Anda di halaman 1dari 132

PEMERIKSAAN MOTORIK, SENSORIK, & REFLEKS

BAB I PENDAHULUAN Umur harapan hidup diberbagai kawasan dunia bertambah karena turunnya angka kematian. Hal ini ditunjang oleh majunya teknologi dibidang kedokteran yang dalam beberapa dasawarsa ini telah banyak berperan penting dalam penyediaan alat dan fasilitas kedokteran yang sangat bermanfaat dalam mendiagnosa suatu penyakit. Alat-alat tersebut sangat membantu para dokter untuk mendiagnosa secara tepat adanya pendarahan otak dan keganasan otak melalui pemeriksaan pencitraan. Dibidang praktek klinik, terjadi perkembangan hubungan antara ilmu dangan pelayanan kesehatan dan adanya tendensi dibidang pelayanan kesehatan akibat globalisasi ekonomi. Hingga kini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk melihat, mendengar serta mengobservasi pasien. Dengan pemeriksaan anamnesis fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan diagnosa dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. Fungsi penting sistem saraf adalah mengatur berbagai aktivitas tubuh. Semua hal ini merupakan gabungan dari system motorik, sonsorik, dan reflek baik dari susunannya, fungsi, maupun pemeriksaan adalah suatu yang paling vital dan mendasar untuk mendiagnosa suatu kelainan atau penyakit dalam neurologi. Dalam sistem koordinasi diperlukan tiga komponen agar fungsi koordinasi dapat berlangsung, yaitu reseptor, konduktor, dan efektor. 1. Reseptor Reseptor adalah bagian tubuh yang berfungsi sebagai penerima rangsangan. Bagian yang berfungsi sebagai penerima rangsangan tersebut adalah indra.

2. Konduktor Konduktor adalah bagian tubuh yang berfungsi sebagai penghantar rangsangan. Bagian tersebut adalah sel-sel saraf (neuron) yang membentuk sistem saraf. Sel-sel saraf ini ada yang berfungsi membawa rangsangan ke pusat saraf ada juga yang membawa pesan dari pusat saraf. 3. Efektor Efektor adalah bagian tubuh yang menanggapi rangsangan, yaitu otot dan kelenjar (baik kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin). Keterkaitan ketiga komponen tersebut dapat kita buat skema sederhana seperti berikut.

Nah, dari skema di atas tampak jelas bahwa antara sistem saraf dan indra sangat erat kaitannya dalam sistem koordinasi. Berikut ini akan kita bahas mengenai sistem saraf dan indra tersebut. B. Sistem Saraf Sebagai sistem koordinasi, sistem saraf mempunyai fungsi: 1. Pengendalian kerja alat-alat tubuh agar bekerja serasi. 2. Alat komunikasi antara tubuh dengan lingkungan di luar tubuh, yang dilakukan oleh ujung saraf pada indra, dan lingkungan dalam tubuh. 3. Pusat kesadaran, kemauan, dan pikiran. Untuk melaksanakan fungsi tersebut maka sistem saraf tersusun oleh berbagai organ, jaringan dan juga komponen terkecil yaitu sel. 1. Sel Saraf

Sistem saraf tersusun oleh komponen-komponen terkecil yaitu sel-sel saraf atau neuron. Neuron inilah yang berperan dalam menghantarkan impuls (rangsangan). Sebuah sel saraf terdiri tiga bagian utama yaitu badan sel, dendrit dan neurit (akson). Lihat Gambar 3.1

a.

Badan sel Badan sel saraf mengandung inti sel dan sitoplasma. Di dalam sitoplasma terdapat mitokondria yang berfungsi sebagai penyedia energi untuk membawa rangsangan. b. Dendrit Dendrit adalah serabut-serabut yang merupakan penjuluran sitoplasma. Pada umumnya sebuah neuron mempunyai banyak dendrit dan ukuran dendrit pendek. Dendrit berfungsi membawa rangsangan ke badan sel. c. Neurit (akson) Neurit atau akson adalah serabut-serabut yang merupakan penjuluran sitoplasma yang panjang. Sebuah neuron memiliki satu akson. Neurit berfungsi untuk membawa rangsangan dari badan sel ke sel saraf lain. Neurit dibungkus oleh selubung lemak yang disebut myelin yang terdiri atas perluasan membran sel Schwann. Selubung ini berfungsi untuk isolator dan pemberi makan sel saraf. Celah antara ujung neurit suatu neuron dengan dendrit neuron lain tersebut dinamakan sinapsis (lihat Gambar 3.2).

Berdasarkan bentuk dan fungsinya neuron dibedakan menjadi tiga macam yaitu: a. Neuron sensorik Neuron sensorik adalah neuron yang membawa impuls dari reseptor (indra) ke pusat susunan saraf (otak dan sumsum tulang belakang). b. Neuron motorik Neuron motorik adalah neuron yang membawa impuls dari pusat susunan saraf ke efektor (otot dan kelenjar). c. Neuron konektor Neuron konektor adalah neuron yang membawa impuls dari neuron sensorik ke neuron motorik.

2. Jalan yang Dilalui Impuls Pada umumnya kita menggerakkan bagian badan karena kemauan kita atau atas perintah otak. Menulis, membuka payung, mengambil makanan atau berjalan merupakan contoh gerak yang kita sadari, sehingga gerak semacam ini disebut gerak sadar. Pada gerak sadar ini, gerakan tubuh dikoordinasi oleh otak. Rangsangan yang diterima oleh reseptor (indra) disampaikan ke otak melalui neuron sensorik. Di otak rangsangan tadi diartikan dan diputuskan apa yang akan dilakukan.

Kemudian otak mengirimkan perintah ke efektor melalui neuron motorik. Otot (efektor) bergerak melaksanakan perintah otak. Secara ringkas lintasan/jalan gerak sadar tersebut dapat kita buat skema sebagai berikut.

Kadang-kadang bagian tubuh kita juga melakukan suatu gerakan yang terjadinya secara tiba-tiba tanpa disadari. Misalnya saat lutut kita diketuk/ dipukul pada bagian tendon (lihat Gambar 3.4). Akibatnya secara tidak sadar, kaki kita akan menyentak. Gerakan yang dilakukan oleh kaki tersebut terjadi secara tibatiba dan tidak diperintah oleh otak. Gerak semacam ini disebut gerak refleks. Secara ringkas lintasan gerak refleks dapat kita buat skema sebagai berikut.

3. Susunan Saraf Manusia Jutaan sel-sel saraf bergabung membentuk suatu sistem yang dinamakan sistem saraf. Sistem saraf manusia terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi. Susunan saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang sedangkan susunan saraf tepi tersusun atas serabut-serabut saraf yang menuju ke susunan saraf pusat dan dari susunan saraf pusat ke seluruh tubuh. Perhatikan skema sistem saraf manusia berikut.

4. a.

Sistem Saraf Pusat Otak Otak terletak di rongga tengkorak dan dibungkus oleh tiga lapis selaput kuat yang disebut meninges. Selaput paling luar disebut duramater, paling dalam adalah piamater dan yang tengah disebut arachnoid. Di antara ketiga selaput tersebut terdapat cairan serebrospinal yang berfungsi untuk mengurangi benturan atau goncangan. Peradangan yang terjadi pada selaput ini dinamakan meningitis. Otak manusia terbagi menjadi tiga bagian yaitu otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum) dan batang otak

1)

Otak besar (cerebrum)

Otak besar manusia terletak di dalam tulang tengkorak. Otak besar memiliki permukaan yang berlipat-lipat dan terbagi atas dua belahan. Belahan otak kiri melayani tubuh sebelah kanan dan belahan otak kanan melayani tubuh sebelah kiri. Otak besar terdiri atas dua lapisan. Otak besar berfungsi sebagai pusat kegiatankegiatan yang disadari seperti berpikir, mengingat, berbicara, melihat, mendengar, dan bergerak. 2) Otak kecil (cerebellum)

Otak kecil terletak di bawah otak besar bagian belakang. Susunan otak

kecil seperti otak besar. Terdiri atas belahan kanan dan kiri serta terbagi menjadi dua lapis. Otak kecil berfungsi untuk mengatur keseimbangan tubuh dan mengkoordinasi kerja otototot ketika kita bergerak. 3) Sumsum lanjutan lanjutan membentuk bagian bawah batang otak serta

Sumsum

menghubungkan pons Varoli dengan sumsum tulang belakang. Sumsum tulang belakang berfungsi sebagai: a) pusat pengendali pernapasan, b) menyempitkan pembuluh darah, c) mengatur denyut jantung, d) mengatur suhu tubuh. b. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) Sumsum tulang belakang terdapat memanjang di dalam rongga tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas tulang pinggang ke dua. Sumsum tulang belakang juga dibungkus oleh selaput meninges.

Bila diamati secara melintang, sumsum tulang belakang bagian luar tampak berwarna putih (substansi alba) dan bagian dalam yang berbentuk seperti kupu-kupu, berwarna kelabu (substansi grissea). Pada bagian yang berwarna putih banyak mengandung akson (neurit) yang diselimuti

myelin. Bagian yang berwarna kelabu mengandung serabut saraf yang tidak ada myelinnya. Bagian ini dibedakan dua yaitu akar dorsal atau akar posterior dan akar ventral atau akar anterior. Sumsum tulang belakang berfungsi untuk: a) menghantarkan impuls dari dan ke otak, b) memberi kemungkinan jalan terpendek gerak refleks.

5. Susunan Saraf Tepi Susunan saraf tepi tersusun atas serabutserabut saraf dari dan ke pusat susunan saraf. Susunan saraf tepi berupa 12 pasang serabut saraf dari otak dan 31 pasang serabut saraf dari sumsum tulang belakang. a. Saraf otak (saraf cranial) Saraf otak terdapat pada bagian kepala yang keluar dari otak dan melewati lubang yang terdapat pada tulang tengkorak. Urat saraf ini berjumlah 12 pasang, berhubungan erat dengan otot mata, telinga, hidung, lidah dan kulit. Kedua belas pasang urat saraf otak tersebut secara ringkas tercantum dalam Tabel 3.1 berikut.

Dari kedua belas saraf otak tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu:

1) saraf sensorik : saraf nomor I, II, VIII 2) saraf motorik : saraf nomor III, IV, VI, XI, XII 3) saraf gabungan sensorik dan motorik : saraf nomor V, VII, IX, dan X Ada saraf yang memiliki jangkauan fungsi sangat luas yaitu saraf nomor X (saraf vagus). Sehingga disebut saraf pengembara. Sifat kerja saraf vagus seperti saraf parasimpatik. b. Saraf sumsum tulang belakang (saraf spinal) Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang yang keluar dari: 1) Ruas-ruas tulang leher 2) Ruas-ruas tulang punggung 3) Ruas-ruas tulang pinggang 5) Ruas-ruas tulang ekor : 8 pasang : 12 pasang : 5 pasang : 1 pasang

4) Ruas-ruas tulang kelangkang : 5 pasang

6. Sistem Saraf Tak Sadar (Saraf Autonom) Sistem saraf autonom merupakan bagian dari susunan saraf tepi yang bekerjanya tidak dapat disadari dan bekerja secara otomatis. Sistem saraf autonom mengendalikan kegiatan organ-organ dalam seperti otot perut, pembuluh darah, jantung dan alat-alat reproduksi. Menurut fungsinya, saraf autonom terdiri atas dua macam yaitu: a. Sistem saraf simpatik b. Sistem saraf parasimpatik Sistem saraf simpatik terdiri atas 25 pasang ganglion yang berasal dari: 1) Ruas tulang belakang : 3 pasang 2) Ruas tulang punggung : 11 pasang 3) Ruas tulang pinggang : 4 pasang 4) Ruas tulang kelangkang : 4 pasang 5) Ruas tulang ekor : 3 pasang

Dari ganglion-ganglion tersebut keluar serabut saraf yang mengendalikan kerja organ seperti jantung, pembuluh darah, kelenjar keringat dan semua alat dalam. Serabut saraf dari sistem saraf parasimpatik juga menuju organ-organ yang dikendalikan oleh saraf simpatik. Sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik bekerja secara antagonis (berlawanan) dalam mengendalikan kerja suatu organ.

Perhatikan perbandingan pengaruh kerja saraf simpatik dan saraf parasimpatik pada Gambar 3.9.

10

11

HUBUNGAN DAN PERANAN SISTEM SENSORIK, MOTORIK dan REFLEK

12

Sistem motorik bermanifestasi dalam gerakan otot,sistem sensoris menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya (sensasi). Sedangkan refleks merupakan jawaban involuntar dari rangsangan. Perpindahan / pertukaran infomasi semacam ini melibatkan terutama dua jalur syaraf yang kompleks yaitu jalur sensoris ke otak dan jalur motorik ke otot, selain itu suatu gerakan reflek juga dapat terjadi. Pemeriksaan saraf Pemeriksaan saraf merupakan salah satu dari rangkaian pemeriksaan neurologis yang terdiri dari; 1). Status mental, 2). Tingkat kesadaran, 3).Fungsi saraf kranial, 4). Fungsi motorik, 5). Refleks, 6). Koordinasi dan gaya berjalan dan 7). Fungsi sensorik Agar pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan informasi yang diperlukan, diusahakan kerjasama yang baik antara pemeriksa dan penderita selama pemeriksaan. Penderita seringkali diminta kesediaannya untuk melakukan suatu tindakan yang mungkin oleh penderita dianggap tidak masuk akal atau menggelikan. Sebelum mulai diperiksa, kegelisahan penderita harus dihilangkan dan penderita harus diberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis. Suatu anamnesis lengkap dan teliti ditambah dengan pemeriksaan fisik akan dapat mendiagnosis sekitar 80% kasus. Walaupun terdapat beragam prosedur diagnostik modern tetapi tidak ada yang dapat menggantikan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Sarafsaraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II, VII merupakan saraf sensorik murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif dari otototot yang dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X merupakan saraf campuran, saraf

13

kranial III, VII dan X juga mengandung beberapa serabut saraf dari cabang parasimpatis sistem saraf otonom. II. 1. DEFINISI Saraf-saraf kranial dalam bahasa latin adalah Nervi Craniales yang berarti kedua belas pasangan saraf yang berhubungan dengan otak mencakup nervi olfaktorii (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII), glosofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Gangguan saraf kranialis adalah gangguan yang terjadi pada serabut saraf yang berawal dari otak atau batang otak, dan mengakibatkan timbulnya keluhan ataupun gejala pada berbagai organ atau bagian tubuh yang dipersarafinya. II. 2. ANATOMI DAN FISIOLOGI 1) SARAF OLFAKTORIUS (N.I) Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama. Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di talamus.Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. 2) SARAF OPTIKUS (N. II) Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma

14

optikum dan sebaliknya. Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya. 3) SARAF OKULOMOTORIUS (N. III) Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otototot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris. 4) SARAF TROKLEARIS (N. IV) Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil. 5) SARAF TRIGEMINUS (N. V) Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya

15

mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani. 6) SARAF ABDUSENS (N. VI) Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis. 7) SARAF FASIALIS (N. VII) Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna. Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. 8) SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII) Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabutserabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. 9) SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX) Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior.

16

10) SARAF VAGUS (N. X) Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru. 11) SARAF ASESORIUS (N. XI) Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas. 12) SARAF HIPOGLOSUS (N. XII) Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus. II. 3. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS. a. Saraf Olfaktorius (N. I) Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakitpenyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis. Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. b. Saraf Optikus (N. II) Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.

17

i. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity) Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan. Kartu snellen Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6) Jari tangan Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60. Gerakan tangan Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310. ii. Pemeriksaan Penglihatan Perifer Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis. Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri. Tes Konfrontasi Jarak antara pemeriksa pasien : 60 100 cm Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.

18

Perimetri / kompimetri Lebih teliti dari tes konfrontasi Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.

iii. Refleks Pupil Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius. Ada dua macam refleks pupil. Respon cahaya langsung Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil. Respon cahaya konsensual Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama. iv. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi) Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus. v. Tes warna Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus. c. Saraf okulomotoris (N. III) Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil 1. Ptosis Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak

19

mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula. 2. Gerakan bola mata. Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. 3. Pupil Pemeriksaan pupil meliputi : i. Bentuk dan ukuran pupil ii. Perbandingan pupil kanan dan kiri Perbedaan pupil sebesar 1mm masih dianggap normal iii. Refleks pupil Meliputi pemeriksaan : 1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II) 2. Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II) 3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. d. Saraf Troklearis (N. IV) Pemeriksaan meliputi 1. gerak mata ke lateral bawah 2. strabismus konvergen 3. diplopia

20

e. Saraf Trigeminus (N. V) Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks 1. Sensibilitas Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula.

Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. 2. Motorik Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena). 3. Refleks Pemeriksaan refleks meliputi - Refleks kornea a. Langsung Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.

21

b. Tak langsung (konsensual) Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen). - Refleks bersin (nasal refleks) - Refleks masseter Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat. f. Saraf abdusens (N. VI) Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain. g. Saraf fasialis (N. VII) Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan : Asimetri wajah Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya ). Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng) Tes kekuatan otot

1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.

22

2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri. 3. Memperlihatkan gigi (asimetri) 4. Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir) 5. meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing. 6. Menarik sudut mulut ke bawah.

Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah) Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada

salah satu sisi lidah. Hiperakusis Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya. h. Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII) Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler 1) Pemeriksaan pendengaran Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber. Tes Rinne Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna.

23

Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif. Tes Weber Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal. 2) Pemeriksaan Fungsi Vestibuler Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen Baranny, dixxon Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus. i. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X) Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX). j. Saraf Asesorius (N. XI) Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan

24

bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus. k. Saraf Hipoglosus (N. XII) Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral. Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral. Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar. II.4. KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN GANGGUAN PADA NERVUS CRANIALIS. 1) Saraf Olfaktorius. (N.I) Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman. Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman akan mengakibatkan anosmia. Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa: Agenesis traktus olfaktorius Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk seterusnya. Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.

