Oleh :
Amalia Setianingrum
NIM: 1110070000136
FAKULTAS PSIKOLOGI
JAKARTA
1436 H / 2015 M
LEMBAR ORISINALITAS
NIM : 1110070000136
Jakarta, 2015
Amalia Setianingrum
NIM: 11100700000136
iii
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
Jakarta, 2015
Amalia Setianingrum
NIM: 1110070000136
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
vi
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) Maret 2015
C) Amalia Setianingrum
D) The Effects Empathy, Self-Control, and Self-Esteem Toward Cyberbullying
among students SMAN 64 Jakarta
E) xiv+ 90 Page + Appendix
F) This research was condudted to know the dynamics of personality in
perpetrators of cyberbullying. The authors theorized that the variables of empathy
(perspective taking, fantasy, empathic concern, and personal distress), self-
control (behavior control, cognitive control, and decisional control), and self-
esteem affect cyberbullying. These variables will be the eighth of views which
variables affest the behavior of cyberbullying.
This study uses a quantitative approach, used CFA (Confirmatory Factor
Analysis) to test the measuring instrument and the multiple regression analysis to
test hypotheses. Samples were 200 students of SMAN 64 Jakarta taken by non-
probability sampling technique. To measure cyberbullying behavior researchers
create their own measuring instrument refers to the theory of Willard (2007), to
measure empathy researchers using standard measurement tools made Davis
(1980), namely Interpersonal Reactivity Index (IRI), for self-control researchers
create their own measurement tool which refers in theory Averill (1973), and to
measure the self-esteem of researchers using standard measuring devices
Rosenberg (1965).
The results showed that empathy and self-control significantly influence the
behavior of cyberbullying with a contribution of 24.2%. Then from eight
independent variables studied, there are four dimensions that influence the
behavior of cyberbullying that perspective taking, empathic concern, behavior
control, and decisional control.
Kata kunci: cyberbullying, empati, self-control, self-esteem
G) References : 7 book + 43 journal + 2 skripsi + 9 artikel + 2 e-book
vii
KATA PENGANTAR
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari doa, dukungan dari berbagai
pihak, baik bersifat materil maupun nonmateril. Penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si, Dekan Fakultas Psikologi beserta
jajarannya atas doa dan dukungannya terhadap semua mahasiswa
mahasiswinya.
2. Neneng Tati Sumiati, M.Si.Psi terima kasih atas kesabaran dan pengertian
dalam memberikan bimbingan, masukan, kritik dan nasehat semoga
senantiasa Allah berikan kesehatan dan kebahagiaan.
3. Kepala sekolah SMAN 64 Jakarta Bapak Drs. Nana Juhana, M.Pd atas izin
yang telah diberikan dan pak Zulhadi serta guru-guru yang ikut membantu
saat pengumpulan data di SMAN 64 Jakarta.
5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi atas segala bantuan dan
ketulusannya membantu mahasiswa menyelesaikan tugas akademik.
viii
menjadi anak dan adik yang selalu menyenangkan dan membahagiakan
kalian.
9. Keluarga besar Psikologi 2010, Aniq, Atiqoh, Naqiyah, Triani, Rere, Putri,
Yunita, Nashwa, Anjar, Temil, Teteh, Meida, Fatin, Septi, Fahri, Dian,
Adila dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan namanya
satu persatu. Semoga kesolidan senantiasa terjaga. Terimakasih telah
melengkapi sejarah hidup penulis.
10. Keluarga besar KOPRI PMII Ciputat, kak lia, ujo, wia, yani, qory, ala, lia,
khumaeroh dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan
namanya satu persatu. Yang menemani dan mengajarkan banyak hal
tentang arti kehidupan dalam keberagaman.
Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih untuk
segala doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... ii
LEMBAR ORISINALITAS .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Penilaian Skala Likert............................................................. 51
Tabel 3.2 Blueprint Skala Cyberbullying................................................. 52
Tabel 3.3 Blueprint Skala Empati............................................................ 53
Tabel 3.4 Blueprint Skala Self-control..................................................... 54
Tabel 3.5 Blueprint Skala Self-esteem...................................................... 55
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Konstruk Cyberbullying............................ 58
Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Konstruk Perspective Taking.................... 59
Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Konstruk Fantasy...................................... 60
Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Konstruk Empathic Concern..................... 61
Tabel 3.10 Hasil Uji Validitas Konstruk Personal Distress....................... 62
Tabel 3.11 Hasil Uji Validitas Konstruk Behavior Control........................ 64
Tabel 3.12 Hasil Uji Validitas Konstruk Cognitive Control....................... 65
Tabel 3.13 Hasil Uji Validitas Konstruk Decisional Control..................... 66
Tabel 3.14 Hasil Uji Validitas Konstruk Self-esteem.................................. 67
Tabel 4.1 Subjek Penelitian....................................................................... 71
Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif........................................................... 72
Tabel 4.3 Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian.......................... 73
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian...................................... 74
Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi............................................ 78
Tabel 4.6 Tabel ANOVA Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV.......... 78
Tabel 4.7 Koefisien Regresi...................................................................... 79
Tabel 4.8 Proporsi Varian Independent Variabel (IV) ............................. 83
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,
penelitian.
Kasus tentang bullying di sekolah sudah menjadi hal yang banyak terjadi
dari tiga puluh tahun lalu. Menurut Olweus (dalam Aoyama, 2010) bullying
Namun, pada beberapa tahun terakhir bentuk baru dari bullying muncul dengan
bukan hanya memberikan dampak positif dalam interaksi sosial dan pembelajaran
yang kolaboratif bagi siswa, tetapi juga membawa masalah yang harus
dalam beberapa kasus menjadi sarana untuk saling melukai dengan kata-kata.
Contohnya, banyak anak yang merasa lebih hebat dan berkuasa mengganggu anak
lain yang dianggap lemah dan tidak akan melawan untuk dijadikan bahan ejekan
1
2
dan hinaan dengan mengakses teknologi, baik melalui internet maupun pesan
singkat dengan telpon genggam. Hal ini disebut cyberbullying. Bentuk dari
bullying yang dilakukan di dunia maya ini memiliki “pemain” yang jauh lebih
luas yang dapat melibatkan semua kalangan, baik dari pelajar sekolah dasar,
dan capaian Indonesia berada pada peringkat ke-8 di dunia. Dari jumlah pengguna
internet tersebut, 80% di antaranya adalah remaja berusia 15-19 tahun. Untuk
Sedangkan, berdasarkan data Asia Pacific Digital Marketing Year Book 2012 lalu,
jumlah pengguna Facebook di Indonesia sudah mencapai lebih dari 40 juta. Dari
jumlah itu, sebanyak 59% pengguna dari kalangan remaja usia 13-18 tahun, atau
41% pengguna berusia 18-24 tahun. Dengan menggunakan data statistik di atas,
tentu saja kelompok usia tersebut sangat rentan pada masalah penyimpangan
akses tersebut dapat melakukan apa saja di jejaring sosial. Bahkan tanpa disadari
apa yang mereka lakukan saat bersosial media, bisa mengarah terjadinya
cyberbullying.
dilakukan di jejaring sosial. Sebagai negara dengan jumlah populasi yang banyak
dunia. Selain itu, Indonesia juga „menyumbang‟ 15% tweet setiap hari untuk
Statistik (2012) lebih dari 60% pengakses internet berumur dibawah 7 - 18 tahun.
Penelitian yang dilakukan pada siswa SMP dan SMA di beberapa kota di
28% meski dampak yang ditunjukkan belum begitu serius (Rahayu, 2012).
Sedangkan dari Data hasil survei yang dilakukan Juwita (2009) menyatakan
dengan kota Jakarta dan Surabaya. Tercatat sekitar 70,65 % kasus Bullying terjadi
di SMP dan SMA di Yogyakarta. Jadi dapat diasumsikan individu yang memiliki
Selain itu, berdasarkan data laporan kasus yang masuk ke KPAI (Komisi
108 kekerasan seksual, dan 176 kekerasan psikis pada anak yang terjadi di
lingkungan sekolah. Tingginya kasus pada remaja yang terjadi dapat bermacam-
macam motifnya, seperti salah satunya untuk menjadi pusat perhatian dan
disadari oleh remaja yang merupakan salah satu perilaku cyberbullying. Seperti
yang pernah terjadi pada siswa SMAN 64 Jakarta, dengan alasan tersebut peneliti
Kasus nyata yang sering terjadi di Indonesia adalah twitwar atau perang
twitter. Beberapa waktu lalu yang terjadi kasus bully pada Bastian salah satu
personil grup musik, ada yang mengungah foto Bastian yang mencium seorang
gadis yang menjadi banyak komentar cacian karena Bastian yang masih berumur
15 tahun dan menjadi public figure. Selain itu, baru-baru ini terjadi kasus
pengungahan video Chelsea Ishan yang sedang berganti baju. Video yang
diunggah oleh orang yang tidak diketahui tersebut diduga untuk menjatuhkan
Chelsea Ishan yang karirnya sedang „naik daun‟ tersebut, banyak yang akhirnya
mem-bully tetapi dengan bijaknya sikap yang ditunjukkan Chealsea Ishan yang
bullying. Kasus lainnya yang sempat membuat ramai di media sosial Twitter,
kasus Farhat Abbas yang mengejek dan menjelekkan Ahmad Dhani atas kasus
yang dialami oleh anak Ahmad Dhani yang akhirnya sampai dengan pelaporan
Ahmad Dhani pada pihak kepolisian dan anak Ahmad Dhani yang tersulut emosi
hingga ingin membuat pertarungan tinju dengan Farhat Abbas. Dari beberapa
Indonesia. Tindakan cyberbullying ini terjadi tanpa dapat pengawasan baik dari
pihak sekolah atupun yang berkepentingan untuk mengawasi tindakan ini. Hal
5
tindakannya.
