Anda di halaman 1dari 50

BAB I PENDAHULUAN Umur harapan hidup diberbagai kawasan dunia bertambah karena turunnya angka kematian.

Hal ini ditunjang oleh majunya teknologi dibidang kedokteran yang dalam beberapa dasawarsa ini telah banyak berperan penting dalam penyediaan alat dan fasilitas kedokteran yang sangat bermanfaat dalam mendiagnosa suatu penyakit. Alat-alat tersebut sangat membantu para dokter untuk mendiagnosa secara tepat adanya pendarahan otak dan keganasan otak melalui pemeriksaan pencitraan. Dibidang praktek klinik, terjadi perkembangan hubungan antara ilmu dangan pelayanan kesehatan dan adanya tendensi dibidang pelayanan kesehatan akibat globalisasi ekonomi. Hingga kini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk melihat, mendengar serta mengobservasi pasien. Dengan pemeriksaan anamnesis fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan diagnosa dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. Fungsi penting sistem saraf adalah mengatur berbagai aktivitas tubuh. Semua hal ini merupakan gabungan dari system motorik, sonsorik, dan reflek baik dari susunannya, fungsi, maupun pemeriksaan adalah suatu yang paling vital dan mendasar untuk mendiagnosa suatu kelainan atau penyakit dalam neurologi.

HUBUNGAN DAN PERANAN SISTEM SENSORIK, MOTORIK dan REFLEK Sistem motorik, sensorik dan reflek merupakan suatu sistem kompleks yang saling berhubungan. Sistem motorik bermanifestasi dalam gerakan otot,sistem sensoris menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya (sensasi). Sedangkan refleks merupakan jawaban involuntar dari rangsangan. Untuk menggerakkan otot yang tidak hanya melibatkan sistem motorik saja tetapi juga sistem sensorik dan reflek, misal ketika seseorang menginjak batu yang runcing atau perasaan yang tidak nyaman lainnya seperti

memegang atau mengangkat secangkir kopi yang sangat panas. Maka informasi tersebut dikirim ke otak, kemudian otak mengirim pesan ke otot tentang bagaimana otot tersebut merespon. Perpindahan / pertukaran infomasi semacam ini melibatkan terutama dua jalur syaraf yang kompleks yaitu jalur sensoris ke otak dan jalur motorik ke otot, selain itu suatu gerakan reflek juga dapat terjadi. Dengan kata lain dapat di katakan bahwa masukan dari sistem sensorik memainkan peranan dalam mengontrol fungsi motorik melalui koneksi-koneksi didalam korteks sensori motoris atau jaras-jaras serebelum, sebaliknya impuls dari korteks sensoris motorik melaui jaras descenden mempengaruhi fungsi neuron sensorik dalam sumsum tulang, batang otak, thalamus.

MANIFESTASI DARI GANGGUAN SISTEM MOTORIK, SENSORIS dan REFLEKS Manifestasi klinis dari ganguan sistem motorik, sensoris & refleks cukup banyak ditemukan di masyarakat. Suatu kelemahan ataupun kelumpuhan otot dapat mengindikasi adanya kerusakan pada saraf motorik, sedangkan jika timbul sensasi abnormal atau berkurangnya kepekaan rasa atau sensasi dapat mengindikasi adanya kerusakan pada syaraf sensoris. Adapun refleks sangat penting artinya dalam mendiagnosa dan melokalisasi lesi neurologi. Oleh karena itu penguasaan tentang sistem sensoris, motorik, dan refleks baik susunan, fungsi maupun pemeriksaan untuk mendiagnosa merupakan suatu hal yang paling vital dan mendasar.

ANAMNESA LANGKAH-LANGKAH PENTING PADA ANAMNESA Beri salam pasien, memperkenalkan diri Membuat pasien tidak canggung dengan menanyai hal-hal yang ringan Identifikasi pasien, dengan cara yang sesuai Menanyakan keluhan pasien yang membawa ke dokter, berapa lama keluhan tersebut

Menanyakan bagaimana riwayat sakit Menanyakan sakit sebelumnya, riwayat keluarga, pekerjaan, kebiasaan yang mungkin terkait dengan sakit sekarang Memastikan bahwa semua informasi yang diperlukan, yang akurat telah diperoleh semua

METODE PEMERIKSAAN Pemeriksaan sebetulnya sudah dimulai saat pemeriksa / dokter bertemu pasien pertama kali, selama observasi atau saat-saat tertentu, dokter dapat memeriksa pasien, memperhatikan penampilan, cara bicara, sikap, keadaan fisiologis atau psikologis; sesuai tujuan pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan secara sistematik : o o o inspeksi palpasi perkusi Auskultasi

INSPEKSI Inspeksi memakai indera mata. Bagian yang diperiksa harus terbuka; diusahakan pasien sendiri yang membuka pakaiannya untuk pemeriksaan. Pakaian sebaiknya tidak dibuka sekaligus, dibuka sebagian demi sebagian. Diperlukan selimut untuk menutup bagian tubuh sementara (misalnya kaki, perut). Pada inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak abnormal yang tidak dapat dikendalikan. Sikap Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh. Bagaimana sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak dan berjalan.

Bentuk Perhatikan adanya deformitas. Ukuran Perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan. Orang dewasa yang mengalami lumpuh sejak masa kanak-kanak, ukuran ekstremitas yang lumpuh lebih pendek daripada yang sehat. Kemudian perhatikan besar (isi) kontur (bentuk) otot. Adakah atrofi atau hipertrofi. Perhatikan kontur (bentuk) otot. Pada atrofi besar otot berkurang dan bentuknya berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh hipotrofi atau atrofi. Gerakan abnormal yangtidak terkendali Di antara gerakan abnormal yang tidak terkendali yang kita ialah: tremor, miokloni. Tremor Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. la dapat melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal ialah: tremor normal atau fisiologis; tremor halus (disebut juga tremor toksik) dan tremor kasar. Khorea Pada khorea gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. khorea, atetose, distonia, balismus, spasme, fasikulasi, dan

Atetose Berlainan dari khorea yang gerakannya berlangsung cepat, mendadak, dan terutama melibatkan bagian distal, maka atetose ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan otot bagian distal. Balismus Balismus (hemibalismus) ialah gerak otot yang datang sekonyongkonyong, kasar dan cepat, dan terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal. Spasme Spasmus merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang biasanya disarafi oleh satu saraf Tik (tic) Tik merupakan suatu gerakan yang terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. Fasikulasi Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat dan berkedut dari satu berkas (fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik. Miokloni Miokloni ialah gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekonyong-konyong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali. Otot yang berkontraksi dapat meliputi sebagian dari satu

otot, seluruh otot atau sekelompok otot-otot tanpa memandang asosiasi fungsional otot tersebut..

