TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Rosen, Reiter dan Orosan (1995) body dysmorphic disorder (BDD)
penampilan fisik pada orang yang tampak normal. Veale & Neziroglu (2010),
13
14
penampilan fisik yang tidak tampak atau sedikit tampak oleh orang lain.
permasalahan penampilan.
Neziroglu, 2010).
15
penampilan mereka oleh orang lain (Phillips dkk. dalam Veale &
Neziroglu, 2010)
diri
pada evaluasi diri negatif yang ekstrem dan perhatian yang berlebihan
yang berfokus pada diri sendiri, baik dalam situasi sosial dan non-sosial.
Neziroglu, 2010).
situasi sosial dan menghindari kontak fisik dengan orang lain seperti
e. Kamuflase tubuh
f. Body Checking
pada setiap area tubuh seperti wajah atau kepala dan yang paling sering
tidak rapi, hidung terlalu besar, badan tidak cukup berotot, paha terlalu
b. Kebiasaan (Rituals)
beberapa situasi sosial, karena merasa sadar akan dirinya dan malu
percaya bahwa orang lain menganggap mereka tidak menarik, jelek, atau
merupakan hal normal yang pada kenyataanya tidak ada. Individu juga
Problems)
depresi mayor, dengan prevalensi saat ini 38-58% dan prevalensi seumur
hidup 74-76%.
g. Keinginan Bunuh Diri dan Percobaan Bunuh Diri (Suicidal Ideation and
Suicide Attempts)
rendah.
BDD menurut Rosen & Reiter (1996) terdiri atas: penilaian negatif terhadap
a. Self-esteem
b. Konsep Diri
c. Body Image
Facebook).
d. Penerimaan Diri
sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-
22
sendiri.
e. Penggunaan Make up
Make up (Elianti dan Pinasti, 2017) adalah seni merias wajah atau
mengubah bentuk asli dengan bantuan alat dan bahan kosmetik yang
yakni self-esteem, konsep diri, body image, penerimaan diri dan penggunaan
make up.
(dalam Rahmania & Yuniar, 2012) menyatakan bahwa salah satu faktor yang
esteem. Pernyataan ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Erol &
Orth (dalam Rahmania & Yuniar, 2012) bahwa rendahnya self-esteem pada
umumnya mulai tampak ketika seorang individu dalam masa remaja atau pun
awal masa dewasa. Peryataan tersebut sejalan Nurlita & Lisiswanti (2016),
bahwa BDD cenderung berkembang saat memasuki usia remaja sekitar 16-17
tahun, dengan onset rata-rata pada usia 15 tahun. Santrock (2012) juga
kuat terjadi pada remaja yang berusia 12 hingga 18 tahun, baik pada remaja
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju usia
dewasa, dimana remaja mengalami masa pubertas yaitu suatu periode dimana
kematangan fisik terjadi secara pesat, terutama pada awal masa remaja
memicu peningkatan minat terhadap citra tubuh. Satu hal yang pasti terjadi
tentang aspek psikologis yang berkaitan dengan perubahan fisik pada masa
24
akan pertumbuhan tubuhnya yang tidak sesuai dengan standar budaya yang
mengenai citra tubuh ideal membuat remaja mencari cara untuk menutupi
tampilan fisik yang ideal sehingga terlihat menarik, yaitu dengan melakukan
terlalu fokus pada penampilan fisik akan sering datang mengunjungi klinik
yang datang ke klinik kecantikan biasanya mengalami keluhan pada area kulit
dan rambut. Keluhan pada area kulit seperti jerawat, jaringan parut, kerutan,
tahi lalat dan warna kulit (terlalu merah atau terlalu putih). Keluhan pada area
terlalu keriting, rambut terlalu lurus, atau rambut tidak rata. Gupta & Gupta
dipengaruhi oleh reaksi orang lain, terutama teman sebaya. Apabila remaja
memiliki kulit yang ada bercak, seperti jerawat, atau kulit bersisik, dapat
masalah body image yang serius seperti BDD. Oleh karena itu, faktor-faktor
diklinik kecantikan.
Dalam penelitian ini, remaja yang diteliti adalah remaja putri yang
Lisiswanti, 2016).
B. Self-Esteem
1. Pengertian Self-Esteem
Menurut Heatherton & Wyland (dalam Lopez & Snyder, 2004), self-
esteem adalah sikap tentang diri terkait dengan keyakinan pribadi atas
keberhargaan.
esteem adalah aspek evaluatif dari konsep diri yang sesuai dengan
menyeluruh terhadap dirinya sendiri. Selain itu, Deaux, Dane, & Wrightsman
adalah penilaian atau evaluasi secara positif atau negatif terhadap diri.
kemampuan, hubungan sosial dan hasil yang akan dicapai dimasa depan.
