Body Dysmorphic Disorder cenderung dimulai saat memasuki usia remaja sekitar
12-17 tahun, dengan onset rata-rata pada usia 15 tahun, dan jika tidak segera
diketahui/dideteksi akan terus berlangsung. BDD umumnya mulai dapat
diketahui/terdeteksi pada usia 30-45 tahun dimana gejala akan sangat terlihat
dengan keadaan penderita yang memburuk.
Data menunjukkan bahwa kualitas hidup dan fungsi psikososial setidaknya sama
buruk pada pasien dengan BDD seperti pada orang-orang dengan obsesif-
kompulsif (OCD). BDD dikaitkan dengan tingginya tingkat rawat inap (48%),
serta tingginya tingkat upaya ataupun keinginan/ide bunuh diri. Sebuah penelitian
menunjukkan ide bunuh diri terutama pada penderita BDD dilaporkan sebanyak
45-70%, dan usaha bunuh diri terakhir yang dilaporkan sebanyak 22-24%.
BDD termasuk kejadian yang cukup langka dimana diketahui bahwa prevalensi
penderita BDD hanya sekitar 1 – 1,5%. Prevalensi tertinggi ditemukan pada pasien
psikiatri dan pasien bedah rekonstruksi dan estetika. Dalam hal kesehatan mental,
gangguan ini lebih tersembunyi karena mayoritas pasien merasa tidak bermasalah.
a. Secara berkala mengamati bentuk penampilan lebih dari satu jam per hari
namun pada kasus ekstrem, penderita akan menghindari sesuatu yang dapat
memperlihatkan penampilannya, seperti menghindari cermin atau
menghindari kamera.
b. Mengukur atau menyentuh kekurangan yang dirasakannya secara berulang-
ulang.
c. Meminta pendapat yang dapat mengukuhkan penampilan setiap saat.
d. Mengkamuflasekan kekurangan fisik yang dirasakannya, salah satunya
dengan make up. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningtias
(2016) menunjukan bahwa semakin tinggi penggunaan make up maka
semakin tinggi kecenderungan BDD pada remaja demikian sebaliknya.
e. Menghindari situasi dan hubungan sosial.
f. Mempunyai sikap obsesi terhadap selebritis atau model yang mempengaruhi
idealitas penampilan fisiknya.
g. Berpikir untuk melakukan operasi plastik, atau berkali-kali melakukan
operasi plastik.
h. Selalu tidak puas dengan diagnosis dermatologist atau ahli bedah plastik.
i. Mengubah-ubah gaya dan model rambut untuk menutupi kekurangan yang
dirasakannya.
j. Kompulsif (cth. Sering menyisir rambut, mencabut rambut (trikotilomania),
sering melakukan perawatan kulit, menggaruk kulit, mengelupas kulit
(dermatillomania), mencakar kulit, mengunyah kulit, menggit kuku)
k. Berdiet secara ketat seperti terlalu memperhatikan kalori setiap makanan
yang dikonsumsi ataupun tidak mau mengkonsumsi apapun (anoreksia
nervosa), atau mengkonsumsi makanan secara berlebihan dalam waktu
singkat dan segera dimuntahkan dengan sengaja (bulimia nervosa) dengan
tujuan untuk menurunkan berat badan sesuai kriteria ideal penderita.
Weinshenker (2001) menyatakan bahwa kecemasan, rasa malu dan juga depresi
acapkali merupakan konsekuensi dari gangguan ini.
2. Farmakoterapi
Pemberian obat akan berfungsi menghambat penyerapan senyawa serotonin
atau selective serotonin reuptake inhibitors / SSRIs. Hal itu dilakukan
perilaku obsesif – kompulsif seseorang dengan BDD yang terkendali.
Jika diperlukan, biasanya akan disarankan penggunaan obat antidepresi. Jenis
obat ini dapat mengurangi pemikiran obsesif serta dorongan untuk
mengelupas kulit terus-menerus.