PALPASI Palpasi adalah melakukan tindakan meraba dengan satu atau dua tangan atau jari tangan. Palpasi merupakan usaha untuk menegaskan apa yang dilihat, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat Palpasi membedakan : o tekstur : dengan ujung jari (satu atau lebih), kasar, lembut, nodul o dimensi : ukuran dengan penggaris o konsistensi : dilakukan dengan ujung jari, tergantung densitas/ketegangan jaringan : lunak, kenyal (seperti karet), keras (seperti batu) o suhu : perkiraan, memakai punggung ujung jari (bagian tersebut kulit tipis, banyak saraf), hangat, dingin o apabila ditemukan benjolan, maka perlu diketahui apakah benjolan bergerak atau tidak o lembab, kering o Ballotment : adalah mendeteksi benda yang bergerak dalam cairan o Palpasi dapat juga menemukan getaran (thrill) misalnya pada pemeriksaan struma yang hipertiroid. Juga pada atau pemeriksaan fremitus suara paru. Palpasi pada Extremitas Inferior Sebelum anda menyentuh bagian-bagian ekstremitas inferior mintalah kepada penderita untuk memberi tahukan nada bila terasa sakit. Raba untuk: o nyeri tekan o panas o pembengkakan

o fluktuasi (efusi) o krepitasi (sensasi gemeretak/suara gesekan antara tulang dengan tulang). Krepitasi biasanya berhubungan dengan fraktur atau osteoarthritis.

Tes ruang gerak sendi secara pasif dan aktif, (harus dilakukan dengan lembut), apakah gerakan secara pasif sama jauhnya seperti gerakan aktif. Keterbatasan ruang gerak sendi mungkin diakibatkan oleh : o nyeri o kaku otot o kontraktur o inflamasi o penebalan struktur partikuler o efusi kedalam rongga sendi o pertumbuhan tulang / kartilago o keadaan nyeri yang tidak berhubungan dengan sendi (mungkin otot / tulang) Bandingkan temperatur kulit kaki, tungkai bawah dan paha. Rasakanlah pulsasi arteria femoralis, poplitea, tibialis posterior, dan dorsalis pedis. o Arteria femoralis dipalpasi pada pertengahan antara spina illiaca anterior superior dan sympisis pubis tepat dibawah ligamentum inguinale. o Arteri poplitea yang paling baik dipalpasi secara dalam pada fossa poplitea sedikit ke sisi lateral antara tendon-tendon paha; penderita dalam posisi mukanya menghadap ke bawah dengan lutut di fleksikan 90 derajad. Pulsus poplitea terletak dalam fossa poplitea dapat diraba dengan sedikit memfleksikan lutut. o Posisi penderita untuk palpasi arteri poplitea. Pemeriksa menyangga tungkai bawah penderita dalam keadaan fleksi hampir 90 derajat dengan

satu lengan dan mengadakan palpasi pada fossa poplitea dengan tangan lainnya. Pulsus poplitea dapat hanya terasa hanya pada posisi ini o Arteri tibialis posterior dapat diraba pada pertengahan antara tendon asiles dan maleolus medialis. Pulsus tibialis posterior terletak postero inferior dari maleolus medialis tibia o Arteri dorsalis pedis terasa pada pertengahan antara mata kaki dan basis jari-jari. Ini tepat sebelah lateral tendon muskulus ekstensor hallucis longus yang terlihat apabila penderita mengadakan dorso fleksi ibu jari kakinya. Kadang- kadang arteri dorsalis pedis dibentuk oleh ramus perforate arteri peronea, jika demikian akan didapati pada posisi yang lebih ke lateral. Pulsus dorsalis pedis terletak menyilang arkus dorsum pedis. o Arteri tibialis anterior dapat terasa pada bagian lateral tendo muskuli extensor halucis longus pertengahan antara maleoli. Mintalah penderita agar menggerakkan ekstrimitasnya dalam jangkauan yang Palpasi pada Ekstremitas Superior Rasakan pulsus radialis, ulnaris, brakialis dan aksilaris. Arteri radialis dan ulnaris dapat diraba sebelah medial prosesus stiroideus radii et ulnae, masing masing pada permukaan volar pergelangan tangan. Palpasi arteri radialis dapat dipalpasi untuk mengetahui kesimetrisan pulsasi. Jika keduanya teraba dan normal, tidak perlu dinilai arteri brakialis kecuali untuk menentukan letak stetoskop untuk sfigmomanometer. Arteri brakialis terasa pada sebelah medial bagian sepertiga tengah lengan atas dan pada bagian tengah fossa ante cubiti.Arteri aksilaris terasa paling baik pada apeks aksila dengan lengan abduksi 900 pada bahu. Rasakanlah telapak tangan dan perhatikan suhu serta kelembapannya. Mintalah pada penderita untuk menggerakkan lengannya dalam jangkauan yang normal termasuk pergelangan tangan, sendi siku dan sendi bahu. normal.

BAB II PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK Sistem motorik adalah suatu system yang mengontrol atau yang mengatur hal ikhwal yang berkaitan dengan otot skeletal yang terdiri dari unsur saraf dan muscular. PEMERIKSAAN FISIK/ FISIK DIAGNOSIS Pemeriksaan motoris, sensoris maupun refleks palpasi sangat penting artinya dalam klinis. Pada saat palpasi pasien diminta mengistirahatkan ototnya kemudian ototnya dipalpasi dengan tujuan untuk menentukan konsistensi dan adanya nyeri tekan. Sekelompok otot dapat dirasakan lebih keras ataupun lebih lembek pada palpasi. Sedangkan nyeri tekan otot merupakan gejala miositis, jejas otot, keletihan karena terlampau lama diam dalam sikap tertentu atau terlalu lama dalam keadaan spasmus reflektorik,dll. Sistem motorik meliputi beberapa komponen : Neuron Sentral : merupakan neuron neuron dari korteks motorik ke inti inti saraf di batang otak dan medulla spinalis. Neuron sentral ini disebut UMN (Upper Motor Neuron). Neuron Perifer : merupakan neuron saraf dari inti motorik di batang otak dan medulla spinalis ke otot. Neuron Perifer ini disebut LMN (Lower Motor Neuron). Motoric End Plate merupakan penghubung antara neuron dan otot. Otot.

SUSUNAN SOMATO MOTORIK

UNSUR SARAF

UNSUR MUSKULER

UMN

LMN

MOTORIC END PLATE

OTOT SKELETAL

SUS. PIRAMIDAL

SUS. EKSTRA PIRAMIDAL

UPPER MOTOR NEURON (UMN) Rangsangan saraf yang disalurkan melalui saraf disebut Impuls. Impuls ini disampaikan ke otot untuk menghasilkan gerakan gerakan otot disebut impuls motorik. Semua neuron di korteks serebri yang menyalurkan impuls motorik ke inti motorik di LMN tergolong dalam UMN. UMN ini disusun oleh Susunan pyramidal Susunan ekstra pyramidal SUSUNAN PYRAMIDAL

Dimulai dari sel sel neuron di lapisan ke 5 korteks presentralis (area 4 Broadman) dan akson aksonnya menyusun system pyramidalis. Neuron neuron tersebut tertata didaerah gyrus presentralis yang mengatur gerakan otot tubuh tertentu dinamakan Penataan Somatotropik. Akson akson neuron di gyrus presentralis menuju ke neuron neuron yang menyusun inti saraf otak motorik dan neuron neuron yang terletak di kornu anterior seluruh medulla spnalis . hubungan akson tersebut bersifat monosinaptik dan kontralateral. Akson ini membentuk suatu berkas yang disebut TRAKTUS PYRAMIDALIS yang terdiri dari: Serabut kortikobulbaris (ke inti motorik saraf otak) Serabut kortikospinalis (ke kornu anterior medulla spinalis) Gerakan yang dibangkitkan oleh impuls pyramidalis menimbulkan gerakan yang bersifat : Halus, luwes, tepat dan khusus. Melibatkan otot otot distal lebih sering dari pada otot proksimal Lebih banyak mempengaruhi fungsi anggota gerak atas dari pada anggota gerak bawah. Terutama mengelola motor unit yang kecil secara kontralateral.

