Anda di halaman 1dari 16

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM GASTROENTEROLOGI PADA ANAK

PEMERIKSAAN
TAHAP
PERSIAPAN
MULUT

LANGKAH KLINIK TINDAKAN


1. Siapkan alat dan dekatkan ke klien
2. Cuci tangan
3. Atur posisi klien
INSPEKSI DAN PALPASI
1. Posisikan klien duduk berhadapan ke arah pemeriksa
2. Observasi tanda Trismus atau kesukaran membuka
mulut paling sering terdapat pada tetanus,
infeksi/abses di sekitar mulut.
3. Ukur berapa mm atau cm mulut dapat dibuka (diukur
dari ujung gigi seri atas dan bawah), supaya dapat
membandingkan pada pemeriksaan berikutnya
4. Observasi adanya Halitosis (foetor ex ore, bau mulut
yang tidak sedap) dapat disebabkan karena higiene
gigi dan mulut yang buruk, muntah, dehidrasi, darah
dalam mulut, demam tifoid, serta setelah makan
makanan yang berbau.
Pada keracunan jengkol tercium bau khas
Pasien yang uremia berbau amonia
5. Observasi warna dan keadaan mukosa bibir
Bibir kering atau pecah pecah
Warna pucat tanda anemia
Warna biru keabu-abuan tanda sianosis
Warna merah anggur tanda asidosis mukosa bibir
Pada sindrom Peutz-Jeghers terdapat bercak
pigmentasi berbatas tegas yang berwarna biruhitam atau coklat di mukosa bibir, mulut, hidung
dan kadang di sekitar mata

GAMBAR

6. Periksa labio schizis


7. Periksa
gusi
apakah
ada
perdarahan
atau
pembengkakan
Peradangan gusi ditandai oleh bengkak, nyeri,
dan muntah berdarah, seperti gingivitis, Abses
periapikal (bisul gusi) terdapat pada basis gigi,
baik pada sisi pipi maupun sisi lidah, sering
disertai nanah yang mengalir.
7. Observasi lidah apakah terdapat kelainan kongenital
yang jelas, seperti bifurkasio lidah.
Lidah yang terlalu besar seperti pada sindrom
down
Neoplasma lidah, seperti limfangioma
Lidah yang tertarik ke belakang ditandai dengan
palatoskisis
Tremor lidah diperiksa dengan lidah dalam
keadaan terjulur, tremor yang kasar terdapat
pada penyakit dengan demam tifoid.
8. Tekan pangkal lidah dengan menggunakan spatel,hasil
positif bila ada
refleks muntah ( Gags refleks)
9. Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan
10.
Tekan lidah dengan menggunakan spatel, dan
anjurkan klien untuk memngatakan AH dan
perhatikan ovula apakah terngkat.
11.
Pemeriksaan nervus VII ( facialis) sensoris
a. Tetesi bagian 2/3 anterior lidah dengan rasa asin,
manis dan pahit, kemudian menentukan zat apa
yang dirasakan dan 1/3 bagian belakang lidah
untuk pemeriksaan Nervus IX.

Abses
periapikal

gingivitis

Neoplasma lidah

Pemeriksaan
Nervus XII
Hipoglosus

b.
c.