teknologi yang tidak dikontrol, dimana seorang anak dapat menulis teks atau
lain dengan niat mempermalukan orang lain. Selain itu tulisan dan gambar yang
diunduh dapat mengundang komentar dari pihak ketiga untuk ikut berkomentar
kecil untuk teman sebaya mereka. Menurut Menesini, et.al (dalam Dilmac, 2009),
pelaku bullying sebenarnya sadar akan perasaan orang lain namun tidak dapat atau
tidak mau mengizinkan perasaan itu mempengaruhi mereka dan anak-anak pelaku
2012).
memiliki respon empati yang rendah dibandingkan siswa yang bukan pelaku
cyberbullying (Steffgen, Konig, Pfetsch, & Melzer, 2011). Pada penelitian lainnya
tentang empati dan cyberbullying, dimensi empati dibagi menjadi dua yaitu : (1)
perempuan maupun laki-laki (Ang & Goh, 2010). Menjadi penting untuk
remaja untuk upaya lebih lanjut dalam intervensi dalam pengurangan perilaku
memiliki empati yang rendah dibanding dengan yang bukan pelaku cyberbullying.
Alasan lain yang membuat lebih banyak lagi pelaku cyberbullying karena
cyberbullying merasa tidak perlu bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya,
emosional tinggi dan kontrol diri rendah, namun hingga saat ini, belum ada jurnal
atau penelitian yang menyebutkan secara jelas bahwa tipe kepribadian tertentu
ditemukan agresivitas sebagai mediator dari perilaku cyberbullying (Ang, Tan, &
memiliki sikap agresivitas yang tinggi yang salah satu faktor pemicunya
rendahnya self-control.
7
bahwa kegagalan self control dapat memberikan kontribusi untuk tindakan yang
standar pribadi atau standar sosial yang dapat menekan perilaku agresif tersebut.
Masih sedikit studi yang mengaitkan self-control yang rendah terhadap pelaku dan
kejahatan dalam studi empiris yang telah ada (Gottfredson & Hirschi, 1990).
Penelitian Holt, Bossler dan May (2012) tentang tindakan cybercrime dan
sosial yang terjadi, Self-control yang rendah dapat mengganggu ikatan sosial
seseorang (Wright, Caspi, Moffitt, & Silva, 1999). Dari hasil penelitiannya,
penolakan dari rekan sesama (peer rejection), hubungan dengan rekan atau
Selama periode ini, proses pembentukan identitas sebagian besar tergantung pada
isyarat dan peraturan dari lingkungan sosial (stereotip sosial) (Hurlock, 1994).
Oleh karena itu, remaja cenderung mencari perilaku dan situasi yang membantu
mereka menghargai diri mereka sendiri secara positif dan menghindari orang-
orang yang membuat mereka merasa buruk tentang siapa diri mereka. Hal ini
Dari beberapa hasil penelitian tentang self-esteem tersebut menjadi menarik untuk
diteliti pada penelitian ini untuk lebih melihat keadaan self-esteem pada pelaku
cyberbullying.
9
pemecahan solusi yang tepat. Untuk remaja, dapat dengan memberikan kesadaran
atas perilaku yang dilakukan memiliki dampak psikologis bagi orang lain,
dengan pendidikan internet sehat bagi setiap anak-anak dan remaja di sekolah.
Penelitian ini penting untuk dilakukan karena masih kurangnya penelitian tentang
Agar penelitian ini tidak meluas dan lebih terarah, maka perlu suatu pembatasan
pesan singkat, gambar atau video dalam sebuah chat room, atau melalui
media sosial.
merasakan, dan mengerti keadaan orang lain dilihat dari perspektif orang
atau negatif terhadap dirinya sendiri sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Setelah melalui tahap identifikasi masalah dan tahap seleksi masalah, peneliti
1.3.2 Manfaat penelitian ini dilihat dari segi teoritis dan praktis sebagai
berikut:
sumbangan informasi dan prevention bagi remaja dan para pendidik agar
pada remaja.
13
skripsi Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Penulisan penelitian ini dibagi menjadi
Bab 1. Pendahuluan
Bab pendahuluan memuat empat sub bab yaitu latar belakang masalah,
sistematika penulisan.
Pada bab ini dipaparkan teori-teori yang berhubungan dengan variabel penelitian,
Bab ini berisi uraian tentang populasi dan sampel termasuk teknik sampling,
pengumpulan data, uji validitas konstruk dan hasilnya, teknik analisis data dan
prosedur penelitian.
Pada bab ini, penulis menguraikan gambaran subjek penelitian, deskripsi data,
analisis data dan hasil uji hipotesis. Deskripsi data dilengkapi dengan tabel-tabel.
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori dan konsep dari variabel-variabel
esteem.
2.1 Cyberbullying
dan terus menerus pada seorang target yang kesulitan membela diri (Smith,
instant messaging, email, chat room, website, videogame, atau melalui gambar
atau pesan yang dikirim melalui telepon seluler. Sedangkan Willard (2007)
mendefinisikan sebagai perilaku kejam kepada orang lain dengan mengirim hal
berbahaya atau terlibat dalam bentuk lainnya dengan media internet atau teknologi
digital.
melalui alat komunikasi seperti e-mail, telepon selular, instant messaging atau
sebagai bahaya yang disengaja dan berulang melalui media elektronik. Sedangkan
Belsey, Berson & Feron (dalam Dilmac, 2009) mengartikan cyberbullying sebagai
14
15
perilaku individu atau kelompok dengan media sosial yang bertujuan untuk
adalah bentuk bullying yang dilakukan melalui media elektronik yang berisi hal
yang berupa pesan singkat, gambar atau video dalam sebuah chat room, atau
dan menghina.
reputasinya.
online.
kelompok online.
seseorang menguntit atau mengikuti orang lain dalam dunia maya dan
Menurut Office for Internet Safety (2008), aktivitas yang sering dilakukan
menulis komentar yang kasar pada profil online korban, atau pesan via
instant messaging.
pada korban. Dapat juga dengan melibatkan mendapat akses pada akun
untuk perilaku tertentu kepada penyedia layanan media sosial agar akun
Pada umumnya terdapat 3 elemen baik dalam setiap praktek bullying dan
(bystander).
1. Pelaku (cyberbullies)
dan sikap agresif kepada orang dewasa dibandingkan dengan anak lainnya.
rasa empati pada orang yang dia bully. Pandai memanupulasi dan berkelit
pada situasi sulit yang di hadapi. Sering terlibat dalam agresi proaktif,
agresi yang disengaja untuk tujuan tertentu dan agresi reaktif, reaksi
2. Korban (victims)
mereka yang berbeda dalam pendidikan, ras, berat badan, cacat, agama
18
dan mereka yang cenderung sensitif, pasif, dianggap lemah dan biasanya
2006).
bully pada korbannya. Saksi peristiwa dapat dengan bergabung dalam web
dalam penelitian yang dilakukan untuk korban anak usia 11-16 tahun (Smith et al.,
skala terdiri atas 18 item yang mengukur frekuensi cyberbullying. Alat ukur
Revised Cyber Bullying Inventory (RCBI) dikembangkan oleh Topcu and Erdur-
Baker (2010) yang terdiri dari 14 item untuk cyberbullying dan 14 item untuk
cybervictimization.
alat ukur sendiri. Pratiwi (2011) mengukur perilaku cyberbullying dengan alat
ukur yang dibuat sendiri yang mengacu pada teori Willard (2007) berupa beberapa
aktivitas dalam cyberbullying. Terdiri atas 32 item untuk melihat aktivitas pelaku,
Pada penelitian ini, peneliti membuat sendiri alat ukur cyberbullying yang
mengacu pada aktivitas cyberbullying pada teori Wilard (2007). Alat ukur terdiri
dalam masalah atau merusak pertemanan atau reputasi orang tersebut. (Outing &
pribadinya dan menyebar rahasia atau informasi memalukan mengenai orang lain
Hal yang dapat mengindikasi sebagai faktor penting yang berpengaruh terhadap
1. Bullying tradisional
Pada penelitian Riebel, jager & Fischer (2009) terdapat hubungan antara
bullying yang terjadi secara langsung dengan dunia maya. Maka memungkinkan
bullying yang dimulai secara langsung menjalar ke dunia maya. hal tersebut
memberikan lahan baru bagi pelaku bullying untuk menghina orang lain.
2. Jenis kelamin
3. Budaya
cyberbullying.
4. Penggunaan internet
dampak yang positif, tetap memberikan dampak resiko yang mungkin terjadi.
