Anda di halaman 1dari 53

Laporan Tutorial Modul I

Berak Berak

OLEH:

KELOMPOK IV
WIDYA BAHARUDDIN
SURYANI
MUKRIMAH PUTRI
IKHWANA DAHLAN
ASWANTO
GUNAWAN M.SAIFUDDIN
AYU ASHARI
SULFADLY FACHRI
NURVIAH AZIS
IMA NATHA

C121 11 114
C121 11 115
C121 11 117
C121 11 118
C121 11 119
C121 11 120
C121 11 121
C121 11 251
C121 11 252
C121 11 273

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
MODUL BERAK BERAK

SKENARIO 1

Seorang wanita berusia 32 tahun dirawat diruang interna dengan keluhan berak berak.
Keluhan ini mulai dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dengan frekuensi BAB lebih dari
5/hari, tinja cair dengan ampas, bercampur dengan lendir, dan kadang terdapat merah
terang. Sebelum BAB klien mengalami nyeri perut namun tinja tidak sulit dikeluarkan. Klien
juga mengeluh sering merasakan kembung. Pada pemeriksaan fisik ditemukan : konjungtiva
anemis, TB :150 cm, BB : 45kg.
ISTILAH PENTING
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

Wanita
Usia 32 tahun
Keluhan berak berak
Keluhan dirasakan 2 bulan lalu
Frekuensi berak berak lebih dari 5/hari
Tinja cair dengan ampas
Bercampur lendir
Kadang terdapat merah terang
Sebelum berak mengalami nyeri perut
Tinja tidak sulit dikeluarkan
Mengeluh sering merasakan kembung
Pemfis
1) Konjungtiva SISTEM
anemis GASTROINTESTINAL
2) TB : 150 cm
3) BB : 45kg
GANGG. SISTEM GASTRO PENCERNAAN BAWAH

BERAKBERAK

PATOMEKANISME

PENYAKIT YG BERHUBUNGAN

TOPIC TREE
DEFENISI
PENATALAKSANAAN
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
2

PENGKAJIAN FISIK
KOMPLIKASI

GASTROE
IBS (SINDROM
DISE
KANKER

PERTANYAAN PENTING
1.
2.
3.
4.
5.

Jelaskan patomekanisme berak berak !


Jelaskan manifestasi klinis berak berak !
Jelaskan pencegahan berak berak !
Jelaskan etiologi berak berak !
Jelaskan penyakit yang berhubungan dengan berak berak ! (Defenisi, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, pengkajian fisik, komplikasi, dan penatalaksanaan )


6. Jelaskan ASKEP berdasarkan skenario !
JAWABAN

Mulut

Mulut

merupakan

bagian pertama dari saluran pencernaan .

dinding kavum oris memiliki


dimana

makanan

struktur

untuk fungsi mastikasi ;

akan dipotong , ihancurkan oleh gigi , dan

dilembabkan oleh saliva . selanjutnya

makanan tersebut

akan
4

membentuk bolus dimana massa terlapisi saliva. Proses pengunyahan


(mastikasi ) merupakan proses memecah partikel makanan yang
besar dan mencampur makanan dengan sekresi glandula salivaris ,
kerja homogenisasi dan pembahasan ini membantu pencernaan
berikutnya . Partikel makanan yang bisa dicerna , akan tetapi hal ini
menyebabkan kontraksi kuat dan sering kali proses ini menyebabkan
nyeri pada otot esophagus . pasien edentulous ( tidak memiliki
gigi ) umumnya

terbatas pada diet lunak

dan mempunyai

kesulitan besar memakan makanan kering . mulut

dibatasi oleh

oleh dua sisi pipi yang dibentuk oleh muskulus businatorius , bagian
atasnya terdapat
bagian

atas

palatum yang

memisahkannya dari hidung dan

faring . lidah membentuk bagian terbesar dari dasar

mulut . pada bagian mulut terdapat tiga pasang glandula salivary


yaitu

paratid, mandibular, dan sublingual . glandula salivary

menyekresi

saliva melalui duktus ke dalam mulut. Glandula di

inervasi oleh serat parasimpatis dan simpatis .


Bagian palatum terdiri atas dua dua bagian, yaitu

bagian

anterior ( bagian tulang ) dan bagian posterior yang terdiri atas


membran mukosa ( palatum mole) . Kavitas dari mulut dan hidung
pada fetus hanya satu , yang selanjutnya akan terpisah oleh prosesus
palatines yang bertemu digaris tengah . menetapnya suatu platum
yang terpisah sering berhubungan dengan celah pada bibir atas , hal
ini menyebabkan bibir dan palatum sumbing.
Saliva mengandung air dan musin, berfungsi sebagai lubrikan
dan

ptyalin . ptyalin merupakan suatu amylase yang berfungsi

untuk mengawali pencernaan pati .pH dari saliva di bawah tujuh


pada angka sekresi yang rendah , jumlahnnya meningkat seiring
dengan pembentukan saliva yang meningkat.Kelenjar saliva terutama
bertanggung jawab pada proses mekanis , yaitu membantu mastikasi ,
menelan, berbicara, dan juga mempunyai aksi antiseptic . saliva
mengandung enzim yang dapat mencerna pati amylase selama tiga
bualn pertama , oleh karena itu makanan yang mengandung tepung
dapat diberikan sejak umur tiga bulan. Sekresi saliva diransang
pengeluarannya oleh adanya

rasa atau pikiran akan makanan ,


5

sekresinay menurun selama demam, sakit, dan menderita penyakit


glandula salivary .
Aktivitas mulut terdiri ats mengisap, menggigit, dan menelan.
Mulut bayi mampu membentuk segel di sekeliling putting susu atau
dot ; pada bayi muda , lidah beroposisi kuat dengan platum, jadi anak
hanya dapat bernafas melalui hidung . mulut dibatasi oleh palatum
durum dan palatum mole pada bagian atas, pada bagian bawah
dibatasi oleh manibula , lidah dan struktur lain pada dasar mulut
antara lain pada bagian lateral oleh pipi , depan oleh bibir , dan
abgian belakang oleh lubang yang menuju faring. Pipi di bentuk
oleh membrane mukosa dan muskulus businator yang membentang
dari maksila

sampai

mandibula . bantalan

lemak businator

berkembang dengan baik pada waktu bayi , sehingga pipi bayi


terlihat tembem.
Lidah

Lidah tersusun atas otot yang bagian atas dan sampingnya


dilapisi dengan membrane mukosa , lidah

pada neonates relative

pendek dan lebar . tunas kecap ditemukan pada papilla dan respons
mengisap

meningkat

dengan adanya rasa bahan manis

. lidah

menempati kavum oris dan melekat secara langsung pada epiglottis


alam faring . tiga ruang mirip celah

membentuk struktur dalam

mulut , yang memungkinkan cairan untuk melintas ke dalam faring.


Elevasi dari laring mengarahkan pembukaan dari laring ke dalam
nasofaring sehingga bayi dapat bernafas secara bebas, sementara
cairan masuk kedalam faring , hal ini penting karena neonates
bernafas melalui hidung.
6

Pada permukaan

atas dekat pangkal lidah terdapat alur

berbentuk V , yaitu sulkus terminalis yang memisahkan lidah


bagian anterior dan posterior. Permukaan sepertiga belakang lidah
tampak bernodul, permukaannya tidak rata karena adanya nodulus
limfatikus permukaan atas lidah dipenuhi banyak tonjolan kecil yang
disebut sebagai papil lidah . ada tiga papilla utama yang dimiliki
oleh manusia yaitu papilla filiformis, papilla fungiformis, dan papila
sirkumvalata. Papilla filiformis elapisi seluruh permukaan lidah ,
berbentuk langsing tinggi : papilla fungiformis

tersebar diantara

papilla filiformis , berbentuk menyerupai jamur dan banyak kuncup


kecap pada bagian epitelnya; dan papila sirkumvalata yang jumlahnya
pada manusia hanya 10-14 dan tersebar sepanjang sulkus terminalis.
Kedua papilla papila fungiformis dan

papilla sirkumvalata

memiliki kuncup kecap. Papilla foliate yang tidak terdapat pada


manusia terletak pada bagian samping dan belakang liah , berbentuk
lipatan mirip daun , dan dengan kuncup kecap.
Semua

papilla mengandung

banyak ujung saraf

sensori

untuk rangsang sentuhan, dan kuncup kecap terdapat pada semua


papilla kecuali papila kecuali papila filiformis. Sekitar 12 papila
besar terlihat dalam satu baris di bagian belakang depan sulkus
terminalis , setiap papila dikelilingi parit dangkal . taste-bud adalah
sel khusus pada dinding parit ini , mengandung sel tempat dimana
rasa dikecap dan dari sana mereka berhubungan dengan otak . lidah
diinervasi berbagai saraf , bagian sensorik di inervasi oleh nervus
lingualis yang merupakan cabang

dari nervus

mandibularis dan

cabang nervus kranialis V ; nervus ini menginversi dua pertiga


anterior

lidah untuk

pengecapan. Nervus fasialis ( kranialis VII)

menginervasi dua pertiga anterior untuk rasa kecap, glosofaringeus


( kranialis IX ) menginervasi sepertiga posterior untuk raba dan
kecap . inervasi motorik dilakukan oleh nervus hipoglosus.
Manusia memiliki empat macam pengecapan dasar, yaitu
manis, asam , pahit, serta asin. Senyawa pahit dikecap pada bagian
dorsal lidah , asam di sepanjang tepi, manis di ujung , dan asin pada
7

bagian dorsal di anterior . senyawa asam dan pahit jugs dikecap


pada palatum bersama sejumlah sensitivitas bagi rasa manis
asin . keempat

sensasi tersebut

dan

dapat di indra pada faring dan

epiglottis.
Kebanyakan

senyawa

manis bersifat

organic. Sukrosa ,

maltose, laktosa, dan glukosa, merupakan sumber rasa manis yang


paling banyak di kenal

. sumber lain dari rasa manis

adalah

polisakarida , gliserol, serta sejumlah, alcohol, dan keton. Keton dan


beberapa senyawa tidak ada hubungan yang jelas dengan salah satu
senyawa ini, yaitu kloroform , gram berilium, dan berbagai amida
dari aspartat, yang bila dikecap akan terasa manis. Pemanis buatan
seperti sakarin dan aspartame dibutuhkan sebagai zat pemanis dalam
diet pengurusan, karena akan menghasilkan rasa manis yang
memuaskan dalam jumlah yang merupakan fraksi kecil dari jumlah
serosa kaya kalori, yang diperlukan bagi tujuan yang sama. Garam
timah hitam, bila dikecap juga manis.
Gigi

