Anda di halaman 1dari 33

Developmental

Stages
Psychosocial – Erik Erikson
Apa yang akan
dipelajari?
Memahami tahap perkembangan psikososial berdasarkan
teori Erik Erikson dan mencoba merefleksikannya dalam
kehidupan pribadi.
Erik erikson (1902-
1994)
Salah satu tokoh psikologi yang melihat perkembangan kepribadian
manusia berdasarkan perspektif rentang kehidupan / life-span.
Lingkungan sosial dan budaya dilihat sebagai faktor yang memengaruhi
perkembangan diri individu.
Tahap Perkembangan
Psikososial
Setiap tahap perkembangan Perlu seimbang antara kiris
memiliki krisis yang perlu dihadapi. positif dan negatif.

Identity vs. Generativity


Initiative vs. Guilt vs. Stagnation
Trust vs. Mistrust Role Confusion
(0-18 bln) (3-5 thn) (40-65 thn)
(13-21 thn)

Autonomy vs. Industry vs. Intimacy vs. Ego Integrity


Shame & Doubt Inferiority Isolation vs. Despair
(18 bln – 3 thn)
(5-13 thn) (21-39 thn) (65 thn < )

Jika setiap krisis mampu dihadapi dengan Kesuksesan dalam menghadapi krisis dalam
sukses, maka individu akan mengembangkan masing-masing tahap perkembangan akan
sebuah virtue / kekuatan. memampukan individu menghadapi krisis
ditahap selanjutnya.
Trust vs.
SeorangMistrust
anak mengembangkan
rasa percaya / tidak
(trust/mistrust) tergantung dari
kualitas caregiver-nya
(pengasuh/orang tua)

(Usia 0-18 bulan)


Kualitas caregiver

Peduli Konsisten
Responsif Dapat diandalkan

Caregiver yang tidak konsisten, self-centered,


mengabaikan dan cenderung tidak peduli terhadap
bayi akan menimbulkan mistrust pada bayi.
Tumbuh menjadi anak yang
memiliki interaksi positif dengan
lingkungan, percaya diri, mampu
Secure baby berelasi dan memiliki teman,
memiliki kosa kata yang lebih
kaya, mampu berempati dan
memiliki kemampuan
menyelesaikan masalah yang baik

Cenderung mengembangkan emosi


yang negatif (marah, takut, mudah
Insecure stres), kurang ramah dengan
baby lingkungannya, kadang dapat
mengembangkan perilaku bermasalah
saat remaja
Apakah krisis itu buruk?
Jika tidak ada krisis yang terjadi, justru akan membuat bayi
tumbuh menjadi pribadi yang tidak sehat. Bayi yang terlalu trust
akan tumbuh menjadi pribadi yang rapuh dan mudah ditipu.
Pengalaman trust dan mistrust pada bayi perlu terjadi secara
seimbang agar bayi tumbuh menjadi pribadi yang sehat.
Virtue :
HOPE
Bayi yang berhasil melalui krisis dimasa ini, cenderung melihat dunia
sebagai tempat yang aman bagi dirinya dan sekalipun ia mengalami kondisi
yang buruk ia tahu bahwa ada caregiver yang dapat ia andalkan.

Sementara itu bayi yang cenderung mistrust akan melihat dunia sebagai
tempat yang tidak aman dan harus ia hindari sehingga ia tumbuh menjadi
anak yang penuh dengan rasa takut dan menarik diri dari lingkungannya.
Autonomy Vs. Shame &
Doubt
Anak mulai belajar untuk melakukan
segala sesuatu secara mandiri, belajar
self-control (toilet training, body
coordination, decide things) dan
membangun rasa percaya diri
terhadap tubuh dan diri

(Usia 18 bulan-3 tahun)


Autonomy Vs. Shame &
BERHASIL MENGHADAPI Doubt GAGAL MENGHADAPI
KRISIS : KRISIS :
Anak merasa mampu, menjadi Anak merasa tidak kompeten, malu,
percaya diri dan mengembangkan takut, ragu, dan tidak percaya diri
pengendalian diri yang baik CAREGIVER
MEMBERI KESEMPATAN
DAN PERCAYA KEPADA
ANAK UNTUK MANDIRI

Orang tua yang


overprotective, kaku,
dan sangat mengontrol
perilaku anak akan
membuat anak gagal
menghadapi krisis
Virtue :
will
Jika anak diberikan ruang untuk menumbuhkan rasa mandiri, maka mereka
akan belajar untuk mencoba hal-hal baru, belajar memiliki preferensi diri dan
membuat keputusan berdasarkan keinginan mereka.

Ketika gagal menghadapi krisis, anak akan cenderung menjadi kompulsif


dan melakukan segala sesuatu dengan KEHARUSAN untuk menghindari
emosi yang negatif.
Initiative vs. guilt
Usia bermain anak-anak dimana
mereka mengembangkan imajinasi
dan merealisasikan ide-ide mereka,
memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi, bermain peran, serta belajar
membedakan hal yang benar dan
salah

(Usia 3-5 tahun)


Initiative Guilt

Anak diberi Anak yang sering


kesempatan untuk dilarang cenderung
melakukan aktifitas takut untuk
bermain dan mengekpresikan diri,
takut dihukum,
merealisasikan ide- timbul rasa bersalah.
ide mereka.

Hasil :
The Hasil :
Anak menjadi lebih
Self-concept tidak
terbentuk dengan
baik.
berani mencoba hal

crisis baru, berani


menghadapi
tantangan
Gambaran mengenai
diri secara keseluruhan
Pada usia ini anak
mengembangkan pembentukan
konsep diri dimana mereka mulai
menyadari siapa diri mereka,
keunikan dirinya (self-awareness)
dan mampu menceritakan tentang
Self-Concept diri mereka (self-definition).
Virtue :
purpose
Anak belajar meregulasi / mengatur diri dalam mengejar apa yang mereka
inginkan dan mendapatkan persetujuan untuk melakukan sesuatu tanpa harus
dihantui rasa takut / rasa bersalah.

Menanamkan moral tentang benar/salah menjadi penting dimasa ini. Tapi jika
terlalu di dominasi dengan hukuman dan rasa bersalah, anak akan bertumbuh
menjadi pribadi yang sangat kaku terhadap aturan karena takut dihukum.
Industry vs. Inferiority
Usia sekolah anak-anak dimana mereka
memasuki lingkungan sosial yang baru selain
keluarga. Anak belajar menyelesaikan tugas
dan mempelajari berbagai keterampilan
maupun kemampuan untuk menjadi kompeten
baik dalam bidang akademik maupun
keterampilan sosial.

(Usia 5-13 tahun)


Masa dimana anak belajar menyeimbangakan Anak mulai melihat kaitan antara ketekunan
kegiatan di dalam dan di luar rumah dan rasa puas akan keberhasilan

Anak mulai belajar melihat diri mereka Reaksi orang tua, guru, maupun
mampu menguasai suatu lingkungan terhadap keberhasilan
keterampilan dan dapat anak akan menentukan apakah anak
menyelesaikan tugas baik dibidang merasa dirinya berharga, dikasihi, dan
akademik maupun non-akademik diterima

Jika anak sering gagal


Keberhasilan yang dicapai menyelesaikan tugas-tugas baik
menumbuhkan rasa keberhargaan dibidang akademik maupun non-
diri, kompeten, dan signifikansi diri. akademik, anak melihat dirinya
tidak kompeten /inferior
Pengalaman keberhasilan maupun
kegagalan anak akan memengaruhi
pembentukan self-esteem / keyakinan diri
mereka
Terbentuk dari

Self- bagaimana anak


melihat kapasitas /
kemampuan yang
dimiliki dalam

esteem mengerjakan tugas Pencapaian akademik & non-akademik, relasi dengan teman
sebaya dan keluarga, menjadi segmen yang berkaitan dengan
pembentukan self-esteem dimasa ini.

Self-esteem rendah : Self-esteem tinggi :


Memikirkan performa diri secara Melihat kegagalan sebagai faktor diluar diri
berlebihan, merasa bahwa kekurangan dan mengenali hal-hal yang dibutuhkan
dalam dirinya akan membuat untuk bisa memberikan usaha yang lebih
lingkungan sosial menolak mereka, dalam mencapai sesuatu
dan merasa tidak berdaya untuk
berubah (helpless)

Keberhasilan menyelesaikan tugas yang diminta akan membuat anak


merasa kompeten.
Virtue :
competence
Anak memandang dirinya sebagai individu yang mampu untuk menguasai
keterampilan dan menyelesaikan tugas.
Identity VS. Role
confusion
Masa remaja dimana mereka mengeksplorasi
banyak hal untuk menemukan jati diri dan
mengenal diri mereka lebih dalam baik secara
sosial, seksual, agama, budaya, dsb. Jika
gagal dalam menghadapi krisis ini, maka akan
muncul kebingungan terhadap peran yang
perlu ia jalani dan sulit untuk memahami diri

(Usia 13-21 tahun)


“Who am i? where am I
going?”
Identitas remaja terbentuk saat mereka berhadapan dengan isu :
- Memilih pekerjaan (termasuk memilih jurusan kuliah)
- Value/nilai yang akan mereka anut dalam hidup mereka
- Pencarian identitas seksual (terkait dengan orientasi seksual serta mulai
membangun hubungan romantis yang akan memengaruhi pembentukan
identitas diri)
Masa trial-error dalam mencoba berbagai hal,
dan rentan mencoba hal-hal yang negatif.

Dalam masa pencarian jati diri, krisis dan komitmen menjadi


variabel penting yang membentuk identitas diri remaja.

Crisis Commitment
Merupakan proses untuk
mencari mengenai apa
Vulnerable Memberikan effort pada hal
yang ingin ia kerjakan atau
yang ingin ia percayai dan
mau menjadi apa.
moment ia percayai dalam
pencarian jati diri.

Remaja bisa melakukan komitmen setelah memikirkan secara mendalam


krisis yang ia hadapi → berhasil membentuk identitas diri yang kuat
Namun komitmen yang diambil bisa juga terjadi tanpa proses pemikiran yang matang
dan biasanya terjadi karena hanya sekedar menjalani belief yang terberi/sekedar
mengikuti arus → gagal membentuk identitas diri
Virtue :
fidelity
Fidelity dapat dilihat sebagai kesetiaan yang terus menerus, iman/keyakinan, rasa memiliki
orang yang dicintai dan teman. Fidelity berarti individu mengidentifikasikan diri dengan nilai-
nilai tertentu, ideologi, agama, gerakan politik tertentu, maupun mengidentifikasikan diri
dengan kelompok budaya tertentu.

Individu yang gagal menemukan identitas diri dan tidak bisa mencapai fidelity akan tumbuh
menjadi individu yang tidak stabil, insecure, dan gagal untuk memiliki perencanaan bagi
masa depan mereka.
Intimacy vs. Isolation
Masa dewasa muda yang memiliki kebutuhan
untuk membentuk hubungan yang intim dan
saling mencintai dengan orang lain tanpa
takut kehilangan.

(Usia 21-39 tahun)


Virtue : love
Individu yang mampu membagi kepercayaan yang mutual dengan
pasangannya yang ditandai dengan mau berkorban, kompromi, dan
berkomitmen dengan pasangan.

Kesuksesan dalam menghadapi krisis ditahap perkembangan ini akan


menghasilkan hubungan yang kuat. Namun jika gagal akan mengakibatkan
kesendirian dan isolasi diri
Generativity VS.
Stagnation
Usia dewasa madya yang memiliki kebutuhan
untuk mendidik generasi penerusnya atau
membuat suatu perubahan positif bagi
kepentingan orang lain.

(Usia 39-65 tahun)


Virtue : care
Individu yang berhasil melewati krisis akan merasa dirinya berguna dan
berhasil mencapai sesuatu dalam hidupnya. Mereka menyibukan diri untuk
memberikan legacy untuk dilanjutkan oleh generasi berikutnya melalui
bimbingan dan pengabdian mereka.

Sementara jika individu gagal menghadapi krisis dimasa ini akan membuat
mereka merasa stagnan dan merasa tidak terlibat dalam dunia.
Ego Integrity vs.
Despair
Orang lanjut usia mengevaluasi dan
menerima dirinya agar siap menghadapi
kematian. Mereka berjuang untuk mencapai
keutuhan, melihat kehidupan secara utuh dan
berusaha untuk merasa puas dengan
hidupnya tanpa ada rasa penyesalan.

(Usia >65 tahun)


Virtue : wisdom
Individu merasa utuh, puas dan bahagia dengan diri dan hidupnya
meskipun pada usia ini fisik mereka lebih lemah. Wisdom dalam virtue ini
berarti menerima ketidaksempurnaan hidup yang mereka jalani dan tidak
menyesalinya.

Jika gagal menghadapi krisis dalam tahap ini, muncul rasa marah, tidak
berpengharapan, kecewa dan tidak puas dengan hidup, serta takut
menghadapi kematian.
Kesimpulan
Masing-masing dari kita memiliki pengalaman yang berbeda-beda.
Pengalaman yang kita lewati seringkali membuat pertumbuhan
perkembangan kita menjadi tidak ideal dan membuat “lubang” dalam hidup
kita yang kemudian menjadi hambatan psikologis dalam diri kita.

Kita tidak dapat mengulang kembali kehidupan yang telah kita lewati dan
membuatnya menjadi seideal mungkin.

Jangan menyerah! Tuhan bisa membantu kita memperbaikinya dan


membuat kita menjadi pribadi yang utuh. Berikanlah dirimu untuk diperbaiki
oleh Tuhan.
Refleksikan
Pada masing-masing tahap perkembangan yang telah kalian lalui, pikirkan
satu pengalaman yang spesifik yang pernah terjadi di masing-masing tahap
perkembangan. Hambatan apa yang terjadi dimasing-masing tahap?
Bagaimana efeknya kepada diri kalian sampai saat ini?

Anda mungkin juga menyukai