Anda di halaman 1dari 8

Referat

Ikterus Pada Orang Dewasa

Oleh :
Sigit Deswanto
112021015
Pembimbing :
dr. Edi Setiawan, Sp.PD

KEPANITRERAAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
PERIODE 18 APRIL - 26 JUNI 2022
Definisi

Ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Perancis “jaune” yang artinya kuning. Ikterus adalah suatu
keadaan ketika adanya perubahan warna pada jaringan tubuh, seperti kulit, sklera mata dan membrane
mukosa, yang disebabkan oleh pewarnaan berlebihan. Ikterus juga dikenal dengan hiperbilirubinemia.
Akumulasi bilirubin dalam tubuh seseorang dapat terjadi karena adanya konsentrasi bilirubin yang
berlebihan dalam tubuh seseorang. Bilirubin merupakan zat sisa yang berwarna kekuningan, yang
terbentuk akibat pemecahan dari sel darah merah. Warna kekuningan dapat berbeda-beda tergantung
pada seberapa tingginya konsentrasi bilirubin dalam darah. Ikterus akan terlihat jika konsentrasi
bilirubin dalam darah lebih dari 3 mg/dl.1,2 Ikterus merupakan gejala yang sering ditemukan akibat
peningkatan produksi atau adanya gangguan ekskresi bilirubin. Bilirubin terdapat dua jenis, yaitu
unconjugated (indirect) bilirubin dan conjungated (direct) bilirubin. Peningkatan dari salah satu dari
jenis bilirubin ini dapat menimbulkan ikterus. Pada pasien ikterus, kita harus terlebih dahulu mencari
penyebab utama yang mendasarinya. Pada pasien dewasa, penyebab utama dari ikterus biasanya
berkaitan dengan penyakit hati atau tersumbatnya aliran empedu pada saluran empedu.3 Ikterus
diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan bagian mana fisiologis mana yang mempengaruhi
patologi. Pra-hepatik yang merupakan patologi terjadi pada organ sebelum hati, hepatik merupakan
patologi yang terjadi pada organ di dalam hati, dan post-hepatik yang merupakan patologi terjadi pada
setelah hati.1 Karena penyebab dari ikterus cukup banyak, pendekatan pasien ikterus diperlukan
peninjauan mendetail, dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang akan
berguna bagi kita untuk menegakkan diagnosis pastinya. Pada referat ini, penulis mencoba membahas
beberapa diagnosis penyakit yang dapat menjadi penyebab dari seseorang yang mengalami ikterus.

Epidemiologi

Prevalensi pada orang dewasa dengan ikterus berbeda-beda tergantung dari etiologinya. Ikterus
dapat disebabkan oleh karena kelaianan pada hati, sumbatan saluran empedu, maupun hepatotoksisitas
imbas obat. Hepatitis merupakan salah satu penyakit infeksi hati yang sering menyebabkan ikterus.
Berdasarkan Riskesdas 2018, di Indonesia kasus hepatitis meningkat, dari 0,2% pada tahun 2013
menjadi 0,4%. Prevalensi tertinggi pada kelompok umur 45-54 dan 65-74 (1,4%).4,5 Selain itu, kasus
ikterus obstruksi post-hepatik, seperti adanya batu pada kandung atau saluran empedu merupakan satu
penyebab yang juga sering menjadi penyebab ikterus. Prevalensi batu pada saluran empedu di Asia lebih
rendah dibandingkan dengan Eropa dan Amerika. Risiko menderita saluran empedu lebih tinggi pada
orang dewasa dan lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan laki-laki.6 Hepatotoksisitas imbas
obat jarang terjadi, sekitar satu dari 10 000-100 000 orang yang terekspos.2