25

Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi countre coup, biasanya disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital. Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman. Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau ekstrinsik). Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang. 2) Saraf Optikus (N.II) Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat berakhir dengan kebutaan. Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta semacam itu dinamakan hemiopropia. Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan saraf optikus. Perubahan tersebut seperti tertera pada gambar 1.

26

Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh: 1. Trauma Kepala 2. Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma) 3. Kelainan pembuluh darah Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral. 4. Infeksi. Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut: a. Papiledema (khususnya stadium dini) Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis vena sentralis retina. b. Atrofi optik Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia, famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich. c. Neuritis optik. 3) Saraf Okulomotorius (N.III) Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh ( ptosis). Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini: 1. Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.

27

2. Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior. 3. Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi. Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius. Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti pada arteritis dan diabetes. 4) Saraf Troklearis (N. IV) Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak kebawah dan kemedial. Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks. 5) Saraf Abdusens (N. VI) Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus inferior. Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor. 6) Saraf Trigeminus (N. V) Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini. Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia

28

trigeminal atau tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin. Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya. 7) Saraf Fasialis (N. VII) Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain: Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler. Lesi LMN : - Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia. - Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik. - Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt, dan otitis media. Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral. Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang. Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan

29

mengunyah dan menelan. 8) Saraf Vestibulokoklearis Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan (vertigo). Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain: Gangguan pendengaran, berupa : - Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misal presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital. - Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget. Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler - Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi streptomisin. - Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis. - Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV demielinisasi. - Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia. 9) Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X) Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru. Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru.

30

Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain : Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X) Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata) Pasca operasi trepansi serebelum Pasca operasi di daerah kranioservikal

10) Saraf Asesorius (N. XI) Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral. Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu. 11) Saraf Hipoglossus (N. XII) Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut. MANIFESTASI DARI GANGGUAN SISTEM MOTORIK, SENSORIS dan REFLEKS Manifestasi klinis dari ganguan sistem motorik, sensoris & refleks cukup banyak ditemukan di masyarakat. Suatu kelemahan ataupun kelumpuhan otot dapat mengindikasi adanya kerusakan pada saraf motorik, sedangkan jika timbul sensasi abnormal atau berkurangnya kepekaan rasa atau sensasi dapat mengindikasi adanya kerusakan pada syaraf sensoris. Adapun refleks sangat penting artinya dalam mendiagnosa dan melokalisasi lesi neuron. Anamnesa

31

Langkah-langkah penting pada anamnesa Beri salam pasien, memperkenalkan diri Membuat pasien tidak canggung dengan menanyai hal-hal yang ringan Identifikasi pasien, dengan cara yang sesuai Menanyakan keluhan pasien yang membawa ke dokter, berapa lama keluhan tersebut Menanyakan bagaimana riwayat sakit Menanyakan sakit sebelumnya, riwayat keluarga, pekerjaan, kebiasaan yang mungkin terkait dengan sakit sekarang Memastikan bahwa semua informasi yang diperlukan, yang akurat telah diperoleh semua Metode Pemeriksaan Pemeriksaan sebetulnya sudah dimulai saat pemeriksa / dokter bertemu pasien pertama kali, selama observasi atau saat-saat tertentu, dokter dapat memeriksa pasien, memperhatikan penampilan, cara bicara, sikap, keadaan fisiologis atau psikologis; sesuai tujuan pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan secara sistematik : o o o inspeksi palpasi perkusi Auskultasi Inspeksi memakai indera mata. Bagian yang diperiksa harus terbuka; diusahakan pasien sendiri yang membuka pakaiannya untuk pemeriksaan. Pakaian sebaiknya tidak dibuka sekaligus, dibuka sebagian demi sebagian. Diperlukan selimut untuk menutup bagian tubuh sementara (misalnya kaki, perut). Pada inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak abnormal yang tidak dapat dikendalikan. Sikap Bentuk Perhatikan adanya deformitas.

Inspeksi

32

Ukuran Perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan. Orang dewasa yang mengalami lumpuh sejak masa kanak-kanak, ukuran ekstremitas yang lumpuh lebih pendek daripada yang sehat. Kemudian perhatikan besar (isi) kontur (bentuk) otot. Adakah atrofi atau hipertrofi. Perhatikan kontur (bentuk) otot. Pada atrofi besar otot berkurang dan bentuknya berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh hipotrofi atau atrofi. Gerakan abnormal yangtidak terkendali Di antara gerakan abnormal yang tidak terkendali yang kita ialah: tremor, khorea, atetose, distonia, balismus, spasme, fasikulasi, dan miokloni. Tremor Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. la dapat melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal ialah: tremor normal atau fisiologis; tremor halus (disebut juga tremor toksik) dan tremor kasar. Khorea Pada khorea gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Atetose Berlainan dari khorea yang gerakannya berlangsung cepat, mendadak, dan terutama melibatkan bagian distal. Balismus Balismus (hemibalismus) ialah gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan cepat, dan terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal. Spasme

33

Spasmus merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang biasanya disarafi oleh satu saraf Tik (tic) Tik merupakan suatu gerakan yang terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. Fasikulasi Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat dan berkedut dari satu berkas (fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik. Miokloni Miokloni ialah gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekonyong-konyong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali. Palpasi Palpasi adalah melakukan tindakan meraba dengan satu atau dua tangan atau jari tangan. Palpasi merupakan usaha untuk menegaskan apa yang dilihat, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat Palpasi membedakan : o tekstur : dengan ujung jari (satu atau lebih), kasar, lembut, nodul o dimensi : ukuran dengan penggaris o konsistensi : dilakukan dengan ujung jari, tergantung densitas/ketegangan jaringan : lunak, kenyal (seperti karet), keras (seperti batu) o suhu : perkiraan, memakai punggung ujung jari (bagian tersebut kulit tipis, banyak saraf), hangat, dingin o apabila ditemukan benjolan, maka perlu diketahui apakah benjolan bergerak atau tidak o lembab, kering o Ballotment : adalah mendeteksi benda yang bergerak dalam cairan o Palpasi dapat juga menemukan getaran (thrill) misalnya pada pemeriksaan struma yang hipertiroid. Juga pada atau pemeriksaan fremitus suara paru.

34

Palpasi pada Extremitas Inferior Sebelum anda menyentuh bagian-bagian ekstremitas inferior mintalah kepada penderita untuk memberi tahukan nada bila terasa sakit. Raba untuk: o nyeri tekan o panas o pembengkakan o fluktuasi (efusi) o krepitasi (sensasi gemeretak/suara gesekan antara tulang dengan tulang). Krepitasi biasanya berhubungan dengan fraktur atau osteoarthritis. Tes ruang gerak sendi secara pasif dan aktif, (harus dilakukan dengan lembut), apakah gerakan secara pasif sama jauhnya seperti gerakan aktif. Keterbatasan ruang gerak sendi mungkin diakibatkan oleh : o nyeri o kaku otot o kontraktur o inflamasi o penebalan struktur partikuler o efusi kedalam rongga sendi o pertumbuhan tulang / kartilago o keadaan nyeri yang tidak berhubungan dengan sendi (mungkin otot / tulang) Bandingkan temperatur kulit kaki, tungkai bawah dan paha. Rasakanlah pulsasi arteria femoralis, poplitea, tibialis posterior, dan dorsalis pedis. o Arteria femoralis dipalpasi pada pertengahan antara spina illiaca anterior superior dan sympisis pubis tepat dibawah ligamentum inguinale. o Arteri poplitea yang paling baik dipalpasi secara dalam pada fossa poplitea sedikit ke sisi lateral antara tendon-tendon paha; penderita dalam posisi mukanya menghadap ke bawah dengan lutut di fleksikan 90 derajad. Pulsus poplitea terletak dalam fossa poplitea dapat diraba dengan sedikit memfleksikan lutut.

35

o Posisi penderita untuk palpasi arteri poplitea. Pemeriksa menyangga tungkai bawah penderita dalam keadaan fleksi hampir 90 derajat dengan satu lengan dan mengadakan palpasi pada fossa poplitea dengan tangan lainnya. Pulsus poplitea dapat hanya terasa hanya pada posisi ini o Arteri tibialis posterior dapat diraba pada pertengahan antara tendon asiles dan maleolus medialis. Pulsus tibialis posterior terletak postero inferior dari maleolus medialis tibia o Arteri dorsalis pedis terasa pada pertengahan antara mata kaki dan basis jarijari. Ini tepat sebelah lateral tendon muskulus ekstensor hallucis longus yang terlihat apabila penderita mengadakan dorso fleksi ibu jari kakinya. Kadangkadang arteri dorsalis pedis dibentuk oleh ramus perforate arteri peronea, jika demikian akan didapati pada posisi yang lebih ke lateral. Pulsus dorsalis pedis terletak menyilang arkus dorsum pedis. o Arteri tibialis anterior dapat terasa pada bagian lateral tendo muskuli extensor halucis longus pertengahan antara maleoli. Mintalah penderita agar menggerakkan ekstrimitasnya dalam jangkauan yang Palpasi pada Ekstremitas Superior Rasakan pulsus radialis, ulnaris, brakialis dan aksilaris. Arteri radialis dan ulnaris dapat diraba sebelah medial prosesus stiroideus radii et ulnae, masing masing pada permukaan volar pergelangan tangan. Palpasi arteri radialis dapat dipalpasi untuk mengetahui kesimetrisan pulsasi. Jika keduanya teraba dan normal, tidak perlu dinilai arteri brakialis kecuali untuk menentukan letak stetoskop untuk sfigmomanometer. Arteri brakialis terasa pada sebelah medial bagian sepertiga tengah lengan atas dan pada bagian tengah fossa ante cubiti.Arteri aksilaris terasa paling baik pada apeks aksila dengan lengan abduksi 900 pada bahu. Rasakanlah telapak tangan dan perhatikan suhu serta kelembapannya. Mintalah pada penderita untuk menggerakkan lengannya dalam jangkauan yang normal termasuk pergelangan tangan, sendi siku dan sendi bahu. Neurofisiologi merupakan bagian dari bidang Neurologi yang mempelajari sifat-sifat fisiologis saraf. normal.

36

Adapun pemeriksaan neurofisiologis yang dapat dikerjakan antara lain seperti : ENMG (Elektroneuromiografi) biasa sering disebut EMG saja, EEG (Elektroensefalografi), EP (Evoked Potensial-termasuk disini SSEP/BAEP/VEP/MEP). Pada umumnya yang lazim dikerjakan di klinik seharihari adalah : EMG, EEG, dan Evoked Potential (EP), tergantung dari keperluan untuk menunjang diagnosa. Belakangan ini, dari neurofisiologi klinik tersebut, dikembangkanlah alat yang dinamakan Intraoperatif Neurofisiologi Monitoring. Gunanya adalah untuk membantu dokter-dokter bedah (baik ahli bedah syarah, bedah tulang ataupun THT) yang sedang melakukan tindakan operasi agar dapat meminimalisir risiko operasi terhadap fungsi syaraf. Dalam naskah ini, pembahasan masalah diagnostik lebih dititik beratkan pada EMG dan Evoked Potensial (terutama SSEP Somato Sensoric Evoked Potential) dan sifat pembahasan juga bersifat sangat superficial. ENMG (ELEKTRONEUROMIOGRAFI) EMG merupakan suatu pemeriksaan yang non-invasif dan dipergunakan untuk memeriksa keadaan saraf perifer dan otot. Dan merupakan pelengkap dari pemeiksaan klinis neurologis maupun pemeriksaan penunjang lain (mis. MRI), sehingga dari hasil-hasil pemeriksaan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan. Jangkauan pemeriksaan EMG adalah sesuai dengan gangguan Lower Motor Neuron (LMN) yang meliputi cornu anterior, radiks, pleksus, saraf prefier, paut saraf otot dan otot. EMG klinik mempelajari: amplitudo potensial waktu/durasi potensial fase potensial recruitment (jumlah potensial yang dapat diaktifkan) NEUROGRAFI, mempelajari : kecepatan hantar saraf (baik motorik maupun sensorik) F Wave

37

H Refleks

SOMATO SENSERIC EVOKED POTENTIAL (SSEP) Adalah pemeriksaan yang dipergunakan untuk melihat atau mempelajari lesi-lesi yang letaknya lebih proksimal, sepanjang jaras somato-sensorik (dengan kata lain yang tidak terjangkau dengan EMG jadi dapat yang bersifat Upper Neuron/UMN).\ INTRAOPERATIF NEUROFISIOLOGIK MONITORING Suatu tindakan yang dikerjakan akan menempuh resiko. Lapangan intraoperatif merupakan satu bagian yang penuh dengan resiko dan pembedahan itu sendiri dapat menimbulkan berbagai resiko pada system persyarafan dan anggota gerak. Pembiusan (anaesthesia) diaplikasikan untuk mencapai penekanan /supresi pada fungsi motorik dan sensorik pasien selama proses pembedahan, namun supresi tersebut tidak mampu memberikan informasi klinis dini/memberi peringatan dini kepada operator jika terjadi bahaya yang mengancam, yang tepat pada waktunya. Sebagai metode alternatif dari monitoring dan untuk menjaga keselamatan fungsi syaraf dari seorang pasien yang pada saat sedang dalam keadaan terbius total, merupakan tujuan dari intraoperatif neurofisiologik monitoring. Intraoperatif Neurofisiologik Monitoring merupakan bagian dari neurofisiologi yang tergolong berusia masih sangat muda. Alat ini baru dipergunakan sejak tahun 1994 di Amerika Serikat. Idealnya adalah bahwa prosedur monitoring ini tidak menambah resiko dari pembedahan, akan tetapi sebaliknya dapat menunjukan manfaat yang positif dalam mengurangi insiden yang dapat membahayakan system persyarafan. Suatu tujuan dari intraoperatif neurofisiologik monitoring yaitu

mendeteksi pada saat yang tepat setiap terjadi kemundurang fungsi pada system persarafan yang dapat terjadi selama operasi berlangsung, sehingga dapat segera kepada operator untuk segera memodifikasi tindakan pembedahan agar fungsi dapat tetap terpelihara.

38

Manfaat Adapun kegunaan intraoperatif neurofisiologik monitoring ini sangatlah luas. Dengan kemajuan teknologi kedokteran dan komputer yang demikian canggih, maka terciptalah alat ini yang dapat mengawal setiap fungsi syaraf dalam berbagai tindakan pembedahan. Jenis-jenis teknik neurofisiologik monitoring - EEG (Somato Sensoric Evoked Potential) - BAEP (Brainstem Auditory Evoked Potential) - MEP (Motor Evoked Potential) - NAP (Nerve Action Potential) Dengan tersedianya bermacam-macam jenis pemeriksaan neurofisiologik yang ada, maka kita dapat memilih/melakukan setting yang diperlukan untuk memonitoring suatu jenis tindakan pembedahan/invasi yang akan dilakukan. Kesimpulan Neurofisiologi merupakan bagian dari disiplin ilmu neurology yang mempunyai lapangan begitu luas. Suatu diagnosa dapat dibantu untuk ditegakan dengan mempelajari fisiologi/faal dari saraf. Juga dengan semakin berkembangnya ilmu kedokteran, maka neurofisiologi ini dapat dipergunakan dalam memonitoring suatu tindakan pembedahan, sehingga dapat memperkecil risiko tindakan.

BAB II PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK

39

Sistem motorik adalah suatu system yang mengontrol atau yang mengatur hal ikhwal yang berkaitan dengan otot skeletal yang terdiri dari unsur saraf dan muscular. Pemeriksaan fisik/ fisik diagnosis Pemeriksaan motoris, sensoris maupun refleks palpasi sangat penting artinya dalam klinis. Pada saat palpasi pasien diminta mengistirahatkan ototnya kemudian ototnya dipalpasi dengan tujuan untuk menentukan konsistensi dan adanya nyeri tekan. Sekelompok otot dapat dirasakan lebih keras ataupun lebih lembek pada palpasi. Sedangkan nyeri tekan otot merupakan gejala miositis, jejas otot, keletihan karena terlampau lama diam dalam sikap tertentu atau terlalu lama dalam keadaan spasmus reflektorik,dll. Sistem motorik meliputi beberapa komponen : Neuron Sentral : merupakan neuron neuron dari korteks motorik ke inti inti saraf di batang otak dan medulla spinalis. Neuron sentral ini disebut UMN (Upper Motor Neuron). Neuron Perifer : merupakan neuron saraf dari inti motorik di batang otak dan medulla spinalis ke otot. Neuron Perifer ini disebut LMN (Lower Motor Neuron). Motoric End Plate merupakan penghubung antara neuron dan otot. Otot.

