeriksaan hematokrit
merupakan salah satu pemeriksaan darah khusus yang sering dikerjakan di
laboratorium berguna untuk membantu diagnosa berbagai penyakit
diantaranya Demam Berdarah Dengue (DBD), anemia, polisitemia.
1.2. Tujuan
Penelitian kecil ini bertujuan untuk:
1. Menentukan pengaruh Vitamin B12 terhadap eritrosit mencit.
2. Menentukan konsentrasi vitamin B12 yang optimal meningkatkan
jumlah eritrosit
1.3. Hipotesis
Pemberian Vitamin B12 dapat meningkatkan kadar eritrosit pada darah.
Peningkatan kadar eritrosit tersebut disebabkan karena Vitamin B12 dapat
mendorong pembentukan Eritrosit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komponen pengukuran parameter hematologi
Hematologi merupakan spesialisasi medis yang berkenaan dengan
studi mengenai darah, jaringan yang menghasilkan darah, kelainan,
penyakit, dan gangguan yang berkaitan dengan darah. Sel dan plasma
darah mempunyai peran fisiologis yang sangan penting dalam
diagnosis, prognosis dan terapi suatu penyakit. Pengukuran hematologi
hewan meliputi pengukuran kadar hemoglobin, penghitungan total
eritrosit, penghitungan total leukosit dan dan pengukuran hematokrit.
Darah dapat digunakan sebagai petunjuk keparahan suatu penyakit yaitu
dengan pemeriksaan hematologi. Susunan darah atau pemeriksaan
hematologi merupakan faktor penting dalam diagnosis, prognosis dan
terapi suatu penyakit. Hematologi merupakan disiplin ilmu yang
mempelajari komponen sel darah serta kelainan fungsional dari sel
tersebut, selain itu juga mempelajari volume darah, sifat aliran darah
dan hubungan fisik antara sel-sel darah dan plasma (Yuwono, 2001).
Haemoglobin merupakan senyawa organik yang kompleks terdiri
atas 4 pigmen porfirin merah yang mengandung atom Fe dan globulin
yang merupakan protein globuler ( terdiri atas asam 4 amino).
Haemoglobin yang mengikat oksigen disebut oksihaemoglobin. Kadar
hemoglobin bervariasi dengan jumlah sel darah merah yang ada. Secara
fisiologis, hemoglobin sangat penting untuk kehidupan hewan dan
sangat menentukan kemampuan kapasitas pengikatan oksigen oleh
darah (Evans, 1988).Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat
terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Difusi juga
dapat terjadi karena pergolakan massa air akibat adanya gelombang
atau ombak dan air terjun. Namun difusi oksigen dari atmosfer ke
perairan berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa
air oleh karena itu, sumber utama oksigen di perairan adalah
fotosintesis (Effendi, 2003).

2.2 Komponen-komponen pada Darah


Tiga jenis sel darah utama adalah sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (leukosit), dan trombosit. Cairan plasma membentuk 45
sampai 60% dari volume darah total, sel darah merah (SDM)
menempati sebagian besar volume sisanya. Proporsi sel dan plasma
diatur dan dijaga dengan relative konstan (Pherson, 2004).
Darah memiliki komponen-komponen penyusun, yaitu: elemen
seluler dan plasma darah. Elemen seluler berupa eritorsit, leukosit, dan
tombosit. Tiap jenis darah memiliki jenis dan fungsinya masing-masing.
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria
dewasa adalah lima juta/l darah sedangkan pada wanita empat juta/l
darah. Berbentuk bikonkaf, warna merah disebabkan oleh adanya
Hemoglobin. Dihasilkan oleh limpa, hati dan sum-sum tulang pada
tulang pipih. Berusia sekitar 120 hari, sel yang telah tua dihancurkan di
hati dan dirombak menjadi pigmen bilirubin (Pigmen empedu). Fungsi
primernya adalah mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2
dari jaringan ke paru-paru. Morfologi Mikroskopis Eritrosit dengan
Pembesaran objektif 100 kali (Jain, 1993).
Leukost memiliki jumlah sel pada orang dewasa 6000-9000 sel/l
darah. Diproduksi di sum-sum tulang, limpa dan kelenjar limfe.
Leukosit terdiri dari 2 jenis, yaitu granulosit dan agranulosit.
Granulosit merupakan leukosit yang di dalam sitoplasmanya
memiliki granula. Granulosit dibagi menjadi 3, yaitu: Eosinofil yang
mengandung granula berwarna merah dan berperan pada reaksi alergi
(terutama infeksi cacing); Basofil yang mengandung granula berwarna
biru dan berperan pada reaksi alergi; Netrofil (Batang dan Segmen)
yang disebut juga sel Poly Morpho Nuclear dan berfungsi sebagai
fagosit (Frandson, 1986).
Agranulosit merupakan lekosit yang sitoplasmanya tidak memiliki
granula. Agranulosit dibagi menjadi beberapa jenis, dilihat dari:
Limfosit (berfungsi sebagai sel kekebalan tubuh), ada 2 jenis, yaitu :
Limfosit T: Berperan sebagai imunitas seluler; dan Limfosit B :

