Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN TUTORIAL I

KEPERAWATAN GERONTIK

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. ADELLA SHAFIRA PURNOMO PUTRI ( 21119090 )
2. ALMA META ( 21119091 )
3. ANDRI PURNAMA SARI ( 21119092 )
4. ANUGRAH PRATAMA ( 21119093 )
5. AURELLIA MEILAN SAPUTRI ( 21119094 )
6. AYUNING TYAS SEPTIANINGRUM ( 21119095 )
7. BAMBANG ARI ANGGARA ( 21119096 )
8. DEPI ANGGRAINI ( 21119097 )
9. DIANA RAFFIDAH ARIGA ( 21119098 )
10. DWI SEPDIANTI ( 21119099 )
11. EKO AFRIZAL ( 21119101 )

DOSEN PENGAMPUH : Yudi Abdul Majid, S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH


PALEMBANG 2022/2023
Ketua : Bambang Ari Anggara

Sekretaris : Ayuning Tyas Septianingrum

SKENARIO KASUS I

Ny. Isa, usia 68 tahun yang dirawat di panti lansia sejak 1 tahun yang lalu dikunjungi
oleh dokter karena pasien mengeluh terkadang air seni menetes di celana bila pasien batuk
atau bersin. Menurut pasien pernah didiagnosis oleh dokter puskesmas menderita darah
tinggi sejak 6 bulan dan mendapatkan obat darah tinggi berupa captopril 3x12,5 mg. Akhir-
akhir ini pasien tidak mengikuti pengajian rutin di masjid sekitar panti dan kegiatan senam
lansia karena pasien harus menggunakan popok celana sehingga pasien lebih senang tinggal
di dalam kamarnya. Pasien adalah pensiunan PNS dan pendidikan terakhir S1 dengan 7
orang anak. Suami pasien meninggal sejak 1 tahun yang lalu. Semua anak pasien sudah
berkeluarga namun jarang berkunjung karena sibuk dengan urusan masing-masing.
Ny. Isa melaporkan kepada dokter, bahwa selama dirawat belum ada edukasi dari
perawat mengenai keluhannya. Dokter akhirnya menyarankan perawat untuk melakukan
edukasi yang bertugas di kamar pasien tersebut namun perawat keberatan karena selama ini
merasa sudah memberikan edukasi kepada pasien.

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis

Tanda vital: TD berbaring 160/80 mmHg, duduk 150/80 mmHg, Nadi 82x/menit, RR 20
x/menit, Temp 36,6o C, Tinggi badan (setelah dikonversi tinggi lutut) : 155 cm, BB: 65 kg,

Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak


ikterik
Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP 5-2 cm H2O Thoraks:
simetris, retraksi tidak ada
- Jantung: batas jantung normal, iktus kordis tidak tampak, bunyi jantung normal,
bising jantung tidak ada
- Paru: stem fremitus normal, suara nafas
vesikuler normal Abdomen: datar, lemas, nyeri tekan (-),
bising usus normal Ekstremitas: edema -/-

Penilaian skor CGA; Activity Dailing Living (ADL)=20, Geriatric Depresion Scale-
4(GDS 15)=7, Clock Drawing Test (CDT)=4, Mini Nutrionl Assessment Short Form
(MNA SF)= 12
Pemeriksaan Laboratorium :

Darah: Hb = 12 gram /dl, leukosit : 9.000/uL, trombosit :200.000/uL Gula darah sewaktu :
100mg/dl.

Urin Rutin: Darah: negatif, Nitrit: negatif, leukosit ekstrease: negatif, sedimen: negative.