Dalam hal kehidupan sosial, salah satu ancaman yang serius adalah
dapat menjadikan sebagai pelaku atau korban dari dampak buruk yang dapat
utama, cyberbullying yang disebabkan oleh isu relasi, seperti : (a) putus
hubungan, (b) kecemburuan, (c) pada kecacatan, agama, dan gender, dan (d)
kelompok atau geng; dan cyberbullying yang tidak berkaitan isu relasi, seperti :
(a) intimidasi golongan luar kelompok dan (b) penyiksaan pada korban.
22
2.2 Empati
di tempat orang lain agar dapat memahami dan mengerti kebutuhan dan
perasaannya. Secara sederhana kata-kata empati merujuk pada sikap dan perasaan
yang merasakan dan memahami kondisi emosi orang lain. Tetapi untuk lebih
empati dari dari berbagai teori dan para ahli. Adapun pendapat dari para ahli
mengalami emosi yang dipicu oleh emosi mereka (Baron-Cohen & Wheelwright,
2004).
empati. Pertama, melihat kerangka berpikir internal orang lain secara akurat
orang lain tersebut, individu seolah-olah masuk dalam diri orang lain sehingga
bisa merasakan dan memahami orang lain tersebut. Empati dapat disimpulkan
dengan kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan
menghayati pengalaman tersebut serta untuk melihat situasi dari sudut pandang
orang lain.
23
perasaan sendiri pada satu kejadian suatu obyek alamiah atau suatu karya estesis.
yang telah dilakukan, agak seperti realitas setelah kejadian. Tiga tahapannya
lain dimana empati mengacu pada pemahaman afektif, kognitif, pengalaman, atau
keduanya. Ada kesepakatan bahwa dua komponen yang diperlikan adalah empati
prososial, yaitu berbagi dan membantu orang lain. Dengan kata lain sebagai
kesadaran sosial dan kepekaan sosial. Keduanya untuk mengenali dan memahami
perasaan, kebutuhan dan persepsi dari orang lain (Garton & Gingat, 2005).
terhadap situasi orang lain dari pada situasi diri sendiri. Sedangkan Eisenberg
(2000) berpendapat bahwa empati merupakan respon afektif yang berasal dari
pemahaman kondisi emosional orang lain, yaitu apa yang sedang dirasakan oleh
kemampuan afektif untuk berbagi dalam perasaan orang lain dan kemampuan
24
kognitif untuk memahami perasaan orang lain dalam perspektif dan kemampuan
emosi yang dipicu oleh emosi mereka, seolah-olah masuk dalam diri orang lain
sehingga memahami situasi dan kondisi emosional dari sudut pandang orang lain.
sudut pandang orang lain secara spontan. Sementara menurut Galinsky &
memahami kondisi orang lain, melalui pemaknaan sikap dan perilaku yang
terlihat. Hal ini erat kaitannya dengan daya kognisi, kemampuan setiap
berlebihan dan rasa tidak berdaya. Personal distress bisa disebut empati
Memahami lebih jauh dari teori empati, tidak terlepas dari penjelasan-
digunakan untuk memahami teori empati, yakni teori dari Baron-Cohen &
a. Pendekatan Afektif
pengalaman emosional pada orang lain (Taufik, 2012). Dalam pandangan afektif,
perbedaan definisi empati dilihat dari seberapa besar dan kecilnya respon
Terdapat empat jenis empati afektif, menurut Stotland, Sherman & Shaver
yaitu: 1) perasaan pada pengamat harus sesuai dengan orang yang diamati; 2)
perasaan pada pengamat sesuai dengan kondisi emosional orang lain namun
dengan cara yang lain; 3) pengamat merasakan emosi yang berbeda dari emosi
atau kasih sayang pada penderitaan orang lain (dalam Baron-Cohen &
Wheelwright, 2004).
b. Pendekatan Kognitif
perasaan orang lain. Eisenberg & Strayer (dalam Baron-Cohen & Wheelwright
2004) menyatakan bahwa salah satu yang paling mendasar pada proses empati
adalah pemahaman adanya perbedaan antara individu (perceiver) dan orang lain.
2004), dan menyimpulkan kemungkinan isi dari kondisi mental mereka, serta
Pengukuran empati yang saat ini tengah dikembangkan diarahkan kepada kategori
usia dewasa dan anak-anak, untuk kategori usia remaja biasanya menggunakan
alat ukur untuk orang dewasa. Pengukuran empati untuk anak-anak, biasanya
1. FASTE
luas digunakan untuk mengukur empati pada anak-anak. Alat ukur ini
didesain secara khusus untuk digunakan pada anak-anak usia empat tahun
hingga delapan tahun. FASTE terdiri dari delapan gambar yang meliputi
menggunakan alat ukur ini oleh ilmuan psikologi, namun tidak luput dari
tentang bias gender. Ada tiga bias gender pada alat ukur tersebut, yaitu bias
gender antara gender gambar anak-anak yang ada dalam slide, subjek yang
Setelah mendapat serangan tajam dari para peneliti, Fesbach mencoba untuk
Alat tes lainnya QMEE. Alat tes ini dibuat oleh Merhabian dan Epstein pada
QMEE secara luas banyak digunakan untuk mengukur empati pada orang
tua. Alat ini terdiri atas 33 pernyataan yang merefleksikan reaksi mereka
dengan menjawab skala 1-9 (diberi angka 0 hingga +4, 0 hingga -4). Item-
3. IRI
Pada tahun 1980, Davis membuat alat ukur empati yang diberi nama
ukur yang terpisah dari aspek-aspek keahlian sosial, namun kntraknya saling
berkaitan. Instrumen ini terdiri dari empat sub-skala item, dengan jumlah 28
skala likert. Empat subskala yang ada pada alat ukur ini, yaitu : 1)
bidang klinis dan sangat sensitif dalam mengukur individu yang kurang
Index (IRI). Skala baku empati dari Davis (1980) dengan melihat empati dari
distress. Jumlah skala 28 item baku dan dengan model skala likert.
2.3 Self-control
tindakan yang akan memberikan manfaat dan keuntungan yang lebih luas, tidak
melakukan perbuatan yang akan merugikan dirinya di masa kini maupun masa
yang akan datang dengan cara menunda kepuasan sesaat. Dalam kamus psikologi
(Chaplin, 2006), definisi kontrol diri atau self control adalah kemampuan individu
untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri dan kemampuan untuk menekan atau
yang lebih baik bagi dirinya, sehingga dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut
individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Disamping itu kontrol diri
situasi diri dan lingkungannya serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola
faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri
adanya perbedaan dalam mengelola emosi, cara mengatasi masalah, motivasi, dan
terima secara sosial. Memang konsep ilmiah menitik beratkan pada pengendalian,
tetapi tidak sama artinya dengan penekanan. Mengontrol emosi berarti mendekati
suatu situasi dengan menggunakan sikap yang rasional untuk merespon situasi
berubah dan beradaptasi sehingga menghasilkan sesuatu lebih baik secara optimal
antara diri dan dunia. Individu dengan kontrol diri tinggi sangat memperhatikan
cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu
yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat perilakunya lebih responsif
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa self control adalah
menentukan tindakan yang sesuai dengan yang diyakini, sehingga dapat menekan
dengan emosi yang mudah meletup atau cenderung untuk tidak dapat mengkontrol
dirinya sendiri, akan tetapi tidak semua remaja mudah tersulut emosinya atau
tidak mampu untuk mengkontrol dirinya, pada remaja tertentu juga ada yang
dilakukannya.
1. Behavior Control
suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang
intensitasnya.
2. Cognitive Control
atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu
3. Decesional Control
diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu
diri ditentukan dengan sejauh mana salah satu aspek tersebut mendominasi atau
1. Kendall & Wilcox (dalam Wang, 2002) membuat skala pengukuran baku
2. Self-control Scale (Tangney, Baumiester, & Boone, 2004) yang terdiri dari
yang luas.
34
Pada penelitian ini membuat skala sendiri yang mengacu pada teori dari
Averill (1973), yang memiliki aspek: Behavior Control, Cognitive Control, dan
2.4 Self-esteem
sikap individual baik positif atau negatif terhadap dirinya sebagai suatu totalitas.
Mruk (2006) menjelaskan bahwa Rosenberg telah menjelaskan cara lain dalam
“keberhargaan” dirinya.
yang diekspresikan dalam sikap yang berpegangan teguh pada prinsip pribadi.
adalah penilaian dan merasakan mengenai diri individu itu sendiri. Sedangkan
menurut Since Berk (dalam Powel, Newgent, & Le, 2006) penilaian yang dibuat
tentang nilai diri sendiri dan perasaan yang terkait dengan penilaian tersebut.