Berperan sebagai imunitas humoral (Frandson, 1986). Monosit yaitu


Lekosit dengan ukuran paling besar Fungsi leukosit ada dua, yaitu:
Fungsi defensif yaitu fungsi untuk mempertahankan tubuh terhadap
benda-benda asing termasuk mikroorganisme penyebab infeksi. Fungsi
reparatif yaitu fungsi yang memperbaiki / mencegah terjadinya
kerusakan terutama kerusakan vaskuler / pembuluh darah. (Frandson,
1986).
Trombosit memiliki jumlah pada orang dewasa 200.000-500.000
sel/l darah. Bentuknya tidak teratur dan tidak mempunyai inti.
Diproduksi pada sum-sum tulang dan berperan dalam proses
pembekuan darah (Pearce, 1989).
2.3 Penyakit atau gangguan pada darah yang menyangkut dengan
parameter yang terukur
Ada beberapa jenis penyakit yang dapat di lihat melalui
hematologi. Anemia, merupakan penyakit kurang darah, disebabkan
kandungan Hb rendah, berkurangnya sel darah merah, atau menurunnya
volume darah dari ukuran normal. Leukemia (kanker darah), merupakan
penyakit yang disebabkan bertambahnya leukosit yang tidak terkendali
akibat kanker jaringan penghasil sel-sel darah putih (Martini, 2012).
2.4 Fungsi dari vitamin B
Vitamin termasuk ke dalam mikronutrien yang diperlukan dalam
tubuh. Dengan kata lain vitamin memang tidak diperlukan dalam
jumlah yang banyak sebagaimana zat-zat makronutrien, namun fungsi
vitamin cukup vital untuk mengaktivasi fungsi-fungsi tubuh. Total
jumlah vitamin yang diperlukan oleh tubuh ada 13 vitamin, dimana 8 di
antaranya masuk ke dalam grup vitamin Batau B-kompleks.
Kedelapan anggota vitamin B-kompleks tersebut larut dalam air.
Meski demikian vitamin B-kompleks juga sangat rentan rusak dan
hancur, terutama oleh alkohol dan sumber makanan yang telah diolah
melalui proses pemasakan. Berikut data mengenai masing-masing
vitamin B (Ganong,1998).
1. Tiamin (B1)