SUSUNAN SOMATO MOTORIK

40

UNSUR SARAF

UNSUR MUSKULER

UMN SKELETAL

LMN

MOTORIC END PLATE

OTOT

SUS. PIRAMIDAL

SUS. EKSTRA PIRAMIDAL

Upper Motor Neuron (UMN) Rangsangan saraf yang disalurkan melalui saraf disebut Impuls. Impuls ini disampaikan ke otot untuk menghasilkan gerakan gerakan otot disebut impuls motorik. Semua neuron di korteks serebri yang menyalurkan impuls motorik ke inti motorik di LMN tergolong dalam UMN. UMN ini disusun oleh Susunan pyramidal Susunan ekstra pyramidal Susunan Pyramidal Dimulai dari sel sel neuron di lapisan ke 5 korteks presentralis (area 4 Broadman) dan akson aksonnya menyusun system pyramidalis. Neuron neuron tersebut tertata didaerah gyrus presentralis yang mengatur gerakan otot tubuh tertentu dinamakan Penataan Somatotropik. Akson akson neuron di gyrus presentralis menuju ke neuron neuron yang menyusun inti saraf otak motorik dan neuron neuron yang terletak di kornu anterior seluruh medulla spnalis . hubungan akson tersebut bersifat monosinaptik dan kontralateral. Akson ini membentuk suatu berkas yang disebut TRAKTUS PYRAMIDALIS yang terdiri dari:

41

Serabut kortikobulbaris (ke inti motorik saraf otak) Serabut kortikospinalis (ke kornu anterior medulla spinalis) Gerakan yang dibangkitkan oleh impuls pyramidalis menimbulkan gerakan yang bersifat : Halus, luwes, tepat dan khusus. Melibatkan otot otot distal lebih sering dari pada otot proksimal Lebih banyak mempengaruhi fungsi anggota gerak atas dari pada anggota gerak bawah. Terutama mengelola motor unit yang kecil secara kontralateral. Susunan Ekstra Pyramidal Impuls-impuls ekstrapyramidal sebelum tiba di motoneuron terlebih dahulu mengalami berbagai pengolaha & perubahan di inti-inti yang dalam. Inti inti yang menyusun ekstrapyramidal : Korteks motorik tambahan (area 4, 6, 8 ) Ganglia basalis : nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus, substansia

nigra, korpus subtalamikum (Luysii), nucleus ventrolateralis Talami.\ Nucleus Ruber & substansia retikularis atang otak. Serebellum System ekstrapiramidalis ini dibagi atas 3 lintasan : Lintasan Sirkuit Pertama Lingkaran yang disusun oleh jaras jaras penghubung berbagai inti melewati korteks piramidalis (area 4 ) , area 6, oliva inferior, inti inti pontis, korteks serebelli, nucleus dentatus, nucleus rubber, nucleus ventrolateralis talami, korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis. Peranan sirkuit ini memberikan FEEDBACK kepada korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis yang berasal dari korteks serebellum. Gangguan feedback lintasan ini timbul : o Ataksia o Dismetria

42

o Tremor sewaktu gerakan volunteer berlangsung. Lintasan Sirkuit Kedua Menghubungkan korteks area 4S & area 6 dengan korteks motorik piramidalis & ekstrapiramidalis melalui substansia nigra, globus pallidus, nucleus ventrolateralis talami. Tujuan pengelolaan impuls piramidalis & ekstrapiramidalis untuk mengadakan INHIBISI terhadap korteks piramidalis & ekstrapiramidakis, agar gerakan volunteer yang bangkit memiliki ketangkasan yang sesuai. Gangguan pada substansia nigra menimbulkan : o Tremor sewaktu istrahat o Gejala-gejala motorik lain : sering ditemukan pada sindroma Parkinson Lintasan Sirkuit Ketiga Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4S untuk diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus palidus & nucleus ventrolateralis talami. Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh nucleus ventrolateralis talami yang dipancarkannya ke korteks piramidalis & ekstrapiramidalis (area 6). Impuls terakhir ini melakukan tugas INHIBISI . sebagian impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada nucleus Luysii. Bila area 4S & 6 tidak dikelola oleh impuls tersebut maka : - Timbul gerakan involunter ( gerakan spontan yang tidak dapat dikendalikan) o Khorea o Atetosis Keduanya akibat lesi di nucleus kaudatus & globus pallidus o Balismus akibat lesi di Nukleus Luysii Peranan / aktivitas susunan ekstrapiramidal : Mengurus regulasi & integrasi gerakan sekutu / mengurus komponen tonik dari gerakan volunteer. Mengintegrasikan aktivitas serebellum dalam perencanaan untuk mencetuskan impuls motorik involunter & volunter.

43

Gangguan pergerakan UMN memberikan gejala gejala berupa : - Parese / paralysis - Spastis, tonus meninggi & clonus (kaki & lutut) - Hyper-refleksia - Reflex patologi (+) - Tidak ada atropi tapi bisa terdapat disuse atropi LOWER MOTOR NEURON (LMN) Merupakan neuron susunan neuromuskulus yang langsung berhubungan dengan otot. LMN dapat dijumpai pada batang otak sebagai sel-sel motorik dari inti saraf dan pada medulla spinalis sebagai sel-sel motorik di cornu anterior. Gangguan pergerakan LMN terjadi apabila lesi paralysis terdapat pada Motoneuron, Neuroaxis (axon), Motor end plate & Otot. Gejala-gejala berupa : - Parese/ paralysis yang sifatnya flaccid (lemas) - Arefleksia - Tidak ada refleks patologis - Timbul atropi oto

Perbedaan UMN & LMN UMN Kekuatan Tonus Refleks Fisiologis Refleks Patologi Atropi Parese - Paralisis Meningkat /Spastik Clonus (+) Menigkat + Disuse Atropi LMN Parese Paralisis Menurun Flaccid Menurun hilang (+)

44

A. PEMERIKSAAN FISIK / FISIK DIAGNOSTIK Baik dalam pemeriksaan motoris, sensoris maupun refleks palpasi sangat penting artinya dalam klinis. Pada saat palpasi, Pasien diminta mengistirahatkan ototnya kemudian ototnya dipalpasi dengan tujuan untuk menentukan: Konsistensi dan adanya nyeri tekan. Sekelompok otot dapat dirasakan lebih keras ataupun lebih lembek pada palpasi. Adapun arti klinisnya antara lain: Konsistensi keras pada : spasmus otot perubahan patologik pada otot sendiri seperti miotonia, penyakit McArdle,dll. kelumpuhan UMN gangguan gerakan akibat lesi UMN pada susunan ekstrapiramidalis yang diikuti rigiditas. kontraktur otot. Konsistensi lembek pada : kelumpuhan LMN akibat denervasi otot . kelumpuhan LMN akibat lesi di motor end plate Sedangkan nyeri tekan otot merupakan gejala miositis, jejas otot, keletihan karena terlampau lama diam dalam sikap tertentu atau terlalu lama dalam keadaan spasmus reflektorik, dll. Nilai tonus otot pada berbagai posisi anggota gerak Urutan tindakan pemeriksaan motorik : 1. Observasi 2. Ketangkasan gerakan Volunter 3. Status otot skeletal 4. Tonus Otot Observasi

45

Gaya berjalan

Sikap pasien Simetris/ asymetris sikap tubuh

46

47

48

Ketangkasan gerakan Volunter Yaitu untuk mengetahui apakah pasien masihdapat menekukkan lengannya di sendi siku, mengangkat lengan di sendi bahu, mengepal & meluruskan jari jari tangan. Demikian pula untuk tungkai, apakah pasien dapat menekukkan tungkainya di sendi lutut & panggul serta menggerakkan jari kakinya. Status otot skeletal Atropi otot : yaitu hilangnya / mengecilnya bentuk otot yang disebabkan oleh musnahnya serabut otot Atropi neurogenik : karena kerusakan disalah satu komponen motorneuron yaitu di motorneuronnya sendiri atau aksonnya. Atropi miogenik : atropi oleh karena penyakit otot. distropia muskulorum miositis Ditemukan pada:

miopatia Status otot skeletal Atropi otot Atropi artrogenik : akibat artropatia atau arthritis, otot-otot disekitar persendian yang terkena menjadi atropik. Disuse atropi : akibat anggota gerak yang lama sekali tidak digunakan. Biasanya ditemukan pada : Anggota gerak yang lama dibungkus gips Penyakit sistemik menahun

49

Hipertropi otot Hipertropi tulen : kontraksi otot yang berlangsung berulangulang & terus menerus. Misalnya : tortikolis spasmodic disini otot sternokleidomastoideus menjadi besar. Pseudohipertropi : bertambahnya jaringan lemak & pengikat, sehingga konsistensinya lembik dan tenaga berkurang. Misalnya : distrofi muskulorum progresiva Fasikulasi : Kedutan kedutan kulit yang timbul secara cepat tapi sejenak. Ini disebabkan oleh kontraksi sekelompok serabut otot yang berada dibawah kulit tersebut. Mioklonia yaitu fasikulasi yang benigna, kedutan kulit yang timbul tidak secepat gerakan fasikulasi & berlangsung lebih lama. Perubahan konsistensi otot Konsistensi otot yang keras oleh karena spasmus otot disebabkan oleh kelumpuhan UMN, kontraktur otot. Konsistensi otot yang lembik kelumpuhan LMN Gejala miosistis, jejas otot Keletihan karena terlampau lama berdiam dalam sikap tertentu Dalam keadaan spasmus secara reflektorik Mioedema : penimbulan sejenak tempat yang telah diperkusi dapat dijumpai pada : orang sehat tertentu (jarang) penderita miksedema penderita dengan keadaan gizi buruk Reaksi miotonik : dapat dibangkitkan pada penderita miotonia. Tempat yang diperkusi menjadi ekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama. Nyeri tekan otot

Efek otot terhadap perkusi

50

Tonus Otot Yaitu tegangan / tahanan otot saat relaksasi /kendor terhadap gerakan pasif. Syarat pemeriksaan: Pasien harus tenang dan bersikap santai Ruang periksa harus tenang, tidak terlalu dingin atau panas

PENILAIAN TONUS OTOT : Normal Meningkat Menurun Tonus sangat meningkat berarti pemeriksa mendapat kesulitan untuk menekukkan dan meluruskan lengan & tungkai di sendi siku & lutut.

51

Apabila terdapat tahanan yang terasa secara sinambung , maka tonus otot yang meningkat itu disebut SPASTISITAS. Bila tahanan itu hilang timbul secara berselingan sewaktu bagian anggota gerak ditekuk dan diluruskan disebut RIGIDITAS. 12 Apabila terdapat tahanan yang terasa secara sinambung , maka tonus otot yang meningkat itu disebut SPASTISITAS. Bila tahanan itu hilang timbul secara berselingan sewaktu bagian anggota gerak ditekuk dan diluruskan disebut RIGIDITAS.

Tindakan pemeriksaan tonus otot lainnya yaitu Test Kepala Jatuh Kepala pasien yang berbaring terlentang diangkat dengan tangan kanan pemeriksa, kemudian kepala dilepaskan dan ditangkap oleh tangan kiri si pemeriksa yang sudah disiapkan untuk menangkap kepala yang jatuh itu. Pada spastisitas & rigiditas kepala tidak langsung jatuh. Jika tonus rendah, kepala langsung jatuh.

Test tungkai Bergoyang Menurut Wartenberg Pasien diperiksa sambil duduk dengan kedua tungkai digantung, kemudian sipemeriksa meluruskan salah satu tungkai pasien dan secara tiba-tiba tungkai itu dilepaskan. Tungkai bawah pasien akan bergoyang goyang kian kemari bagaikan bandul lonceng jika ada hipotonia. Bila hipertonia maka gerakan hanya dua tiga kali saja kemudian berhenti bergoyang

52

Hipotonia : pada palpasi sekelompok otot terasa kendor, anggota gerak dapat digoyangkan dengan mudah & tahanan otot sewaktu difleksikan & diekstensikan tak terasa.

Refleks tendon menurun / tidak ada. Terdapat pada : Kelainan LMN poliomyelitis, polyneuritis, lesi traumatic saraf perifer, distrofi muskulorum progresif. Penyakit serebellar Lesi transversal medulla spinalis spinalis akut.

Hipertonia : keadaan tonus otot yang meninggi dapat bersifat spastic / rigid. Spastisitas : tahanan yang berlangsung secara sinambung sewaktu gerakan fleksi & ekstensi anggota gerak dilakukan. Refleks tendon meningkat. Tenaga otot menurun.

53

Rigiditas : hipertonia yang pada penilaian tonus otot dirasakan adanya tahanan yang hilang timbul secara berselingan. Refleks tendon tidak terlalu meningkat. Penilaian kekuatan otot ini merupakan salah satu pemeriksaan yang harus dilakukan pada pemeriksaan neurology. Kekuatan otot yang diperiksa : Sewaktu otot melakukan gerakan (power, kinetic) Sewaktu menahan / menghambat / melawan gerakan (static). Kadang kelemahan otot baru diketahui bila penderita disuruh melakukan serentetan gerakan pada satu periode (endurance).

Kekuatan Otot :

Untuk melakukan pemeriksaan kekuatan otot harus diketahui fungsi masing masing otot yang diperiksa.

Penilaian kekuatan otot : 0 : Tidak ada kontraksi otot. 1 : Kontraksi otot tanpa gerakan yang nyata 0 10% 2 : Dapat menggerakkan / menggeser lengan tanpa adanya beban 11 25% 3 : Dapat mengangkat lengan melawan gaya berat 26 50% 4 : Dapat mengangkat lengan ditambah dengan tahanan 51 75 % 5 : Dapat mengangkat lengan melawan gaya berat & beban tahanan maksimum beberapa kali tanpa tanda-tanda kelelahan 76 100%.

54

55

TES-TES KHUSUS PADA PEMERIKSAAN MOTORIK Pemeriksaan kekuatan otot. Penderajatan tenaga otot antara yang normal dan subnormal adalah yang paling sukar. Sedangkan penderajatan antara lumpuh total dan normal adalah yang paling mudah. Dalam melakukan penderajatan dapat digunakan 4 metode yang sedikit berbeda:

56

Pasien disuruh menahan usaha si pemeriksa untuk menggerakan salah satu anggota geraknya. Pasien diminta untuk menggerakan bagian anggota geraknya dan si pemeriksa menahan gerakan yang akan dilaksanakan pasien itu. Pasien diminta untuk melakukan gerakan kearah yang melawan gaya tarik bumi (gravitasi bumi). Gerakan-gerakan voluntary yang harus dinilai secara umum adalah sebagai

berikut: Pada extremitas tubuh bagian atas: Ekstensi dan fleksi di sendi siku: Penggerak utama pada gerakan eksentasi sendi siku adalah otot triseps (C6,7,8). Penggerak utama pada gerakan fleksi sendi siku adalah otot biseps (C5,6).

Gambar 1 : pemeriksaan ekstensi dan fleksi sendi siku

Ekstensi dan fleksi di pergelangan tangan. Penggerak utama pada gerakan eksentasi pergelangan tangan adalah otot ekstensor karpi radialis dan otot ekstensor karpi ulnaris yang diinervasi oleh N.radialis.

57

Gambar 2: pemeriksaan ekstensi sendi pergelangan tangan

Penggerak utama pada gerakan fleksi sendi pergelangan tangan adalah otot fleksor karpi radialis (C6-7, N.medianus) dan otot fleksor karpi ulnaris.

Gambar 3 : pemeriksaan fleksi sendi pergelangan tangan

Abduksi dan aduksi pada jari-jari tangan Penggerak utama pada gerakan abduksi jari-jari tangan adalah otot-otot interossei dorsalis yang diinervasi oleh N.ulnaris.

58

Gambar 4: pemeriksaan abduksi jari-jari tangan

Penggerak utama pada gerakan adduksi jari-jari tangan adalah otot-otot interossei palmaris yang diinervasi oleh N.ulnaris.

Gambar 5: pemeriksaan adduksi jari-jari tangan

Ekstensi dan fleksi jari-jari tangan.

59

Penggerak utama pada gerakan ekstensi jari-jari tangan adalah otototot ekstensordigitorum diinervasi oleh N.radialis Penggerak utama pada gerakan fleksi jari-jari tangan adalah otot-otot flexsor digitorum profundus yang diinervasi oleh N.ulnaris dan N.medianus.

Gambar 6: pemeriksaan ekstensi dan fleksi jari-jari tangan

Pada ekstremitas tubuh bagian bawah.

Ekstensi dan fleksi pada sendi panggul. Penggerak utama pada ekstensi sendi panggul adalah otot gluteus maksimus diinervasi oleh N.gluteus inferior.

Gambar 7: pemeriksaan ekstensi pada sendi panggul

60

Penggerak utama pada fleksi sendi panggul adalah otot-otot illiopsoas yang diinervasi oleh N.femoralis.

Gambar 8: pemeriksaan fleksi pada sendi panggul

Ekstensi dan fleksi pada sendi lutut Penggerak utama pada gerakan ekstensi sendi lutut adalah otot quadriceps femoris yang diinervasi oleh N.femoralis. .

61

Gambar 9 : pemeriksaan ekstensi pada lutut

Penggerak utama pada gerakan fleksi sendi lutut adalah Hamstring muscle yang diinervasi oleh N.ischiadicus.

62

Gambar 10 : pemeriksaan fleksi pada lutut Abduksi dan adduksi pada kaki Penggerak utama pada gerakan abduksi kaki adalah otot-otot abductor paha (otot gluteus maksimus,gluteus medius,dan gluteus minimus) yang diinervasi oleh N.gluteus superior.

Gambar 11 : pemeriksaan abduksi pada kaki

Penggerak utama pada gerakan adduksi adalah otot-otot adductor (otot pektineus,adductor magnus,grasilis,obturator N.obturatorius. longus,adductor eksternus) yang di brevis,adductor inervasi oleh

63

Gambar 12 : pemeriksaan adduksi pada sendi panggul

Dorsofleksi dan plantarfleksi pada kaki. Penggerak utama pada gerakan dorsofleksi pada kaki adalah otot tibialis anterior yang diinervasi oleh N.peroneus profundus.

64

Gambar 13: pemeriksaan dorsofleksi kaki

Penggerak utama pada gerakan plantarfleksi pada kaki adalah otot gastroknemius dan soleus yang di inervasi oleh N.tibialis.

Gambar 14 : pemeriksaan plantarfleksi kaki

65

Pada pemeriksaan kekuatan otot selalu pemeriksa memberikan penahanan yang berlawanan terhadap gerakan yang di lakukan oleh pasien. Pemeriksaan tonus Test kepala jatuh Kepala pasien yang berbaring terlentang di angkat dengan tangan kanan pemeriksa Kepala dilepaskan dan di tangkap oleh tangan kiri pemeriksa. Pada adanya spastisitas dan rigiditas kepala tidak langsung jatuh,akan tetapi jika tonus otot rendah,kepala langsung jatuh di tangan pemeriksa yang telah di siapkan.