35
sikap individu dalam melihat diri sendiri baik positif ataupun negatif mengenai
2006) :
Salah satunya yaitu refleksitas self, yang mengandung arti bahwa evaluasi
sebagai seseorang yang dilihat sebagai suatu variabel yang penting dalam
situasi tertentu.
kombinasi dari beragam sifat dan perilaku individu. Tiga aspek self-esteem, yaitu :
Menerima diri sendiri, individu dapat menerima dirinya secara nyata dan
dan juga atas kesalahan yang telah dibuatnya.dan dapat memegang kendali
atas emosi diri sendiri. Individu yang mempunyai self-esteem rendah tidak
nilai atau keyakinan pada orang lain, ia percaya bahwa setiaap orang,
sejumlah responden dalam rentang usia 6 sampai 83 tahun, diperoleh hasil bahwa
Alat ukur untuk mengukur self-esteem telah banyak digunakan oleh penelitian
scale, The State Self-esteem Scale (SSES: Heatherton & Polivy, 1991), Self-
esteem Inventory (Minchiton, 1995). Setiap alat ukur memiliki fungsi berbeda,
oleh Rosenberg. Peneliti mengadaptasi terlebih dahulu alat ukur The Rosenberg
Self-esteem scale dalam penelitian cyberbullying oleh Hinduja dan Patchin (2010)
2.5 Remaja
masa dewasa yang meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif, dan
psikososial.
cepat, terutama masa awal remaja. Hal tersebut menjadi hal yang penting
2. Periode Peralihan
Hurlock, 1994) struktur psikis anak remaja berasal dari kanak-kanak, dan
banyak ciri umum anak remaja sudah terlihat dari masa kanak-kanak
akhir.
3. Periode Perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar
dalam kelompok sosial, perubahan nilai dan keinginan untuk lebih bebas.
Fase saat remaja berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya
dalam masyarakat, status dalam keluarga sebagai anak atau orang dewasa.
Salah satu cara yang dilakukan oleh remaja dapat dengan menggunakan
Papalia, Olds, dan Feldman (2009) menyebutkan masa remaja ditandai dengan
1. Perubahan Fisik
Masa remaja adalah masa peralihan dari ketidakmatangan pada masa anak-
anak menuju kematangan pada masa dewasa. Perubahan fisik yang terjadi
biasa diikuti dengan perubahan biologis yang biasa disebut pubertas. Masa
40
2. Perkembangan Kognitif
kognitif tertinggi masuk pada fase remaja yang disebut operasional formal.
Perubahan yang terjadi seperti, lebih berpikir abstrak, idealis, dan logis. Ketika
mereka dalam fase tersebut, mereka akan lebih banyak berpikir secara
egosentris, merasa paling hebat dan suka menjadi pusat perhatian teman-
masyarakat yang ideal, dalam beberapa hal cara berpikir remaja masih belum
alternatif dalam waktu yang sama, tetapi kurang memiliki strategi yang
5. Kesadaran diri : remaja yang berada dalam tahap operasinal formal dapat
berpikir mengenai berpikir baik dalam diri mereka sendiri atau orang lain.
Akan tetapi, karena terlalu fokus pada keadaan mental mereka sendiri,
seringkali menggangap bahwa orang lain berpikir hal yang sama dengan
mereka.
mereka istimewa.
3. Perkembangan Emosi
Masa remaja telah lama di gambarkan sebagai masa kekacauan emosi. Dalam
keadaan yang ekstreem, pandangan tentang masa “strom and stress” (Hurlock,
1994). Namun, masa remaja waktu meningkatnya fluktuasi emosi yang kurang
stabil. Saat remaja kurang pandai untuk mengekspresikan perasaan mereka secara
mengaku mengalami emosi yang lebih negatif memiliki nilai akademis yang lebih
Remaja dapat dikatakan sudah mencapai kematangan emosi saat mereka tidak
lagi „meledakkan‟ emosinya sesuka hatinya, melainkan dengan cara yang lebih
42
4. Perkembangan Sosial
Penyesuaian sosial masa remaja termasuk dalam kategori yang sulit. Remaja
menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebayanya, tetapi harus terus
juga. Hal yang menjadi sulit saat penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh
Feldman, 2009).
5. Perkembangan Moral
1. Moralitas Prakonvensional
usia 4 – 10 tahun.
2. Moralitas konvensional
dicapai saat usia 10 tahun, banyak yang tidak bergerak naik dari tingkatan
3. Moralitas pascakonvensional
mencapai tingkatan ini pada masa awal remaja atau lebih umum saat
penting bagi kehidupan seseorang. Kemudahan akses internet saat ini sangat
norma sosial yang berlaku saat berinteraksi secara langsung. Seseorang dapat
menjadi siapa saja saat berinteraksi dalam dunia maya. Pada hal ini lah orang
Cyberbullying sangat rentan terjadi pada remaja. Kemudahan akses yang ada
Terlebih, masa remaja adalah masa pencarian jati diri dan senang untuk mencoba
hal baru. Masa remaja merupakan masa peralihan dan perubahan, seperti emosi,
melakukan serangan dengan media dunia maya, seperti sosial media, instant
termotivasi karena marah, perasaan ingin membalas dendam, tetapi ada yang
melakukan semata-mata karena ingin mendapat reaksi dari orang tertentu. Motif
setiap pelaku dalam tindakan cyberbullying dapat berbeda-beda. Ada tiga hal yang
lain dimana empati tersebut mengacu pada pemahaman afektif & kognitif atau
rendah, sejalan dengan penelitian Steffgen, Konig, Pfetsch, dan Melzer, (2011)
tinggi dalam tindakan yang agresif yang dapat pula menyertakan kekerasan.
seseorang merespon sesuai standar sosial yang dapat menekan perilaku agresifnya
(Denson, Finkel, & DeWall, 2012). Sedangkan pada remaja yang tidak memiliki
self-control yang baik cenderung lebih mudah untuk melakukan tindakan agresif,
memiliki self-esteem yang rendah (Hinduja & Patchin, 2010). Rendahnya self-
esteem seseorang dapat menjadikan seorang mencari eksistensi dirinya dari orang
tindakan yang akan membuat dirinya di lihat oleh orang lain. Kerangka berpikir
EMPATI
Perspective Taking
Fantasy
Empathic Concern
Personal Distress
Perilaku
Cyberbullying
SELF-CONTROL
Behavior Control
Cognitive Control
Desicional Control
SELF-ESTEEM
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat pengaruh IV terhadap DV. DV dalam
dan self-esteem. Hipotesis mayornya adalah “ada pengaruh yang signifikan dari
Hipotesis Minor
SMAN 64 Jakarta.
48
Hipotesis Nihil
Karena adanya analisis statistik, maka hipotesis mayor dibalik menjadi hipotesis
nihil, yang berbunyi bahwa “Tidak ada pengaruh yang signifikan dari empati,
SMAN 64 Jakarta”
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan tentang populasi dan sampel, teknik sampling, variabel
penelitian, instrumen pengumpulan data, uji validitas kontruk, teknik analisis data,
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa yang bersekolah di SMAN 64
Jakarta kelas X, XI, dan XII yang berjumlah 770 siswa. Peneliti menetapkan
sekolah dan pernah terjadi bullying yang terjadi di sekolah. Sedangkan subjek
yang sama untuk ditetapkan sebagai sampel. Sampel yang digunakan pada
penelitian ini sebanyak 200 siswa, karena disesuaikan dengan kemampuan peneliti
49
50
Dependent Variable :
mengucilkan orang lain yang berupa pesan singkat, gambar atau video dalam
Independent Variable :
merasakan, dan mengerti keadaan orang lain dilihat dari perspektif orang
decisional control.
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas empat bagian.
Bagian pertama terdiri dari identitas responden. Bagian kedua terdiri dari
51
keempat instrumen merupakan alat ukur dari empati, self-control dan self-esteem.
Untuk model skala, peneliti menggunakan model skala likert, dimana variabel
penelitian dijadikan sebagai titik tolak penyusunan item instrumen. Jawaban dari
setiap instrumen memiliki empat pilihan, yaitu “Selalu” (SL), “Sering” (S),
“Hampir Tidak Pernah” (HTP), “Tidak Pernah” (TP). Hal ini dilakukan untuk
netral.
Pilihan Pernyataan
Favorable Unfavorable
Selalu 4 4
Sering 3 3
Hampir Tidak Pernah 2 2
Tidak Pernah 1 1
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari empat alat ukur,
yaitu : alat ukur perilaku cyberbullying, alat ukur empati, alat ukur self-control
1. Perilaku Cyberbullying
Willard (2007). Alat ukur terdiri dari 22 item yaitu 19 item favorable dan 3 item
unfavorable. Adapun pembagian item-item tiap aspek dapat dilihat pada tabel
3.2.
Indikator Item
No Dimensi
Fav Unfav
2. Empati
Skala empati yang digunakan mengacu pada aspek-aspek empati menurut Davis.
dalam bahasa indonesia. Skala terdiri dari 28 item yang terdiri dari 19 item
Item
No Aspek Indikator
Fav Unfav
1 Perspective Berpikir dan merasakan 8,11,21 3,15
taking berdasarkan keadaan orang 25,28
lain
Jumlah 19 9
3. Self-control
menurut Averill (1973) yaitu behavior control, cognitive control, dan decisional
control dengan menggunakan skala likert. Skala terdiri dari 23 item yang terdiri
54
tabel 3.4.