Menurut Heatherton dan Wyland (dalam Lopez & Snyder, 2004) self-
a. Performance Self-Esteem
b. Social Self-Esteem
c. Physical Self-Esteem
mereka, termasuk berbagai hal seperti skills, daya tarik fisik, citra tubuh,
a. Kekuatan (Power)
sendiri dan orang lain. Kekuatan juga bisa ditunjukkan dalam pengakuan
pendapatnya.
b. Keberartian (Significance)
dan lingkungan yang menyukai individu sesuai dengan keadaan diri yang
sebenarnya.
c. Kebajikan (Virtue)
d. Kompetensi (Competence)
pengalaman masa bayi atau anak-anak yang diberikan secara biologis dan
Snyder, 2004), yang terdiri dari tiga aspek utama, yaitu performance, social,
dan physical self-esteem dikarenakan lebih mudah untuk dipahami dan lebih
diklinik kecantikan.
kecantikan
Remaja putri yang merasa bahwa tubuhnya tidak sesuai dengan standar
kecantikan yang ada dan jauh dari sempurna akan membuat remaja putri
dengan tingkat penerimaan diri secara keseluruhan (Jourard & Secord, dalam
Burn, 1993). Ketika remaja putri beranggapan bahwa bentuk tubuhnya tidak
menarik, tidak proporsional dan tidak ideal maka akan membentuk body image
yang negatif. Sehingga membuat rasa tidak puas, minder, malu serta perasaan
atas ketrampilan, kemampuan, hubungan sosial dan hasil yang akan dicapai
dimasa depan (Heatherton & Wyland, dalam Lopez & Snyder, 2004). Remaja
30
putri dengan self-esteem rendah yaitu remaja putri yang memiliki body image
negatif dan merasa kurang percaya diri. Body image negatif akan membuat remaja
putri merasa tubuhnya kurang ideal sehingga mencoba berbagai macam cara
untuk mengatasinya (Rahmania & Yuniar, 2012). Salah satunya dengan mencoba
untuk menerima perawatan medis kosmetik (Nourmalita, 2016). Jika remaja putri
gagal untuk mengatasinya, maka merasa tidak percaya diri untuk tampil di depan
putri juga akan berusaha menutup-nutupi bagian tubuh yang mereka anggap
kurang bagus sehingga menjadi tidak nyaman dengan diri mereka sendiri dan
menarik diri agar orang lain tidak melihat kekurangan tubuhnya. Remaja putri
yang memiliki body image negatif berarti mereka mengalami distorsi body image.
(Rahmania & Yuniar, 2012). Sehingga, secara tidak langsung remaja putri yang
Menurut Heatherton dan Wyland (dalam Lopez & Snyder, 2004), self-
esteem terdiri dari tiga aspek utama, yaitu performance, social, dan physical self-
kapasitas pengaturan diri, kepercayaan diri, efikasi dan agensi (Heatherton &
Wyland dalam Lopez & Snyder, 2004). Individu yang sadar akan keinginan dan
tubuhnya. Hal ini dikarenakan individu menjadi sadar akan keadaan dan batas
kemampuan dirinya, sehingga menjadi lebih rasional dalam memiliki harapan dan
31
yang memang tidak sesuai dengan dirinya, mampu bersikap apa adanya dan
tinggi self-esteem yang dimiliki individu maka semakin menarik atau efektif
kepercayaan diri individu terhadap tubuh, karena nilai diri, kepercayaan diri
terhadap orang lain maupun dirinya sendiri akan mempengaruhi self-esteem yang
akhirnya akan berdampak pada body image positif. Dengan memiliki penilaian
yang baik mengenai tubuhnya maka akan timbul kepuasan dalam diri individu
perspektif orang lain atas diri mereka (Heatherton & Wyland dalam Lopez &
Snyder, 2004). Pemikiran seseorang tentang diri sendiri dan orang lain akan
Bozorgpour & Salimi, 2012). Individu yang mempersepsi tubuh dengan pemikiran
bahwa dirinya memiliki kekurangan dalam penampilan dan merasa orang lain
tersebut memiliki body image negatif. Individu yang memiliki body image negatif
berarti mengalami distorsi body image yang mana akan berkembang menjadi body
mereka, termasuk berbagai hal seperti skills, daya tarik fisik, citra tubuh, stigma
fisik dan perasaan tentang ras dan etnis (Heatherton & Wyland dalam Lopez &
Snyder, 2004). Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja membuat remaja
gambaran tubuh remaja yang sesuai dengan standar budaya setempat (Mueller
dalam Santrock, 2012). Persepsi yang salah mengenai tubuh ideal membuat
sebagian remaja merasa khawatir, kurang percaya diri dan menilai rendah tubuh
mempengaruhi gejala BDD. Kurangnya rasa percaya diri membuat remaja putri
melakukan diet ketat dan berolahraga tanpa mengenal waktu untuk memperbaiki
penampilan mereka. Hal ini tentu saja mengganggu kehidupan remaja putri karena
waktu banyak dihabiskan untuk memikirkan masalah penampilan fisik saja dan
Obsesi remaja putri untuk memiliki bentuk tubuh atau tampilan fisik yang
ideal merupakan salah satu indikasi bahwa remaja tersebut memiliki karakteristik
dari BDD. Individu dengan BDD adalah mereka yang merasa berkekurangan pada
tubuh dan memfokuskan diri hanya pada kekurangan fisik (Nourmalita, 2016).
Menurut Cerea, Bottesi, Grisham, & Ghisi (2017), individu dengan BDD
mempunyai tingkat self-esteem yang rendah, gejala kecemasan sosial yang parah,
33
yang rendah akan merasa tidak puas dengan penampilan fisiknya dan
meningkatkan citra tubuh yang negatif yang mengarah pada distorsi citra tubuh
remaja putri tidak puas dengan bentuk tubuhnya maka citra tubuh yang muncul
adalah negatif, yang akan mempengaruhi self-esteem remaja putri menjadi rendah
puas dengan bentuk tubuhnya maka citra tubuh yang muncul adalah positif, yang
D. Hipotesis
ini adalah ada hubungan negatif antara self-esteem dengan kecenderungan body