Test lenggang lengan Pasien di periksa sambil berdiri. Kedua tangan pemeriksa di tempatkan di kedua bahu pasien atau kedua samping pinggang pasien. Kemudian badan pasien digelengkan kekanan dan kiri berselingan berulang kali. Jika terdapat hipotoni kedua lengan pasien akan berlenggang secara pasif dan mudah. Jika hipertoni maka lengan tampak kaku dan sudut ayunan lengan kecil.

Test menggoyang-goyangkan tangan. Lengan pasien di pegang oleh tangan pemeriksa di pertengahan lengan bawah. Tangan berikut jari-jari pasien di goyang-goyangkan secara pasif dengan menggerak-gerakkanlengan bawah pasien. Jika terdapat hipotoni tangan pasien akan jatuh lunglai secara pasif searah dengan arah gerakan lengan bawah.

66

Jika hipertoni garakan tangan di persendian tidak berjalan dengan lancer dan jari-jarinya tidak mengikuti gerakan tangan,melainkan akan tetap lurus.

Test lengan jatuh. Lengan pasien di angkat secara pasif oleh pemeriksa Lalu di lepaskan secara tiba-tiba Jika hipotonia lengan pasien akan jatuh lunglai,tetapi jika tunus otot meningkat maka lengan tidak langsung jatuh Pada adanya paresis UMN ringan,lengan yang diangkat secara pasif keatas bahu dan kemudian dijatuhkan,akan jatuh dalam posisi pronasi

Test tungkai bergoyang-goyang menurut wartenberg Pasien di periksa sambil duduk dengan kedua tungkainya di gantung Kemudian pemeriksa meluruskan salah satu tungkai pasien dan secara tiba-tiba tungkai itu di lepaskan Jika terdapat hipotonia maka tungkai bawah pasien akan bergoyang kesana kemari seperti bandul lonceng Jika terdapat hipertonia maka tungkai bawah pasien hanya bergoyang dua tiga kali saja lalu dengan jangkauan gerakan pendularnya tidak jauh.

Test tungkai jatuh Pasien diperiksa dalam sikap telentang. Salah satu tungkai pasien dalam sikap lurus di angkat secara pasif dengan tangan kanan pemeriksa Tungkai tersebut di lepaskan dan tangan kiri pemeriksa siap untuk menangkap tersebut secara pasif.

67

Jika terdapat hipotonia tungkai bawah langsung jatuh yang di susul kemudian oleh tungkai atas. Jika terdapat hipertonia,maka jatuhnya tungkai berlangsung lambat dan sewaktu tungkai jatuh masih dalam keadaan lurus.

Pemeriksaan tambahan khusus Pada umumnya kelumpuhan yang ringan sekali nampak pada pasien sebagai gangguan ketangkasan,misalnya kesukaran menutup dan membuka kancing baju,kesukaran menggantungkan pakaian,kesukaran memakai atau melepaskan sandal,dll.Oleh karena itu sangat penting melakukan pemeriksaan tambahan sebagai berikut: Test pronasi ringan Lengan yang paretic UMN cenderung selalu berpronasi.Kecenderungan ini tampak dengan jelas pada para penderita khorea-atetosis dan hemiparesis akibat lesi di traktus piramidalis. Tanda pronasi menurut strumpell Gerakan fleksi lengan bawah di sendi siku secara volunteer akan disusul dengan berpronasinyalengan bawah Pada paresis UMN, telapak tangan tidak menghadap ke bahu, melainkan dorsum manus yang menghadap ke bahu. Test sikap tangan sembahyang Sebagai posisi awal, kedua tangan di angkat dalam sikap sembahyang cara islam Lalu kedua lengannya di angkat dengan posisi yang tidak diubah. Setelah kedua tangan berada di atas kepala,jari-jari kedua tangannya harus menyentuh satu dengan yang lain Pada orang yang hemiparetik UMN tidak dapat berbuat demikian oleh karena tangan yang paretic UMN akan berpronasi sehingga jari-jari kedua tangan tidak dapat bersentuhan secara sepadan

68

Test menggoyang-goyangkan lengan Kedua lengan di luruskan kedepan dan telapak tangan terbuka keatas Lalu kedua lengan tersebut di goyang-goyangkan ke atas Pada orang dengan hemiparesis UMN ringan, setelah beberapa kali digoyangkan keatas , lengan yang paretic akan merubah posisi dari sikap lengan lurus ke depan menjadi pronasi.

Test deviasi lengan Pasien di minta untuk meluruskan kedua lengannya secara horizontal ke depan. Dengan kedua mata tertutup ia harus mempertahankan sikap tersebut Lengan yang paretic UMN ringan akan menurun dan menyimpang dalam mempertahankan sikap tersebut. Apabila paresis itu sudah cukup jelas, test ini tidak perlu dilakukan Tanda tungkai Barre Pasien disuruh berbaring terlungkup, lalu kedua tungkai bawahnya harus ditekuk disendi lutut hingga hampir tegak lurus terhadap sendi lutut. Dalam posisi tersebut, tungkai yang paretic akan langsung jatuh, tetapi jika paresinya ringan maka jatuhnya akan berangsur-angsur. Hal ini dapat lebih diperjelas jika kedua tungkai bawah ditekuk hingga membentuk sudut 45 terhadap bidang landasan. Posisi tersebut diatas dipertahankan dengan bantuan pemeriksa, yang mana suatu saat bantuan tersebut dilepaskan sehingga tungkai yang paretic ringan akan segera jatuh. Test lutut jatuh menurut wartenberg Pasien disuruh berbaring terlentang dengan kedua tungkai diluruskan.

69

Sehelai kertas ditempatkan di bawah kedua kaki(tumit) pasien sebagai landasan yang licin. Lalu pasien diminta untuk menekuk lututnya. Kaki yang sehat dapat melakukan gerakan tersebut akan tetapi tungkai yang paretic UMN tidak dapat mempertahankan tertekuknya lutut,sehingga lutut Jatuh dan kaki meluncur di atas kertas landasan tersebut.

Test menggoyang-goyangkan lengan Kedua lengan di luruskan kedepan dan telapak tangan terbuka keatas Lalu kedua lengan tersebut di goyang-goyangkan ke atas Pada orang dengan hemiparesis UMN ringan, setelah beberapa kali digoyangkan keatas , lengan yang paretic akan merubah posisi dari sikap lengan lurus ke depan menjadi pronasi.

Test deviasi lengan Pasien di minta untuk meluruskan kedua lengannya secara horizontal ke depan. Dengan kedua mata tertutup ia harus mempertahankan sikap tersebut Lengan yang paretic UMN ringan akan menurun dan menyimpang dalam mempertahankan sikap tersebut. Apabila paresis itu sudah cukup jelas, test ini tidak perlu dilakukan Tanda tungkai Barre Pasien disuruh berbaring terlungkup, lalu kedua tungkai bawahnya harus ditekuk disendi lutut hingga hampir tegak lurus terhadap sendi lutut.

70

Dalam posisi tersebut, tungkai yang paretic akan langsung jatuh, tetapi jika paresinya ringan maka jatuhnya akan berangsur-angsur. Hal ini dapat lebih diperjelas jika kedua tungkai bawah ditekuk hingga membentuk sudut 45 terhadap bidang landasan. Posisi tersebut diatas dipertahankan dengan bantuan pemeriksa, yang mana suatu saat bantuan tersebut dilepaskan sehingga tungkai yang paretic ringan akan segera jatuh.

Test lutut jatuh menurut wartenberg Pasien disuruh berbaring terlentang dengan kedua tungkai

diluruskan. Sehelai kertas ditempatkan di bawah kedua kaki(tumit) pasien sebagai landasan yang licin. Lalu pasien diminta untuk menekuk lututnya. Kaki yang sehat dapat melakukan gerakan tersebut akan tetapi tungkai yang paretic UMN tidak dapat mempertahankan tertekuknya lutut,sehingga lutut Jatuh dan kaki meluncur di atas kertas landasan tersebut. Tes tumit-lutut-ibu jari kaki (heel toknee to toe test ) Pasien diminta menempatkan salah satu tumitnya di atas lutut tungkai lainnya. lalu tumit tersebut harus melunjur dari lutut ke pergelangan kaki melalui tulang tibia dan akhirnya memanjat dorsum pedis untuk menyentuh ibu jari. Tes ini dilakukan kedua tungkai secara bergiliran. Pada gangguan serebral tumit jatuh di paha ataupun disamping lutut dan akhirnya tumit dijatuhkan diatas jari-jari kaki bukan diatas ibu jari Tes ibu jari kaki-jari telunjuk Pasien diminta untuk menyentuh ibu jari telunjuk pemeriksa dengan ibu jari kakinya secara berulang-ulang.

71

Test untuk mengungkapkan Disdiadokhokinesia Diadhokhokinesia adalah kemampuan untuk untuk melakukan gerakan secara berselingan . Pasien diminta untuk mempronasi-supinasikan tangan, menepuk-nepuk paha atau membolak-balikan tangan diatas paha secara berulang-ulang. Kecanggungan melakukan gerakan tersebut menandakan adanya gangguan diadokhokinesia yang disebut disdiadokhokinesia. Test Rebound Pasien diminta untuk mengaduksi pada bahu, fleksi pada siku dan supinasi lengan bawah. Siku difiksasi atau diletakkan pada meja periksa. Kemudian pemeriksa menarik lengan bawah tersebut dan pasien diminta untuk menahannya. Lalu dengan mendadak pemeriksa melepaskan tarikan tersebut sehingga lengan bawah pasien terlanjur berfleksi. Pada orang dengan gangguan serebral ia akan terlanjur memukul pipinya sendiri setelah pemeriksamelepaskan tarikan secara mendadak.

72

BAB III PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIS

Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya. Sistem sensorik merupakan suatu system yang terdiri atas somesesia (perasaan yang dirasakan pada bagian tubuh yang berasal dari somato pleura) :kulit, tulang, periosteum, tendon, otot, kecuali: panca indra (penghirupan, penglihatan, pengecapan, pendengaran, keseimbangan) dan viseroestesia yang mencakup visceropleura (usus, paru, limpa, dan sebagainya) Perlu ditanyakan jenis gangguan, intensitasnya, apakah hanya timbul pada waktu-waktu tertentu, misalnya nyeri kalau dingin, dan juga faktor-faktor yang dapat mencetuskan kelainan ini. Kata parestesia merupakan perasaan abnormal yang timbul spontan, biasanya ini berbentuk rasa dingin, panas, semutan, ditusuktusuk, rasa berat, rasa ditekan atau rasa gatal. 1. RESEPTOR SENSORIS Reseptor sensoris berupa sel-sel khusus atau proses sel yang memberikan informasi tentang kondisi didalam dan diluar tubuh kepada susunan saraf pusat. Indera peraba pada kulit adalah indera yang digunakan untuk merasakan sensitivitas temperatur, nyeri, sentuhan, tekanan, getaran, dan propriosepsi. Indera peraba di kulit memiliki reseptor yang tersebar di seluruh tubuh dan terdiri dari struktur yang sederhana. Beberapa informasi dikirim di susunan saraf pusat dan sampai pada kortek sensoris primer sehingga kita bisa mengetahui ataupun

73

mengenal rangsangannya. Rangsangan sensoris dapat kita interpretasikan melalui frekuensi-frekuensi basis setelah terjadi potensial aksi. Datangnya informasi atau rangsangan pada kulit kita itulah yang dinamakan sensasi, dan saat kita mengenal rangsangan yang datang dari kulit kita inilah yang dinamakan persepsi.(7) Reseptor pada kulit dapat dibagi menjadi tiga macam antara lain exteroceptors dimana receptor ini memberi informasi terhadap lingkungan luar, proprioseptor merupakan receptor yang menerima informasi terhadap posisi otot skeletal dan sendi dan yang terakhir interoceptor yang berfungsi untuk memonitor fungsi organ visceral. Untuk lebih detailnya receptor pada kulit dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian yaitu nosiceptor untuk rasa nyeri, thermoreceptor untuk temperature, mechanoreceptor untuk rangsangan fisik, dan chemoreceptor untuk rangsangan kimiawi. Tiap-tiap receptor mempunyai fungsi dan struktur yang berbeda. Perbedaan antara somatik receptor dan visceral receptor terletak pada lokasi bukan pada strukturnya. Reseptor nyeri di wajah sama seperti reseptor nyeri di kulit, akan tetapi dua sensasi itu dikirim pada lokasi yang berbeda di susunan saraf pusat, bagaimanapun juga propriosepsi adalah sensasi somatik yang unik. Terdapat proprioseptor pada organ viseral thorak dan kavum abdominopelvic. Kita tidak menyadari bila organ-organ tersebut mulai bekerja, kita tidak bisa menceritakanyya contohnya saat spleen, appendik, ataupun pankreas bekerja saat itu. organ viseral mempunyai reseptor rasa nyeri,temperatur,sentuhan yang lebih rendah daripada reseptor pada kulit dan informasi sensoris yang diterima lokasinya lebih sedikit karena daerah reseptor tersebar luas di organ.(7)

NOCISEPTOR(7) Reseptor nyeri atau nociseptor terletak pada daerah superfisial kulit, kapsul sendi, dalam periostea tulang sekitar dinding pembuluh darah. Jaringan dalam dan organ viseral mempunyai beberapa nociseptor. Reseptor nyeri

74

merupakan free nerve ending dengan daerah reseptif yang luas, sebagai hasilnya sering kali sulit membedakan sumber rasa nyeri yang tepat. Nociseptor sensitif terhadap temperatur yang ekstrim, kerusakan mekanis dan kimia seperti mediator kimia yang dilepaskan sel yang rusak. Bagaimanapun juga rangsangan yang kuat akan diterima oleh ketiga tipe reseptor. Untuk itulah kita bisa merasakan sensasi rasa nyeri yang disebabkan oleh asam, panas, luka yang dalam. Rangsangan pada dendrit di nociseptor menimbulkan depolarisasi, bila segmen akson mencapai batas ambang dan terjadi potensial aksi di susunan saraf pusat. THERMORESEPTOR(7) Temperatur reseptor atau thermorseptor merupakan free nerve ending yang terletak pada dermis, otot skeletal, liver, hipothalamus. Reseptor dingin tiga atau empat kali lebih banyak daripada reseptor panas. Tidak ada struktur yang membedakan reseptor dingin dan panas. Sensasi temperatur diteruskan pada jalur yang sama dengan sensasi nyeri. Mereka dikirim sampai formasio retikularis, thalamus, dan korteks primer sensoris. Thermoreseptor merupakan phasic reseptor, aktif bila temperatur berubah, tetapi cepat beradaptasi menjadi temperatur yang stabil. Jika kita menghidupkan air conditioning dalam ruangan pada musim panas, temperatur berubah drastis pada saat pertama kali tetapi kita cepat merasakan nyaman karena sudah terjadi adaptasi. MECHANORESEPTOR(7) Mechanoreseptor sangat sensitif terhadap rangsangan yang terjadi pada membran sel. Membran sel memiliki regulasi mekanis ion channel dimana bisa terbuka ataupun tertutup bila ada respon terhadap tegangan, tekanan, dan yang bisa menimbulkan kelainan pada membran. Terdapat tiga jenis mechanoreseptor antara lain:

75

1. Tactile reseptor memberikan sensasi sentuhan, tekanan dan getaran. Sensasi sentuhan memberikan informasi tentang bentuk atau tekstur, dimana tekanan memberikan sensasi derajat kelainan mekanis. Sensasi getaran memberikan sensasi denyutan atau debaran. 2. Baroreseptor untuk mendeteksi adanya perubahan tekanan pada dinding pembuluh darah dan pada tractus digestivus, urinarius dan sistem reproduksi. 3. Proprioseptor untuk memonitor posisi sendi dan otot, hal ini merupakan struktur dan fungsi yang komplek pada reseptor sensoris Tactile reseptor Memberikan sensasi secara lengkap tentang sumber rangsangan seperti lokasinya, bentuk, ukuran, tekstur. Reseptor ini sangat sensitif dan mempunyai daerah reseptif yang sempit. Reseptor sentuhan dan tekanan memiliki lokasi yang sedikit karena mempunyai daerah reseptif yang luas dan memberikan sedikit informasi terhadap rangsangannya. Ada beberapa tipe tactil reseptor pada kulit seperti free nerve ending sentuhan dan tekanan yang terdapat pada sel epidermis, nerve ending pada root hair pleksus, tactile disk (Merkels), tactil corpuskel (Meissners), lamelated corpuscle (Pacinian corpuscle),dan Ruffini corpuscle. 1. Free nerve ending pada epidermis untuk sensasi rasa nyeri dan suhu. Reseptor ini hanya terdapat pada permukaan cornea pada mata dan bagian permukaan bagian tubuh lainnya. 2. Nerve ending root hair pleksus untuk memonitor adanya kelainan dan pergerakan yang melewati permukaan tubuh. Seperti saat kita memakai baju maka kita dapat merasakan sesuatu benda menempel pada kulit kita. 3. Tactile disk (Merkels) merupakan reseptor sentuhan dan tekanan yang terdapat pada kulit yaitu pada sel epithel kulit pada lapisan stratum germinativum. 4. Tactil corpuscle ( Meissners) menerima sensasi dari sentuhan dan tekanan dan getaran yang rendah. Reseptor ini terdapat pada kelopak mata, bibir, jari-jari tangan, puting susu dan genetalia eksterna.

76

5. Lamellated corpuscle (Pacinian corpuscle) reseptor ini sensitif terhadap sentuhan yang dalam. Karena reseptor ini sangat cepat beradaptasi sehingga sangat senstif terhadap denyutan atau getaran dengan frekuensi yang tinggi. Reseptor ini terdapat pada dermis, jari-jari, glandula mamae dan genetalia eksterna, pada permukaan dalam dan luar fascia, capsul sendi. Informasi sensoris visceral diberikan oleh corpuskel lamela di mesenteries, pancreas, dinding urethra, dan kandung kemih. 6. Corpuscle Ruffini juga sensitif terhadap tekanan dan perubahan-perubahan pada kulit. Reseptor ini berlokasi pada lapisan retikular dermis. Baroreseptor Baroreseptor bisa memonitor perubahan dari tekanan. Baroreseptor terdiri dari free nerve ending yang bercabang didalam jaringan elastic pada dinding organ berongga, seperti pembuluh darah, bagian pernafasan, pencernaan dan tractus urinarius. Bila ada perubahan tekanan dinding jaringan elastik mengecil atau membesar. Baroreseptor memonitor dinding pembuluh darah yang besar seperti arteri carotis, aorta. Hal ini juga mempengaruhi regulasi dari kerja jantung sehingga pembuluh darah tetap mengalir pada organ organ vital. Baroreseptor pada paru juga memonitor derajat ekspansi dari paru. Proprioseptor Proprioseptor memonitor perubahan posisi sendi dan otot, adanya tegangan pada tendon dan ligamen dan kontraksi dari otot. Proprioseptor dapat dibagi menjadi: 1. Muscle spindle yang terdapat pada otot skeletal memonitor panjang dari otot dan tanda tegangan dari reflek. 2. Golgi tendon yang fungsinya mirip dengan corpuscle Ruffini tetapi berlokasi di otot skeletal dan tendon. Rangsangan pada reseptor dapat berupa tekanan pada tendon sehingga terjadi kontraksi otot.

77

3. Reseptor capsul pada sendi. Reseptor ini sangat kaya dengan free nerve ending yang bisa mendeteksi tekanan, sentuhan dan pergerakan dalam sendi. Adanya perubahan posisi tubuh merupakan hasil dari integrasi informasi pada reseptor ini dan juga pada musle spindle, golgi tendon organ, dan reseptor pada telinga dalam. CHEMORESEPTOR(7) Spesialisasi pada neuron chemoreseptiv dapat dideteksi dengan perubahan kecil dari konsentrasi kimia. Umumnya chemoreseptor berespon terhadap substansi water-soluble dan lipid-soluble yang larut dalam cairan. Chemoreseptor tidak mengirim informasi pada kortek primer sensoris, jadi kita tidak tahu adanya sensasi yang diberikan kepada reseptor tersebut. Saat informasi sensoris datang lalu diteruskan menuju batang otak yang merupakan pusat otonomik yang mengatur pusat respirasi dan fungsi cardiovaskuler. Neuron pada pusat respirasi merespon konsentrasi ion hidrogen (pH) dan tingkat karbondioksida pada cairan cerebrospinal. Neuron chemoreseptive ini berlokasi di carotid bodies, dekat arteri karotis inaerna pada tiap sisi leher, dean aortik bodies diantara cabang utama lengkungan aorta. Reseptor ini memonitor pH dan karbondioksida dan tingkat oksigen pada darah arteri. Serabut serabut afferent meninggalkan carotid dan aortik bodies mencapai pusat respirasi dengan berjalan ke nervus IX (glossopharyngeal) dan X (vagus). (4) 1. TRAKTUS ASCENDENS MEDULA SPINALIS Saat memasuki medula spinalis serabut saraf sensoris berbagai tipe dan fungsi dipilih serta dipisahkan menjadi berkas atau traktus saraf. Beberapa serabut saraf menghubungkan segmen medula spinalis, sementara yang lain naik dari medula spinalis ke pusat-pusat yang lebih tinggi dan menghubungkan medula spinalis dan otak. Semua ini disebut serabut ascendens atau traktus ascendens. Substantia alba medula spinalis terdiri atas traktus ascendens dan traktus descendens. Traktus ascendens menghantarkan informasi aferen dapat atau tidak dapat mencapai kesadaran. Informasi ini dapat dibagi menjadi dua kelompok:

78

1. Informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh seperti rasa nyeri, suhu dan raba 2. Informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh seperti otot dan sendi. ORGANISASI ANATOMINYA Informasi umum dari ujung sensoris tepi dihantarkan melalui susunan saraf oleh suatu seri neuron. Lintasan ascendens yang menuju kesadaran terdiri dari 3 neuron : 1. Neuron ordo pertama mempunyai badan sel dalam ganglion radiks posterior medula spinalis, suatu prosesus tepi berhubungan dengan ujung reseptor sensoris, sementara suatu prosesus sentralis memasuki medula spinalis melalui radiks posterior untuk bersinaps dengan ujung neuron ordo kedua 2. Neuron ujung kedua mempunyai suatu akson yang berdecussatio (menyilang kesisi yang berlawanan) dan naik ke tingkat susunan saraf sentral yang lebih tinggi untuk bersinaps dengan ujung neuron ordo ketiga. 3. Neuron ordo ketiga terdapat dalam talamus dan mengeluarkan serabut proyeksi melintasi daerah sensoris korteks serebri. FUNGSI TRAKTUS ASCENDENS Sensasi rasa nyeri dan suhu naik dalam traktus spinothalamikus lateralis, raba dan tekanan ringan naik kedalam traktus spinothalamikus anterior. Raba diskriminatif (kemampuan untuk melokalisir secara tepat daerah tubuh yang diraba dan menyadari bahwa dua titik yang disentuh secara serempak) naik dalam kolumna alba posterior termasuk juga informasi dari otot-otot dan sendi-sendi yang berkaitan dengan gerakan dan posisi, disamping itu sensasi getaran juga naik dalam kolumna alba posterior. Informasi tidak sadar otot, sendi, kulit dan jaringan subkutan mencapai serebelum melalui traktus spinoserebelaris anterior dan posterior serta melalui traktus cuneoserebelaris. Traktus ascendens lainya untuk

79

informasi nyeri suhu dan raba dialirkan ke kolikulus superior dari otak tengah melalui traktus spinotectalis untuk keperluan refleks spinovisual. Traktus spinoretikularis merupakan lintasan dari otot dan sendi dan kulit ke formasio retikularis. Sementara traktus spinoolivarius merupakan lintasan tidak langsung untuk informasi aferen yang mencapai serebelum. TRAKTUS SPINOTHALAMICUS LATERALIS UNTUK RASA NYERI DAN SUHU Reseptor nyeri dan suhu dalam kulit dan jaringan lainya merupakan ujung saraf bebas. Impuls nyeri,panas dan dingin memasuki medula spinalis dari ganglion radiks posterior melanjutkan keujung kolumna grisea posterior dan membagi diri menjadi cabang ascendens dan descendens. Cabang-cabang ini berjalan dalam satu atau dua segmen medula spinalis dan membentuk traktus posterolateralis lissauer. Serabut dari neuron ordo pertama ini berakhir dengan cara bersinaps dengan sel-sel dalam kolumna grisea posterior termasuk sel-sel dalam substantia gelatinosa. Akson dari neuron ordo kedua menyilang secara oblique ke sisi yang berlawanan dalam komisura grisea dan alba anterior dalam satu segmen medula spinalis dan serabut baru ditambah pada spek anteromedial traktus ini sehingga dalam segmen servikalis atas serabut-serabut sakral terletak posterolateral dan segmen servikal terletak anteromedial. Dengan naiknya traktus spinothalamikus lateralis melalui medula oblongata maka terletak dekat lateral diantara nukleus olivarius inferior dan nulkeus traktus spinalis nervus trigeminus. Dan saat ini traktus diikuti oleh traktus spinothalamikus anterior dan traktus spinotectalis bersama sama membentuk lemniscus spinalis dan melanjutkan diri naik bagian posterior pons, dalam otak tengah ia terletak dalam tegmentum lateral lemniscus medialis, dan bersinaps dengan neuron ordo ketiga nukleus posterolateralis ventralis thalamus. Akson neuron ordo ketiga dalam nukleus posterolateralis ventralis thalamus melintas ke posterior kapsula interna dan korona radiata untuk mencapai daerah somastatik dalam girus postsentralis korteks serebri. Paruhan kontralateral

80

tubuh diwakili secara terbalik, tangan dan mulut terletak di inferior, tungkai terletak di superior, kaki dan anogenital pada permukaan medial hemisferium. Dari sini informasi ditransmisikan pada daerah korteks serebri untuk digunakan area motorik dan area asosiasi parietal. Peranan korteks serebri adalah menginterpretasikan informasi sensorik pada tingkat kesadaran. TRAKTUS SPINOTHALAMIKUS ANTERIOR UNTUK RABA DAN TEKANAN RINGAN Mirip seperti traktus spinothalamikus lateralis yang memberi kontribusi untuk traktus posterolateralis dari lisssouer, diduga neuron ordo pertama berakhir dengan sel kelompok substantia gelatinosa dalam kolumna grisea posterior. Akson neuron ordo kedua menyilang oblique ke sisi yang berlawanan dalam komisura grisea dan alba anterior dalam beberapa segmen spinal dan naik dalam kolumna alba anterolateral yang berlawanan sebagai traktus spinothalamikus anterior. Saat ia naik melalui medula spinalis serabut baru ditambahkan pada medialis traktus, sehingga pada segmen servikalis atas medula spinalis serabut sakral merupakan segmen yang sebagian besar terletak di lateral dan segmen servikal di medial. Dan ia naik melalui medula oblongata bersama dengan traktus spinothalamikus lateralis dan spinotektalis membentuk lemiscus spinalis (untuk raba kasar dan tekanan diduga diapresiasi disini). Akson neuron ordo ketiga dalam nukleus posterolateralis ventralis thalamus melalui posterior kapsula interna dan korona radiata mencapai daerah somastetik dalam girus postsentralis korteks serebri. Paruhan kontralateral tubuh diwakili sacara terbalik tangan dan mulut terletak di inferior. Apresiasi sadar, raba dan tekanan tergantung pada aktifitas korteks serebri. Harus ditekankan bahwa rasa hanya dapat dilokalisir secara kasar, dan hanya memungkinkan diskriminasi intensitas yang sangat kecil. COLUMNA ALBA POSTERIOR: FASCICULUS GRACILIS DAN

FASCICULUS CUNEATUS UNTUK RASA RABA DISKRIMINATIF, RASA GETARAN, RASA SENDI OTOT SADAR

81

Akson masuk medula spinalis radik ganglion posterior dan melintas columna alba posterior sisi yang sama. Disini serabut membagi diri menjadi cabang ascenden panjang dan descenden pendek. cabang descenden melintas turun dalam sejumlah segmen yang variabel, memberi cabang contralateral yang bersinap dengan sel dalam cornu grisea posterior , dengan neuron internunsial dan dengan sel cornu anterior, jelas bahwa serabut descenden pendek terlibat dengan reflek intersegmental. Serabut ascenden panjang juga berakhir dengan cara bersinap dengan sel cornu grisea posterior neuron internunsial dan sel cornu anterior. Distribusi ini meluas meliputi beberapa segmen medula spinalis. Pada serabut descenden pendek, berperan dalam reflek intersegmental. Banyak serabut ascenden yang panjang berjalan dalam columna alba posterior sebagai fasciculus gracillis dan cuneatus. Fasciculus gracillis ditemukan disepanjang seluruh medula spinalis dan mengandung serabut ascenden panjang saraf sacral, lumbal dan enam saraf thorakal bagian bawah. Fasciculus cuneatus terletak dilateral pada segmen thorakalis atas dan servikalis medula spinalis serta dipisahkan dari fasciculus gracillis oleh septum. Fasciculus cuneatus mengandung serabut ascenden panjang enam serabut saraf thorakal dan semua nervus spinalis servikalis. Serabut fasciculucs gracillis dan cuneatus naik ipsilateral dan berakhir dengan bersinaps dengan neuron ordo ke dua dalam nuklei gracillis dan cuneatus medula oblongata. Akson ordo ke dua ini juga disebut dengan serabut arkuata interna, memanjang anteromedial di sekeliling substantia grisea centralis dan menyilang median , berdecusatio dengan serabut yang bersesuaian pada sisi yang berlawanan dalam decusatio sensorik, Serabut kemudian naik sebagai berkas tunggal dan kompak yaitu lemniskus medialis melalui medula oblongata, pons, dan otak tengah. Serabut berakhir dengan bersinaps dengan ordo ke tiga dalam nukleus postero lateralis ventralis thalamus. Akson neuron ordo ke tiga meninggalkan dan melintas melalui posterior capsula minterna dan corona radiata untuk mencapai daerah somestetik pada gyrus postcentralis cortek cerebri. Paruhan conteralateral tubuh diwakili secara terbalik, tangan dan mulut diinferior. Dengan cara ini, kesan seperti raba dengan

82

tingkat intensitas halus, lokalisasi yang tepat dan diskriminasi dua titik dapat diapresiasi. Rasa getaran dan posisi bagian tubuh yang berbeda-beda dapat diketahui secara sadar. Sejumlah serabut dalam fasciculus cuneatus segmen servikalis dan thorakalis atas, setelah berakhir pada neuron ordo kedua nukleus cuneatus, direlay dan berjalan sebagai akson neuron ordo kedua untuk memasuki cerebellum melalui pedunkulus cerebellaris inferior sisi yang sama . lintasan ini disebut Tractus Cuneocerebellaris dan serabut diketahui sebagai serabut arkuata externa. Fungsi serabut ini untuk mengalirkan informasi rasa otot sendi ke cerebellum TRACTUS SPINOCEREBELLARIS POSTERIOR UNTUK RASA SENDI OTOT KE CEREBELLUM TRAKTUS SPINOCEREBELLARIS POSTERIOR Serabut spinocerebellaris posterior menerima informasi dari otot sendi, spindel-spindel otot, organ-organ tendon dan reseptor-reseptor sendi badan dan anggota gerak bawah. Informasi mengenai tegangan otot dan tendon serta gerakan-gerakan otot dan sendi digunakan oleh serebellum dalam mengkoordinasi gerakan-gerakan anggota gerak serta mempertahankan postur. TRACTUS SPINOCEREBELLARIS ANTERIOR Tractus spinocerebellaris anterior mengalirkan informasi otot sendi dari spindel-spindel otot, organ-organ tendon, reseptor-reseptor sendi badan dan anggota gerak atas dan bawah. Diduga juga bahwa melalui facia ini cerebellum menerima informasi dari kulit dan facia superficial TRACTUS CUNEOCEREBELLARIS Serabut ini berasal dari nukleus cuneatus dan memasuki cerebellum melalui pedunculus cerebellaris inferior sisi yang sama. Serabut ini diketahui

83

sebagai serabut arkuata externa posterior dan fungsinya adalah mengalirkan informasi rasa otot sendi ke cerebellum LINTASAN-LINTASAN ASCENDEN LAINNYA TRACTUS SPINOTECTALIS Akson memasuki medula spinalis ganglion radik posterior dan berjalan ke substantia grisea yang bersinap pada neuron ordo kedua yang tidak diketahui. Akson neuron ordo kedua menyilang bidang median dan naik sebagai tractus spinotectalis dalam columna alba anterolateral yang terletak berdekatan dengan tractus spinothalamikus lateralis. Setelah melintasi medula oblongata dan pons berakhir dengan bersinap dengan neuron dalam colicullus utak tengah . lintasan ini memberikan informasi aferen untuk reflek spinovisualis serta membawa gerakan-gerakan mata dan kepal kearah sumber stimuli. TRACTUS SPINORETICULARIS Akson memasuki medula spinalis ganglion radik posterior dan berakhir pada neuron ordo kedua yang tidak diketahui dalam substantia grisea. Akson neuron ordo kedua ini naik dalam medula spinalis sebagai tractus spinoreticularis dalam columna alba lateralis. Sebagian besar serabut ini tidak menyilang dan berakhir dengan cara bersinap dengan neuron formatio reticularis dalam medula oblongata, pons, otak tengah. Tractus spinoreticularis memberikan lintasan aferen untuk formatio reticularis yang memainkan peranan penting dalam mempengaruhi tingkat kesadaran. TRACTUS SPINO-OLIVARIUS Akson memasuki medula spinalis ganglion radik posterior dan berakhir pada neuron ordo ke dua yang tidak diketahui dalam columna grisea posterior. Akson dalam neuron ordo kedua melintasi garis tengah dan naik sebagai tractus spino-olivarius dalam substantia alba pada sambungan columna anterior dan lateralis. Akson ini berakhir dengan bersinap pada neuron ordo ketiga dalam nuklei olivarius medula oblongata. Akson ini melintasi garis tengah dan

84

memasuki cerebellum melalui pedunculus cerebellaris inferior. Tractus spinoolivarius mengalirkan informasi dari organ-organ kulit dan proprioseptif ke cerebellum. TRACTUS SENSORIK VISERALIS Sensasi yang timbul dari visera berlokasi dalam toraks dan abdomen memasuki medula spinalis melalui radiks posterior. Badan-badan sel neuron orde pertama terletak dalam ganglion radiks posterior. Prosesus tepi sel ini menerima impuls saraf dari ujung reseptor regangan dan nyeri dalam visera. Prosesus sentral, setelah masuk medula spinalis bersinaps dengan neuron orde kedua dalam substansia grisea, kemungkinan ke dalam columna grisea anterior atau lateralis Akson-akson neuron orde kedua diduga bersatu dengan traktus spinothalamicus dan naik serta barakhir pada neuron orde ketiga dalam nukleus posterolateral ventral thalamus. Tujuan akhir akson neuron orde ketiga kemungkinan terdapat pada girus postcentralis korteks serebri. banyak serabut viseral aferen yang memasuki medula spinalis bercabang dan berpartisipasi dalam aktifitas refleks.(7) TRAKTUS DESENDEN MEDULA SPINALIS Neuron motorik dalam kolumna grisea anterior medula spinalis mengirimkan akson-akson untuk menginervasi otot skelet melalui radiks-radiks anterior medula spinalis. Neuron-neuron motorik ini disebut sebagai lower motor neuron dan merupakan lintasan umum akhir ke otot. Lower motor neuron secara konstan mengalami pemboman impuls saraf yang turun dari medula oblongata, pons, otak tengah dan korteks serebri. Demikian juga dengan impuls yang masuk sepanjang serabut sensorik radiks posterior. Serabut saraf yang turun dalam substantia alba dari pusat saraf supraspinal dipisahkan menjadi berkas saraf yang dipisahkan menjadi berkas saraf yang disebut traktus desenden. Neuron-neuron supraspinal ini beserta traktusnya