Item
No Aspek Indikator
Fav Unfav
1 Behavior Mengatur pelaksanaan 1,3,4,5 2
control untuk mengendalikan
situasi
Memodifikasi stimilus
dengan cara mencegah
stimulus 7,9 6,8
Jumlah 15 8
4. Self-esteem
mengadaptasi terlebih dahulu alat ukur The Rosenberg Self-Esteem scale dalam
Tabel 3.5
Item
No Aspek Indikator Fav Unfav
Jumlah 5 5
control, decisional control dan self-esteem. Untuk menguji validitas konstruk alat
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga
tiap subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun
∑ - S = 0.
chisquare. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0.05, maka hipotesis
dapat diterima bahwa item ataupun sub tes instrument hanya mengukur
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan
value. Jika hasil t-value tidak signifikan maka item tersebut tidak
signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang
6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif, maka item tersebut harus di keluarkan. Sebab hal ini
Penulis menguji apakah 23 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur perilaku cyberbullying. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 1230.98, df =
209, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.157. Oleh sebab itu penulis
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
0.031 yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima
bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu perilaku cyberbullying.
hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi
Table 3.6
Dari hasil tabel 3.14 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan. Namun
pada item 3, 9, dan 15 didrop karena korelasi antar item lebih dari lima kali.
Empati memiliki lima aspek, yaitu perspective taking, fantasy, empathic concern,
1. Perspective Taking
Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur perspective taking. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 60.10, df = 14,
P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.129. Oleh sebab itu penulis melakukan
karena berkolerasi lebih dari tiga kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-
square = 9.32, df = 6, P-value = 0.15623, dan nilai RMSEA = 0.053 yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item
hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi
Gambar 3.7
Uji Validitas Konstruk Perspective Taking
No Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
Item
8 0.48 (0.09) 4.33
11 0.18 (0.10) 2.97
15 0.10 (0.09) 1.70 X
21 0.52 (0.09) 3.57
25 0.52 (0.09) 1.37 X
28 0.56 (0.09) 2.38
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
60
2. Fantasy
Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur fantasy. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model
0.00299, dan nilai RMSEA = 0.082. Oleh sebab itu penulis melakukan
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi
Gambar 3.8
Uji Validitas Konstruk Fantasy
No Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
Item
1 0.51 (0.09) 5.75
5 0.31 (0.09) 3.57
7 0.56 (0.08) 6.77
12 0.41 (0.09) 4.47
16 0.52 (0.08) 6.28
23 0.30 (0.09) 3.55
26 0.47 (0.08) 5.60
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96)
61
3. Empathic Concern
Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur empathic concern. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 34.96, df = 14 ,
P-value = 0.00149, dan nilai RMSEA = 0.087. Oleh sebab itu penulis melakukan
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
square = 20.03, df = 13, P-value = 0.09439, dan nilai RMSEA = 0.052 yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi
Gambar 3.9
Uji Validitas Konstruk Empathic Concern
No Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
Item
2 0.81 (0.08) 10.50
4 0.45 (0.08) 5.74
9 0.41 (0.08) 5.23
14 0.31 (0.08) 3.85
18 0.33 (0.08) 4.17
20 0.56 (0.08) 7.33
22 0.42 (0.08) 5.39
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96)
62
4. Personal Distress
Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur personal distress. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
value = 0.15148, dan nilai RMSEA = 0.044 yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja
hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi
Gambar 3.10
Uji Validitas Konstruk Personal Distress
No Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
Item
6 0.36 (0.08) 4.37
10 0.49 (0.08) 6.05
13 0.20 (0.09) 2.45
17 0.78 (0.08) 8.94
19 0.14 (0.08) 1.68 X
24 0.57 (0.08) 7.01
27 0.13 (0.08) 1.59 X
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
63
Self-Control memiliki tiga aspek, yaitu behavior control, cognitive control, dan
decisional control.
1) Behavior Control
Penulis menguji apakah 9 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur behavior control. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 67.31, df = 27,
P-value = 0.00003, dan nilai RMSEA = 0.087. Oleh sebab itu penulis melakukan
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi
Gambar 3.11
Uji Validitas Konstruk Behavior Control
No Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
Item
1 0.65 (0.07) 8.89
2 0.02 (0.07) 0.21 X
3 0.94 (0.07) 12.71
4 0.54 (0.07) 7.46
5 0.37 (0.07) 4.96
6 0.13 (0.07) 1.69 X
7 0.01 (0.07) 0.12 X
8 0.02 (0.07) 0.21 X
9 0.11 (0.07) 1.43 X
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
2) Cognitive Control
Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur cognitive control. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 48.99, df = 14 ,
P-value = 0.00001, dan nilai RMSEA = 0.112. Oleh sebab itu penulis melakukan
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi
Gambar 3.12
Uji Validitas Konstruk Cognitive Control
No Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
Item
10 0.26 (0.08) 3.22
11 0.17 (0.09) 1.95 X
12 -0.28 (0.09) -3.24 X
13 0.62 (0.09) 7.08
14 0.50 (0.09) 5.69
15 0.67 (0.08) 8.01
16 0.46 (0.08) 5.96
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
3) Decisional Control
Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur decisional control. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
0.05323, dan nilai RMSEA = 0.058 yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja
hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi
Gambar 3.13
Penulis menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur self-esteem. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 291.71, df = 35, P-value
= 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.192. Oleh sebab itu penulis melakukan
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi
Gambar 3.14
signifikan tidaknya pengaruh dari sekumpulan variabel bebas (IV) yaitu empati,
cyberbullying.
yang ada pada bab II. Dalam penelitian ini dependent variable sebanyak satu
Keterangan :
a : Intercept/konstan
X8 : Aspek Self-Esteem
e : Residu
Dalam analisis regresi berganda ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu:
DV.
IV yang bersangkutan.
4. Dapat diketahui besarnya sumbangan dari setiap IV pada DV, dan melihat
signifikansinya.
69
2. Mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu
alat ukur yang dibuat sendiri berdasarkan teori dari Willard (2007) yaitu
yang di adaptasi sesuai teori Davis (1980), alat ukur self-control yang
dibuat sendiri berdasarkan teori Averill (1973), dan alat ukur self-esteem
yang diadaptasi dari teori Rossenberg (dalam Mruk, 2006). Semua skala
dengan kriteria dan lokasi yang telah ditetapkan, yaitu SMAN 64 Jakarta.
angket lanjutan yang dilakukan secara offline dan secara langsung kepada
didapatkan.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, dipaparkan hasil penelitian yang meliputi, gambaran subjek
Gambaran umum subjek penelitian ini didasarkan dari jenis kelamin, tingkat
Tabel 4.1
Gambaran Umum Subjek Penelitian
Frekuensi Presentase
Jenis kelamin
Laki-laki 123 61,5%
Perempuan 77 38,5%
Total 200 100%
Kelas
X 47 23,5%
XI 54 27%
XII 99 49,5%
Total 200 100%
Media yang digunakan oleh sampel pelaku
Facebook 87 43,5%
Twitter 73 36,5%
Lainnya 40 20%
Total 200 100%
Pada tabel 4.2 digambarkan hasil statistik deskriptif dari variabel dalam penelitian
ini yang berisi nilai minimum, nilai maksimum, mean dan standar deviasi (SD).
71
72
Tabel 4.2
Hasil Analisis Deskriptif
Std.
N Minimum Maximum Mean
Deviation
Cyberbullying 200 40.19 87.88 49.9999 8.84240
Perspective Taking 200 29.84 63.46 49.9988 8.56391
Personal Distress 200 31.34 66.95 50.0005 8.21776
Empathic Concern 200 28.04 65.63 49.9999 8.03440
Fantasy 200 25.88 66.72 50.0002 7.73183
Behavior Control 200 34.07 66.59 50.0006 8.70055
Cognitive Control 200 27.01 63.98 49.9994 7.88108
Decisional Control 200 34.25 67.94 49.9997 7.38218
Self-Esteem 200 30.12 69.35 50.0001 8.56109
Valid N (listwise) 200
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa nilai maksimum tertinggi
berada pada perilaku cyberbullying, sebesar 87.88 dan nilai minimun tertendah
Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori, skor variabel
Tabel 4.3
Kategorisasi Rumus
Tinggi X ≥ Mean + 1SD
Rendah X ≤ Mean – 1SD
73
Variabel independen terdiri atas tiga variabel yaitu empati, self-control dan self-
Tabel 4.4
Behavior
Cyberbullying T 94 47 T 86 43
Control
R 106 53 R 114 57
Total 200 100 Total 200 100
Perspective Cognitive
T 96 48 T 111 55.5
Taking Control
R 104 52 R 89 44.5
Total 200 100 Total 200 100
Personal Decisional
T 99 49.5 T 100 50
Distress Control
R 101 50.5 R 100 50
Total 200 100 Total 200 100
Self-
Fantasy T 102 51 T 120 60
Esteem
R 98 49 R 80 40
Total 200 100 Total 200 100
Empathic
T 61 30.5
Concern
R 139 69.5
Total 200 100
Keterangan : T = Tinggi, R = Rendah,
74
Dari tabel 4.4 diketahui bahwa 47% partisipan dalam penelitian ini berada pada
kategori tinggi, dan 53% partisipan berada pada kategori rendah. Dari pemaparan
tersebut dapat terlihat bahwa pada umumnya perilaku cyberbullying berada pada
kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan dalam
diketahui bahwa sebesar 48% partisipan dalam penelitian ini berada pada kategori
tinggi, dan 52% berada kategori rendah. Dari pemaparan tersebut dapat terlihat
bahwa pada umumnya tingkat perspective taking partisipan berada pada kategori
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan dalam penelitian ini
rendah.
berada pada kategori tinggi, dan 50.5% berada pada kategori rendah. Dari
partisipan berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar partisipan dalam penelitian ini memiliki tingkat kecemasan pada diri sendiri
yang rendah.