GIGI-GELIGI

Pemeriksaan Nervus XII Hipoglosus


Menyuruh pasien untuk menjulurkan lidah lurus
lurus kemudian menarik dengan cepat dan
disuruh menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan
dan sementara itu pemeriksa melakukan palpasi
pada kedua pipi untuk merasakan kekuatan lidah.
d. Rooting refleks : bayi akan mencari benda yang
diletakkan disekitar mulut dan kemudian akan
mengisapnya.
e. Dengan memakai sarung tangan, masukkan jari
kelingking kedalam mulut, raba palatum keras
dan lunak apabila ada lubang berarti labio palato
shizis, kemudian taruh jari kelingking diatas lidah ,
hasil positif jika ada refleks mengisap (Sucking
Refleks).
Gigi Susu
Pada bayi baru lahir kadang-kadang sudah terdapat 1 atau 2
gigi yang mudah sekali dilepas. Rata-rata tumbuhnya gigi
susu adalah sebagai berikut:
2 insisor sentral bawah 5-10 bulan
2 insisor sentral atas
8-12 bulan
2 insisor lateral atas
9-13 bulan
2 insisor lateral bawah
10-14 bulan
2 molar pertama bawah 13-16 bulan
2 molar pertama atas
13-17 bulan
4 kuspid
12-22 bulan
4 molar kedua
24-30 bulan
Keterlambatan pertumbuhan gigi terdapat pada
hipertiroidisme dan hipopituitarisme.
Gigi Tetap
Waktu erupsi gigi tetap biasanya sebagai berikut:

Palpasi pada kedua pipi

SALIVA

FARING

Molar pertama
6-7 tahun
Insicor
7-9 tahun
Premolar
9-11 tahun
Kaninus
10-12 tahun
Molar kedua
12-16 tahun
Molar ketiga
17-25 tahun
Maloklusi ialah posisi gigi yang abnormal terhadap
rahang.
Posisi gigi yang baik adalah hasil kombinasi kekuatan
otot-otot bibir, pipi dan lidah.
Pada anak dengan labio-palato-gnatoskisis atau
mikrognatia, kekuatan tersebut tidak seimbang
sehingga terjadi malposisi dan maloklusi gigi.

1. Observasi adanya pengeluaran saliva yang berlebihan


pada neonatus, seperti pada atresia esophagus
2. Saliva yang terkumpul di mulut akibat kesulitan
menelan terdapat pada kelumpuhan N.IX dan X
terutama akibat poliomielitis, difteria, atau miastenia.
1. Perhatikan dinding posterior faring apakah terdapat
hiperemia, edema, membran, eksudat, abses, atau
post nasal drips
Penyakit infeksi saluran napas bagian atas,
dinding faring berwarna kemerah-merahan
Edema faring ditandai dengan mukosa yang
pucat dan sembab
Infeksi difteria memberikan bercak putih abu-abu
yang sulit diangkat, dan bila dipaksa diangkat
akan mudah berdarah (pseudomembran)
Ulserasi dapat dilihat pada penyakit leukimia

ABDOMEN

atau dengan pengobatan sitostatika


Post nasal drips menunjukkan terdapatnya infeksi
pada hidung, nasofaring, atau sinus paranalisis.
Abses retrofaringeal biasanya terdapat pada bayi
dengan tampak sakit berat, bernapas dengan
mulut dengan atau tanpa stridor
Kaku kuduk dapat terjadi dan biasanya pasien
tidur dengan kepala menengadah atau miring ke
satu sisi.
2. Perhatikanlah tonsil dan nyatakan besarnya dalam To,
TI, T2, atau T3
3. Perhatikan adanya kripti, detritus, hiperemia, ulserasi,
membran atau bercak-bercak perdarahan
Pada bayi dan anak tonsil relatif besar
dibandingkan dengan rongga faring, bila terdapat
infeksi lebih membesar dan kembali ke ukuran
semula dalam waktu 2-3 minggu.
4. Pasien tampak sering menelan ludah
5. Buka mulut bayi/anak dan perhatikan apakah ada tonsil
terlihat terdorong kedepan, sedangkan uvula terdorong
ke sisi yang sehat.
INSPEKSI
Ukuran dan Bentuk Perut
1. Posisikan anak dalam keadaan berdiri lalu perhatikan
bentuk perut. Karena otot abdomen anak masih tipis
dan waktu berdiri anak kecil cenderung menunjukkan
posisi lordosis, maka perut anak kecil tampak agak
membuncit ke depan (pot belly)
2. Perhatikan kesimetrisan perut
Buncit yang simetris terdapat pada keadaan otot
perut yang hipotonik atau atonik, mis. Pada
hipokalemia, hipotiroidea, atau rakitis,

penimbunan lemak dinding perut, trauma atau


perforasi usus, asites, atau pada ileus obstruktif
letak rendah.
Pada asites yang jumlahnya sedang atau banyak,
dalam posisi telentang perut melebar ke lateral
seperti perut kodok.
Buncit yang asimetris disebabkan oleh perut
yang paralitik mis. Pada pembesaran organ
intraabdomial, aerofagia akibat banyak
menangis, konstipasi, ileus obstruksi tinggi yang
menyebabkan pembesaran perut di daerah
epigastrium atau kuadran atas perut.
Perut yang cekung (skafoid) pada posisi
telentang tampak pada bayi baru lahir dengan
hernia diafragmatika, anak dengan malnutrisi,
dan dehidrasi berat.
Dinding Perut
1. Kulit perut yang tampak meregang dan tipis pada
asites akan menjadi keriput bila asites menghilang.
2. Kulit perut yang keriput dapat dilihat pada anak
dengan malnutrisi serta penurunan tekanan
intraabdominal yang terjadi mendadak oleh penyebab
lainnya.
3. Pada bayi dan anak normal umbilikus tampak tertutup
dan berkerut. Hernia umbilikus dapat ditemukan pada
anak sampai umur 2 tahun
Gerakan Dinding Perut
1. Perhatikan gerakan dinding abdomen
Apabila gerakannya berkurang dicurigai terdapat
keadaan abdomen akut akibat rasa nyeri, pada
ilues paralitikus atau paralisis diafragma, dan
pada asites yang sangat besar.

Peristaltik
melintang

Peristaltik
tangga

Bila gerakan dinding perut lebih mencolok


daripada gerakan dinding dada pada anak di atas
usia 6-7 tahun harus dicurigai adanya kelainan
paru.
2. Observasi peristaltik usus
3. Arahkan lampu tegak lurus pada dinding perut
4. Pemeriksa mengamati dengan posisi mata setinggi
perut pasien
5. Peristaltik mungkin dapat dilihat pada bayi prematur
atau anak yang sangat kurus.
6. Pada keadaan patologis seperti obstruksi traktus
gastrointestinal peristaltik dapat dengan mudah
terlihat
7. Perhatikan lokasi terdapatnya peristaltik untuk
memberi petunjuk lokasi obstruksi
Peristaltik yang melintang di daerah epigastrium
pada bayi sampai berumur 2 bulan disebabkan
oleh spasme atau stenosis pilorus
Peristaltik memberi gambaran seperti tangga
disebabkan oleh obstruksi usus.
AUSKULTASI
1. Pasien berbaring telentang
2. Auskultasi abdomen dilakukan dengan meletakkan
diafragma stetoskop di atas mid-abdomen sementara
pemeriksa mendengarkan bunyi usus
3. Dalam keadaan normal suara peristaltik terdengar
sebagai suara yang intensitasnya rendah dan
terdengar tiap 10-30 detik.
Nada peristaltik akan berubah menjadi tinggi
(nyaring) pada obstruksi traktus gastrointestinal
(bunyi metalik), frekuensi bertambah pada
gastroenteritis, berkurang atau bahkan

Auscultatin
g the liver

Auscultating
the renal

Auscultating
the iliac
artery
Auscultating
the
abdominal
aorta
Auscultating
the femoral
artery

4.
5.
6.
7.

menghilang pada peritonitis atau ileus


paralitikus.
Bising (bruits) terdengar di seluruh permukaan perut
pada koarktasio aorta abdominalis
Pada daerah ginjal di bagian posterior abdomen pada
pasien hipertensi
Terdengarnya dengung vena (venous hum)
menandakan terjadinya obstruksi vena porta
Suara booming atau pistol shot serta bising kontinu di
a. Femoralis (tanda Durosiez) merupakan tanda
infusiensi aorta, duktus persisten, atau keadaan lain
yang menyebabkan tekanan nadi besar.

PERKUSI
Perkusi Abdomen
1. Pasien berbaring telentang
2. Keempat kuadran abdomen diperiksa dengan perkusi
3. Perkusi dilakukan dari daerah epigastrium secara
sistematis menuju ke bagian bawah abdomen
4. Perkusi abdomen dalam keadaan normal terdengar
bunyi timpani di seluruh permukaan abdomen, kecuali
di daerah hati dan limpa
Bunyi timpani yang abnormal dapat didengar
pada keadaan obstruksi saluran gastrointestinal
yang terletak rendah, ileus paralitikus, atau
aerofagia.
5. Perkusi abdomen ditujukan untuk menentukan adanya
cairan bebas (asites) atau udara di dalam rongga
abdomen
6. Perkusi dapat dilakukan untuk menentukan batas hati,
serta batas-batas massa intraabdominal.
7. Terdapat 4 cara untuk mendeteksi terdapatnya asites,
yakni:

a. Posisi anak telentang, dilakukan perkusi sistematik


dari umbilikus ke arah lateral dan bawah untuk
mencari batas berupa garis konkaf antara daerah
yang timpani dengan daerah pekak yang terdapat
bila ada asites
b. Menentukan adanya daerah redup yang berpindah
(shifting dullness) dengan melakukan perkusi dari
umbilikus ke sisi perut untuk mencari daerah redup
atau pekak, daerah redup ini akan menjadi timpani
apabila anak berubah posisi dengan cara
memiringkan pasien
c. Menentukan adanya gelombang cairan (fluid wave)
atau disebut cara undulasi. Cara ini dilakukan pada
asites yang sangat banyak serta dinding abdomen
yang tegang.
Pasien dalam keadaan telentang
Satu tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi
perut pasien, sedangkan jari tangan satunya
mengetuk-ngetuk dinding perut sisi lainnya
Sementara itu dengan bantuan orang lain
gerakan yang diantarkan melalui dinding
abdomen dicegah dengan jalan meletakkan satu
tangan abdomen pasien dengan sedikit menekan
Pada gelombang asites dapat dirasakan
gelombang cairan pada tangan pertama.
Gelombang juga dapat didengarkan dengan
stetoskop.
d. Menentukan derah yang redup pada bagian
terendah perut pada posisi anak tengkurap dan
menungging (knee chest position). Ini dilakukan
pada anak besar dengan asites sedikit (puddle sign).
Perkusi Hati

One hand palpation

Bimanual palpation

1. Batas hati diperkusi di garis midklavikula kanan,


dimulai dari pertengahan dada
2. Ketika perkusi dilakukan dari dada dari atas ke bawah,
bunyi resonan dada menjadi redup ketika mencapai
hati
3. Kalau perkusi dilanjutkan ke arah bawah maka akan
didapatkan bunyi pekak hati
Pekak hati akan hilang apabila terdapat udara
bebas dalam rongga abdomen, disebut
pneumoperitonium yang dapat disebabkan oleh
perforasi usus atau trauma tusuk.
PALPASI
1. Pada anak yang sudah mengerti, dapat dilakukan
pembicaraan dengan topik yang kira-kira disukai oleh
anak
2. Anak yang koperatif dapat diminta untuk menarik
napas dalamdi samping menekuk lututnya dan
berbaring dengan bantal tipis. Dengan cara ini otot
perut akan lemas sehingga palpasi lebih mudah
dilakukan
3. Anak yang belum dapat berbicara dapat diperiksa saat
ia minum susu botol atau sambil diperlihatkan mainan
4. Sebelum melakukan palpasi kedua telapak tangan
harus saling digosokkan untuk menghangatkannya
5. Palpasi dapat dilakukan secara monomanual (satu
tangan) atau bimanual (2 tangan)
6. Teknik bimanual sebagai berikut:
a. Tangan kanan pemeriksa diletakkan pada
permukaan perut dan tangan kiri diletakkan
dibawah pinggang kanan atau kiri pasien
b. Tangan kiri pemeriksa agak mengangkat pinggang
pasien agar alat di dalam rongga abdomen lebih
mudah diraba

Shifting Dullness

Hooking technique

7. Palpasi dilakukan dengan sebuah jari tangan dimulai


dari kuadran kiri bawah, dilanjutkan secara sistematis
ke kuadran kiri atas, lalu ke kanan atas, dan terakhir ke
kanan bawah
8. Pada anak yang sudah cukup besar yang dapat
menunjukkan lokasi nyeri, palpasi dilakukan pada
bagian yang tidak sakit lebih dahulu kemudian ke
bagian yang sakit
9. Penekanan pada palpasi harus dimulai dengan ringan
atau superfisial, dilanjutkan dengan palpasi yang lebih
dalam
10.
Untuk palpasi dalam dilakukan dengan kedua
tangan yang saling bertopangan.
Ketegangan dinding perut dan nyeri tekan
1. Terdapatnya nyeri dapat dilihat dari perubahan mimik
anak ataupun perubahan nada tangis pada palpasi
biasa
2. Lokalisasi nyeri dapat ditentukan dengan terdapatnya
nyeri lepas, caranya:
Melihat reaksi pasien bila pemeriksa melepaskan
secara tiba-tiba palpasi dalam pada daerah yang
jauh dari lokalisasi nyeri yang dicurigai
3. Lokalisasi nyeri dan penyebabnya:
a. Nyeri pada bagian bawah perut disebabkan oleh
gastroenteritis atau obstruksi intestinal
b. Nyeri kuadran kanan bawah disebabkan oleh
apendisitis atau abses apendiks
c. Nyeri kuadran kanan atas disebabkan oleh organ
hati yang membesar dengan cepat atau hepatitis
d. Nyeri kuadran kiri atas disebabkan oleh limpa yang
membesar atau invaginasi
e. Nyeri di atas umbilikus disebabkan oleh
gastroenteritis, ulkus peptikum atau ulkus duodeni

Palpasi limpa: A. Monomanual, B.


Bimanual

f. Nyeri dibagian tengah di bawah umbilikus


disebabkan oleh sistisis
g. Nyeri perut yang tidak menentu tempatnya dapat
disebabkan peritonitis
Palpasi Organ Intraabdominal
HATI
1. Hati dapat dipalpasi secara monomanual atau
bimanual
2. Kebanyakan pemeriksa melakukan palpasi hati dengan
menggunakan ujung jari
3. Untuk melakukan pengukuran besarnya hati,
digunakan patokan 2 garis, yakni:
a. Garis yang menghubungkan pusat dengan titik
potong garis midklavikularis kanan dengan arkus
kosta
b. Garis yang menghubungkan pusat dengan prosesus
xifoideus
LIMPA
1. Cara palpasi limpa mirip dengan palpasi hati, dapat
dilakukan monomanual atau bimanual
2. Pada neonatus, limpa mungkin masih teraba sampai 12cm di bawah arkus aorta karena hematopoesis
ekstramedular yang masih berlangsung sampai anak
umur 3 bulan
3. Besarnya limpa diukur menurut cara Schuffer, yaitu:
a. Jarak maksimum dari pusat ke garis singgung pada
arkus kosta kiri dibagi menjadi 4 bagian yang sama
b. Garis ini diteruskan ke bawah sehingga memotong
lipat paha, garis dari pusat ke lipat paha inipun
dibagi menjadi 4 bagian yang sama
GINJAL
1. Dalam keadaan normal ginjal tidak dapat diraba kecuali
pada neonatus

2. Ginjal yang membesar dapat diraba dengan cara


ballotement yang juga dipergunakan untuk meraba
organ atau massa lain yang terletak retroperitoneal,
caranya:
a. Pemeriksa meletakkan tangan kiri di bagian
posterior tubuh pasien sedemikian sehingga jari
telunjuk berada di angulus kostovertebralis
b. Kemudian jari telunjuk ini menekan organ atau
massa ke atas, sementara itu tangan kanan
melakukan palpasi secara dalam dari anterior dan
akan merasakan organ atau massa tersebut
menyentuh
c. Kemudian jatuh kembali, bila letaknya
retroperitoneal.
Massa Intraabdominal
1. Massa tumor akibat stenosis pilorus dapat diraba
dengan palpasi dalam di daerah epigastrium pada
waktu bayi minum atau sesudah muntah
2. Massa ini seringkali teraba seperti sosis di ujung
lambung di garis tengah

3. Massa di daerah inguinal mengingatkan kemungkinan


hernia inguinalis
4. Secara hati-hati massa dapat dicoba didorong ke arah
kranila untuk melihat apakah hernia dapat dimasukkan
ke dalam rongga abdomen (hernia reponibilis) ataukah
tidak (hernia ireponibilis)
5. Dengan jari kelingking mungkin dapat diraba cincin
hernia.

ANUS DAN
REKTUM

Pemeriksaan Colok Dubur


1. Bila terdapat indikasi, pemeriksaan colok dubur
dilakukan dengan anak dalam posisi tengkurap dan
fleksi pada kedua sendi lutut
2. Tangan pemeriksa memakai sarung tangan dan yang
dipergunakan ialah jari kelingking
3. Bila anak sudah besar, ia diminta untuk kencing lebih
dulu
4. Lokasi kelainan dinyatakan dengan merujuk pada
angka-angka pada jam
Titik yang paling ventral terhadap pasien ialah
angka 12, dorsal angka 6, sisi kiri pasien angka 3,
dan sisi kanannya angka 9.
5. Hal-hal yang harus diperhatikan ialah:
a. Ada tidaknya anus
b. Tonus sfingter: normal, bertambah atau berkurang
Tonus sfingter bertambah pada stenosis ani yang
akan menyebabkan konstipasi dan rasa sakit
pada waktu defekasi
Tonus sfingter yang berkurang dapat terjadi
sekunder setelah operasi anus imperforta yang
menyebabkan sfingter ani eksterna tidak
berfungsi baik sehingga terjadi inkontinensia alvi.
c. Ada atau tidaknya bagian yang menyempit atau
yang melebar
Stenosis anorektal mungkin dapat diraba
berupa cincin jaringan ikat yang berdiameter
1-1/2-2 cm di atas anus. Bila terdapat
megakolon, maka jari pemeriksa merasakan
bagian yang menonjol sepanjang 2-5 cm
sesudah anus disertai rektum yang kosong

d. Ada atau tidaknya fistula


Apabila terdapat fistula rektovaginal, jari
pemeriksa dapat masuk dari rektum ke vagina
Bila terdapat fistula rektouretral maka jari
pemeriksa dapat masuk ke uretra
e. Terdapatnya nyeri
Nyeri lokal terdapat pada fistula ani atau lesi
peradangan di sekitar anus dan rektum
Sakit perut dapat dilokalisasi tempatnya
dengan pemeriksaan colok dubur.
f. Ada atau tidaknya feses di dalam rektum
Bila ada feses, observasi warna, konsistensi,
tercampur lendir atau tidak, serta tercampur
darah atau tidak
Anus dan rektum dapat tampak distensi oleh
feses pada konstipasi kronik atau defek
mental
Bila rektum terisi feses pada penyakit akut,
seperti ileus paralitik
g. Massa tumor
Massa yang menimbulkan nyeri hebat di
kuadran bawah mungkin terdapat pada
intususepsi
Pada apendisitis, abses apendiks dapat diraba
massa di kuadran kanan bawah disertai nyeri
Dalam rektum mungkin dapat diraba polip,
massa yang mendorong rektum ke depan
biasanya ialah teratoma.
h. Prostat
Pada umunya prostat tidak dapat diraba pada
bayi dan anak kecil

REFERENSI

Pada pasien pubertas prekoks atau hiperplasia


adrenal mungkin dapat diraba prostat yang
lebih besar dari 1 cm di garis tengah dinding
anterior rektum.
TIM. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: CV Agung Seto

Anda mungkin juga menyukai