Vitamin B1 bermanfaat untuk mengubah glukosa menjadi energidan


berkontribusi dalam fungsi syaraf. Vitamin B1 dapat ditemukan pada
seluruh jenis biji-biji sereal, gandum, nasi, kacang, polong, makanan laut
seperti kepiting, kerang dan udang. Dosis yang dibutuhkan bagi pria
adalah 1,2 mg dan wanita 1,1 mg. Kekurangan tiamin dapat
mempengaruhi fungsi kardiovaskular, otot, usus, serta degenerasi fungsi
sistem syaraf yang ditandai dengan munculnya gejala mudah bingung,
mudah marah, koordinasi lengan dan kaki yang buruk, mudah lesu dan
lelah.
2. Riboflavin (B2)
Manfaat vitamin B2 ialah untuk membantu proses metabolisme energi
yang baik untuk membantu kesehatan penglihatan serta kulit. Riboflavin
dapat ditemukan pada susu, yogurt, keju, roti dan sereal gandum, putih
telur, sayur-sayuran hijau, daging, serta ragi. Dosis yang dibutuhkan pria
adalah 16 mg dan wanita 14 mg.
Kekurangan riboflavin atau yang sering disebut pula dengan
ariboflavinosis biasanya muncul bersama dengan kekurangan vitamin B
lainnya. Gejala yang dapat dilihat dari kekurangan vitamin B2 ini ialah
peradangan lidahtermasuk pecah-pecah dan kemerahan pada lidah dan
sudut bibir, rasa geisah, peradangan pada kelopak mata sehingga mata
sensitif terhadap cahaya dan kornea berwarna merah, rambut rontok serta
kulit kasar.
3. Niasin (B3)
Vitamin B3 sangat baik untuk membantuk mengubah karbohidrat,
lemak dan alkohol ke dalam bentuk energi. Selain itu niasin juga baik untuk
menunjang kesehatan kulit serta sistem pencernaan dan syaraf. Meski
manfaat vitamin B satu ini sangat penting, namun apabila dikonsumsi
berlebihan niasin justru akan memberi dampak seperti obat pada sistem
syaraf dan gula darah dimana efek samping yang ditimbulkan ialah gatal,
kemerah-merahan, nausea, serta berpotensi menimbulkan kerusakan hati.
Niasin dapat ditemukan pada daging merah, ikan, daging unggas, susu,
telur, sereal dan roti gandum, kacang-kacangan, jamur serta seluruh

makanan yang mengandung protein. Dosis yang dibutuhkan pria 16 mg dan


wanita 14 mg.
Dampak dari kekurangan niasin ialah resiko terkenan pellagra yang
berkaitan langsung dengan masalah pencernaan. Dampak-dampak tersebut
cukup parah karena dapat menimbulkan dementia, diare dan dermatitis.
Selain itu kekurangan niasin dapat dilihat gejala-gejalanya seperti
pembengkakakn lidah, mudah emosi, hilang nafsu makan, kebingungan,
lemah dan mudah pusing. Apabila tidak cepat didiagnosa dan ditangani,
tidak dipungkiri apabila penyakit ini dapat berdampak langsung terhadap
kematian.
4. Pantothenic acid (B5)
Vitamin B5 bermanfaat untuk membantu proses metabolisme
karbohidrat, protein, lemak dan alkohol. Selain itu vitamin B5 juga memiliki
fungsi untuk memproduksi sel darah merah dan hormon steroid. Vitamin B5
dapat mudah ditemui di berbagai jenis makanan, meski demikian sumber
yang paling baik mengandung vitamin B5 ialah daging, susu, telur, ragi,
kacang, sarden, alpukat dan semangka. Dosis yang dibutuhkan per-hari bagi
pria 6 mg dan wanita 4 mg.
Meski sangat jarang ditemui kasus kekurangan pantothenic acid, namun
bukan berarti kekurangan dari vitamin B jenis ini tidak memiliki dampak
buruk bagi tubuh. Hal ini karena kekurangan vitamin B5 dapat berdampak
langsung pada kurangnya nafsu makan, kelelahan dan insomnia, konstipasi
serta menimbulkan stres pada usus yang dapat menyebabkan rasa mual dan
ingin muntah.
5. Biotin (B7)
Vitamin B7 bermanfaat membantu metabolisme energi dan asam amino
serta sintesa lemak dan glikogen dalam tubuh. Meski fungsinya sangat
esensial bagi tubuh, namun biotin tidak perlu dikonsumsi berlebihan pula
karena dapat berpengaruh pada naiknya kolestorel dalam darah.
Sumber-sumber makanan yang mengandung banyak bioting ialah
kembang kol, kuning telur, kacang, ayam, ikan salmon, pisang, ragi dan