Pertumbuhan gigi merupakan suatu proses fisiologis yang dapat


menyebabkan salivasi berlebihan dan rasa tidak nyaman (nyeri).
Manusia dilengkapi dengan dua set gigi yang tampak pada masa
kehidupan yang berbeda beda. Set pertama adalah gigi primer (gigi
susu atau desidua), yang bersifat sementara dan tumbuh melalui gusi
selama satu tahun pertama dan tumbuh melalui gusi pada tahun kedua
kehidupan.
Esofagus

Esofagus
merupakan

tuba otot

dengan

ukuran 8

10 cm dari

kartilago

krikoid

sampai

bagian

kardia

lambung.
Panjangnya
bertambah

selama 3

tahun setelah
kelahiran, selanjutnya kecepatan pertumbuhan lebih lambat mencapai
panjang dewasa yaitu 23 30 cm. Penampang rata rata saat lahir
adalah 5 mm dengan kurvatura yang kurang mencolok dibandingkan
orang dewasa. Bagian tersempit esofagus bersatu dengan faring, area
ini mudah mengalami cedera jiak mengenai peralatan yang
dimasukkan seperti bougi atau kateter.
Esofagus turun dan memasuki kavum abdomen melalui suatu
apertura dalam diafragma. Setelah sekitar 1,25cm, membuka ke dalam
lambung melalui orifisium kardiak. Tepat diatas orifisium ini terdapat
lapisan otot sirkuler yang disebut sfingter kardiak, otot ini mampu
mengadakan kontraksi yang kuat dan kadang kadang mengalami
spasme atau akalasia.
Esofagus dimulai dari leher sebagai sambungan faring, berjalan
kebawah leher dan toraks, kemudian melalui sirus sinistra diafragma
memasuki lambung. Secara anatomis, bagian depan esofagus adalah
trakea dan kelenjar tiroid, jantung, serta diafragma, sedangkan
dibagian belakangnya adalah kolumna vertebralis.
Lambung

Lambung dewasa ditemukan pada lambung fetus sebelum lahir.


Kapasitas dari lambung antara lain 30 35 ml saat lahir dan meningkat
sampai sekitar 75ml pada kehidupan minggu ke 2, sekitar 10 ml pada
bulan pertama, dan rata rata pada orang dewasa kapasitasnya 1000 ml.
Bagian mukosa dan submukosa neonatus relatif lebih tebal
dibandingkan pada orang dewasa. Jumlah glandula gastrik pada
neonatus 2.000.000, sementara pada orang dewasa lebih dari
25.000.000, sekresi asam dimulai sebelum lahir dan ditemukan juga
aktivitas proteotolik, tetapi dengan kadar yang lebih rendah
dibandingkan yang ditemukan setelah umur 2 3 bulan.
Otot lambung hanya berkembang sedang saat lahir dan aktivitas
peristaltik (kontraksi dari otot lambung) berkembang dengan buruk,
namun dengan adanya perkembangan bayi, lambung berkembang
hingga mempunyai seluruh gambaran dari lambung dewasa. Hal ini
termasuk glandula gastrik utama yang menyekresi asam hidroksida dan
mukus. Mukus menutupi lapisan lambung dalam keadaan istirahat dan
melindunginya dengan mencegah kerusakan mukosa oleh asam
pencerna. Sel peptik mengandung pepsinogen yang dikonversi menjadi
enzim pepsin yang bertindak sebagai protein. Selain menyekresi asam
klorida dan mukus, glandula gastrik utama juga menyekresi suatu
mukoprotein atau disebut juga sebagai faktor intrinstik. Renin
merupakan suatu enzim yang mencerna susu, ditemukan dalam cairan
lambung dari anak muda, fungsinya dapat juga dilakukan oleh pepsin.

10

Glandula pilorik ditemukan pada kurvatura minor dan mayor,


menyekresi mukus yang alkali dan bersifat protektif terhadap
permukaan pada saat kimus bergerak

selama proses pencernaan.

Glandula tubular ditemukan pada ujung esofageal dari lambung,


menyekresi mukus dan melindungi mukosa gastrik yang mengelilingi
esofagus, hal ini menjadi penting pada hernia hiatus.
Lambung berbentuk lebar dan merupakan bagian yang dapat
berdilatasi dari saluran cerna. Bentuk lambung bervariasi bergantung
dari jumlah makanan didalamnya, adanya gelombang peristaltik,
tekanan dari organ lain, respirasi, dan postur tubuh. Posisi dan bentuk
lambung juga sangat bervariasi, biasanya memiliki bentuk J, terletak
di kuadran kiri atas abdomen.
Usus kecil

Usus kecil terbagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Usus


kecil memiliki panjang 300 - 350cm saat lahir,

mengalami

peningkatan sekitar 50% selam tahun pertama kehidupan, dan


berukuran 6 meter saat dewasa. Duodenum merupakan bagian
terpendek dari usus kecil yaitu sekitar 7,5 10cm dengan diameter 1
1,5cm. Dinding usus terbagi menjadi empat lapisan, yaitu mukosa,
submukosa, moskuler, dan sserosa.
Lapisan membran mukosa mengandung beberapa struktur yaitu
pertama, lapisan sirkuler yang berjalan secara parsial disekeliling
bagian dalam usus kecil, hal ini bervariasi dalam ukuran serta jumlah
11

disepanjang usus kecil. Dibagian bawah dari ileum, bila ada akan
memiliki ukuran yang kecil, dan hanya sedikit ditemukan. Lipatan
sirkuler berfungsi untuk meningkatkan absorpsi permukaan dari usus.
Kedua, villi usus yang merupakan tonjolan mirip jari dan menonjol ke
permukaan dalam usus, terdiri atas lapisan epitel diaman terjadi proses
absorpsi, serat otot polos suatu pleksus pembuluh darah yang
diperdarahi arteriole.
Villi merupakan unit absorpi dari usus. Villi lebih besar dan lebih
banyak terdapat di duodenum dan jejenum dibandingkan pada ileum.
Otot polos tidak berhenti berkontraksi dan berelaksasi secara
ritmisselama prose pencernaan berlangsung, keadaan ini menyebabkan
pemendekan dan pemanjangan atau gerakan melambai dari villi.
Kerusakan yang terjadi pada villi akan mengganggu absorpsi dan
merupakan salah satu sebab dari sindrom melabsopsi.
Usus besar

Usus besar berjalan dari katup ileosaekal ke anus. Usus besar


dibagai menjadi bagian sekum, kolon asendens, kolon transversum,
kolon desenden, dan kolon sigmoid. Panjang usus besar bervariasi,
berkisar sekitar 180cm. Sekum adalah kantong besar yang terletak
pada fase iliaka dekstra. Ileum memasuki sisi kiri pada lubang
ileosekal dan celah oval yang dikontrol oleh sfingter otot. Apendiks
membuka ke dalam sekum dibawah lubang ileosekal. Sekum berlanjut
ke atas sebagai kolon asendens.
Apendiks adalah tonjolan seperti cacing dengan panjang
sampai 18cm dan membuka pada sekum pada 2,5cm dibawah katup
iloesekal.

Appendiks

memiliki

lumen

yang

sempit.

Lapisan
12

submukosanya mengandung banyak jaringan limfe. Apendiks yang


sebagian besar mengandung jaringan limfoid, melekat pada dasar
sekum dan merupakan tempat umum terjadinya inflamasi. Apendiks
sering merupakan tempat peradangan akut dan menahun, penyebabnya
biasanya tidak diketahui, tetapi seirng mengikuti terjadinya sumbatan
lumen. Apendiks menjadi merah dan membengkak pada apendisitis
akut, kemudian dapat berlanjut menjadi gangrenosa atau dapat
berulserasi dan menyebabkan peritonitis atau abses apendiks.
Kolon asendens, transversum, dan desendens membentuk tiga
sisi dan tampak menutupi usus kecil, sedangkan kolon sigmoid
berlanjut menjadi rektum. Kolon asendens membentang dari sekum
pada fossa iliaka dekstra ke sisi kanan abdomen, sampai fleksura
kolika dekstra dibawah lobus hepatis dekstra. Kolon transversum, lalu
fleksura siliaka dekstra kolon membelok kekiri dengan tajam dan
menyilang abdomen sebagai kolon transversum dalam lengkungan
yang dapat menggantung lwbih rendah daripada urubilikus, dan naik
pada sisi kiri berakhir pada fleksura siliaka sinistra dibawah lien.
Kolon desendens, pada fleksura kolika sinistra, kolon membelok
kembli menuju kebawah pada sisi kiri abdomen sampai tepi pelvis,
tempat kolon berlanjut sebagai kolon sigmoid.
Usus besar memiliki fungsi menyekresi mukus untuk
mempermudah jalannya fese serta mengeluarkan fraksi zat yang tidak
terserap seperti zat besi, kalsium, dan fosfat yang ditelan. Fungsi lain
dari usus besar adalah absorpsi air, garam, dan glukosa.
Hepar ( hati )

