Anda di halaman 1dari 6

HEPATITIS DAN IKTERUS

I. PENDAHULUAN i. LATAR BELAKANG Ikterus adalah menguningnya skera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg%, maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi karena kenaika bilirubin indirek dan atau kadar bilirubin direk. Ikterus dapat terjadi karena gangguan pada hepar. Hepar adalah organ yang sangat penting dalam tubuh manusia. Manusia akan meninggal dalam 10 menit jika hepar mereka diambil. Proses metabolisme lipid, protein, karbohidrat juga terjadi pada hepar, juga merupakan tempat penyimpanan besi, lemak, vitamin dan masih banyak lagi fungsi hepar. Karena itu jika terjadi gangguan pada hepar, maka akan sangat mempengaruhi tubuh. Skenario : Seorang mahasiswa umur 20 tahun mengeluh putih matanya berwarna kuning sejak satu minggu, yang diketahui dari teman kosnya. Pada anamnesis selanjutnya diketahui keluhan ini disertai febris sejak 10 hari, tidak sampai menggigil, nausea dan vomitus. Kemudian penderita periksa ke dokter, dari hasil pemeriksaan didapatkan: 1. Sklera ikterik 2. Hepatomegali 3. Nyeri tekan regio hipokondria kanan 4. Murphy sign negatif Dokter tersebut mencurigai adanya infeksi pada penderita, kemudian menyarankan untuk periksa laboratorium darah. Hasil pemeriksaannya adalah leukopeni, hiperbiliribinemia, peningkatan enzim hepar, HbsAg negatif, anti HAV positif, darah tebal tipis malaria negatif, serologi untuk salmonella thypi, leptospirosis dan dengue hemorragic fever negatif. Diantara teman satu kosnya ada yang menderita keluhan seperti ini, penderita sering makan di warung dekat tempat kosnya. ii. RUMUSAN MASALAH 1. Pemeriksaan anti HAV positif 2. Hasil pemeriksaan laboratorium darah 3. Hasil pemeriksaan fisis iii. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. Mengetahui fisiologi hepar 2. Mengetahui kelainan yang mengakibatkan ikterus dan diagnosis bandingnya II. STUDI PUSTAKA Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris dengan panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati manusia berisi 50.000100.000 lobulus. Lobulus hati terbentuk mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir ke vena hepatika dan kemudian ke vena cava. Lobulus sendiri dibentuk terutama dari banyak sel hepar yang memancar secara sentrifugal dari vena sentralis seperti jeruji roda. Masingmasing lempeng hepar tebalnya satu sampai dua sel, dan diantara sel yang berdekatan

terdapat kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan (Guyton, 1997). Hepar merupakan organ yang sangat penting, yang memiliki fungsi yang sangat kompleks. Fungsi hepatosit dan parenkim hati adalah untuk mengkonjugasikan bilirubin dan mengekskresikannya ke dalam saluran empedu. Hepar juga merupakan pusat metabolik bagi karbohidrat, lipid dan protein. Hepar mendetoksikasi produk metabolit serta obat dan toksik sebelum diekskresikan ke urine. Hepar mengekskresikan banyak zat alamiah dan benda asing ke dalam saluran billier. Hepar menyimpan berbagai senyawa termasuk besi, vitamin B12 dan vitamin A. Sel kupfer mengambil bagian dalam semua aktifitas sistem retikuloendoteal (Guyton, 1997). Saluran empedu terdiri dari suatu sistem cairan yang beredar melalui hati terpisah dari darah. Empedu, produk sekretorik langsung hati, disekresikan oleh hepatosit ke dalam tubulustubulus halus, yang disebut kanalikulus biliaris, yang terletak di antara sel-sel. Kanalikulus biliaris yang terbentuk di antara pasangan hepatosit menyatu menjadi dukutulus. Duktulusduktulus empedu menyatu membentuk saluran empedu intrahepatik yang semakin besar, yang akhirnya membentuk duktus ekstrahepatik yang mengalirkan empedu dari hati ke kandung empedu. Kandung empedu menyimpan empedu dan mengeluarkannya ke dalam duodenum sesuai kebutuhan proses pencernaan (McPherson, 2004). Pigmen bilirubun juga diekskresi ke dalam empedu dan kemudian dikeluarkan ke dalam feses. Bilirubin berwarna kuning kehijauan. Bilirubin merupakan hasil akhir pemecahan hemoglobin yang penting. Bilirubin merupakan indikator yang digunakan untuk kelainan darah hemolitik dan penyakit hati (Guyton, 1997). Eritrosit yang sudah tua menjadi rapuh sehingga pecah, dan hemoglobin yang ada lepas difagositosis oleh makrofag (disebut juga sistem retikuloendotelial) di seluruh tubuh. Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Cincin heme dibuka untuk membentuk besi bebas yang kemudian dibawa transferin dan rantai lurus dari empat pirol yang kemudian akan dibentuk menjadi pigmen empedu. Pigmen empedu yang terbentuk adalah biliverdin, tetapi ini dengan cepat direduksi menjadi bilirubin bebas, yang secara bertahap dilepaskan ke dalam plasma. Bilirubin bebas merupakan zat yang sangat toksik bagi otak. Bilirubin bebas berikatan kuat dengan albumin dan mengalir bersama darah dan cairan interstisial. Pengikatan dengan albumin merupakan upaya tubuh untuk menyingkirkan bilirubin bebas dari tubuh dengan segera (Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1997). Dalam beberapa jam, bilirubin bebas diabsorbsi melalui membran sel hati. Sewaktu memasuki sel hati, bilirubin dilepaskan dari albumin plasma dan segera berkonjugasi dengan asam glukuronat membentuk bilirubin glukuronida (Guyton, 1997). Dalam usus, stengah dari bilirubin terkonjugasi diubah oleh kerja bakteri menjadi urobilinogen, yang mudah larut. Beberapa urobilinogen direabsorbsi melalui mukosa usus kembali ke dalam darah. Sebagian besar diekskresikan kembali oleh hati ke dalam usus, dan kira-kira 5% diekskresikan oleh ginjal melalui urin. Setelah terpapar dengan udara dalam urin, urobilinogen teroksidasi menjadi urobilin, atau dalam feses urobilinogen diubah dan dioksidasi menjadi sterkobilin (Guyton ,1997). Ada empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus: 1. Pembentukkan bilirubin yang berlebihan 2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati 3. Gangguan konjugasi bilirubin 4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanis. Hiperbilirubinemia bebas terutama disebabkan oleh tiga mekanisme pertama, sedangkan mekanisme keempat terutama menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi (Price, 2005).