jamur. Dosis yang dibutuhkan per-hari bagi pria adalh 30 mkg; wanita 25
mkg; wanita menyusui 35 mkg; wanita hamil 30 mkg.
Sebagaimana vitamin B5, jarang pula ditemui kasus kekurangan
vitamin B7. Namun apabila mengkonsumsi terlalu banyak putih telur,
kemungkinan kekurangan vitamin B7 semakin membesar karena protein
dalam putih telur menghambat penyerapan biotin dalam tubuh. Jika
demikian akan muncul gejala-gejala seperti kulit kusam dan kering, rambut
rontok, lidah pecah-pecah, depresi, halusinasi, hilang nafsu makan, serta
lesu dan lemas.
6. Piridoksin (B6)
Vitamin B6 berfungsi untuk proses metabolisme protein dan
karbohidrat, pembentukan sel darah merah dan beberapa zat kimia penting
pada otak. Dengan demikian tidak hanya mempengaruhi kinerja otak,
piridoksin juga mempengaruhi fungsi imunitas dan aktivitas hormon steroid.
Meski demikian jangan mengkonsumsi vitamin B6 lebih dari 50 mg per-hari
karena dapat menimbulkan efek mati rasa pada tangan dan kaki, bahkan
apabila fatal akan berdampak langsung terhadap kerusakan syaraf.
Asupan vitamin B6 dapat diperoleh dari biji-biji sereal, sayur-sayuran
hijau dan buah-buahan ungu, daging unggas, daging sapi, dan ikan. Dosis
yang dibutuhkan per-hari bagi pria adalah 1,3 mg; wanita 1,3 mg.
Dampak-dampak yang dapat ditimbulkan dari kekurangan vitamin B6
yang mungkin muncul akibat menstruasi atau konsumsi alkohol berlebih
ialah insomnia, anemia, depredi, lidah halus, pecah-pecah di sudut bibir,
mudah marah, serta linu otot.

Asam Folat (B9)


Vitamin B9 bermanfaat untuk membantu pembentukan sel darah merah,
mencegah kerusakan pada syaraf janin serta mengembangkan sistem syaraf,
perkembangan sel dan sintesa DNA pada bayi dalam kandungan. Asam folat
dapat ditemukan pada sayuran berdaun hijau, kacang polong, biji-bijian,
daging unggas, telur, sereal dan buah-buahan sitrus. Dosis yang dibutuhkan
pria dan wanita 400 mkg; ibu hamil 600 mkg, ibu menyusui 500 mkg.

Kekurangan asam folat dapat berdampak langsung pada munculnya


gejala anemia, kekurangan berat badan, kelelahan, serta pada masa
kehamilan dapat meningkatkan resiko kerusakan syaraf pada bayi di
kandungan.
7. Kobalamin (B12)
Vitamin B12 bermanfaat untuk memproduksi dan menunjang sel mielin
yang meyelubungi sel-sel saraf, kemampuan mental, pembentukan sel darah
merah dan pemecah asam lemak dan amino untuk menghasilkan energi.
Daging sapi, ikan, hati, telur, susu, kedelai dan rumput laut merupakan
contoh makanan yang mengandung kobalamin. Dosis yang dibutuhkan pria
dan wanita adalah 2,4 mkg.
Pada dasarnya kekurangan vitamin B12 lebih banyak dialami oleh
orang yang sudah lanjut usia, bayi menyusui serta ibu-ibu yang vegetarian.
Gejala yang ditimbulkan antaranya ialah rasa lelah dan lesu, kurang nafsu
makan dan berat badan turun, apatis dan depresi, lidah halus, anemia serta
degenerasi pada perkembangan sel saraf tepi. Hal ini disebabkan karena
vitamin

B12

merupakan

ko-substrat

pembentukan

neurotransmiter

(Biemans, 2014).

2.5 Proses pembentukan darah


Proses pembentukan eritrosit yang disebut sebagai eritropoiesis
merupakan proses yang diregulasi ketat melalui kendali umpan balik.
Pembentukan eritrosit dihambat oleh kadar hemoglobin diatas normal
dan dirangsang oleh keadaan anemia dan hipoksia. Eritropoiesis pada
masa awal janin terjadi dalam yolk sac, pada bulan kedua kehamilan
eritropoiesis berpindah ke liverdan saat bayi lahir eritropoiesis di liver
berhenti dan pusat pembentukan eritrosit berpindah ke sumsum tulang
(Williams, 2007). Pada masa anak-anak danremaja semua sumsum
tulang terlibat dalam hematopoiesis, namun pada usia dewasa hanya
tulang-tulang tertentu seperti tulang panggul, sternum, vertebra, costa,
ujung proksimal femur dan beberapa tulang lain yang terlibat

eritropoiesis. Bahkan pada tulang-tulang seperti disebut diatas beberapa


bagiannya terdiri dari jaringan adiposit. Pada periode stress
hematopoietik tubuh dapat melakukan reaktivasi pada limpa, hepar dan
sumsum berisi lemak untuk memproduksi sel darah, keadaan ini disebut
sebagai hematopoiesis ekstramedular (Munker, 2006).
Proses eritropoiesis diatur oleh glikoprotein bernama eritropoietin
yang diproduksi ginjal (85%) dan hati (15%). Pada janin dan neonatus
pembentukan eritropoietin berpusat pada hati sebelum diambil alih oleh
ginjal (Ganong, 1999). Eritropoietin bersirkulasi di darah dan
menunjukkan peningkatan menetap pada penderita anemia, regulasi
kadar eritropoietin ini berhubungan eksklusif dengan keadaan hipoksia.
Sistem regulasi ini berkaitan erat dengan faktor transkripsi yang dinama
i hypoxia induced factor-1 (HIF-1) yang berkaitan dengan proses
aktivasi transkripsi gen eritropoeitin. HIF-1 termasuk dalam sistem
detektor kadar oksigen yang tersebar luas di tubuh dengan efek relatif
luas (cth: vasculogenesis, meningkatkan reuptake glukosa, dll), namun
perannya dalam regulasi eritropoiesis hanya ditemui pada ginjal dan
hati (Williams, 2007). Eritropoeitin ini dibentuk oleh sel-sel endotel
peritubulus di korteks ginjal, sedangkan pada hati hormon ini
diproduksi sel Kupffer dan hepatosit. Selain keadaan hipoksia beberapa
zat yang dapat merangsang eritropoiesis adalah garam-garam kobalt,
androgen, adenosin dan katekolamin melalui sistem -adrenergik.
Namun

perangsangannya

relatif

singkat

dan

tidak

signifikan

dibandingkan keadaan hipoksia (Harper,2003).


Eritropoietin yang meningkat dalam darah akan mengikuti sirkulasi
sampai bertemu dengan reseptornya pada sel hematopoietik yaitu sel
bakal/stem cell beserta turunannya dalam jalur eritropoiesis. Ikatan
eritropoietin dengan reseptornya ini menimbulkan beberapa efek
seperti:
1. Stimulasi pembelahan sel eritroid (prekursor eritrosit).
2. Memicu ekspresi protein spesifik eritroid yang
menginduksi diferensiasi sel-sel eritroid.
3. Menghambat apoptosis sel progenitor eritroid.

akan

Eritropoietin bersama-sama dengan stem cell factor, interleukin-3,


interleukin-11, granulocyte-macrophage colony stimulating factor dan
trombopoietin akan mempercepat proses maturasi stem celleritroid
menjadi eritrosit (Hoffman,2005). Secara umum proses pematangan
eritosit dijabarkan sebagai berikut :
Stem cell: eritrosit berasal dari sel induk pluripoten yang dapat
memperbaharui diri dan berdiferensiasi menjadi limfosit,

granulosit, monosit dan megakariosit (bakal platelet).


BFU-E
:
burst-forming
uni-eritroid,
merupakan
prekursorimatur eritroid yang lebih fleksibel dalam ekspresi
genetiknya menjadi eritrosit dewasa maupun fetus. Sensitivitas

terhadap eritropoeitin masih relatif rendah.


CFU-E : colony-forming unit eritroid, merupakan prekursor
eritroid yang lebih matur dan lebih terfiksasi pada salah satu

jenis eritrosit (bergantung pada subunit hemoglobinnya.