13

Glandula paling besar dalam tubuh dan memiliki berat

1.300 1550 gram. Hepar berwarna merah coklat, sangat vaskulardan


lunak, berbentuk baji dengan dasar pada sisi kanan dan apeks pada sisi
kiri. Organ lain terletak pada kuadran kanan atas abdomen dan
dilindungi oleh kartilago kostalis, bagian tepi bawah mencapai garis
kartilago, tetapi bagian tepi hepar yang sehat tidak teraba. Hepar
dipertahankan dalam posisinya oleh tekanan organ lain di dalam
abdomen dan oleh ligamentum peritonium.
Hepar diliputi sampai jaringan ikat fibrosa, dan akan
membentuk septa jaringan ikat tipis yang masuk ke dalam hati di porta
hepatis dan membagi bagi hati dalam lobus dan lobulus. Sel sel
parenkim hati tersususn berupa lempengan saling berhubungan dan
bercabang yang membentuk anyaman tiga dimensi, di antara lempeng
lempeng ada sinusoid darah (mirip kapiler darah). Penampang hati
tampak berlobuli berbentuk segi enam, pada sudut sudut lobuli terlihat
lebih banyak jaringan ikat yang mengandung cabang cabang vena
porta, cabang arteri hepatika, dan duktus biliaris, daerah ini disebut
daerah portal.
Hepar terdiri atas lobus yang dibagi menjadi lobulus, tiap
lobukus dibentuk dari kolon sel hepar yang bercabang cabang yang
seringkali tidak berbatas jelas dan mirip jaringan tanpa dinding sel
yang berbatas tegas. Selini mendapat suplai darah dari vena porta dan
arteri hepatika, kemudian darah mengalir keluar melalui vena hepatika.
14

Kapiler hepatik tidak mempunyai dinding endotel spesifik, tetapi


bercabang cabang di antara sel hepar, oleh karena itu terdapat kontak
yang erat antara darah dengan sel hepar. Hal ini merupakan susunan
yang ideal karena hepar perlu mengubah atau memodifikasi banyak
unsur dari unsur darah.
Hepar memiliki beberapa macam lobulus, yaitu lobulus klasik,
lobulus portal, dan asinus hati . lobulus klasik dibatasi oleh daerah
portal, biasanya hanya tampak tiga dari enam sudutnya di pusatnya
terdapat yaitu veba sentralis yang menampung darah dari sinusoid.
Darah mengalir dari daerah portal vena cabang vena porta dan cabang
arteri hepatika ke dalam sinusoid, lalu ke vena sentralis.
Pankreas

Pankreas terletak transversal di perut bagian atas, antara


duodenum dan limfa dalam retroperitonium. Kaput pankreas yang
bersandar pada vena kava dan vena renalis, melekat pada lengkungan
C duodenum dan melingkari distal duktus koledokus. Kaudalpankreas
mencapai hilus limfa kiri dan melewati sebelah atas ginjal kiri, kantong
kecil memisahkan kaudal pankreas dari lambung. Unit fungsional
eksokrin pankreas adalah asinus, sel sel asinus diatur dalam kesatuan
semisirkuler di sekeliling lumen.

15

Organ panjang pada bagian belakang abdomen atas merupakan


organ ganda yang terdiri atas dua tipe jaringan, jaringan alveolar
sekresi eksternal membentuk cairan pankreas dan jaringan sekresi
internal yaitu : pulau langerhans yang membentuk insulin. Pankreas
terdiri atas kaput, kolum korpus, dan lauda.pankreas terdiri atas sel
yang menyekresi getah pankreas dan sel intraalveoli yang disebut
sebagai pulau pulau langerhans.
Komposisi cairan pankreas bervariasi, bahan bahan yang
disekresi mengandung natrium bikarnonat yang menjadikan cairan ini
sangat basa, klorida, enzim alfa amilase, lipase, serta enzim proetolik
seperti tripsinogen dan kemotripsinogen, juga ditemukan adanya
ribonukleus dan deoksiribonukleus.
Peritonium
Merupakan membran serosa yang tipis, licin, dan lembab yang
melapisi rongga peritonium dan banyak organ perut seperti kavum
abdomen dan pelvis. Peritonium menutupi visera, walaupun beberapa
hanya ditutupi pada permukaan abdominal dan pelvis. Peritonium
seperti pleura tersusun dari dua lapisan yang berkontak, yaitu lapisan
parietal dan viseral. Peritonium parietal adalah bagian yang melapisi
dinding abdomen, sedangkan peritonium viseral adalah bagian yang
melapisi organ. Ruang antara lapisan disebut kavum peritonium.
Peritonium pada dasarnya merupakan kantong tempat dimana
organ tumbuh, dengan membawa pembuluh darah, pembuluh limfe,
dan saraf bersamanya. Pola dasar telah mengalami modifikasi akibat
pertumbuhan berbagai organ dan bagaimana pergerakan organ dalam
masa janin ke dalam posisi yang berbeda. Peritonium mengikuti
untaian usus dan dibentuk menjadi lipatan dan kurva, lipatan ini
disebut mesenterium.
-

Fisiologi saluran pencernaan


Fisiologi pencernaan saluran pencernaan terdiri atas rangkaian proses
memakan dan sekresi getah pencernaan. Getah pencernaan membantu
16

peencernaan atau digesti makanan, hasil pencernaan akan diserap ke dalam


tubuh berupa zat gizi. Proses sekresi, digesti, dan absorbsi terjadi secara
berkesinambungan pada saluran pencernaan, mulai dari atas yaitu mulut
sampai ke rektum. Secara bertahap, massa hasil campuran makanan dan getah
pencernaan yang telah dicerna, didorong ke arah anus. Sisa massa yang tidak
diabsorpsi dikeluarkan melalui anus berupa feses. Proses perkembangan
saluran pencernaan dimulai semenjak dalam kandungan,proses fisiologis
saluran pencernaan ini berkembang secara bertahap.
Faktor yang berhubungan dengan proses mencerna
-

Mastikasi
Proses pengunyahan adalah proses memecah partikel makanan
yang besar oleh gigi dan mencampur makanan, lalu dilembabkan
sekresi glandula salivari dan membentuk bolus, massa berlapis saliva.
Kerja homogenisasi dan pembahasan akan membantu proses
pencernaan selanjutnya.
Saliva mengandung dua enzim pencernaan, yaitu lipase
lingualis yang disekresi oelh kelenjar pada lidah, dan ptialin yang
disekresi oleh glandula salivari. Saliva memiliki 3 fungsi antara lain :
a. Memungkinkan makanan dikunyah oleh gigi dan dibentuk menjadi
bolus, gumpalan yang akan ditelan
b. Ptialin, enzim dalam saliva yang mengubah karbohidrat menjadi
maltosa
c. Melembabkan lidah dan bagian dalam mulut, memungkinkan lidah
bergerak saat berbicara.
Keberadaan makanan dalam mulut menyebabkan sekresi
refkleks bagi saliva dan juga rangsangan serabut aferan vagus pada
ujung lambung esofagus. Sekresi saliva dapat terjadi dengan melihat,
mencium, atau memikirkan makanan.

Menelan
Menelan adalah suatu respons refleks yang disebabkan oleh
impuls aferen di dalam nervus trigeminus, glosofaringeus, dan vagus.
Menelan dimulaioleh kerja volunter untuk mengumpulkan isi mulut
keatas lidah dan mendorongnya ke belakang menuju faring, dengan
memulai gelombang kontraksi involunter dalam otot faring yang
17

mendorong makanan ke dalam esofagus. Penghambatan pernafasan


dan penutupan glotis merupakan bagian respons refleks.
Proses menlan berjalan melalui tiga tahap yaitu :
a. Tahap volunter, dimana bolus didorong oleh lidah ke faring,
didukung dengan menutupnya bibir dan rahang
b. Tahap faringeal terjadi secara involunter, stimulus taktil
pada mukosa faring akan menyebabkan palatum mole
ditarik ke atas untuk menutup nares posterior. Plika
palatofaringeal

merapat

untuk

mempersempit

jalan

makanan, sehingga makanan yang masuk faring posterior


hanya makanan yang telah hancur. Selanjutnya, epiglotis
akan menutup laring disertai dengan merapatnya pita suara,
kemudian dilanjutkan penarikan laring ke depan sehingga
makanan dapat masuk ke dalam esofagus dengan dorongan
kontraksi otot konstriktor faringeus. Dalam tahap ini, pusat
menelan mengirimkan impuls untuk menekan pusat
pernafasan, karena proses tersebut hanya berlangsung 1 2
detik, maka hal tersebut tidak akan memengaruhi siklus
pernafasan.
c. Tahap esofageal dari menelan dan selanjutnya karena
adanya dorongan kontraksi otot konstriktor faringeus, yang
juga terjadi secara involunter. Adanya peristaltik esofagus

Faktor
malabsobsi, karbohidrat, protein,
Faktor
lemak
makanan
Faktor
infeksi

Faktor psikologi

primer, peristaltik esofagus sebagai lanjutan kontraksi


faring, dan peristaltik sekunder peristaltik yang diakibatkan
oelh rangsang bolus di dalam esofagus, serta gaya berat

makanan menyebabkannnya turun ke lambung.