STEP I – KLASIFIKASI ISTILAH

1. Iktus Kordis
Jawab : Denyut jantung yang berasal dari apek jantung (bagian luar jantung yang terletak
paling ujung) (Depi Anggraini)
2. GDS
Jawab : GDS adalah kadar gula darah yang diambil kapan saja alias tidak memperhatikan
waktu makan. (Eko Aprizal)
3. MNA-SF
Jawab : MNA-SF adalah Alat yang dikembangkan untuk mengevakuasi dan
mengidentifikasi status gizi pada lansia untuk mencegah mal nutrisi dini dan pengobatan
(Dwi Sepdianti)
4. CDT (CLOCK DRAWING TEST)
Jawab : CDT (Clock Drawing Test) adalah suatu metode penelitian untuk mendeteksi
gangguan kognitif atau pengetahuan (Bambang Ari Anggara)
5. ADL
Jawab : Activity Daily Living adalah suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang
dalam melakukan aktivitas secara mandiri (Alma Meta)
6. Inkontinensia
Jawab : Inkontinensia adalah kehilangan kandung kemih yang bervariasi mulai keluarnya
sedikit urin saat bersin, batuk, atau tertawa, hingga sepenuhnya tidak dapat menahan
kencing. (Diana Raffidah A)
7. Kongjungtiva
Jawab : Kongjungtiva adalah selaput bening yang menutup sklera dan bagian dalam
kelopak mata (Adella Shafira P.P)
8. KGB
Jawab : KGB adalah bagian dari system kekebalan tubuh yang berfungsi melawan infeksi
akibat bakteri virus dan parasit (Aurel Meilan S)
9. Sklera tidak ikterik
Jawab : Sklera tidak kuning (Andri Purnama Sari)
10. Geriatric Depression
Jawab : Cabang ilmu kedokteran yang berfokus pada penanganan, diagnosis, serta
pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan yang menyerang kalangan lansia
(Ayuning Tyas Septianingrum)
11. Fremitus
Jawab : Fremitus adalah pemeriksaan untuk mengetahui getaran suara dari saluran nafas
(Bambang Ari Anggara)

STEP II – RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang seharusnya diedukasikan oleh perawat pada pasien terkait kasus tersebut?
(Alma Meta)
2. Apakah ada terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan diagnose inkontinensia urine
seperti pada kasus ? (Adella Shafira P.P)
3. Apa yang menyebabkan air seni yang menetes pada celana bila pasien batuk atau bersin?
(Andri Purnama Sari)
4. Apa saja yang harus diklarifikasi terkait pemberian edukasi yang dilakukan pasien ?
(Ayuning Tyas Septianingrum)
5. Apakah pasien yang sudah lanjut usia dengan penderita darah tinggi dapat disembuhkan
secara total ? (Eko Afrizal)
6. Apakah berat badan mempengaruhi pembentukkan urine ? (Diana Raffidah A)
7. Bagaimana seharusnya sikap dokter dalam menanggapi pasien lansia? (Depi Anggraini)