Patofisiologi dan Faktor Risiko

Patofisiologi ikterus dapat dijelaskan melalui tahapan metabolisme bilirubin yang dibagi menjadi
tiga tahap, yaitu pre-hepatik, hepatik, dan post-hepatik. Pertama, kita akan membahas pada tahap pre-
hepatik. Pembentukan bilirubin sekitar 4 mg per berat badan atau 250-350 mg setiap harinya. Sekitar 70-
80% dari bilirubin berasal dari pemecahan sel darah merah, dengan 20- 30% sisanya dari protein heme
lainnya yang berasal dari sumsum tulang dan hati. Pada sel retikuloendotelial di hati, limpa, dan sumsum
tulang, enzim hemeoksigenase memecah sebagian protein heme menjadi besi dan biliverdin, lalu
biliverdin reduktase mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Peningkatan hemolisis sel darah merah akan
membuat pembentukan bilirubin meningkat.4 Pada tahap hepatik, bilirubin dikeluarkan dari sistem
retikuloendotelial berupa unconjugated bilirubin yang akan berikatan dengan albumin melalui darah,
setelah itu bilirubin kemudian lepas dari albumin dan diangkut ke hepatosit. Di dalam reticulum
endoplasma, unconjugated bilirubin akan dikonjugasi membentuk conjugated bilirubin. Pada tahap
posthepatik, conjugated bilirubin dikeluarkan ke saluran empedu dan disimpan di kantung empedu, lalu
melewati ampulla Vater untuk dialirkan ke kolon. Mukosa intestinal tidak menyerap conjungated
bilirubin, bakteri kolon akan dekonjugasi dan memetabolisme bilirubin menjadi urobilinogen dan
sterkobilin 80% dikeluarkan pada feses dan urin, lalu 10-20% sisanya berada pada sirkulasi
enterohepatik. Disfungsi pada tahap pre-hepatik akan meningkatkan kadar unconjugated bilirubin,
sedangkan jika terjadi pada tahap post-hepatik akan meningkatkan kadar conjugated bilirubin.
Terganggunya proses pada tahap hepatik dapat meningkatkan keduanya unconjugated maupun
conjugated bilirubin.4,7 Penyakit genetik seperti sindrom Gilbert dan sindrom Crigler-Najjar, dapat
menyebabkan unconjugated hiperbilirubinemia. Infeksi pada hati, serta gaya hidup yang meningkatkan
risiko terhadap maupun kerusakan hati (misalnya mengkonsumsi alkohol atau herbal jangka panjang,
mengkonsumsi makanan dengan kontaminasi yang tidak baik, penggunaan obat jangka panjang, dan
penggunaan obat suntik, tatto atau aktivitas seksual risiko tinggi) meningkatkan bilirubin total yaitu
unconjugated dan conjugated bilirubin. Adanya batu yang mengumbat saluran empedu, maupun
kerusakan pada saluran empedu (misalnya pada striktur post operasi) dapat menaikan conjugated
bilirubin.3

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis sesuai dengan masing-masing etiologinya. Pada pasien dengan conjugated
hiperbilirubinemia biasanya pasien, keluarga atau temannya menyadari dari sklera matanya yang lebih
kuning, namun bisa juga karena adanya pruritus atau warna urin yang gelap. Jika penyebab ikterus
berhubungan dengan penyakit pada hati yang lebih berat, biasanya ada keluhan seperti mudah feses
pucat, lelah, malaise, dan mialgia. Adanya demam dan nyeri perut dapat menandakan adanya kolangitis.
Keganasan yang membuat ikterus biasanya tidak menimbulkan rasa nyeri, namun dapat disertai dengan
penurunan berat badan. Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan hepatosplenomegaly atau asites.
Ikterus disertai dengan asites menandakan adanya sirosis hati atau keganasan pada daerah peritoneal.
Pada penyakit hati kronis dapat ditemukan adanya spider nevi, eritema palmar, ginekomastia, dan caput
medusa. Adanya pembesaran kelenjar getah bening dapat mengacu pada keganasan. 2,8

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan berkaitan dengan masing-masing penyebabnya. Oleh


karena itu penting untuk mendapatkan informasi yang detail dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
pasien dengan ikterus, kita dapat melakukan pemeriksaan laboratorium awal, seperti darah rutin,
bilirubin, fungsi hati, hitung jenis, total protein, prothrombin dan albumin, dan viral serologi. Selain itu,
terdapat pemeriksaan laboratorium lebih lanjut, seperti pemeriksaan urinalisis, pemeriksaan autoimun,
status besi, atau serum tumor marker. Pemeriksaan bilirubin (total, direk, dan indirek) untuk melihat
berat dari ikterusnya. Fungsi hati kita dapat memeriksa SGOT, SPGT, dan alkali fosfatase.2,7 Pada pasien
dengan alcoholic liver disease rasio SGOT/SGPT lebih dari 2:1. Jika nilai SGOT dan SGPT mencapai
1000-an, maka kerusakan hati biasanya disebabkan karena acetaminophen, iskemia, atau virus. Jika
alkali fosfatase meningkat mencapai lima kali dari normal, kemungkinan adanya obstruksi pada saluran
empedu. Pemeriksaan hitung jenis untuk melihat adanya hemolisis. Pemeriskaan viral serologi terutama
pada hepatitis dapat dilakukan pemeriksaan serologi anti-HAV untuk hepatitis A, HBsAg, anti-HBs,
anti-HBc, dan HBV DNA untuk hepatitis B, serta anti-HCV dan HCV RNA untuk hepatitis C.
Pemeriksaan urinalisis untuk melihat apakah ada bilirubin pada urin. Untuk pemeriksaan autoimun dapat
diperiksa antinuclear antibodies (ANA), anti-liver-kidney microsomal antibody (anti-LKM antibody),
serta serum immunoglobulin. Pada pemeriksaan status besi, jika ferritin meningkat dan saturasi iron
lebih dari 50% pasien tersebut menderita hemokromatosis. Prolong pada prothrombin time (PT)
diakibatkan karena adanya malabsorpsi dari vitamin K. Jika pemberian vitamin K tidak membuat
perbaikan, maka kemungkian adanya masalah pada hati, namun jika ada perbaikan menandakan adanya
kolestatis. Tumor marker seperti CA19-9 dapat diperiksa jika curiga pasien mengalami kanker pankreas
atau kolangiokarsinoma.7,8,9 Selain itu, kita dapat melakukan pemeriksaan berupa USG abdomen, CT-
scan abdomen atau MRI abdomen untuk melihat apakah ada sumbatan pada saluran empedu. Kita dapat
juga menggunakan Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP), Endoscopic Retrograde
Cholangio-Pancreatography (ERCP) atau Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC) untuk
melihat langsung secara lebih jelas saluran empedu.4

Kriteria Diagnosis

Untuk mendiagnosis pasien ikterus, kita harus melakukan anamnesis dengan rinci, serta
melakukan pemeriksaan fisik dengan benar. Pemeriksaan awal yang terarah dibantu dengan pemeriksaan
penunjang lainnya dapat membantu kita untuk menengakan diagnosis penyebab dari ikterus dan
melakukan tatalaksana yang tepat.
Diagnosis Banding

Ikterus e.c. Viral Hepatitis

Hepatitis merupakan terjadinya inflamasi pada hati yang disebabkan infeksi dari hepatitis A virus
(HAV), hepatitis B virus (HBV), dikatakan akut jika berlangsung kurang dari enam bulan, dan kronik
jika seromarker virus hepatitis dua kali pemeriksaan berjarak lebih dari sama dengan 6 bulan. Hepatitis
A ditularkan dari orang ke orang melalui fecal-oral, setelah mengkonsumsi makanan atau minuman yang
telah terkontaminasi. Faktor risiko terpapar HAV adalah jika seseorang berpergian ke negara endemik
atau jika ia kontak erat dengan pasien yang terinfeksi HAV. Virus ini akan berada dalam feses selama 3-
6 minggu pada masa inkubasi. Virus hepatitis A ini resisten dengan deterjen atau PH rendah di lambung,
dan saat mencapai lambung, ia penetrasi ke mukosa lambung dan bereplikasi di kripta sel epitel intestine
dan mencapai hati melalui pembuluh darah portal.4,9 Pada pasien yang terpapar HAV akan muncul gejala
klinis setelah 28 hari masa inkubasi. Pada 70% anak-anak kurang dari enam tahun memiliki gejala yang
lebih ringan atau asimptomatis, sedangkan pada anak usia di atas tahun dan bahkan orang dewasa
mengalami ikterus dan berlangsung selama 2-8 minggu. Gejala klinis lainnya berupa mudah lelah, rasa
tidak nyaman pada perut, demam, muntah, atau pruritus. Pasien dengan derajat yang lebih berat akan
mengalami ikterus dan urin berwarna gelap. Pada pemeriksaan fisik paling sering ditemukan ikterus dan
hepatomegali. Jika curiga pasien menderita hepatitis A, kita harus melakukan tes serologi virus HAV
immunoglobulin (IgM anti-HAV). Selain itu dapat juga dilihat fungsi hatinya ada peningkatan pada
SGOT dan SGPT, dengan alkali fosfatase dan bilirubin total normal atau sedikit meningkat.
Menanjurkan untuk menghindari alkohol dan obat-obatan yang mempunyai efek samping hepatoktosik.4
Sekitar 20% dari pasien dengan hepatits B menderita karsinoma hepatoseluler primer, dan 15-20%
dengan infeksi kronik hepatitis B meninggal karena penyakit kronis hati. Selain dapat ditularkan melalui
jalur vertikal, virus hepatitis B ini dapat ditransmisikan melalui cairann tubuh, perkutan, maupun melalui
membran mukosa. Masa inkubasinya 1-4 bulan, setelah itu pasien masuk ke dalam periode prodromal
(malaise, anoreksia, mual, muntah, mialgia, dan cepat lelah). Sebagian besar pasien juga merasakan
adanya nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium intermitten ringan sampai moderat. Pada hepatitis
B dan D demam jarang terjadi, jika dibandingkan dengan hepatitis A dan E, kecuali pada beberapa
pasien dengan serum sickness-like syndrome (demam, kemerahan pada kulit, artralgia, dan artritis).
Setelah gejala tersebut muncul, 1-2 minggu kemudian akan muncul ikterus.2,9 Gejala klinis dan ikterus
akan hilang setelah 1-3 bulan. Pada pasien hepatitis B, dikenal adanya window period, Pada fase ini,
HBeAg negatif dan HBV RNA tidak terdeteksi. Satu-satunya penanda yang dapat digunakan pada masa
ini adalah IgM anti-HBc. Jika IgM anti-HBc negatif namun HBsAg positif menandakan adanya infeksi
kronik, sedangkan jika keduanya, anti-HBc dan HBsAg, positif berarti menandakan hepatitis B akut atau
hepatitis B kronik dengan eksaserbasi akut. Peningkatan SPGT dan SGOT mencapai 1000-2000 IU/L
dengan SPGT lebih tinggi dibandingkan SGOT.2

Ikterus e.c. Obstruksi Saluran Empedu

Sumbatan pada saluran empedu yang dapat menimbulkan ikterus biasanya adanya batu.
Koledokolitiasis adalah adanya batu empedu yang menyumbat jalur aliran empedu ke arah intestinal.
Diawali dengan pembentukan batu pada kantung empedu, namun batu tersebut berpindah tempat ke
saluran empedu. Sebagian besar dengan batu empedu tidak menimbulkan gejala, namun pada keadaan
tertentu batu mulai menyebabkan nyeri kolik dan nyeri hebat pada epigastrium yang dapat menjalar
hingga ke punggung atau bahu kanan. Serangan kolik bilier ini disebabkan oleh kontraksi kandung
empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu, yang menyebabkan tekanan pada ductus biliaris
meningkat dan terjadi peningkatan kontraksi pada tempat penyumbatan. Jika pada tahap lebih lanjut,
pasien dapat mengalami ikterus atau peradangan pada bagian yang tersumbat. Pada masyarakat Barat,
komposisi utama batu empedu adalah kolesterol, sedangkan di Indonesia 73% batu pigmen dan 27%
batu kolesterol. Pada pemeriksaan fisik kita akan mendapati pasien akan menekuk badanya karena
rasa nyerinya, adanya demam,
nyeri tekanan epigastrium dan kuadaran kanan atas, tanda Murphy positif. Pasien juga mengeluhkan
adanya feses yang berwarna pucat seperti warna dempul akibat retensi aliran bilirubin ke dalam
saluran cerna, maupun warna urin yang berwarna lebih cokelat gelap karena adanya peningkatan
ekskresi bilirubin dalam urin. 1,4

Ikterus e.c. Hepatotoksisitas Imbas Obat

Hepatotokisitas imbas obat atau drug-induced liver injury (DILI) adalah komplikasi pontesial
yang selalu ada pada setiap obat, karena hati merupakan tempat metabolik semua obat dan bahan asing
yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini tertanggung jawab dalam 3-6% kasus ikterus di rumah sakit, dan
setengah dari kasus tersebut paling sering menyebabkan kegagalan hati akut pada negara Barat. Faktor
yang mempengaruhi perkembangan DILI yaitu usia (lebih banyak pada usia dewasa daripada anak-anak)
dan lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki, pasien yang berpuasa atau malnutrisi, adanya
penyakit lain seperti diabetes mellitus dan konsumsi alkohol. Contoh obat yang seringkali menyebabkan
DILI adalah isoniazid, asam valproat, acetaminophen, methotrexate, dan beberapa lainnya. Dosis
pemberian (terutama pada acetaminophen) juga mempengaruhi kejadian DILI..2,10,11
Penatalaksanaan

Non Farmakoterapi

Penatalaksaan non farmakoterapi yang dapat dilakukan sebenarnya sesuai pada masing- masing
penyebab. Namun secara garis besar hal yang dapat dilakukan berupa pola hidup yang sehat, seperti
berhenti mengkonsumsi alkohol, tidak mengkonsumsi herbal maupun obat dalam jangka waktu yang
panjang, makanan dan minum yang bersih agar terhindar dari kontaminasi, tidak menggunakan alat
suntik bersama, serta hindari aktivitas seksual yang berisiko tinggi.2,4

Farmakoterapi

Sebelum melakukan terapi, lakukan pemeriksaan yang sesuai dan penting dalam menentukan
diagnosis ynag mendasari ikterus. Penatalaksaan farmakoterapi dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana
suportif dengan koreksi cairan dan elektrolit, pemberian antipiretik (jika disertai demam), dan lainnya
sesuai dengan gejala. Lalu kita juga harus terapi sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Misalnya
pada penyakit hepatitis A biasanya terapi supportif karena gejala akan hilang dalam beberapa minggu.
Hepatitis B tidak dapat disembuhkan, namun terapi berguna untuk menekan replikasi virus. Tujuan dari
terapi pada pasien penderita hepatitis B adalah untuk mengurangi virus HBV dan progresivitas pada
hati. Lini pertama agen antiviral yaitu tenofovir dan entecavir, tapi pemilihan obat dan lama pengobatan
tergantung kondisi dari masing-masing pasien. Jika pasien mengalami ikterus karena adanya obstruksi
saluran empedu, kita harus dapat menggunakan tindakan ERCP untuk melihat secara lebih jelas letak
batu dan sekaligus mengeluarkan batu agar tidak menyumbat. Kita juga dapat memberikan asam
ursodeoksikolik 10 mg per kilogram per hari untuk mengurangi sekresi kolesterol. Pada DILI, kita harus
monitor dosis dan pengobatan yang dikonsumsi oleh pasien, dan menghindari penggunaan obat yang
sebelumnya pernah mengakibatkan DILI pada pasien tersebut.1,4

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi berupa sirosis hati, yang merupakan dampak yang paling sering
dalam semua penyakit hati. Sirosis merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan kerusakan lobulus
normal karena adanya fibrosis, destruksi sel parenkim disertai dengan regenerasi membentuk nodulus.
Penyakit ini diikuti dengan pembengkakkan abdomen dengan atau tanpa nyeri, hematemesis, edema dan
ikterus. Pada stadium lanjut, ditemukan adanya asites, ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem
saraf pusat yang dapat menjadi koma hepatikum. Pada pasien dengan penyakit hati, selain dilakukan
USG abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan alpha-fetoprotein (AFP) yang merupakan skrining untuk
mendeteksi hepatoma. Hepatoma juga menjadi salah satu komplikasi yang dapat terjadi karena penyakit
hati kronis. Hepatoma dikenal juga dengan hepatocarcinoma atau hepatocellular carcinoma merupakan
kanker berasal dari sel hati. Hepatoma ditandai dengan nyeri dan benjolan pada perut kanan atas,
nausea, ikterus, anoreksia, malaise, dan penurunan berat badan.4,9
Prognosis

Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanactionam : dubia

Pencegahan

Pencegahan yang bisa dilakukan secara umum adalah dengan menjaga pola hidup sehat, yaitu
jangan mengkonsumsi alkohol dan obat yang bersifat hepatotoksik dalam jangka panjang, melakukan
perilaku hidup bersih dengan mencuci tangan dan makan makanan dan minuman yang bersih, hati-hati
dalam menggunakan alat suntik, tatto, dan hindari aktivitas seksual berisiko tinggi, serta hindari kontak
erat dengan penderita penyakit viral hepatitis. Untuk pencegahan hepatitis secara spesifik kita dapat
memberiksan vaksin hepatitis single dose immunoglobulin (Ig) HAV secara IM dapat memberikan
proteksi sementara dan direkomendasikan untuk profilaksis post- exposure, serta vaksin HBV yang
diberikan sejak bayi dengan sesuai jadwal imunisasi.2.9,10

Kesimpulan

Ikterus merupakan suatu kondisi ketika adanya perubahan warna pada kulit, membran mukosa
dan sklera mata. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan konsentrasi bilirubin dalam darah yang
juga dikenal sebagai hiperbilirubinemia. Ikterus akan terlihat jika konsentrasi bilirubin dalam darah
lebih dari 3 mg/dl. Penyebab yang mendasari ikterus cukup banyak, sehingga dibutuhkan
anamnesis yang lebih rinci, pemeriksaan fisik yang tepat, serta pemeriksaan penunjang yang tepat,
sehingga dapat membantu mengarahkan kita untuk mengetahui penyebab dari ikterusnya. Penyakit yang
mendasarinya dapat berupa kerusakan pada hati maupun adanya kelainan pada saluran empedu,
sehingga membuat bilirubin indirek dan/atau bilirubin direk meningkat. Contoh penyakitnya dapat
berupa viral hepatitis, hepatotoksisitas imbas obat, serta obstruksi saluran empedu. Jika penyakit hati
tersebut berlanjut dan kronis dapat menyebabkan kerusakan hati yang lebih parah seperti sirosis hati dan
hepatoma. Kita dapat melakukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu menemukan
penyebabnya, seperti melakukan pemeriksaan laboratorium untuk diperiksa darah rutin, kadar bilirubin
pada urin dan darah, fungsi hati, pemeriksaan autoimun, status besi, dan serum tumor marker. Kita juga
dapat melakukan pemeriksaan USG abdomen, CT-scan abdomen, MRI abdomen, serta MRCP, ERCP
dan PTC yang juga dapat digunakan untuk kebutuh terapi. Pemeriksaan dan terapi disesuaikan dengan
keluhan dan penyakit utama yang mendasari ikterusnya. Prognosis pada ikterus tergantung dari masing-
masing penyakit yang mendasarinya, serta faktor risiko pasien.
Daftar Pustaka

1. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL, editor. Penatalaksanaan di bidang ilmu
penyakit dalam. Hepatologi. Jakarta: InternaPublishing; 2019. h. 223-60, 268-71.
2. Ahmad J, Friedman SL, Dancygier H, editor. Mount Sinai expert guide: hepatology. United
Kingdom: John Wiley & Sons; 2014. h. 13-57.
3. Kruger D. The assessment of jaundice in adults: tests, imaging, differential diagnosis. Journal of
the American Academy of Pas. 2011; 24(6): 44-9.
4. Setiati S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 6th ed. Jilid II. Hepatologi. Jakarta: InternaPublishing; 2014. h. 1935-40, 1945-
83, 2007-12, 2020-5.
5. Kementrian Kesehatan RI. Infodatin: pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. Situasi
dan analisi hepatitis. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2014. h. 1-6.
6. Heuman DM. Gallstone (Cholelithiasis) [internet]. Medscape. 2019 [diunduh pada tanggal 22
April 2022]. Dari: https://emedicine.medscape.com/article/175667-overview#a5.
7. Joseph A, Samant H. Jaundice [internet]. NCBI. 2020 [diunduh pada tanggal 22 April 2022].
Dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544252/.
8. Weisiger RA. Conjugated Hyperbilirubinemia [internet]. Medscape. 2019 [diunduh pada tanggal
22 April 2022]. Dari: https://emedicine.medscape.com/article/178757- overview#a8.
9. Loader M., Moravek R, Witowski SE, Driscoll LM. A clinical review of viral hepatitis. Journal
of the American Academy of Physician Assistants. 2019; 32(11), 15–20.
10. Hoofnagle JH, Björnsson ES. Drug-induced liver injury: types and phenotypes. N Engl J Med.
2019; 381:264-73.
11. Mehta N. Drug-induced hepatotoxic [internet]. Medscape. 2019 [diunduh pada 22 April 2022].
Dari: https://emedicine.medscape.com/article/169814-overview.

Anda mungkin juga menyukai