Masuk & berkembang dalam usus
Tekanan osmotik Toksin tak dapat diserap

Cemas

1. Patomekanisme berak berak

Hipersekresi air & elektrolit ( Pergeseran


isi rongga air
usus)
& elektrolit
Hiperperistaltik
ke rongga usus
kesempatan usus menyerap maka

18
DIARE

Mekanisme Diare Karena Patogen Enterik


Berbagai mikroba seperti bakteri, parasit, virus dan kapang bisa menyebabkan
diare dan muntah. Keracunan pangan yang menyebabkan diare dan muntah,
disebabkan oleh pangan dan atau air yang terkontaminasi oleh mikroba. Pada tulisan
ini akan dijelaskan mekanisme diare dan muntah yang disebabkan oleh mikroba
melalui pangan terkontaminasi. Secara klinis, istilah diare digunakan untuk
menjelaskan terjadinya peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan dengan
peningkatan berat atau volume tinja dan frekuensinya. Seseorang dikatakan diare jika
secara kuantitatif berat tinja per-24 jam lebih dari 200 gram atau lebih dari 200 ml
dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare yang disebabkan oleh patogen
enterik terjadi dengan beberapa mekanisme.
Beberapa patogen menstimulasi sekresi dari fluida dan elektrolit, seringkali
dengan melibatkan enterotoksin yang akan menurunkan absorpsi garam dan air
dan/atau meningkatkan sekresi anion aktif. Pada kondisi diare ini tidak terjadi gap
osmotic dan diarenya tidak berhubungan dengan isi usus sehingga tidak bisa
dihentikan dengan puasa. Diare jenis ini dikenal sebagai diare sekretory. Contoh dari
diare sekretori adalah kolera dan diare yang disebabkan oleh enterotoxigenic E coli.
Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya dorong pada
kontraksi otot, sehingga menurunkan waktu kontak antara permukaan absorpsi usus
dan cairan luminal.
Peningkatan daya dorong ini mungkin secara langsung distimu-lasi oleh proses
patofisiologis yang diaktivasi oleh patogen, atau oleh peningkatan tekanan luminal
karena adanya akumulasi fluida. Pada umumnya, peningkatan daya dorong tidak
dianggap sebagai penyebab utama diare tetapi lebih kepada faktor tambahan yang
kadang-kadang menyertai akibat-akibat patofisiologis dari diare yang diinduksi oleh
patogen.Pada beberapa diare karena infeksi, patogen menginduksi kerusakan mukosa

19

dan menyebabkan peningkatan permeabilitas mukosa. Sebaran, karakteristik dan


daerah yang terinfeksi akan bervariasi antar organisme.
Kerusakan mukosa yang terjadi bisa berupa difusi nanah oleh pseudomembran
sampai dengan luka halus yang hanya bisa dideteksi secara mikroskopik. Kerusakan
mukosa atau peningkatan permeabilitas tidak hanya menyebabkan pengeluaran cairan
seperti plasma, tetapi juga mengganggu kemampuan mukosa usus untuk melakukan
proses absorbsi yang efisien karena terjadinya difusi balik dari fluida dan elektrolit
yang diserap. Diare jenis ini dikenal sebagai diare eksudatif. Penyebabnya adalah
bakteri patogen penyebab infeksi yang bersifat invasive (Shigella, Salmonella).
Malabsorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai kerusakan mucosal
yang diinduksi oleh patogen.
Kegagalan pencernaan dan penyerapan karbohidrat (CHO) akan meningkat
dengan hilangnya hidrolase pada permukaan membrane mikrovillus (misalnya lactase,
sukrase-isomaltase) atau kerusakan membran microvillus dari enterosit. Peningkatan
solut didalam luminal karena malabsorbsi CHO menyebabkan osmolalitas luminal
meningkat dan terjadi difusi air ke luminal. Diare jenis ini dikenal sebagai diare
osmotik dan bisa dihambat dengan berpuasa.

2. Manifestasi Klinis berak berak


Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit,
terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi
dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit.
Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan
hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit
melampaui 15% (Soegijanto, 2002).
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali
atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas,
tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah
dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tibatiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau
kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejalagejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala.
Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah
atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).
20

Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula


pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja
mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah
diare. Bila penderita benyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai
nampak, yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja
yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang
melebihi pemasukannya (Suharyono, 1986). Kehilangan cairan akibat diare
menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat.
3. Pencegahan berak berak
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan
dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang
meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga
(tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry
Noor, 1997).
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab,
lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai
upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air
bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk
memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu
maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
1) Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir
70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan,
minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk
keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk
hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok
manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit
menular termasuk diare (Sanropie, 1984).
Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air
permukaan yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang
tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah

21

dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan
salju (Soemirat, 1996).
Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam
terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba
patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak
mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan
baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit (Soemirat, 1996).
Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber
air dapat diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air
salju, b) air tanah seperti air sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan
yang meliputi sungai dan telaga. Untuk pemenuhan kebutuhan manusia
akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun bermacammacam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur
gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air hujan,
dan sumur artesis (Sanropie, 1984).
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari
sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih
harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter
dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan
pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih,
dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh
penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila
dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih
(Andrianto, 1995).
2) Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan
lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh
langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui
tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983).
Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga
harus membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan
mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga
harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain
dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).
22

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka


pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban
memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak
mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat
di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan
dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar
dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan
membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
Menurut hasil penelitian Irianto (1996), bahwa anak balita berasal dari
keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang dilengkapi dengan
tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa.
Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1%
diare terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat
pada keluaga yang mempergunakan sungai sebagi tempat pembuangan
tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa.
3) Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan
dengan penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian
status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang
tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Menurut Gibson (1990) metode
penilaian tersebut adalah; 1) konsumsi makanan; 2) pemeriksaan
laboratorium, 3) pengukuran antropometri dan 4) pemeriksaan klinis.
Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan
untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare
yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi
protein energi (KEP) umumnya kecil (Canada, 28,4 permil). Pada anak
dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel
menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan
kekebalan

nonspesifik

terhadap

kelompok

organisme

berkurang

(Suharyono, 1986).
23

4) Kebiasaan mencuci tangan


Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan
dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius
penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut
ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang
mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada
penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat
tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman
penyakit masuk ke tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan
dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber
perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber perantara
tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai
sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare.
Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah
menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan
sebelum menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama yang
berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol susu, cara
menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang tinja anak
(Howard & Bartram, 2003).
Hubungan kebiasaan mencuci

tangan

dengan

kejadian

diare

dikemukakan oleh Bozkurt et al (2003) di Turki, orang tua yang tidak


mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak
mempunyai risiko lebih besar terkena diare. Heller (1998) juga
mendapatkan adanya hubungan antara kebiasaan cuci tangan ibu dengan
kejadian diare pada anak di Betim-Brazil.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah
menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan
diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah
terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah
mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi
penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah
makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus
24

disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama
kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau
parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang
membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya
jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter
akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal
bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan
sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).

c. Pencegahan tersier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai
mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini
penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal
mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah
terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan
yaitu

dengan

terus

mengkonsumsi

makanan

bergizi

dan

menjaga

keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita


dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara
mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan
fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam
berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.
4. Etiologi berak berak
a. Faktor infeksi
1) Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak.
a) Infeksi bakteri : Vibrio, EscherechiaColi,Salmonella,Shigella,Yersina
b) InfeksiVirus:Enterovirus
c) Infeksi parasit : cacing(Ascaris,Tricuris,Oxyuris,Strongiloides)
d) Infeksiprotozoa:Entamoebahistolytica,Giardialambia,Thricomonasho
minis
e) Infeksijamur:Candidaalbicans
2) Infeksi parenterial yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan
seperti tonsilofaringitis.
b. Faktor malabsobsi
Faktor malabsobsi ini meliputi :
1) Malabsobrsi karbohidrat, disakarida (inteloren laktosa, maltosa, dan sukrosa).
25

2) Malabsobsi lemak
3) Malabsobsi protein

5. Penyakit yang berhubungan dengan


a. Gastroenteritis
1) Defenisi
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus
besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal
dengan manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta
ketidaknyamanan abdomen.
Gastroenetritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung
dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah
(Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal
atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari
biasanya (FKUI,1965).
2) Etiologi
a) Infeksi virus
Norovirus atau Norwalk virus merupakan penyebab utama
gasrtoentritis viral di Amerika Serikat. Cara transmisi adalah fekaloral, manusia ke manusia, air yang terkontaminasi feses norovirus.
Manifestasi kliniknya antara lain gejala awal mual, diare, muntah,
nyeri kepala dan hipetermi (RSW,2008).
Agen virus lainnya yang juga menyebabkan gastroenteritis
viral( thielman,2004). Meliputi Caliciviruses, Rotavirus, Adenovirus,
Parvovirus, Astovirus, Coronavirus, Pestivirus, dsan Torovirus.
b) Infeksi bakteri
Berbagai bakteri yang masuk ke saluran gastrointestinal dapat
memberikan respon peradangan. Pada kondisi di Indonesia higienis
dan sanitasi yang kurang, seperti pada musim penghujan, dimana air
membawa sampah dan kotoran lainnya, juga pada waktu kemarau di
mana lalat tidak dapat dihindari apalagi disertai tiupan angin yang
cukup besar sehingga penularan lebih mudah terjadi. Persediaan air
bersih kurang sehingga terpaksa menggunakan air seadanya dan
terkadang

lupa

cuci

tangan

sebelum

dan

sesudah

makan,

meningkatkan transmisi bakteri.


26

Cara transmisi adalah fekal-oral. Manusia ke manusia, air yang


terkontaminasi feses dengan bakteri( Diskin,2008), meliputi,Shigella,
Salmonella,C.Jejuni,Yersenia enterocolitica, Listeria, M aviumintracellulare, Immunocompromised dll.
c) Infeksi parasit
Berbagai agen parasit bias menginvasi saluran gastrointestinal
dan memberikan respon peradangan . Manifestasi klinis; diare, mual
dan muntah. Agen parasit tersebut meliputi; Giardia, Amebiasis,
Criptosporidium dan Cyclospora.
d) Toksisitas makanan
Kondisi toksisitas makanan

bias

memberikan

respon

peradangan. Manifestasi klinisnya adalah diare. Agen toksisitas bias


dihasilkan oleh toksin( S. aureus, B.cereus) dan postkolonisasi
kuman.
e) Keracunan kerang dan binatang dari laut
Beberapa makananm dari laut seperti kerang, dan beberapa
binatang laut yang masuk ke saluran gastrointestinal akan
memberikan respon inflamasi dan memberikan menifestasi gangguan
intestinal. Beberapa kondisi keracunan binatang laut dibagi menjadi:
(1) Paralitic shelifish poisoning- Saxitoxin
(2) Neurologic shelifish poisoning- Brevetokxin
(3) Diarrheal shelifish poisoning- Okadaic acid
(4) Amnesic shelifish poisoning- Domoic acid
(5) Ciguatera
(6) Scombroid
f) Obat-obatan
Berbagai agen obat dapat memberikan respon peradangan pada
mukosa

saluran

gastrointestinal

dan

memberikan

manifestasi

peningkatan diare. Agen obat yang berhubungan peradangan


gastrointestinal antara lai:
(1) antibiotic berhubungan dengan perubahan flora normal
(2) laksatif, termasuk magnesium yang ada di dalam antasida
(3) quinidine
(4) kolinergik
(5) sorbitol
g) Makanan dan minuman
Pada kondisi kekurangn zat gizi; kelaparan( perut kosong)
apalagi bila perut kosong dalam waktu yang cukup lama, kemudian
diisi dengan makanan dan minuman dalam jumlah banyak pada waktu
yang bersamaan, terutama makanan yang berlemak, terlalu manis,