Proeritroblast, eritroblast dan normoblast : progenitor eritrosit
ini secara morfologis lebih mudah dibedakan dibanding sel
prekursornya, masih memiliki inti, bertambah banyak melalui
pembelahan sel dan ukurannya mengecil secara progresif
seiring dengan penambahan hemoglobin dalam sel tersebut.
Retikulosit : eritrosit imatur yang masih memiliki sedikit
sisa nukleus dalam bentuk poliribosom yang aktif
mentranslasi mRNA, komponen membran sisa dari sel
prekursornya, dan hanya sebagian enzim, protein serta
fosfolipid yang diperlukan sel selama masa hidupnya.
Selelah proses enukleasi, retikulosit akan memasuki
sirkulasi dan menghabiskan sebagian waktu dalam 24 jam
pertamanya di limpa untuk mengalami proses maturasi
dimana terjadi remodeling membran, penghilangan sisa
nukleus, dan penambahan serta pengurangan protein, enzim,
dan fosfolipid. Setelah proses ini barulah eritrosit mencapai

ukuran dan fungsi optimalnya dan menjadi matur (Munker,


2006).
Hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin yang
membentuk struktur tetramer. Sintesis globin terjadi seperti protein
pada umumnya, mRNA dari intisel akan ditranslasi ribosom untuk
merakit rantai asam amino untuk membentuk globin. Di sisi lain
proses pembentukan heme relatif lebih kompleks, bahan dasar heme
adalah asam amino glisin dan suksinil-KoA, hasil dari siklus asam
sitrat. Pada awalnya proses ini terjadi di dalam mitokondria,
kemudian setelah terbentuk -aminolevulinat (ALA) reaksi terjadi di
sitoplasma sampai terbentuk coproporhyrinogen III, kemudian
substrat

akan

menyelesaikan

masuk

kembali

serangkaian

kedalam

reaksi

mitokondria

pembentukan

heme

untuk
yaitu

penambahan besi ferro ke cincin protoporphyrin. (Harper, 2003).


Sintesis heme terjadi hampir pada semua sel mamalia dengan
pengecualian eritrosit matur yang tidak memiliki mitokondria,
namun hampir 85% heme dihasilkan oleh sel prekursor eritroid pada
sumsum tulang dan hepatosit. Regulasi sintesis heme terjadi melalui
mekanisme umpan balik oleh enzim -aminolevulinat sintase
(ALAS), ALAS tipe 1 ditemukan pada hati sedangkan ALAS tipe 2
ditemukan pada sel eritroid. Heme tampaknya bekerja melalui
molekul aporepresor bekerja sebagai regulator negatif terhadap
sintesis ALAS1, pada percobaan tampak bahwa sintesis ALAS1
tinggi saat kadar heme rendah dan hampir tidak terjadi saat kadar
heme tinggi. Selain sintesis hemoglobin, heme juga dibutuhkan
enzim hati sitokrom P450 untuk memetabolisme zat lain, keadaan ini
dapat meningkatkan kerja ALAS1 (Harper, 2003).

BAB III
METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian


Pada percobaan digunakan sembilan mencit betina dengan umur 712 bulan, berat badan 20-30 gram, dan tidak memiliki abnormalitas.
Mencit yang digunakan diperoleh dari laboratorium Biologi, Sekolah Ilmu
dan Teknologi Hayati (SITH) ITB. Sembilan mencit yang digunakan
dibagi ke dalam tige kelompok. Kelompok 1 merupakan kelompok kontrol
yang didedahkan NaCL 0,9% melalui metode injeksi intramuscular (IM).
Kelompok 2 merupakan kelompok mencit yang diberikan vitamin B12
dengan konsentrasi 3,5 mM, dan kelompok 3 diberikan vitamin b12
dengan konsentrasi maksimal, yaitu 7 mM. Seluruh mencit didedahkan

selama 7 hari. Mencit diambil darahnya melalui sinus orbital setelah


pendedahan untuk dihitung jumlah eritrositnya.
Mencit
didedahkan dengan

Vitamin B12 (7mM)


selama 7 hari

Vitamin B12
(3,5mM) selama 7
hari

NaCl 0,9% selama 7


hari

Diambil darahnya
Dihitung jumlah eritrosit

Gambar 3.1 Skema Desain Penelitian

3.2 Cara Kerja


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian kecil ini adalah
sebagai berikut.
Tabel 3.1 Alat dan Bahan