85

disebut upper motor neuron dan memberikan banyak lintasan terpisah yang dapat mempengaruhi aktifitas motorik. ORGANISASI ANATOMIS Pengendalian akitifitas otot skelet dari kortek serebri dan pusat-pusat lebih tinggi lainya dihantarkan melalui susunan saraf boleh suatu seri-seri neuron. Lintasan desenden kortek serebri seringkali terbentuk dari tiga neuron : 1. Neuron ordo pertama, mempunyai badan sel dalam kortek serebri. Aksonya turun untuk bersinaps pada neuron orde kedua, suatu neuron internunseal yang terletak dalam columna grisea anterior medula spinalis 2. Neuron orde kedua pendek dan bergabung dengan neuron orde ketiga yaitu lower motor neuron dalam kolumna grisea anterior. 3. Neuron orde ketiga menginervasi otot skelet melalui radiks anterior nervus spinalis. FUNGSI TRAKTUS DESCENDEN Traktus kortikospinalis merupakan lintasan yang berkaitan dengan gerakan terlatih, berbatas jelas, volunter terutama bagian distal anggota gerak. Traktus retikospinalis dapat mempermudah atau menghambat aktifitas neuron motorik alfa dan gamma pada kolumna grisea anterior sehingga mempermudah atau menghambat gerakan volunter dan aktifitas refleks. Traktus spinotectalis berkaitan dengan gerakan refleks postural sebagai respon terhadap stimulasi visual. Serabut-serabut yang berhubungan dengan neuron simpatis dalam kolumna grisea lateralis berkaitan dengan refleks pupilodilatasi sebagai respon terhadap keadaan gelap. Traktus rubrospinalis bertindak baik terhadap neuron motorik alpa dan gama pada kolumna grisea anterior dan mempermudah aktifitas otot ekstensor. Traktus vestibulospinalis bekerja pada neuron motorik dalam kolumna grisea anterior mempermudah otot ekstensor, menghambat aktifitas otot fleksor yang berkaitan dalam keseimbangan. Traktus olivospinalis berkaitan

86

dalam aktifitas muskuler. Serabut otonomik desenden berkaitan dengan pengendalian aktifitas viseral.

TRACTUS CORTIKOSPINALIS Serabut corticospinal timbul sebagai akson sel-sel piramidal yang terletak dalam lapisan kelima kortek cerebri sepertiga berasal dari kortek motorik primer (area 4), sepertiga dari kortek motorik sekunder (area 6), sepertiga dari area parietalis (area-area 3, 1, dan 2 ); sehingga, duapertiga dari serabut timbul gyrus precentralis serta sepertiga timbul dari gyrus postcentralis. Karena stimulus listrik terhadap bagian-bagian berbeda dari gyrus precentralis menimbulkan kontraksi bagian-bagian berbeda dari sisi tubuh yang berlawanan, kita dapat mewakili bagian tubuh pada cortex ini. Perhatikan bahwa daerah yang mengendalikan muka terletak di inferior dan anggota gerak bawah terletak di superior dan pada permukan medial hemisfer. Homunculus merupakan gambaran tubuh yang mengalami distorsi, dengan berbagai bagian yang mempunyai ukuran yang sebanding dengan daerah cortek cerebri yang diperuntukan bagi pengendalianya. Traktus kortikospinalis turun sepanjang medula spinalis dimana serabutnya berakhir dalam kolumna grisea anterior semua segmen-segmen medula spinalis. Sebagian besar serabut kortikospinal bersinaps dengan neuron internunsial, yang pada giliranya bersinaps dengan neuron motorik alpa dan beberapa neuron motorik gama. Hanya serabut kortikospinal terbesar bersinaps langsung dengan neuron motorik. Penting untuk dimengerti bahwa traktus kortikospinalis tidak merupakan satu-satunya lintasan yang melayani gerakan volunter. Malahan, membentuk lintasan yang bersesuaian dengan kecepatan dan ketangkasan pada gerakangerakan volunter dan karena itu digunakan dalam melakukan gerakan-gerakan terlatih yang cepat. Banyak gerakan volunter dasar, sederhana ini diduga dihantarkan oleh traktus-traktus descenden lain.

87

CABANG TRAKTUS KORTIKOSPINALIS 1. Cabang ini diberikan secara dini pada saat turun dan kembali ke korteks serebri untuk menghambat daerah korteks yang berdekatan. 2. Cabang ini melintas ke nuklei lentiformis dan caudati,nukleus rubrum,nukleus orifarius serta formatio retikularis . cabang ini menjaga agar daerah-darah subcortikal mendapat informasi mengenai aktivitas kortikal. Sekali dalam keadaan waspada daerah-daerah subkortikal bereaksi dan mengirimkan impuls ke neuron motorik alpha dan gamma melalui lintasan desendens lainnya. TRAKTUS RETICULOSPINALIS Diseluruh otak tengah, pons dan medula oblongata terdapat kelompokkelompok sel-sel saraf dan serabut saraf yang tersebar dan secara kolektif dikenal sebagai formatio reticularis. Dari pons, nueron ini mengirimkan akson-akson, yang sebagian besar tidak menyilang, ke medula spinalis dan membentuk tractus reticulospinalis medula pontine. Dari medula neoron-neuron yang sama mengirimkan akson secara menyilang dan tidak menyilang terhadap medula spinalis lalu membentuk traktus retikulospinalis medularis. Serabut retikulospinalis dari pons turun melalui kolumna alba anterior, sementara serabut dari medula oblongata turun dalam kolumna alba lateralis. Kedua sel serabut ini memasuki kolumna grisea anterior medula spinalis dan mempermudah atau menghambat aktifitas dari neuron motorik alpa dan gama. Dengan cara ini traktus retikulospinalis mempengaruhi gerakan-gerakan volunter dan aktifitas reflek. Saat ini diduga bahwa serabut retikulospinalis termasuk serabut otonom descenden. Karena itu traktus retikulospinalis memberikan suatu lintasan melalui hipotalamus dapat mengendalikan aliran keluar simpatik dan parasimpatik. TRAKTUS TECTOSPINALIS

88

Serabut traktus ini timbul sel-sel saraf dalam kolikulus superior otak tengah. Sebagian besar serabut ini menyilang garis tengah segera setelah keluar dari asalnya dan turun melalui batang otak yang berdekatan melalui fasikulus longitudinalis medialis. Traktus tectospinalis turun melalui kolumna alba anterior medula spinalis berdekatan dengan fisura mediana anterior. Sebagian besar serabut berakhir dalam kolumna grisea anterior segmen-segmen cervikalis bagian atas medula spinalis dengan cara bersinaps dengan neuron internonsea. Serabut ini diduga mengurusi gerakan-gerakan refleks postural sebagai respon terhadap stimulus visual. TRAKTUS RUBROSPINALIS Nukleus rubrum terletak dalam tegmentum otak tengah setinggi kolikulus superior. Akson-akson neuron dalam nukleus ini menyilang garis tengah setinggi nukleus dan turun sebagai traktus rubrospinalis melalui pons dan medula oblongata untuk memasuki kolumna alba lateralis medula spinalis. Serabut yang berakhir dengan cara bersinaps dengan neuron internosea pada kolumna grisea anterior medula spinalis. Neuron-neuron nukleus rubrum menerima impuls aferen melalui hubungan dengan korteks serebri dan serebelum. Keadaan ini diduga merupakan suatu lintasan tidak langsung yang penting dengan korteks serebri dan serebelum yang mempengaruhi aktifitas neuron motorik alpa dan gama medula spinalis. Traktus ini mempermudah aktifitas otot-otot fleksor dan menghambat aktifitas otot ekstensor dan grafitasi. TRAKTUS VESTIBULOSPINALIS Nuklei vestibularis terletak dalam pons dan medula oblongata di bawah atap ventrikulus keempat. Nuklei vestibularis menerima serabut aferen dari telinga dalam melalui saraf vestibularis serta dari serebelum. Neuron-neuron vestibularis merupakan asal dari akson-akson yang membentuk traktus vestibulospinalis. Traktus ini turun tanpa menyilang melalui medula spinalis dalam kolumna alba

89

anterior. Serabut ini berakhir dengan neuron internosea kolumna grisea medula spinalis. Telinga dalam dan serebelum melalui traktus ini mempermudah aktifitas otot-otot ekstensor serta menghambat aktifitas otot fleksor yang berhubungan dengan pemeliharaan keseimbangan. TRAKTUS OLIVOSPINALIS Traktus olivospinalis diduga timbul dari nukleus olivarius inferior dan turun dalam kolumna alba lateralis medula spinalis, untuk mempengaruhi aktifitas neuron motorik dalam kolumna grisea anterior. Saat ini terdapat keraguan dalam keberadaan traktus ini. SERABUT DESCENDEN OTONOMIK Pusat-pusat yang lebih tinggi susunan saraf pusat berhubungan dengan pengendalian aktifitas otonom yang terletak dalam korteks serebri, hipotalamus, kompleks amigdaloidea, formatio retikularis. Kendatipun traktus-traktus yang berbatas jelas belum diketahui, penelitian lesi-lesi medula spinalis memperlihatkan terdapatnya traktus-traktus otonom descendens dan kemungkinan membentuk bagian dari traktus retikulospinalis. Serabut ini timbul dari neuron pada pusat yang lebih tinggi dan menyilang garis tengah dalam batang otak. Diduga turut dalam kolumna alba lateralis medula spinalis dan berakhir dengan bersinaps pada sel-sel motorik otonom dalam kolumna grisea lateral pada tingkat-tingkat torakal dan lumbal atas (aliran keluar simpatis) dan tingkat sakral tengah (parasimpatis) medula spinalis. TRAKTUS INTERSEGMENTAL Traktus ascendens dan descendens pendek yang berasal dan berakhir dalam medula spinalis, terdapat dalam kolumna alba anterior lateralis dan posterior. Fungsi lintasan ini adalah saling menghubungkan neuron-neuron tingkat segmental yang berbeda, dan penting terutama dalam refleks spinal intersegmental

90

ARKUS REFLEKS Refleks dapat didefinisikan sebagai suatu respon involunter terhadap stimulus. Refleks tergantung pada integritas arkus refleks. Dalam bentuk yang paling sederhana, arkus refleks terdiri dari struktur anatomi berikut : 1. Organ reseptor 2. Neuron aferen 3. Neuron efektor 4. Organ efektor Arkus refleks seperti ini hanya melibatkan satu sinaps dan disebut arkus refleks monosinapik. Interupsi refleks pada setiap titik disepanjang perjalananya akan menghapuskan respon ini. Pada medula spinalis arkus refleks memainkan peranan penting dalam mepertahankan tonus otot yang merupakan dasar tubuh. Organ reseptor terdapat pada kulit, otot atau tendon. Badan sel neuron aferen berlokasi dalam ganglion radiks posterior, dan akson sentral neuron orde pertama ini berakhir dengan cara bersinaps pada neuron efektor. Karena serabut aferen merupakan serabut dengan diameter yang besardan menghantarkan dengan cepat dan karena hanya terdapat satu sinaps maka suatu respon yang sangat cepat merupakan hal yang memungkinkan. Pengaruh dari Pusat-pusat Neuronal yang lebih tinggi pada aktivitas reflek spinal Arkus reflek spinal segmental yang melibatkan aktivitas motorik sangat dipengaruhi oleh pusat-pusat yang lebih tinggi di otak. Pengaruh ini dihantarkan melalui traktus kortikospinalis, retikulospinalis, tektospinalis, rubrospinalis, dan vestibulospinalis. Dalam kondisi klinik seperti syok spinal, setelah penggangkatan pengaruh-pengaruh secara mendadak akibat cedera pada medula spinalis, reflek spinal segmental mengalami depresi. Jika apa yang disebut syok spinal hilang dalam beberapa minggu, reflek spinal segmental kembali dan tonus otot-otot meningkat. Apa yang disebut sebagai rigiditas decebrarasi ini disebabkan

91

oleh aktivitas yang berlebihan dari serabut saraf aferen gamma ke spindel otot, yang timbulkan oleh pelepasan neuron ini dari hubungannya dengan pusat-pusat yang lebih tinggi. Stadium berikutnya adalah paraplegia dalam extensi dengan dominasi peningkatan tonus otot extensor atas otot flexsor. Beberapa ahli nuerologi yakin bahwa kondisi ini disebabkan cedera yang tidak lengkap dari semua traktus desendes dengan traktus vestibulospinalis yang utuh. Jika semua traktus mengalami cedera, maka terjadi keadaan paraplegi dalam flexi. Dalam keadaan ini, respon-respon bersifat flexsor dan tonus otot extensor berkurang. (7) PUSAT MOTORIS DAN SENSORIS Pada corteks cerebral terdapat beberapa daerah : 1. Korteks serebral mengandung 3 jenis fungsional area yaitu motor area, sensori area, dan asosiasi area. Neuron motoris dan neuron sensoris terdapat pada motoris area dan sensoris area pada korteks serebri. Semua neuron pada korteks serebri merupakan inter neuron. 2. Setiap hemisfer terdapat fungsi motoris dan sensoris yang berlawanan pada sisi tubuh (kontralateral). 3. Sekalipun sebagian besar struktur pada 2 hemisfer kanan dan kiri simetris, tetapi tidak ada fungsi yang sama. Masing masing memiliki spesialisasi fungsi kortikal. 4. Yang sangat penting yang harus kita ingat tidak ada fungsi area pada korteks serebri yang bekerja sendirian. AREA MOTORIS Motoris area pada korteks serebri, dengan gerakan volunter yang terkontrol yang terdapat pada lobus frontalis terdiri dari motor korteks primer, premotor korteks, area broca, frontal eye field.

92

1. Motor korteks primer Motor korteks primer terletak pada girus presentralis lobus frontalis pada masing masing hemisfer (area broadman 4). Terdapat neuron yang besar yang disebut neuron piramidalis pada girus presentralis yang berfungsi untuk mengontrol gerakan volunter pada otot skelet. Pada keseluruhan bagian tubuh dipresentasikan pada motor korteks primer tiap hemisfer, dengan kata lain sel piramidal mengontrol gerakan kaki pada satu tempat dan mengontrol gerakan tangan pada lain tempat. Sebagian besar neuron pada girus ini mengontrol otot pada bagian tubuh yang spesifik pada area tertentu seperti wajah lidah dan tangan.Hal ini tergambar daerah seperti karikatur yang disebut motor homunculi. Persarafan motorik tubuh berjalan kontralateral,jadi pada girus kiri mengontrol otot tubuh bagian kanan dan sebaliknya. 2. Premotor korteks Terletak pada girus presentralis lobus frontal. Daerah ini mengontrol kemampuan motorik dalam melakukan gerakan berulang-ulang atau pola alamiah seperti memainkan alat musik dan mengetik. Daerah ini digunakan untuk gerakan yang terencana. Dengan diterimanya informasi pada korteks area yang diproses oleh pusat sensoris yang tinggi,maka gerakan terkontrol dapat dilakukan misalnya dapat mengambil sesuatu ditempat yang gelap. 3. Area broca. Area broca terdapat sepanjang anterior sampai inferior dari area promotor yang bertumpuk-tumpuk. Pada area brodman 44 dan 45. Area ini hanya terdapat pada satu hemisfer umumnya sebelah kiri dan khusus mengontrol kemampuan bicara. 4. Frontal eye field. Daerah ini terletak sebelah anterior premotor korteks dan superior area broca. Daerah ini berfungsi mengontrol pergerakan mata secara volunteer. AREA SENSORIS

93

Terdapat pada korteks serebri yaitu pada lobus parietal, insular, temporal,dan occipital. 1. Korteks primer somatosensoris. Korteks ini terletak pada girus postsentralis lobus perietalis, disebelah posterior dari korteks primer motoris ( area brodman 1-3 ). Neuron-neuron pada girus ini menerima informasi dari reseptor sensoris di kulit dan dari proprioseptor di otot skelet,sendi dan tendon. Neuron ini kemudian mengidentifikasi yang dirangsang dan kemampuan ini disebut diskriminasi partial. Dengan korteks motor primer tubuh bergerak leluasa naik dan turun berdasarkan stimulus yang masuk dan bagian hemisfer kanan menerima rangsangan dari bagian kiri tubuh. Pada manusia wajah (khususnya bibir) dan jari-jari adalah bagian tubuh yang sensitive yang terletak pada bagian terbesar dari homunculus somatosensoriks. 2. Korteks asosiasi somatosensoris. Daerah ini terletak sebelah posterior dari korteks primer somatosensoris dan mempunyai banyak sambungan dengan korteks primer somatosensoris. Fungsi daerah ini adalah untuk mengintegrasikan rangsangan yang masuk (temperature,tekanan) serta mengulangnya lewat korteks primer somatosensoris dan bisa mengenal objek yang teraba seperti ukuran bentuk dan bagian-bagiannya. Sebagai contoh: saat kita memasukkan tangan ke dalam celana,asosiasi korteks somatosensoris akan merekam hal itu seperti halnya kita mempunyai pengalaman saat meraba koin atau kunci. 3. area visual cortek primer visual terletak sebelah posterior lobus occipital, tetapi sebagian besar terletak didalam sulkus carcarina sebelah medial lobus occipital. Kortek primer visual menerima informasi yang datang pada retina mata contralateral tubuh seperti pada kortek somatosensori.

94

4. area auditory terletak pada tepi superior lobus temporalis dekat sulkus lateralis. Suara yang masuk pada telinga dalam diterima oleh reseptor menimbulkan impuls untuk ditransmisikan pada kortek primer auditori dimana interpretasinya nada tinggi, rendah dan lokasi. 5. korteks olfaktori kortek primer olfaktori terletak medial lobus temporal dan terdapat daerah kecil yang disebut lobus piriformis yang didominasi oleh uncus. Serabut aferen dari reseptor penciuman pada superior cavum nasalis mengirimkan impuls menuju traktus olfaktori dan berakhir pada kortek olfaktori dan hasilnya bisa membedakan bau-bauan 6. Kortek gustatory Daerah ini menggambarkan persepsi dari rangsangan perasa pada lidah. Lokasinya pada insula bagian dalam lobus temporalis. 7. area sensori visual kortek insula yang terletak sebelah belakang kortek gustatory digunakan untuk persepsi sensasi visceral termasuk rasa kenyang pada lambung, rasa penuh pada kandung kemih dan rasa terbakar saat kita bernafas terlalu banyak. 8. kortek vestibuler kortek ini bertanggungjawab menjaga keseimbangan, pergerakan kepala dalam suatu ruangan. Daerah ini terdapat pada bagian posterior insula bagian dalam lobus temporalis. (5) GANGGUAN SISTEM MOTORIK DAN SENSORIK

95

GANGGUAN SISTEM SENSORIK 1. Sindrom Pemotongan Jaras Sensorik. Sindrom ini bervariasi tergantung dari lokasi kerusakan sepanjang perjalanan jaras sensorik. 1. Lesi kortikal atau subkortikal dalam daerah sensorik motorik lengan atau tungkai menyebabkan parestesia dan mati rasa pada extemitas sisi yang berlawanan. 2. Lesi jaras sensorik tepat di bawah talamus menyebabkan hilangnya semua kualitas sensorik separuh tubuh kontralateral. 3. Jaras sensorik lain selain nyeri dan suhu mengalami kerusakan terjadi hipestesia pada sisi kontralateral wajah dan tubuh. 4. Jika kerusakan terbatas pada lemnikus trigeminalis dan spinotalamikus lateral pada pusat otak, tidak ditemukan sensasi nyeri dan suhu pada wajah dan tubuh kontralateral, semua kualitas sensorik lainnya tidak terganggu. 5. Keterlibatan lemniskus medialis dan traktus spinotalamikus anterior, menghilangkan semua kualitas sensorik pada bagian kontralateral tubuh kecuali sensasi nyeri dan suhu. 6. Kerusakan nukleus dan traktus trigeminal spinalis dan traktus spinotalamikus lateral, menyebabkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu pada wajah ipsilateral dan tubuh kontralateral. 7. Kerusakan funikuli posterior menyebabkan menghilangnya sensasi sikap, getaran, diskriminasi dan sensasi lain yang berhubungan dengan ataksia ipsilateral. 8. Lesi pada kornu posterior , menghilangkan sensasi suhu dan nyeri ipsilateral semua kualitas lain tetap utuh ( gangguan disosiasi sensibilitas). 9. Cedera beberapa radiks posterior yang berdekatan, diikuti oleh perestesia radikular dan nyeri,dan juga penurunan atau hilangnya semua kualitas sensorik pada masing-masing segmen tubuh. Jika

96

radiks

yang

cedera

mesuplai

saraf

dari

lengan

atau

tungkai,ditemukan hipotonia atau atonia, arefleksia dan ataksia. 10. Sindroma Cedera Funikulus Posterior 1. Hilangnya sikap dan sensasi lokomotor dengan mata tertutup pasien tidak dapat mengetahui posisi anggota tubuhnya 2. Astereognosis: dengan mata tertutup, pasien tidak dapat mengenal dan menggambarkan bentuk dan bahan dari objek yang dirabanya. 3. Hilangnya diskriminasi dua titik 4. Hilangnya sensasi getaran: pasien tidak dapat merasakan getaran dari garpu tala yang ditempelkan pada tulang
e.

Tanda romberg positif. (6)

GANGGUAN SISTEM MOTORIK LESI UPPER MOTOR NEURON LESI TRACTUS CORTICOSPINAL (TRACTUS PYRAMIDAL) 1. Tes Babinsky positif. Ingat bahwa tanda babinsky secara normal terdapat selama setahun pertama kehidupan, karena tractus kortikospinal tidak bermielin sampai akhir tahun kehidupan pertama. 2. Arefleksia abdominalis superficial. Reflek ini tergantung pada integritas tractus, yang menimbulkan eksitasi tonik pada neuron internunsial. 3. Arefleksia cremaster. 4. Kehilangan penampilan gerakan volunter terlatih yang halus. LESI TRACTUS DESCENDEN SELAIN TRACTUS CORTICOSPINAL (TRACTUS EKSTRAPIRAMIDAL) 1. Paralisa parah dengan sedikit atau tanpa adanya atrofi otot 2. Spastik atau hipertonisasi otot. anggota gerak tubuh bawah dalam ekstensi dan anggota gerak atas dipertahankan dalam keadaan fleksi

97

3. Peningkatan reflek otot serta klonus dapat ditemukan pada fleksor jari tangan,muskulus quadrisep femoris dan otot paha. 4. Reaksi pisau lipat. Mengadakan gerakan pasif suatu sendi terdapat tahanan oleh adanya spastisitas otot. LESI LOWER MOTOR NEURON 1. Paralisis flaksid otot yang disuplai. 2. Atrofi otot yang disuplai. 3. Kehilangan reflek otot yang disuplai. 4. Vasikulasi muskuler. Keadaan ini merupakan twitching otot yang hanya terlihat jika terdapat kerusakan yang lambat dari sel. 5. Kontraktur muskuler. Ini adalah pemendekan otot yang mengalami paralise, lebih sering terjadi pada otot antagonis, dimana kerjanya tidak lagi dilawan oleh otot yang mengalami paralise.
6.

Reaksi degenerasi. Dalam keadaan normal otot yang diinervasi memberikan

respon terhadap stimulus dengan cara pemberian arus paradiks atau terputus-putus dan adanya arus galvanis atau langsung. dalam hal ini jika LMN dipotong otot tidak lagi memberikan respon terhadap stimulus listrik terputus setelah kejadian tersebut,walaupun tetap memberikan respon terhadap arus langsung setelah arus tersebut hilang. (7)

SINDROM PEMOTONGAN SPESIFIK 1. LESI KORTIKAL (tumor,hematoma,infark,dll) mengakibatkan paresis tangan atau lengan kontralateral. Gerakan volunter harus, terlatih, paling sering terlibat. Terjadi monoparesis, paresis terjadi karena penjagaan traktus ekstrapiramidalis yang hampir total. Lesi kecil di kortek ada 4 menghasilkan paresis flacid dan serangan epilepsi fokal yang agak sering (epilepsi jackson).

98

2. Lesi kapsula Interna : terjadi hemiplegi spastik kontralateral karena serat piramidalis dan ekstrapiramidalis dekat satu sama lain. Traktus kortikonuklearis terlibat sehingga terjadi paralisis fasial kontralateral dan mungkin saraf hipoglosus. Kebanyakan nuklei motorik kranialis disarafi secara bilateral oleh traktus tersebut. Kerusakan cepat menyebabkan paralisis kontralateral , yang pertama-tama bersifat flacid karena efeknya seperti syok pada neuron perifer, setelah berjam-jam atau berhari-hari paralisis menjadi spastik karena serat ekstrapiramidalis juga rusak. 3. Lesi pedunkel : hasil dari lesi ini adalah hemiplegia spastik kontralateral, yang berkaitan dengan paralisis ipsilateral saraf okulomotorius. 4. Lesi pons : hasil dari lesi ini hemiplegi kontralateral dan mungkin bilateral. Tidak semua serat ekstrapiramidalis mengalami kerusakan karena serat yang berjalan ke bawah ke wajah dan nuklei hipoglosus terletak lebih dorsal, nervus fasialis dan hipoglosus mungkin tidak terkena sebaliknya mungkin ada paralisis ipsilateral saraf abdusens dan trigeminus. 5. Lesi piramida : menghasilkan hemiparesis flacid kontralateral. Tidak ada hemiplegi kerena yang rusak hanya serat piramidalis. Jaras ekstrapiramidalis terletak lebih dorsal dalam medula dan tetap utuh. 6. Lesi servikalis : keterlibatan traktus piramidalis lateral berasal dari penyakit seperti sklerosis lateral amiotropik atau multipel, mengakibatkan hemiplegia spastik ipsilateral karena traktus piramidal sudah menyilang, paralisis bersifat spastik karena serat ekstrapiramidalis yang bercampur dengan serat piramidalis juga mengalami kerusakan. 7. Lesi torakalis : interupsi pada traktus piramidalis lateral yang disebabkan penyakit seperti sklerosis lateral amiotropik atau multipel mengakibatkan monoplegia spastik ipsilateral dari tungkai. Kerusakan bilateral menyebabkan paraplegia 8. Lesi radiks anterior : kelumpuhan akibat lesi ini adalah ipsilateral dan flaccid, akibat kerusakan motor neuron bawah atau perifer

99

Lesi yang melibatkan dekusatio traktus piramidalis menghasilkan sindrom yang jarang ditemukan yaitu hemiplegia krusiata (hemiplegia alterans). (6)

Pemeriksaan Sensibilitas Eksteroseptik meliputi Rasa Raba, Rasa Nyeri dan Rasa Suhu 1. Pemeriksaan rasa raba Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas,kertas atau kain dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin.Thigmestesia berarti rasa raba halus.Bila rasa raba ini hilang disebut thigmanesthesia

100

Gambar 15 : pemeriksaan raba

2. Pemeriksaan rasa nyeri Rasa nyeri dapat dibagi atas rasa-nyeri-tusuk dan rasa-nyeri-tumpul,atau rasa nyeri cepat dan rasa nyeri lamban.Bila kulit ditusuk dengan jarum kita rasakan nyeri yang mempunyai sifattajam,cepat timbulnya dan cepat hilangnya.Nyeri serupa ini disebut nyeri-tusuk.Rasa nyeri yang timbul bila testis dipijit,timbulnya tidak segeradan lenyapnya lama sesudah dipijit.Ini disebut nyeri lamban.

101

Gambar 16 : pemeriksaan nyeri

102

Monofiliment

103

Monofiliment testing

Neuropathic Ulcer 3. Pemeriksaan rasa getar

104

Pemeriksaan rasa getar biasanya dilakukan dengan jalan menempatkan garputala yang sedang bergetar pada ibu jari kaki,maleolus lateral dan medial kaki,tibia,spina iliaka anteriorsuperior,sacrum,prosesus spinosus vertebra,sternum,clavikula,prosesus stiloideus radius dan ulna dan jari-jari.

128 Hz tuning fork

105

Gambar 17: pemeriksaan getar

4. Temperatur/suhu Pemeriksaan temperatur lebih banyak menghabiskan waktu dan sulit.Oleh sebab itu tidak merupakan pemeriksaan yang rutin seperti halnya modalitas yang lain.Serat-serat untuk rasa temperature bersama-sama atau mengikuti serat-serat untuk nyeri.Perubahan yang sedikit (lesi ringan) akan sulit diketahui.Diperiksa dengan 2 gelas/botol berisi air panas dan dingin (temperature bisa diubah-ubah/bervariasi).Dengan mata tertutup pasien diminta membedakan botol /gelas tersebut setelah disentuh di bagian badannya.

Gambar 18: pemeriksaan suhu

106

5. Pemeriksaan sensorik kortikal/diskriminatif Menentukan lokasi rangsangan (topografi),gradiasi kehalusan dari rasa raba,berat badan,semuanya ini perlu fungsi kortikal. Syarat pemeriksaan sensorik kortikal ini adalah fungsi sensorik primer (raba,posisi) harus baik dan tidak ada gangguan tingkat kesadaran ,kadang-kadang ditambah dengan syarat harus mampu memanipulir objek atau tidak ada kelemahan otot-otot tangan (pada tes barognosis). Semua defek dari integrasi sensorik dianggap atau disebut agnosia. Macam-macam gangguan fungsi sensorik kortikal adalah : GANGGUAN 2 (two) POINT TACTILE DICRIMINATION. Memeriksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota gerak secara serentak, bias memakai kompas atau calibrated dua point esthesiometer. Pada anggota gerak atau biasanya diperiksa pada ujung jari. Orang normal bisa membedakan dua rangsangan pada ujung jari bila jarak kedua rangsangan pada ujung jari tersebut lebih besar dari 3 mm. Ketajaman menentukan dua rangsangan tersebut sangat tergantung pada bagian tubuh yang diperiksa, yang terpenting adalah membandingkan kedua sisi.

Gambar 19: pemeriksaan two point of discrimination

GANGGUAN GRAPESTHESIA = GRAPHANESTHESIA Melakukan pemeriksaan dengan cara menulis beberapa angka pada bagian tubuh yang berbeda-beda dari kulit penderita. Meminta pasien mengenal angka yang digoreskan pada bagian tubuh tersebut, sementara itu mata sebaiknya ditutup. Besar tulisan tergantung pada area yang diperiksa. Alat

107

yang digunakan adalah pensil atau jarum tumpul. Pemeriksaan ini sangat tergantung pada banyak faktor yaitu derajat tekanan, kecepatan, dan besar huruf, sehingga kadang-kadang sulit membuat kesimpulan. Tetapi sekali lagi yang terpenting adalah membandingkan antara kanan dan kiri.

Gambar 20: pemeriksaan grapesthesia

GANGGUAN STEREOGNOSIS = ASTEREOGNOSIS Memeriksa pada tangan, pasien mengenal sebuah benda yang ditempatkan pada masing-masing tangan dan diminta merasakan dengan jari-jarinya. Ketidakmampuan mengenal benda dengan rabaan dan mata ditutup disebut sebagai tactile agnosia atau astereognosis. Syarat pemeriksaan sensasi protopatik dan proprioseptik harus baik

Gambar 21: pemeriksaan stereognosis

GANGGUAN BAROGNOSIS = ABAROGNOSIS Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan bentuk dan besar benda kurang lebih sama dengan berat benda. Syarat pemeriksaan adalah rasa gerak dan posisi sendi harus baik.

108

GANGGUAN TOPOGRAFI/TOPETHESIA = TOPOGNOSIA Kemampuan pasien melokalisasi rangsangan raba pada bagian tubuh tertentu. Syarat pemeriksaannya, rasa raba harus baik

ANOSOGNOSIA = SINDROMA ANTON-BABINSKY Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya kesadaran terhadap bagian tubuh yang lumpuh atau hemiplegia. Bila berat, pasien akan menolak adanya kelumpuhan tersebut dan percaya bahwa dia dapat menggerakka bagianbagian tubuh yang lumpuh dan penderita sering menelantarkan anggota tubuh yang lumpuh tersebut. Ada yang menduga bahwa penolakan dan penelantaran bagian yang lumpuh atau sakit tersebut adalah akibat gangguan spasial yang berat atau gangguan atensi yang berat.

SENSORY INATTENTION = EXTINCTION PHENOMENON Memeriksa dengan rangsangan secara serentak pada kedua titik di anggota gerak kanan dan kiri yang letaknya setangkup, sementara itu mata tertutup. Mula-mula diraba punggung tangan dan pasien diminta untuk mengenali tempat yang diraba. Kemudian meraba pada titik yang setangkup pada sisi tubuh yang berlawanan dan mengulangi pertanyaan tersebut. Setelah pasien dapat merasakan rabaan pada masing-masing sisi yang setangkup tersebut dengan baik, maka kita raba pada kedua tempat tersebut dengan tekanan yang sama besar secara serentak. Bila ada extinction phenomenon maka pasien akan merasakan rangsangan pada sisi tubuh yang sehat saja. Rangsangan bisa memakai ujung jari, kapas atau kepala jarum.

109

Gambar 22 : pemeriksaan sensory inattention

110

BAB IV REFLEKS

Baik disadari maupun tidak,tubuh kita selalu melakukan gerak. Bahkanseseorang yang tidak memiliki kesempurnaan pun akan tetap melakukan gerak. Saat kita tersenyum,mengedipkan mata atau bernapas sesungguhnya telah terjadi gerak yang disebabkanoleh kontrasi otot. Gerak terjadi begitu saja. Gerak terjadi melalui mekanisme rumit dan melibatkan banyak bagian tubuh.Terdapat banyak komponen komponen tubuh yang terlibat dalam grak iniBaik itu disadari maupun tidak disadari. Gerak adalah suatu tanggapan tehadap rangsangan baik itu dari dalam tubuh maupun dari luar tubuh. Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana untuk menjelaskan penghantaran impuls oleh saraf. Seluruh mekanisme gerak yang terjadi di tubuh kita tak lepas dari peranan system saraf. Sistem saraf ini tersusun atas jaringan saraf yang di dalamnya terdapat sel-sel saraf atau neuron. Meskipun system saraf tersusun dengan sangat kompleks,tetapi sebenarnya hanya tersusun atas 2 jenis sel,yaitu sel saraf dan sel neuroglia. Adapun berdasarkan fungsinya system saraf itu sendiri dapat dibedakan atas tiga jenis : 1. Sel saraf sensorik Sel saraf sensorik adalah sel yang membawa impuls berup rangsangan dari reseptor (penerima rangsangan), ke system saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang).SEl saraf sensorik disebut juga dengan sel saraf indera,karena berhubungan dengan alat indra. 2. Sel saraf Motorik SEl saraf motorik berfungsi membawa impuls berupa tanggapan dari susunan saraf pusat (otak atau sumsum tulang belakang) menuju to atau kelenjar tubuh. Sel saraf motorik disebut juga dengan sel saraf penggerak,karena berhubungan erat dengan otot sebagai alat gerak.

