Anda di halaman 1dari 5

Body Dymorphic :

1. Definisi
Body dysmorphic disorder BDD adalah gangguan psikiatri dengan karakteristik
pasien menderita obsesif yang merasa terganggu dengan gambaran tubuh ideal
tertentu atau bayangan dalam penampilannya. Komorbiditas seperti penghindaran
sosial, depresi, kecemasan, kualitas hidup yang buruk dan ide bunuh diri adalah hal
yang sering terjadi berdampingan. Orang yang mengalami dismorfik tubuh sering kali
merasa cemas dan terlihat kerap berulang kali memeriksa cermin. Bukan hanya itu,
terdapat beberapa gejala body dysmorphic disorder lainnya yang perlu Anda
perhatikan. Seperti adanya keyakinan kuat memiliki cacat pada tubuh, keyakinan
orang lain selalu memperhatikan dan memandang negatif, dan lain sebagainya.
2. Penyebab : Genetik, Lingkungan & Psikologis
 Faktor Genetik: Menurut penelitian, body dysmorphic disorder lebih banyak
terjadi pada orang yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit serupa.
Namun, belum dapat dipastikan apakah kondisi ini diturunkan secara genetik
atau akibat pola asuh dan lingkungan.
 Faktor Lingkungan: Penilaian negatif dari lingkungan terhadap citra diri
penderita, pengalaman buruk atau trauma di masa lalu, dapat menyebabkan
seseorang mengalami body dysmorphic disorder.
 Faktor Psikologis: Persepsi yang Distorsi: Orang dengan BDD
persepsi yang sangat distorsi tentang penampilan mereka. Mereka cenderung
melihat diri mereka sebagai sangat jelek, meskipun dalam kenyataannya, ini
mungkin tidak benar.
Faktor psikologis adalah salah satu komponen yang penting dalam
perkembangan BDD. Beberapa faktor psikologis yang dapat menyebabkan
atau mempengaruhi BDD meliputi:
A. Rendahnya Kepuasan Diri: Orang dengan BDD sering memiliki tingkat
kepuasan diri yang rendah terkait dengan penampilan mereka.
B. Mereka dapat merasa tidak percaya diri dan berpikir bahwa penampilan
mereka adalah penyebab utama ketidakbahagiaan mereka.
C. Keterkaitan dengan Identitas: Bagi sebagian orang, penampilan fisik mereka
dapat menjadi sangat terkait dengan identitas mereka. Mereka mungkin
merasa bahwa penampilan mereka mendefinisikan siapa mereka. Jika mereka
tidak puas dengan penampilan mereka, ini dapat menjadi sumber kecemasan
dan keputusasaan.
D. Perbandingan Sosial: Orang dengan BDD cenderung membandingkan diri
mereka dengan orang lain, terutama dengan orang-orang yang mereka anggap
sebagai lebih cantik atau tampan. Ini bisa memperburuk kecemasan mereka
tentang penampilan mereka sendiri.

3. Gejala Body Dysmorphic :


 Merasa tidak puas dengan penampilan
 Kebiasaan bercermin berlebihan
 Menjadi sangat sibuk dengan kekurangan yang muncul dalam penampilan
yang bagi orang lain tidak terlihat atau tampak kecil.
 Keyakinan yang kuat bahwa memiliki cacat penampilan yang membuat tubuh
terasa jelek atau kurang.
 Perasaan yakin bahwa orang lain memperhatikan penampilan diri mereka
secara negatif atau mengejeknya.
4. Faktor Risiko Body Dysmorphic Disorder :

Biasanya kelainan mental tersebut terjadi pada awal masa remaja. Selain itu, terdapat
beberapa faktor tertentu yang meningkatkan risiko terjadinya kelainan mental ini, seperti
berikut :