Variabel ketiga pada empati adalah fantasy. Sebesar 51%, berada pada
kategori tinggi, dan 49% berada pada kategori rendah. Dari pemaparan tersebut
dapat terlihat bahwa pada umumnya tingkat fantasy partisipan berada pada
kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan dalam
75
mengubah diri mereka secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tidankan
dari karakter khayal dalam buku, film, dan sandiwara yang dibaca atau ditonton.
berada pada kategori tinggi, dan 69.5% berada pada kategori rendah. Dari
pemaparan tersebut dapat terlihat bahwa pada umumnya tingkat empathic concern
partisipan berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar partisipan dalam penelitian ini memiliki tingkat perasaan yang rendah dalam
simpati yang berorientasi kepada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan
cognitive control, dan decisional control. Pada variabel behavior control sebesar
43% berada pada kategori tinggi, dan 57% berada pada kategori rendah. Hal ini
kategori tinggi, dan 44.5% berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar partisipan dalam penelitian ini memiliki kemampuan yang
kategorisasi tinggi, dan 50% berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan
76
bahwa partisipan dalam penelitian ini sama besarnya dalam memilih hasil atau
Variabel terakhir pada penelitian ini yaitu self-esteem. Sebesar 60% berada
pada kategori tinggi, dan 40% berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar partisipan dalam penelitian ini memiliki kepercayaan atas
variable (DV). Analisis dilakukan dengan teknik Multiple Regression. Data yang
dianalisi diantaranya faktor skor atau true score yang diperoleh dari hasil analisis
faktor. Alasan penggunaan faktor skor adalah untuk menghindari dampak negatif
Pada tahapan ini teknik yang digunakan dalam penelitian adalah analisis
regresi berganda menggunakan software SPSS 17.0. Dalam regresi ada 3 hal yang
perlu dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%)
varians dependent variable (DV) yang dijelaskan oleh independent variable (IV).
regresi. Ketiga untuk melihat persamaan regresi yang digunakan untuk melihat
diketahui. Selanjutnya untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.5.
77
Tabel 4.5
Adjusted R
Model R R Square Std. Error of the Estimate
Square
1 .491
a
.242 .210 7.14226
a. Predictors: (Constant), SELFESTEEM, FANTASY, EMPATHICCONCERN, COGNITIVECONTROL,
PERSONALDISTRESS, PERSPECTIVETAKING, BEHAVIORCONTROL, DECISIONALCONTROL
Dari tabel 4.5, dapat dilihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.242 atau
24,2%. Artinya proporsi varians dari cyberbullying yang dapat dijelaskan oleh
75.8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ikut diukur dalam penelitian ini.
terhadap cyberbullying. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6
ANOVAb
Sum of
Model Df Mean Square F Sig.
Squares
1 Regression 3102.482 8 387.810 7.602 .000
a
Jika dilihat pada bagian kolom sig, dapat diketahui nilai (p < 0.05), maka
hipotesis nol ditolak. Oleh karena itu hipotesis nihil mayor yang menyatakan
bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan dari variabel empati (perspective taking,
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model Coefficients Sig.
B Std. Error Beta
berikut
79
+ 0.040 Self-Esteem.
dapat dilihat pada nilai sig pada kolom di atas, jika sig < 0.05 maka koefisien
dan sebaliknya. Dari hasil di atas terdapat empat koefisien regresi yang signifikan
signifikan. Hal ini menyatakan hanya empat independent variable (IV) dari 8
variabel yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh
dengan nilai sig sebesar 0.012 (sig < 0.05), yang berarti bahwa perspective
mengambil sudut pandang orang lain secara spontan, maka semakin tinggi
perilaku cyberbullying.
2. Nilai koefisien regresi sebesar -0.065 pada variabel fantasy dengan nilai
sig sebesar 0.266 (sig > 0.05), yang berarti bahwa fantasy tidak memiliki
dengan nilai sig sebesar 0.007 (sig < 0.05), yang berarti bahwa empathic
dengan nilai sig sebesar 0.108 (sig > 0.05), yang berarti bahwa personal
cyberbullying.
dengan nilai sig sebesar 0.046 (sig < 0.05), yang berarti bahwa behavior
dengan nilai sig sebesar 0.925 (sig > 0.05), yang berarti bahwa cognitive
cyberbullying.
dengan nilai sig sebesar 0.042 (sig < 0.05), yang berarti bahwa decisional
8. Nilai koefisien regresi sebesar 0.040 pada variabel self-esteem dengan nilai
sig sebesar 0.542 (sig > 0.05), yang berarti bahwa self-esteem tidak
Dari penjabaran hasil di atas, maka dapat diketahui bahwa hipotesis minor
yang diterima berjumlah empat dari delapan variabel yaitu H2 yang menyatakan
signifikan empathic concern terhadap perilaku cyberbullying. Setelah itu H5, yang
independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV). Pada tabel 4.8
signifikansi bisa dilihat pada kolom pertama dari kanan, bila sig< 0.05 berarti
independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV) bisa dilihat pada
Tabel 4.8
Change Statistics
Model R Square
R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change
Change= 24.218, df1 = 1 dan df2= 198 dengan Sig.F Change= 0.000 (sig <
0.05).
df1 = 1 dan df2= 197 dengan Sig.F Change= 0.161 (sig > 0.05).
Change= 9.019, df1 = 1 dan df2= 196 dengan Sig.F Change= 0.003 (sig <
0.05).
83
5.841, df1 = 1 dan df2= 195 dengan Sig.F Change= 0.017 (sig < 0.05).
8.155, df1 = 1 dan df2= 194 dengan Sig.F Change= 0.005 (sig < 0.05).
Change= 1.763, df1 = 1 dan df2= 193 dengan Sig.F Change= 0.186 (sig >
0.05).
Change= 4.695, df1 = 1 dan df2= 192 dengan Sig.F Change= 0.031 (sig <
0.05).
Change= 0.373, df1 = 1 dan df2= 191 dengan Sig.F Change= 0.542 (sig >
0.05).
Dengan demikian, terdapat lima dari delapan independent variable (IV), yaitu
Pada bab ini, akan dipaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang dilakukan.
5.1 Kesimpulan
SMAN 64 Jakarta.
merupakan aspek dari empati dan behavior control, dan decisional control yang
84
85
5.2 Diskusi
cyberbullying pada sampel penelitian ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Steffgen, Konig, Pfetsch, & Melzer (2011) yang menemukan rendahnya
respon empati pada pelaku cyberbullying dan menurut Menesini (dalam Dilmac,
2009), pelaku bullying sebenarnya sadar akan perasaan orang lain namun tidak
dapat atau tidak mau mengizinkan perasaan itu mempengaruhi mereka yang
akhirnya lebih memilih melakukan tindakan bullying. pada penelitian ini pada
rendah seseorang melihat sudut pandang orang lain, maka perilaku cyberbullying
akan semakin tinggi pada seseorang. Perspective taking secara psikologis dan
melalui pemaknaan sikap dan perilaku yang terlihat. Hal ini erat kaitannya dengan
daya kognisi, kemampuan setiap orang dalam melakukan perspective taking akan
negatif yang artinya semakin rendah skor empathic concern, semakin tinggi
yang berorientasi kepada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan yang
dialami orang lain maka akan semakin tinggi perilaku cyberbullying seseorang.
Dimensi lain dari variabel empati, yaitu fantasy berpengaruh negatif dan
tidak signifikan. Artinya semakin rendah imajinasi seseorang maka semakin tinggi
distress dikatakan juga sebagai empati negative atau reaksi pribadi terhadap
penderitaan orang lain yang diekspresikan dengan perasaan terkejut, takut, cemas,
pada penelitian ini. Dimensi behavior control berarah negatif dan memberikan
Sebaliknya, jika seseorang memiliki kontrol perilaku yang tinggi, maka ia akan
Artinya, semakin tinggi skor aspek decisional control maka semakin tinggi
yang mengukur decisional control yang menemukan arah yang negatif, salah
agresivitas remaja menemukan hasil yang negatif pada dimensi decisional control,
peneliti berpendapat bahwa perbedaan antara hasil penelitian terdahulu ini bisa
diakibatkan sampel penelitian, teknik pengambilan data, maupun alat ukur yang
digunakan. Pada penelitian ini item-item yang digunakan pada dimensi decisional
control menitik beratkan pada hal melakukan sesuatu sesuai yang diyakini diri
sendiri, menjadi hal yang positif saat pada sampel pelaku cyberbullying lebih
Patchin & Hinduja (2010) yang menyatakan bahwa baik pelaku ataupun korban
rendah. Sedangkan pada penelitian ini 60% responden memiliki kepercayaan atas
dirinya tinggi. Peneliti berasumsi bahwa pada penelitian Patchin & Hinduja
(2010) responden masih pada anak-anak akhir, sedangkan pada subjek penelitian
ini 49,5% pada remaja akhir yang sudah memiliki self-esteem tinggi. Sejalan
dengan hal tersebut dalam penelitian Family Health Study oleh Baldwin &
yang sama dengan perempuan. Dalam studi yang dijelaskan, perubahan self-
menjadi pelaku cyberbullying. Contohnya, pada hari yang sama pelaku bisa
berulang kali mengirim pesan menyakitkan atau memalukan kepada orang lain.