111

3. Sel saraf penguhubung Sel saraf penguhubung disebut juga dengan sel saraf konektor,hal ini disebabkan karena fungsinya meneruskan rangsangan dari sel saraf sensorik ke sel saraf motorik. Namun pada hakikatnya sebenarnya system saraf terbagi menjadi du kelompok besar : 1. Sistem saraf sadar Adalah system saraf yang mengatu tau mengkoordinasikan semua kegiatan yang dapat diatur menurut kemauan kita.Contohnya,melempar bola,berjalan,berfikir,menulis,berbicara dan lain-lain. Saraf sadar pun terbagi menjadi dua : a. Saraf pusat terdiri dari : - Otak Merupakan pusat kesadaran,yang letaknya di rongga tengkorak. - Sumsum tulang belakang Sumsum tulang belakang berfungsi menghantarkan impuls (rangsangan) dari dan ke otak,serta mengkoordinasikan gerak refleks. Letaknya pada ruas-ruas tulang belakang,yakni dari ruas ruas tulag leher hingga ke ruas-ruas tulang pinggang yang kedua. Dan dalam sumsum ini terdapat simpul simpul gerak refleks. b. Saraf Tepi Sistem saraf tepi terdiri dari sarfa-saraf yang berada di luar system saraf pusat (otak dan sumsum ulang belakang). Artinya system saraf tepi merupakan saraf yang menyebar pada seluruh bagian tubuh yang melayani organ-organ tubh tertentu,sepeti kulit,persendian,otot,kelenjar,saluran darah dan lain-lain. 2. Susunan saraf tak sadar. - Susunan saraf simpatis - Susunan saraf parasimpatis

112

Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor. Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk. Dimana gerak refleks ini merupakan gerak yang dihasilkan oleh jalur saraf yang paling sederhana. Jalur saraf ini dibentuk oleh sekuen dari neuron sensorik ,interneuron, dan neuron motorik, yang mengalirkan impuls saraf untuk tipe refleks tertentu. Gerak refleks yang paling sederhanahanya memerlukandua tipe sel saraf, yaitu neuron sensorik dan neuron motorik. Gerak refleks bekerja bukanlah dibawah kesadaran dan kemauan seseorang. Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut Kemudian bagaimanakah mekanisme gerak refleks dalam tubuh kita? Gerak refleks adalah gerak yang dihasilkan oleh jalur saraf yang paling sederhana. Jalur saraf ini dibentuk oleh sekuen neuron sensor,interneuron,dan neuron motor,yang mngalirkan impuls saraf untuk tipe reflek tertentu.Gerak

113

refleks yang paling sederhana hanya memerlukan dua tipe sel sraf yaitu neuron sensor dan neuron motor. Gerak refleks disebabkan oleh rangsangan tertentu yang biasanya mengejutkan dan menyakitkan. Misalnya bila kaki menginjak paku,secara otomatis kita akan menarik kaki dan akan berteriak. Refleks juga terjadi ketika kita membaui makanan enak , dengan keluarnya air liur tanpa disadari. Brikut skema gerak refleks Gerak refleks terjadi apabila rangsangan yang diterima oleh saraf sensori langsung disampaikan oleh neuron perantara (neuron penghubung).Hal ini berbeda sekali dengan ekanisme gerak biasa. Gerak biasa rangsangan akan diterimaleh saraf sensorik dan kemudian disampaikan langsung ke ota. Dari otak kemudian dikeluarkan perintah ke saraf motori sehingga terjadilah gerakan. Artinya pada gerak biasa gerakan itu diketahui atu dikontrol oleh otak. Sehingga oleh sebab itu gerak biasa adalah gerak yang disadari. Dalam praktek sehari-hari kita biasanya memeriksa 2 macam refleks, yaitu refleks dalam dan refleks superficial. Refleks Dalam (Refleks Regang Otot) Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan, dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Refleks dalam juga dinamai refleks regang otot (muscle stretch reflex). Pemeriksaan refleks Refleks patologik (abnormal) Refleks tendo dalam (miotatik) Refleks superfisialis (kulit,dan selaput lender) Refleks (organik)

114

Pemeriksaan Refleks Dalam Refleks triseps (C6,7-8 N.radialis) Refleks tendon biseps brakhialis (C5-6,N.muskulocutaneus) Refleks tenton lutut (L2-3-4,N.femoralis) Refleks tendon archilles (L5,S1-2,N.tibialis) Refleks biseps femoralis (L4-5,S1-2,N.ischiadicus) Refleks maseter Refleks periosteum radialis (C5-6,N.radialis) Refleks periosteum ulnaris (C8,T.1,N.pektoralis medialis et lateralis) Refleks otot dinding perut (bagian atas :T8-9,bagian tengah:T9-10,bagian bawah :T11-12) Pemeriksaan Refleks Patologik Extensor plantar response (Babinski sign) Penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan. Pergelangan kaki pasien dipegang dengan tujuan supaya kaki tetap pada tempatnya. Untuk menstimulasi digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan agar tidak menimbulkan nyeri karena dapat menimbulkan refleks menarik kaki (flight reflex). Goresan dilakukan pada bagian lateral dari telapak kaki, mulai tumit menuju pangkal jari. Refleks babinski positif jika terjadi gerakan dorsofleksi ibu jari serta pengembangan jari-jari kaki.

115

normal

Gambar 25 : Babinski sign

Gerakan reflektorik sebagaimana yang tersebut di atas dapat dibangkitkan dengan cara-cara lain. Metode metode perangsangan yang berbeda-beda itu antara lain:

Refleks Chaddock

116

Pemberian stimuli/ rangsangan dengan penggoresan terhadap kulit dorsum pedis bagian lateral atau penggoresan di sekitar maleolus eksterna.

Gambar 26 : Chaddock reflex

Refleks Oppenheim Pengurutan dari proksimal ke distal secara keras dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit yang menutupi os tibia, atau, Pengurutan dilakukan dengan menggunakan sendi interfalangeal jari telunjuk dan jari tangan yang mengepal.

117

Gambar 27 : Oppemheim reflex

Refleks Gordon Stimulasi dengan memencet betis secara keras

Gambar 28 : Gordon reflex

Refleks Schaeffer Stimulasi dengan memencet tendon Achilles secara keras.

118

Gambar 29 : Schaeffer reflex

Refleks Gonda Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya.

Gambar 30 : Gonda reflex

Refleks Bing Dibangkitkan dengan memberikan rangsangan tusuk pada kulit yang menutupi metatarsal kelima.

Gambar 31: Bing reflex

Refleks Rossolimo Mengetuk ketuk kaki bagian terdepan maka akan timbul fleksi jari-jari kaki di sendi sendi interphalangeal.

119

Gambar 32 : Rossolimo reflex

Refleks Mendel-Becheterew Mengetuk ketuk kulit dorsum pedis yang menutupi os kuboid maka akan timbul fleksi jari-jari kaki di sendisendi interphalangeal.

Gambar 33 : Mendel-Bechterew reflex

Refleks patologik di tangan Refleks Hoffmann Sikap tangan pasien dan tangan si pemeriksa seperti pada gambar berikut

120

Stimulus: goresan pada kuku jari tengah pasien dengan ujung kuku ibu jari si pemeriksa. Respons: jari telunjuk terutama ibu jari dan jari-jari lainnya berfleksi sejenak tiap kali kuku jari tengah pasien digores.

Gambar 34 : Hoffmann reflex

Refleks Wartenberg Sikap tangan pasien dan tangan si pemeriksa seperti pada gambar berikut

Gambar 35 : wartenberg reflex

Stimulus: ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada phalangs kedua dan distal jari-jari pasien. Respons: fleksi jari-jari pasien yang dapat dilihat/ dirasakan oleh pemeriksa

121

Refleks Mayer Sikap lengan pasien dipegang oleh si pemeriksa menekukkan jari tengah pasien secara maksimal ke arah telapak tangan. Respons: pada orang sehat ibu jari akan beroposisi, jika ada kerusakan pada susunan piramidal maka ibu jari tidak beroposisi. Refleks Leri Sikap lengan diluruskan dengan bagian ventralnya menghadap ke atas Stimulus: tangan pasien ditekuk secara maksimal di pergelangan tangan oleh si pemeriksa Respons: pada orang sehat lengan bawah akan menekuk di sendi siku, jika ada kerusakan pada susunan piramidal maka gerakan fleksi di siku tidak timbul. Refleks Grewel pronasi-abduksi Sikap lengan pasien setengah difleksikan di siku dengan lengan bawahnya dalam posisi antara pronasi dan supinasi. Stimulus: tangan pasien secara maksimal dan mendadak dipronasikan oleh si pemeriksamencolek-colek ujung jari tengah Respons: pada orang sehat timbul gerakan reflektorik yang terdiri abduksi lengan atas, jika ada kerusakan pada susunan piramidal maka gerakan reflektorik tersebut tidak timbul. Refleks patologik pertanda regresi Gerakan reflektorik yang bangkit secara fisiologik pada bayi dan tidak didapatkan pada anak-anak yang besar maupun orang dewasa. Fenomena ini menandakan kemunduran fungsi susunan saraf pusat. Adapun refleks-refleks yang menandakan proses regresi antara lain Snout reflex

122

Stimulus: perkusi pada bibir atas. Respons: bibir atas dan bawah menjungur atau kontraksi otot otot di sekitar bibir atau di bawah hidung.

Gambar 36 : Snout reflex

Refleks memegang Stimulus: penekanan atau penempatan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien. Respons: tangan pasien mengepal.

123

Gambar 37 : graspping reflex

Refleks palmometal Stimulus: goresan dengan ujung pensil atau ujung gagang palu refleks terhadap kulit telapak tangan bagian tenar. Respons: kontraksi M.mentalis dan orbikularis oris ipsilateral.

Reflek leher tonik Stimulus: kepala diputar ke samping. Respons: lengan dan tungkai yang dihadapi menjadi hipertonik dan dalam posisi ekstensi, sedangkan lengan dan tungkai di balik wajah menjadi hipertonik dalam sikap fleksi. Refleks ini dapat dijumpai pada orang-orang dengan demnsia, proses desak ruang intrakranial, paralisis pseudobulbaris dan sebagian penderita sindroma post stroke.

Pemeriksaan Refleks Tendon Dalam Hasil pemeriksaan refleks dalam merupakan informasi penting yang sangat menentukan. Maka dari itu pembangkitan refleks tendon dan penilaiannya harus tepat. Hal- hal yang perlu diperhatikan ialah sebagai berikut: Tekhnik pengetukan dan sasaran ketukan harus tepat. Sikap anggota gerak yang simetrik, santai dan tidak boleh tegang. Pengetukan dilakukan dengan intensitas yang berbeda-beda pada refleks tendon yang sepadan. Penilaian / penderajatan refleks sesuai dengan tabel di atas. Adapun pemeriksaan refleks refleks dalam yang akan dilakukan antara lain: Refleks tendon biseps brakhialis (C.5-6, N.muskulokutaneus) Sikap lengan pasien setengah ditekuk di sendi siku. Menempatkan ibu jari di atas tendon otot biseps.

124

125

Gambar 38 : biceps reflex

Kemudian ibu jari diketuk . Responnya berupa fleksi lengan di siku. Refleks triseps ( C6,7-8, N.radialis) Sikap lengan bawah pasien setengah difleksikan di sendi siku dan sedikit dipronasikan. Tendon otot triseps diketuk.

Gambar 39 : triceps reflex

Responnya berupa ekstensi lengan bawah di sendi siku. Refleks tendon lutut ( L2-3-4, N.femoralis) Pemeriksaan refleks tendon lutut dapat dilakukan dalam 3 posisi yaitu: Pasien duduk dengan kedua kakinya digantung. Pasien duduk dengan kedua kakinya ditapakkan di atas lantai. Pasien berbaring telentang dengan tungkai yang difleksikan di sendi lutut.

Gambar 40 : patellar reflex

126

Stimulasi berupa ketukan tepat pada tendon patela yang mana respon dari pasien berupa tungkai bawah berekstensi. Untuk mempermudah timbulnya refleksi tendon patela dan untuk mengalihkan perhatian pasien , maka pasien disuruh untuk menarik kedua tangan yang saling berkaitan pada jari-jarinya. Hal ini dikenal sebagai jendrasic maneuver. Refleks biseps femoris( L.4-5,S.1-2, N.ischiadicus) Pasien diminta untuk berbaring terlentang dengan tungkai sedikit ditekuk di sendi lutut. Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon M.biseps femoris lalu diketuk, maka responnya berupa kontraksi otot biseps femoris. Refleks tendon achilles( L.5,S.1-2, N.tibialis) Pemeriksaan refleks ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu; Kemudian mengetuk tendon Achilles.

Gambar 41 : Achilles reflex

Responnya berupa plantarfleksi kaki. Refleks maseter Pasien diminta untuk sedikit membuka mulutnya dan selama membuka mulut diminta untuk mengeluarkan suara 'aaaaaa' Pemeriksa menempatkan jari telunjuk tangan kirinya di garis tengah dagu dan dengan palu refleks dilakukan pengetukan dengan tangan kanan pada jari telunjuk tangan kiri. Jawaban yang diperoleh adalah kontraksi otot maseter dan temporalis bagian depan yang menghasilkan penutupan mulut secara tiba-tiba.

127

Refleks ini hilang pada paralisis nuklearis dan infranuklearis N.trigeminus dan meninggi pada lesi supranuklear N.trigeminus, terutama bila lesinya bilateral. Refleks periosteum radialis (C5-6, N.radialis) Sikap lengan bawah pasien setengah difleksikan di sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan. Periosteum ujung distal os radii diketuk Responnya berupa fleksi lengan bawah di siku dan supinasi lengan / tangan. Refleks periosteum ulnaris ( C.8, T.1, N.ulnaris) Sikap lengan bawah pasien setengah ditekuk di sendi siku dan sikap tangan antara pronasi dan supinasi. Periosteum prosesus stiloideus diketuk sehingga menimbulkan respon pronasi tangan karena kontraksi otot pronator kwadratus. Refleks pektoralis( C.5, T.1,N. pektoralis medialis et lateralis) Pasien diminta untuk berbaring telentang dengan kedua lengan lurus di samping badan. Kemudian jari pemeriksa ditempatkan pada tepi lateral otot pektoralis dan diketuk. Responnya berupa kontraksi otot pektoralis. Refleks otot dinding perut ( bagian atas: T8-9, bagian tengah : T9-10, bagian bawah : T11-12). Pasien diminta berbaring telentang dengan kedua lengan lurus disamping badan. Memberi stimulasi berupa ketukan pada jari atau kayu penekan lidah yang ditempatkan pada bagian atas, tengah, dan bawah dinding perut. Responnya berupa otot dinding perut yang bersangkutan mengganjal. Pemeriksaan Refleks Superfisialis Refleks kornea

128

Pasien diminta melirik ke atas atau ke samping, lalu di goreskan pada satu sisi seutas kapas pada korneanya yang mana goresan tersebut membangkitkan kedipan kelopak mata atas reflektorik secara bilateral.

Gambar 42 : refleks kornea

Reflek kornea ini negatif pada paralisi nervus fasialis perifer Refleks bersin Timbulnya bangkis reflektorik atas perangsangan mukosa hidung dengan cara mengitik-itiknya (sehingga timbul kontraksi otot-otot fasialis ipsilateral = refleks nasal Bechterew). Refleks kulit dinding perut Kulit dinding perut di gores dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau ujung kunci Penggoresan dilakukan dari samping menuju ke garis tengah perut pada setiap segmen, yaitu segmen epigastrik, supraumbilik, umbilik dan infra umbilik. Refleks kulit dinding perut hilang pada lesi piramidalis. Refleks kremaster Penggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau ujung kunci pada kulit paha bagian medial. Responnya berupa elevasi testis ipsilateral. Refleks ini menghilang pada lesi di segmen L.1-2, pada lansia, jika ada hidrosel, varikosel, ataupun arkhitis dan epididimitis Refleks gluteal

129

Dengan penggoresan atau penusukan pantat (bokong) dengan jarum atau gagang palu refleks. Responnya berupa gerakan reflektorik otot gluteus ipsilateral Refleks ini menghilang jika terdapat lesi di segmen L.4-S.1. Refleks anal eksterna Dengan cara penggoresan atau ketukan pada kulit atau mukosa daerah perianal. Responnya berupa gerakan reflektorik dari kontraksi otot sphingter ani eksterna. Refleks plantaris (strumpell) Dengan cara penggoresan pada kulit telapak kaki yang mana responnya pada orang sehat berupa plantarfleksi dan fleksi semua jari kaki . Dikatakan responnya abnormal jika terjadi ekstensi serta pengembangan jari-jari kaki dan elevasi ibu jari kaki. Respon patologik ini merupakan salah satu tanda lesi di sistem piramidal.

130

DAFTAR PUSTAKA

Hall and Guyton. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Lumbangtobing, S.M. Prof. DR. Dr. 2004. NEUROLOGI Klinik Pemeriksaan Fisik Dan Mental. Hal 88-145. Jakarta : FKUI Sidharta, Priguana M.D, Ph.D. 1999. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Hal 393-408. Jakarta : DIAN RAKYAT

131

Anda mungkin juga menyukai