Alat
Set hemacytometer (kaca
hemacytometer, coverglass, pipet

khusus eritrosit)
Pipet tetes
Mortar dan alu
Vial darah
Kandang metabolisme satu set

Bahan
Mencit (9 ekor)
Vitamin B12 tablet
Larutan Hayem
Alkohol 70%
Kapas
Syringe dan jarum suntik
Pipa kapiler
Larutan NaCl 0,9%
Pakan dan minum mencit
Tisu

Cara kerja yang dilakukan dalam penelitian kecil ini adalah sebagai
berikut.

3.2.1

Pembuatan cairan B12


Dibuat dua larutan vitamin B12 dengan konsentrasi 3,5 mM
dam 7 mM. Digerus vitamin B12 sebanyak 1,9 gram dan dilarutkan
dalam larutan NaCl 20mL untuk mendapatkan larutan vitamin B12
dengan konsentrasi 7 mM. Digerus vitamin B12 sebanyak 0,95 gram
dan dilarutkan dalam larutan NaCl 20mL untuk mendapatkan larutan

3.2.2

vitamin B12 dengan konsentrasi 3,5 mM.


Pendedahan
Cairan B12 yang telah dibuat dimasukkan ke dalam jarum suntik
sebanyak 0,05 mL, dihindari adanya gelembung. Diusapkan alkohol
70%

pada daerah kaki dengan kapas, lalu diinjeksi. Disterilkan

kembali wilayah bekas injeksi dan dimasukkan mencit ke dalam


kandang metabolisme.
Pendedahan dilakukan selama seminggu setiap hari. Mencit
dipelihara dalam kandang metabolisme dan diberi pakan normal serta
3.2.3

minum air putih ad libitum.


Pengukuran parameter histologi mencit
Setelah mencit didedahkan, dilakukan pengambilan darah pada
sinus orbital. Ditusuk vena sinus orbital menggunakan pipa kapiler,
lalu ditampung darah pada vial. Dicampurkan setetes darah dengan
larutan Hayem menggunakan pipet khusus eritrosit, lalu diteteskan
pada kaca kaca hemacytometer dan dihitung sel darah merahnya.

3.3 Jadwal Kegiatan


Jadwal kegiatan penelitian kecil ini adalah sebagai berikut:
No

Nama Kegiatan

Hari ke1

1.

Pembelian bahan

2.

Persiapan larutan

3.

Pemeliharaan mencit

4.

Pemberian perlakuan

5.
6.
7.

Perhitungan eritrosit
Pengolahan data
Pembuatan laporan

10

11

12

BAB IV
RANCANGAN ANGGARAN BIAYA

Anggaran biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian kecil ini


adalah sebagai berikut:
No
.
1.

Nama Barang

Kebutuhan

Jumlah

Harga

Satuan

Harga Total

Mencit

Objek

Rp. 9.000,-

ekor

Rp. 81.000,-

Vitamin B12

penelitiian
Bahan

Rp. 6.000,-

kotak

Rp. 6.000,-

3.

Larutan NaCl

penguji
Bahan

Rp.

botol

Rp. 15.000,-

4.

0,9%
Kapas

penguji
Alat

15.000,Rp. 9.000,-

bungkus

Rp. 9.000,-

5.

Syringe dan

sterilisasi
Alat injeksi

63

Rp. 1.000,-

buah

Rp. 63.000,-

6.

jarum suntik
Tissue Roll

Kebersihan

Rp. 3000,-

buah

Rp. 6.000,-

Alkohol 70%

praktikum
Alat

Rp.

botol

Rp. 16.000,-

2.