III. DISKUSI / BAHASAN Hepatitis virus akut adalah penyakit infeksi yang penyebarannya luas, walaupun efek utamanya pada hati. Ada tujuh kategori virus yang menjadi agen penyebab 1. Virus Hepatitis A (HAV) 2. Virus Hepatitis B (HBV) 3. Virus Hepatitis C (HCV) 4. Virus Hepatitis D (HDV) 5. Virus Hepatitis E (HEV) 6. Hepatitis F (HFV) 7. Hepatitis G (HGV) Walaupun virus-virus ini dapat dibedakan menurut penanda antigennya namun menunjukkan gejala yang serupa secara klinis. Bentuk hepatitis yang paling dikenal adalah Hepatitis A dan Hepatitis B. Virus hepatitis A merupakan virus RNA kecil berdiameter 27 nm, famili : pikornaviridae, genus hepatovirus. HAV stabil dalam asam, sehingga tahan di lambung, stabil dalam panas 600 C. HAV bereplikasi masuk dalam daur lisis yang dapat dideteksi di dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase pra ikterik. Sewaktu timbul ikterik, antibodi terhadap HAV telah dapat diukur dalam serum. Awalnya kadar antibodi dalam IgM anti HAV meningkat tajam, sehingga memudahkan untuk mendiagnosis secara tepat adanya infeksi HAV. Setelah masa akut, antibodi IgG anti HAV menjadi dominan dan bertahan seterusnya hingga keadaan ini menunjukkan bahwa penderita pernah mengalami infeksi HAV. Keadaan karier tidak pernah ditemukan. HAV terutama ditularkan secara peroral dengan menelan makanan yang terkontaminasi HAV. Masa inkubasi rata-rata adalah 30 hari. Masa penularan tertinggi adalah pada minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus. Pencegahan dapat diberikan dengan pemberian vaksin HAV. Klasifikasi stadium : hepatitis A dibagi jd 4 stadium Masa inkubasi (18-50 hari) Masa pra ikterik (4hari-1 minggu), gejala : lesu, nafsu makan turun, mual, muntah, nyeri perut kanan atas, demam, kedinginan, sakit kepala, flu, nasal discharge, sakit tenggorok, batuk, hepatomegali ringan, splenomegali. Masa ikterik, gejala : urine kuning tua, feses berwarna abu-abu, sklera dan kulit kuning, anoreksia, lesu, mual , muntah bertambah berat. Masa penyembuhan : ikterik hilang, feses normal dlm 4 minggu setelah onset. Penatalaksanaan : 1. Jika pasien mengalami dehidrasi berat maka dirawat inap 2. Tak ada terapi medicamentosa, karena pasien bisa sembuh sendiri 3. Pemeriksaan bilirubin pada minggu kedua dan tiga 4. Pembatasan aktivitas fisik 5. Diet mengandung zat hepatotoksin Umumnya hepatitis tipe A, B dan C mempunyai perjalanan klinis yang sama. Hepatitis tipe B dan C cenderung lebih parah perjalanannya dan sering dihubungkan dengan sindrom yang mirip serum sickness. Virus Hepatitis B (HBV) merupakan virus DNA berselubung ganda berukuran 42 nm yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Penanda serologis yang khas yaitu terdapat antigen permukaan HbsAg, cincin DNA sirkular tidak lengkap HBcAg dan antigen e HbeAg. Penanda serologis pertama yang dipakai untuk identifikasi HBV adalah antigen permukaan yang positif kira-kira 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis, dan biasanya menghilang pada masa konvalesen dini tetapi dapat pula bertahan selama 4 sampai 6 bulan. Pada sekitar 1% sampai 5% penderita hepatitis kronis, HBsAg menetap selama lebih

