Anda di halaman 1dari 3

Metamorfosis Pendidikan Indonesia demi Terwujudnya Kolaborasi Global

Pendidikan merupakan kata yang jamak terdengar dalam kehidupan. Sering sekali
pada zaman ini pendidikan menjadi bahan obral yang disebarkan kepada masyarakat.
Beragam brosur, spanduk di jalan raya, maupun iklan di televisi saling beradu menonjolkan
pendidikan sebagai nilai jual utama. Pendidikan telah menjadi kebutuhan fundamental yang
sebisa mungkin harus terpenuhi dengan kualitas terbaik. Prespektif mengenai pendidikan ini
telah melekat pada masyarakat.
Apakah cara pandang itu sudah tepat? Sejatinya, makna pendidikan tidak hanya
terbatas dalam perkara formal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan
merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara,
perbuatan mendidik. Pendidikan akan selalu melekat dalam perjalanan hidup setiap manusia.
Setiap orang berhak untuk selalu mendewasakan dirinya melalui beragam proses dan cara.
Lantas, bagaimana dengan kondisi pendidikan di Indonesia? Berdasarkan data dari
organisasi kerjasama dan pembangunan Eropa OECD, Indonesia menempati posisi nomor 69
dari 76 negara. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat posisi Indonesia menempati posisi
ke delapan dari bawah. Perbandingan tersebut juga mencerminkan korelasi antara pendidikan
dan pertumbuhan ekonomi. Dapat disimpulkan bahwa kondisi pendidikan di Indonesia belum
memiliki kualitas yang baik untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.
Di balik data peringkat yang telah dikeluarkan oleh OECD, tersembunyi beragam
problematika pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Problematika itu meliputi
tidak meratanya kualitas pendidikan, pelanggaran integritas akademik, hingga rendahnya
daya saing global. Permasalahan dasar tersebut menumbuhkan cabang-cabang permasalahan
lain yang melilit sistem pendidikan di Indonesia hingga menyerupai benang kusut.
Kualitas pendidikan yang tidak merata membuat perkembangan pendidikan di
Indonesia tidak berjalan dengan optimal. Dewasa ini, mudah sekali untuk menemukan
sekolah berkualitas internasional di kota-kota besar. Akses untuk mendapatkan informasi pun
lebih mudah, sehingga sangat mendukung perkembangan pendidikan. Beragam fasilitas juga
mudah dijumpai untuk meningkatkan prestasi. Sementara itu, kondisi pendidikan di desa-desa
terpencil sangatlah berbeda. Di daerah pedalaman, akan sangat sulit untuk menemukan
sekolah berkualitas. Jangankan untuk menemukan sekolah berkualitas, untuk menemukan
sekolah dasar yang sederhana pun juga bukan perkara yang mudah. Sering kali nyawa harus
menjadi taruhan ketika menempuh perjalanan ekstrim demi memperoleh ilmu. Keadaan
fasilitas pendukung belajar pun menjadi primadona yang sulit untuk didapat.
Dari sisi pelanggaran integritas akademik, kondisi pendidikan di Indonesia pun
sangatlah memprihatinkan. Salah satunya, dalam proses pelaksanaan ujian nasional. Ujian
yang sekiranya dapat menjadi alat bagi pemerintah dalam mengukur pemerataan pendidikan
telah disalahgunakan. Ada beragam kasus kecurangan yang dilakukan oleh oknum dengan
cara. Mulai dari mencuri berkas, menyebarkan kunci, dan lain-lain. Masalah ini dapat
dianggap sebagai kejadian yang hampir menjadi budaya. Kasus ini sudah umum terjadi.