STEP III – HIPOTESIS

1. Apa yang seharusnya diedukasikan oleh perawat pada pasien terkait kasus tersebut?
(Alma Meta)
Jawab : penjelasan tentang jenis inkontinensia yang dialami oleh pasien, prognosis, factor
etiologic yang mendasari inkonten serta tanda bahaya yang dapat terjadi. (Aurellia
Meilan Saputri)
2. Apakah ada terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan diagnose inkontinensia urine
seperti pada kasus ? (Adella Shafira P.P)
Jawab : Terapi kekuatan otot dasar panggul, terapi suntik botox untuk melemaskan otot
kandung kemih yang terlalu aktif, bleder training (Andri Purnama Sari)
3. Apa yang menyebabkan air seni yang menetes pada celana bila pasien batuk atau bersin?
(Andri Purnama Sari)
Jawab : Keluarnya air seni saat batuk terjadi karena melemahnya otot dan jaringan yang
menjadi bagian dari kandung kemih serta otot yang mengatur pelepasan urine kandung
kemih akan berkembang saat berisi air seni apabila dalam keadaan normal. (Dwi
Sepdianti)
4. Apa saja yang harus diklarifikasi terkait pemberian edukasi yang dilakukan pasien ?
(Ayuning Tyas Septianingrum)
Jawab : Pada kasus, yang perlu di klarifikasi yaitu cara kerja dokter menegur perawat
tentang edukasi pada pasien. (Bambang Ari Anggara)
5. Apakah pasien yang sudah lanjut usia dengan penderita darah tinggi dapat disembuhkan
secara total ? (Eko Afrizal)
Jawab : Penyakit darah tinggi tidak bisa sembuh dan harus minum obat untuk
mengendalikannya dengan tekanan darah yang lebih terkontrol untuk menghindari resiko
seseorang terkena serangan jantung, stroke, gagal ginjal, kebutaan dan penyakit lainnya.
(Dwi Sepdianti)
6. Apakah berat badan mempengaruhi pembentukkan urine ? (Diana Raffidah A)
Jawab : Berat badan berlebihan meningkatkan tekanan pada kandung kemih dan otot-otot
disekitarnya yang melemahkannya sehingga memungkinkan urine bocor saat seseorang
batuk atau bersin. (Alma Meta)
7. Bagaimana seharusnya sikap dokter dalam menanggapi laporan pasien lansia? (Depi
Anggraini)
Jawab :
Sikap dokter yang harus dilakukan adalah dengan mengajak perawat dan keluarga untuk
berdiskusi tentang hasil laporan lansia tersebut, karena apabila dokter langsung
menyampaikan laporan tersebut kepada lansia takutnya lansia tersebut akan susah untuk
mengerti apa yang disampaikan. (Eko Afrizal)

STEP IV – PATHWAY

Adanya Obstruktif kandung


MK : Kekurangan kemih, penurunan otot detrusor,
Volume Cairan otot sfingter uretra melemah,
kehilangan fungsi kognitif

Intake dan Output Tekanan kandung


yang tidak seimbang kemihh > uretra

Pengeluaran urine
Tidak dapat mengontrol Keluar malam/siang
yang sering
keluarnya urine

Urine yang bersifat


Mengganggu
asam mengiritasi INKONTINENSIA URINE aktifitas, tidur
kulit

Genitalia eksterna MK : Gangguan


Daerah Genitalia basah pola tidur
lembab

Urin tersisa dicelana


Menimbulkan lecet
Tubuh berbau pesing
MK : Gangguan
Integritas Kulit
Malu saat
bersosialisasi

MK : Resiko harga
diri rendah

STEP V – LO

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pengertian inkontinensia urine tipe


tekanan (Adella Shafira P.P)
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan fatofisiologi inkontinensia urine (Alma
Meta)
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami fatofisiologi dari stress (Bambang Ari
Anggara)
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi dari inkontinensia urine
(Ayuning Tyas Septianingrum)
5. Mahasiswa mampu dan memahami trend dan issue pada inkontinensia urine pada lansia
(Dwi Sepdianti dan Andri Purnama Sari)
6. Mahasiswa mampu dan memahami tanda dan gejala dari stress (Eko Afrizal)
7. Askep Inkontinensia Urine (Ayuning Tyas Septianingrum)

STEP VI – BELAJAR MANDIRI

Mahasiswa mencari materi dari beberapa sumber yang terpecaya.


STEP VII – INFORMASI

KONSEP DASAR

A. Pengertian Inkontinensia Urine


Inkontinensia Urin tipe Tekanan (IUT) adalah keluarnya air seni tanpa disadari
selama beraktivitas seperti batuk, bersin, mengangkat berat, tertawa atau sedang berolah-
raga. (International Urogynecological Association)

Stress Incontinence adalah pengeluaran urin secara tidak sadar yang disebabkam
oleh peningkatan tekanan intra abdominal oleh suatu aktivitas seperti batuk, bersin,
tertawa atau aktivitas lain yang dapat meningkatkan tekanan intra abdominal.
Inkonetinenaia urin tipe tekanan/Stress urinary incontinence ( SUI ) SUI adalah
inkonetinensia urin yang dialami saat sedang melakukan aktivitas fisik, batuk maupun
bersin. (Thomas S. 2001)