dari 6 bulan, dan penderita ini disebut karier HBV. Adanya HBsAg menunjukkan bahwa penderita dapat menularkan HBV ke orang lain dan menginfeksi mereka. Penanda yang muncul berikutnya adalah antibodi terhadap inti (anti-HBC). HBcAg itu sendiri tidak terdeteksi secara rutin dalam serum penderita infeksi HBV karena terletak di dalam HBsAg. Anti-HBc dapat segera terdeteksi segera setelah timbul gejala klinis hepatitis dan menetap untuk seterusnya. Titer antibodi ini mengindikasikan jumlah dan lamanya pertumbuhan virus. Antibodi ini merupakan penanda paling jelas didapat dari infeksi HBV. Antibodi anti-HBc selanjutnya dapat dipilah lagi menjadi fragmen IgM dan IgG. IgM anti HBc terlihat pada awal infeksi dan bertahan lebih dari 6 bulan. Antibodi ini merupakan penanda yang dapat dipercaya untuk mendeteksi infeksi baru atau infeksi yang telah lewat. Adanya predominansi antibodi IgG anti HBc menunjukkan kesembuhan atau infeksi HBV kronis. Antibodi yang muncul berikutnya adalah antibodi terhadap antigen permukaan (anti HBs). Anti HBs timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk kekebalan jangka panjang. Setelah vaksinasi, kekebalan dinilai dengan mengukur titer anti HBs. Antigen e, merupakan bagian HBV yang larut dan timbul bersamaan atau segera setelah HBsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum HBsAg menghilang. HBeAg selalu ditemukan pada semua infeksi akut. Antibodi terhadap HBsAg mengakibatkan hilangnya virus-virus yang bereplikasi dan menurunnya daya tular. Hepatitis B mampu berjalan ke arah kronisitas. Hepatitis kronik ialah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, ditandai dengan berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati yang berlangsung terus menerus tanpa penyembuhan dalam waktu paling sedikit 6 bulan. Sirosis hati merupakan stadium akhir hepatitis kronik dan ireversibel yang ditandai oleh fibrosis yang luas dan menyeluruh pada jaringan hati disertai dengan pembentukkan nodulus sehingga gambaran arsitektur jaringan hati yang normal menjadi sukar dikenali lagi. Hepatitis B kronik tidak selamanya harus didahului oleh serangan hepatitis B akut. Pada beberapa keadaan, hepatitis akut langsung diikuti oleh perjalanan ke arah kronisitas. Pada kasus lain, walaupun tamapknya seperti penyakit akut, ternyata terjadi hepatitis kronik. Virus hepatitis B bersifat tidak sitopatik, kerusakan hepatosit terjadi akibat lisis hepatosit melalui mekanisme imunologis. Kesembuhan dari infeksi virus hepatitis B bergantung pada integritas sistem imunologis seseorang. Infeksi kronis dapat terjadi jika terdapat gangguan respons imunologis terhadap infeksi virus. Selama infeksi akut, terjadi infiltrasi sel-sel radang antara lain sel NK dan sel T sitotoksik. Antigen virus, terutama HBcAg dan HBeAg, yang diekspresikan pada permukaan hepatosit bersama-sama dengan glikoprotein HLA class I, mengakibatkan hepatosit yang terinfeksi menjadi target untuk lisis oleh limfosit T. Ekspresi ini diperkuat oleh peningkatan aktivitas interferon endogen yang diproduksi selama fase awal infeksi virus. Interferon juga akan mengaktifkan enzim selular termasuk 2-5 oligoadenilat sintetase, endonuklease dan protein kinase. Enzim-enzim tersebut akan menghambat sintesis protein virus dengan cara degradasi mRNA atau menghambat proses translasi. Perubahanperubahan akibat interferon ini akan menimbulkan suatu status antiviral pada hepatosit yang tidak terinfeksi, dan mencegah reinfeksi selama proses lisis hepatosit yang terinfeksi. HBV yang berlanjut menjadi kronik menunjukkan bahwa respons imunologis selular terhadap infeksi virus tidak baik. Jika respons imunologis buruk, lisis hepatosit yang terinfeksi tidak akan terjadi, atau berlangsung ringan saja. Virus terus berproliferasi sedangkan faal hati tetap normal. Di sini ditemukan kadar HBsAg dalam jumlah besar tanpa adanya nekrosis hepatosit. Pasien dengan respons imunologis yang lebih baik menunjukkan nekrosis hepatosit yang terus berlangsung, tetapi respons ini tidak cukup efektif untuk eliminasi virus dan terjadi hepatitis kronik.

Kegagaln lisis hepatosit yang terinfeksi virus oleh limfosit T dapat terjadi oleh beberapa mekanisme: Fungsi sel T suppresor yang meningkat Gangguan fungsi sel T sitotoksik Adanya antibodi yang menghambat pada permukaan hepatosit Kegagalan pengenalan ekspresi antigen virus atau HLA class I pada permukaan hepatosit. Kapasitas produksi atau respons terhadap interferon endogen yang kurang akan menyebabkan gangguan ekspresi glikoprotein HLA class I, sehingga tidak dikenali oleh limfosit T. Pada dasarnya perjalanan infeksi virus hepatitis B terdiri dari tiga fase. Fase pertama ialah fase immune tolerance yaitu fase replikasi virus yang tinggi tanpa menimbulkan kerusakan jaringan hati, ditandai dengan kadar transaminase normal, kadar HBeAg dan DNA HBV serum yang tinggi dengan kelainan histologis hati minimal sedang pada pemeriksaan jaringan hati sevara histokimiawi ditemukan adanya HBsAg dan HBcAg. Fase kedua adalah fase replikasi rendah. Secara klinis ditemukan berupa hepatitis kronik eksaserbasi akut yang terjadi secara spontan, ditandai dengan kadar transaminase yang meninggi, gambaran histologis hati menunjukkan penyakit hati kronik aktif. Kadar DNA HBV serum rendah dan terjadi serokonversi HBeAg menjadi anti Hbe. Fase ini menggambarkan usaha inang yang persisten untuk mencoba mengeliminasi virus dari dalam tubuh, karena itu disebut fase immune clearance. Fase ketiga adalah fase normoviremia atau fase nonreplikasi. Pada keadaan ini di dalam serum ditemukan anti Hbe tanpa adanya DNA HBV. Gambaran histologis hati sudah tidak menampakkan peradangan aktif dan DNA HBV ditemukan dalam bentuk terintegrasi di dalam genom hepatosit. Fase ini disebut fase residual integration. Pada carrier hepatitis B, terjadi kemungkinan untuk menderita hepatitis fulminan. Jenis hepatitis ini jarang terjadi, namun biasanya mematikan dalam 10 hari. Dapat berkembang sangat cepat sehingga ikterus terlihat tidak mencolok dan penyakit dapat dikacaukan dengan psikosis akut atau suatu meningoensefalitis. Kemudian setelah mengalami serangan yang sangat akut, pasien akan menjadi sangat kuning. Gejala-gejala yang membahayakan adalah muntah yang berulang, fetor hepatik, kebingungan dan rasa mengantuk. Flapping tremor mungkin hanya sepintas saja, tetapi biasanya timbul kekakuan, kemudian secara cepat timbul koma dan pasien mengalami kegagalan hati akut, temperatur meningkat, ikterus bertambah dan hati mengecil, dapat timbul perdarahan yang luas. Terjadi leukositosis, terjadi kebalikan dari hepatitis viral yang biasanya mengakibatkan leukopeni. Bilirubin dan transaminase serum meningkat dan mengindikasikan kegagalan hati akut dan memperburuk prognosis. Transaminase akan menurun jika keadaan penderita memburuk. Koagulasi darah akan sangat terganggu dan protrombin dapat digunakan sebagai indikator untuk prognosis. IV. KESIMPULAN 1. Pasien mengalami hepatitis A karena serum anti-HVA positif 2. Ikterus pada hepatitis diakibatkan gangguan hepar 3. Hepatitis B lebih berbahaya dibanding hepatitis A V. DAFTAR PUSTAKA Dorland, W.A Newman, 2006. Kamus Kedokteran Dorland, 29th ed. Jakarta , EGC, p : 921 Guyton, Hall, 1997. Hati Sebagai Suatu Organ. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta, EGC , pp : 1103-1108 Soeparman, Waspadji S, 1990. Ilmu Penyakit Hati, Pankreas, Kandung Empedu dan

Peritoneum. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam, 1st ed. Jakarta, Balai Penerbit FK UI, pp : 251271 Price, Sylvia A, 2006. Gangguan Sistem Gastointestinal . Dalam : Patofisiologi, 6th ed. Jakarta, EGC, pp : 472-510 Sacher, McPherson, 2004. Kimia Klinis. Dalam : Tianjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta, EGC, pp : 363-366 Mansjoer, Arif, et al, 2002. Hepatologi. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran, 3th ed. Jakarta, Media Aesculapius, pp : 508-516

Anda mungkin juga menyukai