Hanya sedikit pribadi berpendirian kuat yang mampu mempertahankan kejujuran. Hal ini
disebabkan karena ujian faktor penentu kelulusan yang krusial.
Rendahnya daya saing global juga menjadi cerminan output dari proses pendidikan
yang bermasalah. Sebagaimana diketahui, warga negara Indonesia yang menjadi tenaga ahli
dalam berbagai bidang belum cukup banyak. Kondisi masyarakat juga belum memiliki
karakter yang sesuai dengan tuntutan global. Padahal pada bulan Desember 2015 komunitas
ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan. Tingkat persaingan global pun akan meningkat.
Diperlukan pendidikan yang berkualitas sebagai perbekalan untuk berkolaborasi antarbangsa.
Bagaimanakah upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini?
Jawabannya adalah dengan metamorfosis sistem pendidikan. Pada awal terbentuknya, hakikat
pendidikan di Indonesia sangatlah baik. Ki Hajar Dewantara selaku Bapak Pendidikan
Indonesia menyatakan bahwa pendidikan sesungguhnya adalah proses memanusiakan
manusia. Pendidikan seharusnya bersifat humanis dan berorientasi pada siswa (student
oriented), bukan berorientasi pada guru (teacher oriented).
Inovasi yang dapat dilakukan adalah melakukan metamorfosis kurikulum pendidikan.
Kurikulum hendaknya dibuat secara sederhana namun efektif. Hal ini bertujuan agar sekolah
yang berada di pedalaman pun dapat mengikutinya dengan baik
Kurikulum pendidikan seharusya dibuat agar berorientasi pada siswa. Guru bertugas
untuk memancing dan mengarahkan siswa tanpa melakukan doktrinasi atau hujatan jika
siswa melakukan kesalahan. Guru dapat senantiasa mencari beragam jalan alternatif untuk
memecahkan suatu permasalahan.
Siswa seharusnya dibebaskan menemukan ilmu sesuai dengan minat dan bakatnya
masing-masing. Perlu diketahui bahwa setiap siswa memiliki bakat dan kemampuan yang
berbeda-beda. Menjadi ahli dalam setiap bidang pelajaran adalah sesuatu yang mustahil dan
sia-sia. Siswa yang dibebaskan untuk mencari ilmu sesuai minatnya akan dengan sendirinya
mencintai ilmu tersebut.
Siswa tidak lagi mendambakan angka di kertas, melainkan ilmu yang sejati. Keadaan
tersebut akan menciptakan kondisi pembelajaran sepanjang hayat. Tidak perlu lagi ada
perasaan bangga karena mendapat peringkat pertama, atau sedih karena peringkat terakhir.
Setiap manusia adalah unik dan memiliki hak yang sama untuk berkembang dalam
pendidikan.
Dengan adanya rasa haus akan ilmu yang sejati, ujian nasional sebagai penentu
kelulusan seharusnya tidak perlu dilakukan. Seorang teman saya dari Amerika mengatakan
bahwa ujian nasional tidak menentukan kelulusan di Amerika. Ujian nasional hanya
dilakukan sebagai pemetaan standar pendidikan. Sekolah yang berada di bawah standar akan
diberi bantuan untuk meningkatkan kualitasnya. Hal ini tidak akan memicu adanya
kecurangan akademik. Hasil ujian pun menjadi akuntabel dan transparan.
Dengan adanya metamorfosis pendidikan, diharapkan kondisi pendidikan di Indonesia
mengalami tahap penyempurnaan. Pendidikan semacam ini akan menciptakan pribadi yang

memiliki keahlian unik dan spesial. Keahlian ini akan sangat bermanfaat dalam kehidupan
bersama. Setiap orang akan menemukan perannya masing-masing untuk saling berkolaborasi
demi kehidupan global yang lebih baik.
Berdasarkan pendapat pribadi, saya mengetahui bahwa hal ini bukanlah hal yang
mudah. Kurikulum 2013 yang mulai menerapkan sistem ini pun mengalami banyak
rintangan. Saya mengetahuinya dari bibi saya yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar.
Salah satu kendalanya adalah parameter penilaian. Hal ini menurut saya disebabkan oleh
budaya pendidikan yang masih lebih mementingkan angka sebagai parameter keberhasilan
siswa. Selain itu, faktor keterlambatan buku dan kurangnya waktu pembelajaran juga menjadi
permasalahan.
Perubahan merupakan sebuah proses yang tidak mudah. Akan tetapi, lebih baik untuk
mencoba senantiasa memperbaiki diri daripada hanya diam dalam situasi yang salah. Saya
berharap dan percaya bahwa metamorfosis pendidikan akan mempersiapkan bangsa dalam
kolaborasi global di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai