Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TUTORIAL

BLOK GASTROHEPATOINTESTINAL DISEASES


SKENARIO 1
KELOMPOK XVI (B6)

KEVIN ELIAS P. G0017116


KIEMAS TEGAR I. G0017120
LUTHFAN HASSAN S. G0017126
M. IZDAD IRFANI G0017128
KHAIRUNNISAA G0017118
LAILI MUDRIKA P. G0017122
LIVYA QUINA V. G0017124
MELANIA ROMADHANI G0017132
MIRATUNNISA DHIMAS A. G0017134
MONICA ANGELLA B. G0017136
NADIA EASTHERINA N. G0017156

 
Balgis,dr.,MSc,CM,FM.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2019
BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO 1

Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, datang ke Puskesmas diantar oleh ibunya,
dengan keluhan badannya kuning. Pasien juga mengeluh mual muntah sudah 2 minggu ini.
Terkadang badannya demam dan kemeng-kemeng. Pasien juga merasa gatal di seluruh
tubuhnya. Ibunya takut anaknya kena sakit kuning karena pasien pernah mengalami
kecelakaan 2 tahun yang lalu dan mendapatkan transfusi darah. Ayah pasien memiliki
riwayat penyakit kuning karena sering mengkonsumsi alkohol. Ibu pasien mengatakan bahwa
pasien sudah diimunisasi kuning saat lahir di RS. Saat ditanya perihal kebiasaan, pasien
memang suka jajan makanan di pedagang kaki lima.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik (+), liver span memanjang dan nyeri
tekan. Kuku tangan dan kaki menguning. Dokter mengusulkan untuk pemeriksaan lanjutan.
Dokter memberikan edukasi pada pasien dan ibu agar penyakit ini tidak terjadi komplikasi
dan menular ke keluarganya di rumah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Langkah 1: membaca skenario dan mengklarifikasi kata sulit


● Kemeng-kemeng : Badan terasa nyeri
● Liver Span : Batas hepar
● Sklera ikterik : Sklera mata berwarna kuning karena ada penumpukan
bilirubin
● Sakit kuning : Penumpukan bilirubin di kulit, sklera, dan mukosa

Langkah 2: Merumuskan permasalahan


1. Mengapa ada keluhan kuning ?
2. Mengapa pasien mengeluh mual muntah, demam, gatal ?
3. Adakah hubungan penyakit kuning dengan konsumsi alkohol ?
4. Adakah hubungan herediter antara ayah dan anak ?
5. Mengapa masih sakit kuning padahal sudah di imunisasi ?
6. Adakah hubungan tranfusi darah dan kebiasaan jajan dengan penyakit kuning ?
7. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik ?
8. Pemeriksaan lanjutan dan penunjang yang dibutuhkan ?
9. Edukasi yang tepat untuk pasien ?
10. Apa diagnosis utama dan diagnosis banding ?
11. Hubungan usia dan jenis kelamin dengan penyakit kuning ?
12. Komplikasi yang dapat terjadi ?
13. Patofisiologis ikterik ?

Langkah 3: Melakukan curah pendapat dan membuat pernyataan sementara


mengenai permasalahan dalam langkah 2
1. Ikterus : perubahan warna kulit, sklera, mukosa menjadi kuning akibat peningkatan
kadar bilirubin dalam darah. Metabolisme bilirubin terbagi menjadi 3 fase, yaitu: fase
prehepatik yang terdiri dari pembentukan bilirubin dan pembentukan plasma, lalu fase
intrahepatik yang terdiri dari liver uptake dan konjugasi, serta fase terakhir
posthepatic yang terdiri dari ekskresi bilirubin.
2. Gatal disebabkan oleh pruritogen. bilirubin merupakan pruritogen. bilirubin
menumpuk dalam hati dan menumpuk dalam darah di bawah kulit sehingga
menyebabkan gatal. Dihasilkan oleh garam empedu (zat pruritogenik). muncul
sebelum kulit kuning sehingga tidak ada eritem. Demam disebabkan oleh sitokin IL-6
dan TNF alfa dan juga menyerang tendon sehingga menyebabkan kemeng-kemeng.
3. Alkohol -> alkohol dehidrogenase + CYP -> asetil dehid + radikal bebas -> rusak
hepar. konsumsi alkohol menyebabkan aktivasi makrofag lalu makrofag akan
menginduksi TNF alfa yang menyebabkan induksi oksigen reaktif sehingga
menyebabkan nekrosis dan apoptosis hepatosit.
4. Belum terjawab pada pertemuan pertama
5. Belum terjawab pada pertemuan pertama
6. Transfusi darah dapat menularkan infeksi virus hepatitis A, B, dan C. Setelah
transfusi darah dapat terjadi destruksi eritrosit akut maupun kronis. destrusksi eritrosit
akut dapat terjadi segera setelah dilakukan transfusi darah, sementara destruksi
eritrosit kronis baru terjadi setelah 5-10 hari setelah transfusi darah. Jajan
sembarangan dapat menjadi faktor pencetus terjadinya infeksi virus hepatitis A karena
transmisi masuknya virus hepatitis dapat melalui fecal-oral yang disebabkan kurang
hygiene buruk, air cuci yang tidak mengalir, sanitasi yang buruk.
7. Inspeksi : Sklera ikterik, kukun tangan, kulit, dan mukosa ikterik. Palpasi : nyeri tekan
(+). Perkusi : pemanjangan liver span -> hepatomegali
8. Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada kasus:
a. Pemeriksaan IgM anti VHA
b. Pemeriksaan bilirubin urin
c. Pemeriksaan urobilinogen
d. Pemeriksaan total direct bilirubin serum
e. Pemeriksaan alkaline fosfatase
f. Pemeriksaan protombine time
g. Pemeriksaan total albumin
h. Pemeriksaan sel darah lengkap
9. Edukasi yang dapat diberikan kepada pasien antara lain : cuci tangan sebelum makan
dan setelah buang air besar, menjaga perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), apabila
makan diluar rumah sebisa mungkin menggunakan alat makan sendiri, vaksinasi
hepatitis A dan B.
10. Diagnosis utama pada kasus ini adalah hepatitis A dan diagnosis bandingnya adalah
hepatitis B.
11. Belum terjawab pada pertemuan pertama
12. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini adalah hepatitis fulminant. Mirip dengan
gagal hati akibat kerusakan seperti nekrosis pada hepatosit (¾ sel hepatosit),
kerusakan massive sehingga disfungsi hati terjadi setelah 50% kerusakan hati, apabila
sudah terjadi komplikasi ini, maka tatalaksana pengobatan yang dapat diambil adalah
dengan melalukan transplantasi hati. Gejala yang ditimbul oleh komplikasi ini adalah
mudah mengantuk, perubahan struktur mental, enselophati (gangguan di fungsi otak),
koagulopati (penurunan faktor koagulan), dan kegagalan multiple organ.
13. Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel
hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan
saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Bilirubin indirek akan mudah melalui
sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah , hipoksia,
dan hipoglikemia. Berikut adalah tanda dan gejala penyakit kuning, antara lain :
a. kulit dan sklera ikterik
b. anorexia dan nyeri di otot.
c. demam, gatal, mual dan muntah serta urin pekat seperti teh
Langkah 4 : Membuat ​Problem Tree

Langkah 5 : Membuat ​Learning Objective


1. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari setiap keluhan.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko dari hepatitis.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan interpretasi hasil pemeriksaan fisik.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan jalur transmisi hepatitis.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan etiologi
6. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis utama dan banding.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan terapi dan kelanjutannya.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi.
9. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan ​patient safety​.

Langkah 6: Mahasiswa belajar mandiri


Langkah 7: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh.
PATOFISIOLOGI KELUHAN

Peradangan hepar akan menyebabkan gangguan supply darah normal pada hepar sehingga
akan menyebabkan kerusakan pada sel hati dan hepar bisa terjadi obstruksi atau kerusakan
fungsi hati, keduanya akan menyebabkan retensi bilirubin sehingga menyebabkan
peningkatan kadar bilirubin sehingga bisa menyebabkan icterus pada mata dan kulit.
Peradangan hepar juga akan mengaktivasi neutrophil dan makrofag akan merangsang sel
endotel hipotalamus memicu pengeluaran asam akaridonat sehingga akan memicu
pengeluaran prostaglandin mengaktifasi kerja thermostat hipotamalus sehingga terjadi
kompensasi tubuh dengan peningkatan suhu tubuh (demam). Peradangan hati juga
menyebabkan adanya perbesaran hati sehingga akan mendesak organ intraabdominal seperti
mendesak lambung sehingga berdampak pada peningkatan HCL akan menjadi rangsangan
untuk terjadinya mual dan muntah pada SSP, dan selain mendesak lambung akan
memberikan rasa tidak nyaman pada RUQ akan nyeri pada bagian abdomen sehingga akan
ada rasa nyeri yang akut. Selain itu, gatal-gatal pun terasa akibat dari apoptosis dari hepatosit
sehingga garam empedu akan masuk ke darah. Salah satu kandungan dari garam empedu
ialah kolestrol sehingga dapat menyebabkan gatal-gatal.

INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN FISIK


IKTERUS dan KUKU KUNING
Bilirubin adalah produk penguraian hem. Bilirubin masuk di hati dan mengalami
konjugasi dengan glukoronida kemudian diekresikedalam usus melalui empedu dan
dikonversi menjadi sterkobilinogen dansterkobilin dimana ada yang diekresi di feses dan
direabsorbsi dandiekresi dalam urin sebagai urobilinogen dan urobilin. Sirosis hepatisterjadi
disfungsi hepatoseluler sehingga bisa terjadi gangguan konjugasidengan glukoronida
sehingga bilirubin indirek (unconjugated) atau gangguan transport bilirubin dalam kanalikuli
sehingga terjadi
13 peningkatan bilirubin direk (conjugated). Bilirubin direk yang meningkatdidapatkan pada
urin sehingga urobilinogen urin meningkat. Hal ini sesuai juga dengan yangdidapatkan pada
pasien ini yaitu hiperbilirubinemia dan urobilinogenuria.Adapun hipoalbumin yang rendah
pada pasien ini menimbulkan ascites.Sintesis albumin turun sesuai perburukan sirosis. Hal ini
berperanmenimbukan oedem dan ascites karena albumin berperan dalam tekananonkotik
plasma.
Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat
akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40
mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik. Jaundice adalah pewarnaan kuning
pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu
kuning-orange) pada jaringan tersebut.Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan
kuning pada kulit dan mukosakarena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu
bilirubin. Secara klinis,ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum
lebih dari 5 mg/dL.

Liver Span
adalah ukuran besarnya hati antara batas atas (paru-hati) dan batas bawah pada linea media
clavicularis kanan (MCL). Menurut Sherlock (1), beratnya hati antara 1200-1500 gram atau
1/50, dari berat badan pada orang dewasa. Pada bayi hati relatif lebih besar yaitu 1/18 dari
berat badan lahir. Hati terletak pada kwadran atas kanan yang tertutup oleh iga. Bentuknya
seperti pyramid dengan apex sampai di xyphisternum. Pinggir atas hati terletak setinggi
nipple.

Prosedur pemeriksaan :
1. Perkusi ringan perut di linea medioklavikularis kanan di bawah level umbilikuske
arahhati (di daerah timpani bukan pekak).
2. Beri tanda tempat perubahan pekak yang merupakan batas bawah hati.
3. Perkusi dari daerah redup paru ke bawah pada garis yang sama.
4. Beri tanda batas peralihan ke pekak.
5. Ukur panjang antara 2 tanda tersebut yang merupakan ”liver spans” (tinggi hati).
6. Bila hati membesar perkusi tempat lain dan beri tanda batas tepi hati.
Liver span normal : 6 - 12 cm.
Pada penyakit paru obstruktif pekak hati menurun tetapi liver span normal.
Liver span meninggi : hepatomegali (hepatitis, CHF), efusi pleura kanan.
Liver span menyempit : hepar kecil (sirosis hepatis), udara bebas di bawah diafragma
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan liver span pasien memangnjang ini menunjukan
adanya hepatomegaly yang di akibatkan oleh destruksi eritrosit yang berlebihan di dalam
hepar sehingga kerja hepar meningkat dan mengakibatkan ukurannya membesar atau
hepatomegaly.
NYERI TEKAN PADA HEPAR
Nyeri tekan yang di rasakan oleh pasien menunjukkan adanya pembesaran hepar atau
hepatomegaly yang di akibatkan oleh peningkatan destruksi eritrosuit yang terjadi pada
penderita Hepatitis A.

DIAGNOSIS UTAMA
Hepatitis A
Salah satu penyebab hepatitis akut yang lebih umum adalah virus hepatitis A (HAV),
yang diisolasi oleh Purcell pada tahun 1973. Manusia tampaknya menjadi satu-satunya
penampung virus ini. Sejak penerapan tes serologis yang akurat pada 1980-an, epidemiologi,
manifestasi klinis, dan riwayat alami hepatitis A telah menjadi jelas.
Perbaikan dalam higiene, kebijakan kesehatan masyarakat, dan sanitasi memiliki
dampak terbesar pada hepatitis A. Vaksinasi dan imunisasi pasif juga telah berhasil
menyebabkan pengurangan penyakit pada kelompok berisiko tinggi.
Patofisiologi
HAV adalah enterovirus RNA berantai tunggal, indra positif, linier dari keluarga
Picornaviridae. Pada manusia, replikasi virus tergantung pada penyerapan dan sintesis
hepatosit, dan perakitan terjadi secara eksklusif dalam sel-sel hati. Akuisisi virus hasil hampir
secara eksklusif dari konsumsi (misalnya, penularan fecal-oral), meskipun kasus terisolasi
penularan parenteral telah dilaporkan.
HAV adalah virus non-dikembangkan icosahedral, berukuran sekitar 28 nm diameter (lihat
gambar di bawah). Ketahanannya ditunjukkan oleh ketahanannya terhadap denaturasi oleh
eter, asam (pH 3.0), pengeringan, dan suhu setinggi 56 ° C dan serendah -20 ° C. Virus
hepatitis A dapat tetap hidup selama bertahun-tahun. Air mendidih adalah cara yang efektif
untuk menghancurkannya. Klorin dan yodium juga sama efektifnya.

Berbagai genotipe HAV ada; Namun, tampaknya hanya ada 1 serotipe. Protein Virion 1 dan 3
adalah situs utama pengenalan antibodi dan netralisasi berikutnya. Tidak ada reaktivitas
silang antibodi yang telah diidentifikasi dengan virus lain yang menyebabkan hepatitis akut.
Bukti dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa eksosom memainkan peran ganda
dalam transmisi HAV dan HCV, yang memungkinkan virus ini untuk menghindari respons
imun yang dimediasi-antibodi tetapi, secara paradoks, juga dapat dideteksi oleh sel dendritik
plasmacytoid (pDCs) yang mengarah ke bawaan aktivasi kekebalan dan produksi interferon
tipe I.

Etiologi
Sebagian besar pasien tidak memiliki faktor risiko untuk hepatitis A. Faktor risiko untuk
penularan hepatitis A meliputi:

● Kontak pribadi
● Institusionalisasi
● Pekerjaan (misalnya, tempat penitipan anak)
● Perjalanan ke luar negeri
● Homoseksualitas pria
● Penggunaan obat parenteral terlarang

Prognosa
Secara umum, prognosisnya sangat baik. Imunitas jangka panjang menyertai infeksi HAV.
Kekambuhan dan hepatitis kronis biasanya tidak terjadi. Biasanya, tidak ada gejala sisa yang
abadi.
Kematian jarang terjadi, meskipun lebih sering pada pasien usia lanjut dan pada mereka
dengan penyakit hati yang mendasarinya. Setiap tahun, diperkirakan 100 orang meninggal di
Amerika Serikat sebagai akibat gagal hati akut akibat infeksi HAV. Meskipun fatalitas kasus
dari infeksi HAV fulminan telah dilaporkan pada semua kelompok umur, di mana secara
keseluruhan angka kematian diperkirakan sekitar 0,3%, angka ini 1,8% di antara orang
dewasa yang lebih tua dari 50 tahun dan juga lebih tinggi pada orang dengan penyakit hati
kronis.
Faktor risiko dari hepatitis A adalah:

- Sanitasi yang buruk


- Kurangnya air bersih
- Penggunaan obat suntik
- Hubungan seksual terutama dengan penderita
- Belum dilakukannya imunisasi

Epidemiologi hepatitis A:
Hepatitis A memiliki angka prevalensi yang tinggi setiap tahunnya karena hepatitis A
berhubungan dengan higienitas dan sanitasi maka umumnya penyakit ini memiliki angka
yang tinggi terutama pada negara berkembang. Pada negara yang endemisitasnya sedang,
Hepatitis A rasio insidensinya menurun pada daerah perkotaan namun meningkat pada masa
kanak-kanak. Hal ini menandakan bahwa hepatitis A dipengaruhi oleh faktor usia. Namun,
semenjak vaksin hepatitis A tersedia angka kejadian hepatitis A telah menurun.

Jalur Transmisi
Hepatitis A dapat ditransmisi melalui jalur fecal-oral, artinya seseorang yang dapat terinfeksi
apabila mencerna makanan atau minuman yang tercemar oleh virus Hepatitis A. Selain itu,
virus hepatitis A dapat ditransmisikan melalui kontak fisik dengan penderita.

Tatalaksana
Penatalaksanaan hepatitis A virus sebagian besar adalah terapi suportif, yang terdiri dari bed
rest sampai dengan ikterus mereda, diet tinggi kalori, penghentian dari pengobatan yang
beresiko hepatotoxic, dan pembatasan dari konsumsi alkohol. Farmakoterapi atau obat-obatan
yang biasa digunakan adalah antipiretik analgesik atau penghilang demam dan rasa sakit,
antiemetik atau anti muntah,
vaksin, dan imunoglobulin.
Sebagian besar dari kasus hepatitis A virus tidak memerlukan rawat inap. Rawat inap
direkomendasikan untuk pasien dengan usia lanjut, malnutrisi, kehamilan, terapi
imunosupresif, pengobatan yang mengandung obat hepatotoxic, pasien muntah berlebih tanpa
diimbangi dengan asupan cairan yang adekuat, penyakit hati kronis/didasari oleh kondisi
medis yang serius, dan apabila pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan gejala-gejala dari hepatitis fulminan.
Untuk tatalaksana dietik, makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah lemak untuk pasien
yang dengan anoreksia dan nausea. b. Selama fase akut diberikan asupan kalori dan cairan
yang adekuat. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit intravena. c.
Menghindari obat-obatan yang di metabolisme di hati, konsumsi alkohol, makan-makanan
yang dapat menimbulkan gangguan pencernaan, seperti makanan yang berlemak

Pencegahan

- Vaksinasi

Tersedia vaksin yang aman dan efektif terhadap hepatitis A. Vaksin ini mungkin memakan
waktu sampai dua minggu untuk memberikan perlindungan. Vaksinasi direkomendasikan
untuk kelompok-kelompok berikut yang menghadapi risiko lebih tinggi:
• orang yang berkunjung ke negara di mana hepatitis A umum terjadi (kebanyakan negara
sedang membangun)
• orang yang sering berkunjung ke masyarakat pribumi di luar kota dan daerah terpencil
• pria yang berhubungan kelamin dengan pria
• petugas penitipan anak siang hari dan prasekolah
• penyandang cacat intelektual dan penjaganya
• beberapa petugas kesehatan yang bekerja dalam atau dengan masyarakat pribumi
• petugas saliran
• tukang leding
• pengguna narkoba suntik
• pasien yang menderita penyakit hati kronis
• penderita hemofilia yang mungkin menerima konsentrat plasma terkumpul.

Komplikasi
Penyakit hepatitis A uumnya jarang terjadi komplikasi. Apabila terjadi, komplikasi hepatitis
A biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun. Komplikasi hepatitis A yang mungkin terjadi
ialah vasculitis, pankreatitis akut, arthritis, anemia hemolitik, gagal ginjal akut dan
pericarditis.
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis B
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, suatu anggota
famili ​hepadnavirus​ yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis yang dapat
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo
Nucleic Acid) DNA terkecil berasal dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae
berdiameter 40-42 nm. Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari.
Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus membran mukosa,
terutama berhubungan seksual. Penanda HBsAg telah diidentifikasi pada hampir setiap cairan
tubuh dari orang yang terinfeksi yaitu saliva, air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal,
asites, dan air susu ibu. Beberapa cairan tubuh ini (terutama semen dan saliva) telah diketahui
infeksius. Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus Hepatitis B
mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami
penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga
melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam
nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan
berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah 17 DNA VHB memerintahkan sel
hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke peredaran
darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik
penderita terhadap infeksi
Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:
1. Fase Inkubasi → Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan ratarata 60-90 hari.
2. Fase prodromal (pra ikterik) → Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan
timbulnya gejala ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum,
mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi
dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolestitis.
3. Fase ikterus → Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul
ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis
yang nyata.
4. Fase konvalesen (penyembuhan) Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain,
tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih
sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih
sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminan

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.


Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat transmisi seperti pernah transfusi,
seks bebas, riwayat sakit kuning sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali.
Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan Biopsi
hepar. Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari pemeriksaan biokimia, serologis, dan
molekuler. Pemeriksaan USG abdomen tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya pada
biopsi hepar dapat menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati. Terapi antiviral
yang telah terbukti bermanfaat untuk Hepatitis B kronik adalah Interferon, Lamivudin,
Adefovir dipofoxil dan Entecavir.
Hepatitis C

Virus hepatitis C (HCV, ​Hepatitis C Virus)​ menyebabkan infeksi akut dan kronis.
Infeksi HCV akut biasanya asimtomatik dan jarang dikaitkan dengan penyakit yang
mengancam jiwa. Sekitar 15–45% orang yang terinfeksi secara spontan berhasil
menghilangkan virus dari tubuhnya tanpa pengobatan setelah 6 bulan sejak infeksi. Sisanya,
60–80%, akan berkembang menjadi infeksi HCV kronis. Pada infeksi HCV kronis, risiko
terjadinya sirosis hati adalah 15–30% dalam 20 tahun.

Epidemiologi

Hepatitis C dapat ditemukan di seluruh dunia. Daerah yang paling banyak terkena
adalah Eropa dan Timur Tengah, dengan prevalensi 2.3% dan 1.5%. Prevalensi daerah lain
bervariasi dari 0.5% sampai 1.0%. Bergantung pada sebuah negara, infeksi HCV dapat
terkonsentrasi pada populasi tertentu (contoh, pada orang-orang yang suntik narkoba)
dan/atau pada populasi umum. Ada banyak strain (genotype) dari HCV dan persebarannya
berbeda-beda tiap daerah.

Cara penularan:

Hepatitis C dapat ditularkan melalui:

Resiko tinggi

● Alat-alat medis yang tidak steril atau alat-alat medis di dokter gigi dan pengobatan
tradisional dengan cara menindik tubuh.
● Penggunaan alat-alat suntik obat-obatan yang sudah dipakai orang lain, termasuk
steroid.
● Tato dan menindik tubuh dengan alat-alat yang tidak steril.

Resiko rendah

● Petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik.


● Penularan dari ibu ke anak mungkin bisa terjadi selama mengandung atau setelah
melahirkan jika si ibu terinfeksi hepatitis C.
● Transfusi darah
● Menggunakan barang orang lain yang mungkin ada darah yang tertinggal, contohnya
pisau cukur dan sikat gigi.
● Kontak dari darah ke darah selama hubungan seks.
● Luka tertusuk jarum dari jarum bekas obat-obatan yang dibuang di tempat umum.

Hepatitis C tidak dapat ditularkan melalui:

● Pemakaian satu toilet oleh banyak orang.


● Pemakaian alat makan dan alat minum bersama.
● Batuk, bersin, berciuman atau berpelukan.
● Kolam renang.
● Gigitan nyamuk atau serangga lainnya.
Gejala:

Dari 100 orang penderita hepatitis C,

● 1 dari 4 orang dapat disembuhkan secara alami, dalam masa kurun waktu 12 bulan.
● Sisa yang 75% lagi masih terjangkit virus pada tubuhnya, tetapi kemungkinan
penderita tidak merasakan gejalanya.
● Tanpa pengobatan, kira-kira 30 dari mereka akan terlihat gejalanya, yang akan
dirasakan dalam waktu 10 sampai 15 tahun.
● Setelah 20 tahun, kira-kira 10 akan terserang penyakit hati tanpa adanya pengobatan,
5 dari mereka akan terkena gagal hati atau kanker hati.

Masa inkubasi hepatitis C adalah 2 pekan sampai 6 bulan. Setelahnya, sekitar 80%
penderita tidak mengalami gejala. Kebanyakan penderita hepatitis C tidak mengalami gejala.
Jika penderita mengalami gejala, biasanya gejala yang lazim ialah: demam, selalu lelah, rasa
mual, muntah, turunnya nafsu makan, air kencing gelap, feses berwarna abu-abu, nyeri sendi,
jaundis, dan rasa sakit di bagian perut bawah.

Skrining dan Diagnosis

Dikarenakan infeksi akut HCV asimtomatis, hanya sedikit orang yang terdiagnosis
selama fase akut. Untuk penderita hepatitis C kronis pun, infeksi sering tidak terdiagnosis
karena gejalanya tetap asimtomatis hingga bertahun-tahun sejak infeksi dan baru timbul
kerusakan hati sekunder yang serius.

Infeksi HCV didiagnosis dengan 2 tahap:

● Skrining antibodi anti-HCV dengan tes serologis untuk mengidentifikasi orang yang
pernah terinfeksi HCV.
● Jika hasil tes positif, tes skrining RNA HCV dilakukan untuk mengonfirmasi infeksi
kronis, karena 30% orang yang terinfeksi HCV dapat secara spontan (alamiah)
mengeradikasi HCV dengan respons imun yang kuat tanpa membutuhkan pengobatan.
Meskipun sudah tidak lagi terinfeksi, mereka tetap dapat menunjukan hasil tes positif
untuk tes antibodi anti-HCV.
Setelah seseorang terdiagnosis dengan hepatitis C kronis, mereka harus diukur derajat
kerusakan hatinya (fibrosis dan sirosis). Hal ini dapat dilakukan dengan cara biopsi liver atau
lewat tes-tes non-invasif.

Sebagai tambahan, orang yang terdiagnosis dengan hepatitis C kronis harus dilakukan tes
laboratorium untuk menentukan genotipe dari strain hepatitis C-nya. Ada 6 genotipe HCV dn
masing-masing memiliki respons yang berbeda-beda terhadap pengobatan. Bahkan, satu
orang dapat terinfeksi lebih dari satu genotipe. Derajat kerusakan hati dan genotipe virus
hepatitis C inilah yang akan Menentukan pilihan terapi.

Tatalaksana

Hepatitis C tidak selalu memerlukan pengobatan karena untuk beberapa orang yang
imunitasnya baik, virus dapat dieradikasi secara alami dan tidak menimbulkan kerusakan
hati. Ketika tatalaksana dibutuhkan, tujuannya adalah kesembuhan. Derajat kesembuhan
bergantung pada beberapa faktor termasuk strain virus dan tipe pengobatan yang diberikan.

Standar pelayanan terhadap hepatitis C berubah sangat cepat. Sofosbuvir, daclatasvir


dan kombinasi sofosbuvir/ledipasvir adalah bagian dari regimen yang dipilih pada guideline
WHO dan dapat mencapai derajat kesembuhan hingga di atas 95%. Terapi ini jauh lebih
efektif, aman, dan ditoleransi dengan baik dibanding dengan terapi yang lama. Terapi dengan
DAA (​direct acting a​ ntiviral) dapat menyembuhkan kebanyakan penderita infeksi HCV
dengan pengobatan yang lebih singkat (biasanya 12 bulan). Saat in, WHO sedang
memperbarui guideline tatalaksana untuk memasukan ​pangenothypic DAA regiment dan
simplified laboratory monitoring.​ Di saat yang sama, ​pegylated interferon dan ribavirin
masih kecil digunakan untuk kasus-kasus tertentu. Meskipun biaya produksi DAA murah,
obat ini masih sangat mahal pada banyak negara maju dan berkembang. Harga produk ini
dapat turun jauh pada beberapa negara (khususnya negara yang berpendapatan rendah)
dengan diperkenalkannya versi generic dari obat ini.

Akses kepada tatalaksana HCV semakin meningkat, tetapi masih terbatas. Pada tahun
2015, 71 juta orang hidup dengan infeksi HCV, 20% (14 juta) terdiagnosis. 7.4% dari
diagnosis tersebut (1.1 juta) mulai diobati dari tahun 2015. Pada tahun 2016, tambahan 1.76
juta orang lagi diobati, menjadikan ​global coverage dari pengobatan kuratif hepatitis C
menjadi 13%. Banyak hal yang masih perlu dilakukan untuk mencapai 80% target terapi pada
tahun 2030.

Transmisi Hepatitis

Hepatitis A

Virus hepatitis A dapat menyebar dengan sangat mudah. Cara penyebaran utamanya adalah
melalui makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh tinja pengidap hepatitis A.
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan penyebaran virus ini meliputi:

● Sanitasi yang buruk.


● Kontak langsung dengan pengidap.
● Berbagi jarum suntik.
● Berhubungan seks dengan pengidap, terutama seks anal.
● Pria yang berhubungan seks dengan sesama pria.
● Bekerja di area yang berhubungan dengan kotoran, misalnya selokan.

Hepatitis B

Hepatitis B dapat menular melalui darah dan cairan tubuh, misalnya sperma dan cairan
vagina. Beberapa cara penularan umumnya antara lain:

● Kontak seksual. Misalnya berganti-ganti pasangan dan berhubungan seks tanpa alat
pengaman.
● Berbagi jarum suntik. Misalnya menggunakan alat suntik yang sudah terkontaminasi
darah penderita hepatitis B.
● Kontak dengan jarum suntik secara tidak disengaja. Misalnya petugas kesehatan
(paramedis) yang sering berurusan dengan darah manusia.
● Ibu dan bayi. Ibu yang sedang hamil dapat menularkan penyakit ini pada bayinya saat
persalinan.

Hepatitis C
Hepatitis C menular melalui darah dan cairan tubuh, yaitu saat darah penderita
masuk ke dalam pembuluh darah orang lain. Selain itu, hepatitis C juga dapat
menular melalui hubungan intim tanpa kondom dengan penderita.

Hepatitis C sering terjadi karena:

● Berbagi peralatan pribadi, seperti sikat gigi, gunting, atau gunting kuku,
dengan penderita.
● Mendapatkan prosedur medis dengan peralatan yang tidak steril.
● Transplantasi organ dan transfusi darah yang terkena hepatitis C

PATIENT SAFETY

Ada beberapa cara untuk mencegah penyebaran virus hepatitis A. Salah satu cara yang paling
efektif adalah menjaga kebersihan tangan (​hand hygiene)​ karena virus tersebut dapat hidup di
tangan sampai empat jam.

Mencuci tangan merupakan cara yang penting dan efektif untuk mencegah penyebaran
infeksi. Cuci tangan yang dianjurkan menggunakan air dan sabun dengan enam langkah.
Bagian kuku, sela jari, dan pergelangan tangan harus diperhatikan.

Belum diketahui apakah ​hand-rub alkohol efektif terhadap virus hepatitis A, oleh karena itu
orang-orang yang berisiko terkena atau menyebarkan hepatitis A dianjurkan untuk mencuci
tangan dengan air dan sabun jika memungkinkan.

Tangan harus dibersihkan setelah mengganti popok atau menyentuh barang yang kotor.
Selain itu, tangan juga harus dicuci sebelum dan sesudah mempersiapkan makanan dan
makan, setelah menggunakan kamar kecil, dan setelah membersihkan sampah atau pakaian
kotor.

Persiapan makanan juga harus diperhatikan untuk mengurangi risiko terinfeksi. Berdasarkan
rekomendasi ​Food Safety and Inspection Services​ dan CDC :

- Jangan minum susu mentah atau makanan yang mengandung susu mentah (susu yang

tidak dipasteurisasi)

-​ Cuci buah dan sayur mentah sebelum dimakan



-​ Jaga temperatur kulkas di bawah 4,4ºC dan pembeku di bawah -18ºC.

-​ Konsumsi makanan yang mudah basi secepat mungkin


-​ Pisahkan daging dan ikan mentah dari makanan lain


- Cuci tangan, pisau, dan talenan setelah bersentuhan dengan bahan mentah, termasuk

sayuran, daging, dan ikan mentah

- Masak bahan mentah hingga temperatur yang aman, daging cincang di atas 71ºC, ayam di

atas 77ºC.

-​ Masak telur ayam hingga kuning telur mengeras


- Simpan makanan di kulkas, jangan meninggalkan makanan lebih dari dua jam pada suhu

ruang

Vaksin dapat diberikan untuk orang-orang yang rentan terinfeksi, termasuk :

-​ Turis ke negara di mana hepatitis A sering terjadi


-​ Pengguna narkotika

-​ Orang-orang dengan penyakit hati kronis


-​ Orang-orang dengan kelainan faktor pembekuan darah


-​ Orang-orang yang berkontak langsung dengan penderita hepatitis A


Sebelum bepergian ke daerah endemik hepatitis A, dapat diberikan satu dosis injeksi
imunoglobulin yang dapat bertahan selama dua bulan. Imunoglobulin tidak diperlukan untuk
turis sehat yang telah diimunisasi vaksin hepatitis A.

Untuk orang-orang yang terkena kontak langsung dengan hepatitis A dan belum divaksin,
diberikan ​postexposure protection dalam dua minggu setelah kontak. ​Postexposure protection
yang diberikan dapat berupa vaksin atau imun globulin atau keduanya.
BAB III

KESIMPULAN

Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, datang ke Puskesmas diantar oleh ibunya,
dengan keluhan badannya kuning. Pasien juga mengeluh mual muntah sudah 2 minggu ini.
Terkadang badannya demam dan kemeng-kemeng. Pasien juga merasa gatal di seluruh
tubuhnya. Ibunya takut anaknya kena sakit kuning karena pasien pernah mengalami
kecelakaan 2 tahun yang lalu dan mendapatkan transfusi darah. Ayah pasien memiliki
riwayat penyakit kuning karena sering mengkonsumsi alkohol. Ibu pasien mengatakan bahwa
pasien sudah diimunisasi kuning saat lahir di RS. Saat ditanya perihal kebiasaan, pasien
memang suka jajan makanan di pedagang kaki lima. Maka, setelah mengkaji kasus berikut
kami menyimpulkan bahwa pasien menderita penyakit hepatitis A. Diagnosis ini didukung
dengan hasil pemeriksaan fisik, manifestasi klinis, dan faktor risiko yang dijelaskan pada
kasus. Selain itu, kami juga membahas mengenai pemeriksaan lanjutan dan kemungkinan
diagnosis banding lainnya yaitu hepatitis B dan hepatitis C.
BAB IV

SARAN

Secara umum, diskusi tutorial yang kami lakukan sudah cukup baik. Pada tutorial kali
ini Learning objective (LO) yang diharapkan pun tercapai. Namun, ada beberapa LO yang
belum tercapai secara lengkap. Hambatan yang terjadi pada diskusi tutorial ini adalah
perbedaan standar kompetensi dari setiap penyakit sehingga beberapa penyakit pun ada yang
terbahas lebih atau kurang dari standar kompetensi yang ditetapkan. Dari segi curah
pendapat, diskusi kelompok sudah cukup baik.

Saran yang dapat diberikan ialah agar kedepannya kelompok kami dapat terus
mempertahankan dan meningkatkan keaktifan kami. Sehingga, kedepannya diskusi kelompok
tutorial ini menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Children Grow Up. (2012). ​Penanganan Terkini Hepatitis A.​ [online]


diakses di :​www.childrengrowup.wordpress.com

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Infodati Hepatitis. [online]. Tersedia di :


http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-hepatitis.pd
f​ diakses pada : 21 April 2019

Franco, E. (2012). Hepatitis A: Epidemiology and prevention in developing countries. ​World


Journal of Hepatology,​ 4(3), p.68.

Lai, M. and Chopra, S. (2019). ​Patient education: Hepatitis A (Beyond the Basics)​. [online]
UpToDate. Available at:
https://www.uptodate.com/contents/hepatitis-a-beyond-the-basics [Accessed 15 Apr.
2019].

Multicultural HIV and Hepatitis Service. (2018). ​Hepatitis C. ​[online]. Mhahs.org.au.


Tersedia di:
http://mhahs.org.au/index.php/id/hepatitis/hepatitis-c-what-you-need-to-know Diakses
pada: 21 April 2019.

World Health Organization. (2018) ​Hepatitis C. [​ online]. Who.int. Tersedia di:


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hepatitis-c Diakses pada: 21 April
2019.

Anda mungkin juga menyukai