27

banyak serat, atau dapat juga karena kekurangan zat putih telur akan
meningkatkan respons saluran gastrointestinal dan terjadi peradangan.
3) Manifestasi klinis
Mula-mula pasien cengeng, gelisah suhu tubuh meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan
mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja makin lama makin
berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan
sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sering terjadi makin
lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal
dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum/ sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau gangguan keseimbangan
asam basa atau elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan
turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung
pada bayi. Selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
4) Patofisiologi
Gastroentretis bias disebabkan oleh 4 hal antara lain yaitu factor
infeksi( bakteri, virus dan parasit), factor malabsorpsi, factor makanan dan
factor biologis. Diare kerena infeksi seperti bakteri, berawal dari makanan
atau minuman yang masuk ke dalam tubuh manusia. Makanan tertelan
masuk ke lambung. Yang kemudian bakteri yang di bunuh oleh asam
lambung, namun jumlah bakteri terlalu banyak maka ada yang beberapa
yang lolos ke duodenum dan berkemban biak.
Pada kebanyakan kasus gastroentretis, organ tubuh yang sering
diserang adalah usus. Di dalam usus tersebut bakteri akan memproduksi
enzim yang akan mencairkan lapisan lender yang menutupi permukaan
usus, sehingga bakteri mengeluarkan toksin yang akan merangsang sekresi
ciran-cairan usus dibagian kripta vili dan menghambat absopsi cairan.
Sebagai akibat dari keadaan ini volume cairan dalam lumen usus
meningkat yang mengakibatkan dinding usus menggembung dan
sebahagian dinding usus akan mengadakan kontraksi sehingga terjadi
hepermotolitas untuk mengalirkan cairan di usus besar. Apabila jumlah
cairan tersebut melebihi kapasitas absorbsi usus maka akan terjadi diare.
Diare yang disebabkan oleh malabsorbsi. Masuknya makanan akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninngi sehingga
28

terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga
timbul diare.
Tertelannya makanan yang beracun juga dapat menimbulkan diare
yang akan menganggu mobilitas usus. Iritasi mukosa usus akan
menyebabkan hiperperistaltik sehingga mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare.
Sebaliknya jika peristaltic menurun akan mengakibatkan bakteri akan
tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.
Adanya iritasi mukosa usus dan peningkatan volume cairan di rongga
usus menyebabkan klien mengeluh perut terasa sakit. Selain karena 2 hal
itu nhyeri perut/kram timbul karena metabolism KH oleh bakteri di usus
yang menghasilakan H2 dan CO2 yang menimbulkan kembung dan flatis
berlebihan. Biasanya dalam keadaan ini klien akan merasa mual dan
muntah dan nafsu makan menurun. Kerena terjadi ketidakseimbangan
asam dan basa dan elektrolit.
Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan akan menyebabkan
klien jatuh pada keadaan dehidrasi. Yang ditandai dengan berat badan
menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun- ubun bias jadi cekung
pada bayi, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Bila
kedaan ini terus berlanjut dank lien tidak mau makan maka

akan

menimbulkan gangguan nutrisi sehingga klien lemas.


Tubuh yang kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan membuat
cairan ekstraseluler dan intraseluler menurun. Di mana selain itu airntubuh
juga kehilangan Na, K dan ion karbohidrat. Bila keadaan ini berlanjut
terus maka volume darah juga berkurang. Tubuh mengalami gangguan
sirkulasi, perfusi jaringan terganggu dan akhirnya akan menyebabkan
syok hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi kecil
dam cepat, tekanan darah menurun, klien sangat lemah dan kesadaran
menurun.
Selain itu akibat dari kehilangan cairan ekstrasel yang berlebihan,
tubuh akan mengalami asidosis metabolic di mana klien akan tampak
pucat dengan pernafasan yamng cepat dan dalam.
Factor fisiologis juga dapat menyebabkan diare. Karena factor
psikologis( stress, marah, takut) akan merangsang kelenjar adrenalin di
bawah pengendalian system pernafasan simpatis untuk merangsang
29

pengeluaran hormone yang kerjanya mengatur metabolism tubuh.


Sehingga bila tejadi stress maka metabolism terjadi peningkatan, dalam
bentuk peningkatan mortolitas usus. ( Ngastiyah,2005. Syifuddin,1999).
5) Pengkajian
Keluhan

Pengkajian

Masalah keperawatan
yang berhubungan

Diare

Factor apa saja yang diketahui pasien Ketidakseimbangan


atau keluarga yang memungkinkan cairan dan elektrolit

menjadi penyebab terjadinya diare


Berapa kali pasien BAB sebelum

mendapat intervensi kesehatan


Bagaimana bentuk feses BAB? Apakah

encer, cair, bercampur lendir dan darah?


Apakah disertai adanya gangguan
gastrointestinal(mual, nyeri abdomen,

muntah, anoreksia)
Berapa lama keluhan
terjadi?apakah

bersifat

awal

mulai

akut

atau

mendadak? Durasi dan gejala awall


mulai tejadi diare menjadi pengkajian
penting dalam memberikan intervensi
langsung

penangananrehidrasi.

Intervensi yang akan dilakukan pada


diare yang lebih dari satu bulan akan
berbeda dengan diare yang terjadi
kurang dari 1 minggu
Muntah

Pengkajian adanya keluhan muntah Ketidakseimbangan


pada

pasien

intervensi

akan

selanjutnya.

menentukan cairan dan elektrolit


Muntah

merupakan gejala gastroenteritis dengan


keterlibatan bagian proksimal intestinal
respon gdari inflamasi khususnya dari
30

neurotoksin yang diproduksi oleh agen


infeksi
Demam

Peningkatan suhu tubuh secara umum Hipetermi


merupakan respon sistemik dari invasi
agen infeksi penyebab gastroenteritis.
Penurunan volume cairan tubuh yang
terjadi secara akut juga merangsang
hipotalamus dalam meningkatkan suhu
tubuh.

Keluhan

demam

sering

didapatkanm pada pasien gastroenteritis


Nyeri abdomen

Keluhan nyeri pada abdomen dapat nyeri


P:

dikaji dengan pendekatan PQRST


keluhan nyeri dicetuskan akibat
perasaan mules, sering mual/muntah
local dan keinginan untuk melakukan
BAB. Hal ini terjadi sekunder dari
iritasi local serabut saraf intestinal,
ditemukan keluhan tidak hanya nyeri
tetapi kondisi kyualitas dan kuantitas
diare sangat tinggi, keadaan ini justru
lebih

berbahaya

untuk

mengalami

terjadinya dehidrasi berat


Q:

keluhan nyeri sulit digambarkan oleh

pasien, khususnya pada pasien anak-anak.


Ketidaknyamanan abdomen bias bersifat kolik
akut atau perut seperti dikocok-kocok akibat
nules
R:

keluhan nyeri berlokasi pada seluruh

abdomen dengan tidak ada pengiriman respon


nyeri ke organ lain
31

S: skala nyeri pada pasien gastroenteritis


bervariasi pada rentang1-4
T: tidak ada waktu spesifik untuk munculnya
keluhan nyeri. Nyeri pada gastroenteritis
biasanya berhubungan dengan mules dan
keinginan untuk BAN yang tinggi.
Kondisi feses

Keluhan perubahanm kondisi feses bervariasi Ketiodakseimbangan


pada pasien gastroenteritis keluhan yang lazim cairan dan elektrolit
adalah konsistensi feses yang encer, sedangkan
beberapa pasien lain mengeluh fese dengan
lendir dan darah. Keluhan perubahan feses ini
harus diperhatikan perawat sebagai materi
untuk mengklarifikasi pemeriksann feses pada
saat melakukan
pemeriksaan fisik

Keluhan

Riwayat penyakit ekstraintestinal diperlukan, Ketidakseimbangan

ekstraintestina

karena pada beberapa kondisi klinik respons cairan dan elektrolit

diare dan muntah bias terjadi oleh berbagai


penyakit di luar gastrointestinal
Diare dan muntah dapat disebabkan
oleh kondisi penyakit atau efek dari

obat-obatan.
Penyakit

malaria,

gastrointestinal,

iritasi
obstruksi

gastrointestinal tidak komplet,penyakit


inflamasi, penyakit nutrisi, kanker dan
sindrom malabsorpsi dapat memberikan

respon diare
Obat-obatan,

spert

kuinidin,

antimikro.dan magnesium yang terdapat


dalam antasida dapat meningkatkan
frekuensi diare
32

Keluhan gejala Perawat mengkaji adanya gejala dehidrasi Ketidakseimbangan


dehidrasi

dengan

mengkaji

adanya

keluhan cairan dan elektrolit

ortotasis( pusing, tidak bias duduk, atau ingin


jatuh pabila berdiri), pusing apabila melihat

Risko syok hipovolemik

cahaya, kapan urine terakhir dilakukan dan


seberapa
mengkaji

banyak
tingkat

yang

diketahui

kesadaran

pasien,
dengan

menanyakan kemampuan orientasi( tempat,


waktu,dan orang)
Pengkajian

Apa jenis air yang keluarga gunakan Pemenuhan informasi

dalam keperluan minum dan memasak


Bagaimana pola dalam membuang

factor
epidemologi

BAB? Apakah menggunakan WC di

sungai
Apakah pasien melakukan perjalanan
jauh untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan
Apakah ada sumber yang berhubungan
dengan penggunaan antibiotic, asupan

makanan yang bersumber dari laut


Apakah ada orang lain atau keluarga
yang juga mengalami kondisi yang
sama dan pasien mengalami kontak atau
transmisi penyakit secara fekal-oral

dengan individu tersebut


Apakah pasien mengalami

diare-

muntah pada musim kemarau


6) Komplikasi
a) Dehidrasi
b) Renjatan hipovolemik
c) Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit dapat memicu syok
hipovolemik dan kehilangan elektrolit seperti hipokalemia
d) Kejang
e) Bakterimia