Selain itu, peneliti hanya menggunakan variabel pada faktor internal seorang
5.3 Saran
Pada bagian ini, saran dibagi menjadi dua, bagian yaitu saran metodologis dan
saran praktis. Penulis memberikan saran secara metodologis dengan harapan dapat
peneliti juga menguraikan saran secara praktis dengan harapan dapat memberikan
sampel pelaku saja, tetapi pada korban dan pengamat sehingga mampu
subjek penelitian yang dapat melihat presepsi antara orangtua dan anak.
item dari Tangney, Baumeister, & Boone (2004), alat ukur baku ini hanya
cyberbullying.
1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh self-control dan empati
terhadap perilaku cyberbullying pada remaja. Bagi para orangtua dan guru
tanggung jawab pada siswa. Sehingga diharapkan pada remaja agar dapat
2. Bagi orangtua dapat lebih meningkatkan rasa peduli pada anak, karena
dengan kemajuan zaman saat ini akan memberikan dampak baik secara
Ang, R.P., & Goh, D.H. (2010). Cyberbullying among adolescents: the role of
affective and cognitive empathy, and gender. Child Psychiatry Human
Development, 41(4):387-97. doi: 10.1007/s10578-010-0176-3.
Ang, R.P., Tan, K.A., & Mansor, A.T. (2011). Normative beliefs about aggression
as a mediator of narcissistic exploitativeness and cyberbullying. Journal of
Interpersonal Violence, 26(13). 2619–2634.
Asia Digital Marketing Association. (2012). Data asia pasific digital marketing
year book 2012. Retrived from
http://www.asiadigitalmarketingyearbook.com/resources/2012
Australian Federal Police. (2013). Cyberbullying – don’t start it. don’t be a part of
it, http://www.afp.gov.au/policing/cybercrime/~/media/afp/pdf/c/cyber-
bullying-no-crops.ashx diakses pada tanggal 8 Januari 2014
Averill, J.R. (1973). Personal control over aversive stimuli and its relationship to
stress. Psychologi Bull. 80. 286-303
Calhoun, J.F. & Acocella, J.R. (1990). Psychology of adjustment and human
relationship. New York: McGraw-Hill, Inc.
Campbell, A.M. (2005). Cyberbullying: an old problem in a new guise?.
Australian Journal of Guidance And Counseling, 15(1), 68-76.
DOI: http://dx.doi.org/10.1375/ajgc.15.1.68
Davis, C.M. (1990). What is empathy, and can empathy be taught. Physical
Therapy. Journal of the American Physical Therapy Association. 70, 707-
711.
Denson, T.F, Finkel, E.J, & DeWall, C.N. (2012). Self-contol and aggression.
Psychological Science, 21(1) 20 –25. DOI: 10.1177/0963721411429451
Gottfredson, M. R., & Hirschi, T. (1990). General theory of crime. Stanford, CA:
Stanford University Press.
Gourneau, B. (2012). Students’ perspectives of bullying in schools. Contemporary
Issues in Education Research. 5(3), 117-125. Retrived from
http://www.cluteinstitute.com/ojs/index.php/CIER/article/view/6929
Guarni, A., Passini, S., Melotti, G., & Brighi, A. (2012) Risk and protective
factors on perpetration of bullying and cyberbullying. Adam Mickiewicz
University Press. 23(6), 33-55. ISBN 978-83-232-2520-1. ISSN 1233-
6688
Heatherton, C. & Wyland, L.(2003). Assessing self-esteem. Retrived 2 Juni 2014
from
http://www.dartmouth.edu/~thlab/pubs/03_Heatherton_Wyland_APP_ch.p
df
Heirman, W., & Walrave, M. (2008). Assessing concerns and issues about the
mediation of technology in cyberbullying. Cyberpsychology: Journal of
Psychosocial Research on Cyberspace, 2(2), article 1. Diunduh pada
tanggal 22 Oktober 2013 dari
http://cyberpsychology.eu/view.php?cisloclanku= 2008111401&article=1
Hoff, D.L. & Mitchell, S.N. (2009). Cyberbullying: causes, effects, and remedies.
Journal of Educational Administration. 47(5), 652-665. Diunduh pada
tanggal 22 Agustus 2014 dari www.emeraldinsight.com/0957-8234.htm
Hoffman, M.L. (2000). Empathy and moral development: Implications for caring
and justice. Cambridge University Press.
Holt, T.J., Bossler, A.M., & May, D.C. (2012). Low self-control, deviant peer
associations, and juvenile cyberdeviance. Journal Criminal Justice
37:378–395. DOI 10.1007/s12103-011-9117-3
KPAI . (2014). KPAI: 2014, Ada 622 Kasus Kekerasan Anak.. Retrived from
http://www.kpai.go.id/
Li, Q. (2007). Bullying in the new playground: Research into cyberbullying and
cyber victimization. Australasian Journal of Educational Technology,
23(4), 435-454. Diunduh pada tanggal 12 April 2014 dari
http://www.ascilite.org.au/ajet/ajet23/li.html
Marden, N.E. (2010). Exposing the cyberbully. Diunduh pada tanggal 2 Agustus
2014 dari
http://library.wcsu.edu/dspace/bitstream/0/526/1/CYBERBULLYING_THE
SIS_FINAL .pdf
Menesini, E., Nocentini, A., & Palladino, B.E. (2012). Online and offline peer led
models againts bullying and cyberbullying. Journal of Psychotema. 24(4),
634-636. ISSN 0214-9915. www.psicothema.com
Permatasari, D.D,. (2012). Fenomena cyberbullying pada siswa SMA (Lima SMA
di Kota Yogyakarta). Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
http://eprints.uny.ac.id/7331/
Powell, M.S., Newgent, R.A., & Le, M. (2006). Group cinematherapy: Using
metaphor to enhance adolescent self-esteem. The art in psychotherapy, 33.
247-253. DOI: 10.1016/j.aip.2006.03.004
Pratiwi, D. (2011). Pengaruh trait kepribadian, strain, dan interaksi orangtua
terhadap cyberbullying pada remaja. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.
Rahayu, F.S. (2012). Cyberbullying sebagai dampak negatif penggunaan
teknologi informasi. Jurnal Sistem Informasi, 8(1). 22-29. Retrived from
http://jurnal.mti.cs.ui.ac.id/index.php/jsi/article/view/321
Salmivalli, C., Kaukiainen, A., Kaistaniemi, L., & Lagerspetz, K.M. (1999). Self-
evaluated self-esteem, peer-evaluated self-esteem, and defensive egotism
as predictors of adolescents participation in bullying situations. Personality
and Social Psychology Bulletin, 25(10), 1268-1278.
doi: 10.1177/0146167299258008
Smith, P.K., Mahdavi, J., Carvalho, M., Fisher, S., Russell, S., & Tippett, N.
(2008). Cyberbullying : Its nature and impact insecondary school pupils.
Journal of psychology and psychiatry, 49(2). 376-385.
Doi:10.1111/j.1469-7610.2007.01846.x
Steffgen, G., Konig, A., Pfetsch, J., & Melzer, A. (2011). Are cyberbullies less
empathic? adolescents’ cyberbullying behavior and empathic
responsiveness. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking,
14(11), 643-648. DOI: 10.1089/cyber.2010.0445
Tangney, J.P., Baumiester, R.F., & Boone, A.L. (2004). High self-control predicts
good adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal success.
Journal of Personality, 72(2), 271-324. DOI: 10.1111/j.0022-
3506.2004.00263.x
Trzesniewski, K.H., Donnellan, M.B., & Robins, R.W. (2003). Stability of self-
esteem across the life span. Journal of Personality and social Psychology,
84(1), 205-220. DOI: 10.1037/0022-3514.84.1.205
Vazsonyi, A.T., Machackova, H., Sevcikova, A., Smahel, D., & Cerna, A. (2012).
Cyberbullying in context: Direct and indirect effects by low self-control
across 25 European countries. European Journal of Developmental
Psychology, 2012, 9 (2), 210–227. DOI: 10.1080/17405629.2011.644919
Wright, B.R., Caspi, A., Moffitt, T., & Silva, P.A. (1999). Low self-control, social
bonds, and crime: Social causation, social selection, or both?.