SUSUNAN EKSTRAPYRAMIDAL Impuls-impuls ekstrapyramidal sebelum tiba di motoneuron terlebih dahulu mengalami berbagai pengolaha & perubahan di inti-inti yang dalam. Inti inti yang menyusun ekstrapyramidal : Korteks motorik tambahan (area 4, 6, 8 ) Ganglia basalis : nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus, substansia nigra, korpus subtalamikum (Luysii), nucleus ventrolateralis Talami.\ Nucleus Ruber & substansia retikularis atang otak. Serebellum

System ekstrapiramidalis ini dibagi atas 3 lintasan : Lintasan Sirkuit Pertama Lingkaran yang disusun oleh jaras jaras penghubung berbagai inti melewati korteks piramidalis (area 4 ) , area 6, oliva inferior, inti inti pontis, korteks serebelli, nucleus dentatus, nucleus rubber, nucleus ventrolateralis talami, korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis. Peranan sirkuit ini memberikan FEEDBACK kepada korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis yang berasal dari korteks serebellum. Gangguan feedback lintasan ini timbul : o Ataksia o Dismetria o Tremor sewaktu gerakan volunteer berlangsung. Lintasan Sirkuit Kedua Menghubungkan korteks area 4S & area 6 dengan korteks motorik piramidalis & ekstrapiramidalis melalui substansia nigra, globus pallidus, nucleus ventrolateralis talami. Tujuan pengelolaan impuls piramidalis & ekstrapiramidalis untuk mengadakan INHIBISI terhadap korteks piramidalis & ekstrapiramidakis, agar gerakan volunteer yang bangkit memiliki ketangkasan yang sesuai. Gangguan pada substansia nigra menimbulkan : o Tremor sewaktu istrahat o Gejala-gejala motorik lain : sering ditemukan pada sindroma Parkinson Lintasan Sirkuit Ketiga Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4S untuk diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus palidus & nucleus ventrolateralis talami. Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh

nucleus ventrolateralis talami yang dipancarkannya ke korteks piramidalis & ekstrapiramidalis (area 6). Impuls terakhir ini melakukan tugas INHIBISI . sebagian impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada nucleus Luysii.

Bila area 4S & 6 tidak dikelola oleh impuls tersebut maka : - Timbul gerakan involunter ( gerakan spontan yang tidak dapat dikendalikan) o Khorea o Atetosis Keduanya akibat lesi di nucleus kaudatus & globus pallidus o Balismus akibat lesi di Nukleus Luysii Peranan / aktivitas susunan ekstrapiramidal : - Mengurus regulasi & integrasi gerakan sekutu / mengurus komponen tonik dari gerakan volunteer. - Mengintegrasikan aktivitas serebellum dalam perencanaan untuk mencetuskan impuls motorik involunter & volunter. Gangguan pergerakan UMN memberikan gejala gejala berupa : - Parese / paralysis - Spastis, tonus meninggi & clonus (kaki & lutut) - Hyper-refleksia - Reflex patologi (+) - Tidak ada atropi tapi bisa terdapat disuse atropi LOWER MOTOR NEURON (LMN)

Merupakan neuron susunan neuromuskulus yang langsung berhubungan dengan otot. LMN dapat dijumpai pada batang otak sebagai sel-sel motorik dari inti saraf dan pada medulla spinalis sebagai sel-sel motorik di cornu anterior. Gangguan pergerakan LMN terjadi apabila lesi paralysis terdapat pada Motoneuron, Neuroaxis (axon), Motor end plate & Otot. Gejala-gejala berupa : - Parese/ paralysis yang sifatnya flaccid (lemas) - Arefleksia - Tidak ada refleks patologis - Timbul atropi otot Perbedaan UMN & LMN UMN Kekuatan Tonus Refleks Fisiologis Refleks Patologi Atropi Parese - Paralisis Meningkat /Spastik Clonus (+) Menigkat + Disuse Atropi LMN Parese Paralisis Menurun Flaccid Menurun hilang (+)

A. PEMERIKSAAN FISIK / FISIK DIAGNOSTIK Baik dalam pemeriksaan motoris, sensoris maupun refleks palpasi sangat penting artinya dalam klinis. Pada saat palpasi, Pasien diminta mengistirahatkan ototnya kemudian ototnya dipalpasi dengan tujuan untuk menentukan: Konsistensi dan adanya nyeri tekan. Sekelompok otot dapat dirasakan lebih keras ataupun lebih lembek pada palpasi. Adapun arti klinisnya antara lain: Konsistensi keras pada : spasmus otot perubahan patologik pada otot sendiri seperti miotonia, penyakit McArdle,dll. kelumpuhan UMN gangguan gerakan akibat lesi UMN pada susunan ekstrapiramidalis yang diikuti rigiditas.

kontraktur otot.

Konsistensi lembek pada : kelumpuhan LMN akibat denervasi otot . kelumpuhan LMN akibat lesi di motor end plate

Sedangkan nyeri tekan otot merupakan gejala miositis, jejas otot, keletihan karena terlampau lama diam dalam sikap tertentu atau terlalu lama dalam keadaan spasmus reflektorik, dll. Nilai tonus otot pada berbagai posisi anggota gerak

TES-TES KHUSUS PADA PEMERIKSAAN MOTORIK Pemeriksaan kekuatan otot. Penderajatan tenaga otot antara yang normal dan subnormal adalah yang paling sukar. Sedangkan penderajatan antara lumpuh total dan normal adalah yang paling mudah. Dalam melakukan penderajatan dapat digunakan 4 metode yang sedikit berbeda: Pasien disuruh menahan usaha si pemeriksa untuk menggerakan salah satu anggota geraknya. Pasien diminta untuk menggerakan bagian anggota geraknya dan si pemeriksa menahan gerakan yang akan dilaksanakan pasien itu. Pasien diminta untuk melakukan gerakan kearah yang melawan gaya tarik bumi (gravitasi bumi).

Gerakan-gerakan voluntary yang harus dinilai secara umum adalah sebagai berikut: Pada extremitas tubuh bagian atas: Ekstensi dan fleksi di sendi siku: Penggerak utama pada gerakan eksentasi sendi siku adalah otot triseps (C6,7,8). Penggerak utama pada gerakan fleksi sendi siku adalah otot biseps (C5,6).