33

f) Arthritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit


diare karena campylobacter, shigella, salmonella, atau yersinia spp
g) Mal nutrisi
h) Hipoglikemia
i) Intoleransi sekunder akibat kerusaan mukosa usus
b. IBS (Irritable Bowel Syndrome)
1) Defenisi
Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah

salah satu penyakit

gastrointestinal fungsional. Pengertian IBS sendiri adalah adanya nyeri


perut, distensi dan gangguan pola defekasi tanpa gangguan organik.
Tetapi pada pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik pada pasien
IBS tidak ada jadi terkadang sulit untuk penegakan diagnosis.
2) Etiologi
Sampai saat ini, tidak ada teori yang menyebutkan bahwa IBS
disebabkan oleh satu factor saja. Penelitian-penelitian terakhir mengarah
untuk membuat suatu model terintegrasi sebagai penyebab dari IBS.
Banyak factor yang dapat menyebabkan terjadinya IBS antara lain
gangguan abnormalitas dari interaksi aksis brain-gut, hipersensitivitas
visceral, dan pasca infeksi usus.
Adanya IBS predominan diare dan IBS predominan konstipasi
menunjukkan bahwa pada IBS terjadi suatu perubahan motilitas. Pada IBS
tipe diare terjadi peningkatan kontraksi usus dan memendeknya waktu
transit kolon dan usus halus.Sedangkan pada IBS tipe konstipasi terjadi
penurunan kontraksi usus dan memanjangnya waktu transit kolon dan
usus halus.
IBS yang terjadi pasca infeksi dilaporkan hampir pada 1/3 kasus IBS.
Keluhan-keluhan IBS muncul setelah 1 bulan infeksi. Penyebab IBS paska
infeksi antaralain virus, giardia, atau amuba. Pasien IBS pascainfeksi
biasanya mempunyai gejala perut kembung, nyeri abdomen dan diare.
3) Manifestasi klinis
Gejala yang sering didapat pada penderita IBS yaitu :
a) feses cair pada saat nyeri
b) frekuensi BAB bertambah pada saat nyeri
c) tampak abdomen distensi
Dua gejala tambahan yang sering muncul adalah :
a) lendir saat buang air besar
34

b) perasaan tidak lampias saat buang air besar


4) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan IBS meliputi 3 bentuk pengobatan
yang harus berjalan bersamaan, diantaranya yaitu :
1. Diet
Modifikasi diet terutama untuk peningkatan konsumsi serat
ditujukan pada IBS dengan konstipasi. Disisi lain pada pasien dengan
IBS tipe diare konsumsi serat dikurangi. Pada IBS tipe konstipasi
peningkatan konsumsi serat juga disertai konsumsi air yang menigkat
disertai aktivitas olahraga rutin.
Beberapa makanan atau minuman tertentu juga dapat
mencetuskan terjadinya IBS pada beberapa pasien oleh karena itu
harus dihindarkan. Contoh makanan tersebut adalah gandum, susu,
kafein, bawang, cokelat dan beberapa sayur-sayuran. Biasanya jika
keluhan menghilang setelah menghindari makanan & minuman yag
dicurigai sebagai pencetus bisa dicoba untuk dikonsumsi kembali
setelah 3 bulan dengan jumlah diberikan bertahap.
2. Psikoterapi
Pasien dengan IBS biasanya mempunyai rasa cemas yang
tinggiatas penyakitnya. Karena biasanya rasa sakit di perut, buang air
besar cair atau susah buang air besar itu datangnya tiba-tiba.
Umumnya pasien IBS selalu berpikiran bahwa ada suatu penyakit
organic yang terjadi pada tubuhnya. Penjelasan atas penyakit IBS dan
meyakinkan bahwa penyakit IBS yang dialami pasien adalah penyakit
yang dapat diobati dan tidak membahayakan kehidupan merupakan
kunci

utama

keberhasilan

pengobatan

pasien.

Pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan


menyingkirkan kemungkinan penyakit organic harus disampaikan dan
juga menambah keyakinan pasien bahwa pasien sebenarnya hanya
menderita IBS saja tidak ada penyakit lain apalagi penyakit kanker.
Pasien-pasien dengan penyakit IBS harus selalu diingatkan
untuk dapat mengendalikan stressnya. Pasien diminta untuk tidak
bekerja berlebihan dan menyampingkan istirahatnya, menyediakan
waktu yang cukup untuk dapat melakukan buang air besar secara
teratur diluar waktu sibuk bekerja dan juga yang terpentig selama
35

makan disediaka waktu yang cukup agar makan yang dilakukan dapat
dilakukan dalam ketegangan dan tidak terburu-buru. Olahraga yang
teratur merupakan kunci penting yang juga harus diperhatikan agar
pasien dengan IBS dapat menyesuaikan diri dengan keluhan-keluhan
yang ada.
3. Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan untuk IBS terutama untuk
menghilangkan gejala yang timbul antara lain untuk mengatasi nyeri
abdomen, mengatasi konstipasi mengatasi diare dan obat antiansietas.
Sampai sejauh ini tidak ada obat tunggal yang diberikan untuk pasien
IBS, obat-obatan ini biasanya diberikan secara kombinasi.
Untuk mengatasi nyeri abdomen sering digunakan
antipasmodik yang mempunyai antikolinergik dan lebih bermanfaat
pada nyeri perut setelah makan, tetapi umumnya kurang bermanfaat
pada nyeri kronik disertai gejala kostipasi. Obat-obatan yang sering
dan sudah beredar di Indonesia antara lain mebeverine 3x135 mg,
hiosin N- butilbromida 3x10 mg, Chlordiazepoksid 5 mg/ klidinium
2,5 mg 3x1 tab, alverine 3x30 mg dan obaat antispasmodic terbaru
dan juga sudah digunakan di Indoesia otolium bromide.
Untuk IBS konstipasi, laksatif osmotic seperti laktulosa
magnesium hidroksida terutama pada kasus-kasus dimana konsumsi
tinggi serat tidak membantu mengatasi konstipasi. Obat-obatan
laksatif

stimulant

biasanya

tidak

dipergunakan

karena

akan

memperburuk rasa nyeri abdomen pasien. Tegaserod suatu 5-HT4


resptor agonis, obat IBS tipe konstipasi yang relative baru dan sudah
beredar di Indonesia bekerja untuk meningkatkan akselerasi usus
halus dan meningkatkan waktu transit feses di kolon dan juga
disebutkan dapat meningkatkan sekresi cairan usus.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa

tegaserod

memperbaiki gejala pasien secara global dan meningkatkan frekuensi


defekasi dan konsistensi feses. Tegaserod biasanya diberikan dengan
dosis 2x6 mg selama 10-12 minggu. Tetapi saat ini tegaserod sudah
ditarik dari peredaran karena efek samping pada jantung walau
sebenarnya obat ini cukup efektif dalam

menangani

kasus-kasus

IBS tipe konstipasi khususnya pada wanita.


36

Untuk IBS tipe diare beberapa obat juga dapat digunakan


antara lain loperamid dengan dosis 2-16 mg/hari.

5) Pengkajian
1. Fisik
i. Kaji lokasi nyeri, pada pasien IBS nyeri yang dirasakan
berpindah-pindah
ii. Kaji frekuensi nyeri, pada pasien IBS Frekuensi timbulnya nyeri
tidak menentu
iii. Kaji berapa lama nyeri dirasakan, pada pasien IBS Nyeri yang
dirasakan hanya sebentar
iv. Kaji bagaimana keadaan nyeri jika pasien BAB atau flatus, pada
pasien IBS akan lebih nyaman.
6) Komplikasi
Penyakit IBS tidak akan meningkatkan mortalitas, gejala-gejala pasien
IBS biasanya akan membaik dan hilang setelah 12 bulan pada 50% kasus
dan hanya kurang dari 5% yang akan memburuk dan sisanya dengan
gejala yang menetap.
c. Disentri
1) Defenisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan
gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume
sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri
saat buang air besar (tenesmus).
Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan
sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare)
yang bercampur lendir dan darah.
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang
menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas
yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang
sering disertai dengan tenesmus, 2) berak-berak, dan 3) tinja mengandung
darah dan lendir.

37

2) Etiologi
Disebabkan oleh infeksi bakteri atau protozoa atau infestasi cacing
parasit, tetapi juga dapat disebabkan oleh iritasi kimia atau infeksi virus.
Dua penyebab yang paling umum adalah infeksi dengan basil dari
kelompok Shigella, dan kutu oleh amuba, Entamoeba histolytica.
Bakteri (Disentri basiler) Shigella, penyebab disentri yang terpenting
dan tersering ( 60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua
kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella
a) Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
b) Salmonella
c) Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
d) Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih
sering pada anak usia > 5 tahunPatogenesis
3) Manifestasi klinis
1. Disentri basiler
Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada
disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer
tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah
permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
(1) Panas tinggi (39,50 400 C), appear toxic.
(2) Muntah-muntah.
(3) Anoreksia.
(4) Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
(5) Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan
sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
2. Disentri amoeba
Diare disertai darah dan lendir dalam tinja. Frekuensi BAB
umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (10x/hari). Sakit
perut hebat. Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya
ditemukan pada 1/3 kasus).
4) Patofisiologi
Kuman penyebab diare menyebar masuk melalui mulut antara lain
makanan, minuman yang tercemar tinja atau yang kontak langsung
dengan tinja penderita.
Perilaku khusus meningkatkan

resiko

memberikan

4-6

ASI

secara

penuh

terjadinya

bulan

diare;

pertama

Tidak

kehidupan,

Menggunakan botol susu yang tercemar, Menyimpan makanan masak


38

pada suhu kamar dalam waktu cukup lama, Menggunakan air minuman
yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, Tidak mencuci tangan
setelah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum memasak
makanan, Tidak membuang tinja secara benar.
Faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap diare; Tidak
memberikan ASI sampai umur 2 tahun, Kurang gizi, Campak,
Imunodefisiensi / imunosupressif.
Umur Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan,
insiden paling banyak 6 10 bulan (pada masa pemberian makanan
pendamping).
Variasi musiman Variasi pola musim diare dapat terjadi melalui letak
geografi. Pada daerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi
pada musim panas sedangkan diare karena virus (rotavirus) puncaknya
pada musim dingin. Pada daerah tropik diare rotavirus terjadi sepanjang
tahun, frekuensi meningkat pada musim kemarau sedangkan puncak diare
karena bakteri adalah pada musim hujan.
5) Penatalaksanaan
Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi
kurang, lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan
biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya
sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai
adanya syok sepsis.