B. Patofisiologi Inkontinensia Urine


Frekuensi buang air kecil yang lebih dari normal, disebabkan karena terjadinya
perubahan pada system perkemihan lansia yang terjadi pada ginjal mengalami
pengecilan dan nefron menjadi atrofi. Aliran ginjal menurun, fungsi tubuh berkurang
mengakibatkan Blood Urea Nitrogen meningkat, berat jenis urin menurun serta nilai
ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Pada kandung kemih otot-otot menjadi
lemah sehingga kapasitasnya menurun yang menyebabkan frekuensi urin meningkat.

Terjadinya kelemahan pada otot dan dasar panggul ini lah yang mengakibatkan
terjadinya inkontinensia urin yaitu buang air kecil yang lebih dari 8 kali sehari. Terdapat
empat klasifikasi yaitu inkontinensia stres, urgensi, hiperrefleksia detrusor, dan overflow.
Patofisiologi pada inkontinensia stres diakibatkan adanya kebocoran urine saat
terjadittekanan pada intraaabdomen yang melebihi tekanan uretra seperti ketika sedang
batuk, mengejan, atau mengangkat beban.

Patofisiologi pada inkontinensia urgensi yaitu akibat adanya ketidakstabilan otot


detruso ridiopatik yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intravesika dan
timbul kebocoran urine. Patofisiologi selanjutnya yaitu hiperrefleksia detrusor yaitu
hilangnya kontrol kortikal sehingga menyebabkankkandung kemih tidak dapat ditahan
karena tidak stabilnya kontraksi detrusor sehingga kandung kemih terisi, kemudian
terjadi refleks sakralis dan kandung kemihmmelakukan pengosongannsecara spontan.
Sedangkan patofisiologi inkontinensia overflow yaitu adanya kerusakan pada serat eferen
dari refleks sakralis yang mengakibatkan terjadinya atonia kandung kemih. Kandung
kemih terisi oleh urine dan menjadi sangatmmembesar. Misalnya timbulnya distensi
kandung kemih kronis akibat obstruksi (Kemenkes, 2014).

 Pengertian Latihan Kegel


Latihan Kegel merupakannlatihan kontraksiootot dasarppanggul dengan cara
menguatkan atau mengencangkan dan merelaksasi otot-otot kandung kemih
sehingga menjadi kuat dan berkemih bisa ditahan (Ernawati, 2016).
 Gerakan Latihan Kegel
a) Persiapan: metode latihan kegel merupakan metode yang sederhana dan
mudah dilakukan serta tanpa persiapan khusus. Waktu yang dibutuhkan tidak
terlalu lama sehingga lansia tidak akan merasa kelelahan. Latihan kegel dapat
dilakukan dimanapun dan kapanpun lansia ingin melakukan (Ernawati, 2016).
b) Pelaksanaana
- Pemanasan dilakukan sekitar 3 menit dengan melakukan gerakan tegang-
lepas. Kecepatan gerakan sekitar 1 detik pada tiap kontraksi. Kontraksi
dilakukan sebanyak 30 kali. Gerakan ini dilakukan sebanyak 3 kali dengan
fase istirahat sekitar 30 detik.
- Gerakan inti yaitu gerakan mengencangkan otot dasar panggul dengan cara
menahan atau memeras otot anus seperti menahan BAB. Selanjutnya
gerakan relaksasi atau lepaskan regangan tadi. Gerakan ini dilakukan
selama 5 detik. Gerakan inti dilakukan sebanyak 10-20 kali dan dilakukan
3-4 kali dalam sehari. Latihan kegel ini dapat dilanjutkan hingga selama 8-
12 minggu sebelum penilaian ulang dan kemungkinan rujukan untuk
pengelolaan lebih lanjut (Ernawati, 2016; Mustofa & Widyaningsih, 2009).
- Gerakan selanjutnya adalah gerakan relaksasi yang dilakukan sekitar 1-2
menit. Gerakan relaksasi yaitu dengan cara menarik napas panjang
kemudian menahan napas 1 detik, diteruskan dengan menghembuskan
lewat mulut secara perlahan sebanyak 3 kali.
C. Patofisiologi Stress
General adaptation syndrome (GAS) melibatkan sistem tubuh seperti sistem saraf
otonom dan sistem endokrin. GAS dikenal sebagai respon neuroendokrin. Gas terdiri dari
tiga tahap yaitu :