Criminology, 37(3), 479-514. DOI: 10.1111/j.1745-9125.1999.tb00494.x
KUESIONER PENELITIAN
FAKULTAS PSIKOLOGI
TAHUN 2015
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang saat ini
sedang melakukan penelitian dalam rangka memenuhi tugas akhir. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui aktivitas online. Kuesioner ini di rancang untuk mencari informasi
dari pelajar mengenai aktivitas online. Hasil dari kuesioner ini akan digunakan sebagai bahan
dasar penelitian mengenai aktivitas online dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Tidak ada jawaban benar atau salah dalam penelitian ini. Oleh karena itu, Anda
diharapkan menjawab semua pernyataan dengan jujur dan sesuai dengan diri Anda. Data
yang Anda berikan akan dijamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan
penelitian. Partisipasi Anda di sangat berharga, untuk itu kami berharap Anda bersedia untuk
memberikan jawaban dengan sungguh-sungguh.
Kuesioner ini terdiri dari IV bagian, bacalah dengan seksama petunjuk pengerjaan
sebelum menjawab. Anda diharapkan menjawab dengan cermat dan teliti, jangan
sampai ada pernyataan yang terlewat.
Atas kerja sama dan bantuannya, saya ucapkan terimakasih, serta mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan.
Hormat Saya,
Amalia Setianingrum
DATA DIRI RESPONDEN
Inisial :
Jenis Kelamin :
Usia :
Beri tanda (√) pada jawaban yang sesuai dengan Anda, jawaban boleh lebih dari satu!
Pada skala I terdapat beberapa item berbentuk pernyataan, baca dan pahami baik-baik. Anda
diminta untuk menjawab dengan memberikan tanda (X) pada salah satu pilihan jawaban yang
paling mewakili keadaan diri Anda.
Keterangan :
HTP : bila Anda HAMPIR TIDAK PERNAH melakukan aktivitas pada pernyataan
tersebut.
CONTOH PENGISIAN
Jika pernyataan dibawah ini SERING Anda rasakan, maka beri tanda (X) pada kolom SR.
No Pernyataan SL SR HTP TP
1. Saya sopan kepada siapapun di dunia maya. X
SKALA I
No Pernyataan SL SR HTP TP
1 Saya menjaga perkataan saya ketika saya online di media sosial.
2 Saya berulangkali mengirim SMS atau pesan melalui media sosial
mengenai kebencian saya terhadap seseorang secara online.
3 Saya berlaku sopan kepada siapapun penguna akun di media sosial.
4 Saya menahan diri agar tidak terjadi pertengkaran di media sosial.
5 Saya memposting kata kata kasar dan bohong mengenai seseorang di
media sosial.
6 Saya menjadi orang lain dan mengirimkan atau menuliskan hal yang
memalukan tentang orang lain yang saya tidak sukai.
7 Saya berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan pada
media online atas namanya tanpa seizin orang tersebut.
8 Saya ikut ambil andil dalam mengeluarkan seseorang dari suatu grup
online.
9 Saya dan teman-teman saya memblokir akun seseorang agar orang
tersebut tidak dapat mengakses informasi mengenai kami.
10 Saya menyebarkan rahasia orang lain di media sosial.
11 Saya membuka foto diakun media sosial milik orang lain kemudian
saya edit dengan hal yang memalukan.
12 Saya membalas setiap orang yang menghina saya di media sosial.
13 Saya berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan pada
media online atas namanya tanpa seizin orang tersebut.
14 Saya mengganti nama teman saya dengan nama panggilan yang tidak
menyenangkan di akun media sosialnya.
15 Saya menyebarkan cerita yang memalukan mengenai seseorang di
media sosial untuk membuatnya malu.
16 Saya menyebarkan rahasia teman dengan memposting pembicaraan
pribadi di media sosial.
17 Saya menandai seseorang sebagai spam agar orang tersebut tidak bisa
mengakses akunnya.
18 Saya sign-in menggunakan akun orang lain untuk mencari tau
informasi seseorang untuk mempermalukannya.
19 Saya menggunakan akun milik orang lain untuk mencari tahu
informasi seseorang.
20 Saya menyebarkan informasi yang saya dapat untuk mengejek,
mempermalukan, atau menghina seseorang secara langsung.
21 Saya mengirimkan pesan kepada orang yang saya benci dengan kata-
kata kasar.
22 Saya membuat atau ikut serta dalam grup media sosial yang
menunjukkan kebencian saya terhadap seseorang.
PETUNJUK PENGISIAN SKALA II - SKALA IV
Pada skala I terdapat beberapa item berbentuk pernyataan, baca dan pahami baik-baik. Anda
diminta untuk menjawab dengan memberikan tanda (X) pada salah satu pilihan jawaban yang
paling mewakili keadaan diri Anda.
Keterangan :
STS : bila pernyataan tersebut SANGAT TIDAK SESUAI dengan diri Anda.
CONTOH PENGISIAN
Jika pernyataan dibawah ini SERING Anda rasakan, maka beri tanda (X) pada kolom SR.
No Pernyataan SS S TS STS
1. X
SKALA II
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya melamun dan berfantasi, tentang gal-hal yang mungkin terjadi
pada saya.
2 Saya memiliki perasaan yang lembut dan peduli terhadap orang-orang
yang kurang beruntung.
3 Saya kadang-kadang merasa sulit untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain.
4 Kadang-kadang saya tidak merasa kasihan terhadap orang lain ketika
mereka mengalami masalah.
5 Saya benar-benar terlibat dengan perasaan karakter dalam novel.
6 Dalam situasi darurat, saya merasa khawatir.
7 Saya biasanya bersikap objektif ketika menonton film atau bermain,
dan tidak merasakan perasaan yang mendalam.
8 Jika terjadi perselisihan, saya mencoba memahami sudut pandang
orang lain sebelum saya membuat keputusan.
9 Ketika saya melihat seseorang dimanfaatkan, saya merasa kasihan
terhadap mereka.
10 Saya terkadang merasa tidak berdaya ketika berada ditengah-tengah
situasi yang sangat emosional.
11 Terkadang saya mencoba memahami teman saya melalui perspektif
teman saya.
12 Saya jarang merasa sangat terlibat dengan buku atau film yang bagus.
13 Ketika saya melihat seseorang terluka, saya cenderung untuk tetap
tenang.
14 Saya merasa tidak terganggu terhadap kemalangan orang lain.
15 Jika saya yakin akan sesuatu, saya tidak mendengarkan pendapat orang
lain.
16 Setelah bermain atau menonton film, saya merasa seolah-olah menjadi
bagian dari karakter yang tadi saya tonton.
17 Berada dalam situasi emosional membuat saya takut.
18 Ketika saya melihat seseorang diperlakukan tidak adil, kadang-kadang
saya tidak merasa kasihan terhadap mereka.
19 Saya biasanya cukup efektif dalam menangani keadaan darurat.
20 Saya sering tersentuh terhadap hal-hal yang saya lihat.
21 Saya mencoba untuk melihat permasalahan dari berbagai sudut
pandang.
22 Saya akan menggambarkan diri saya sebagai orang yang baik dan
berhati lembut.
23 Ketika saya menonton film yang bagus, saya dapat dengan mudah
menempatkan diri pada karakter yang baik.
24 Saya cenderung kehilangan kontrol selama keadaan darurat.
25 Ketika saya sedang marah pada seseorang, saya mencoba berdiam diri
untuk sementara waktu.
26 Ketika saya membaca sebuah cerita atau novel yang menarik, saya
membayangkan dan merasakan bagaimana jika peristiwa dalam cerita
itu terjadi pada saya.
27 Ketika saya melihat seseorang yang membutuhkan pertolongan dalam
keadaan darurat, saya ikut merasakan sedih.
28 Sebelum mengkritik orang lain, saya mencoba membayangkan dan
merasakan jika saya berada di posisi mereka.
SKALA III
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya selalu merencanakan setiap hal yang akan saya lakukan setiap
harinya.
2 Saya seorang yang spontan dan blak-blakan.
3 Saya seorang yang teratur dan terencana.
4 Saya selalu memiliki plan b apabila rencana yang saya lakukan
tidak berjalan baik.
5 Saya selalu berpikir berulang kali sebelum saya memposting
sesuatu di media sosial.
6 Saya akan meluapkan kemarahan kepada siapapun yang ada didekat
saya.
7 Saya mengabaikan ejekan dan hinaan teman saya kepada saya.
No pernyataan SS S TS STS
1 Saya merasa bahwa saya adalah orang yang berharga,
setidaknya sama berharganya dengan orang lain.
2 Saya merasa bahwa saya memiliki kualitas yang baik.
3 Saya cenderung merasa gagal dengan semua yang saya
lakukan.
4 Saya dapat melakukan hal-hal yang kebanyakan orang lain
dapat lakukan.
5 Saya merasa saya tidak memiliki banyak hal untuk
dibanggakan.
6 Saya bersikap positif terhadap diri sendiri.
7 Secara keseluruhan, saya puas dengan diri saya.
8 Saya harap saya dapat lebih menghargai diri saya.
9 Saya merasa tidak berguna.
10 Kadang-kadang saya pikir saya tidak berguna.
Mohon diperiksa kembali dan pastikan semua nomor terisi dengan baik.
LAMPIRAN 3
Path Diagram
1. Path Diagram Cyberbullying
c. Empathic Concern
d. Personal Distress
3. Path Diagram Self-Control
a. Behavior Control
b. Cognitive Control
c. Decisional Control