- Usia : Selama masa pubertas, terjadi pergeseran hormon yang menyebabkan


kecenderungan rasa ketidakpuasan terhadap penampilan fisik.
- Jenis Kelamin : Adanya persepsi sosial mengenai standar penampilan ideal bagi pria
dan wanita di masyarakat mengakibatkan timbulnya rasa tertekan untuk mencapai
standar yang ideal.
- Riwayat Keluarga : Terdapatnya anggota keluarga yang mengalami Body
Dysmorphic dapat memberikan pengaruh, sehingga meningkatkan risiko terjadinya
kelainan mental yang sama pada anggota lainnya.
- Pengalaman Buruk : Pengalaman hidup seperti penghinaan dapat memunculkan
terjadinya ketidakpuasan terhadap penampilan diri sendiri.
5. Pencegahan & Penanganan Body Dysmorphic Disorder :

Berdasarkan sumber gaada pencegahannya, seperti di halodoc termasuk perp


menyatakan gaada jurnal mengenai pencegahannya. Hanya ada penanganan. Nyari
manual gaada atau mungkin belum.

6. Penanganan Body Dysmorphic (Langsung masuk terapi juga) :

1) Terapi Perilaku Kognitif :


Terapi perilaku kognitif adalah sebuah cara dengan tujuan untuk mendukung pasien
dalam mengubah pola pikir dan tindakannya. Dari segi penerapannya, terapi tersebut
mencakup metode pencegahan paparan dan respons atau yang bisa kita kenal sebagai
Teknik exposure and response prevention (ERP). Ketika ERP berlangsung, seorang
terapis akan membantu pasien untuk menghadapi situasi yang membuat mereka
sangat khawatir secara bertahap. Mereka akan membantu pasien untuk mengatasi rasa
cemas ini, sehingga mereka tidak lagi merasa minder atau takut tentang penampilan
mereka. Biasanya terapi perilaku kognitif ini juga bisa melibatkan anggota keluarga.
2) Pengobatan :
Pada dasarnya pemberian obat-obatan tidak hanya dikhususkan untuk mengatasi BDD
atau Body Dysmorphic Disorder, tetapi juga untuk mengatasi gangguan mental lain
seperti depresi dan OCD yang sering dialami oleh pasien. Jenis obat yang sering
diberikan kepada pasien dengan gangguan mental ini adalah antidepresan yang
disebut Inhibitor Reuptake Serotonin Selektif (SSRI). SSRI bekerja dengan cara
menjaga tingkat serotonin di otak, yang membantu mengatasi gejala seperti perubahan
mood, nafsu makan, dan masalah tidur. Akan tetapi, penting untuk selalu memahami
serta mengikuti petunjuk dokter dan tidak menghentikan obat tanpa berkonsultasi
dengann mereka.

7. Dampak/Komplikasi (?) :

Soalnya ternyata, kata google komplikasi adalah merujuk pada kondisi di mana
sebuah penyakit berubah kondisinya dan memicu penyakit lain yang akhirnya muncul
dari efek perubahan tersebut.
 Gangguan Kecemasan :

BDD seringkali membuat seseorang sangat khawatir tentang penampilan fisiknya,


menghabiskan waktu berlebihan memeriksa "kekurangan" tersebut, dan cemas tentang
bagaimana orang lain melihat mereka. Hal ini dapat mengganggu kehidupan sehari-
hari dan hubungan sosial mereka.

 Depresi :

BDD juga dapat menyebabkan gejala depresi, membuat individu merasa sedih, putus
asa, dan tidak berharga karena ketidakpuasan terhadap penampilan. Perubahan mood,
kehilangan minat dalam aktivitas yang menyenangkan, serta kesulitan tidur dan
konsentrasi bisa menjadi masalah serius yang memengaruhi kualitas hidup apabila
terjadi secara signifikan atau berkepanjangan.
DAFTAR PUSTAKA

Ananda, C. A., & Agung, I. (2022). Gangguan dismorfik tubuh pada remaja. Syifa
Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 13(1), 10-17.

dr. Rizal Fadli. (2023). Body Dysmorphic Disorder. Diakses pada 25 Oktober 2023,
dari https://www.halodoc.com/kesehatan/body-dysmorphic-disorder

Nurlita, D., & Lisiswanti, R. (2016). Body dysmorphic disorder. Jurnal Majority,
5(5), 80-85.
Tim Promkes RSST - RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. (2023). Body
Dysmorphic Disorder. Diakses pada 25 Oktober 2023, dari
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2288/body-dysmorphic-disorder

Anda mungkin juga menyukai