a. Reaksi Waspada (Alarm Reaction Stage)


Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran
untuk menghadapi stresor. Secara fisiologi, respons stres adalah pola reaksi saraf dan
hormon yang bersifat menyeluruh dan tidak spesifik terhadap setiap situasi apapun
yang mengancam homeostasis. Diawali oleh otak dan diatur oleh sistem endokrin dan
cabang simpatis dari sistem saraf autonom. Reaksi ini disebut juga reaksi berjuang
atau melarikan diri (fight-or-flight reaction)
b. Reaksi Resistensi (Resistance Stage)
Reaksi Resistensi adalah tahap di mana tubuh berusaha untuk bertahan menghadapi
stres yang berkepanjangan dan menjaga sumber sumber kekuatan (membentuk tenaga
baru dan memperbaiki kerusakan). Merupakan tahap adaptasi di mana sistem
endokrin dan sistem simpatis tetap mengeluarkan hormon-hormon stres tetapi tidak
setinggi pada saat reaksi waspada. Akan tetapi jika stresor terus menetap seperti pada
kehilangan darah terus menerus, penyakit melumpuhkan, penyakit mental parah
jangka panjang, dan ketidakberhasilan mengadaptasi maka invidu masuk ke tahap
kelelahan.
c. Reaksi Kelelahan (Exhaustion Stage)
Reaksi Kelelahan adalah fase penurunan resistensi, meningkatnya aktivitas para
simpatis dan kemungkinan deteriorasi fisik. Yaitu apabila stresor tetap berlanjut atau
terjadi stresor baru yang dapat memperburuk keadaan. Tahap kelelahan ditandai
dengan dominasi cabang parasimpatis dari ANS. Sebagai akibatnya, detak jantung
dan kecepatan nafas menurun. Apabila sumber stres menetap, kita dapat mengalami
”penyalit adaptasi” (disease of adaptation), penyakit yang rentangnya panjang, mulai
dari reaksi alergi sampai penyakit jantung, bahkan sampai kematian (Nevid J.S et al,
2005)
D. Etiologi Inkontinensia Urine
Menurut Soeparman & Wapadji Sarwono, (2001) dalam Aspiani, (2014) faktor penyebab
inkontinensia urin antara lain :
a. Poliuria
Poliuria merupakan kelainan frekuensi buang air kecil karena kelebihan produksi
urin. Pada poliuria volume urin dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal
karena gangguan fungsi ginjal dalam mengonsentrasi urin.
b. Nokturia
Kondisi sering berkemih pada malam hari disebut dengan nokturia. Nokturia
merupakan salah satu indikasi adanya prolaps kandung kemih.
c. Faktor usia
Inkontinensia urin lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun karena terjadinya
penurunan tonus otot pada saluran kemih.
d. Penurunan produksi estrogen (pada wanita)
Penurunan produksi estrogen dapat menyebabkan atropi jaringan uretra sehingga
uretra menjadi kaku dan tidak elastis.
e. Operasi pengangkatan rahim
Pada wanita, kandung kemih dan rahim didukung oleh beberapa otot yang sama.
Ketika rahim diangkat, otot-otot dasar panggul tersebut dapat mengalami kerusakan,
sehingga memicu inkontinensia.
f. Frekuensi melahirkan
Melahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-otot dasar panggul.
g. Merokok
Merokok dapat menyebabkan kandung kemih terlalu aktif karena efek nikotin pada
dinding kandung kemih.
h. Konsumsi alkohol dan kafein
Mengonsumsi alkohol dan kafein dapat menyebabkan inkontinensia urin karena
keduanya bersifat diuretik sehingga dapat meningkatkan frekuensi berkemih.
E. Tanda Dan Gejala Dari Stress
a. Secara Fisik
Individu yang mengalami stress, antara lain ditandai oleh : gangguan jantung, tekanan
darah tinggi, ketegangan pada otot, sakit kepala, telapak tangan dan atau kaki terasa
dingin, pernapasan tersengal-sengal, kepala terasa pusing, perut terasa mual-mual,
gangguan pada pencernaan, susah tidur, bagi wanita akan mengalami gangguan
menstruasi, dan gangguan seksual (impotensi)
b. Secara Psikologis
Individu yang mengalami stress, antara lain di tandai oleh: perasaan selalu gugup dan
cemas, peka dan mudah tersinggung, gelisah, kelelahan yang hebat, enggan
melakukan kegiatan, kemampuan kerja dan penampilan menurun, perasaan takut,
pemusatan diri yang berlebihan, hilangnya spontanitas, mengasingkan diri dari
kelompok, dan pobia. (Waitz, Stromme, Railo, 1983: 52-71)
F. Askep Inkontinensia Urine
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, alamat, suku
bangsa, tanggal, jam MRS, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului
inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan,
usia/kondisi fisik, kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan
waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum
terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi
dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera
genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat
dirumah sakit.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan,
penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon
dari terjadinya inkontinensia
2) Pemeriksaan Sistem
a) B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai
oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
b) B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
c) B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
d) B4 (bladder)
Inspeksi :
Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena
adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta
disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah
supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat
berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang
kateter sebelumnya.
Palpasi :
Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar
di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
e) B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan
palpasi pada ginjal.
f) B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas
yang lain, adakah nyeri pada persendian.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine b/d gangguan sensori motor.
b. Gangguan citra tubuh b/d kehilangan fungsi tubuh, perubahan keterlibatan sosial.
c. Ansietas b/d perubahan dalam status kesehatan.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Criteria Hasil Intervensi Aktivitas
keperawatan keperawatan
Gangguan Urinary contiunence Urinary 1. Lakukan penilaian kemih
eliminasi Kriteria Hasil : retention yang komprehensif berfokus
urine b/d 1. Kandung kemih kosong care pada inkontinensia (misalnya,
gangguan secara penuh. output urin, pola berkemih,
sensori 2. Tidak ada residu urine fungsi kognitif)
motor >100-200 cc. 2. Pantau penggunaan obat
3. Intake cairan dalam rentang dengan sifat antikolinergik
normal. 3. Memantau intake dan
4. Balance cairan seimbang output
4. Memantau tingkat distensi
kandung kemih dengan
palpasi atau perkusi
5. Bantu dengan toilet secara
berkala
6. Kateterisasi
Gangguan Body image Body image 1. kaji secara verbal dan non
citra tubuh Kriteria Hasil : enhancement verbal respon klien terhadap
berhubunga 1. Body image positif tubuhnya
n dengan 2. Mampu mengidentifikasi 2. jelaskan tentang pengobatan
kehilangan kekuatan personal dan perawatan penyakit
fungsi 3. Mendeskripsikan secara 3. identifikasi arti
tubuh, factual perubahan fungsi tubuh pengurangan melalui
perubahan 4. Mempertahankan interaksi pemakaian alat bantu.
keterlibatan sosial 4. Fasilitasi kontak dengan
sosial individu lain dalam kelompok
lain
Ansietas b/d Anxiety self control Anxiety 1.      Gunakan pendekatan
perubahan Kriteria hasil : reduction yang menenangkan.
dalam status 1. klien mampu (penurunan 2.      Jelaskan semua prosedur
kesehatan mengidentifikasi dan kecemasan) dan apa yang dirasakan selama
mengungkapkan gejala prosedur.
cemas 3.      Pahami prespektif klien
2. Mengidentifikasi, terhadap situasi stress.
mengungkapakan dan 4.      Temani pasien untuk
menunjukkan teknik memberikan keamanan dan
untuk mengontrol mengurangi takut.
cemas. 5.      Dorong keluarga untuk
3. Postur tubuh, ekspresi menemani pasien.
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktifitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.

G. Trend dan Issue Inkontinensia Urine

Pengaruh Senam Kegel Terhadap Frekuensi Inkontinensia Urine pada Lansia di Wilayah
Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan
Oleh :
Mei Adelina Harahap, Nur Aliyah Rangkut

Inkontinensia urin merupakan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine.


Inkontinensia urine dapat berupa pengeluaran urine yang terkadang hanya sangat sedikit
(beberapa tetes) atau sangat banyak. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia salah
satunya pada sistem perkemihan yaitu penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran
kemih (uretra) yang disebabkan oleh penurunan hormon esterogen, sehingga
menyebabkan terjadinya inkontinensia urine, otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya
menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi bak meningkat dan tidak dapat
dikontrol (Nugroho, 2013)

Terdapat cara yang digunakan untuk memperbaiki ketidakmampuan berkemih


yaitu dengan latihan otot dasar panggul (pelvicmuscteexercise) atau sering disebut
dengan senam kegel. Latihan dasar panggul melibatkan kontraksi tulang otot
pubokoksigeus, otot yang membentuk struktur penyokong panggul dan mengililingi pintu
panggul pada vagina, uretra, dan rectum (Maas, dkk, 2011).

Senam otot dasar panggul ini mampu menguatkan muskuluslevatorani, menjaga


lapisan endopelvic dan keutuhan saraf yang dapat kesadaran dari otot dasar panggul
untuk menyesuaikan transmisi dari tekanan abdominal, serta meningkatkan kemampuan
otot tersebut dalam menyokong bladder, vagina dan rectum yang kemudian dapat
meningkatkan kemampuan tahanan pada sphingter uretra sehingga mampu meningkatkan
periode kontinen terhadap urine.

Bedasarkan hasil penelitian tentang pengaruh senam kegel terhadap frekuensi


inkontinensia urine pada lansia di puskesmas Pijorkoling kota Padangsidimpuan ada
beberapa saran yang akan peneliti sampaikan yaitu sebagai berikut: Bagi masyarakat
diharapkan senam kegel ini dimanfaatkan dalam membantu menurunkan frekuensi urine,
dan dilakukan sebagai alternatif dalam mengatasiinkontinensia urine selain pengobatan
farmakologi.
DAFTAR PUSTAKA

(Roziana, Fannia Yasmine. Pengaruh Kegel dalam Mencegah Inkontinensia Urin Tipe Tekanan
pada Kehamilan dan Persalinan. Jurnal Kedokteran Naggroe Medika. 2022)

(Thomas S. 2001. Continence in older people: A priority for primary care. Nursing Standard.
15(25): 45-53.)

Nurul Pujiastuti1, Nurul Hidayah2, Revi Maulana Azis3 1,2,3 Jurusan Keperawatan, Poltekkes
Kemenkes Malang(2022).LATIHAN KEGEL MENURUNKAN FREKUENSI
BERKEMIH LANSIA DENGAN INKONTINENSIA URINE DI KELURAHAN
PISANG CANDI KOTA MALANG

Wilkinson M Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
NOC. Jakarta: EGC
Waitz, Grete; Stromme, Sigmund; Railo, Willi S. 1983. Conquer Stress with Grete Waitz,
(terjemahan Sinta A.W). Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai