Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TUTORIAL

BLOK INFEKSI & PENYAKIT TROPIS


SKENARIO 2
BADAN PANAS

KELOMPOK 16
ADI PURNOMO ANNISA RAUDHOTUL JANNAH BARA TRACY LOVITA MADE GIZHA WAGISWARI MUHAMMAD MARDHIYA A. OKI SARASWATI UTOMO PRATIWI INDAH PALUPI RADEN RORO ANINDYA P. YUNITA DESI WULANSARI YASYFIE ASYKARI LES YASIN G0012004 G0012020 G0012040 G0012084 G0012138 G0012156 G0012162 G0012170 G0012238 G0012234 G0012244

TUTOR: dr. SLAMET RIYADI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tubuh manusia rawan terhadap infeksi oleh berbagai mikroorganisme patogen. Agar dapat menyebabkan terjadinya infeksi, mula-mula mikroorganisme harus mengadakan kontak dengan hospes dan kemudian membentuk fokus infeksi. Mikroorganisme patogen mempunyai pola hidup dan cara patogenesis yang berbeda-beda, sehingga memerlukan respon pertahanan tubuh yang berbedabeda pula. Tubuh mempertahankan diri terhadap mikroorganisme patogen dengan berbagai cara. Fungsi fisiologik imun dipakai untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme patogen. Evolusi penyakit infeksi pada seseorang melibatkan serangkaian interaksi antara mikroorganisme dengan tubuh antara lain mulai dari masuknya mikroorganisme, invasi dan kolonisasi dalam jaringan tubuh, proses menghindar dan proses penyembuhan luka. Apabila proses pertahanan tubuh gagal mempertahankan keseimbangan akibat serangan mikroorganisme, akan terjadi keadaan yang kita sebut sebagai infeksi. Karena berbagai macamnya mikroorganisme patogen yang berupa bakteri, parasit dan virus menyebabkan berbagai jenis penyakit dengan berbagai macam patogenesisnya (Kaplain, 2000). Indonesia yang termasuk dalam wilayah tropis mempunyai berbagai penyakit endemik yang tidak terdapat di negara-negara subtropis atau iklim sedang lainnya. Penyakit tropis dan infeksi merupakan permasalahan yang harus dikuasai oleh dokter yang bekerja di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Pada skenario kedua pada blok Infeksi & Penyakit Tropis kali ini kami disuguhkan sebuah materi yang menyangkut reaksi tubuh ketika terpapar oleh agen infeksius, dalam hal ini ikterik dan nyeri perut. Adapun skenarionya adalah sebagai berikut:

Wabah Mata Kuning Disertai Nyeri Perut Seorang laki-laki usia 20 tahun datang ke poliklinik umum karena sejak 5 hari yang lalu merasa mata dan badannya berwarna kuning. Keluhan ini disertai demam tinggi,nyeri perut,mual,muntah,dan urin berwarna seperti teh. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg,frekuensi nadi 102X permenit,suhu 38,7 derajat celcius,frekwensi nafas 24x/menit,sklera ikterik,hepatomegali disertai nyeri tekan perut kanan atas. Hasil pemeriksaan lab didapatkan leukosit 300/mm3,SGOT 1000 IU,SGPT 1500 IU,billirubin total 15 mg/dl, billirubin direct 10 mg/dl,HbsAg non reaktif,IgM salmonella (-). Pasien menceritakan banyak teman dikampusnya saat ini menderita penyakit yang sama,dokter menduga pasien terkena infeksi virus dan disarankan rawat inap untuk pemeriksaan lanjutan dalam rangka penegakan diagnosis. Dari sekenario di atas, kata kunci utama yang akan kita bahas adalah ikterik dan nyeri perut. Selanjutnya kita akan membahas lebih jauh mengenai hal ini. Baik itu fisiologi, dan lain-lain, apapun itu mengenai ikterik dan nyeri perut, berikut diagnosa penyakit pada skenario. Namun kita akan banyak bicara lebih dalam mengenai fisiologi dan patofisiologinya

B. Rumusan Masalah Permasalahan yang kami temukan pada skenario ini adalah sebagai berikut: 1. Mengapa pasien mata dan badannya berwarna kuning? 2. Kenapa timbul gejala-gejala penyerta seperti demam,nyeri

perut,mual,muntah pada pasien?

3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan lab pasien? 4. Kenapa dokter menduga pasien terkena serangan virus? 5. Bagaimana pemeriksaan lanjutan dalam rangka penegakan diagnosis pasien?

C. Tujuan Adapun tujuan dari pembahasan skenario ini yaitu: 1. Menjelaskan mengapa pasien mata dan badannya berwarna kuning 2. Menjelaskan mengapa timbul gejala penyerta seperti demam,mual,muntah,nyeri pada pasien. 3. Menjelaskan bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan lab pada pasien. 4. Menjelaskan mengapa dokter menduga hal itu disebabkan oleh virus. 5. Menjelaskan bagaimana pemeriksaan lanjutan dalam rangka penegakan diagnosis pasien.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KLARIFIKASI ISTILAH SULIT DALAM SKENARIO 1. Sklera Ikterik Warna kuning pada sklera mata akibat peningkatan konsentrasi billirubin dalam sirkulasi darah. Merupakan salah satu tanda kerusakan hati atau karena adanya sumbatan dalam saluran empedu. 2. Urin Cairan yang diekskresikan oleh tubuh yang merupakan sisa metabolisme tubuh hasil filtrasi nefron ginjal yang terdiri dari air,urea,garam mineral,terutama NaCL,pigmen empedu yang menghasilkan warna kuning pada urin,dan zat yang berlebih dalam darah,seperti vitamin,obat-obatan,dan hormon. 3. Infeksi Invasi mikroorganisme/parasit ke dalam tubuh manusia.infeksi oleh mikroorganisme/atau parasit ini dapat menimbulkan manifestasi klinis namun juga dapat tidak menimbulkan manifestasi klinis. 4. Mual Sensasi tidak menyenangkan pada epigastrium dan abdomen dengan kecenderungan untuk muntah. 5. SGOT

Serum Glutamit Oxalotik Transaminase atau AST (Aspartat Amino Transferase) merupakan enzim yang berada dalam jantung & hati, digunakan untuk mendeteksi keruakan hati. Nilai normal: Laki-laki = 8-40 Iu/ml, Perempuan = 6-34 IU/ml. 6. SGPT Serum Glutamic Pyruvik Transaminase atau ALT (Alanin amino Transferase) merupakan enzim yang dominan dalam hati dan sangat efektif untuk mendeteksi destruksi hepatoseluler.

7. Bilirubin direk Billirubin konjugasi larut air yang tidak berikatan dengan protein albumin.harga normal billirubin direk adalah 0.1-0.3 mg/dl. 8. Virus Sesuatu yang infeksius,makhluk peralihan karerna dia tidak hidup juga merupakan benda mati.berupa DNA/RNA yang bisa dideteksi menggunakan mikroskop elektron. 9. IgM Salmonella Pemeriksaan penunjang serum darah untuk mengetahui apakah terdapat IgM Salmonella yang menandakan infeksi akut bakteri Salmonella. 10. Nyeri tekan perut Pengalaman sensoris tidak menyenangkan yang dihubungkan dengan kerusakan jaringan/potensial kerusakan jaringan.contoh nyeri pada bagian atas abdomen dapat diakibatkan karena sakit ginjal ,penyakit hati,ataupun radang pada usus.

Ikterik a. Definisi + Cut off point Ikterus/ikterik merupakan penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan warna jaringan menjadi kuning disebut ikterus.Ikterus biasanya terjadi pada sklera,kulit,atau urine yang menjadi gelap bila billirubin serum mencapai 2 sampai 3 mg/dl.billirubin serum normal adalah 0.3 sampai 1,0 mg/dl.jaringan permukaan kaya elastin,seperti sklera dan permukaan bawah lidah,biasanya menjadi kuning kuning pertama kali (Price,2005).

b. Etiologi Sekitar 80 hingga 85% billirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem monosit-makrofag.masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari.setiap hari dihancurkan sekitar 50 mL darah,dan menghasilkan 250 sampai 350 mg billirubin. Kini diketahui bahwa sekitar 15 hingga 20% pigmen empedu total tidak tergantung pada mekanisme ini,tetapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dalam sumsum tulang(hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain,terutama dari hati. Pada katabolisme hemoglobin(terutama terjadi dalam limpa),globin mulamula dipisahkan dari heme,setelah itu heme diubah jadi biliverdin.billirubin tak terkonjugasi kemudian dibentuk dari billiverdin. Billiverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk dari oksidasi billirubin. Billirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak,tidak larut dalam air,dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urine. Billirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut-air,kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme billiribun di dalam hati berlangsung dalam tiga langkah: ambilan,konjugasi,dan ekskresi. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati,yaitu yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z. Konjugasi billirubin

dengan asam glukuronat dikatalisis oleh enzim glukonil transferase dalam retikulum endoplasma. Billirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak,tetapi larut dalam air dan dpat diekskresi dalam empedu dan urine.langkah terakhir dalam metabolisme billirubin hati adalah transpor billirubin melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Billirubin tak terkonjugasi tidak diekskresi ke dalam empedu,kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoisomerisasi (Price,2005). c. Patofisiologi Ikterus dapat disebabkan A. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi/indirek 1. Over produksi

Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi/indirek melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin indirek meningkat dalam darah. Karena bilirubin indirek tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : hemoglobin abnormal (cickle sel anemia), kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), dan malaria tropika berat. 2. Penurunan ambilan hepatik

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini. 3. Penurunan konjugasi hepatik

Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II. B. Hiperbilirubinemia konjugasi/direk Hiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu. Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : Hepatitis, sirosis hepatis, alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ), zat yg.meracuni hati fosfor, klroform, obat anestesi dan tumor hati multipel. Ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, ikterus pasca bedah. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : Obstruksi sal.empedu didalam hepar Sirosis hepatis, abses hati, hepatokolangitis, tumor maligna primer dan sekunder. Obstruksi didalam lumen sal.empedu : batu empedu, askaris Kelainan di dinding sal.empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor saluran empedu. Tekanan dari luar saluran empedu : Tumor caput pancreas, tumor Ampula Vatery, pancreatitis, metastasis tumor dilig.hepatoduodenale

d. Tata Laksana Pengobatan jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya

jaundice akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyebab dasarnya sudah mencukupi. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk striktura (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik (ERCP). Pada sejumlah pasien ikterus bedah yang mempunyai risiko tinggi dapat dilakukan "ERCP terapeutik". Prinsip dari ERCP terapeutik adalah memotong sfingter papila Vateri dengan kawat yang dialiri arus listrik sehingga muara papila menjadi besar (spingterotomi endoskopik). Kebanyakan tumor ganas yang menyebabkan obstruksi biliaris sering sekali inoperabel pada saat diagnosis ditegakkan. Papilotomi endoskopik dengan pengeluaran batu telah menggantikan laparatomi pada pasien dengan batu di duktus kholedokus. Pemecahan batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu pengeluaran batu di saluran empedu. ANALISIS PEMERIKSAAN a. Pemeriksaan Fisik

b. Pemeriksaan Laboraturium dan Interpretasinya

Farmakologi Tujuan dari farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi. Agen yang digunakan meliputi analgesik, antiemetik, vaksin, dan imunoglobulin. Meskipun acetaminophen dapat dengan aman digunakan untuk mengobati beberapa gejala yang berhubungan dengan virus hepatitis A (HAV) infeksi, dosis harus tidak lebih tinggi dari 4 g / hari. Agen Analgesik Kontrol nyeri adalah penting untuk kualitas perawatan pasien. Acetaminophen berguna untuk rasa sakit dan / atau demam. Acetaminophen (Tylenol, Tempra, Feverall) Acetaminophen mengurangi demam dengan bertindak langsung pada hipotalamus pusat panas yang mengatur, sehingga meningkatkan disipasi panas tubuh melalui vasodilatasi dan berkeringat. Ini mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Antiemetik Agen antiemetik digunakan untuk mengobati mual dan muntah. Metoclopramide (Reglan) Metoclopramide merupakan antagonis dopamin yang merangsang pelepasan asetilkolin di myenteric pleksus. Kerjanya terpusat pada kemoreseptor memicu di lantai ventrikel keempat, dan tindakan ini memberikan aktivitas antiemetik penting. Vaksin, virus, pencegahan

Vaksin hepatitis A digunakan untuk imunisasi aktif terhadap penyakit yang disebabkan oleh HAV. Hepatitis A Vaksin, tidak aktif, dan vaksin hepatitis B (Twinrix)

Ini hepatitis gabungan A-vaksin hepatitis B digunakan untuk imunisasi aktif orang tua dari 18 tahun terhadap penyakit yang disebabkan oleh HAV dan infeksi oleh semua subtipe yang dikenal dari virus hepatitis B (HBV). Hepatitis A Vaksin, tidak aktif (Havrix, Vaqta)

Vaksin hepatitis A dapat diberikan dengan suntikan imunoglobulin tanpa mempengaruhi kemanjuran. Globulin imun Vaksin hepatitis A dapat diberikan dengan suntikan imunoglobulin tanpa mempengaruhi kemanjuran. Immune globulin IM (Gamunex, Octagam, Gammaplex)

Immune globulin IM menetralkan sirkulasi antibodi mielin melalui antibodi antiidiotypic, turun-mengatur sitokin proinflamasi, termasuk interferon-gamma, reseptor Fc pada makrofag blok, menekan T inducer dan sel B dan sel T supresor menambah, blok kaskade komplemen, mempromosikan remyelination; dan dapat meningkatkan cairan serebrospinal imunoglobulin G (10%). Hal ini efektif bila diberikan dalam waktu 14 hari setelah terpapar. Jika pasien kemungkinan akan kembali ke daerah endemisitas tinggi, vaksinasi bersamaan dianjurkan. Untuk situasi di mana paparan mungkin terjadi sebelum vaksinasi akan efektif, kedua agen dapat diberikan tanpa mengurangi kemanjuran vaksin HAV.

ASSESMENT a. Diagnosis Banding

a. Budd Chiari Syndrome Sindrom Budd-Chiari adalah kondisi umum yang disebabkan oleh obstruksi trombotik atau nonthrombotic untuk hati vena keluar. Budd menggambarkannya pada tahun 1845, dan Chiari menambahkan deskripsi patologis pertama hati dengan "melenyapkan endophlebitis dari vena hepatik" pada tahun 1899. Hepatomegali, asites, dan nyeri perut ciri sindrom Budd-Chiari.

Sindrom ini paling sering terjadi pada pasien dengan diatesis trombotik yang mendasari, termasuk gangguan mieloproliferatif, seperti polisitemia vera dan hemoglobinuria nokturnal paroksismal, kehamilan, tumor, penyakit peradangan kronis, gangguan pembekuan darah, dan infeksi

b. CMV Cytomegalovirus (CMV) adalah virus DNA beruntai ganda dan merupakan anggota dari keluarga Herpesviridae. Para anggota keluarga lainnya termasuk virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1 atau HHV-1) dan virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2 atau HHV-2), varicella zoster virus (VZV), virus herpes manusia (HHV) -6 , HHV-7, dan HHV-8. Saham CMV banyak atribut dengan virus herpes lainnya, termasuk genom, struktur virion, dan kemampuan untuk menyebabkan infeksi laten dan gigih. CMV memiliki genom terbesar dari virus herpes. Replikasi dapat dikategorikan ke awal, ekspresi gen awal, dan akhir tertunda langsung berdasarkan waktu sintesis setelah infeksi. DNA ini direplikasi oleh kalangan bergulir. Manusia CMV hanya tumbuh di sel manusia dan ulangan terbaik dalam fibroblast manusia.

c. Hepatitis lain Hepatitis, istilah umum yang mengacu pada peradangan hati, mungkin akibat dari berbagai penyebab, baik infeksi (misalnya, virus, bakteri, jamur, dan organisme parasit) dan tidak menular (misalnya, alkohol, obatobatan, penyakit autoimun, dan penyakit metabolik); artikel ini berfokus pada hepatitis virus, yang menyumbang lebih dari 50% kasus hepatitis akut di Amerika Serikat.

Di Amerika Serikat, hepatitis virus ini paling sering disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), dan virus hepatitis C (HCV). Ini 3 virus dapat menyebabkan semua penyakit akut dengan gejala mual, sakit perut, kelelahan, malaise, dan penyakit kuning [1] Selain itu, HBV dan HCV dapat menyebabkan infeksi kronis.. Pasien yang terinfeksi kronis dapat terus mengembangkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler (HCC) [1] Selanjutnya, operator hepatitis kronis tetap. Menular dan dapat menularkan penyakit selama bertahun-tahun. [2]

Virus hepatotropic lain diketahui menyebabkan hepatitis termasuk virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV). Namun, hepatotropic istilah itu sendiri keliru. Infeksi virus hepatitis dengan, terutama HBV dan HBC, telah dikaitkan dengan berbagai manifestasi ekstrahepatik. Jarang penyebab hepatitis virus meliputi adenovirus, cytomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr (EBV), dan, jarang, virus herpes simpleks (HSV). Patogen lain (misalnya, virus SEN-V) dapat menjelaskan kasus tambahan non-A/non-E hepatitis.

d. Diagnosa Virus yang menginfeksi hati secara primer adalah virus hepatitis A,B,C,D,E, dan kemungkinan F dan G. HEPATITIS A

HAV diklasifikasikan sebagai pikornavirus dan secara morfologi merupakan partikel sferis tidak terbungkus yang berdiameter 27 nm dengan simetri ikosahedral. HAV stabil stabil pada suhu 4 C selama 20 jam, suhu -20 C selama 1,5 tahun. HAV hancur pada air mendidih selama 15 menit, inefektit pada pendidihan 5 menit, pemaparan sinar uv (Shulman, 1994). Infeksi ini biasanya ditularkan lewat jalur fekal-oral dan memiliki masa inkubasi sekitar 30 hari. Masa penularan tertinggi adalah pada minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus dan selam masa prodrormal (Price, 2006). Dalam waktu 1 minggu sejak terjadinya ikterus, virus menghilang dari darah dan tinja penderita. HAV dapat juga ditularkan lewat parenteral (Soedarto, 1990). Hepatitis A biasanya merupakan penyakit akut ringan dengan penyembuhan dalam beberapa minggu. Penyakit ini terkadang fatal pada beberapa kasus dengan komplikasi nekrosis masif. Antibodi IgM muncul dini pada fase akut, meningkat cepat, dan menghilang selama masa penyembuhan. Antibodi IgG muncul lebih lambat pada perjalanan penyakit, meningkat cepat, dan bertahan sepanjang hidup.

HEPATITIS B Hepatitis B disebabkan oleh virus DNA yang tersusun dari (1) inti bagian dalam yang disintesis di dalam nukleus hepatosit dan mengandung antigen inti HbcAg, HbeAg; (2) kapsul luar yang disintesis dalam sitoplasma sel hepatosit mengandung HbsAg. Secara menyeluruh partikel tersebut berukuran 42 nm dan disebut partikel Dane, berstruktur sferis atau tubular (Chandrasoma,2006)

Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus membran mukosa, juga dapat ditularkan oleh produk darah seperti semen, saliva, air mata, dll.. Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 60-90 hari (Price, 2006).

Terdapatnya beragam antigen dan antibodi hepatitis B penting untuk menentukan titik tolak diagnosis. HbsAg muncul pertama kali pada akhir masa inkubasi, dan diikuti oleh HbeAg. Adanya HbeAg berhubungan erat dengan adanya partikel Dane yang infeksaius dalam darah dan merupakan indikasi penularan. Pada pasien yang sembuh, HbsAg dan HbeAg menghilangpada awitan penyembuhan klinis. Antibodi yang pertama timbul adalah anti Hbc pada masa akut, diikuti Hbe dan anti Hbs. Terdapatnya anti Hbe menandakan tidak menular.

HEPATITIS C Hepatitis C disebabkan oleh virus RNA untai tunggal. Masa inkubasi bervariasi antar 2 minggu hingga 6 bulan. Hepatitis c memiliki gambaran klinis hampir sama dengan hepatitis B, kecuali insidensi hepatitis kronis lebih tinggi pada hepatitis C (Chandrasoma, 2006).

HEPATITIS D

HDV merupakan virus RNA berukuran 35-37 nm yang tidak biasa karena membutuhkan HbsAg untuk berperan sebagai lapisan luar partikel yang infekaius. Sehingga hanya penderita positif HbsAg yang dapat terinfeksi HDV. Penularan terjadi melalui serum, mengenai pada pengguna obat intravena. Masa inkubasi diyakini menyerupai HBV yaitu sekitar 1-2 bulan.

HEPATITIS E

HEV adalh suatu virus RNA rantia tunggal berdiameter kurang lebih 32-34 nm dan tidak berkapsul. HEV adalah hepatitis nonA nonB yang ditularkan secara enterik jalur fekal oral. Masa inkubasi sekitar 6 minggu.

HEPATITIS F DAN G

Masih terdapat perdebatan dalam penelitian hepatitis mengenai kemungkinan adanya virus hepatitis F. HGV adalah suatu flavivirus RNA yang mungkin menyebabkan hepatitis fulminan. HGV terutama ditularkan melalui air, dapat juga melalui hubungan seksual. Untuk mendeteksi adanya HBV dilakukan dengan PCR (Price, 2006) Dari hasil diskusi disertai penilaian baik pemeriksaan fisik dan laboratorium,kami mendiagnosa pasien terkena virus hepatitis. Tetapi untuk lebih lanjut mengetahui pasien jenis hepatitis yang diderita pasien dibutuhkan pemeriksaan lanjutan yang lebih spesifik.

PLANNING

a. Tata Laksana

- Treatment Pengobatan hanya memberi efek sedikit pada perjalanan penyakit. Pasien disuruh tirah baring. Secara tradisional dianjurkan diet rendah lemak, tinggi karbohidrat. Obat tambahan seperti vitamin, asam amino, dan obat lipotropik tidak diperlukan. Obat kortikosteroid tidak mengubah derajat nekrosis (Noer,2002).

Pemberian makanan secara intravena mungkin perlu diberikan selama fase akut bila pasien terus menerus muntah.aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal (Price,2005). Pengobatan terpilih untuk hepatitis B kronis atau hepatitis C kronis simptomatik adalah terapi antivirus dengan interferon-alfa. Terapi antivirus untuk hepatitis D kronis membutuhkan pasien uji eksperimental.jenis hepatitis kronis ini memiliki risiko tertinggiuntuk berkembangnya sirosis. (Price,2005).

- Prevention Pencegahan untuk penyakit hepatitis ini adalah dengan cara membiasakan hidup bersih dan sehat,tidak makan di warung sembarangan yang mencucinya tidak dengan air mengalir,menghindari seks bebas,melakukan imunisasi hepatitis,dan tidak berganti-ganti menggunakan jarum suntik.

b. Pemeriksaan Penunjang

Hepatitis A Diagnosis hepatitis A dibuat atas pengamatan klinis dan laboratorium. Penderita lesu, anoreksia, demam dan mual. Aminotransferase dan bilirubinemia hampir selalu ada; fosfatase alkali dan bilirubin direk sering tinggi. Diagnosis pasti ditegakkan dengan uji serologis.

IgM anti-HAV bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi sedang terjadi. IgM anti-HAV muncul pada awal infeksi dan menghilang dalam 2 sampai 3 bulan. IgG anti-HAV timbul pada masa pasca infeksi atau pemulihan (>4 minggu), dan biasanya menetap sumur hidup. Pemeriksaan untuk antiHAV total sebaiknya digunakan untuk menyaring infeksi lama dan pembuktian adanya imunitas pada orang yang mengunjungi daerah berisiko tinggi atau melakukan pekerjaan berisiko tinggi.

Hepatitis B Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen, HBsAg) merupakan material permukaan dari virus hepatitis B. Pada awalnya antigen ini dinamakan antigen Australia karena pertama kalinya diisolasi oleh seorang dokter peneliti Amerika, Baruch S. Blumberg dari serum orang Australia. HBsAg merupakan petanda serologik infeksi virus hepatitis B pertama yang muncul di dalam serum dan mulai terdeteksi antara 1 sampai 12 minggu pasca infeksi, mendahului munculnya gejala klinik serta meningkatnya SGPT. Selanjutnya HBsAg merupakan satu-satunya petanda serologik selama 3 5 minggu. Pada kasus yang sembuh, HBsAg akan hilang antara 3 sampai 6 bulan pasca infeksi sedangkan pada kasus kronis, HBsAg akan tetap terdeteksi sampai lebih dari 6 bulan. HBsAg positif yang persisten lebih dari 6 bulan

didefinisikan sebagai pembawa (carrier). Sekitar 10% penderita yang memiliki HBsAg positif adalah carrier, dan hasil uji dapat tetap positif selam bertahuntahun. Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnosa infeksi virus hepatitis B, baik untuk keperluan klinis maupun epidemiologik, skrining darah di unit-unit transfusi darah, serta digunakan pada evaluasi terapi hepatitis B kronis. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang diderita disebabkan oleh virus B atau superinfeksi dengan virus lain. HBsAg positif dengan IgM anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B akut. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan replikasi aktif. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan anti-HBe positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan replikasi rendah. Pemeriksaan HbsAg secara rutin dilakukan pada pendonor darah untuk mengidentifikasi antigen hepatitis B. Transmisi hepatitis B melalui transfusi sudah hampir tidak terdapat lagi berkat screening HbsAg pada darah pendonor. Namun, meskipun insiden hepatitis B terkait transfusi sudah menurun, angka kejadian hepatitis B tetap tinggi. Hal ini terkait dengan transmisi virus hepatitis B melalui beberapa jalur, yaitu parenteral, perinatal, atau kontak seksual. Orang yang berisiko tinggi terkena infeksi hepatitis B adalah orang yang bekerja di sarana kesehatan, ketergatungan obat, suka berganti-ganti pasangan seksual, sering mendapat transfusi, hemodialisa, bayi baru lahir yang tertular dari ibunya yang menderita hepatitis B.

BAB III DISKUSI DAN PEMBAHASAN


Pada pembahasan kali ini kami akan coba menjelaskan jawaban atas permasalahan yang telah kami uraikan sebelumnya, pada pembahasan pertama ini kami ingin menguraikan mengapa terjadi keluhan dan hubungannya dengan penyakit pada skenario. Penjelasan mengapa pasien mata dan kulitnya berwarna kuning ? Sesuai skenario diatas,dapat diketahui bahwa virus,dalam hal ini virus hepatitis menyerang sel hepatosit hati. Pada penyakit ini,sel parenkim hati akan dirusak oleh virus lalu mengalami pembengkakandan disoorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli dan kolangiola sehingga bilirubin terkonjugasi masuk ke dalam aliran darah (Price,2005).

Penjelasan

mengapa

timbul

gejala

penyerta

seperti

demam,mual,muntah,nyeri pada pasien Gejala penyerta timbul seperti demam,mual,muntah,nyeri pada pasien diakibatkan sebagai reaksi imunologis tubuh atas paparan benda asing yang masuk ke dalam tubuh kita,dalam hal ini virus. Dimana jika terdapat paparan benda asing,makrofag akan mengeluarkan sitokin,lalu sitokin akan menuju daerah

preoptik hipotalamus lalu merangsang prostaglandin,prosaglandin inilah yang menyebabkan peningkatan set pint tubuh sehingga tubuh merespon dengan cara peningkatan panas tubuh. Rasa nyeri disebabkan oleh pelepasan mediator inflamasi (Ganong,1998) Penjelasan bagaimana hasil pemeriksaan lab pada pasien Hasil pemeriksaan lab pada pasien didapatkan febris remiten dengan suhu 38,5 derajat C. Hal ini disebabkan oleh reaksi imunologis tubuh dalam merrespon adanya paparan benda asing. Selain itu pada pemeriksaan abdomen didapatkan hepatomegali dan sklera ikterik,hal ini dimungkinkan karena paparan benda asing yang masuk melalui tubuh menuju ke hepar dan merusak sel parenkim hepar lalu menyebabkan ekskresi billiribin dalam aliran darah secara berlebihan.

Penjelasan mengapa dokter menduga hal ini disebabkan oleh virus Dokter menduga hal ini disebabkan oleh virus mungkin dikarenakan gejalagejala yang ditimbulkan pada diri pasien merupakan gejala khas akibat infeksi viru yang biasa menyerang tubuh manusia. Menjelaskan bagaimana pemeriksaan lanjutan dalam rangka penegakan diagnosis pasien uji urin dan tinja diperlukan dalam penegakan diagnosis karena billirubin dalam urin timbul sebelum pasien mengalami ikterik,urobilinogenia ditemukan pada akhir fase praikterik. Tinja menjadi pucat. Selain itu,perlu dilakukan uji darah,untuk mengecek kadar billirubin,kadar enzim hepar,albumin,dan uji serologi.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan Sesuai dengan tujuan dan pembahasan kami sebelumnya,kami menyimpulkan bahwa : infeksi, dalam hal ini infeksi virus merupakan infeksi yang rawan dan sering melanda penduduk terutama di daerah tropis,dalam skenario disebutkan bahwa virus ini menginfeksi sel hati,menetap disana dan berkembang biak hingga menyebabkan infeksi hingga terjadi ikterik disertai nyeri perut. Sebenarnya penyebaran virus ini dapat ditekan jika kita menerapkan gaya hidup bersih dan sehat,melakukan imunisasi sewaktu kecil,dan juga tidak makan di tempat sembarangan. B. Saran Untuk mengindari serangan virus dalam hal ini hepatitis,kita perlu menjaga diri kita dari paparan berbahaya yang bisa menyebabkan hepatitis,antara lain : 1. Pertahanan pertama adalah dengan melakukan imunisasi saat kita kecil. 2. Menghindari kontak seksual dengan penderita hepatitis B,termasuk dalam hal ini kontak dengan cairan tubuh seperti ludah dan sperma. 3. Melakukan skrining pada ibu hamil saat trimester III kehamilan.

4. Menghindari pemakaian alat suntik yang tidak steril. 5. Tidak makan di tempat yang cara pencucianya dengan air yang tidak mengalir.

DAFTAR PUSTAKA 1. Schwartz SI. Manifestations of Gastrointestinal Desease. Dalam : Principles of Surgery fifth edition, editor : Schwartz, Shires, Spencer. Singapore : McGrawHill, 1989. 1091-1099 2. Lesmana. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (E R C P) diagnostik dan terapeutik pada Obstruksi Biller. Http://www.kalbe.co.id. [diakses 28 Juni 2008] 3. Anonim. Ikterus. Http://ilmukedokteran.net. [diakses 28 Juni 2008] 4. Medline Plus. Bilirubin. Http://www.nlm.nih.gov. [diakses 28 Juni 2008] 5. Anonim. Gallensteine. Http://www.internisten-im-netz.de. [diakses 28 Juni 2008] 6. Campbell FC. Jaundice. Http://www.qub.ac.uk. [diakses 2 Juli 2008] 7. Anonim. Jaundice. Http://www.wrongdiagnosis.com [diakses 28 Juni 2008] 8. Medline Plus. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP). Http://www.nlm.nih.gov. [diakses 2 Juli 2008]

9. Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. 422-425 10. Davey P. Ikterus. Dalam : At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series, 2006. 11.Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta : EGC.

12. Ganong, William F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed :17 . Jakarta: EGC.

13. Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed : 9 . Jakarta: EGC.

14. Noer, Sjaifulloh (ed). 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

15. Price and Willson. 2006. Patofisiologi. Ed :6 . Jakarta: EGC.

16. Soedarto. 1990. Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Jakarta : Widya Medika.

17. Shulman, Stanford (ed).1994. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Ed : 4. Yogyakarta: UGM Press.

18. Tim Field Lab FKUNS. 2008. Manual Kegiatan Laboratorium Lapangan

Anda mungkin juga menyukai