7.

sterilisasi

16.000,Total

Rp. 196.000,-

DAFTAR PUSTAKA
Alamanda, et., al. 2006. Metode Hematologi dan Endoparasit Darah untuk
Penetapan Kesehatan Ikan Lele Dumbo Clarias gariepinus di Kolam
Budidaya Desa Mangkubumen Boyolali.Biodiversitas 8 (1) : 34-38.
Bakri, Syamsul. 1987.Practical Hematologi . Penerbit ELBS.
Biemans, E.; Hart, H.E.; Rutten, G.E.; Renteria, V.G.C.; Kooijman-Buiting, A.M.;
Beulens, J.W. (2014). "Cobalamin status has a relationship with depression,
cognition and neuropathy in patients with Type 2 diabetes mellitus using
metformin". Acta diabetologica: 111.
Burner dan Suddart. 1996.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi 8 .
EGC Jakarta.
Chernecky CC & Berger BJ. 2008. Laboratory Tests and Diagnostic Procedures
5th edition. Saunders-Elsevier.
Dukes, H. H. 1995. The Phisiology of Domestic Animals.Constock Publishing
Associates, New York.
Estetika I. A, Soesanti S. H, Budiharjo A. 2006. Penggunaan Metode Hematologi
dan Pengamatan Endoparasit Darah untuk Penetapan Kesehatan Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus) di Kolam Budidaya Desa Mangkubumen
Boyolali . FMIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Evans, P. H. 1988. The Physiology of Fishes 2nd Edition. CRC Press, USA.

Fabricant, D.S and N.R. Farnsworth. 2001.The value of plantsused in traditional


medicine for drug discovery . Environ. Health. Perspect 109(1):69-75.

Frandson, R. D. 1986. Anatomy and physiology of Farm Animals. Lea and


Febiger: Philadelphia.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Ganong,W.F. 1998. Buku Fisiologi Kedokteran edisi 17. Jakarta: EGC
Hadikastowo, H. 1982. Zoologi Umum. Penerbit Alumni, Bandung.
Hoffbrand, A. V dan J. E. Pettit. 1987.Haematologi . Penerbit EGC, Jakarta.
Hugo et al,. 2005. Analysis of blood coagulation in mice: pre-analytical conditions
and evaluation of a home-made assay for thrombin-antithrombin complexes.
Thrombosis Journal 2005, 3:12.
Legler, et al., 1997. The Study of Fishes.The University of Michigan Ann Arbor.
Michigan.
Mediawati, Dina, dkk. 2009. FISIOLOGI DARAH KATAK DAN MANUSIA.
Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta: Jakarta
Oslon, C. 1973. Aulan Hematology in Riester HE and LH Schwarte. The Lowa
State University Press. USA.
Safitri, Dewi. Sugito. Sumarti. 2013.Program Studi Pendidikan Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Vol 7: Banda Aceh
Situmorang, Manihar. 2010.Bahan Kuliah Pengelolaan Laboratorium. PPS
Unimed: Medan.
Martini, fredrrich . 2012 . Fundamental of Anatomy and Physiology ninth edition.
Pearson: San Fransico
Mc Pherson, A. R., & Sacher, A. R. 2004.Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Ville et al,. C A, Walker, W. F., Jr, and Barnes, R. D. 1988. Zoologi Umum.
Penerbit Erlangga, Jakarta.

Wahjuningrum, D., N. Ashry, dan S. Nuryati. 2008.Pemanfaatan ekstrak daun


ketapang (Terminalia cattapa) untuk pencegahan dan pengobatan ikan patin
(Pangasionodon hypophthalmus) yang terinfeksi Aeromonas hydrophila.
Jurnal Akuakultur Indonesia 7(1):7994.
Williams, Bryan. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Erlangga
Yuwono E. 2001. Fisiologi Hewan Air. CV Sagung Seto: Jakarta.
Zarianis. 2006.Efek Suplementasi Besi-Vitamin C dan Vitamin C Terhadap Kadar
Hemoglobin Anak Sekolah Dasar Yang Anemia Di Kecamatan Sayung
Kabupaten Demak . Tesis Program Magister Gizi Masyarakat Universitas
Diponegoro. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/15967/1/Zarianis.pdf .
Diakses pada tanggal 3 Maret 2012

Anda mungkin juga menyukai