Komponen terapi disentri :


a) Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit.
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang
harus diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan
stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status

hidrasi dan

keseimbangan elektrolit.
b) Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya.
Berikan diet lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah
malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat
diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama
39

pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat


perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng
oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa
obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak
diberikan karena adanya resiko untuk memperpanjang masa sakit.
c) Antibiotika
(1) Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan
mendapatkan terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika
yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan resiko
komplikasi dan kematian.
(2) Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) :
Kotrimokasazol

(trimetoprim

10mg/kbBB/hari

dan

sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama


5 hari.
(3) Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat
pemberian kotrimoksazol dibandingkan placebo10.
d) Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci
tangan dengan bersih sehabis membersihkan tinja anak untuk
mencegah autoinfeksi.
6) Komplikasi
1. Disentri amoeba
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat
maupun

ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat

dibagi menjadi :
Komplikasi intestinal
Perdarahan usus.Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke
dinding ususbesar dan merusak pembuluh darah.
Perforasi usus.Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan
muskulardinding usus besar.Sering mengakibatkan peritonitis yang
mortalitasnya tinggi.Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya
abses hati amoeba.
Ameboma. Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang
mengakibatkan reaksiterbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya
terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid.Sering mengakibatkan ileus
40

obstruktif atau penyempitan usus.


Intususepsi.Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang
memerlukantindakan operasi segera.
Penyempitan usus (striktura).Dapat terjadi pada disentri kronik
akibatterbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.
Komplikasi ekstraintestinal
Amebiasis hati.Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal
yang paling sering terjadi.Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan
atau tahun sesudah infeksi amoeba sebelumnya.Infeksi di hati terjadi
akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang
lewat pembuluh getah bening.
Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini
abses hati kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang
akan bergabung menjadi satu, membentuk abses tunggal yang besar.
Sesuai dengan aliran darah vena porta, maka abses hati ameba terutama
banyak terdapat di lobus kanan.Abses berisi nanah kental yang steril, tidak
berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste) yang terdiri atas jaringan
sel hati yang rusak bercampur darah.Kadang-kadang dapat berwarna
kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu.
Abses pleuropulmonal.Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi
langsung abseshati.Kurang lebih 10-20% abses hati ameba dapat
mengakibatkan penyulit ini.Abses paru juga dapat terjadi akibat
embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar.Dapat pula terjadi
hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga penderita batuk-batuk dengan
sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati.
Abses otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat
embolisasiameba langsung dari dinding usus besar maupun dari abses hati
walaupun sangat jarang terjadi.
Amebiasis kulit.Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding
usus besardengan membentuk hiliran (fistel).Sering terjadi di daerah
perianal atau dinding perut.Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal
akibat invasi ameba yang berasal dari anus.

41

2. Disentri basiler
Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada
pasien yang berada di negara yang masih berkembang dan seringnya
kejadian ini dihubungkan dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri
pada pasien dengan status gizi buruk. Komplikasi lain akibat infeksi
S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic uremic syndrome (HUS). SHU
diduga akibat adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi oleh
Shigella.Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu pertama disentri
basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai membaik.Tanda-tanda HUS
dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam)
dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat
dengan gagal jantung.Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih
dari 50.000/mikro liter), trombositopenia (30.000-100.000/mikro liter),
hiponatremia, hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf pusat
seperti ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.
Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya
muncul pada masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar
terutama lutut.Hal ini dapat terjadi pada kasus yang ringan dimana cairan
sinovial sendi mengandung leukosit polimorfonuklear. Penyembuhan
dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat berlangsung selama
berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula terjadi iritis atau
iridosiklitis.Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada usus
menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini
jarang terjadi.Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae
yang toksik namun hal ini jarang sekali terjadi.
Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan
perforasi juga dapat muncul.Akan tetapi peritonitis karena perforasi
jarang terjadi.Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah
serangan berat.Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula
terjadi pada beberapa tempat yang mempunyai angka kematian tinggi.
Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid
d. Kanker Kolon
1) Defenisi
42

Tumor usus halus jarang terjadi; sebalikanya tumor usus besar dan
rektum relatif umum. Pada kenyataannya, kanker kolon dan rectum
sekarang adalah tipe paling umum kedua dari kanker internal di Amerika
Serikat ini adalah penyakit budaya barat. Diperkirakan bahwa 150.000
kasus baru kolorektal didiagnosis di Negara ini setian tahjunnya. Kanker
kolon mmenyerang individu dua kali lebih besar disbanding kanker rekital.
Insidensnya meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien
yang berusia lebih dari 55 tahun) dan makin tinggi pada individu dengan
riwayat keluarga mengalami kanker kolon., penyakit khusus inflamasi
kronis atau polip. Perubhan pada persentase distribusi telah terjadi pada
tahun terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area rectal telah
menurun, sedangakan insidens pada kolon asenden dan desesnden
meningkat.
Lebih dari 156.000 terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setngah dari
jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya meskipun sekitar tiga dari
empat pasien

dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan

segera. Angka kelangsungan hidup dibawah 5 tahun adalah 40% samapai


50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase.
Kebanyakan oranag asemtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari
bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubhan pada
kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal.
2) Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rectal tidak diketahui, tetapi
factor resiko telah teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker
kolon atau polip dalam keluarga; riwayat penyakit insflamasi kronis; dan
diet tinggi lemak, protein, dan daging serta rendah serat.
3) Manifestasi klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi
segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah
perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala
paling umum kedua. Gejala juga dapat mencakup anemia yang tidak
diketahui penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan, dan keletihan.
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kana dalah nyeri
dangkal abdomen dan melena (feses hitam seperti ter). Gejala yang sering
dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah berhubungan dengan
43

obstruksi (nyeri abdomen dan kram) penipisan feses, kontisipasi, dan


distensi) serta adanya drah merah segar dalam feses. Gejala yang
dihubungkan dengan lesi rectal adalah evakyuasi feses yang tidak lengkap
setelah defekasi, kontisipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
4) Patofisiologi
Kanker kolon dan rectum terutama (95$%) adenokarsinoma (muncul
dari lapisan epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi
ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam
struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan
menyebar kebagian tubuh yang lain (paling sering ke hati).
5) Penatalaksanaan
Pasien dengan gejala obstruksi usus di obati dengan cairan IV dan
pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup
bermakna, terapi komponen darah dapat diberikan.
Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang
berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi, dan laparoskopi telah terbukti
berhasil dalam pentahapankanker kolorektal pada periode praoperatif.
Metode pentahapan yang sering digunkan secara luas adalah klasifikasi
duke.
a) Kelas A-tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa
b) Kelas B-penetrasi melalui dinding usus
c) Kelas C-infasi kedalam sistem limfe yang mengalir regional
d) Kelas D-metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk
pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain
pengobnatan bedah. Pilihan mencakup kemotrapi, terapi radiasi, dan/atau
imunoterapi.
Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker
kolon kelas C adalah program 5-FU/levamesole. Pasian dengan kanker
rectal kelas B dan C diberikan %-FU dan metal CCNU dan dosis tinggi
radiasi pelvis.
Terapi

radiasi

sekarang

digunakan

pada

periode

praoperatif,

intraoperatif, dan pascaoperatif untuk memeperkecil tumor, mencapai


hasil yang lebih baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi resiko
44

kekambuhan. Untuk tumor yang tidak di operasi atau tidak dapat


direseksi, radiasi digunakan untuk menghilangkan gejala secara bermakna.
Alat radiasi intravitas yang dapat diimplantasikan dapat digunakan.
Data

paling

baru

menunjukkan

adanya

pelambatan

periode

kekambuhan tumor dan peningkatan waktu bertahan hidup untuk pasien


yang mendapat beberapa bentuk terapi ajufan.
6) Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau
lengkap. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah
sekitar kulon yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi, dan
mengakibatkan pembentukan abses. Peritonitis dan/atau sepsis dapat
menimbulkan syok.
6. ASKEP dan PKDM
PATWAY BERAK-BERAK

Infeksi (virus,
bakteri,

Molabsorpsi
makanan di

Reaksi
inflamasi

Makanan
beracun

Faktor
psikologis

Tekanan
Osmotik

Pen. Sekresi
cairan &

Rangsang
saraf

Pergeseran
cairan &
elektrolit ke
Hipermotilitas

Isi rongga

Sekresi air &

Gang.
Motilitas

Hipomotilitas

Bakteri

DIAR

Kerusakan

Defekasi sering

Dehidrasi

Output >>

NYERI

Iritasi kulit

Absorbsi ber <


45

Dehidrasi

Tubuh
kehilangan

Penurunan
volume cairan

RESIKO INTEGRITAS

GGN NUTRISI

Keh. Na, K, H
CO

Asidosis

Pernafasan
Penurunan
cairan intertitil

Pembagian darah
tidak merata

Pelepasan
Gg. Sirkulasi

Tugor kulit

Defisit vol.
Cairan &

Reabsorpso Na
dalam ginjal

Perfusi jaringan

Produksi Urin

Hipoksia,
sianosis, akral

Gagal ginjal

Gelisah, TD

Shock

46

ASKEP Sesuai Skenario


1. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa usus
a. DS :
BAB lebih dari 5x / hari
Nyeri perut
Tinja kadang merah terang
b. Intervensi :
INTERVENSI
1. Dorong pasien untuk melaporkan
nyeri

2. Kaji laporan kram abdomen atau


nyeri, catat lokasi, lamanya,
intensitas (skala 0 10). Selidiki
dan laporkan perubahan
karakteristik nyeri

RASIONAL
Mencoba untuk mentoleransi nyeri, daripada
meminta analgesik
Nyeri kolik hilang timbul pada penyakit
crohn. Nyeri sebelum defekasi sering terjadi
pada KU dengan tiba-tiba, dimana dapat
berat dan terus menerus. Perubahan pada
karakteristik nyeri dapat menunjukkan
penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi,
mis : fistula kandung kemih, perforasi, toksik
megakolon

3. Catat petunjuk non-verbal, mis :


gelisah, menolak untuk bergerak,
berhati-hati dengan abdomen,
menarik diri, dan depresi. Selidiki
perbedaan petunjuk verbal dan
non-verbal
4. Kaji ulang faktor-faktor yang
meningkatkan atau menghilangkan
nyeri
5. Izinkan pasien untuk memulai
posisi yang nyaman, mis : lutut
fleksi
6. Berikan tindakan nyaman (mis :
pijatan punggung, ubah posisi) dan
aktivitas senggang.

Bahasa tubuh/petunjuk non-verbal dapat


secara psikologis dan fisiologik dan dapat
digunakan pada hubungan petunjuk verbal
untuk mengidentifikasi luas/beratnya
masalah
Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus,
atau faktor pemberat (seperti kejadian stress,
tidak toleran terhadap makanan ) atau
mengidentifikasi terjadinya komplikasi
Menurunkan tegangan abdomen dan
meningkatkan rasa kontrol.
Meningkatkan relaksasi, memfokuskan
kembali perhatian, dan meningkatkan
kemampuan koping
47

7. Observasi/catat distensi abdomen,


peningkatan suhu, penurunan TD

Dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus


karena inflamasi, edema, dan jaringan parut.

2. Resiko integritas kulit berhubungan dengan seringnya defekasi dengan iritasi pada
daerah anal dan bokong.
a. DS :
Frekuensi BAB lebih dari 5 x/hari
Tinja cair dengan ampas
Bercampur dengan lendir
Kadang terdapat merah terang.
b. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan integritas
kulit.
c. Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman faktor penyebab, menunjukkan perilaku
mempertahankan integritas kulit, tidak ada tanda-tanda iritasi kulit.
d. Intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
Observasi kemerahan dan tanda-tanda Untuk mengetahui sejauh mana iritasi terjadi.
iritasi kulit disekitar area anal.
Dorong pasien untuk mengikuti rutinitas Mencegah terjadinya iritasi kulit.
perawatan

kulit,

yaitu

mengelap/

mengeringkan area anal setelah defekasi,


membersihkan dengan bola kapas.
Diskusikan tentang pentingnya kebersihan Memberikan

pengetahuan

agar

pasien

area anal dan jaga tetap kering.


memperhatikan kebersihan.
Anjurkan menggunakan pelindung kulit Mencegah terjadinya iritasi yang berlebihan.
dan barier pelembab sesuai kebutuhan.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan output yang


berlebihan
a. Tujuan
1) Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
2) Berat badan dalam batas normal
b. Intervensi
Rencana keperawatan

48

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria


Hasil

Intervensi

Ketidakseimbangan
NOC:

nutrisi kurang dari


aNutritional status:

kebutuhan tubuh
Adequacy of nutrient
Berhubungan dengan :
b Nutritional Status :
Ketidakmampuan untuk
food and Fluid Intake
memasukkan atau mencerna cWeight Control
nutrisi oleh karena faktor
Setelah dilakukan
biologis, psikologis atau
tindakan keperawatan

ekonomi.
selama.nutrisi kurang
teratasi dengan indikator:
DS:
Albumin serum
- BAB lebih dari 5x / hari
Pre albumin serum

Hematokrit

Hemoglobin
DO:
Total iron binding
-Diare
capacity

Jumlah limfosit

Kaji adanya alergi makanan


Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
Yakinkan
diet
yang
dimakan
mengandung
tinggi
serat
untuk
mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
Monitor adanya penurunan BB dan gula
darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan
dan tindakan
tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat
adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval
4. Defisit volume cairan & elektrolit berhubungan dengan kehilangan banyak cairan
melalui rute normal ( diare ).
a. DS :
Frekuensi BAB lebih dari 5 x/hari
Tinja cair dengan ampas

DO :
Kojungtiva anemis
49

b. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan dan elektrolit


terpenuhi.
c. Kriteria hasil : Mempertahankan volume cairan adekuat dibuktikan oleh membran
mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik, TTV stabil,
keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine normal.
d. Intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji masukan dan haluaran, karakter Memberikan
informasi

tentang

dan jumlah feses, hitung intake dan keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan
output,

ukur

berat

jenis

urine, kontrol penyakit usus juga merupakan

observasi oliguri.
Kaji TTV

pedoman untuk penggantian cairan.


Hipotensi, takikardi, demam dapat
menunjukkan respon terhadap dan atau

efek kehilangan cairan.


Observasi kulit kering, berlebihan dan Menunjukkan
kehilangan
membran

mukosa,

turgor

cairan

kulit berlebihan/ dehidrasi.

menurun, pengisian kapiler lambat.


Ukur BB tiap hari.
Pertahankan pembatasan

peroral, Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan

tirah baring dan hindari kerja.


dan menurunkan kehilangan cairan usus.
Berikan cairan sering dan dalam Minuman berkarbonat menggantikan
jumlah kecil untuk mendorong urinasi natrium dan kalium yang hilang pada saat
terjadi tiap dua jam (air daging, diare.
minuman

ringan

minuman

suplemen

karbohidrat,
elektrolit,

jus

apel).
Berikan cairan parenteral, transfusi Mempertahankan
darah sesuai indikasi

istirahat

usus

akan

memerlukan penggantian cairan untuk

rehidrasi.
Awasi hasil laboratorium, contoh : Menentukan kebutuhan penggantian dan
elektrolit dan gas darah analisa.
keefektifan terapi.
Berikan obat sesuai indikasi : anti Menurunkan kehilangan cairan.
diare.
INFORMASI TAMBAHAN
1. Jenis-jenis diare
50

a. Diare Osmotik berarti bahwa sesuatu di usus mengambil air dari tubuh untuk
dimasukkan ke usus.
b. Diare Sekretori terjadi ketika tubuh melepaskan air ke dalam usus ketika itu tidak
seharusnya terjadi. Banyak infeksi, obat-obatan, dan kondisi lain yang
menyebabkan diare sekresi.
c. Eksudatif mengacu pada keberadaan darah dan nanah dalam tinja. Hal ini terjadi
dengan penyakit usus inflamasi, seperti penyakit Crohn atau kolitis ulseratif, dan
beberapa infeksi.
2. Karakteristik feses
KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL
Karakteristik
Normal
Abnormal
Kemungkinan
Warna

Dewasa

Pekat/putih

kecoklatan
Bayi

penyebab
Adanya pigmen
empedu (obstuksi

empedu); pemeriksaan

kekuningan

diagnostik
Hitam

menggunakan barium
Obat (spt. Fe); PSPA
(lambung, usus halus);
diet tinggi buah merah
dan sayur hijau tua (spt.

Merah

Bayam)
PSPB (spt. Rektum),
beberapa makanan spt

Pucat

bit.
Malabsorbsi lemak; diet
tinggi susu dan produk

susu dan rendah daging.


Orange atau
Infeksi usus
Konsistensi

hijau
Berbentuk, lunak, Keras, kering

Dehidrasi, penurunan

agak

motilitas usus akibat

cair

lembek, basah.

kurangnya serat, kurang


latihan, gangguan
emosi dan laksantif
51

abuse.
Peningkatan motilitas

Diare

usus (mis. akibat iritasi


Bentuk

Silinder

(bentuk Mengecil,

kolon oleh bakteri).


Kondisi obstruksi

rektum) dgn bentuk pensil


2,5 cm u/ orang atau
Jumlah

dewasa
Tergantung

diet

(100

400

gr/hari)
Aromatik

Bau

rektum

seperti

benang

: Tajam, pedas

Infeksi, perdarahan

dipenga-ruhi oleh
makanan

yang

dimakan dan flora


bakteri.

ANALISA & SINTESIS INFORMASI


Data Objektif
BB : 45kg
TB : 150
cm

Data Subjektif
Wanita usia 32 tahun
Keluhan Keluhan berak-berak.
Keluhan ini mulai dirasakan sejak 2 bulan yang

lalu
frekuensi BAB lebih dari 5 kali/hari
Tinja cair dengan ampas, bercampur dengan
lendir, dan kadang terdapat merah terang.

Sebelum BAB
Klien mengalami nyeri perut
Tinja tidak sulit dikeluarkan
Mengeluh sering merasakan kembung.

Interpretasi
BB (kg)
IMT= TB 2 (cm)

45(kg)
2
1.5 ( cm)

= 20 Ideal

52

DAFTAR PUSTAKA
Jual, linda.1998.Rencana asuhan dan dokumentasi keperawatan-diagnosa keperawatan dan
masalah kolaborasi. Jakarta : EGC
Muttaqin, arif, dkk. 2011. Ganguan gastrointestinal. Jakarta: salemba medika
Smeltzer,Suzzane.2001.Keperawatan Medikal Bedah.jakarta:EGC
Sylvia & Lorrane. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1 Edisi
6. Jakarta: EGC.
Tjokronegoro, Arjatmo. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
W.Sudoyo, Aru. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing

53

Anda mungkin juga menyukai