Gambar 1 : pemeriksaan ekstensi dan fleksi sendi siku

Ekstensi dan fleksi di pergelangan tangan. Penggerak utama pada gerakan eksentasi pergelangan tangan adalah otot ekstensor karpi radialis dan otot ekstensor karpi ulnaris yang diinervasi oleh N.radialis.

Gambar 2: pemeriksaan ekstensi sendi pergelangan tangan

Penggerak utama pada gerakan fleksi sendi pergelangan tangan adalah otot fleksor karpi radialis (C6-7, N.medianus) dan otot fleksor karpi ulnaris.

Gambar 3 : pemeriksaan fleksi sendi pergelangan tangan

Abduksi dan aduksi pada jari-jari tangan

Penggerak utama pada gerakan abduksi jari-jari tangan adalah otot-otot interossei dorsalis yang diinervasi oleh N.ulnaris.

Gambar 4: pemeriksaan abduksi jari-jari tangan

Penggerak utama pada gerakan adduksi jari-jari tangan adalah otot-otot interossei palmaris yang diinervasi oleh N.ulnaris.

Gambar 5: pemeriksaan adduksi jari-jari tangan

Ekstensi dan fleksi jari-jari tangan. Penggerak utama pada gerakan ekstensi jari-jari tangan adalah otot-otot ekstensordigitorum diinervasi oleh N.radialis Penggerak utama pada gerakan fleksi jari-jari tangan adalah otot-otot flexsor digitorum profundus yang diinervasi oleh N.ulnaris dan N.medianus.

Gambar 6: pemeriksaan ekstensi dan fleksi jari-jari tangan

Pada ekstremitas tubuh bagian bawah. Ekstensi dan fleksi pada sendi panggul. Penggerak utama pada ekstensi sendi panggul adalah otot gluteus maksimus diinervasi oleh N.gluteus inferior.

Gambar 7: pemeriksaan ekstensi pada sendi panggul

Penggerak utama pada fleksi sendi panggul adalah otot-otot illiopsoas yang diinervasi oleh N.femoralis.

Gambar 8: pemeriksaan fleksi pada sendi panggul

Ekstensi dan fleksi pada sendi lutut Penggerak utama pada gerakan ekstensi sendi lutut adalah otot quadriceps femoris yang diinervasi oleh N.femoralis. .

Gambar 9 : pemeriksaan ekstensi pada lutut

Penggerak utama pada gerakan fleksi sendi lutut adalah Hamstring muscle yang diinervasi oleh N.ischiadicus.

Gambar 10 : pemeriksaan fleksi pada lutut Abduksi dan adduksi pada kaki

Penggerak utama pada gerakan abduksi kaki adalah otot-otot abductor paha (otot gluteus maksimus,gluteus medius,dan gluteus minimus) yang diinervasi oleh N.gluteus superior.

Gambar 11 : pemeriksaan abduksi pada kaki

Penggerak utama pada gerakan adduksi adalah otot-otot adductor (otot pektineus,adductor longus,adductor brevis,adductor magnus,grasilis,obturator eksternus) yang di inervasi oleh N.obturatorius.

Gambar 12 : pemeriksaan adduksi pada sendi panggul

Dorsofleksi dan plantarfleksi pada kaki. Penggerak utama pada gerakan dorsofleksi pada kaki adalah otot tibialis anterior yang diinervasi oleh N.peroneus profundus.

Gambar 13: pemeriksaan dorsofleksi kaki

Penggerak utama pada gerakan plantarfleksi pada kaki adalah otot gastroknemius dan soleus yang di inervasi oleh N.tibialis.

Gambar 14 : pemeriksaan plantarfleksi kaki

Pada pemeriksaan kekuatan otot selalu pemeriksa memberikan penahanan yang berlawanan terhadap gerakan yang di lakukan oleh pasien.

Pemeriksaan tonus Test kepala jatuh Kepala pasien yang berbaring terlentang di angkat dengan tangan kanan pemeriksa Kepala dilepaskan dan di tangkap oleh tangan kiri pemeriksa. Pada adanya spastisitas dan rigiditas kepala tidak langsung jatuh,akan tetapi jika tonus otot rendah,kepala langsung jatuh di tangan pemeriksa yang telah di siapkan.

Test lenggang lengan Pasien di periksa sambil berdiri. Kedua tangan pemeriksa di tempatkan di kedua bahu pasien atau kedua samping pinggang pasien.

Kemudian badan pasien digelengkan kekanan dan kiri berselingan berulang kali. Jika terdapat hipotoni kedua lengan pasien akan berlenggang secara pasif dan mudah. Jika hipertoni maka lengan tampak kaku dan sudut ayunan lengan kecil.

Test menggoyang-goyangkan tangan. Lengan pasien di pegang oleh tangan pemeriksa di pertengahan lengan bawah. Tangan berikut jari-jari pasien di goyang-goyangkan secara pasif dengan menggerak-gerakkanlengan bawah pasien. Jika terdapat hipotoni tangan pasien akan jatuh lunglai secara pasif searah dengan arah gerakan lengan bawah. Jika hipertoni garakan tangan di persendian tidak berjalan dengan lancer dan jari-jarinya tidak mengikuti gerakan tangan,melainkan akan tetap lurus.

Test lengan jatuh. Lengan pasien di angkat secara pasif oleh pemeriksa Lalu di lepaskan secara tiba-tiba Jika hipotonia lengan pasien akan jatuh lunglai,tetapi jika tunus otot meningkat maka lengan tidak langsung jatuh Pada adanya paresis UMN ringan,lengan yang diangkat secara pasif keatas bahu dan kemudian dijatuhkan,akan jatuh dalam posisi pronasi

Test tungkai bergoyang-goyang menurut wartenberg Pasien di periksa sambil duduk dengan kedua tungkainya di gantung Kemudian pemeriksa meluruskan salah satu tungkai pasien dan secara tibatiba tungkai itu di lepaskan Jika terdapat hipotonia maka tungkai bawah pasien akan bergoyang kesana kemari seperti bandul lonceng Jika terdapat hipertonia maka tungkai bawah pasien hanya bergoyang dua tiga kali saja lalu dengan jangkauan gerakan pendularnya tidak jauh.

Test tungkai jatuh Pasien diperiksa dalam sikap telentang. Salah satu tungkai pasien dalam sikap lurus di angkat secara pasif dengan tangan kanan pemeriksa Tungkai tersebut di lepaskan dan tangan kiri pemeriksa siap untuk menangkap tersebut secara pasif. Jika terdapat hipotonia tungkai bawah langsung jatuh yang di susul kemudian oleh tungkai atas. Jika terdapat hipertonia,maka jatuhnya tungkai berlangsung lambat dan sewaktu tungkai jatuh masih dalam keadaan lurus.

Pemeriksaan tambahan khusus Pada umumnya kelumpuhan yang ringan sekali nampak pada pasien sebagai gangguan ketangkasan,misalnya menggantungkan kesukaran menutup dan membuka atau kancing baju,kesukaran berikut: Test pronasi ringan Lengan yang paretic UMN cenderung selalu berpronasi.Kecenderungan ini tampak dengan jelas pada para penderita khorea-atetosis dan hemiparesis akibat lesi di traktus piramidalis. Tanda pronasi menurut strumpell Gerakan fleksi lengan bawah di sendi siku secara volunteer akan disusul dengan berpronasinyalengan bawah Pada paresis UMN, telapak tangan tidak menghadap ke bahu, melainkan dorsum manus yang menghadap ke bahu. Test sikap tangan sembahyang Sebagai posisi awal, kedua tangan di angkat dalam sikap sembahyang cara islam Lalu kedua lengannya di angkat dengan posisi yang tidak diubah. pakaian,kesukaran memakai melepaskan

sandal,dll.Oleh karena itu sangat penting melakukan pemeriksaan tambahan sebagai

Setelah kedua tangan berada di atas kepala,jari-jari kedua tangannya harus menyentuh satu dengan yang lain Pada orang yang hemiparetik UMN tidak dapat berbuat demikian oleh karena tangan yang paretic UMN akan berpronasi sehingga jari-jari kedua tangan tidak dapat bersentuhan secara sepadan

Test menggoyang-goyangkan lengan Kedua lengan di luruskan kedepan dan telapak tangan terbuka keatas Lalu kedua lengan tersebut di goyang-goyangkan ke atas Pada orang dengan hemiparesis UMN ringan, setelah beberapa kali digoyangkan keatas , lengan yang paretic akan merubah posisi dari sikap lengan lurus ke depan menjadi pronasi. Test deviasi lengan Pasien di minta untuk meluruskan kedua lengannya secara horizontal ke depan. Dengan kedua mata tertutup ia harus mempertahankan sikap tersebut Lengan yang paretic UMN ringan akan menurun dan menyimpang dalam mempertahankan sikap tersebut. Apabila paresis itu sudah cukup jelas, test ini tidak perlu dilakukan Tanda tungkai Barre Pasien disuruh berbaring terlungkup, lalu kedua tungkai bawahnya harus ditekuk disendi lutut hingga hampir tegak lurus terhadap sendi lutut. Dalam posisi tersebut, tungkai yang paretic akan langsung jatuh, tetapi jika paresinya ringan maka jatuhnya akan berangsur-angsur. Hal ini dapat lebih diperjelas jika kedua tungkai bawah ditekuk hingga membentuk sudut 45 terhadap bidang landasan. Posisi tersebut diatas dipertahankan dengan bantuan pemeriksa, yang mana suatu saat bantuan tersebut dilepaskan sehingga tungkai yang paretic ringan akan segera jatuh.

Test lutut jatuh menurut wartenberg Pasien disuruh berbaring terlentang dengan kedua tungkai diluruskan. Sehelai kertas ditempatkan di bawah kedua kaki(tumit) pasien sebagai landasan yang licin. Lalu pasien diminta untuk menekuk lututnya. Kaki yang sehat dapat melakukan gerakan tersebut akan tetapi tungkai yang paretic UMN tidak dapat mempertahankan tertekuknya lutut,sehingga lutut Jatuh dan kaki meluncur di atas kertas landasan tersebut.

Test menggoyang-goyangkan lengan Kedua lengan di luruskan kedepan dan telapak tangan terbuka keatas Lalu kedua lengan tersebut di goyang-goyangkan ke atas Pada orang dengan hemiparesis UMN ringan, setelah beberapa kali digoyangkan keatas , lengan yang paretic akan merubah posisi dari sikap lengan lurus ke depan menjadi pronasi. Test deviasi lengan Pasien di minta untuk meluruskan kedua lengannya secara horizontal ke depan. Dengan kedua mata tertutup ia harus mempertahankan sikap tersebut Lengan yang paretic UMN ringan akan menurun dan menyimpang dalam mempertahankan sikap tersebut. Apabila paresis itu sudah cukup jelas, test ini tidak perlu dilakukan Tanda tungkai Barre Pasien disuruh berbaring terlungkup, lalu kedua tungkai bawahnya harus ditekuk disendi lutut hingga hampir tegak lurus terhadap sendi lutut. Dalam posisi tersebut, tungkai yang paretic akan langsung jatuh, tetapi jika paresinya ringan maka jatuhnya akan berangsur-angsur.

Hal ini dapat lebih diperjelas jika kedua tungkai bawah ditekuk hingga membentuk sudut 45 terhadap bidang landasan. Posisi tersebut diatas dipertahankan dengan bantuan pemeriksa, yang mana suatu saat bantuan tersebut dilepaskan sehingga tungkai yang paretic ringan akan segera jatuh.

Test lutut jatuh menurut wartenberg Pasien disuruh berbaring terlentang dengan kedua tungkai diluruskan. Sehelai kertas ditempatkan di bawah kedua kaki(tumit) pasien sebagai landasan yang licin. Lalu pasien diminta untuk menekuk lututnya. Kaki yang sehat dapat melakukan gerakan tersebut akan tetapi tungkai yang paretic UMN tidak dapat mempertahankan tertekuknya lutut,sehingga lutut Jatuh dan kaki meluncur di atas kertas landasan tersebut. Tes tumit-lutut-ibu jari kaki (heel toknee to toe test ) Pasien diminta menempatkan salah satu tumitnya di atas lutut tungkai lainnya. lalu tumit tersebut harus melunjur dari lutut ke pergelangan kaki melalui tulang tibia dan akhirnya memanjat dorsum pedis untuk menyentuh ibu jari. Tes ini dilakukan kedua tungkai secara bergiliran. Pada gangguan serebral tumit jatuh di paha ataupun disamping lutut dan akhirnya tumit dijatuhkan diatas jari-jari kaki bukan diatas ibu jari Tes ibu jari kaki-jari telunjuk Pasien diminta untuk menyentuh ibu jari telunjuk pemeriksa dengan ibu jari kakinya secara berulang-ulang. Test untuk mengungkapkan Disdiadokhokinesia Diadhokhokinesia adalah kemampuan untuk untuk melakukan gerakan secara berselingan . Pasien diminta untuk mempronasi-supinasikan tangan, menepuk-nepuk paha atau membolak-balikan tangan diatas paha secara berulang-ulang.

Kecanggungan melakukan gerakan tersebut menandakan adanya gangguan diadokhokinesia yang disebut disdiadokhokinesia. Test Rebound Pasien diminta untuk mengaduksi pada bahu, fleksi pada siku dan supinasi lengan bawah. Siku difiksasi atau diletakkan pada meja periksa. Kemudian pemeriksa menarik lengan bawah tersebut dan pasien diminta untuk menahannya. Lalu dengan mendadak pemeriksa melepaskan tarikan tersebut sehingga lengan bawah pasien terlanjur berfleksi. Pada orang dengan gangguan serebral ia akan terlanjur memukul pipinya sendiri setelah pemeriksamelepaskan tarikan secara mendadak.

BAB III

PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIS


Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya. Sistem sensorik merupakan suatu system yang terdiri atas somesesia (perasaan yang dirasakan pada bagian tubuh yang berasal dari somato pleura) :kulit, tulang, periosteum, tendon, otot, kecuali: panca indra (penghirupan, penglihatan, pengecapan, pendengaran, keseimbangan) dan viseroestesia yang mencakup visceropleura (usus, paru, limpa, dan sebagainya) Perlu ditanyakan jenis gangguan, intensitasnya, apakah hanya timbul pada waktuwaktu tertentu, misalnya nyeri kalau dingin, dan juga faktor-faktor yang dapat mencetuskan kelainan ini. Kata parestesia merupakan perasaan abnormal yang timbul spontan, biasanya ini berbentuk rasa dingin, panas, semutan, ditusuk-tusuk, rasa berat, rasa ditekan atau rasa gatal. Pemeriksaan Sensibilitas Eksteroseptik meliputi Rasa Raba, Rasa Nyeri dan Rasa Suhu 1. Pemeriksaan rasa raba Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas,kertas atau kain dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin.Thigmestesia berarti rasa raba halus.Bila rasa raba ini hilang disebut thigmanesthesia

Gambar 15 : pemeriksaan raba

2. Pemeriksaan rasa nyeri

Rasa nyeri dapat dibagi atas rasa-nyeri-tusuk dan rasa-nyeri-tumpul,atau rasa nyeri cepat dan rasa nyeri lamban.Bila kulit ditusuk dengan jarum kita rasakan nyeri yang mempunyai sifattajam,cepat timbulnya dan cepat hilangnya.Nyeri serupa ini disebut nyeri-tusuk.Rasa nyeri yang timbul bila testis dipijit,timbulnya tidak segeradan lenyapnya lama sesudah dipijit.Ini disebut nyeri lamban.

Gambar 16 : pemeriksaan nyeri

3. Pemeriksaan rasa getar Pemeriksaan rasa getar biasanya dilakukan dengan jalan menempatkan garputala yang sedang bergetar pada ibu jari kaki,maleolus lateral dan medial kaki,tibia,spina iliaka anteriorsuperior,sacrum,prosesus spinosus vertebra,sternum,clavikula,prosesus stiloideus radius dan ulna dan jari-jari.

Gambar 17: pemeriksaan getar

4. Temperatur/suhu

Pemeriksaan temperatur lebih banyak menghabiskan waktu dan sulit.Oleh sebab itu tidak merupakan pemeriksaan yang rutin seperti halnya modalitas yang lain.Seratserat untuk rasa temperature bersama-sama atau mengikuti serat-serat untuk nyeri.Perubahan yang sedikit (lesi ringan) akan sulit diketahui.Diperiksa dengan 2 gelas/botol berisi air panas dan dingin (temperature bisa diubahubah/bervariasi).Dengan mata tertutup pasien diminta membedakan botol /gelas tersebut setelah disentuh di bagian badannya.

Gambar 18: pemeriksaan suhu

5. Pemeriksaan sensorik kortikal/diskriminatif Menentukan lokasi rangsangan (topografi),gradiasi kehalusan dari rasa raba,berat badan,semuanya ini perlu fungsi kortikal. Syarat pemeriksaan sensorik kortikal ini adalah fungsi sensorik primer (raba,posisi) harus baik dan tidak ada gangguan tingkat kesadaran ,kadang-kadang ditambah dengan syarat harus mampu memanipulir objek atau tidak ada kelemahan otot-otot tangan (pada tes barognosis). Semua defek dari integrasi sensorik dianggap atau disebut agnosia. Macam-macam gangguan fungsi sensorik kortikal adalah :

GANGGUAN 2 (two) POINT TACTILE DICRIMINATION. Memeriksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota gerak secara serentak, bias memakai kompas atau calibrated dua point esthesiometer. Pada anggota gerak atau biasanya diperiksa pada ujung jari. Orang normal bisa membedakan dua rangsangan pada ujung jari bila jarak kedua rangsangan pada ujung jari tersebut lebih besar dari 3 mm. Ketajaman menentukan dua rangsangan tersebut sangat tergantung pada bagian tubuh yang diperiksa, yang terpenting adalah membandingkan kedua sisi.

Gambar 19: pemeriksaan two point of discrimination

GANGGUAN GRAPESTHESIA = GRAPHANESTHESIA Melakukan pemeriksaan dengan cara menulis beberapa angka pada bagian tubuh yang berbeda-beda dari kulit penderita. Meminta pasien mengenal angka yang digoreskan pada bagian tubuh tersebut, sementara itu mata sebaiknya ditutup. Besar tulisan tergantung pada area yang diperiksa. Alat yang digunakan adalah pensil atau jarum tumpul. Pemeriksaan ini sangat tergantung pada banyak faktor yaitu derajat tekanan, kecepatan, dan besar huruf, sehingga kadang-kadang sulit membuat kesimpulan. Tetapi sekali lagi yang terpenting adalah membandingkan antara kanan dan kiri.

Gambar 20: pemeriksaan grapesthesia

GANGGUAN STEREOGNOSIS = ASTEREOGNOSIS Memeriksa pada tangan, pasien mengenal sebuah benda yang ditempatkan pada masing-masing tangan dan diminta merasakan dengan jari-jarinya. Ketidakmampuan mengenal benda dengan rabaan dan mata ditutup disebut sebagai tactile agnosia atau astereognosis. Syarat pemeriksaan sensasi protopatik dan proprioseptik harus baik

Gambar 21: pemeriksaan stereognosis

GANGGUAN BAROGNOSIS = ABAROGNOSIS Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan bentuk dan besar benda kurang lebih sama dengan berat benda. Syarat pemeriksaan adalah rasa gerak dan posisi sendi harus baik.

GANGGUAN TOPOGRAFI/TOPETHESIA = TOPOGNOSIA Kemampuan pasien melokalisasi rangsangan raba pada bagian tubuh tertentu. Syarat pemeriksaannya, rasa raba harus baik

ANOSOGNOSIA = SINDROMA ANTON-BABINSKY Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya kesadaran terhadap bagian tubuh yang lumpuh atau hemiplegia. Bila berat, pasien akan menolak adanya kelumpuhan tersebut dan percaya bahwa dia dapat menggerakka bagian-bagian tubuh yang lumpuh dan penderita sering menelantarkan anggota tubuh yang lumpuh tersebut. Ada yang menduga bahwa penolakan dan penelantaran bagian yang lumpuh atau sakit tersebut adalah akibat gangguan spasial yang berat atau gangguan atensi yang berat.

SENSORY INATTENTION = EXTINCTION PHENOMENON Memeriksa dengan rangsangan secara serentak pada kedua titik di anggota gerak kanan dan kiri yang letaknya setangkup, sementara itu mata tertutup. Mula-mula diraba punggung tangan dan pasien diminta untuk mengenali tempat yang diraba. Kemudian meraba pada titik yang setangkup pada sisi tubuh yang berlawanan dan mengulangi pertanyaan tersebut. Setelah pasien dapat merasakan rabaan pada masingmasing sisi yang setangkup tersebut dengan baik, maka kita raba pada kedua tempat tersebut dengan tekanan yang sama besar secara serentak. Bila ada extinction phenomenon maka pasien akan merasakan rangsangan pada sisi tubuh yang sehat saja. Rangsangan bisa memakai ujung jari, kapas atau kepala jarum.

Gambar 22 : pemeriksaan sensory inattention

BAB IV REFLEKS

Dalam praktek sehari-hari kita biasanya memeriksa 2 macam refleks, yaitu refleks dalam dan refleks superficial. Refleks Dalam (Refleks Regang Otot) Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan, dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Refleks dalam juga dinamai refleks regang otot (muscle stretch reflex). Pemeriksaan refleks Refleks patologik (abnormal) Refleks tendo dalam (miotatik) Refleks superfisialis (kulit,dan selaput lender) Refleks (organik)

Pemeriksaan Refleks Dalam Refleks triseps (C6,7-8 N.radialis) Refleks tendon biseps brakhialis (C5-6,N.muskulocutaneus) Refleks tenton lutut (L2-3-4,N.femoralis) Refleks tendon archilles (L5,S1-2,N.tibialis) Refleks biseps femoralis (L4-5,S1-2,N.ischiadicus) Refleks maseter Refleks periosteum radialis (C5-6,N.radialis) Refleks periosteum ulnaris (C8,T.1,N.pektoralis medialis et lateralis) Refleks otot dinding perut (bagian atas :T8-9,bagian tengah:T9-10,bagian bawah :T11-12)

Pemeriksaan Refleks Patologik Extensor plantar response (Babinski sign) Penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan. Pergelangan kaki pasien dipegang dengan tujuan supaya kaki tetap pada tempatnya. Untuk menstimulasi digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan agar tidak menimbulkan nyeri karena dapat menimbulkan refleks menarik kaki (flight reflex). Goresan dilakukan pada bagian lateral dari telapak kaki, mulai tumit menuju pangkal jari. Refleks babinski positif jika terjadi gerakan dorsofleksi ibu jari serta pengembangan jari-jari kaki.

normal

Gambar 25 : Babinski sign

Gerakan reflektorik sebagaimana yang tersebut di atas dapat dibangkitkan dengan cara-cara lain. Metode metode perangsangan yang berbeda-beda itu antara lain:

Refleks Chaddock Pemberian stimuli/ rangsangan dengan penggoresan terhadap kulit dorsum pedis bagian lateral atau penggoresan di sekitar maleolus eksterna.

Gambar 26 : Chaddock reflex

Refleks Oppenheim Pengurutan dari proksimal ke distal secara keras dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit yang menutupi os tibia, atau, Pengurutan dilakukan dengan menggunakan sendi interfalangeal jari telunjuk dan jari tangan yang mengepal.

Gambar 27 : Oppemheim reflex

Refleks Gordon Stimulasi dengan memencet betis secara keras

Gambar 28 : Gordon reflex

Refleks Schaeffer Stimulasi dengan memencet tendon Achilles secara keras.

Gambar 29 : Schaeffer reflex

Refleks Gonda Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya.

Gambar 30 : Gonda reflex

Refleks Bing Dibangkitkan dengan memberikan rangsangan tusuk pada kulit yang menutupi metatarsal kelima.

Gambar 31: Bing reflex

Refleks Rossolimo Mengetuk ketuk kaki bagian terdepan maka akan timbul fleksi jari-jari kaki di sendi sendi interphalangeal.

Gambar 32 : Rossolimo reflex

Refleks Mendel-Becheterew Mengetuk ketuk kulit dorsum pedis yang menutupi os kuboid maka akan timbul fleksi jari-jari kaki di sendisendi interphalangeal.

Gambar 33 : Mendel-Bechterew reflex

Refleks patologik di tangan Refleks Hoffmann Sikap tangan pasien dan tangan si pemeriksa seperti pada gambar berikut Stimulus: goresan pada kuku jari tengah pasien dengan ujung kuku ibu jari si pemeriksa. Respons: jari telunjuk terutama ibu jari dan jari-jari lainnya berfleksi sejenak tiap kali kuku jari tengah pasien digores.

Gambar 34 : Hoffmann reflex

Refleks Wartenberg Sikap tangan pasien dan tangan si pemeriksa seperti pada gambar berikut

Gambar 35 : wartenberg reflex

Stimulus: ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada phalangs kedua dan distal jari-jari pasien. Respons: fleksi jari-jari pasien yang dapat dilihat/ dirasakan oleh pemeriksa

Refleks Mayer Sikap lengan pasien dipegang oleh si pemeriksa menekukkan jari tengah pasien secara maksimal ke arah telapak tangan. Respons: pada orang sehat ibu jari akan beroposisi, jika ada kerusakan pada susunan piramidal maka ibu jari tidak beroposisi. Refleks Leri Sikap lengan diluruskan dengan bagian ventralnya menghadap ke atas

Stimulus: tangan pasien ditekuk secara maksimal di pergelangan tangan oleh si pemeriksa Respons: pada orang sehat lengan bawah akan menekuk di sendi siku, jika ada kerusakan pada susunan piramidal maka gerakan fleksi di siku tidak timbul.

Refleks Grewel pronasi-abduksi Sikap lengan pasien setengah difleksikan di siku dengan lengan bawahnya dalam posisi antara pronasi dan supinasi. Stimulus: tangan pasien secara maksimal dan mendadak dipronasikan oleh si pemeriksamencolek-colek ujung jari tengah Respons: pada orang sehat timbul gerakan reflektorik yang terdiri abduksi lengan atas, jika ada kerusakan pada susunan piramidal maka gerakan reflektorik tersebut tidak timbul. Refleks patologik pertanda regresi Gerakan reflektorik yang bangkit secara fisiologik pada bayi dan tidak didapatkan pada anak-anak yang besar maupun orang dewasa. Fenomena ini menandakan kemunduran fungsi susunan saraf pusat. Adapun refleks-refleks yang menandakan proses regresi antara lain Snout reflex Stimulus: perkusi pada bibir atas. Respons: bibir atas dan bawah menjungur atau kontraksi otot otot di sekitar bibir atau di bawah hidung.

Gambar 36 : Snout reflex

Refleks memegang Stimulus: penekanan atau penempatan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien. Respons: tangan pasien mengepal.

Gambar 37 : graspping reflex

Refleks palmometal

Stimulus: goresan dengan ujung pensil atau ujung gagang palu refleks terhadap kulit telapak tangan bagian tenar. Respons: kontraksi M.mentalis dan orbikularis oris ipsilateral.

Reflek leher tonik Stimulus: kepala diputar ke samping. Respons: lengan dan tungkai yang dihadapi menjadi hipertonik dan dalam posisi ekstensi, sedangkan lengan dan tungkai di balik wajah menjadi hipertonik dalam sikap fleksi. Refleks ini dapat dijumpai pada orang-orang dengan demnsia, proses desak ruang intrakranial, paralisis pseudobulbaris dan sebagian penderita sindroma post stroke.

Pemeriksaan Refleks Tendon Dalam Hasil pemeriksaan refleks dalam merupakan informasi penting yang sangat menentukan. Maka dari itu pembangkitan refleks tendon dan penilaiannya harus tepat. Hal- hal yang perlu diperhatikan ialah sebagai berikut: Tekhnik pengetukan dan sasaran ketukan harus tepat. Sikap anggota gerak yang simetrik, santai dan tidak boleh tegang. Pengetukan dilakukan dengan intensitas yang berbeda-beda pada refleks tendon yang sepadan. Penilaian / penderajatan refleks sesuai dengan tabel di atas. Adapun pemeriksaan refleks refleks dalam yang akan dilakukan antara lain: Refleks tendon biseps brakhialis (C.5-6, N.muskulokutaneus) Sikap lengan pasien setengah ditekuk di sendi siku. Menempatkan ibu jari di atas tendon otot biseps.

Gambar 38 : biceps reflex

Kemudian ibu jari diketuk . Responnya berupa fleksi lengan di siku.

Refleks triseps ( C6,7-8, N.radialis) Sikap lengan bawah pasien setengah difleksikan di sendi siku dan sedikit dipronasikan. Tendon otot triseps diketuk.

Gambar 39 : triceps reflex

Responnya berupa ekstensi lengan bawah di sendi siku. Refleks tendon lutut ( L2-3-4, N.femoralis) Pemeriksaan refleks tendon lutut dapat dilakukan dalam 3 posisi yaitu: Pasien duduk dengan kedua kakinya digantung. Pasien duduk dengan kedua kakinya ditapakkan di atas lantai. Pasien berbaring telentang dengan tungkai yang difleksikan di sendi lutut.

Gambar 40 : patellar reflex

Stimulasi berupa ketukan tepat pada tendon patela yang mana respon dari pasien berupa tungkai bawah berekstensi. Untuk mempermudah timbulnya refleksi tendon patela dan untuk mengalihkan perhatian pasien , maka pasien disuruh untuk menarik kedua tangan yang saling berkaitan pada jari-jarinya. Hal ini dikenal sebagai jendrasic maneuver. Refleks biseps femoris( L.4-5,S.1-2, N.ischiadicus) Pasien diminta untuk berbaring terlentang dengan tungkai sedikit ditekuk di sendi lutut.

Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon M.biseps femoris lalu diketuk, maka responnya berupa kontraksi otot biseps femoris. Refleks tendon achilles( L.5,S.1-2, N.tibialis) Pemeriksaan refleks ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu; Kemudian mengetuk tendon Achilles.

Gambar 41 : Achilles reflex

Responnya berupa plantarfleksi kaki. Refleks maseter Pasien diminta untuk sedikit membuka mulutnya dan selama membuka mulut diminta untuk mengeluarkan suara 'aaaaaa' Pemeriksa menempatkan jari telunjuk tangan kirinya di garis tengah dagu dan dengan palu refleks dilakukan pengetukan dengan tangan kanan pada jari telunjuk tangan kiri. Jawaban yang diperoleh adalah kontraksi otot maseter dan temporalis bagian depan yang menghasilkan penutupan mulut secara tiba-tiba. Refleks ini hilang pada paralisis nuklearis dan infranuklearis N.trigeminus dan meninggi pada lesi supranuklear N.trigeminus, terutama bila lesinya bilateral. Refleks periosteum radialis (C5-6, N.radialis) Sikap lengan bawah pasien setengah difleksikan di sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan. Periosteum ujung distal os radii diketuk Responnya berupa fleksi lengan bawah di siku dan supinasi lengan / tangan. Refleks periosteum ulnaris ( C.8, T.1, N.ulnaris)

Sikap lengan bawah pasien setengah ditekuk di sendi siku dan sikap tangan antara pronasi dan supinasi. Periosteum prosesus stiloideus diketuk sehingga menimbulkan respon pronasi tangan karena kontraksi otot pronator kwadratus. Refleks pektoralis( C.5, T.1,N. pektoralis medialis et lateralis) Pasien diminta untuk berbaring telentang dengan kedua lengan lurus di samping badan. Kemudian jari pemeriksa ditempatkan pada tepi lateral otot pektoralis dan diketuk. Responnya berupa kontraksi otot pektoralis. Refleks otot dinding perut ( bagian atas: T8-9, bagian tengah : T9-10, bagian bawah : T11-12). Pasien diminta berbaring telentang dengan kedua lengan lurus disamping badan. Memberi stimulasi berupa ketukan pada jari atau kayu penekan lidah yang ditempatkan pada bagian atas, tengah, dan bawah dinding perut. Responnya berupa otot dinding perut yang bersangkutan mengganjal. Pemeriksaan Refleks Superfisialis Refleks kornea Pasien diminta melirik ke atas atau ke samping, lalu di goreskan pada satu sisi seutas kapas pada korneanya yang mana goresan tersebut membangkitkan kedipan kelopak mata atas reflektorik secara bilateral.

Gambar 42 : refleks kornea

Reflek kornea ini negatif pada paralisi nervus fasialis perifer Refleks bersin Timbulnya bangkis reflektorik atas perangsangan mukosa hidung dengan cara mengitik-itiknya (sehingga timbul kontraksi otot-otot fasialis ipsilateral = refleks nasal Bechterew). Refleks kulit dinding perut Kulit dinding perut di gores dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau ujung kunci Penggoresan dilakukan dari samping menuju ke garis tengah perut pada setiap segmen, yaitu segmen epigastrik, supraumbilik, umbilik dan infra umbilik. Refleks kulit dinding perut hilang pada lesi piramidalis. Refleks kremaster Penggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau ujung kunci pada kulit paha bagian medial. Responnya berupa elevasi testis ipsilateral. Refleks ini menghilang pada lesi di segmen L.1-2, pada lansia, jika ada hidrosel, varikosel, ataupun arkhitis dan epididimitis

Refleks gluteal Dengan penggoresan atau penusukan pantat (bokong) dengan jarum atau gagang palu refleks. Responnya berupa gerakan reflektorik otot gluteus ipsilateral Refleks ini menghilang jika terdapat lesi di segmen L.4-S.1. Refleks anal eksterna Dengan cara penggoresan atau ketukan pada kulit atau mukosa daerah perianal. Responnya berupa gerakan reflektorik dari kontraksi otot sphingter ani eksterna.

Refleks plantaris (strumpell) Dengan cara penggoresan pada kulit telapak kaki yang mana responnya pada orang sehat berupa plantarfleksi dan fleksi semua jari kaki . Dikatakan responnya abnormal jika terjadi ekstensi serta pengembangan jari-jari kaki dan elevasi ibu jari kaki. Respon patologik ini merupakan salah satu tanda lesi di sistem piramidal.

DAFTAR PUSTAKA

Hall and Guyton. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Lumbangtobing, S.M. Prof. DR. Dr. 2004. NEUROLOGI Klinik Pemeriksaan Fisik Dan Mental. Hal 88-145. Jakarta : FKUI Sidharta, Priguana M.D, Ph.D. 1999. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Hal 393-408. Jakarta : DIAN RAKYAT

Anda mungkin juga menyukai