Anda di halaman 1dari 151

PROBLEM BASIC LEARNING

Mata Kuliah : Keperawatan Dewasa Sistem Endokrin, Imunologi, Pencernaan,


Perkemihan dan Reproduksi Pria

Dosen Pengampu : Ns. Ita Sulistiani, S.Kep., M.Kep

OLEH

KELOMPOK III | KEPERAWATAN A

SEMESTER 4

Yestiyani Hamzah (841422009) Siti Nurain Muhamad (841422031)

Nur Alwia Bagoe (841422011) Rahmat Anugerah Manto (841422032)

Nurhayati Tou (841422015) Rahma Aulia Mansur (841422033)

Rindiani Y.S. Ahmad (841422018) Anisa S. Zubaedi (841422038)

Sri Desi Hurudji (841422020) Muh. Siddiq Panigoro (841422043)

Nurain Jusuf (841422021) Sri Aryanti Yusuf (841422046)

Muhlisa Tahaku (841422022) Nur Ramlah Abdillah (841422047)

Yena Umar (841422025)

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat


MODUL I Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta
petunjuk-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan pembuatan Problem Basic
Learning ini.

Shalawat serta salam kita haturkan kepada baginda Rasulullah SAW yang kita
nantikan syafa’atnya di akhirat kelak. Kemudian kami mengucapkan terima kasih
kepada Ns. Ita Sulistiani, S.Kep., M.Kep yang telah membimbing kami dalam mata
kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Endokrin, Imunologi, Pencernaan, Perkemihan
dan Reproduksi Pria hingga kami mampu mengerjakan Problem Basic Learning ini
dengan baik.

Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyeselaian Problem Basic Learning ini dan teman-
teman yang tidak bisa kami ucapkan satu-persatu.

Kami sadar masih banyak kekeliruan dan kekurangan. Maka besar harapan kami
untuk mendapatkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Asuhan
Keperawatan ini. Dan kami berharap Problem Basic Learning ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

Gorontalo, 07 Februari 2024

Kelompok III

PEMICU
SKENARIO I

Seorang perempuan 60 tahun, dirawat di ruang interna dengan keluhan lemas saat masuk RS
2 hari yang lalu. Hasil pengkajian didapatkan pasien sering terbangun dimalam hari karena
sering buang air kecil, turgor kulit lama kembali, lemah dan sering merasa haus dan lapar.
Pasien mengatakan setiap orang selalu memintanya untuk diet, sehingga sejak terdiagnosa
1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING
1) Ruang Interna
Ruang interna adalah istilah yang mengacu pada ruang di dalam tubuh manusia di
luar rongga organ-organ utama seperti rongga perut, dada, dan panggul. Ini adalah
ruang yang terletak di antara organ-organ internal dan di dalam rongga-rongga
tersebut. Ruang interna terdiri dari jaringan ikat, lemak, pembuluh darah, dan
struktur lainnya yang melindungi dan menghubungkan organ-organ internal (Adelia,
2023).
2) Lemas
Lemas adalah keadaan kekurangan energi. Kelelahan merupakan suatu bagian dari
mekanisme tubuh yang melakukan perlindungan agar tubuh terhindar dari kerusakan
yang lebih parah, dan akan kembali pulih apabila melakukan istirahat
(Maryani et al., 2019)
.
3) Turgor kulit
Turgor adalah tingkat kelenturan kulit untuk menentukan apakah kurang cairan
(dehidrasi) atau tidak dengan cara menarik kulit kemudian lepaskan. Apabila lipatan
kulit tersebut kembali dengan cepat, artinya tidak dehidrasi.tapi jika kembalinya
agak lama artinya dehidrasi (Kemenkes, 2019).
4) Lemah
Secara fisik, kelemahan dapat merujuk pada kondisi di mana tubuh atau bagian
tubuh tidak memiliki kekuatan atau daya tahan yang memadai. Ini bisa disebabkan
oleh kurangnya latihan, penyakit, atau cedera (Adelia, 2023).
5) Diet
Diet merupakan pilihan makanan yang dikonsumsi seseorang atau suatu populasi.
Pengertian lainnya diet merupakan pola makan sehat yang dilakukan seseorang
(Oktrisia et al., 2021).
6) Kram
Kram adalah kontraksi pada satu atau beberapa otot yang terjadi dengan tiba-tiba,
kuat, dan menyakitkan, biasanya dapat berhenti sendiri dalam hitungan
detik hingga menit (Natalia et al., 2022).
7) Kesemutan
Pasien DM menyebutkan gejala yang sering mereka rasakan adalah kesemutan, kulit
tapak kaki terasa panas dan seperti tertusuk jarum (Akhrini et al., 2023).
8) Pemeriksaan GDS
Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) merupakan pemeriksaan yang digunakan
untuk melihat kadar gula dalam darah seseorang yang bertujuan untuk menentukan
apakah seseorang menderita penyakit diabetes melitus. Gula darah normal yaitu pada
angka <100 mg/dL (Purnama, 2019).
9) Tekanan darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan darah untuk mengalir melalui
pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh manusia peningkatan atau penurunan
tekanan darah akan mempengaruhi homeostasis pada arteri, arteriol, kapiler, dan
sistem vena, sehingga terjadi aliran darah yang terus menerus. Tekanan Darah (BP)
adalah tekanan darah yang dipompa oleh jantung terhadap dinding arteri. Tekanan
Darah juga merupakan daya dorong darah yang dapat diedarkan ke seluruh tubuh
untuk memberikan darah segar yang mengandung oksigen dan nutrisi ke organ-
organ tubuh. Tekanan darah normal yaitu 120/80 mmHg pada dewasa, sedangkan
pada lansia yaitu 130/80 mmHg (Alifariki et al., 2022)
10) Frekuensi nadi
Denyut nadi adalah sensasi berdenyut yang dapat diraba melalui arteri perifer, seperti
arteri radial atau arteri karotis. Denyut nadi diukur dalam kali per menit (x/menit).
Rentang denyut nadi normal untuk remajadan dewasa berkisar antara 60 sampai
100 kali permenit (Adelia, 2023).
11) Frekuensi nafas
Frekuensi nafas adalah jumlah kali seseorang bernapas dalam satu menit. Dalam
kondisi normal, orang dewasa yang sehat bernapas sekitar 12 sampai 20 kali
permenit. Bayi dan anak-anak bernapas lebih cepat. Kaji tingkat pernapasan,
kedalaman, dan irama dengan melakukan inspeksi (mengamati) atau dengan
mendengarkan suara napas menggunakan stetoskop (Adelia, 2023).
12) Pemeriksaan ABI
Ankle Brachial Index (ABI) adalah uji skrining non invasif untuk mendeteksi adanya
Peripheral Arterial Disease (PAD). Ankle Brachial Index (ABI) adalah prediktor
utama untuk menilai adanya penyakit arteri perifer pada penderita Diabetes Melitus
(DM) dan non DM. ABI juga merupakan suatu pemeriksaan non-invasive untuk
mengetahui vaskularisasi ke arah kaki dengan mengukur rasio tekanan darah sistolik
(ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial). Nilai normal ABI 0,9-13
(Kartikadewi et al., 2022).
13) Pengukuran HbA1c
Pengukuran HbA1c adalah cara yang paling akurat untuk menentukan tingginya
kadar gula darah selama 2-3 bulan terakhir. HbA1c juga merupakan pemeriksaan
tunggal terbaik untuk menilai risiko terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh tingginya kadar gula darah. Tes HbA1C adalah pemeriksaan laboratorium yang
dapat diterapkan pada semua bentuk diabetes mellitus, terutama digunakan untuk
menilai kontrol glikemik. Karena tingkat presisi yang tinggi, hasilnya sangat akurat.
Kriteria untuk diagnosis diabetes bila HbAlc≥ 6,5% (48 mmol/mol). Kondisi normal
jika kadar HbA1c berada di bawah 5,7% (Widyana et al., 2022).
2. KATA KUNCI/PROBLEM
1) Lemas
2) Sering terbangun dimalam hari
3) Sering buang air kecil
4) Turgor kulit lama kembali
5) Lemah
6) Sering merasa haus
7) Lapar
8) Kram
9) Kesemutan pada bagian telapak kaki
10) GDS : 350 mg/dl
11) HbA1c = 7,4%
12) TD : 110/70 mmHg
13) Frekuensi nadi : 104 x/menit
14) ABI 0,8.
3. MIND MAP

SERING BUANG AIR KECIL, HAUS DAN LAPAR

GLUKAGONOMA DIABETES MELLITUS SINDROM CUSHING


Glukagonoma adalah tumor yang DM merupakan suatu penyakit atau Sindrom Cushing adalah gangguan
jarang terjadi, mengenai sel z pulau gangguan metabolisme kronis dengan yang terjadi ketika tubuh mengalami
Langerhans pankreas, berkembang multi etiologi yang ditandai dengan peningkatan hormon kortisol. Sindrom
lambat, namun sering kali ganas tingginya kadar glukosa darah dan Cushing terjadi karena tubuh
(maligna) (Bilous, 2015). disertai dengan gangguan metabolisme kelebihan hormon kortisol dalam
karbohidrat, lipid, dan protein sebagai tingkat yang tinggi pada waktu yang
akibat insufisiensi fungsi insulin lama (Manurung, 2020).
Manifestasi Klinis: Penurunan berat (Sulastri, 2022).
badan dan ruam khas (dinamakan
dengan eritema migrasi nekrolitik) Manifestasi klinis: Dijumpai
yang mengenai fleksura atau lipatan Manifestasi Klinis: Banyak makan manifestasi klinis akibat hormon
kulit serta perineum. Ditemukan juga glukokortikoid berlebih seperti
(poliphagia), banyak minum
kecenderungan tromboembolisme dan obesitas sentral, mudah lebam, adanya
gangguan neuropsikiatrik. Beberapa (polidipsia), banyak kencing lemak pada daerah dorsoservikal
tanda dan gejala yang mungkin (poliuria), kesemutan, kulit terasa maupun supraklavikular, miopati,
muncul termasuk peningkatan kadar dan kelemahan otot
glukagon, penurunan berat badan, panas, atau seperti tertusuk-tusuk (Soelistijo et al., 2020)
.
kelelahan, dan ruam kulit (Bilous, jarum, rasa tebal di kulit, kram, lelah,
2015). mudah mengantuk, mata kabur, gatal
di daerah kemaluan terutama wanita,
luka sulit sembuh
(Bachri et al., 2022)
.
TABEL PENYORTIRAN

No. Manifestasi Klinis Glukagonoma Diabetes Sindrom


Mellitus Cushing
1 Lemas -  
2 Sering terbangun dimalam -  
hari
3 Sering buang air kecil   -

4 Turgor kulit lama kembali -  -

5 Lemah -  
6 Sering merasa haus   -
7 Lapar   
8 Kram -  -
9 Kesemutan pada bagian -  -
telapak kaki
10 GDS: 350 mg/dl   
11 HbA1c = 7,4% -  -
12 TD: 110/70 mmHg -  -
13 Frekuensi nadi: 104x/menit -  -
14 ABI 0,8 -  -

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1) Mengapa pasien sering mengalami buang air kecil?
2) Mengapa turgor kulit pasien kembali lambat?
3) Mengapa pasien merasa lemah?
4) Mengapa pasien sering merasa haus dan lapar?
5) Apa yang menyebabkan pasien merasa kram dan kesemutan pada bagian telapak
kaki?
6) Mengapa nilai GDS pasien mengalami peningkatan?
7) Mengapa nilai HbA1c pasien mengalami peningkatan?
8) Mengapa pasien mengalami takikardi?
9) Mengapa pasien mengalami hipotensi?
5. JAWABAN PERTANYAAN
1) Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari (poliuria), hal
ini dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal (>180mg/dl), sehingga
gula akan dikeluarkan melalui urine. Guna menurunkan konsentrasi urine yang
dikeluarkan,tubuh akan menyerap air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga
urine dalam jumlah besar dapat dikeluarkan dan sering buang air kecil (Kurniawan,
2023).
2) Turgor kulit menurun karena apabila kadar gula dalam darah tinggi maka insulin
tidak dapat melakukan metabolisme terhadap karbohidrat dan protein
(Sujono, 2019)
.
3) Kelelahan terjadi karena penurunan proses glikogenesis sehingga glukosa tidak
dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta adanya proses pemecahan lemak
(lipolisis) yang menyebabkan terjadinya pemecahan trigliserida (TG) menjadi
gliserol dan asam lemak bebas sehingga cadangan lemak menurun (Silviani, 2023)
4) Haus yang tidak normal dan mulut kering Polidipsia adalah rasa haus berlebihan
yang timbul karena kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh. Merespon
untuk meningkatkan asupan cairan Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa
kurang tenaga. Insulin menjadi bermasalah pada penderita DM sehingga
pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh kurang dan energi yang dibentuk pun
menjadi kurang. Ini adalah penyebab mengapa penderita merasa kurang tenaga.
Selain itu, sel juga menjadi miskin gula sehingga otak juga berfikir bahwa kurang
energi itu karena kurang makan, maka tubuh kemudian berusaha meningkatkan
asupan makanan dengan menimbulkan alarm rasa lapar (Kurniawan, 2023).
5) Mati rasa merupakan hasil dari hiperglikemia yang menginduksi perubahan
resistensi pembuluh darah endotel dan mengurangi aliran darah saraf. Orang
dengan neuro- pati memiliki keterbatasan dalam kegiatan fisik sehingga terjadi
peningkatan gula darah (Silviani, 2023).
6) Kadar glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin
secara cukup sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan glukosa dalam darah
yang menyebabkan hiperglikemi. Hiperglikemi atau kadar gula darah tinggi yang
disebabkan dari gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Ketika
tubuh sedang mengalami peningkatan kadar gula darah, glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaaan ini dinamakan diuresis osmotic. Kadar gula
darah berasal dari sebagian besar makanan yang dikomsumsi akan dipecah menjadi
gula (juga disebut glukosa) dan dilepaskan ke aliran darah untuk digunakan sebagai
sumber energi utama tubuh. Pasien mengalami nilai GDS meningkat karena darah
dalam tubuh jika tidak melakukan upaya untuk mengontrol kadar gula
(Dewiyanti et al., 2022)
.
7) HbA1c (hemoglobin a1c) atau glycated hemoglobin adalah hemoglobin yang
berikatan dengan glukosa. Secara alami glukosa akan saling mengikat dengan
hemoglobin yang berada di dalam sel darah merah. Jumlah hba1c akan seimbang
dengan kadar glukosa darah, sehingga semakin tinggi kadar glukosa darah, maka
semakin meningkat kadar HbA1c, jadi kelebihan uji hba1c. Peningkatan denyut
jantung istirahat pada penderita diabetes pada beberapa pasien mungkin disebabkan
oleh kerusakan parasimpatis jantung saja dan pada pasien lain disebabkan oleh
gabungan kerusakan parasimpatis dan simpatis jantung (Anggraini et al., 2020).
8) Peningkatan denyut jantung istirahat pada penderita diabetes pada beberapa pasien
mungkin disebabkan oleh kerusakan parasimpatis jantung saja dan pada pasien lain
disebabkan oleh gabungan kerusakan parasimpatis dan simpatis jantung (Maria,
2021).
9) Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipotensi intradialitik.
Gula darah yang tinggi dapat membuat aterosklerosis arteria coronaria yang berat
sehingga timbul kerusakan otot jantung. Pada proses. Ultrafiltrasi volume
intravaskuler akan menurun yang pada keadaan normal diimbangi oleh peningkatan
isi sekuncup jantung dan frekuensi nadi. Pada keadaan pompa jantung menurun
karena diabetes maka proses kompensasi ini tidak optimal dan terjadi hipotensi
ortostatik. Pada diabetes melitus juga terjadi neuropati sistem saraf otonom. Pada
proses ultrafiltrasi tadi untuk kompensasi hipovolemia juga terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah yang membutuhkan sistem saraf otonom yang baik. Pada
neuropati sistem saraf otonom dapat terjadi hipotensi intradialitik. Kejadian
hipotensi intradialitik juga dapat akibat kenaikan badan interdialitik yang banyak,
kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi, penentuan berat badan kering yang lebih rendah
dari seharusnya (Harris, 2017).

6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


1) Diharapkan bisa menganalisa penyakit yang terdapat pada skenario
2) Diharapkan bisa mengerti dan mendalami sistem endokrin
3) Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada kasus diatas
4) Untuk mengetahui apakah adanya penatalaksanaan dari kasus di atas

7. INFORMASI TAMBAHAN
1) Dalam jurnal yang ditulis oleh Wahyu Prihantoro. 2022 mengenai “Penerapan
Senam Kaki Diabetes Terhadap Nilai Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes
Mellitus Di Kel. Krapyak Kec. Semarang Barat Kota Semarang”
https://eprints.uwhs.ac.id/1545/

8. KLARIFIKASI INFORMASI
1) Terdapat 4 (empat) penatalaksanaan DM yaitu : edukasi, terapi gizi, latihan fisik
dan Farmakologis. Tentu obat bukan merupakan satu-satunya cara yang dapat
digunakan untuk penatalaksanaan penyakit DM. Penatalaksaan DM sebaiknya
menggunakan olahraga dan disertai dengan mengatur pola makan. Latihan Fisik
merupakan salah satu dari empat pilar utama penatalaksanaan DM. Latihan fisik
dapat menurunkan kadar glukosa darah karena latihan fisik akan meningkatkan
pemakaian glukosa oleh otot yang aktif. Salah satu jenis latihan fisik yang
dianjurkan adalah senam kaki diabetes, senam kaki diabetes bermanfaat untuk
memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya
kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, mengatasi
keterbatasan gerak sendi. Adapun langkah-langkah standar operasional prosedur
senam kaki diabetes menurut (Prihantoro et al., 2022) adalah sebagai berikut:
a) Klien duduk tegak di atas bangku/kursi dengan kaki menyentuh lantai.
Gerakkan kaki ke atas dan ke bawah, dengan hitungan 2 x 10.
b) Angkat telapak kaki kiri ke atas dengan bertumpu pada tumit, lakukan gerakan
memutar keluar dengan pergerakan pada telapak kaki sebanyak 2 x 10, lakukan
gerakan bergantian pada kaki yang satunya.
c) Angkat kaki sejajar, gerakan kaki ke depan dan ke belakang sebanyak 2 x 10.
d) Angkat kaki sejajar gerakan telapak kaki ke depan dan ke belakang sebanyak 2
x 10.
e) Selanjutnya luruskan salah satu kaki dan angkat. Lalu putar kaki pada
pergelangan kaki, lakukan gerakan seperti menulis di udara dengan kaki dari
angka 0 hingga 9 dilakukan secara bergantian.
9. ANALISA & SINTESIS INFORMASI
Berdasarkan skenario kasus, kami mengangkat satu diagnosa medis yaitu Diabetes
Mellitus (DM) karena sesuai dengan manifestasi klinis yang dialami klien dengan hasil
anamnesis dan pemeriksaan. Dari hasil pengkajian didapatkan seorang perempuan 60
tahun, dirawat di ruang interna dengan keluhan lemas saat masuk RS 2 hari yang lalu.
Hasil pengkajian didapatkan pasien sering terbangun dimalam hari karena sering buang
air kecil, turgor kulit lama kembali, lemah dan sering merasa haus dan lapar. Pasien
mengatakan setiap orang selalu memintanya untuk diet, sehingga sejak terdiagnosa DM
dia menghentikan makan makanan yang manis, makan 1 kali sehari dan ia hanya makan
mangga atau pepaya saat dia lapar. Keluarga pasien mengatakan ibunya sering
merasakan kram dan kesemutan pada bagian telapak kaki. Hasil pemeriksaan GDS:
350 mg/dl, HbA1c = 7,4%, TD : 110/70 mmHg, frekuensi nadi : 104 x/menit, frekuensi
nafas 24x/menit, hasil pemeriksaan ABI 0,8.

10. LAPORAN DISKUSI


KONSEP MEDIS
DIABETES MELITUS
A. Definisi

DM merupakan suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi


etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah dan disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin.DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Hiperglikemia adalah suatu keadaan di mana kadar glukosa darah puasa ≥126
mg/dl dan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (Sulastri, 2022).

Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang di tandai dengan tingginya


kadar glukosa darah (hyperglikemia) sebagai akibat dari kekurangan sekresi insulin,
gangguan aktifitas insulina atau keduanya. Komplikasi DM dapat mempengaruhi
seluruh aspek kehidupan penderitanya dan memiliki peningkatan risiko terjadinya
komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, neuropati di kaki yang dapat meningkatkan
kejadian ulkus kaki infeksi bahkan keharusan untuk amputasi, retinopati, gagal ginjal
dan dapat mengancam jiwa bahkan kematian apabila tidak segera ditangani dan
dilakukan pengontrolan yang tepat (Syahid, 2021).

B. Etiologi
Diabetes Mellitus diklasifikasikan, baik sebagai insuline- dependent diabetes
mellitus (IDDM) maupun non-insuline- dependent diabetes mellitus (NIDDM). Dengan
penggunaan terapi insulin yang sudah biasa dengan kedua tipe DM, IDDM sekarang
disebut sebagai DM tipe 1 (juvenile onset) dan NIDDM sebagai DM tipe 2 (maturity
onset) (Maria, 2021).
Menurut (Maria, 2021) dibawah ini merupakan diabetes mellitus berdasarkan
penyebabnya:
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 disebabkan destruktur sel beta autoimun biasanya memicu
terjadinya defisiensi insulin absolut. Faktor herediter berupa antibodi sel islet,
tingginya insiden HLA tipe DR3 dan DR 4. Faktor lingkungan berupa infeksi virus
(Virus Coxsackie, enterovirus, retrovirus, mumps), defisiensi vitamin D, toksin
lingkungan, menyusui jangka pendek, paparan dini terhadap protein kompleks.
Berbagai modifikasi epigenetik ekspresi gen juga terobsesi sebagai penyebab
genetik berkembangnya Diabetes Mellitus Tipe 1. Individu dengan Diabetes
mellitus Tipe 1 mengalami defisiensi insulin absolut .
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 akibat resistensi insulin perifer, defek progresif sekresi
insulin. peningkatan gluconeogenesis. Diabetes Mellitus Tipe 2 dipengaruhi factor
lingkungan berupa obesitas, gaya hidup tidak sehat, diet tinggi karbohidrat.
Diabetes Mellitus tipe 2 memiliki presimtomatis yang panjang yang menyebabkan
penegakan Diabetes Mellitus tipe 2 dapat tertunda 4-7 tahun.
3. Diabetes Mellitus Gestasional. Diabetes Mellitus gestasional (2%-5% dari semua
kehamilan). DM yang didiagnosis selama hamil. DM gestasional merupakan
diagnosis DM yang menerapkan untuk perempuan dengan intoleransi glukosa atau
ditemukan pertama kali selama kehamilan. DM gestasional terjadi pada 2-5%
perempuan hamil namun menghilang ketika kehamilannya berakhir. DM ini lebih
sering terjadi pada keturunan Amerika-Afrika, Amerika Hispanik, Amerika pribumi,
dan perempuan dengan riwayat keluarga DM atau lebih dari 4 kg saat lahir, obesitas
juga merupakan faktor risiko (Black, M. Joyce, 2014). Riwayat DM gestasional,
sindrom ovarium polikistik. atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg.
4. Diabetes Mellitus tipe lainnya. DM tipe spesifik lain (1%- 2% kasus terdiagnosis).
mungkin sebagai akibat dari defek genetik fungsi sel beta, penyakit pankreas (misal
kistik fibrosis), atau penyakit yang diinduksi oleh obat-obatan. DM mungkin juga
akibat dari gangguan-gangguan lain atau pengobatan. Defek genetik pada sel beta
dapat mengarah perkembangan DM. Beberapa hormon seperti hormon
pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin merupakan antagonis atau
menghambat insulin. Jumlah berlebihan dari hormon-hormon ini (seperti pada
akromegali, sindrom Cushing, glukagonoma, dan feokromositoma) menyebabkan
DM. Selain itu, obat-obat tertentu (glukokortikoid dan tiazid) mungkin
menyebabkan DM. Tipe DM sekunder tersebut terhitung 1-2% dari semua
kasus DM terdiagnosis.

C. Prognosis

DM merupakan penyakit yang berbahaya, karena dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan kerusakan jaringan, organ, disfungsi mata, ginjal, sistem saraf, dan
pembuluh darah. Prevalensi diabetes terus meningkat sehingga berdampak pada
kehidupan dan kesejahteraan individu, keluarga, dan masyarakat di seluruh dunia. DM
termasuk 10 besar penyakit penyebab kematian pada orang dewasa. Penderita diabetes
meningkatkan risiko terjadinya penyakit lain seperti jantung, gangguan sistem
kardiovaskular, obesitas, katarak, gangguan ereksi, penyakit hati, kanker, dan penyakit
infeksi (Hardianto, 2020).

D. Patofisiologi
1. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 1:
Manifestasi DM tipe 1 terjadi akibat kekurangan insulin untuk
menghantarkan glukosa menembus membran sel ke dalam sel. Molekul glukosa
menumpuk dalam peredaran darah, mengakibatkan hiperglikemia. Hiperglikemia
menyebabkan hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari ruang intraseluler ke
dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah meningkatkan aliran darah ginjal
dan hiperglikemia bertindak sebagai diuretik osmosis. Diuretik osmosis yang
dihasilkan meningkatkan haluaran urine. Kondisi ini disebut poliuria. Ketika kadar
glukosa darah melebihi ambang batas glukosa-biasanya sekitar 180 mg/dl- glukosa
diekskresikan ke dalam urine, suatu kondisi yang disebut glukosuria. Penurunan
volume intraseluler dan peningkatan haluaran urine menyebabkan dehidrasi, Mulut
menjadi kering dan sensor haus diaktifkan, yang menyebabkan orang tersebut
minum jumlah air yang banyak (polidipsia). Glukosa tidak dapat masuk ke dalam
sel tanpa insulin. produksi energi menurun. Penurunan energi ini menstimulasi rasa
lapar dan orang makan lebih banyak (polifagia). Meski asupan makanan
meningkat, berat badan orang tersebut turun saat tubuh kehilangan air dan
memecah protein dan lemak sebagai upaya memulihkan sumber energi. Malaise
dan keletihan menyertai penurunan energi. Penglihatan yang buram juga umum
terjadi, akibat pengaruh osmotik yang menyebabkan pembengkakan lensa mata
(Maria, 2021).

2. Patofisologi Diabetes Mellitus Tipe 2:


Patogenesis DM tipe 2 berbeda signifikan dari DM Tipe 1. Respons terbatas
sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor mayor dalam
perkembangannya. Sel betal terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa darah
tinggi menjadi secara progresif kurang efisien ketika merespons peningkatan
glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai desensitisasi, dapat kembali dengan
menormalkan kadar glukosa. Rasio proisulin (prekursor insulin) terhadap insulin.
tersekresi juga meningkat DM tipe 2 adalah suatu kondisi hiperglikemia puasa yang
terjadi meski tersedia insulin endogen. Kadar insulin yang dihasilkan pada DM tipe
2 berbeda-beda dan meski ada, fungsinya dirusak oleh resistensi insulin di jaringan
perifer. Hati memproduksi glukosa lebih dari normal, karbohidrat dalan makanan
tidak dimetabolisme dengan baik, dan akhirnya pankreas mengeluarkan jumlah
insulin yang kurang dari yang dibutuhkan (Maria, 2021).

E. Manifestasi Klinis
Menurut (Bachri et al., 2022) Tanda dan gejala DM dapat digolongkan menjadi
akut dan kronik:
1. Tanda & Gejala Akut Penyakit Diabetes melitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan,
mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. Pada permulaan
gejala yang ditunjukkan meliputi:
a. Banyak makan (poliphagia)
b. Banyak minum (polidipsia)
c. Banyak kencing (poliuria)
2. Tanda & Gejala Kronik Diabetes melitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes mellitus adalah sebagai
berikut:
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum
c. Rasa tebal di kulit
d. Kram
e. Lelah
f. Mudah mengantuk
g. Mata kabur
h. Gatal di daerah kemaluan terutama wanita
i. Luka sulit sembuh

F. Klasifikasi
Organisasi profesi yang berhubungan dengan Diabetes Melitus seperti American
Diabetes Association (ADA) telah membagi jenis Diabetes Melitus berdasarkan
penyebabnya. PERKENI dan IDAI sebagai organisasi yang sama di Indonesia
menggunakan klasifikasi dengan dasar yang sama seperti klasifikasi yang dibuat oleh
organisasi yang lainnya. Klasifikasi Diabetes Melitus adalah sebagai berikut
(Simatupang et al., 2023):
1. Diabetes melitus (DM) tipe 1
Diabetes Melitus yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di pankreas
kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara absolut.
Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik. Diabetes tipe
1 umumnya disebabkan oleh faktor autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh
menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin di pankreas. Faktor genetik juga
dapat berperan dalam risiko terkena diabetes tipe 1.
2. Diabetes melitus (DM) tipe 2
Penyebab Diabetes Melitus tipe 2 seperti yang Diketahui adalah resistensi insulin.
Insulin dalam jumlah yang cukup 7 tetapi tidak dapat bekerja secara optimal
sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin
juga dapat terjadi secara relatif pada penderita. Diabetes Melitus tipe 2 dan sangat
mungkin menjadi defisiensi insulin mutlak. Pola makan yang tidak sehat, terutama
konsumsi berlebihan gula dan lemak, juga dapat berkontribusi pada pengembangan
diabetes tipe 2. Penuaan dan keturunan dari orang dengan diabetes tipe 2 juga dapat
meningkatkan risiko.
3. Diabetes melitus (DM) tipe lain
Penyebab Diabetes Melitus tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat
disebabkan oleh efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan
imunologi dan sindrom genetik lain yang terkait dengan Diabetes Melitus
4. Diabetes melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional adalah diabetes yang muncul pada saat hamil. Ini
terjadi karena pembentukan beberapa hormon pada keadaan ibu hamil yang
menyebabkan resistensi insulin. Diabetes melitus gestasional (DMG) terjadi saat
seorang wanita mengalami peningkatan kadar gula darah selama kehamilan. Faktor
risiko melibatkan riwayat keluarga dengan diabetes, usia ibu yang lebih tua,
kelebihan berat badan, dan etnis tertentu yang memiliki predisposisi lebih besar.
Kontrol gula darah yang baik selama kehamilan adalah penting untuk mencegah
komplikasi bagi ibu dan bayi.
G. Komplikasi
Menurut (Sulastri, 2022) komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu
komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.
1. Komplikasi metabolik akut
Komplikasi metabolik DM merupakan akibat perubahan yang relatif akut pada
konsentrasi glukosa plasma yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar glukosa di
dalam darah berada di bawah kadar normal. Hipoglikemia adalah komplikasi
yang paling umum terjadi pada individu dengan diabetes. Tingkat glukosa
darah dapat tiba-tiba menjadi terlalu rendah karena berbagai alasan,
diantaranya adalah aktivitas fisik berlebihan, penggunaan dosis yang tidak
tepat untuk insulin/obat anti diabetes atau tidak cukup makan atau makan
terlambat.
b. Krisis hiperglikemia
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada DM,
baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan komplikasi serius yang
mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik. Krisis hiperglikemia
dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD), status hiperosmolar
hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan
diatas. SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa
serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni. KAD adalah keadaan yang
ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan.
2. Komplikasi vaskular jangka Panjang
Komplikasi vaskular jangka panjang DM meliputi mikroangiopati dan
makroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang
kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati
diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot dan kulit.
a. Makroangiopati
Komplikasi makrovaskuler pada DM dapat menyebabkan penyakit
kardiovaskuler, stroke, dislipidemia,mpenyakit pembuluh darah perifer dan
hipertensi. Kondisi ini timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh
darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma.
b. Mikroangiopati
1) Retinopati diabetik. Retinopati diabetik merupakan komplikasi DM yang
memicu penyumbatan pada pembuluh darah pada bagian retina mata.
Awalnya, retinopati diabetik tidak menunjukkan gejala, tetapi seiring
waktu, gejala dapat muncul dan umumnya terjadi pada kedua mata.
2) Nefropati diabetik. Nefropati diabetik adalah komplikasi mikrovaskular
yang terjadi pada perjalanan penyakit DM, bermula dari adanya
hiperfiltrasi, mikroalbuminuria dan hipertensi serta berkembang menjadi
penyakit ginjal diabetes atau Nefropati Diabetik.
3) Neuropati. Hiperglikemia atau kadar glukosa dalam darah yang tinggi
diyakini sebagai kondisi yang bertanggung jawab untuk perubahan yang
terjadi pada jaringan saraf. Pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal
merupakan faktor penting yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki
yang meningkatkan risiko amputasi.

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Rahmasari et al., 2019) , pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4
hal yaitu :
1. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.
2. Hemoglobin glikosilat
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari
terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75gr gula, dan akan
diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah
meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
4. Tes glukosa darah dengan finger stick
Jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang
dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan
hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
I. Penatalaksanaan
Tujuan umum penatalaksanaan DM adalah meningkatkan kualitas hidup diabetes,
menghilangkan keluhan, mengurangi risiko komplikasi akut, mencegah dan
menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati serta
menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Sedangkan tujuan utama terapi DM adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa. darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien (Alfaqih, 2022).

J. Pencegahan
Pencegahan diabetes dapat dilakukan melalui pola hidup terutama pada penderita
diabetes tipe 2, pemilihan nutrisi serta pola makan harus sesuai dengan kebutuhan
kalori tubuh, jika berlebihan dalam jangka panjang akan menyebabkan penyakit
diabetes. Prevalensi diabetes semakin meningkat disebabkan perubahan pola konsumsi
masyarakat yang sering menkonsumsi makanan tak sehat seperti makanan cepat saji
(fast food) selain itu juga karena kurang aktifitas sehingga olahraga dapat menjadi salah
satu jalan pencegahan. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap bahaya penyakit
diabetes mellitus, dan pengendaliannya menyebabkan penyakit ini semakin banyak
terjadi di masyarakat (Hansur et al., 2020).
ASUHAN KEPERAWATAN
SKENARIO I
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien
Nama : Tidak terkaji
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 60 tahun
Agama : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
No. Register : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : Diabetes Melitus
2. Riwayat kesehatan
a. Kesehatan sekarang
1) Keluhan utama : Lemas
2) Keluhan menyertai : Pengkajian didapatkan pasien sering
terbangun dimalam hari karena sering buang air kecil, turgor kulit lama
kembali, lemah dan sering merasa haus dan lapar, Keluarga pasien
mengatakan ibunya sering merasakan kram dan kesemutan pada bagian
telapak kaki.
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji
2) Pernah dirawat : 2 hari yang lalu
3) Alergi : Tidak terkaji
c. Riwayat keluarga : Tidak terkaji
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1) Keadaan klien : Tidak terkaji
2) Kesadaran : Tidak terkaji
b. Tanda-tanda vital
1) Tekanan Darah : 110/ 70 Mmhg
2) Frekuensi Nadi : 104x / menit
3) Frekuensi Nafas : 24x / menit
4) Suhu Badan : Tidak terkaji
4. Data psikososial
a. Status emosi : Tidak terkaji
b. Konsep diri : Tidak terkaji
c. Interaksi Sosial : Pasien mengatakan setiap orang selalu
memintanya untuk diet
5. Pola aktivitas fisik sehari-hari
a. Nutrisi : Turgor kulit lama kembali, lemah dan
sering merasa haus dan lapar
b. Eliminasi : Sering buang air kecil
c. Istirahat dan tidur : Pasien sering terbangun dimalam hari
d. Aktivitas fisik : Tidak terkaji
e. Personal hygene : Tidak terkaji
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium : GDS 350 mg/dl
HbA1c 7,4 %
ABI 0,8
7. Identifikasi Kebutuhan Dasar Yang Mengalami Gangguan

Kategori dan Subkategori Data Subjektif dan Objektif

Fisiologis Respirasi Ds : -
Do : -
Sirkulasi Ds : -
Do :
- TD : 110/70 mmHg
- ABI 0,8.
- GDS: 350 mg/dl
- HbA1c = 7,4%

Nutrisi dan Cairan Ds :


- Makan 1 kali sehari dan ia hanya makan mangga
atau pepaya saat dia lapar
Do :
- Turgor kulit lama kembali
- Sering merasa haus dan lapar

Eliminasi Ds : -
Do :
- Sering buang air kecil

Aktivitas dan Ds : -
Istirahat Do :
- Pasien sering terbangun dimalam hari

Neurosensori Ds : -

Do : -

Reproduksi dan Ds : -

Seksualitas Do : -

Psikologis Nyeri dan Ds :


Kenyamanan - Keluarga pasien mengatakan ibunya sering
merasakan kram dan kesemutan pada bagian
telapak kaki
Do : -
Integritas Ego Ds : -

Do : -

Pertumbuhan dan Ds : -
Perkembangan
Do : -

Perilaku Kebersihan Diri Ds : -

Do : -
Penyuluhan dan Ds : -
Pembelajaran
Do : -

Relasional Interaksi Social Ds :


- Pasien mengatakan setiap orang selalu
memintanya untuk diet
Do : -
Lingkunga Keamanan dan Ds : -
n Proteksi Do : -
Analisa Data

Symptom Etiologi Problem


Data Subjektif Diabetes Melitus Ketidakstabilan Kadar
- Lemah ↓ Glukosa Darah
- Sering merasa haus Resistensi insulin
Data Objektif: ↓
- Hasil Pemeriksaan Gangguan regulasi glukosa
GDS: 350 mg/dl ↓
- HbA1c: 7,4% Peningkatan kadar gula
darah

Lemah, haus, GDS: 350
mg/dl, HbA1c: 7,4%

Dx. Ketidakstabilan
Kadar Glukosa Darah

Data Subjektif Diabetes Melitus Perfusi Perifer Tidak


- Keluarga pasien ↓ Efektif
mengatakan ibunya Terganggunya aliran darah
sering merasakan ↓
kram dan kesemutan Aterosklerosis
pada bagian telapak ↓
kaki Penurunan pasokan darah
Data Objektif: ke jaringan
- Turgo kulit lama ↓
kembali Turgor kulit lama kembali,
- Hasil Pemeriksaan kesemutan pada bagian
ABI 0,8 telapak kaki, ABI 0,8

Dx. Perfusi Perifer Tidak
Efektif
Data Subjektif Diabetes Mellitus Gangguan Eliminasi Urin
- Pasien sering ↓
terbangun di malam Ketidakmampuan ginjal
hari karena sering menyerap glukosa
buang air kecil ↓
Data Objektif: Peningkatan konsentrasi
- glukosa dalam urine

Peningkatan produksi urin

Sering terbangun di malam
hari karena sering buang air
kecil

Dx. Gangguan Eliminasi
Urin

Data Subjektif: Diabetes Mellitus Defisit Pengetahuan


- ↓
Data Objektif: Kekeliruan mengikut
- Makan 1 kali sehari anjuran
dan ia hanya makan ↓
mangga atau pepaya Menunjukan persepsi yang
saat dia lapar. keliru

Makan 1 kali sehari dan
hanya makan mangga atau
pepaya saat lapar

Dx. Defisit Pengetahuan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan Kadar Gula Darah b.d Resistensi insulin d.d Lelah atau lesu,
kadar glukosa dalam darah/urin tinggi, haus meningkat.
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Hiperglikemia d.d Turgor kulit menurun,
parastesia, indeks ankle-brachial <0,90
3. Gangguan Eliminasi Urin b.d Penururan kapasitas kandung kemih d.d Sering
buang air kecil, nokturia
4. Defisit Pengetahuan b.d Kekeliruan mengikuti anjuran d.d Menunjukan persepsi
yang keliru terhadap masalah
Pathway

Turgor Kulit Lama Kembali, Makan 1 Kali Sehari dan Hanya


Lemah,
Dx. Ketidakstabilan
Haus, GDS: 350Kadar Perubahan
Perubahan
mg/dl, Massadan
Struktur danFungsional
Volume Ketidakmampuan
Sering Terbangun
Sel-Sel
Lonjakan
Ginjal
Di Malam
Tubuh
Menyerap
Insulin
Hari
Kurang
YangResponsif
Berulang
Gangguan Regulasi
Resistensi
↑ Kadar Glukosa Perubahan
Glukosa
Insulin Kemampuan
↓ Produksi
Dx.
Usia
Kesemutan Pankreas
↓Terganggunya
Perfusi
Pasokan
Insulin
Aterosklerosis
Perifer
Pada
Darah
Bagian
Aliran
Ke
Tidak
Jaringan
Darah
Telapak
DIABETES
Efektif
↑Hiperglikemia
Kadar Glukosa
MELITUS
↑ Dx.
Konsentrasi
GangguanTerganggunya
↑ Produksi
Glukosa
Eliminasi
Gaya
Urine Kontrol
Resistensi
Dalam
Hidup
Urin
Urin
(Pola GulaMenunjukkan
Insulin
Makan)Darah
Makan
Kekeliruan
Dx. Mangga
Defisit
Mengikuti
Persepsi
Pengetahuan
atau Pepaya
Yang
Anjuran
Keliru
Saat
Glukosa
HbA1c: Darah
7,4% Pankreas
Tubuh Karena Sering
Glukosa
Buang AirDari
Pada
Kecil
Pankreas
Insulin
Kaki, ABI 0,8 Lapar
C. Intervensi

No. SDKI SLKI SIKI RASIONAL


1. Ketidakstabilan Kadar Kestabilan Kadar Glukosa Manajemen Hiperglikemia Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
Glukosa Darah (D.0027) Darah (L.03022) (I.03115)
Kategori: Fisiologis Tindakan
Subkategori: Nutrisi dan Cairan Definisi Definisi Observasi
Kadar glukosa darah berada Mengidentifikasi dan mengelola 1. Untuk mengidentifikasi faktor-
Definisi pada rentang kadar glukosa dara di atas normal. faktor yang dapat menyebabkan
Variasi kadar glukosa darah normal/seimbang. peningkatan kadar glukosa dalam
naik/turun dari rentang normal. Tindakan darah
Setelah dilakukan tindakan Observasi 2. Untuk memahami faktor-faktor
Penyebab keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi kemungkinan yang dapat mempengaruhi
Hiperglikemia diharapkan kestabilan kadar penyebab hiperglikemia regulasi glukosa dalam tubuh dan
1. Resistensi insulin glukosa darah meningkat, 2. Identifikasi situasi yang memicu peningkatan kebutuhan
dengan kriteria hasil : menyebabkan kebutuhan insulin.
Gejala dan Tanda Mayor 1. Rasa lapar menurun (5) insulin meningkat ( mis. 3. Untuk mengawasi dan memantau
Subjektif 2. Rasa haus menurun (5) Penyakit kambuhan) tingkat glukosa dalam darah
Hipoglikemia 3. Kadar glukosa 3. Monitor kadar glukosa darah, secara berkala
- darah membaik (5) jika perlu 4. Untuk mendeteksi peningkatan
Hiperglikemia 4. Monitor tanda dan gejala kadar glukosa darah yang tidak
1. Lelah atau lesu hiperglikemia (mis. Poliuria, terkontrol secara dini
polidipsia, kelemahan, 5. Untuk mengevaluasi kondisi
malaise, pandangan kabur,
Objektif Kontrol Risiko (L.14128) sakit kepala) kesehatan seseorang
Hipoglikemia 5. Monitor keton urin, kadar
- Definisi analisa gas darah, elektrolit, Terapeutik
Hiperglikemia Kemampuan untuk mengerti, tekanan darah ortostatik dan 1. Untuk menjaga keseimbangan
1. Kadar glukosa dalam mencegah, mengeliminasi frekuensi nadi) cairan tubuh yang optimal,
darah/urin tinggi atau mengurang ancaman mencegah dehidrasi
kesehatan yang dapat Terapeutik 2. Untuk mendapatkan evaluasi
Gejala dan Tanda Minor dimodifikasi. 1. Berikan asupan cairan oral medis yang tepat, diagnosis yang
Subjektif 2. Konsultasi dengan medis jika akurat, dan perawatan yang
Hipoglikemia Setelah dilakukan tindakan tanda dn gejala hiperglikemia sesuai.
- keperawatan selama 3 x 24 tetap ada atau memburuk
Hiperglikemia jam diharapkan kontrol risiko Edukasi
1. Haus meningkat meningkat dengan kriteria Edukasi 1. Untuk mencegah terjadinya
hasil : 1. Anjurkan menghindari komplikasi yang berpotensi serius
Objektif 1. Kemampuan mencari olahraga saat kadar glukosa yang disebabkan oleh olahraga
Hipoglikemia informasi tentang faktor darah lebih dari 250 mg/dl pada kondisi hiperglikemia yang
- risiko meningkat (5) 2. Anjurkan monitor kadar tidak terkontrol.
Hiperglikemia 2. Kemampuan glukosa darah secara mandiri 2. Untuk memberikan individu
- menghindari faktor 3. Anjurkan kepatuhan terhadap dengan diabetes alat yang
risiko meningkat (5) diet dan olahraga diperlukan untuk mengawasi dan
Kondisi Klinis Terkait 4. Ajarkan indikasi dan mengelola kondisi gula darah
1. Diabetes melitus pentingnya pengujian keton mereka dengan lebih efektif.
2. Hiperglikemia urine, jika perlu 3. Untuk meningkatkan manajemen
Status Nutrisi (L03030) 5. Ajarkan pengelolaan diabetes diabetes
(mis. Penggunaan insulin, obat 4. Untuk memberikan pemahaman
Definisi oral, monitor asupan cairan, kepada individu dengan diabetes
Keadekuatan asupan nutrisi pengantian karbohidrat, dan tentang pentingnya memantau
untuk memenuhi kebutuhan bantuan profesional kesehatan) kadar keton dalam urin mereka
metabolisme. dalam situasi tertentu
Kolaborasi 5. Untuk mengelola kondisi mereka
Setelah dilakukan tindakan 1. Kolaborasi pemberian dengan efektif dan meminimalkan
keperawatan selama 3 x 24 insulin, jika perlu risiko komplikasi jangka panjang
jam diharapkan status nutrisi
membaik dengan kriteria Kolaborasi
hasil: 1. Untuk memastikan bahwa pasien
1. Pengetahuan tentang menerima perawatan
pilihan makanan yang Konseling Nutrisi (I. 03094) yang terkoordinasi
sehat meningkat (5)
2. Pengetahuan tentang Definisi Konseling Nutrisi (I.03094)
standar asupan nutrisi Memberikan bimbingan dalam Tindakan
yang tepat meningkat (5) melakukan modifikasi asupan Observasi
nutrisi. 1. Untuk mengetahui porsi makan
serta komposisi kebiasaan makan
Tindakan pasien
Observasi 2. Untuk mengetahui kemajuan diet
1. Identifikasi kebiasaan makan pasien
dan perilaku makan yang akan 3. Agar mengetahui perubahan nilai
di ubah intake dan output cairan, nilai
2. Identifikasi kemajuan hemoglobin, tekanan darah,
modifikasi diet secara reguler kenaikan berat badan, dan
3. Monitor intake dan output kebiasaan membeli makanan
cairan, nilai hemoglobin,
tekanan darah, kenaikan berat Terapeutik
badan, dan kebiasaan membeli 1. Untuk menciptakan lingkungan
makanan yang aman, mendukung, dan
kolaboratif antara individu dan
Terapeutik penyedia layanan kesehatan.
1. Bina hubungan terapeutik 2. Untuk menetapkan kerangka
2. Sepakati lama waktu waktu yang jelas dan realistis
pemberian konseling bagi kedua belah pihak (pasien
3. Tetapkan tujuan jangka pendek dan penyedia layanan kesehatan)
dan jangka panjang yang agar dapat memanfaatkan sesi
realistis konseling secara optimal.
4. Gunakan standar nutrisi sesuai 3. Untuk memberikan arah yang
program diet dalam jelas bagi individu dalam
mengevaluasi kecukupan mencapai perubahan yang
asupan makan diinginkan dalam kesehatan
5. Pertimbangkan faktor faktor 4. Untuk memastikan bahwa
yang mempengaruhi individu memperoleh nutrisi yang
pemenuhan kebutuhan gizi cukup sesuai dengan kebutuhan
(mis.usia,tahap pertumbuhan tubuh mereka dan tujuan
dan perkembangan, penyakit) kesehatan yang ditetapkan
5. Untuk mendapatkan pemahaman
Edukasi yang komprehensif tentang
1. Informasikan perlunya kondisi individu dan konteksnya,
modifikasi diet (mis. sehingga dapat merencanakan
Penurunan atau penambahan intervensi gizi yang sesuai dan
berat badan, pembatasan efektif.
natrium atau cairan,
pengurangan kolesterol ) Edukasi
2. Jelaskan program gizi dan 1. Untuk meningkatkan pemahaman
presepsi pasien terhadap diet individu tentang pentingnya
dan diprogramkan mengadaptasi pola makan mereka
agar sesuai dengan kebutuhan gizi
Kolaborasi dan tujuan kesehatan mereka
1. Rujuk pada ahli gizi, jika perlu 2. Untuk memperjelas tujuan,
manfaat, dan prosedur yang
terlibat dalam program tersebut,
serta memahami persepsi dan
harapan pasien terhadap diet dan
intervensi gizi yang ditetapkan.
Kolaborasi
1. Untuk memberikan bantuan yang
lebih spesifik dan terfokus dalam
merencanakan dan mengelola diet
serta kebutuhan gizi mereka

2. Perfusi Perifer Tidak Efektif Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Sirkulasi (I.02079) Perawatan Sirkulasi (I.02079)
(D.0009)
Kategori: Fisiologis Definisi Definisi Tindakan
Subkategori: Sirkulasi Keadekuatan aliran darah Mengidentifikasi dan merawat area Observasi
pembuluh darah distal untuk lokal dengan keterbatasan sirkulasi 1. Untuk mengevaluasi aliran darah
Definisi menunjang fungsi janngan. perifer. ke ekstremitas tubuh
Penurunan sirkulasi darah pada 2. Untuk mengidentifikasi individu
level kapiler yang dapat Setelah dilakukan tindakan Tindakan yang berisiko tinggi mengalami
menganggu metabolisme tubuh. keperawatan selama 3 x 24 Observasi masalah sirkulasi
jam diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.
Penyebab perifer meningkat dengan Nadi perifer, edema, pengisian Terapeutik
1. Hiperglikemia kriteria hasil : kapiler, warna, suhu, 1. Untuk mencegah pengukuran
1. Parastesia menurun (5) anklebrachial index) tekanan darah yang tidak akurat
2. Kelemahan otot menurun 2. Identifikasi faktor resiko dan mengurangi risiko komplikasi
Gejala dan Tanda Mayor (5) gangguan sirkulasi (mis. atau kerusakan pada jaringan
Subjektif 3. Kram otot menurun (5) Diabetes, perokok, orang tua, yang mungkin terjadi akibat
- 4. Turgor kulit membaik hipertensi, dan kadar prosedur ini.
Objektif (5) kolesterol tinggi) 2. Untuk menjaga kesehatan dan
1. Turgor kulit menurun 5. Tekanan darah sistolik kesejahteraan kaki serta
membaik (5) Terapeutik mencegah terjadinya masalah
Gejala dan Tanda Minor 6. Tekanan darah diastolik 1. Hindari pengukuran tekanan kesehatan yang terkait dengan
Subjektif membaik (5) darah pada ekstremitas dengan kaki dan kuku.
1. Parastesia 7. Indeks ankle- keterbatasan perfusi 3. Untuk memastikan tubuh
Objektif brachial membaik (5) 2. Lakukan perawatan kaki dan mendapatkan cairan yang cukup
1. Indeks ankle-brachial <0,90 kuku untuk menjaga fungsi tubuh yang
3. Lakukan hidrasi optimal dan mencegah dehidrasi.
Kondisi Klinis Terkait
1. Diabetes Melitus Edukasi Edukasi
1. Anjurkan minum obat 1. Untuk memastikan bahwa
pengontrol tekanan tekanan darah tetap terkontrol
darah secara teratur dengan baik dan mencegah
terjadinya komplikasi yang terkait
dengan tekanan darah tinggi.

3. Gangguan Eliminasi Urin Eliminasi Urine (L.04034) Manajemen Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi Urine
(D.0040) (I.04152) (I.04152)
Kategori: Fisiologis Definisi
Subkategori: Eliminasi Pengosongan kandung kemih Definisi Tindakan
yang lengkap. Mengidentifikasi dan mengelola Observasi
Definisi gangguan pola eliminasi urine. 1. Untuk mengidentifikasi adanya
Disfungsi elminasi urin. Setelah dilakukan tindakan perubahan dalam pola eliminasi
keperawatan selama 3 x 24 Tindakan urine yang mungkin
Penyebab jam diharapkan eliminasi Observasi mengindikasikan masalah
1. Penurunan kapasitas urine membaik dengan 1. Monitor eliminasi urine (mis. kesehatan atau gangguan
kandung kemih kriteria hasil : Frekuensi,konsistensi, fisiologis.
1. Nokturia menurun (5) aroma,volume, dan warna)
Gejala dan tanda mayor 2. Frekuensi BAK menurun Terapeutik
Subjektif (5) Terapeutik 1. Untuk memantau pola eliminasi
1. Sering buang air kecil 1. Catat waktu waktu dan urine dan mengidentifikasi
2. Nokturia Status Neurologis (L.06053) haluaran berkemih perubahan yang mungkin terjadi
Objektif 2. Batasi asupan cairan, jika perlu dari waktu ke waktu.
- Definisi 2. Untuk mengontrol kadar cairan
Kemampuan sistem saraf Edukasi dalam tubuh dan mencegah
Gejala dan tanda minor perifer dan pusat untuk 1. Ajarkan mengukur asupan potensi komplikasi terkait dengan
Subjektif menerima, mengolah dan cairan dan haluaran urine kelebihan cairan.
(tidak tersedia) merespon stimulus internal 2. Anjurkan minum yang cukup,
dan eksternal jika tidak ada kontraindikasi
Objektif Setelah dilakukan tindakan 3. Anjurkan mengurangi Edukasi
(tidak tersedia) keperawatan selama 3 x 24 minum menjelang tidur 1. Untuk memberikan individu alat
jam diharapkan status yang berguna dalam memantau
Kondisi klinis terkait neurologis membaik dengan keseimbangan cairan tubuh
1. Hiperglikemia kriteria hasil: mereka dan mengidentifikasi
1. Frekuensi nadi membaik perubahan yang mungkin terjadi.
(5) 2. Untuk memastikan bahwa
2. Pola istirahat tidur individu memenuhi kebutuhan
membaik (5) cairan tubuh mereka untuk
menjaga hidrasi yang memadai
dan mendukung fungsi tubuh
yang optimal.
3. Untuk membantu individu
menghindari gangguan tidur dan
memperbaiki
kualitas tidur mereka.

4. Defisit Pengetahuan (D.0111) Tingkat Pengetahuan Edukasi Diet ( I.12369) Edukasi Diet (I.12369)
Kategori: Perilaku (L.12111)
Subkategori: Penyuluhan dan Definisi Tindakan
Pembelajaran Definisi Mengajarkan jumlah, jenis dan Observasi
Kecukupan informasi yang jadwal asupan makanan yang 1. Untuk mengetahui kemampuan
kognitif yang berkaitan diprogramkan. pasien dan keluarga dalam
Definisi dengan topik tertentu. Tindakan menerima informasi
Ketiadaan atau kurangnya Observasi 2. Untuk mengetahui tingkat
informasi kognitif yang Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemampuan pasien pengetahuan pasien
berkaitan dengan topik tertentu. keperawatan selama 3 x 24 dan keluarga menerima 3. Untuk mengatur pola makan
jam diharapkan tingkat informasi pasien
Penyebab pengetahuan dengan kriteria 2. Identifikasi tingkat 4. Untuk membantu pasien
1. Kekeliruan mengikuti hasil : pengetahuan saat ini melakukan program diet
anjuran 1. Perilaku sesuai anjuran 3. Identifikasi kebiasaan pola
meningkat (5) makan saat ini dan masa lalu Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor 2. Persepsi yang keliru 4. Identifikasi persepsi pasien 1. Agar pemberian materi pada
Subjektif : terhadap masalah dan keluarga tentang diet yang pasien berjalan lancar
- menurun (5) diprogramkan 2. Untuk memberikan pendidikan
Objektif kesehatan pada waktu yang sudah
1. Menunjukan persepsi yang Terapeutik ditentukan
keliru terhadap masalah 1. Persiapkan materi, media dan 3. Agar membantu pasien lebih
alat peraga memahami materi yang diberikan
Gejala dan Tanda Minor 2. Jadwalkan waktu yang tepat 4. Agar pasien bisa melakukan
Subjektif : untuk memberikan pendidikan rencana makan sesuai diet yang
(tidak tersedia) kesehatan diberikan
Objektif 3. Berikan kesempatan pasien
1. Menunjukan persepsi yang dan keluarga bertanya
keliru terhadap masalah 4. Sediakan rencana makan Edukasi
tertulis, jika perlu 1. Agar pasien mengetahui
Kondisi Klinis Terkait Edukasi kepatuhan diet terhadap kesehatan
1. Kondisi klinis yang baru 1. Jelaskan tujuan kepatuhan diet 2. Untuk menjaga pola makan
dihadapi oleh pasien terhadap kesehatan pasien
2. Informasikan makanan yang 3. Agar pasien mengetahui interaksi
diperbolehkan dan dilarang obat dan makanan
3. Informasikan kemungkinan 4. Agar makanan terproses dengan
interaksi obat dan makanan , baik
jika perlu 5. Membantu pasien melakukan diet
4. Anjurkan mempertahankan 6. Untuk meningkatkan kesehatan
posisi semi fowler (30-45 pasien
derajat) 20-30 menit setelah 7. Agar pasien dapat melakukan diet
makan sesuai dengan yang dianjurkan
5. Anjurkan mengganti bahan 8. Untuk melancarkan program yang
makanan sesuai dengan diet telah dilakukan
yang diprogramkan 9. Agar pasien dapat melakukan diet
6. Anjurkan melakukan olahraga dengan baik
sesuai toleransi
7. Ajarkan cara membaca label Kolaborasi
dan memilih makanan yang 1. Agar membantu pasien
sesuai mengetahui nutrisi pasien
8. Ajarkan cara merencanakan
makanan yang sesuai program
9. Rekomendasikan resep
makanan yang sesuai dengan
diet, jika perlu

Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli gizi dan sertakan
keluarga, jika perlu
Intervensi Tambahan

No. Diagnosa Keperawatan Intervensi Tambahan


1. Ketidakstabilan Kadar glukosa darah Upaya Mengatasi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien DM Dengan
(D.0027) Terapi Relaksasi Otot Progresif

Pengelolan DM salah satunya adalah latihan jasmani atau aktivitas fisik dengan terapi
relaksasi otot progresif yang dapat mengatasi ketidakstabilan kadar glukoa darah pada
penderita diabetes mellitus.Terapi relaksasi otot progresif merupakan suatu terapi
nonfarmakologi dan bagian dari terapi komplementer yang dapat menurunkan kadar glukosa
darah pada penderita diabetes mellitus Terapi relaksasi otot progresif yang dilakukan pada
pasien DM yang mengalami ketegangan pada otot-otot tertentu dengan mengkombinasikan
dengan latihan nafas dalam maka diharapkan hasilnya adalah terjadinya penurunan
ketegangan pada otot diikuti dengan penurunan kadar gula dalam darah
(Suhartiningsih & Kurniawati, 2024)
.

2. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009) Asuhan Keperawatan Perfusi Perifer Tidak Efektif Dengan Terapi Buerger Allen
Exercise Pada Pasien Diabetes Melitus

Salah satu penatalaksanaan perfusi perifer tidak efektif non farmakologis yaitu melakukan
Buerger Allen Exercise (BAE) dapat dilakukan dengan mudah dan ekonomis seperti
melakukan kontraksi otot menerapkan perubahan posisi gaya gravitasi dan muscle pump
melalui penerapan gerakan kaki pergelangan kaki untuk kelancaran pembuluh darah. Buerger
Allen Exercise dilakukan dengan durasi latihan 10-17 menit 2 kali sehari selama 5
hari .Manfaat dilakukan latihan Buerger Allen Exercise (BAE) adalah untuk kelancaran otot
pembuluh darah, mengurangi stress, mencegah kontraktur, serta membangun kekuatan otot
dan massa otot dalam meningkatan vaskularisasi perifer dengan cara mendorong darah dan
pembuluh darah yang mengalir pada (tuba) sehingga aliran darah ke jantung dan seluruh
tubuh menjadi lancar, ini dikarenakan adanya kekuatan memompa dari otot kaki terhadap
tekanan aliran darah dari pangkal sampai ke ujung (Julianti et al., n.d.2022).

3. Gangguan Eliminasi Urine (D.0040) Terapi Relaksasi Pernapasan dan Bladder Training Terhadap Frekuensi Berkemih Pada
Lansia

Masalah gangguan frekuensi berkemih atau peningkatan frekuensi buang air kecil tentunya
membutuhkan perhatian khusus secara terus menerus dengan tujuan agar dapat meminimalisir
kondisi yang tentunya akan merugikan penderita dari sisi kesehatan baik fisik, biologis dan
psikosoial. Salah satu intervensi dalam hal ini terapi nonfarmakologis yang bisa diberikan
ialah melakukan teknik relaksasi pernapasan dan bladder training dimana intervensi ini
tentunya dapat mengurangi peningkatan frekuensi berkemih seseorang. Bladder training
merupakan suatu bentuk intervensi dimana memiliki sebuah fungsi untuk mengembalikan
kemampuan dari kandung kemih sehingga mampu berfungsi secara normal kembali,dan
memiliki fungsi yang baik dari sisi neurogonic. Bladder training ini dilakukan dengan cara
menahan seseorang untuk melakukan miksiatau buang air kecil sehingga intervensi ini
memiliki kemampuan untuk mengendalikan buang air kecil yang dilakukan lansia (A. K.
Wijaya & Andari, 2022).
4. Defisit Pengetahuan (D.0111) Gambaran Pengetahuan Terapi Akupresur Pada Pasien Diabetes Melitus

Terapi Pengetahuan Akupresur Pada Pasien DM Pengetahuan penderita tentang diabetes


melitus sangat membantu pasien dalam menjalankan penanganan penyakitnya sepanjang
hidupnya dimana tingkat pengetahuan penderita mengenai penatalaksanaan dan pencegahan
yang dapat dilakukan pada penyakit diabetes melitus dapat menentukan berat ringannya
derajat kesakitan yang dijalani oleh penderita sendiri. Pengetahuan terhadap terapi akupresur
dapat membuat pasien diabetes melitus untuk menjaga kesehatannya sehingga dapat
menurunkan kadar gula darah pasien diabetes melitus, dengan hasil ada pengaruh yang
signifikan terhadap kadar gula darah sebelum dan setelah terapi akupresur. Pendidikan
memengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut
untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak
informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan
(Made et al., n.d.2022).
D. Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Ketidakstabilan Kadar Manajemen Hiperglikemia (I.03115) S:-
Glukosa Darah (D.0027) Tindakan O:-
Observasi A:-
1. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia P:-
2. Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat ( mis.
Penyakit kambuhan)
3. Memonitor kadar glukosa darah, jika perlu
4. Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. Poliuria, polidipsia, kelemahan,
malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
5. Memonitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik
dan frekuensi nadi

Terapeutik
1. Memberikan asupan cairan oral
2. Mengkonsultasikan dengan medis jika tanda dn gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk

Edukasi
1. Menganjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
2. Menganjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
3. Menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
4. Mengajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
5. Mengajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, pengantian karbohidrat, dan bantuan profesional kesehatan)

Kolaborasi
1. Mengkolaborasikan pemberian insulin, jika perlu

Konseling Nutrisi (I. 03094)


Tindakan
Observasi
1. Mengidentifikasi kebiasaan makan dan perilaku makan yang akan di ubah
2. Mengidentifikasi kemajuan modifikasi diet secara reguler
3. Memonitor intake dan output cairan, nilai hemoglobin, tekanan darah, kenaikan
berat badan, dan kebiasaan membeli makanan

Terapeutik
1. Membina hubungan terapeutik
2. Menyepakati lama waktu pemberian konseling
3. Menetapkan tujuan jangka pendek dan jangkan panjang yang realistis
4. Menggunakan standar nutrisi sesuai program diet dalam mengevaluasi kecukupan
asupan makan
5. Mempertimbangkan faktor faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi
(mis.usia,tahap pertumbuhan dan perkembangan, penyakit)
Edukasi
1. Menginformasikan perlunya modifikasi diet (mis. Penurunan atau penambahan
berat badan, pembatasan natrium atau cairan, pengurangan kolesterol )
2. Menjelaskan program gizi dan presepsi pasien terhadap diet dan diprogramkan

Kolaborasi
1. Merujuk pada ahli gizi, jika perlu

Perfusi Perifer Tidak Perawatan Sirkulasi (I.02079) S:-


Efektif (D.0009) Tindakan O:-
Observasi A:-
1. Memeriksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema,pengisian P:-
kapiler,warna,suhu,anklebrachial index)
2. Mengidentifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,perokok,orang tua,
hipertensi, dam kadar kolesterol tinggi)

Terapeutik
1. Menghindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan
perfusi
2. Melakukan perawatan kaki dan kuku
3. Melakukan hidrasi
Edukasi
1. Menganjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur

Gangguan Eliminasi Manajemen Eliminasi Urine (I.04152) S:-


Urin (D.0040) Tindakan O:-
Observasi A:-
1. Memonitori eliminasi urine (mis. Frekuensi,konsistensi, aroma,volume, dan warna) P:-

Terapeutik
1. Mencatat waktu waktu dan haluaran berkemih
2. Membatasi asupan cairan, jika perlu

Edukasi
1. Mengajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
2. Mganjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
3. Menganjurkan mengurangi minum menjelang tidur

Defisit Pengetahuan Edukasi Diet ( I. 12369) S:-


(D.0111) Tindakan O:-
Observasi A:-
1. Mengidentifikasi kemampuan pasien dan keluarga menerima informasi P:-
2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan saat ini
3. Mengidentifikasi kebiasaan pola makan saat ini dan masa lalu
4. Mengidentifikasi persepsi pasien dan keluarga tentang diet yang diprogramkan
Terapeutik
1. Mempersiapkan materi, media dan alat peraga
2. Menjadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan kesehatan
3. Memberikan kesempatan pasien dan keluarga bertanya
4. Menyediakan rencana makan tertulis, jika perlu

Edukasi
1. Menjelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan
2. Menginformasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang
3. Menginformasikan kemungkinan interaksi obat dan makanan , jika perlu
4. Menganjurkan mempertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat) 20-30 menit
setelah makan
5. Menganjurkan mengganti bahan makanan sesuai dengan diet yang diprogramkan
6. Menganjurkan melakukan olahraga sesuai toleransi
7. Mengajarkan cara membaca label dan memilih makanan yang sesuai
8. Mengajarkan cara merencanakan makanan yang sesuai program
9. Merekomendasikan resep makanan yang sesuai dengan diet, jika perlu

Kolaborasi
1. Merujuk ke ahli gizi dan sertakan keluarga, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Akhrini, M., & Rosa, N. (2023). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Ny. A Dengan Diabetes Mellitus Memalui
Rendaman Kaki Air Hangat Di Desa Simpang Kubu Wilayah Kerja Puskesmas Air Tiris.
http://journal.stkiptam.ac.id/index.php/excellent

Alifariki, L. O., & Kusnan, A. (2022). Article Pengaruh Teh Hijau Dalam Menurunkan Tekanan Darah:
Systematic Review. https://stikes-nhm.e-journal.id/NU/index

Anggraini, R., Nadatein, I., & Astuti, P. (2020). Relationship of HbA1c with Fasting Blood Glucose on
Diagnostic Values and Lifestyle in Type II Diabetes Mellitus Patients. Medicra (Journal of Medical
Laboratory Science/Technology), 3(1), 5–11. https://doi.org/10.21070/medicra.v3i1.651

Bachri, Y., Prima, R., & Putri, A. P. (2022). Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Ulkus Kaki Diabetik Pada Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Prof. DR. MA Hanafiah, SM
Batusangkar Tahun 2023. Jurnal Inovasi Penelitian, 3.

Dewiyanti, & Cheristina. (2022). Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kadar Gula Darah Pada Lansia:
Literatur Review. In Jurnal Fenomena Kesehatan (Vol. 5, Issue 1).

Hansur, L., Ugi, D., & Febriza, A. (2020). Ibm Pencegahan Penyakit Diabetes Melitus Di Kelurahan
Tamarunang Kec Sombaopu Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.

Hardianto, D. (2020). Telaah Komprehensif Diabetes Melitus: Klasifikasi, Gejala, Diagnosis,


Pencegahan, dan Pengobatan. http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

Julianti, R., Puspita Sari, N., Yani, S., & Sapta Bakti, Stik. (n.d.). Asuhan Keperawatan Perfusi Perifer
Tidak Efektif Dengan Terapi Buerger Allen Exercise Pada Pasien Diabetes Melitus. https://journal-
mandiracendikia.com/jik-mc

Kartikadewi, A., Wahab, Z., & Andikaputri, K. (2022). Ankle Brachial Index pada Penderita Diabetes
dan Non Diabetes, dan Hubungannya dengan Aktivitas Fisik dan Perilaku Merokok.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK

Made, N., Regiantari, S., Ketut, G., Ngurah, G., Kesehatan, P., & Denpasar, K. (n.d.). Gambaran
Pengetahuan Terapi Akupresur Pada Pasien Diabetes Melitus.

Maryani, A., & Suraning Wulandari, T. (2019). Upaya Penyelesaian Masalah Defisit Pengetahuan
Tentang Program Diet Pada Pasien Hipertensi Melalui Tindakan Edukasi Diet.
Oktrisia, C., Nugraha Prabamurti, P., & Shaluhiyah, Z. (2021). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Ny. A
Dengan Diabetes Mellitus Melalui Pendaman Kaki Air Hangat. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(2).
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Purnama, T. (2019). Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Pengukuran Tekanan Darah Bagi
Orang Tua Siswa Pada Kegiatan Market Day STP Khoiru Ummah Kendari.

Rahmasari, I., & Wahyuni, E. S. (2019). Efektivitas Memordoca Carantia (Pare) Terhadap Penurunan
Kadar Glukosa Darah. Infokes, 9.

Rizka Widyana, A., & Ardi, M. (2022). Penyuluhan dan Pemeriksaan Kadar HbA1c pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di RSUD Suradadi. Jurnal Inovasi Dan Pengabdian Masyarakat Indonesia, 1(3), 6–
9. https://jurnalnew.unimus.ac.id/index.php/jipmi

Simatupang, O. R., & Kristina, M. (2023). Penyuluhan Tentang Diabetes Melitus Pada Lansia Penderita
Dm. JPM Jurnal Pengabdian Mandiri, 2(3). http://bajangjournal.com/index.php/JPM

Soelistijo, S. A., Gunawan, H., Adi, C., Primasatya, I., Meutia, A., Sony, A., Mudjanarko, W., & Pranoto,
A. (2020). Sindrom Cushing Eksogen: Kapan Penggunaan Dosis Stres Glukokortikoid Bermanfaat?
In Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | (Vol. 7, Issue 3).

Suhartiningsih, S., & Kurniawati, R. (2024). Pengaruh Minum Kopi Terhadap Glukosa Darah Pada
Masyarakat Penderita Diabetes Melitus. http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM

Sujono. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2.

Sulastri. (2022). Perawatan Diabetes Melitus.

Syahid, Z. M. (2021). Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pengobatan Diabetes Mellitus. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(1), 147–155. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i1.546

Wahyu Prihantoro, K., Prihantoro, W., & Nur Aini, D. (2022). Penerapan Senam Kaki Diabetes Terhadap
Nilai Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Kel. Krapyak Kec. Semarang Barat
Kota Semarang.

MODUL II
PEMICU
SKENARIO II

Seorang perempuan berusia 68 tahun dirawat di ruang interna karena lemah. Hasil pengkajian
pasien mengeluh lelah dah lelahnya tidak hilang meskipun sudah istirahat, kurang bertenaga
dan sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien juga mengatakan sulit bab lebih dari 5 hari,
dan merasa kedinginan sehingga selalu menggunakan selimut walaupun suhu ruangan normal
tanpa ac. Pasien mengatakan rambutnya banyak yang rontok. Saat di ruangan pasien menolak
dibesuk oleh keluarga dan teman – temannya karena merasa tidak nyaman dengan keadaannya.
Hasil pemeriksaan palpasi kelenjar tiroid teraba membesar. TD : 130/90 mmHg, N : 92x/mnt,
RR: 22x/mnt, SB : 37,5oC. IMT :30 kg/m2 TSH : 8 uU/ml, T3 : 50 ng/dl. T4: 2,4 ug/d

1. KLASIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


1) Ruang Interna
Ruang interna adalah istilah yang mengacu pada ruang di dalam tubuh manusia di
luar rongga organ-organ utama seperti rongga perut, dada, dan panggul. Ini adalah
ruang yang terletak di antara organ-organ internal dan di dalam rongga-rongga
tersebut. Ruang interna terdiri dari jaringan ikat, lemak, pembuluh darah, dan
struktur lainnya yang melindungi dan menghubungkan organ-organ internal.
(Djala, 2021)
2) Lemah
Secara fisik, kelemahan dapat merujuk pada kondisi di mana tubuh atau bagian
tubuh tidak memiliki kekuatan atau daya tahan yang memadai. Ini bisa
disebabkan oleh kurangnya latihan, penyakit, atau cedera (Munthe & Lase, 2022).
3) Lelah
Lelah adalah kondisi fisik atau mental di mana seseorang merasa kehilangan
energi atau stamina karena aktivitas fisik, mental, atau emosional yang berlebihan
atau berkelanjutan. Ini dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk kurang
tidur, tekanan kerja, stres, atau gangguan kesehatan (Hardaniyati et al., 2023).
4) Kurang Bertenaga
Kurang bertenaga adalah kondisi di mana seseorang mengalami penurunan energi
atau kekuatan fisik yang biasanya dimiliki. Hal ini dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, termasuk kurang tidur, pola makan yang tidak sehat, kurangnya
aktivitas fisik, stres berlebihan, atau kondisi medis tertentu (Sholikhah et al.,
2023).
5) Rontok
Rontok adalah proses atau keadaan di mana sesuatu, seperti rambut, daun pohon,
atau gigi, mengalami kehilangan atau pelepasan secara alami. Dalam konteks
rambut, rontok sering mengacu pada hilangnya rambut dari kulit kepala. Ini
adalah bagian normal dari siklus pertumbuhan rambut, di mana rambut tua
mengalami fase rontok sebelum digantikan oleh rambut baru (Viera Valencia &
Garcia Giraldo, 2019).
6) Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid adalah organ endokrin yang terletak di bagian depan leher, tepat di
bawah laring atau "apple adam" yang terlihat. Kelenjar ini berperan penting
dalam mengatur metabolisme tubuh dengan menghasilkan hormon tiroid, yang
disebut tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Hormon-hormon ini mempengaruhi
hampir setiap sel dalam tubuh, mengatur berbagai fungsi tubuh, termasuk suhu
tubuh, detak jantung, tingkat energi, dan penggunaan oksigen (Javier et al., 2023).
7) Tekanan Darah
Tekanan darah adalah ukuran yang dapat menentukan seberapa kuat jantung
untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Joseph, 2022).
8) Nadi
Denyut nadi adalah ukuran untuk mengetahui berapa kali pembuluh
darah arteri mengembang dan berkontraksi dalam satu menit sebagai respons
terhadap detak jantung. Jumlah denyut nadi umumnya sama dengan detak
jantung, sebab kontraksi jantung menyebabkan peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi di arteri (Fadli, 2023).
9) Respirasi
Respirasi merupakan rangkaian proses sejak pengambilan gas atau udara,
penggunaannya untuk memecah zat, pengeluaran gas sisa pemecahan zat, serta
pemanfaatan energi yang dihasilkannya, yang berlangsung di dalam tubuh.
Respirasi yaitu proses menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida
(Yakin, 2021).
10) Suhu Badan
Suhu tubuh adalah salah satu indikator ketika tubuh sedang demam atau sedang
melakukan aktivitas fisik intensitas tinggi. Suhu tubuh merupakan salah satu
faktor penentu atau tanda tanda vital dalam menentukan kesehatan seseorang.
Suhu tubuh diperoleh dari keseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas
dari tubuh yang hilang ke lingkungan (Susanto, 2020).
11) IMT
Indeks massa tubuh merupakan cara yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa menggunakan parameter berat badan dan tinggi badan (Khairi,
2019).
12) TSH
Thyroid Stimulating Hormone (TSH), merupakan hormon glikoprotein, disekresi
oleh hipofisis anterior. TSH merupakan faktor primer yang mengendalikan
pertumbuhan sel tiroid dan sintesis serta sekresi hormon tiroid, TSH utuh
ditemukan dalam serum (SARI, 2019)
13) T3
Pemeriksaan FT3 ini tidak selalu diperlukan. Tes darah ini biasanya ditunjukan
untuk pasien hipertiroid yang FT4-nya normal. Kadar FT3 adalah 0,25-0,65 ng/dl
(SARI, 2019).
14) T4
Free Thyroxine adalah cara paling baik untuk mengukur hormon tiroid yang
bebas beredar dalam peredaran darah. FT4 ini menggambarkan hormon yang aktif
bekerja pada sel-sel tubuh, yaitu sekitar 0,03% dari T4 total tidak bisa
mengganggu jumlah FT4 yang beredar dalam darah. Kadar FT4 biasanya
1-3ng/dl (nanogram per desiliter).Kadar FT4 yang tinggi menunjukan hipertiroid,
pada keadaan tertentu hipertiroid bisa disebabkan oleh T3 yang tinggi, sehingga
FT4 masih normal bahkan rendah (SARI, 2019).
2. KATA KUNCI/PROBLEM
1) Lemah
2) Lelah Tidak Hilang Meskipun Sudah Istirahat
3) Kurang Bertenaga
4) Sulit Bab > 5 Hari
5) Kedinginan
6) Memakai Selimut Walaupun Suhu Ruangan Normal Tanpa AC
7) Rambut Rontok
8) Menolak Dibesuk
9) Kelenjar Tiroid Teraba Membesar
10) IMT : 30 kg/m2
11) TSH : 8 uU/ml
12) T3 : 50 ng/dl
3. MIND MAP

SERING MERASA
DINGIN

HIPERTIROIDISME HIPOTIROIDISME HASHIMOTO


Hipertiroidisme adalah kondisi klinis Hipotiroid adalah kelainan fungsi Penyakit Hashimoto adalah kelainan
yang disebabkan oleh peningkatan kelenjar tiroid yang ditandai dengan autoimun yang mempengaruhi kelenjar
konsentrasi hormon tiroid dalam kurangnya produksi hormone tiroid tiroid. Gangguan autoimun adalah
jaringan akibat peningkatan sintesis yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin penyakit yang disebabkan oleh sistem
hormon oleh kelenjar tiroid berupa (T4) yang diproduksi kelenjar tiroid kekebalan tubuh yang menyerang
peningkatan pelepasan hormon tiroid (Adnan, 2021). jaringan sehat (Kemenkes, 2023).
endogenous atau sumber ekstratiroidal
eksogen (Srikandi, 2020).
Manifestasi Klinis: Gejala yang Manifestasi Klinis: Saat penderita
paling umum muncul pada orang penyakit Hashimoto mengalami
Manifestasi Klinis: Gejala yang dewasa yaitu mudah lelah, lesu, hipotiroidisme, akan muncul gejala
paling sering muncul berupa palpitasi intoleran terhadap suhu dingin, adanya berupa Cepat lelah, Suara serak,Kulit
lemas tremor, anxiety, gangguan tidur, penambahan berat badan, konstipasi pucat dan kering Sembelit,Kuku
intoleransi panas, berkeringat, dan (sembelit), nyeri sendi dan kram otot, menjadi rapuh, Rambut rontok dan
polydipsia. Pada pemeriksaan fisik gangguan pertumbuhan dan Otot lemah, terasa nyeri, kaku, atau
biasanya dapat di temukan takikardi, perkembangan (anak-anak), perubahan sakit bila disentuh (Kemenkes, 2023).
tremor pada ekstremitas dan suara, kulit kering, rambut rontok,
penurunan berat badan (Srikandi, gondok (Adnan, 2021).
2020).
TABEL PENYOTIRAN

No Manifestasi Klinis Hipertiroidisme Hipotiroidisme Tiroiditis


Hashimoto
1. Lemah   
2. Lelah Tidak Hilang Meskipun   
Sudah Istirahat
3. Kurang Bertenaga   
4. Sulit Bab > 5 Hari   
5. Kedinginan -  
6. Memakai Selimut Walaupun -  
Suhu Ruangan Normal Tanpa
AC
7. Rambut Rontok   
8. Menolak Dibesuk Karena   
Tidak Nyaman
9. Kelenjar Tiroid Teraba   
Membesar
10. IMT : 30 kg/m2 -  
11. TSH : 8 uU/ml -  -
12. T3 : 50 ng/dl -  

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1) Mengapa pasien merasa lemah?
2) Mengapa pasien mengeluh lelah?
3) Mengapa pasien kurang bertenaga dan sulit beraktifitas sehari-hari?
4) Mengapa pasien sulit BAB lebih dari 5 hari?
5) Mengapa pasien merasa kedinginan?
6) Mengapa rambut pasien banyak yang rontok?
7) Mengapa pasien merasa tidak nyaman dengan keadaannya?
8) Mengapa kelenjar tiroid pada pasien membesar?
5. JAWABAN PENTING
1) Pasien hipotiroidisme merasa lemah karena kurangnya hormon tiroid yang
berperan penting dalam mengatur metabolisme tubuh. Hormon tiroid, seperti
tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3), mempengaruhi sejumlah fungsi tubuh
termasuk produksi energi. Kurangnya hormon ini dapat mengakibatkan
penurunan laju metabolisme, penumpukan kelebihan berat badan, dan
kekurangan energi, yang menyebabkan rasa lemah dan kelelahan pada pasien
hipotiroidisme. (Amelia Rahma, 2023)
2) Pasien hipotiroidisme merasa lelah karena rendahnya kadar hormon tiroid
dalam tubuh. Hormon tiroid, terutama tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3),
berperan penting dalam mengatur metabolisme basal dan produksi energi
dalam sel. Kurangnya hormon tiroid menghambat proses-produksi energi,
sehingga pasien mengalami kelelahan, penurunan daya tahan fisik, dan rasa
lemah. Keadaan ini dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan kualitas
hidup pasien hipotiroidisme. (Kemenkes,2022)
3) Pasien hipotiroidisme kurang bertenaga dan sulit beraktivitas sehari-hari
karena rendahnya kadar hormon tiroid dalam tubuh. Hormon tiroid berperan
dalam mengatur metabolisme tubuh, termasuk penguraian nutrisi menjadi
energi. Kurangnya hormon tiroid mengakibatkan penurunan laju metabolisme,
menyebabkan kelelahan, penurunan daya tahan fisik, dan kesulitan dalam
menjalani aktivitas sehari-hari dengan efisien. (Lestari Handayani, 2021)
4) Pasien yang mengalami kesulitan buang air besar (BAB) selama lebih dari 5
hari bisa mengalami kondisi yang disebut dengan konstipasi kronis. Beberapa
penyebab umumnya meliputi pola makan yang tidak sehat, kurangnya
konsumsi serat, dehidrasi, kurangnya aktivitas fisik, penggunaan obat-obatan
tertentu, gangguan pada saluran pencernaan, atau kondisi medis lainnya seperti
sindrom iritasi usus besar atau hipotiroidisme. (Kemenkes, 2023)
5) Pada pasien hipotiroidisme, produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid
menurun, yang dapat mengakibatkan penurunan tingkat metabolisme tubuh.
Ketika metabolisme menurun, tubuh menghasilkan lebih sedikit energi untuk
mempertahankan suhu tubuh, sehingga pasien cenderung merasa kedinginan
lebih sering.(Sofwan & Aryenti, 2019)
6) Rambut biasanya tumbuh dalam tiga fase: pertumbuhan, istirahat, dan rontok.
Ketika seseorang mengalami hipotiroidisme, fase pertumbuhan rambut bisa
menjadi lebih pendek, sementara fase istirahat dan rontoknya bisa lebih
panjang. Akibatnya, rambut yang rontok bisa terlihat lebih banyak dan lebih
cepat daripada biasanya. (Bergfeld, 2019)
7) Pasien mungkin merasa tidak nyaman dengan keadaannya karena beberapa
alasan, seperti rasa sakit, kelemahan fisik, kebingungan atau ketidakpastian
tentang kondisi mereka, perasaan cemas atau takut, atau kurangnya dukungan
sosial atau informasi yang memadai tentang perawatan mereka. Faktor-faktor
ini dapat menyebabkan stres dan ketidaknyamanan pada pasien. (Alder, 2019)
8) Kekurangan yodium akan membuat kelenjar tiroid bekerja lebih keras dan
akhirnya membesar. Beberapa jenis makanan diketahui mengandung zat yang
dapat menyebabkan kelenjar tiroid membesar (goitrogenik). Dengan kata lain,
konsumsi makanan tersebut secara berlebihan dapat menimbulkan penyakit
gondok (Sisy Rizkia Putri, 2020)

6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


1) Diharapkan bisa menganalisa penyakit yang terdapat pada scenario
2) Diharapkan bisa mengerti dan mendalami sistem endokrin
3) Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada kasus diatas
4) Untuk mengetahui apakah adanya penatalaksanaan dari kasus di atas
7. INFORMASI TAMBAHAN
1) Dalam jurnal yang ditulis oleh Catur Ari Setianto,dkk. 2021 mengenai
“Efektifitas Neuromuscular Taping (NMT) sebagai Terapi NonFarmakologi
pada Penderita Hipotiroid di RS Saiful Anwar, Malang: Sebuah Laporan
Kasus”
https://www.jk-risk.org/index.php/jk-risk/article/download/11/6
2) Dalam jurnal yang ditulis oleh Miftahul Adnan, 2021 mengenai “Tujuan
Penatalaksanaan Diet Pada Penderita Hipotiroid”
https://doi.org/10.14710/jnh.9.2.2021.19-24

8. KLARIFIKASI INFORMASI
1) Neuromuscular Tapping (NMT) adalah suatu teknik yang menggunakan suatu
plester elastis yang ditempelkan pada permukaan kulit, yang menyebabkan
suatu efek terapeutik pada area lokal maupun secara langsung. Ketika dipasang
dengan tepat maka dapat mengurangi rasa nyeri dan memfasilitasi drainase
limfatik melalui bentukan lipatan pada area kulit. Mekanisme kerja NMT
dimana kulit mendapatkan banyak stimulus (mekanikal, panas, dan nyeri),
yang mana hal tersebut diaktivasi oleh mekanisme yang mengaktifkan reseptor
yang spesifik (mekanoreseptor, proprioseptor, termoreseptor dan nosiseptor).
(Setianto et al., 2021)
2) Tujuan penatalaksanaan diet pada penderita hipotiroid yaitu memberikan
energy cukup untuk memperbaiki status gizi, meningkatkan asupan iodium dan
menurunkan berat badan serta mengurangi gejala yang ada seperti
melancarkan BAB dan menurunkan kolesterol. Beberapa makanan yang
dianjurkan yaitu makanan yang mengandung banyak iodium, selenium,
kalsium dan serat. Sedangkan makanan yang harus dihindari /dibatasi yaitu
jeroan, makanan berminyak/bersantan, tahu, tempe, kacang-kacangan,
minuman berenergi, mengandung pemanis buatan, soda, kopi, sayuran mentah
seperti kubis putih, kubis merah, brokoli, dan kol. (Adnan, 2021)

9. ANALISA & SINTESIS INFORMASI


Berdasarkan skenario kasus yang kami dapat bahwa kami mengangkat satu
diagnosa medis yaitu Seorang perempuan berusia 68 tahun dirawat di ruang interna
karena lemah. Hasil pengkajian pasien mengeluh lelah dah lelahnya tidak hilang
meskipun sudah istirahat, kurang bertenaga dan sulit melakukan aktivitas sehari-
hari. Pasien juga mengatakan sulit bab lebih dari 5 hari, dan merasa kedinginan
sehingga selalu menggunakan selimut walaupun suhu ruangan normal tanpa ac.
Pasien mengatakan rambutnya banyak yang rontok. Saat di ruangan pasien
menolak dibesuk oleh keluarga dan teman – temannya karena merasa tidak nyaman
dengan keadaannya. Hasil pemeriksaan palpasi kelenjar tiroid teraba membesar.
TD : 130/90 mmHg, N : 92x/mnt, RR: 22x/mnt, SB : 37,5oC. IMT :30 kg/m2
TSH : 8 uU/ml, T3 : 50 ng/dl. T4: 2,4 ug/d

10. LAPORAN DISKUSI


KONSEP MEDIS
HIPOTIROIDISME
A. Definisi
Hipotiroidisme merupakan salah satu jenis penyakit tiroid yang memiliki tiroid yang
kurang aktif (”hypo” berrati ”dibawah” atau ”dibawah normal”). Hipotiroidisme berarti
kelenjar tiroid tidak dapat menghasilkan cukup hormon tiroid untuk menjaga tubuh
berjalan normal. Orang hipotiroid memiliki sedikit hormon tiroid dalam darah yang dapat
disebabkan oleh penyakit autoimun, seperti tiroiditis Hashimoto, operasi pengangkatan
tiroid, dan pengobatan radiasi (American Thyroid Association, 2019).

Sekresi hormon tiroid yang tidak memadai selama perkembangan janin dan neonatal
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik dan mental (kretinisme) karena depresi
aktivitas metabolisme secara umum. Pada orang dewasa, hipotiroidisme bermanifestasi
sebagai kelesuan, gangguan mental, dan perlambatan fungsi tubuh secara umum.
Rendahnya kadar hormon tiroid dalam sirkulasi mengakibatkan hipotiroidisme klinis dan
menyebabkan berbagai proses metabolik turun atau menyebabkan banyak proses
metabolisme melambat (Nuraini et al., 2023).

B. Etiologi
Hipotiroidisme sering terjadi pada pasien yang sebelumnya mengalami
hipertiroidisme dan telah menjalani terapi seperti radioiodium, pembedahan, atau
menggunakan obat antitiroid. Kejadian ini lebih umum terjadi pada wanita lanjut usia. Saat
ini, terapi radiasi yang digunakan dalam pengobatan kanker kepala dan leher juga menjadi
faktor yang semakin sering menyebabkan hipotiroidisme pada laki-laki lanjut usia (Ivonne,
2023).

Secara klinis, terdapat tiga tipe hipotiroidisme yang dikenal. Tipe pertama adalah
hipotiroidisme sentral, yang terjadi akibat kerusakan pada kelenjar hipofisis atau
hipotalamus. Tipe kedua adalah hipotiroidisme primer, yang terjadi ketika kelenjar tiroid
itu sendiri mengalami kerusakan. Tipe ketiga adalah hipotiroidisme yang disebabkan oleh
faktor lain seperti penggunaan obat-obatan tertentu, defisiensi yodium, kelebihan yodium,
atau resistensi perifer terhadap hormon tiroid (Ivonne, 2023).

C. Prognosis
Kasus hipotiroid tanpa pemberian terapi yang adekuat memiliki risiko mortalitas dan
morbiditas yang tinggi. Terapi hipotiroid yang inadekuat berhubungan dengan timbulnya
gagal jantung, koma, hingga kematian. Pada anak-anak, kegagalan terapi hipotiroid juga
menyebabkan retardasi mental yang serius. Sebaliknya, penderita hipotiroid dengan terapi
yang adekuat umumnya menunjukkan prognosis yang baik dan gejala berangsur berkurang
dalam beberapa minggu atau bulan (Hastuti et al., 2019).

Prognosis menjadi lebih baik jika gangguan ini diketahui seawal mungkin dengan
tatalaksana yang memadai. Beberapa gangguan kognitif, visual, bahasa, memori, dan
gangguan perhatian kadang masih tampak walaupun sudah dideteksi sejak awal dan
diterapi dengan memadai (Pradiptha, 2023).

D. Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada
respons jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut
(Ibrahim, 2022) :

a. Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang merangsang


hipofisis anterior.
b. Hipofisis anterior menyintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating Hormone = TSH)
yang merangsang kelenjar tiroid.
c. Kelenjar tiroid menyintesis hormon tiroid (Triiodothyronin = T3 dan
Tetraiodothyronin = T4 Thyroxin) yang merangsang metabolisme jaringan yang
meliputi: konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme
protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja daripada hormon-
hormon lain.

Hipotiroid dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan
disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif
oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus (Ibrahim, 2022).

Apabila hipotiroid terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah
disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya
umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroid yang disebabkan oleh
malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadarHT, TSH, dan TRH (Ibrahim,
2022).
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala hipotiroidisme biasanya berkembang perlahan. seiring waktu
terkadang bertahun-tahun. Keluhan pasien biasanya mencakup (Malik, 2022) :

a. Merasa lelah (fatigue).


b. Mengalami mati rasa dan kesemutan di tangan.
c. Mengalami sembelit.
d. Pertambahan berat badan.
e. Mengalami nyeri di seluruh tubuh (bisa termasuk kelemahan otot).
f. Memiliki kadar kolesterol darah lebih tinggi dari normal.
g. Merasa depresi.
h. Tidak dapat mentolerir suhu dingin.
i. Memiliki kulit dan rambut yang kering dan kasar.
j. Mengalami penurunan minat seksual.
k. Mengalami periode menstruasi yang sering dan berat.
l. Mengalami perubahan fisik di wajah (termasuk kelopak mata yang terkulai, serta
bengkak di mata dan wajah).

Selain itu, Tanda dan gejala klinis dari hipertiroidisme dapat bervariasi sesuai dengan
usia pasien, durasi sakit, kadar hormon, dan kondisi komorbid. Secara garis besar gejala
yang dialami oleh pasien berupa berdebar, intoleransi terhadap panas, mudah berkeringat,
tremor, peningkatan nafsu makan, penurunan berat badan, mudah lelah, BAB berlebih,
cemas, gelisah, gangguan menstruasi (pada pasien perempuan), bahkan hingga gangguan
irama jantung dan gagal jantung. Sedangkan tanda klinis yang seringkali didapatkan
berupa eksoftalmus, benjolan pada leher, tremor, palpitasi, edema tungkai, dan perubahan
pada kulit (Saraswati Welly, 2022)

F. Klasifikasi
Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan menjadi (Ridwan, 2019) :
1. Hipotiroidisme primer, Hipotiroidisme primer terjadi akibat kegagalan tiroid
memproduksi hormon tiroid
2. Hipotiroidisme sekunder adalah akibat defisiensi hormon TSH yang dihasilkan oleh
hipofisis.
3. Hipotiroidisme tersier disebabkan oleh defisiensi TRH yang dihasilkan oleh
hipotalamus.
G. Komplikasi
Komplikasi pada hipotiroidisme menurut meliputi (Susilawati, 2022):
1. Koma Miksedema
Stadium akhir dari hipotiroid yang tidak diobati adalah koma miksedema. Manifestasi
koma miksedema yaitu adanya kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi,
bradikardia, hipoglikemia, intoksikasi air dan syok.
2. Kehamilan dan Reproduksi
Disfungsi tiroid mengakibatkan gangguan reproduksi, mulai dari kelainan seksual,
perkembangan ketidakteraturan menstruasi dan infertilitas. Peningkatan produksi
TRH,kasar dan parau, monoton, bicara tidak jelas. kerusakan memori, daya piker
lambat, mudah tersinggung, nystagmus, niktalopia, tremor, refleks tendon profunda
lambat, parastesia, ataksia, somnolen, dan sinkop.
3. System Muskuloskeletal
Tanda dan gejala pada system muskuloskeletal yaitu otot kaku/sakit, nyeri sendi,
kelemahan otot, kram, parestesia, letih, cepat Lelah (karena penurunan basal
metabolic rate (BMR)).
4. System Kardiovaskuler
Tanda dan gejala pada system kardiovaskuler adalah intoleransi terhadap dingin,
keringat berkurang, tekanan darah, nadi dan suhu rendah, tekanan nadi menyempit,
nyeri prakordial, pembesaran jantung, disritmia.
5. System Pernapasan
Suara serak dan sesak napas saat melakukan aktivitas merupakan gejala kelainan
sitem pernapasan yang banyak ditemukan.
6. System gastrointestinal
Tanda dan gejala pada system gastrointestinal yaitu peningkatan berat badan,
anoreksia, konstipasi, distensi abdomen, asites, serta lidah besar dan tebal.
7. System reproduksi
Pada system reproduksi akan dijumoai gejala berikut ini; menoragia, metrorargia,
amenore, penurunan libido, fertilitas menurun, aborsi spontan dan impoten.
8. Anemia
Anemia terjadi karena gangguan sintesis henoglobin akibat defisiensi tiroksin, dan
defisiensi zat besi akibat gangguan absorbs zat besi oleh usus.
H. Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang untuk pada penyakit hipotiroidisme yaitu
sebagai berikut (Adnan, 2021) :

1. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)


Pemeriksaan TSHs adalah pemeriksaan tiroid menggunakan sampel darah yang
diambil dari pembuluh darah vena pada lengan untuk mengukur konsentrasi thyroid-
stimulating hormone (TSH) dalam darah.
2. FT4 (Free Thyroxine)
Pemeriksaan FT4 ini bertujuan untuk mengetahui fungsi kelenjar tiroid.
3. FT3 (Free Triiodothyronine).
Tes yang dilakukan untuk menilai kadar hormon T3 atau triiodotironin di dalam darah.
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar tiroid bersamaan dengan hormon tiroksin atau
hormon T4.
4. Ultrasonografi
USG tiroid adalah pemeriksaan kelenjar tiroid menggunakan ultrasonik untuk
mengevaluasi kelenjar tiroid, pembuluh darah arteri carotis maupun vena jugular, dan
untuk mendeteksi nodul di kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid adalah kelenjar yang
mempunyai fungsi untuk menghasilkan hormon T3, T4 dan calcitonin

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipotiroidisme melibatkan penggantian hormon tiroid yang
kurang. Terapi utama biasanya melibatkan pemberian hormon tiroid sintetis seperti
levothyroxine. Dosis yang diberikan akan disesuaikan secara individual berdasarkan
kondisi pasien. Penting untuk memonitor tingkat hormon tiroid dalam darah secara teratur
untuk memastikan dosis yang sesuai. Pemantauan tes darah secara rutin mungkin sulit
dilakukan, namun bila pasien yang menjalani penggantian hormon tiroid merasa sangat
tidak sehat atau jika ada perubahan berat badan yang signifikan, tes fungsi tiroid,
sebaiknya dengan pengukuran serum TSH dan fT4, dianjurkan untuk menyesuaikan
pengobatan jika diperlukan. Selain itu, penatalaksanaan juga melibatkan edukasi pasien
tentang pengelolaan jangka panjang dan pemahaman pentingnya keteraturan dalam
mengonsumsi obat tersebut (Tarigan & Siahaan, 2021).
J. Pencegahan
Hipotiroidisme dapat dihindari, hal ini dapat dicegah dengan pola makan dan
manajemen gaya hidup yang tepat. Inilah beberapa makanan yang boleh di konsumsi dan
yang perlu dibatasi yaitu (Adnan, 2021) :

1. Jenis Makanan yang boleh di konsumsi


a. Makanan tinggi iodium fungsinya dapat meningkatkan sintetis hormone tiroid
contonya : garam beryodium, daging, udang, telur, ikan laut, susu, telur, rumput
laut, kerang.
b. Makanan tinggi selenium fungsinya dapat meningkatkan produksi hormon tiroid.
Selenium dapat ditemukan pada seafood, daging, hati, dan kacang.
c. Makanan tinggi seng. Rendahnya kandungan seng dalam tubuh dapat mengurangi
hormon tiroid dan menyebabkan hipotiroid. Konsumsi makanan tinggi seng
mengembalikan fungsi kelenjar tiroid, seperti daging, telur, kacang, dan bayam
2. Jenis Makanan Yang perlu dibatasi
a. Lauk nabati : tahu, tempe dan kacang-kacangan. Karena mengandung isoflavon
yang dapat menghambat penyerapan iodin dalam tubuh, sehingga terjadi
kekurangan iodin. Seperti iodin berperan dalam produksi hormon tiroid
b. Sayuran mentah seperti kubis putih, kubis merah, brokoli, dan kol harus dibatasi
konsumsinya karena bersifat goitrogenik. Goitrogen mengganggu produksi dan
fungsi hormon tiroid. Senyawa ini dapat hilang melalui proses pengolahan,
sehingga sayuran yang mengandung zat ini tidak dianjurkan untuk dimakan
mentah dan konsumsinya harus dibatasi.
c. Minuman ringan mengandung pemanis buatan, minuman berenergi, soda, sirup,
kopi dan grapefruit. Minuman ini bisa mengganggu keseimbangan produksi dan
fungsi hormon tiroid
ASUHAN KEPERAWATAN
SKENARIO II
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien
Nama : Tidak terkaji
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 68 Tahun
Agama : Tidak terkaji
Suku bangsa : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
No. Registrasi : Tidak terkaji
Diagnosa medis : Hipotioidisme

2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan sekarang
1) Keluhan utama : Lemah, lelah dan kurang bertenaga
2) Keluhan Menyertai : Kesulitan BAB, merasa kedinginan, dan rambut rontok
b. Riwayat kesehatan :-
dahulu
1) Keluhan penyakit : Tidak terkaji
yang pernah dialami : Tidak terkaji
2) Pernah dirawat : Tidak terkaji
3) Alergi
c. Riwayat kesehatan
keluarga

3. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
1) Keadaan klien : Lemah
2) Kesadaran : Tidak terkaji
2) Tanda Tanda Vital
1) Tekanan darah : 130/90 mmHg
2) Nadi : 92x/menit
3) Respirasi : 22x/menit
4) Suhu tubuh : 37,5°C
3) Kepala : Tidak terkaji
1) Wajah : Tidak Terkaji
2) Mulut : Tidak Terkaji
3) Leher : Kelenjar Tiroid Teraba Membesar
4) Dada : Tidak terkaji
4) Pemeriksaan paru
1) Inspeksi : Tidak terkaji
2) Palpasi : Tidak terkaji
3) Perkusi : Tidak terkaji
4) Auskultasi : Tidak terkaji
5) Pemeriksaan jantung
1) Inspeksi : Tidak terkaji
2) Palpasi : Tidak terkaji
3) Perkusi : Tidak terkaji
4) Auskultasi : Tidak terkaji
6) Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi : Tidak terkaji
2) Palpasi : Tidak terkaji
3) Perkusi : Tidak terkaji
4) Auskultasi : Tidak terkaji
7) Pemeriksaan integumen
1) Inspeksi : Tidak terkaji
2) Palpasi : Tidak terkaji
3) Perkusi : Tidak terkaji
4) Auskultasi : Tidak terkaji
8) Pemeriksaan genetalia
1) Inspeksi : Tidak terkaji
2) Palpasi : Tidak terkaji
3) Perkusi : Tidak terkaji
4) Auskultasi : Tidak terkaji
9) Pemeriksaan ekstremitas
1) Inspeksi : Tidak terkaji
2) Palpasi : Tidak terkaji
3) Perkusi : Tidak terkaji
4) Auskultasi : Tidak terkaji

4. Data Psikososil
a. Status emosi : Tidak terkaji
b. Konsep diri : Tidak terkaji
c. Interaksi sosial : Tidak mau dibesuk oleh keluarga dan teman

5. Pola Aktivitas Fiik


a. Nutrisi : IMT : 30kg/m2
b. Eliminasi : Tidak terkaji
c. Istirahat dan tidur : Tidak terkaji
d. Aktivitas fisik : Kesu
e. Personal hygine : Tidak terkaji

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan : TSH : 8 Uu/ml
laboratorium T3 : 50 ng/dl
T4 : 2,4 ug/dl
b. Foto rontgen thorax :-

7. Identifikasi Kebutuhan Dasar Yang Mengalami Gangguan

Kategori dan Subkategori Data Subjektif dan Objektif

Fisiologis Respirasi Data Subjektif


-
Data Objektif
- RR : 22x/menit

Sirkulasi Data Subjektif


-
Data Objektif
- Kelenjar Tiroid Teraba Membesar
- TD: 130/90 mmHg

Nutrisi dan Cairan Data Subjektif


-
Data Objektif
- IMT : 30kg/m2

Eliminasi -

Aktivitas dan Data Objektif


Istirahat -
Data Subjektif
- Kelelahan
- Sulit Beraktivitas
- Kurang Bertenaga

Neurosensori -

Reproduksi dan -
Seksualitas
Psikologis Nyeri dan Data Subjektif
Kenyamanan -
Data Objektif
-Merasa Kedinginan

Integritas Ego -

Pertumbuhan dan -
Perkembangan
Perilaku Kebersihan Diri Data Subjektif
-
Data Objektif
-Rambut Rontok

Penyuluhan dan -
Pembelajaran
Relasional Interaksi Social Data Subjektif
-
Data Objektif
-Tidak mau dibesuk oleh keluarga dan temannya

Lingkunga Keamanan dan Data Subjektif


n Proteksi -
Data Objektif
- Suhu Tubuh: 37,5°C
Analisa Data

Data Subjektif dan Objektif Analisa Data Masalah Keperawatan

Data Subjektif Hipotiroidisme Keletihan

- Pasien mengeluh lelah


Penurunan laju metabolisme
- Kurang bertenaga
-
Tubuh menghasilkan energi
Data Objektif lebih sedikit

-
Keterbatasan kemampuan
tubuh

Penurunan kapasitas kerja fisik

Kurang tenaga/lelah

Keletihan

Data Subjektif Hipotiroidisme Gangguan Rasa Nyaman

-Pasien mengeluh tidak nyaman


Penurunan laju metabolisme
dengan keadaannya

- Pasien mengeluh kedinginan Metabolisme Melambat

- Pasien mengatakan rambutnya


Dampak negatif pada tubuh

rontok
Penurunan kemampuan
Data Objektif imunitas

-
Mengeluh kedinginan

Gangguan Rasa Nyaman


Data Subjektif Hipotiroidisme Konstipasi

-Pasien mengatakan sulit BAB


Penurunan laju metabolisme
lebih dari 5 hari

Data Objektif Tubuh lambat memproses


makanan
-

Penumpukan kotoran di usus

Gangguan sistem pencernaan

Kesulitan Buang Air Besar

Sulit BAB >5 Hari

Konstipasi
Data Subjektif Hipotiroidisme Obesitas

-
Penurunan laju metabolisme
Data Objektif
Perubahan distribusi lemak
- IMT : 30 kg/m2

Peningkatan berat badan

IMT 30 kg/m2

Obesitas
B. Diagnosa Keperawatan
1. Keletihan b.d Kondisi fisiologis (mis. penyakit kronis, penyakit terminal, anemia,
malnutrisi, kehamilan) d.d merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur
2. Gangguan Rasa Nyaman b.d gejala penyakit dan kurangnya privasi d.d mengeluh
tidak nyaman
3. Konstipasi b.d ketidakteraturan kebiasaan defekasi d.d defekasi kurang dari 2 kali
seminggu
4. Obesitas b.d kurangnya aktivitas fisik harian d.d IMT >27 kg/m2 (pada dewasa atau
berat dan panjang badan lebih dari presentil ke 95 untuk usia dan jenis kelamin (pada
anak)
PATHWAY Faktor Risiko

Kondisi Bawaan Proses Penuaan Defisiensi Yodium

Terganggunya Proses Perubahan Struktural Terganggunya


Perkembangan dan Fungsi Tubuh Produksi Hormon
Tiroid
↓ Perkembangan Atrofi Kelenjar Tiroid
Embrio ↓ Produksi Hormon
T3 dan T4
Kelenjar Tiroid Tidak
Terbentuk Sempurna

↓ Produksi Hormon
Tiroid

HIPOTIROIDISME

↓ Laju Metabolisme

Metabolisme Tubuh Lambat Perubahan Distribusi


Tubuh Menghasilkan
Melambat Memproses Makanan Lemak
Energi Lebih Sedikit

Keterbatasan Dampak Negatif Pada Penumpukkan Kotoran Penumpukkan Lemak


Kemampuan Tubuh Tubuh diusus di beberapa area

↓ Kapasitas Kerja ↓ Kemampuan Gangguan Sistem ⭡ Berat Badan


Fisik Imunitas Pencernaan
Kurang Tenaga/Lelah IMT : 30kg/m2
Kedinginan Kesulitan BAB
Dx : KELETIHAN
Sulit BAB > 5 Hari Dx : OBESITAS
Dx : GANGGUAN
RASA NYAMAN Dx : KONSTIPASI
C. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI RASIONAL


1. Keletihan (D.0057) Tingkat Keletihan (L.05046) Manajemen Energi (I.05178) Manajemen Energi (I.05178)
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Aktivitas/Istirahat Definisi Definisi Definisi
Kapasitas kerja fisik dan mental yang Mengidentifikasi dan mengelola Mengidentifikasi dan mengelola
Definisi tidak pulih dengan istirahat. penggunaan energi untuk penggunaan energi untuk
Penurunan kapasitas kerja fisik dan mengatasi atau mencegah mengatasi atau mencegah
mental yang tidak pulih dengan Setelah di lakukan tindakan kelelahan dan mengoptimalkan kelelahan dan mengoptimalkan
istirahat. keperawatan selama 3x24 jam proses pemulihan. proses pemulihan.
diharapkan Tingkat Keletihan
Penyebab meningkat dengan kriteria hasil: Tindakan Tindakan
1. Kondisi fisiologis (mis, 1. Verbalisasi kepulihan energi Observasi Observasi
penyakit kronis, penyakit meningkat (5) 1. Identifikasi gangguan 1. Untuk mengetahui
terminal, anemia, malnutrisi, 2. Tenaga meningkat (5) fungsi tubuh yang gangguan fungsi tubuh
kehamilan) 3. Kemampuan melakukan mengakibatkan kelelahan yang di alami pasien
aktivitas rutin (5) 2. Monitor kelelahan fisik dan akibat kelelahan.
Gejala dan Tanda Mayor 4. Keluhan lelah menurun (5) emosional 2. Untuk mengetahui tingkat
Subjektif 5. Pola istirahat membaik (5) 3. Monitor pola dan jam tidur kelelahan fisik dan
1. Merasa energi tidak pulih Terapeutik emosional pasien.
walaupun telah tidur 1. Lakukan latihan rentang 3. Untuk mengetahui pola
2. Merasa kurang tenaga gerak pasif dan atau aktif tidur pasien apakah teratur
Objektif 2. Berikan aktivitas distraksi atau tidak.
(Tidak tersedia) yang menenangkan
Gejala dan tanda minor Edukasi Terapeutik
Subjektif 1. Anjurkan melakukan 1. Untuk meningkatkan dan
(Tidak tersedia) aktivitas secara bertahap melatih massa otot dan
Objektif 2. Anjurkan menghubungi gerak ekstremitas pasien.
(Tidak tersedia) perawat jika tanda dan 2. Untuk mengalihkan rasa
gejala kelelahan tidak ketidaknyamanan yang di
Kondisi Klinis Terkait berkurang alami pasien.
1. Hipotiroidisme/ 3. Ajarkan strategi koping Edukasi
hipertiroidisme untuk mengurangi 1. Untuk menunjang proses
kelelahan kesembuhan pasien.
Kolaborasi 2. Agar perawat bisa dengan
1. Kolaborasi dengan ahli gizi segera mengkaji dan
tentang cara meningkatkan merencanakan kembali
asupan makanan tindakan keperawatan
yang bisa diberikan.
3. Memiliki kemampuan
mengatasi masalah (coping
skill) bermanfaat untuk
mencegah komplikasi
kesehatan yang mungkin
nanti akan timbul.
Kolaborasi
1. Untuk memaksimalkan
proses penyembuhan
pasien
2. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074) Status Kenyamanan (L.08064) Terapi Relaksasi (I.09326) Terapi Relaksasi (I.09326)
Kategori: Psikologis
Subkategori: Nyeri dan Kenyamanan
Definisi Definisi Definisi
Definisi Keseluruhan rasa nyaman dan aman Menggunakan teknik peregangan Menggunakan teknik peregangan
Perasaan kurang senang, lega dan secara fisik, psikologis, spiritual, sosial, untuk mengurangi tanda dan gejala untuk mengurangi tanda dan
sempurna dalam dimensi fisik budaya dan lingkungan. ketidaknyamanan seperti nyeri, gejala ketidaknyamanan seperti
psikospiritual, lingkungan dan sosial. ketegangan otot, atau kecemasan. nyeri, ketegangan otot, atau
Setelah di lakukan tindakan kecemasan.
Penyebab keperawatan selama 3x24 jam Tindakan
1. Gejala penyakit diharapkan Status Kenyamanan Observasi Tindakan
2. Kurangnya privasi meningkat dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penurunan Observasi
3. Gangguan adaptasi 1. Kesejahteraan fisik meningkat tingkat energi, 1. Mengetahui kemampuan
kehamilan (5) ketidakmampuan pasien sebelum melakukan
2. Kesejahteraan psikologis berkonsentrasi, atau gejala teknik relaksasi.
Gejala dan Tanda Mayor meningkat (5) lain yang mengganggu 2. Mengetahui tindakan yang
Subjektif 3. Dukungan sosial dari keluarga kemampuan kognitif tepat untuk dilakukan.
1. Mengeluh tidak nyaman meningkat (5) 2. Identifikasi teknik relaksasi Terapeutik
Objektif 4. Dukungan sosial dari teman yang pernah efektif 1. Agar pasien merasa rileks
(tidak tersedia) meningkat (5) digunakan 2. Untuk membantu
5. Perawatan sesuai kebutuhan Terapeutik mengurangi kecemasan,
Gejala dan Tanda Minor meningkat (5) 1. Gunakan nada suara lembut meningkatkan
Subjektif 6. Keluhan tidak nyaman menurun dengan irama lambat dan kenyamanan, dan
1. Mengeluh sulit tidur (5) berirama mempromosikan
2. Mengeluh 7. Keluhan kedinginan menurun 2. Gunakan relaksasi sebagai pemulihan dalam proses
kedinginan/kepanasan (5) strategi penunjang dengan pengobatan atau
Objektif analgetik atau tindakan rehabilitasi.
(tidak teresdia) medis lain, jika sesuai Edukasi
Edukasi 1. Memudahakan pasien
Kondisi Klinis Terkait 1. Anjurkan mengambil posisi selama melakukan teknik
(tidak teresdia) nyaman relaksasi.
2. Anjurkan rileks dan 2. Untuk mengurangi stres
merasakan sensasi relaksasi fisik dan mental,
3. Anjurkan sering meningkatkan
mengulangi atau melatih produktivitas, dan
teknik yang dipilih mendukung kesehatan
secara keseluruhan.
3. Untuk meningkatkan
keterampilan dan
kecakapan dalam teknik
tersebut.

Dukungan Hipnosis Diri Dukungan Hipnosis Diri


( I.09257) (I.09257)

Definisi Definisi
Memfasilitasi penggunaan kondisi Memfasilitasi penggunaan kondisi
hipnosis yang dilakukan sendiri hipnosis yang dilakukan sendiri
untuk manfaat terapeutik. untuk manfaat terapeutik.

Tindakan Tindakan
Observasi Observasi
1. Identifikasi teknik induksi 1. Untuk menemukan metode
yang sesuai(mis. ilusi atau pendekatan yang
pendulum Chevreul, efektif dalam
relaksasi, relaksasi otot, meningkatkan
latihan visualisasi, produktivitas, konsentrasi,
perhatian pada pernapasan, dan kinerja dalam konteks
mengulang kata atau frase industry
kunci) 2. Untuk menemukan metode
2. Identifikasi teknik yang efektif dalam
pendalaman yang sesuai memperdalam keadaan
(mis. gerakan tangan ke trans atau hipnosis
wajah, teknik ekskalasi seseorang
imajinasi, fraksinasi) 3. Untuk memahami
3. Monitor respons terhadap bagaimana proses hipnosis
hipnosis diri memengaruhi pikiran dan
4. Monitor kemajuan yang tubuh kita
dicapai terhadap tujuan 4. Untuk menilai efektivitas
terapi intervensi yang dilakukan,
Terapeutik memastikan bahwa pasien
1. Tetapkan tujuan hipnosis bergerak menuju
diri pemulihan
Edukasi Terapeutik
1. Ajarkan prosedur hipnosis 1. Untuk mengatasi
diri sesuai kebutuhan dan kebiasaan buruk,
tujuan meningkatkan rasa percaya
diri, mengurangi stres atau
kecemasan, memperbaiki
tidur.
Edukasi
1. Untuk membantu
seseorang mengatasi stres
dan kecemasan dengan
memanfaatkan relaksasi
mendalam dan sugesti
positif.

Perawatan Rambut (I.11357)


Perawatan Rambut (I.11357)
Definisi
Definisi Mengidentifikasi dan merawat
Mengidentifikasi dan merawat kesehatan rambut pada kulit
kesehatan rambut pada kulit kepala kepala

Tindakan Tindakan
Observasi Observasi
1. Identifikasi kondisi pasien 1. Untuk memberikan
(mis. kesadaran, alergi perawatan yang sesuai dan
shampoo, hemodinamik, aman sesuai dengan
kontraindikasi, cuci kebutuhan medis individu
rambut, kebersihan kulit tersebut.
kepala dan rambut, 2. Untuk mengetahui apakah
kekuatan rambut) kerontokan tersebut
2. Monitor kerontokan rambut normal atau merupakan
Terapeutik tanda masalah kesehatan
1. Siapkan peralatan sesuai yang lebih serius.
fasilitas yang ada Terapeutik
2. Jaga privasi pasien 1. Agar aktivitas atau
3. Atur posisi dengan kepala pekerjaan yang dilakukan
diganjal batal agar air tidak dapat berjalan lancar dan
membasahi tubuh (atau jika efisien.
memungkinkan pasien 2. Untuk melindungi hak
diposisikan Fowler atau individu untuk menjaga
semi Fowler informasi pribadi mereka
4. Cuci rambut dengan yang sensitif.
melakukan pemijatan 3. Untuk mencegah air
5. Lakukan pemberantasan (misalnya air liur atau
kutu dan telur rambut, jika muntahan) dari membasahi
ada tubuh.
4. Untuk merangsang
peredaran darah di kulit
kepala
5. Untuk mengurangi atau
menghilangkan populasi
kutu yang ada di
lingkungan tertentu.

3. Konstipasi (D.0049) Eliminasi Fekal (L.04033) Manajemen Konstipasi (I.04155) Manajemen Konstipasi
Kategori: Fisiologis (I.04155)
Subkategori: Eliminasi Definisi Definisi Tindakan
Proses defekasi normal yang disetel Mengidentifikasi dan mengelola
dengan pengeluaran feses mudah dan pencegahan dan mengatasi Observasi
Definisi konsistensi, frekuensi serta bentuk sembelit atau impaksi 1. Untuk mengidentifikasi
Penurunan defekasi normal yang feses normal. masalah pencernaan yang
disertai pengeluaran feses sulit dan Tindakan mungkin terjadi, seperti
tidak tuntas serta feses kering dan Setelah di lakukan tindakan Observasi gangguan pencernaan,
banyak. keperawatan selama 3x24 jam 1. Periksa tanda gejala kebiasaan makan yang
diharapkan Eliminasi Fekal meningkat konstipasi buruk, atau kondisi medis
Penyebab dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor risiko yang mendasarinya.
Situasional 1. Kontrol pengeluaran feses konstipasi (mis. obat- 2. Untuk menyesuaikan
1. Aktivitas fisik harian kurang meningkat (5) obatan, tirah baring, dan pengobatan dan
dari yang dianjurkan 2. Keluhan defekasi lama dan sulit diet rendah serat) memberikan saran gaya
2. Ketidakteraturan kebiasaan menurun (5) Terapeutik hidup yang sesuai untuk
defekasi 3. Konsistensi feses membaik (5) 1. Anjurkan diet tinggi serat mengurangi risiko
4. Frekuensi BAB membaik (5) 2. Lakukan masase abdomen, konstipasi
Gejala dan Tanda Mayor 5. Peristaltik usus membaik (5) jika perlu Terapeutik
Subjektif 3. Lakukan evakuasi fases 1. Untuk mencegah atau
1. Defekasi kurang dari 2 kali secara manual, jika perlu mengurangi konstipasi.
2. Pengeluaran feses lama dan Edukasi 2. Merangsang peristaltik
sulit 1. Anjurkan peningkatan usus dan meringankan
asupan cairan, jika tidak ketidaknyamanan akibat
Objektif ada kontraindikasi konstipasi.
(tidak tersedia) 2. Latih buang air besar 3. Untuk mencegah
Gejala dan tanda minor secara teratur komplikasi yang lebih
(tidak tersedia) 3. Ajarkan cara mengatasi serius.
konstipasi atau impaksi Edukasi
Kondidi Klinis Terkait Kolaborasi 1. Untuk meningkatkan
1. Hipotiroidisme 1. Kolaborasi penggunaan asupan cairan, terutama
obat pencahar, jika perlu air, untuk menjaga tubuh
tetap terhidrasi.
2. Untuk membantu
mengatur fungsi usus,
mencegah sembelit, dan
mengurangi risiko masalah
pencernaan lainnya.
3. Lakukan olahraga secara
teratur untuk
meningkatkan pergerakan
usus.
Kolaborasi
1. Penggunaan obat pencahar
perlu dilakukan dengan
hati-hati dan diawasi oleh
tenaga medis terlatih.

Pemberian Obat (I.02062)


Pemberian Obat (I.02062)
Definisi
Mempersiapkan, memberi, dan Definisi
mengevaluasi keefektifan agen Mempersiapkan, memberi, dan
farmakologis yang diprogramkan mengevaluasi keefektifan agen
farmakologis yang diprogramkan
Tindakan
Observasi Tindakan
1. Identifikasi kemungkinan Observasi
alergi, interaksi, dan 1. Untuk memperhatikan
kontraindikasi obat gejala yang muncul setelah
2. Verifikasi order obat sesuai terpapar suatu zat atau
dengan indikasi lingkungan tertentu.
3. Periksa tanggal kadaluarsa 2. Membantu mencegah
obat penggunaan obat yang
4. Monitor tanda vital dan tidak perlu atau tidak tepat.
nilai laboratorium sebelum 3. Untuk memeriksa obat
pemberian obat, jika perlu yang sudah kadaluwarsa
5. Monitor efek terapeutik mungkin tidak lagi efektif
obat dalam mengobati kondisi
6. Monitor efek samping yang dituju.
toksisitas, dan interaksi 4. Untuk mengetahui tanda-
obat tanda vital dan nilai
laboratorium
Terapeutik 5. Untuk mengetahui efek
1. Perhatikan prosedur trapeutik obat
pemberian obat yang aman 6. Untuk mengetahui efek
dan akurat samping toksisitas dan
2. Hindari interupsi saat interaksi obat
mempersiapkan, Terapeutik
memverifikasi, atau 1. Untuk memastikan
mengelola obat kebenaran obat, dosis,
3. Lakukan prinsip enam frekuensi, dan cara
benar (pasien, obat, dosis, pemberian.
rute, waktu, dokumentasi) 2. Untuk memastikan
4. Perhatikan jadwal kesalahan yang tidak
pemberian obat jenis diinginkan tidak terjadi.
hipnotik, narkotika, dan 3. Untuk .emastikan bahwa
antibiotic pasien menerima obat
5. Hindari pemberian obat yang benar dengan dosis
yang tidak diberi label yang tepat, melalui rute
dengan benar administrasi yang sesuai,
6. Buang obat yang tidak dan pada waktu yang tepat
terpakai atau kadaluarsa 4. Mematuhi jadwal
7. Fasilitasi minum obat pemberian obat membantu
8. Tandatangani pemberian menjaga tingkat obat
narkotika, sesuai protokol dalam tubuh pada level
Edukasi yang tepat untuk
1. Jelaskan jenis obat, alasan pengobatan yang efektif.
pemberian, tindakan yang 5. Utuk mencegah risiko
diharapkan, dan efek kesalahan dalam
samping sebelumnya penggunaan obat,
pemberian termasuk overdosis, reaksi
2. Jelaskan faktor yang dapat alergi, atau interaksi obat
meningkatkan dan yang tidak diinginkan.
menurunkan efektivitas 6. Untuk mencegah
obat penggunaan obat yang
tidak aman atau tidak
efektif,
7. Untuk memastikan bahwa
pasien mengonsumsi obat
mereka dengan benar
sesuai dengan petunjuk
dokter.
8. Untuk mencatat
persetujuan atau
persetujuan dari penerima
narkotika yang diberikan.
Edukasi
1. Untuk memberikan
pemahaman yang lebih
baik kepada pasien atau
individu yang
membutuhkan tentang
jenis obat yang mereka
konsumsi
2. Agar kita dapat memahami
bagaimana obat bereaksi
dalam tubuh dan faktor-
faktor apa yang dapat
memengaruhi kinerjanya
4. Kelebihan berat badan (D.0030) Berat Badan (L.03018) Manajemen Berat Badan Manajemen Berat Badan
Kategori: Fisiologis (I.03097) (I.03097)
Subkategori: Nutrisi dan Cairan Definisi
Akumulasi bobot tubuh sesuai dengan Definisi Tindakan
usia dan jenis kelamin. Mengidentifikasi dan mengolah Observasi
Definisi berat badan agar dalam rentang -
Akumulasi lemak berlebih atau Setelah di lakukan tindakan optimal. Terapeutik
abnormal yang tidak sesuai dengan keperawatan selama 3x24 jam 1. Memantau status nutrisi
usia dan jenis kelamin, serta diharapkan Berat Badan membaik Tindakan dan IMT klien.
melampaui kondisi berat badan lebih dengan kriteria Observasi 2. Untuk mengevaluasi
(overweight) hasil: - komposisi tubuhnya.
1. Berat badan membaik (5) Terapeutik 3. untuk membantu
Penyebab 1. Hitung berat badan ideal seseorang membuat tujuan
1. Kurang aktivitas fisik harian pasien yang dapat dicapai dengan
2. Hitung persentase lemak cara yang sehat dan
Gejala dan Tanda Mayor dan otot pasien berkelanjutan.
Subjektif 3. Fasilitasi menentukan Edukasi
(tidak tersedia) target berat badan yang 1. Untuk meningkatkan
Objektif realistis pemahaman tentang
1. IMT >27 kg/m2 (pada dewasa Edukasi faktor-faktor yang
atau berat dan panjang badan 1. Jelaskan faktor risiko berat mempengaruhi kesehatan
lebih dari presentil ke 95 untuk badan lebih dan berat tubuh.
usia dan jenis kelamin (pada badan kurang 2. Untuk memantau
anak) 2. Anjurkan mencatat berat perubahan dalam berat
badan setiap minggu, Jika badan mereka dari waktu
perlu ke waktu.
Gejala dan Tanda Minor
3. Anjurkan melakukan 3. Untuk membantu
Subjektif
pencatatan asupan seseorang memantau pola
(tidak tersedia)
makanan, aktivitas fisik makan mereka secara lebih
Objektif
dan perubahan berat badan terperinci.
(tidak tersedia)
Manajemen Nutrisi (I.03119) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Kondisi Klinis Terkait
1. Hipotiroid Definisi Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola Mengidentifikasi dan mengelola
asupan nutrisi yang seimbang asupan nutrisi yang seimbang

Tindakan Tindakan
Observasi Observasi
1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk memahami apakah
Terapeutik seseorang mendapatkan
1. Lakukan oral hygienis cukup nutrisi yang
sebelum makan, jika perlu diperlukan untuk menjaga
2. Berikan makanan tinggi kesehatan optimal.
serat untuk mencegah Terapeutik
konstipasi 1. Untuk mengurangi jumlah
3. Berikan makanan tinggi bakteri di mulut,
kalori dan tinggi protein membersihkan sisa
4. Berikan suplemen makanan dari gigi dan
makanan, jika perlu gusi, serta mempersiapkan
mulut untuk menerima
makanan dengan baik.
2. Untuk mencegah
konstipasi karena serat
membantu mempercepat
gerakan pencernaan,
menambah volume tinja,
dan membuat tinja lebih
lunak.
3. Untuk memenuhi
kebutuhan energi dan
memperbaiki serta
memelihara otot dan
jaringan tubuh.
4. Untuk mendukung
kesehatan dan kinerja
tubuh, mengatasi
defisiensi nutrisi,
meningkatkan pemulihan
setelah latihan fisik.
Intervensi Tambahan

No Diagnosa Keperawatan Intervensi Terbaru


.
1. Keletihan Berdasrkan penelitian yang dilakukan oleh Bunga Mahardika Auliasari, dkk. Tahun 2020. Dalam jurnal
yang berjudul “Pengaruh Aromaterapi Terhadap Tingkat Kelelahan (Fatigue) pada Pasien Gagal
Ginjal yang Menjalani Terapi Hemodialisa” Dalam hasil penelitian didapatkan bahwa :
Aromaterapi adalah intervensi keperawatan non-invasif untuk mengurangi fatigue atau kelelahan pada
pasien yang menjalani hemodialisis. Dasar aromaterapi adalah minyak, yang merupakan zat aktif secara
kimia dengan sejarah panjang penggunaan tradisional yang aman dan evidence base yang berkembang
untuk mendukung penggunaan aromaterapi dalam perawatan. Aromaterapi didasarkan pada teori bahwa
inhalasi atau penyerapan minyak esensial memicu perubahan dalam system limbic, bagian dari otak yang
berhubungan dengan memori dan emosi. Hal ini dapat merangsang respon fisiologis saraf. endokrin atau
sistem kekebalan tubuh. yang mempengaruhi denyut jantung. tekanan darah, pernafasan, aktifitas
gelombang otak dan pelepasan berbagai hormone di seluruh tubuh. (Arina & Bunga, 2020)
2. Gangguan Rasa Nyaman Berdasrkan penelitian yang dilakukan oleh M. Kelvin Alvaredo, dkk. Tahun 2022. Dalam jurnal yang
berjudul “Efektifitas Terapi Rendam Kaki Air Hangat Dan Massage Pada Klien Hipertensiidengan
Masalah Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri” Dalam hasil penelitian didapatkan bahwa :
Terapi rendam kaki air hangat memberikan respon terhadap panas, melalui stimulasi yang mentransmisikan
impuls dari perifer ke hipotalamus. Ketika reseptor panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor
menghasilkan sinyal untuk memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Merendam kaki dengan air hangat
merupakan pemberian aplikasi panas pada tubuh untuk mengurangi gangguan rasa nyaman. Terapi ini
efektif untuk mengurangi nyeri yang berhubungan dengan ketegangan otot walaupun dapat juga
dipergunakan untuk mengatasi masalah hormonal. (Alvaredo et al., 2022)
3. Konstipasi Berdasrkan penelitian yang dilakukan oleh Nonika Roma Suryani Sianturi dkk. Tahun 2022. Dalam jurnal
yang berjudul “Efektivitas Masase Abdomen Terhadap Pencegahan Konstipasi Pada Pasien” Dalam
hasil penelitian didapatkan bahwa :
Terapi non farmakologi dapat dilakukan tanpa menimbulkan efek samping seperti masase abdomen. Terapi
ini yang diberikan pada dinding abdomen secara langsung dapat membantu merangsang peristaltik usus,
memperkuat otot-otot abdomen serta dapat meningkatkan kontraksi dari intertinal dan rektum seseorang
sehingga dapat memperlancar sistem pencernaan. (Lara, 2022)
4. Obesitas Berdasrkan penelitian yang dilakukan oleh Nurul Falah Saldin. Tahun 2019. Dalam jurnal yang berjudul
“Pengaruh Senam Aerobik Terhadap Penurunan Berat Badan Pada Ibu-Ibu Pkk Kelurahan
Buakana Kecamatan Rappocini Kota Makassar” Dalam hasil penelitian di dapatkan bahwa :
Beberapa cara untukmenangani kelebihan berat badan. antara lain dengan berolahraga, diet dan terapi
psikologis. Latihan fisik jauh lebih baik menurunkan berat badan dibandingkan dengan dua intervensi lain.
Keuntungan lain. dari latihan fisik terlihat pada senam aerobik selama 10-15 menit 3 kali seminggu yang
dapat mengendalikan tekanan darah dan lemak darah. Latihan olahraga, sebagaimana kita ketahui bersama,
mempunyai pengaruh yang jelas. pada penurunan kadar lemak dan kolesterol di dalam darah kita. (Saldin,
2019)
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. Keletihan (D.0057) Manajemen Energi (I.05178) S: -
Tindakan O: -
Observasi A: -
1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan P:-
2. Memonitor kelelahan fisik dan emosional
3. Memonitor pola dan jam tidur
Terapeutik
1. Melakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
2. Memberikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi
1. Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
2. Menganjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
3. Mengajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
2. Gangguan Rasa Nyaman Terapi Relaksasi (I.09326) S: -
(D.0074) Tindakan O: -
Observasi A: -
1. Mengidentifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, P : -
atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
2. Mengidentifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
Terapeutik
1. Menggunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
2. Menggunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
1. Menganjurkan mengambil posisi nyaman
2. Menganjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
3. Menganjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih

Dukungan Hipnosis Diri


( I.09257)
Tindakan
Observasi
1. Mengidentifikasi teknik induksi yang sesuai(mis. ilusi pendulum Chevreul, relaksasi,
relaksasi otot, latihan visualisasi, perhatian pada pernapasan, mengulang kata atau
frase kunci)
2. Mengidentifikasi teknik pendalaman yang sesuai (mis. gerakan tangan ke wajah,
teknik ekskalasi imajinasi, fraksinasi)
3. Memonitor respons terhadap hipnosis diri
4. Memonitor kemajuan yang dicapai terhadap tujuan terapi
Terapeutik
1. Menetapkan tujuan hipnosis diri
Edukasi
1. Mengajarkan prosedur hipnosis diri sesuai kebutuhan dan tujuan

Perawatan Rambut (I.11357)


Tindakan
Observasi
1. Mengidentifikasi kondisi pasien (mis. kesadaran, alergi shampoo, hemodinamik,
kontraindikasi, cuci rambut, kebersihan kulit kepala dan rambut, kekuatan rambut)
2. Memonitor kerontokan rambut
Terapeutik
1. Menyiapkan peralatan sesuai fasilitas yang ada
2. Mejaga privasi pasien
3. Mengatur posisi dengan kepala diganjal batal agar air tidak membasahi tubuh (atau
jika memungkinkan pasien diposisikan Fowler atau semi Fowler
4. Mencuci rambut dengan melakukan pemijatan
5. Melakukan pemberantasan kutu dan telur rambut, jika ada

3. Konstipasi (D.0049) Manajemen Konstipasi (I.04155) S: -


Tindakan O: -
Observasi A: -
1. Memeriksa tanda gejala konstipasi P:-
2. Mengidentifikasi faktor risiko konstipasi (mis. obat-obatan, tirah baring, dan diet
rendah serat)
Terapeutik
1. Menganjurkan diet tinggi serat
2. Melakukan masase abdomen, jika perlu
3. Melakukan evakuasi fases secara manual, jika perlu

Edukasi
1. Menganjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
2. Melatih buang air besar secara teratur
3. Mengajarkan cara mengatasi konstipasi atau impaksi
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi penggunaan obat pencahar, jika perlu

Pemberian Obat (I.02062)


Tindakan
Observasi
1. Mengidentifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi obat
2. Memverifikasi order obat sesuai dengan indikasi
3. Memperiksa tanggal kadaluarsa obat
4. Memonitor tanda vital dan nilai laboratorium sebelum pemberian obat, jika perlu
5. Memonitor efek terapeutik obat
6. Memonitor efek samping toksisitas, dan interaksi obat
Terapeutik
1. Memperhatikan prosedur pemberian obat yang aman dan akurat
2. Menghindari interupsi saat mempersiapkan, memverifikasi, atau mengelola obat
3. Makukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, rute, waktu, dokumentasi)
4. Memperhatikan jadwal pemberian obat jenis hipnotik, narkotika, dan antibiotic
5. Mengindari pemberian obat yang tidak diberi label dengan benar
6. Membuang obat yang tidak terpakai atau kadaluarsa
7. Memfasilitasi minum obat
8. Mendatangani pemberian narkotika, sesuai protokol
Edukasi
1. Menjelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang diharapkan, dan efek
samping sebelumnya pemberian
2. Menjelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan efektivitas obat
4. Obesitas (D.0030) Manajemen Berat Badan (I.03097) S: -
Tindakan O: -
Observasi A: -
- P:-
Terapeutik
1. Menghitung berat badan ideal pasien
2. Menghitung persentase lemak dan otot pasien
3. Memfasilitasi menentukan target berat badan yang realistis
Edukasi
1. Menjelaskan faktor risiko berat badan lebih dan berat badan kurang
2. Menganjurkan mencatat berat badan setiap minggu, Jika perlu
3. Menganjurkan melakukan pencatatan asupan makanan, aktivitas fisik dan perubahan
berat badan

Manajemen Nutrisi (I.03119)


Tindakan
Observasi
1. Mengidentifikasi status nutrisi
Terapeutik
1. Melakukan oral hygienis sebelum makan, jika perlu
2. Memberikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3. Memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
4. Memberikan suplemen makanan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. (2021). Asuhan Gizi Pada Hipotiroid Nutritional Care On Hypothyroid Miftahul
Adnan Universitas Muhammadiyah Semarang. Journal of Nutrition and Health, 9(1),
19–24.

Alder, D. (2019). Kecemasan Pada Ibu Hamil. 9–25.

Alvaredo, M. K., Triyoso, T., & Zainaro, M. A. (2022). Efektifitas Terapi Rendam Kaki Air
Hangat Dannmassage Pada Klien Hipertensiidengan Masalah Keperawatan Gangguan
Rasa Nyaman Nyeri. Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (Pkm), 5(6),
1945–1950. https://doi.org/10.33024/jkpm.v5i6.4734

Andini, F., Iriansyah, H. S., & Barkah, A. S. (2020). Upaya Meningkatkan Kemampuan
Menarik Kesimpulan Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Materi Teks Tanggung
Jawab Warga Negara melalui Metode Mind Mapping. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan STKIP Kusuma Negara II, 45–50.

Arina, & Bunga. (2020). Pengaruh Aromaterapi Terhadap Tingkat Kelelahan ( Fatigue ) pada
Pasien Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Seminar Nasional
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta (SEMNASKEP), 45–53.

Bergfeld, W. F. (2008). Telogen effluvium. Hair and Scalp Diseases: Medical, Surgical, and
Cosmetic Treatments, 2(3), 119–135. https://doi.org/10.33667/2078-5631-2020-24-11-
14

Djala, F. L. (2021). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien


Rawat Inap Di Ruangan Interna Rumah Sakit Umum Daerah Poso. Journal of Islamic
Medicine, 5(1), 41–47. https://doi.org/10.18860/jim.v5i1.11818

El-Matury, H. J., Dame Manalu, E., & Batubara, S. (2021). Pelatihan Penggunaan Alat
Pelindung Diri Pada Perawat Di Ruang Radiologi Rumah Sakit Umum Sembiring.
Jurnal Pengabdian Masyarakat Putri Hijau, 1(2), 85–89.

Hanafi, I., & Hariyono, W. (2020). Analisis Kecelakaan Kerja pada Perawat di Rumah Sakit
umum PKU muhammadiyah Gamping Kabupaten Sleman. Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, 1–11.

Hardaniyati, H., Setyawati, I., Riezqy Ariendha, D. S., & Zulfiana, Y. (2023). Penyuluhan
Dan Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Sebagai Salah Satu Upaya Deteksi Dini Anemia
Pada Ibu Hamil. Jurnal LENTERA, 2(2), 219–225.
https://doi.org/10.57267/lentera.v2i2.199

Hastuti, P., Widodo, U. S., Oktarizal, R., Kurniadi, A. L., Anwar, K., & Siregar, A. A. R.
(2019). Status mineral dan hormon tiroid pada penderita hipotiroidisme. Journal of
Community Empowerment for Health, 1(1), 54. https://doi.org/10.22146/jcoemph.39334

Irwan Akbar, M. (2019). Penerapan Metode Dempster Shafer Untuk Sistem Pakar Diagnosa
Rasa Sakit Pada Perut. JATI (Jurnal Mahasiswa Teknik Informatika), 3(2), 67–74.
https://doi.org/10.36040/jati.v3i2.863

Javier, R. M., Rialdi, A. F., Ahyandi, S. S., Limanto, E. J., Handika, E., Munir, B.,
Chandrawati, P. F., Abdillah, A., Chalid, M. T., Wicaksono, H., Ansyah, A. R. B., &
Mudana, I. N. (2023). Karakteristik penderita Gangguan Kecemasan Menyeluruh Pada
Grave’s Disease dengan gambaran EKG Sick Sinus Syndrome (SSS). Syntax Idea, 5(2),
137–156. https://doi.org/10.46799/syntax-idea.v5i2.2135

Khairi. (2018). Columna 8. 5–10.

Lara. (2022). Efektivitas Masase Abdomen Terhadap Pencegahan Konstipasi Pada Pasien
Stroke. 2005–2003 ,)8.5.2017(4 ,‫הארץ‬. www.aging-us.com

Munthe, M., & Lase, F. (2022). Faktor-Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kegiatan
Belajar Mahasiswa. Educativo: Jurnal Pendidikan, 1(1), 216–225.
https://doi.org/10.56248/educativo.v1i1.30

Nuraini, Anida, Azizah, L. N., Sunarmi, Ferawati, Istibsaroh, F., Sesaria, T. G., Oktavianti,
D. S., Muslimin, I. S., Azhar, B., & Amalindah, D. (2023). Asuhan Keperawatan pada
Pasien Gangguan Sistem Endokrin.

Pradiptha, I. P. Y. (2023). Hipotiroid Kongenital Dan Gangguan Pendengaran. 3(2), 77–83.

Saldin, N. F. (2019). Pengaruh Senam Aerobik Terhadap Penurunan Berat Badan Pada Ibu-
Ibu Pkk Kelurahan Buakana Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Fakultas Ilmu
Keolahragaan.

Saraswati Welly, N. A. S. S. (2022). Hipertiroidisme: Sebuah Studi Laporan Kasus.


Wellness And Healthy Magazine, 4(Vol 4, No 1 (2022): February), 9–18.
https://doi.org/10.30604/well.1183412022
SARI, A. P. (2019). Hasil Pemeriksaan Ft4 Dan Tsh Pada Suspek Kelainan Tiroid Di Rsud
MODUL III
Budhi Asih Jakarta. Universitas MH Thamrin, 5–24.

Setianto, C., Rahmy, S., & Sudjatmoko, A. (2021). Efektifitas Neuromuscular Taping (NMT)
sebagai Terapi Non-Farmakologi pada Penderita Carpal Tunnel Syndrome di RS Saiful
Anwar, Malang: Sebuah Laporan Kasus. Jurnal Klinik Dan Riset Kesehatan, 1(1), 60–
66. https://doi.org/10.11594/jk-risk.01.1.8

Sholikhah, A. N., Savitri, A. W. N., Kusuma, A. R. V., Jaslina, A. N., Nur’aini, A. P.,
Rahmadhan, A., & Ndari, A. W. (2023). Pengetahuan Mahasiswa Universitas Duta
Bangsa Tentang Insomnia Yang Berpengaruh Terhadap Kesehatan. Jurnal
OSADHAWEDYAH, 1(2), 63–65.

Sisy Rizkia Putri. (2020). Jurnal Penelitian Perawat Profesional Pencegahan Tetanus. British
Medical Journal, 2(5474), 1333–1336.

Sofwan, A., & Aryenti. (2017). Anatomi Endokrin. Universitas Yarsi, 1–7.

Srikandi, P. R. (2020). Hipertiroidismee Graves Disease:Case Report. Jurnal Kedokteran


Raflesia, 6(1), 30–35. https://doi.org/10.33369/juke.v6i1.10986

Tarigan, M. B., & Siahaan, J. M. (2021). Diagnosis Dini Dan Tatalaksana Hipotiroid.
Majalah Ilmiah METHODA, 11(2), 145–148.
https://doi.org/10.46880/methoda.vol11no2.pp145-148

Viera Valencia, L. F., & Garcia Giraldo, D. (2019). 済 無 No Title No Title No Title.
Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 2, 4–17.

PEMICU

SKENARIO III

Seorang perempuan berusia 65 tahun, dirawat di ruang interna dengan keluhan lemah. Hasil
pengkajian didapatkan pasien mengeluh lelah, kurang bertenaga, dan bab cair sudah 6 kali.
Pasien juga mengatakan selalu berkeringat berlebih, tangan bisanya terasa gemetar dan
mengeluh tidak nyaman dengaan kondisinya. Hasil pemeriksaan : TD : 130/90 mmHg,
frekuensi nadi : 100x/menit, frekensi nafas 22x/menit, palpasi kelenjatr tiroid teraba
membesar, palpasi kulit lengan sangat lembab dan tremor, TSH : 0,05 uU/mL, T3 : 8,19
ng/dL. T4: 3,2 ug/dL
1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING
1) Ruang interna
Ruang interna adalah istilah yang mengacu pada ruang di dalam tubuh
manusia di luar rongga organ-organ utama seperti rongga perut, dada, dan panggul.
Ini adalah ruang yang terletak di antara organ-organ internal dan di dalam rongga-
rongga tersebut. Ruang interna terdiri dari jaringan ikat, lemak, pembuluh darah, dan
struktur lainnya yang melindungi dan menghubungkan organ-organ internal (Djala,
2021).
2) Lemah
Lemah mengacu pada kondisi fisik atau mental seseorang yang kurang
bertenaga, kurang kuat, atau rentan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan. Hal
ini bisa mencakup kelemahan otot, kelemahan sistem kekebalan tubuh, atau
kelemahan mental seperti kelelahan atau depresi (Suparyanto, 2020).
3) Lelah
Lelah adalah keadaaan yang disertai adanaya penurunan efisiensi dan
ketahanan dalam bekerja. Kelelahan dapat ditunjukan dengan kondisi yang berbeda-
beda. Kelelahan dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik faktor internal maupun
faktor eksternal. Faktor internal diantaranya usia, status anemia, masa kerja, kualitas
tidur, dan beban kerja, sedangkan faktor eksternal yaitu shift kerja dan iklim kerja
panas (Ariyanto, 2021) .

4) BAB cair
BAB cair Buang air besar cair adalah kondisi di mana tinja menjadi encer dan
tidak padat. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi, konsumsi
makanan tertentu, intoleransi makanan, atau gangguan pencernaan lainnya (Annisa,
2022).
5) Gemetar
Gemetar adalah suatu gerakan tubuh yang dilakukan tanpa sengaja, agak
berirama dan gerakan ototnya melibatkan gerakan osilasi dari satu bagian tubuh ke
bagian tubuh lain karena merasakan suatu ancaman. Semua gerakan ini tanpa
disadari dan dapat mempengaruhi tangan, lengan, kepala, wajah, pita suara dan kaki.
Namun kebanyakan orang mengalami gemetar pada daerah tangan dan kakinya
(Purnama, 2020).
6) Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan darah untuk mengalir melalui
pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh manusia (Kusnan, 2022).
7) Frekuensi nadi
Frekuensi denyut nadi untuk orang normal jumlahnya sama dengan denyut
jantung. Denyut nadi merupakan gelombang yang dapat diraba dan dirasakan pada
daerah arteri dari hasil pemompaan dari jantung menuju pembuluh darah. Denyut
nadi dapat diraba atau dirasakan pada arteriyang dekat dengan permukaan tubuh,
seperti areri temporalis, arteri dorsalis pedis, arteri brakhialis, arteri radialis dan
arteri karotis yang terletak di ketinggian tulang rawan tiroid. Pada orang normal
frekuensi denyut nadi sama dengan denyut jantung. Frekuensi denyut jantung
dengan mudah dapat diukur dengan mengukur denyut nadi (Supriyono et al., 2023).
8) Frekuensi napas
Frekuensi pernapasan merupakan jumlah napas yang dihitung dari menghirup
sampai mengeluarkan napas dari makhluk hidup yang memiliki satuan napas per
menit (breath per minute). Frekuensi pernapasan merupakan salah satu parameter
dari proses bernapas untuk menunjukkan keadaan keseluruhan kerja tubuh manusia
(Ikhsan et al., 2019).
9) Palpasi
Palpasi Merupakan metode pemeriksaan dengan cara meraba menggunakan
satu atau dua tangan. Dengan palpasi dapat terbentuk gambaran organ tubuh atau
massa abnormal dari berbagai aspek. Palpasi adalah pemeriksaan dengan
menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang
dapat di jangkau tangan (Sugiarto et al., 2019).
10) Kelenjar tiroid
Secara umum, tremor diklasifikasikan menjadi fisiologis (tremor normal) dan
patologis (tremor abnormal). Tremor fisiologis terjadi pada semua otot yang sedang
berkontraksi baik dalam keadaan sadar maupun fase tidur pada tingkat tertentu.
Tremor ini berkaitan dengan rasa lelah, takut, emosi, kesadaran, panas, dingin,
medikasi, alkohol, dan penggunaan obat-obatan. Getaran yang dihasilkan oleh
tremor tersebut yaitu berfrekuensi antara 8-13 Hz sehingga tidak dapat dilihat oleh
mata (Sartika et al., 2020).
11) Kulit
Kulit adalah organ terluar dari tubuh yang melapisi tubuh manusia. Kulit
adalah organ yang memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah sebagai pelindung
tubuh dari berbagai hal yang dapat membahayakan, sebagai alat indra peraba,
pengatur suhu tubuh (Adhisa et al., 2020).
12) Lembab
Kulit lembab adalah kondisi ketika kulit memiliki tingkat kelembaban yang
tinggi, membuatnya terasa basah atau sedikit berkilau. Ini bisa terjadi karena
keringat atau paparan kelembaban lingkungan yang tinggi. Kelembaban kulit yang
sehat adalah penting untuk menjaga kelembutan, elastisitas, dan kesehatan kulit
secara keseluruhan. Namun, kelembaban berlebih juga dapat menyebabkan masalah
kulit seperti ruam atau infeksi jamur pada beberapa individu (Kemenkes, 2020).
13) Tremor
Secara umum, tremor diklasifikasikan menjadi fisiologis (tremor normal) dan
patologis (tremor abnormal). Tremor fisiologis terjadi pada semua otot yang sedang
berkontraksi baik dalam keadaan sadar maupun fase tidur pada tingkat tertentu.
Tremor ini berkaitan dengan rasa lelah, takut, emosi, kesadaran, panas, dingin,
medikasi, alkohol, dan penggunaan obat-obatan. Getaran yang dihasilkan oleh
tremor tersebut yaitu berfrekuensi antara 8-13 Hz sehingga tidak dapat dilihat oleh
mata (Hidayanti et al., 2023).
14) TSH
TSH atau tirotropin adalah glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh
tirotrop dari kelenjar hipofisis anterior. Aktivitas tiroid diatur sesuai dengan
kebutuhan tubuh kemudian beredar dalam sirkulasi, saat konsentrasi dalam tubuh
menurun maka hipotalamus akan menghasilkan TRH yang memicu peningkatan
kadar TSH untuk merangsang kelenjar tiroid (Siliwangi et al., 2024).
15) T3
Triiodotironin (T3) merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid
dan berperan meningkatkan aktivitas metabolisme hampir seluruh jaringan tubuh.
Semakin tinggi sekresi hormon tiroid, maka kecepatan metabolisme basal meningkat
60-100% di atas normal (Rafie et al., 2020).
16) T4
Tetra-iodotironina adalah salah satu hormon tiroid yang disekresi oleh kelenjar
tiroid. T4 merupakan prohormon yang disintesis melalui proses iodinasi pada gugus
fenil senyawa tirosina yang teriris dari protein induknya yakni tiroglobulin. Proses
iodinasi ini terjadi oleh karena stimulasi hormon TSH (Arie et al., 2021).
2. KATA KUNCI/PROBLEM
1) Lemah
2) Lelah
3) Kurang bertenaga
4) Bab cair 6 kali
5) Berkeringat berlebih
6) Gemetar
7) Mengeluh tidak nyaman
8) Kelenjar tiroid membesar
9) Kulit Lembab dan tremor
10) TSH 0,05 uU/ML
11) T3 = 8,19 ng/dl
12) 13. T4 = 3,2 ug/dl
3. MIND MAP

Sering Keringat Berlebih Dan Tangan Gemetar

HIPERTIROIDISME ADDISON
DIABETES MELLITUS
Definisi Definisi
Definisi
. Hipertiroidisme adalah suatu Penyakit Addison merupakan
ketidakseimbangan metabolik yang penyakit yang terdapat pada kelenjar Diabetes mellitus merupakan gangguan
merupakan akibat dari produksi hormone adrenal. Hal ini karena korteks adrenal metabolisme tubuh dengan naiknya gula darah
tiroid yang berlebihan. Hipertiroid adalah (hiperglikemia) karena kekurangan hormon
menghasilkan hormon yang terlalu
keadaan di mana kadar hormon tiroid yang insulin. Yang mungkin juga terjadi karena
sedikit dari seharusnya. (endokrim,
berlebihan dan terlalu aktif. Hipertiroidisme hormon insulin tidak bekerja dengan
2023) semestinya. (endokrim, 2023).
adalah keadaan di mana produksi hormon
tiroksin berlebihan (Fiblia & Hasan, 2019).
Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis dari Lemah, cepat capai, berat Ditemukan juga adanya keluhan pada
hipertiroidisme dapat bervariasi sesuai badan turun, myalgia, atralgia, panas, pasien Diabetes Melitus seperti konstipasi,
dengan usia pasien, durasi sakit, kadar anoreksia, mual dan muntah, cemas, kelelahan, pandangan kabur dan kandidiasis
hormon, dan kondisi komorbid. Secara garis dan mental tak stabil. (Baynest, 2015). Keluhan lain pada pasien
besar gejala yang dialami oleh pasien berupa Diabetes Melitus yaitu lemah badan,
berdebar, intoleransi terhadap panas, mudah kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
berkeringat, tremor, peningkatan nafsu ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada
makan, penurunan berat badan, mudah lelah, Wanita. (practice, 2022)
BAB berlebih, cemas, gelisah, gangguan
menstruasi (pada pasien perempuan), bahkan
hingga gangguan irama jantung dan gagal
jantung.
TABEL PENYORTIRAN

No MANIFESTASI KLINIS Hipertiroid Addison Diabetes Melitus


1. Lemah   
2. Lelah   
3. Kurang bertenaga   
4. Bab cair 6 kali   
5. Berkeringat berlebih  - -
6. Gemetar   
7. Mengeluh tidak nyaman   -
8. Kelenjar tiroid membesar  - -
9. Kulit Lembab dan tremor   -
10. TSH 0,05 uU/ML  - -
11. T3 = 8,19 ng/dl  - -
12. T4 = 3,2 ug/dl  - -

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1) Mengapa pasien merasa lemah/lelah?
2) Mengapa pasien merasa kurang bertenaga?
3) Mengapa pasien sering BAB cair?
4) Mengapa pasien sering berkeringat berlebih?
5) Mengapa pasien sering gemetar/ tremor?
6) Mengapa kelenjar tiroid pada pasien teraba membesar?
7) Mengapa kulit pasien teraba lembab?
8) Mengapa pada kasus ini kadar TSH pasien rendah dan T3/T4 pasien tinggi?

5. JAWABAN PERTANYAAN
1) Pasien hiperthyroidisme yang mengalami kesulitan tidur disebabkan karena kelebihan
hormon tiroid dapat meningkatkan laju metabolisme dan meningkatkan kerja saraf
simpatik sehingga aktivitas saraf simpatik meningkat serta menimbulkan efek eksitasi
dari hormon tiroid pada sinaps dan mempengaruhi serotonin yang dapat menyebabkan
kesulitan tidur. Efek sensitisasi peningkatan kadar TH yang abnormal juga dapat
meningkatkan kerja jantung sehingga mengakibatkan denyut jantung meningkat dan
tekanan darah meningkat serta jantung berdebar-debar yang dapat menyebabkan badan
tidak rileks untuk memulai tidur. Sehingganya penderita mudah merasakan lelah, ketika
tiroid membuat terlalu banyak hormon tiroid, tubuh akan menggunakan energi terlalu
cepat (Risdianti, 2021).
2) Hubungan krisis tiroid atau hipertiroid dengan rhabdomiolisis belum diketahui secara
pasti, diduga bersifat multifaktorial seperti adanya peningkatan konsumsi energi,
penurunan produksi energi dan penyebab lainnya. Kondisi hipermetabolik dapat
mengakibatkan penurunan konsumsi energi sel otot. Penyebab rhabdomiolisis dapat
disebabkan akibat peningkatan metabolisme intrasel dan penurunan energi pada otot
sehingga terjadi kerusakan sel. Penyebab lain yang bisa mengakibatkan kondisi
rhabdomiolisis pada hipertiroid yaitu adanya kekurangan kadar carnitine. Carnitine
diperlukan untuk produksi energi, pada kondisi hipertiroid kadar carnitine menurun
secara signifikan. Hal tersebut dapat menyebabkan seseorang merasa tidak bertenaga atau
lemah (Soetedjo et al., 2022).
3) Penderita hipertiroidisme sering mengalami bab cair karena peningkatan produksi
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid mereka. Hormon tiroid yang berlebihan dapat
meningkatkan motilitas usus, menyebabkan peningkatan frekuensi dan volume tinja,
yang dapat menghasilkan tinja yang lebih cair. Selain itu, hipertiroidisme juga dapat
menyebabkan gangguan pencernaan dan penyerapan makanan, yang juga dapat
menyebabkan tinja cair (Sudadi et al., 2021).
4) Hormon tiroid juga berhubungan sangat erat dengan katekolamine yaitu hormon yang
juga berfungsi sebagai neurotransmiter. Tubuh memproduksinya di otak, jaringan saraf,
dan kelenjar adrenal. Hormon-hormon simpatis yang akan bereaksi saat adanya stress
akan terangsang dan mengakibatkan munculnya gejala seperti tangan gemetaran, tidak
tahan dengan cuaca panas dan keringat yang berlebihan (Permana et al., 2020).
5) Pada Pada kasus hipertiroid, terjadi kelebihan produksi hormon tiroksin yang
meningkatkan metabolisme tubuh sehingga memicu keringat berlebih, termasuk di
telapak tangan. Hipertiroid terjadi ketika produksi hormon tiroksin yang terlalu banyak
dalam tubuh yang meningkatkan metabolisme. mengatakan keringat berlebihan dan
tangan selalu basah menjadi gejala hipertiroid (Permana et al., 2020).
6) Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid
secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini menyebabkan
beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang, yang disebut dengan
tirotoksikosis. Tirotoksikosis merupakan manifestasi klinis yang terjadi akibat
peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah. Tirotoksikosis digunakan untuk menandai
temuan klinis, fisiologi, dan biokimia yang dihasilkan saat jaringan terpajan dan
memberikan respon terhadap hormon berlebihan. Struma adalah pembesaran pada
kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel- folikel terisi koloid secara berlebihan.
Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista
dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Penyebab paling sering dari defisiensi hormon
tiroid ialah konsumsi yodium yang tidak cukup. Struma dibagi sesuai dengan perubahan
aktivitas fungsiona reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH
(Meutia et al., 2023).
7) Tangan lembab pada penderita hipertiroidisme bisa disebabkan oleh peningkatan aktivitas
kelenjar keringat akibat peningkatan metabolisme tubuh. telapak tangan teraba hangat
dan lembab karena seringkali berkeringat (Srikandi, 2020).
8) Parameter penunjang yang digunakan untuk mengetahui adanya kondisi hipertiroidisme
ialah pengukuran kadar thyroid-stimulating hormone (TSH), thyroxine (T4), dan
triiodothyronine (T3). Pada kondisi subklinis, kadar TSH rendah, namun kadar T4 dan T3
normal. Sedangkan pada kondisi overt, kadar TSH rendah dan kadar T4, T3 atau bahkan
keduanya melebihi nilai. Hormon T4 mempunyai peran terhadap metabolisme suhu tubuh
dan emosi. T3 bentuk hormon yang aktif selain di produksi pada kelenjar tiroid juga
dibuat di jaringan tubuh lain dengan mengubah T4 mejadi T3. Fungsi utama T3 mengatur
metabolisme tubuh, pencernaan dan tulang. Produksi hormon tiroid diatur oleh TRH
(Thyrotropine Releasing Hormon) di hipotalamus dan TSH (Thyroid Stimulating
Hormon) dari hipofisis anterior. Pembentukan hormon T3 dan T4 dipengaruhi oleh
mekanisme umpan balik yang melibatkan hormon TSH (Welly, 2022).

6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


1) Diharapkan bisa menganalisa penyakit yang terdapat pada skenario
2) Diharapkan bisa mengerti dan mendalami sistem endokrin pada pasien hipertiroidisme
3) Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada kasus diatas
4) Untuk mengetahui apakah adanya penatalkaksanaan dari kasus di atas

7. INFORMASI TAMBAHAN
1) Dalam jurnal yang ditulis oleh Aviola Syania Putri dan Anna Budiarti mengenai "Atrial
Fibrilasi Pada Hipertiroid : Diagnosis Dan Penatalaksanaan"
https://proceedings.ums.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/2158
2) Dalam jurnal yang ditulis oleh Afifah Muthmainnah dan Ruza P. Rustam mengenai
"Laporan Kasus Hipertiroidisme Pada Kehamilan: Hasil Ibu Dan Neonatal “
https://jurnal.univrab.ac.id/index.php/jomis/article/view/4309
8. KLARIFIKASI INFORMASI
1) Pada kasus atrial fibrilasi pada hipertiroid, terapi utamanya adalah memperbaiki kondisi
hipertiroidnya. Terapi hipertiroid pada pasien kami yang diberikan yaitu PTU 3x100mg,
dan propranolol 2x20mg. PTU diberikan karena PTU merupakan obat anti tiroid
golongan thionamid yang bekerja menghambat sintesis hormone tiroid dan menghambat
perubahan T4 menjadi T3 di perifer. Propanolol diberikan untuk menggantikan
carvedilol. Setelah tegak penyebab AF adalah hipertiroid, maka carvedilol dihentikan dan
digantikan dengan propranolol. Propanolol oral adalah betablocker non kardioselektif
yang berfungsi untuk selain sebagai pengontrol laju pada AF, propranolol memiliki fungsi
menghambat efek simpatis yang diberikan oleh hormone tiroid di perifer. Selain itu
propanolol juga dapat diberikan karena dapat menghabat perubahan T4 menjadi T3 di
perifer. Oleh karena itu, Propanolol pada pasien ini diberikan (Putri et al., 2022).
2) Penatalaksanaan hipertiroid yang tepat selama kehamilan sangat penting bagi ibu dan
janin. Hipertiroid yang tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi terkait kehamilan
seperti preeklamsia, kelahiran prematur, hambatan pertumbuhan, bahkan kematian janin.
Terdapat berbagai macam tatalaksana untuk hipertiroid dalam kehamilan. Obat antitiroid
merupakan pengobatan pilihan dalam mengontrol gejala hipertiroid selama kehamilan.
Modalitas terapi lain yang dapatdigunakan juga adalah pembedahan, tetapi jika dengan
pengobatan obat anti hipertiroid ditemukan efek samping, maka harus dipertimbangkan
untuk dilakukan pembedahan. Thyrotropin-releasing hormone (TRH) pada janin dapat
terdeteksi pada midpregnancy, tetapi tidak meningkat. Pada masa kehamilan, dibutuhkan
sekresi T4 yang tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, oleh karena itu
asupan iodium pada ibu hamil harus ditingkatkan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi,
maka kadar TSH akan meningkat dan kadar T4 akan menurun (Muthmainnah et al.,
2024).

9. ANALISA & SINTESIS INFORMASI


Berdasarkan hasil analisis dari manifestasi klinis yang ada pada kasus dengan keluhan
lemah. Hasil pengkajian didapatkan pasien mengeluh lelah, kurang bertenaga, dan bab cair
sudah 6 kali. Pasien juga mengatakan selalu berkeringat berlebih, tangan bisanya terasa
gemetar dan mengeluh tidak nyaman dengaan kondisinya. Hasil pemeriksaan : TD : 130/90
mmHg, frekuensi nadi : 100x/menit, frekensi nafas 22x/menit, palpasi kelenjatr tiroid teraba
membesar, palpasi kulit lengan sangat lembab dan tremor, TSH : 0,05 uU/mL, T3 : 8,19
ng/dL dapat disimpulkan kasus di atas adalah Hipertiroid.
10. LAPORAN DISKUSI
KONSEP MEDIS
HIPERTIROIDISME
A. Definisi

Hipertiroid merupakan suatu kondisi gangguan kelenjar tiroid yang memiliki


manifestasi pada sistem kardiovaskuler salah satu diantaranya adalah atrial fibrilasi. Hal
ini disebabkan karena secara fisiologis hormon tiroid sendiri memiliki efek terhadap sistem
kardiovaskuler yaitu meliputi efek langsung hormon tiroid terhadap jantung, efek hormon
tiroid terhadap sistem saraf simpatis dan efek sekunder terhadap perubahan hemodinamik
(Fiblia et al., 2019).

Hipertiroid adalah suatu keadaan hipermetabolik disebut juga tirotoksikosis, terjadi


akibat kelebihan sekresi tiroksin (T4) atau triiodo-tironin (T3). Hipertiroid adalah kadar
HT dalam darah yang berlebihan. Hipertiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan
metabolik yang merupakan akibat dari produksi hormone tiroid yang berlebihan.
Hipertiroid adalah keadaan di mana kadar hormon tiroid yang berlebihan dan terlalu aktif.
Hipertiroidisme adalah keadaan di mana produksi hormon tiroksin berlebihan (Fiblia et al.,
2019).

B. Etiologi

Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau


hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan
TSH dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya.
Hipertiroidisme akibat malfungsi hipofisis memberikan gambamn kadar HT dan TSH yang
finggi. TRF akan Tendah karena uinpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme
akibat malfungsi. hipotalamus akan memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH dan
TRH yang berlebihan. Menurut Tarwoto,dkk (2012) penyebab hipertiroid diantaranya
adenoma hipofisis, penyakit graves, modul tiroid, tiroiditis, konsumsi banyak yodium dan
pengobatan hipotiroid (Yanti et al., 2019).

1. Adenoma hipofisis
Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang terjadi
2. Penyakit graves
Penyakit graves atau toksi goiter diffuse merupakan penyakit yang
disebabkan karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibody yang disebut
thyroid-stimulatin immunoglobulin (TSI) yang melekati sel-sel tiroid. TSI merinu
tindakan TSH dan merangasang tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu
banyak. Penyakit ini dicirikan adanya hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid
atau (goiter) dan eksoftalmus (mata yang melotot).
3. Tiroditis
Tiroditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan
oleh bakteri seperti streptococcus pyogenes, staphycoccus aureus dan pnemucoccus
pneumonia. Reaksi peradangan ini menimbulkan pembesaran pada kelenjar tiroid,
kerusakan sel dan peningkatan jumlah hormon tiroid. Tiroditis dikelompokan
menjadi tiroiditis subakut, tiroiditis posetpartum, dan tiroiditis tersembunyi. Pada
tiroiditis subakut terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan biasanya hilang dengan
sendirinya setelah beberapa bulan. Tiroiditis pesetpartum terjadi sekitar 8% wanita
setelah beberapa bulan melahirkan. Penyebabnya diyakini karena autoimun. Seperti
halnya dengan tiroiditis subakut, tiroiditis wanita dengan posetpartum sering
mengalami hipotiroidisme sebelum kelenjar tiroid benar-benar sembuh. Tiroiditis
tersembunyi juga disebabkan juga karna autoimun dan pasien tidak mengeluh
nyeri, tetapi mungkin juga terjadi pembesaran kelenjar. Tiroiditis tersembunyi juga
dapat mengakibatkan tiroiditis permanen,
4. Konsumsi yodium
Konsumsi yodium yang berlebihan, yang mengakibatkan peningkatan
sistesis hormon tiroid.
5. Terapi hipertiroid
Terapi hipertiroid, pemberian obat obatan hipotiroid untuk menstimulasi sekresi
hormon tiroid. Penggunaan yang tidak tepat menimbulkan kelebihan jumlah
hormon tiroid.

C. Prognosis

Prognosis jangka panjang hipertiroidisme menjadi perhatian dalam sepuluh tahun


terakhir. Hipertiroidisme bisa diobati. Beberapa penyebab mungkin hilang tanpa
pengobatan. Hipertiroidisme yang disebabkan oleh penyakit Graves biasanya memburuk
seiring berjalannya waktu. Penyakit ini mempunyai banyak komplikasi, beberapa di
antaranya parah dan mempengaruhi kualitas hidup (Wiersinga, 2023).

D. Patofisiologi
Penyebab utama hipertiroidisme seringkali adalah penyakit Graves dan goiter
toksik. Pada kebanyakan pasien hipertiroidisme, kelenjar tiroid mengalami pembesaran
dua hingga tiga kali lipat dari ukuran normalnya. Hal ini disertai dengan hiperplasia dan
lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini meningkat
beberapa kali lipat dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Setiap sel juga
meningkatkan kecepatan sekresinya sebanyak lima hingga lima belas kali lipat lebih cepat
dari kondisi normal (Gasper, 2023).

Pada hipertiroidisme, konsentrasi hormon tiroid- stimulasi (TSH) dalam plasma


menurun karena adanya zat yang menyerupai TSH. Biasanya, zat-zat ini berupa antibodi
imunoglobulin yang disebut sebagai TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin) dan
berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor TSH. Zat-zat tersebut
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, yang pada akhirnya menyebabkan hipertiroidisme.
Oleh karena itu, pada pasien hipertiroidisme, konsentrasi TSH menurun, sedangkan
konsentrasi TSI meningkat. TSI memiliki efek perangsangan yang lebih lama pada
kelenjar tiroid selama sekitar 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung
selama satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI juga menekan
produksi TSH oleh kelenjar pituitari anterior (Gasper, 2023).

Dalam kondisi hipertiroidisme, kelenjar tiroid "dipaksa" untuk mensekresikan


hormon di luar batas. normalnya. Sebagai respons terhadap permintaan ini, sel-sel
sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis yang sering muncul pada pasien
hipertiroidisme termasuk keringat berlebihan, sensitivitas terhadap suhu dingin, serta
peningkatan kecepatan metabolisme tubuh yang melebihi batas normal (Gasper, 2023).

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis muncul akibat kelebihannya hormon hipertiroid dalam jaringan


yang dapat berdampak pada berbagai macam system organ. Gejala yang paling sering
muncul berupa palpitasi, lemas, tremor, anxiety, gangguan tidur, intoleransi panas,
berkeringat, dan polydipsia. Pada pemeriksaan fisik biasanya dapat di temukan takikardi,
tremor pada ekstremitas dan penurunan berat badan. Pada pasien hipertiroid 67%
mengalami gangguan neuromuscular dan 62% memiliki gejala klinis berupa kelemahan
setidaknya 1 organ yang berhubungan dengan konsentrasi serum (T4) (Srikandi, 2020).

Tanda dan gejala klinis dari hipertiroidisme dapat bervariasi sesuai dengan usia
pasien, durasi sakit, kadar hormon, dan kondisi komorbid. Secara garis besar gejala yang
dialami oleh pasien berupa berdebar, intoleransi terhadap panas, mudah berkeringat,
tremor, peningkatan nafsu makan, penurunan berat badan, mudah lelah, BAB berlebih,
cemas, gelisah, gangguan menstruasi (pada pasien perempuan), bahkan hingga gangguan
irama jantung dan gagal jantung. Sedangkan tanda klinis yang seringkali didapatkan
berupa eksoftalmus, benjolan pada leher, tremor, palpitasi, edema tungkai, dan perubahan
pada kulit (Anonymous, 2012; McDermott, 2020).

F. Klasifikasi

Klasifikasi Hipertiroidisme dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi 2,


yaitu (Yanti et al., 2019):

1. Hipertiroid Primer: Terjadinya hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu
sendiri, contohnya:
a. Penyakit grave
b. Functioning adenoma
c. Toxic multinodular goiter
d. Tiroiditis
2. Hipertiroid Sekunder: Jika penyebab hipertiroid berasal dari luar kelenjar
tiroid.contohnya:
a. Tumor hipofisis
b. Pemberian hormone tiroid dalam jumlah besar
c. Pemasukan iodium berlebihan

G. Komplikasi

THPP adalah suatu komplikasi dari hipertiroidisme yang ditandai dengan


kelemahan otot yang bersifat akut dan rendahnya kadar kalium serum dalam darah.
Manifestasi klinis dari THPP bersifat sementara dan sering kambuh. Keluhan paralisis
biasanya terjadi pada otot proksimal di ekstermitas bawah, dapat disertai gejala prodormal
berupa nyeri otot, kram, dan kekakuan pada otot. Kelemahan di mulai pada ekstremitas
bawah hingga atas dapat berlanjut mengenai keempat ekstremitas (Suputra, 2023).

Mekanisme terjadinya THPP hingga saat ini masih belum jelas. Secara garis besar
hipokalemia pada THPP diakibatkan oleh perpindahan kalium dari ekstrasel ke intrasel
terutama ke dalam sel- sel otot secara cepat dan masif tanpa disertai penurunan kadar
kalium serum total. Sebagian besar kalium total tubuh berada di intraseluler yang
dipertahankan melalui pompa Na+/K+ATPase. Transpor natrium, klorida, kalsium, dan
kalium pada membran sel bertanggung jawab atas kontraktilitas otot, sehingga adanya
gangguan pada salah satu transpor seluler tersebut, terutama pompa Na+/K+ATPase dapat
menyebabkan kelainan pada kontraktilitas dan kelumpuhan otot (Suputra, 2023).

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada hipertiroid adalah pemeriksaan kadar


hormon tiroid, deteksi autoantibodi, dan scintigraphy. Parameter penunjang yang
digunakan untuk mengetahui adanya kondisi hipertiroidisme ialah pengukuran kadar
thyroid-stimulating hormone (TSH), thyroxine (T4), dan triiodothyronine (T3). Pada
kondisi subklinis, kadar TSH rendah, namun kadar T4 dan T3 normal. Sedangkan pada
kondisi overt, kadar TSH rendah dan kadar T4, T3 atau bahkan keduanya melebihi nilai
normal adapun jenis pemeriksaanya adalah sebagai berikut (Welly, 2022):

1. Kadar Hormon Tiroid


Pemeriksaan awal yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar thyroid stimulating
hormone (TSH), free thyroxine (fT4) dengan free triiodothyronine (fT3). Kadar
serum TSH sebaiknya diperiksa lebih dulu, karena sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi dalam mendiagnosis gangguan tiroid. Jika kadar TSH rendah, sebaiknya
dilanjutkan dengan pengukuran kadar serum fT4, fT3, dan T3 total untuk
membedakan hipertiroid subklinis dengan overt hyperthyroidism. Pemeriksaan
kadar hormon tiroid juga dapat membantu membedakan kondisi yang
menyebabkan peningkatan T3 dan T4 tetapi TSH normal, seperti pada TSH-
secreting pituitary adenoma.
2. Deteksi Antibodi
Deteksi antibodi bisa dilakukan jika ada kecurigaan ke arah Grave’s
disease. Antibodi yang diperiksa adalah TRAb dan TSI. TRAb merupakan antibodi
yang berikatan dengan reseptor TSH dan mampu memberi efek stimulasi dan juga
inhibisi pada TSH. Antibodi TSI merupakan antibodi yang berikatan dengan
thyroid stimulating immunoglobulin (TSI).
3. Pemeriksaan Scintigraphy
Pemeriksaan scintigraphy tiroid disebut juga thyroid scan atau radioiodine
uptake. Sesuai namanya, pemeriksaan ini menilai iodine uptake pada kelenjar tiroid
melalui sodium-iodide symporter (NIS). Pemeriksaan ini menggunakan agen
radioaktif yang memiliki waktu paruh singkat sehingga ideal buat kepentingan
diagnostik. Pada kasus hipertiroid, tes ini akan menunjukkan hasil high uptake.
Untuk Grave’s disease, TSH-producing pituitary adenoma, penyakit trofoblastik,
germ cell tumor hasil pemeriksaan akan menunjukkan high uptake yang merata.
Pada kasus toksik adenoma dan toksik multinodular goitre akan didapatkan high
uptake pada hyperfunctioning nodule, sedangkan area sekitar yang normal akan
tampak sebagai low uptake (asimetris)
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksan radiologi seperti USG leher atau USG tiroid akan menampilkan
pembesaran difus pada kasus Grave’s disease, dan nodul pada kasus toksik
adenoma dan toksik multinodular goitre. Pemeriksaan seperti CT scan atau MRI
dilakukan sesuai indikasi untuk menyingkirkan diagnosis diferensial, misalnya
pada dugaan TSH-secreting pituitary adenoma, struma ovarium, penyakit
trofoblastik, dan germ cell tumor.

I. Penatalaksanaan

Penanganan hipertiroid dengan cara menurunkan kadar synthesis thyroid hormone


menggunakan terapi obat antitroid, radioiodine terapi (RAI Treatment) dan total
tiroidektomi. Obat anti tiroid yang sering dipakai dari golongan thionamide adalah
propylthiouracyl (PTU) methimazole (MMI) dan carbimazole (CBZ).12 Golongan
thionamide menghambat kopling iodiotironin dan mengurangi biosintesis hormone tiroid.
Mekanisme kerja PTU dengan menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi obat
anti tiroid merupakan pilihan pengobatan lini pertama dan pengobatan jangka pendek pada
kasus Grave disease sebelum terapi RAI atau Tiroidektomi (Srikandi, 2020).

Dosis awal MMI biasanya di mulai dengan 10-30 mg pemberian sekali sehari
tergantung dengan tingkat keparahan hipertiroid (CBZ 14-40mg/hari) dan PTU dengan
dosis 100mg setiap 8jam. Pemeriksaan fungsi tes hormone tiroid sebaikya di ulang lagi 3-4
minggu sejak awal treatment dan penurunan dosis di lakukan berdasarkan level serum IT4
dan T3, 12. Pada penelitian kecil, 29 pasien secara random diberi pengobatan PTU 100mg
setiap 8jam dan methimazole 30mg setiap 24jam, 22 pasien berhasil di monitoring selama
sebulan di dapatkan kadar serum IT4 dan T3 mencapai normal yang cepat dengan
menggunakan methimazole. Pada kasus ini diberikan obat antitiroid thiamazole yaitu
thyrozol 3x10 ing sehari dan propanolol 3x10 mg (Srikandi, 2020).
Sementara itu penggunaan propanolol (20-40 mg setiap 6 jam) bertujuan untuk
menurunkan gejala-gejala hipertiroidisme yang diakibatkan peningkatan kerja dari ẞ-
adrenergic seperti palpitasi dan tremor. Propanolol juga dikatakan dapat menurunkan
perubahan T4 ke T3 di jaringan perifer sehingga dapat menurunkan jumlah hormone yang
dalam bentuk aktif (Srikandi, 2020).

J. Pencegahan

Untuk melakukan pencegahan terhadap hipertiroidisme, maka secara umum akan


dilakukan 2 pemeriksaan yaitu tes fungsi tiroid untuk mendiagnosis hipetiroidisme yaitu
(Yanti et al., 2019) :

1. Skoring Index Wayne


Penyakit hipertiroid dapat ditegakkan dengan sistem skoring, yaitu Index
Wayne dengan rentang skoring +45 hingga - 25. Jika skor > +19, maka dapat
dikatakan hipertiroid toxic. Jika skor kurang dari 11 maka dapat dikatakan
euthyroid. Apabila range skoring 11 hingga 19 dikatakan equivocal/meragukan.
Penggunaan awal index wayne ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis
hipertiroid pada kondisi keterbatasan pemeriksaan lengkap lebih lanjut.
2. Uji TSH dan FT4
Setelah pertanyaan tentang tirotoksikosis diajukan, data laboratorium
diperlukan untuk memverifikasi diagnosis, membantu memperkirakan keparahan
kondisi, dan membantu merencanakan terapi. Jika TSH menurun, seseorang perlu
melakukan pemeriksaan Free T4 (FT4) dan Free T3 (FT3). Jika tes hormon bebas
tidak tersedia, total T4 (Thyroxine) dan total T3 (Triiodothyronine) dapat
digunakan. TSH yang menurun dengan FT4 atau FT3 tinggi atau keduanya akan
mengkonfirmasi diagnosis hipertiroidisme. Pada hipertiroidisme subklinis, hanya
TSH yang menurun, tetapi FT4 dan FT3 normal.
Tingkat T4 mungkin normal pada pasien tirotoksik yang mengalami
penurunan kadar protein pengikat T4 serum atau karena penyakit parah. Dengan
demikian, tirotoksikosis mungkin ada ketika kadar T4 total dalam kisaran normal.
Namun pengukuran FT4, FT3 (Free T3), atau FTI (Free Thyroxine Index) biasanya
menghilangkan sumber kesalahan ini dan merupakan tes terbaik. Dengan adanya
gejala khas, satu pengukuran penekanan TSH atau peningkatan FT4 sudah cukup
untuk membuat diagnosis pasti, meskipun tidak mengidentifikasi penyebabnya.
Jika FT4 normal, pengulangan adalah untuk menyingkirkan kesalahan, bersama
dengan tes kedua seperti serum FT3.
ASUHAN KEPERAWATAN
SKENARIO III

1. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien
Nama : Tidak terkaji
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 65 Tahun
Agama : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
No. Register : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : Hipertiroidisme
2. Riwayat kesehatan
a. Kesehatan sekarang
1) Keluhan utama : Merasa lemah
2) Keluhan menyertai : BAB cair
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji
2) Pernah dirawat : Tidak terkaji
3) Alergi : Tidak terkaji
c. Riwayat keluarga : Tidak terkaji
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1. Keadaan klien : Tidak terkaji
2. Kesadaran : Tidak terkaji
b. Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah : 130/90 mmHg
2. Frekuensi Nadi : 100x/menit
3. Frekuensi Nafas : 22x/menit
4. Suhu Badan : Tidak terkaji

c. Keadaan Fisik
Kepala : Tidak terkaji
Wajah : Tidak terkaji
Mulut : Tidak terkaji
Leher : Kelenjar tiroid membesar
Dada : Tidak Terkaji

d. Pemeriksaan Paru

Inspeksi : Tidak terkaji


Pelpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji

e. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : Tidak terkaji

Palpasi : Tidak terkaji


Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji
d. Abdomen
Inspeksi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji

e. Integumen

Inspeksi : Tidak terkaji

Palpasi : Kulit lengan lembab

Perkusi : Tidak terkaji

Auskultasi : Tidak terkaji

f. Genetalia

Inspeksi : Tidak terkaji


Palpasi : Tidak terkaji

Perkusi : Tidak terkaji

Auskultasi : Tidak terkaji

g. Ekstremitas

Inspeksi : Tidak terkaji

Palpasi : Lengan tremor

Perkusi : Tidak terkaji

Auskultasi : Tidak terkaji

4. Data Psikososial
a. Status emosi : Tidak terkaji
b. Konsep diri : Tidak terkaji
c. Interaksi Sosial : Tidak terkaji
5. Pola aktivitas fisik sehari-hari
a. Nutrisi : Tidak terkaji
b. Eliminasi : Tidak terkaji
c. Istrahat dan tidur : Tidak terkaji
d. Aktivitas fisik : Kurang tenaga
e. Personal hygene : Tidak terkaji
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium : TSH : 0,05 Uu/mL
T3 : 8,19 ng/dl
T4 : 3,2 ug/dL
:
7. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan

Kategori dan Subkategori Data Subjektif dan Objektif

Fisiologis Respirasi -

Sirkulasi Data Subjektif


-
Data Objektif
- Kelenjar tiroid teraba besar
Nutrisi dan Cairan -

Eliminasi Data Objektif


- BAB Cair 6x
Data Subjektif
-
Aktivitas dan Data Objektif
Istirahat -
Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemah
- Pasien mengeluh lelah
- Kurang bertenaga
Neurosensori -

Reproduksi dan -
Seksualitas

Psikologis Nyeri dan Data Objektif


Kenyamanan - Kulit lengan sangat lembab dan tremor
Data Subjektif
- Pasien mengatakan selalu berkeringat berlebihan
- Tangan biasa merasa bergemetar

Integritas Ego -

Pertumbuhan dan -
Perkembangan
Perilaku Kebersihan Diri -

Penyuluhan dan -
Pembelajaran

Relasional Interaksi Social -

Lingkunga Keamanan dan -


n Proteksi
Analisa data

Data Subjektif dan Objektif Analisa Data Masalah Keperawatan

Data Subjektif: - Hipertiroidisme Diare

Data Objektif:
- Pasien mengalami Metabolisme tubuh
BAB 6x meningkat

Merangsang kontraksi
otot usus

Peristaltik usus meningkat

Defekasi lebih sering

BAB cair 6 kali

Dx. Diare

Data Subjektif: Hipertiroidisme Intoleransi Aktivitas


- Pasien mengeluh
lemah
- Pasien mengeluh lelah Metabolisme tubuh
- Pasien mengeluh meningkat
kurang bertenaga

Data Objektif: Pembakaran energi yang


- lebih cepat

Kekurangan energi

Lemah, lelah, serta kurang


tenaga

Intoleransi Aktivitas
Data Subjektif: - Hipertiroidisme Gangguan Rasa Nyaman

Data Objektif:
- Tangan biasanya Metabolisme tubuh menigkat
terasa gemetar
- Palpasi kulit lengan
sangat lembab dan Dampak negatif pada tubuh
tremor

Mengeluh tidak nyaman

Dx. Gangguan Rasa


Nyaman

B. Diagnosa keperawatan
1. Diare b.d iritasi gastrointenstinal d.d BAB cair sudah 6 kali
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d lemah, mengeluh lelah, kurang bertenaga
3. Gangguan rasa nyaman bd gejala penyakit dd tremor, keringat berlebi
Pathway Faktor Penyebab

Tiroditis Nodul Tiroid


Penyakit Graves
Toksik

Peradangan
Autoimun Nodul Hiperaktif

Kerusakan Sel-Sel
Tiroid Produksi Hormon T3 Dan T4
Tiroid
Pelepasan Hormon Hormon Tiroid
Tiroid Berlebihan Berlebihan

Hipertiroidisme

Metabolisme
Tubuh

Merangsang Pembakaran Energi Dampak negatif pada


Kontraksi Otot Usus yang Lebih Cepat tubuh

Peristaltik Usus Kekurangan Energi Mengeluh tidak


meningkat nyaman
Lemah, Lelah, serta
Defekasi Lebih Sering Kurang Tenaga Dx. Gangguan Rasa
Nyaman
BAB Cair 6 Kali Dx. Intoleransi
Aktivitas
Dx. Diare
C. Intervensi Keperawatan

NO SDKI SLKI SIKI RASIONAL

1. Diare (D.0020) Eliminasi Fekal (L.04033) Manajemen Diare (I.03101) Manajemen Diare (I.03101)
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Nutrisi dan Cairan Definisi Definisi Definisi
Proses pengeluaran feses Mengidentifikasi dan mengelola Mengidentifikasi dan mengelola
Definisi yang mudah dengan diare dan dampaknya. diare dan dampaknya.
Pengeluaran feses yang sering, lunak konsistensi, frekuensi, dan
dan tidak berbentuk. bentuk feses yang normal. Tindakan Tindakan
Observasi Observasi
Penyebab Setelah di lakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab diare
Fisiologis keperawatan selama 3x24 diare (mis, inflamasi 2. Mengetahui makanan yang
1. Iritasi gastrointestinal jam diharapkan Eliminasi gastrointestinal, iritasi sudah dikonsumsi
Fekal meningkat dengan gastrointertinal, pro 3. Mengetahui
Gejala dan Tanda Mayor kriteria hasil: infeksi, malabsorpsi, ketidaknormalan pada tinja
Subjektif - Kontrol engeluaran ansietas, stres, efek obat- 4. Mengetahui jumlan
(tidak tersedia) feses meningkat (5) obatan, pemberian botol pengeluaran diare
Objektif - Konsistensi feses susu) 5.
1. Defekasi lebih dari tiga kali membaik (5) 2. Identifikasi riwayat Terapeutik
dalam 24 jam - Frekuensi BAB pemberian makanan 1. Mengganti cairan yang
2. Feses lembek atau cair membaik (5) 3. Monitor warna, volume, terbuang
frekuensi, dan konsistensi 2. Untuk memasukkan cairan
Gejala dan Tanda Minor tinja intravena
Subjektif 4. Monitor jumlah 3. Mencegah dehidrasi
- pengeluaran diare 4. Mengetahui hasil
Objektif pemeriksaan darah lengkap
- Terapeutik dan elektrolit
1. Berikan asupan cairan 5. Untuk di cek di
Kondisi Klinis Terkait oral (mis. larutan garam laboratorium
1. Hipertiroidisme gula, oralit, pedialyte,
renalyte) Edukasi
2. Pasang jalur intravena 1. Untuk mencegah keinginan
3. Berikan cairan intravena Bab
(mis, ringer asetat, ringer 2. Agar feses tidak cair
laktat), jika perlu
4. Ambil sampel darah Kolaborasi
untuk pemeriksaan darah 1. Untuk menyerap air yang
lengkap dan elektrolit berlebih pada tinja
5. Ambil sampel feses untuk 2. Untuk mengeraskan feses
kultur, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan makanan porsi
kecil dan sering secara
bertahap -Anjurkan
menghindari makanan
pembentuk gas, pedas dan
mengandung laktosa

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat
antispasmodic/spasmolitik
(mis. papaverin, ekstak
belladon mebeverine)
2. Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses (mis.
atapulgit, smektit, kaolin-
pektin)

Pemantauan Cairan (I.03121)


Pemantauan Cairan (I.03121)
Definisi
Mengumpulkan dan menganalisis Definisi
data terkait pengaturan Mengumpulkan dan menganalisis
kesembangan cairan. data terkait pengaturan
kesembangan cairan.
Tindakan
Observasi Tindakan
1. Monitor tekanan darah Observasi
2. Monitor berat badan 1. Mengetahui perubahan
3. Monitor waktu pengisian tekanan darah
kapiler 2. Mengetahui perubahan
4. Monitor elastisitas atau berat badan
turgor kulit 3. Mengetahui kadar oksigen
5. Monitor kadar albumin dalam darah
dan protein total 4. Mengetahui elastisitas kulit
6. Monitor hasil 5. Mengetahui kadar albumin
pemeriksaan serum (mis. dan protein total
osmolaritas serum, 6. Mengetahui hasil
hematokrit, natrium, pemeriksaan serum
kalium, BUN) 7. Mengetahui jumlah cairan
7. Monitor intake dan output yang masuk dan keluar
cairan 8. Menghindari terjadinya
8. Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
hipovolemia (mis. 9. Mengetahui penyebab
frekuensi nadi meningkat, terjadinya
nadi teraba lemah, ketidakseimbangan cairan
tekanan darah menurun, 10. Terapeutik
tekanan nadi menyempit, 11. Agar pemantauan pasien
turgor kulit menurun, terjadwal
membran mukosa kering, 12. Sebagai laporan perawatan
volume urin menurun,
hematokrit meningkat, Edukasi
haus, lemah, konsentrasi 1. Agar pasien dan keluarga
urine meningkat, berat paham mengenai prosedur
badan menurun dalam pemantauan
waktu singkat) 2. Agar pasien dan keluarga
9. Identifikasi faktor risiko mengetahui hasil
ketidakseimbangan cairan pemantauan
(mis. prosedur
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka
bakar, aferesis, obstruksi
intestinal, peradangan
pankreas, penyakit ginjal
dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Intoleransi Aktivitas ( D.0056 ) Toleransi Aktivitas Manajemen Energi (1.05178) Manajemen Energi (1.05178)
Kategori : Fisiologis (L.05047 )
Subkategori : Aktivitas/istirahat Definisi Definisi
Definisi Mengidentifikasi dan mengelola Mengidentifikasi dan mengelola
Definisi Respon fisiologis terhadap penggunaan energi untuk penggunaan energi untuk
Ketidakcukupan energi untuk aktivitas yang membutuhkan mengatasi atau mencegah mengatasi atau mencegah
melakukan aktivitas sehari-hari tenaga kelelahan dan mengoptimalkan kelelahan dan mengoptimalkan
Penyebab Setelah dilakukan tindakan proses pemulihan. proses pemulihan.
1. Kelemahan keperawatan 3x24 jam
diharapkan toleransi Tindakan Tindakan
Gejala dan tanda mayor aktivitas meningkat dengan Observasi Observasi
Subjektif kriteria hasil : 1. Identifikasi gangguan 1. Untuk mengetahui
1. Mengeluh lelah fungsi tubuh yang gangguan fungsi tubuh
- Keluhan lelah mengakibatkan kelelahan yang mengakibatkan
Objektif menurun 2. Monitor kelelahan fisik kelelahan
- - Perasaan lemah dan emosional 2. Untuk mengertahui
menurun kelelahan fisik dan
Gejala dan tanda minor Terapeutik emosional pada pasien
Subjektif 1. Sediakan lingkungan
1. Merasa lemah nyaman dan rendah Terapeutik
stimulus (mis. cahaya, 1. Untuk membuat pasien
Objektif suara, kunjungan) nyaman terhadap
- 2. Lakukan latihan rentang lingkungannya
gerak pasif dan/atau aktif 2. Agar aktivitasnya dari
Kondisi klinis terkait 3. Berikan aktivitas distraksi pasien dapt dijalankan
- yang menenangkan 3. Untuk memberikan
4. Fasilitasi duduk di sisi ketenangan terhadap pasien
tempat tidur, jika tidak 4. Untuk mempermudah
dapat berpindah atau posisi duduk di sisi tempat
berjalan tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring Edukasi
2. Anjurkan melakukan 1. Agar pasien tidak diposisi
aktivitas secara bertahap yang menetap
3. Anjurkan menghubungi 2. Untuk melakukan aktivitas
perawat jika tanda dan secara bertahap
gejala kelelahan tidak 3. Agar perawat mengetahui
berkurang tanda dan gejala kelelahan
4. Ajarkan strategi koping tidak berkurang
untuk mengurangi 4. Untuk mengurangi
kelelahan kelelahan

3. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074) Status Kenyamanan Terapi Relaksasi (1.09326 ) Terapi Relaksasi (1.09326 )
(L.08064)
Kategon : Psikologis Definisi Definisi
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan Definisi Menggunakan teknik peregangan Menggunakan teknik peregangan
Keseluruhan rasa nyaman untuk mengurangi tanda dan untuk mengurangi tanda dan gejala
Definisi dan aman secara fisik, gejala ketidaknyamanan seperti ketidaknyamanan seperti nyeri,
Perasaan kurang senang, lega dan psikologis, spiritual, sosial, nyeri, ketegangan otot, atau ketegangan otot, atau kecemasan.
sempurna dalam dimens fisik budaya dan lingkungan kecemasan.
psikospiritual, lingkungan dan sosial. Tindakan
Setelah dilakukan tindakan Tindakan Observasi
Penyebab keperawatan selama 3x24 Observasi 1. Mengidentifikasi
1. Gejala penyakit jam maka diharapkan status 1. Mengidentifikasi penurunan tingkat energi,
kenyamanan meningkat penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
Gejala dan Tanda Mayor dengan kriteria hasil : ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
Subjektif berkonsentrasi, atau lain yang mengganggu
1. Mengeluh tidak nyaman - Keluhan tidak gejala lain yang kemampuan kognitif untuk
nyaman menurun mengganggu kemampuan memantau perubahan
Objektif kognitif kondisi klien yang mungkin
- 2. Mengidentifikasi teknik terjadi selama proses terapi
relaksasi yang pernah relaksasi.
Gejala dan Tanda Minor efektif digunakan 2. Mengidentifikasi teknik
Subjektif 3. Memeriksa ketegangan relaksasi yang pernah
- otot, frekuensi nadi, efektif digunakan untuk
Tingkat Ansietas tekanan darah, dan suhu menyesuaikan terapi
Objektif ( L.09093) sebelum dan sesudah dengan preferensi dan
- latihan respons individu klien.
Definisi 4. Memonitor respons 3. Memeriksa ketegangan
Kondisi Klinis Terkait Kondisi emosi dan terhadap terapi relaksasi otot, frekuensi nadi,
1. - pengalaman subyektif tekanan darah, dan suhu
terhadap objek yang tidak Terapeutik sebelum dan sesudah
jelas dan spesifik akibat 1. Menciptakan lingkungan latihan untuk mengevaluasi
antisipasi bahaya yang tenang dan tanpa respons fisik klien terhadap
memungkinkan individu gangguan dengan terapi relaksasi.
melakukan tindakan untuk pencahayaan dan suhu 4. Memonitor respons
menghadapi ancaman. ruang nyaman, jika terhadap terapi relaksasi
memungkinkan untuk menilai efektivitas
Setelah dilakukan tindakan 2. Menggunakan relaksasi dan membuat penyesuaian
keperawatan selama 3x24 sebagai strategi jika diperlukan.
jam maka diharapkan tingkat penunjang dengan
ansietas menurun dengam analgetik atau tindakan Terapeutik
kriteria hasil : medis lain, jika sesuai 1. Menciptakan lingkungan
- Diaforesi Menurun tenang dan tanpa gangguan
- Tremor Menurun Edukasi dengan pencahayaan dan
1. Jelaskan secara rinci suhu ruang nyaman, jika
intervensi relaksasi yang memungkinkan untuk
dipilih menciptakan kondisi yang
2. Menganjurkan mengambil mendukung relaksasi dan
posisi nyaman kenyamanan bagi klien.
3. Menganjurkan rileks dan 2. Menggunakan relaksasi
merasakan sensasi sebagai strategi penunjang
relaksasi dengan analgetik atau
1. Menganjurkan sering tindakan medis lain, jika
mengulangi atau melatih sesuai untuk meningkatkan
teknik yang dipilih efektivitas pengobatan dan
mengurangi kebutuhan
akan obat-obatan atau
tindakan medis yang lebih
invasif.

Edukasi
1. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih untuk memberikan
pemahaman yang jelas
kepada klien tentang tujuan
dan proses terapi relaksasi.
2. Menganjurkan mengambil
posisi nyaman untuk
memfasilitasi relaksasi dan
mengurangi ketegangan
fisik.
3. Menganjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
untuk membantu klien
memahami dan mengalami
manfaat dari teknik
relaksasi.
Menganjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih untuk
membantu klien
mengembangkan
keterampilan relaksasi yang
efektif secara mandiri.

Intervensi Tambahan

Diagnosa Jurnal Terkait


Diare (D.0020) Pemanfaatan Tumbuhan Tradisional sebagai Obat Diare pada Masyarakat Kecamatan Terangun
Kabupaten Gayo Lues

Hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pemanfaatan tumbuahan tradisional sebagai obat diare
pada masyarakat Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues. Jenis tumbuhan tradisional yang digunakan
sebagai obat diare oleh masyarakat Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues terdapat 40 spesies dan
29 familia. Sedangkan hasil penelitian dari (Diah Permatasari, DKK 2011) di Kecamatan Baturaden
Kabupaten Banyumas menyatakan bahwa ditemukan 10 tanaman untuk pengobatan diare adapun jenis
tanamannya yaitu jambu biji, kara, ketumbel, kunyit,lengkuas, manggis, nangka, pala, patikan kebo,
pepaya. Kemudian menurut Indriani dan Nuning, (2018) Di Sulawesi Selatan ditemukan 30 jenis
tumbuhan obat anti diare yang digunakan oleh 48 responden. Tumbuhan obat ini terdiri dari 19 familia
dan terbanyak berasal dari familia Zingiberaceae (6 spesies), yaitu Curcuma. aeruginosa, Curcuma longa,
Curcuma zanthorriza, Curcuma zedoaria, Kaempferia galanga dan Zingiber zerumbet. Familia ini
merupakan sumber daya tumbuhan yang cukup penting dalam menghasilkan berbagai produk untuk obat-
obatan (Nuraini, Safrida, 2021).

Intoleransi Aktivitas ( D.0056 ) Nalisis Praktik Keperawatan Pada Pasien Ckd (Chronic Kidney Disease) Dengan Intervensi
Rendam Kaki Air Hangat Terhadap Tingkat Kelelahan
Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis pada tubuh. Terapi rendam kaki air hangat
berdampak pada pembuluh darah dimana air hangat membuat sirkulasi darah menjadi lancar dan pada
pembebanan didalam air yang akan menguatkan otot-otot ligament yang mempengaruhi sendi tubuh. Air
hangat mempunyai dampak psikologis dalam tubuh sehingga air hangat bisa digunakan untuk
menurunkan tekanan darah dan merilekskan otot apabila dilakukan dengan melalui kesadaran dan
kedisplinan. Hidroterapi rendam kaki air hangat ini sangat mudah dilakukan oleh semua orang, tidak
membutuhkan biaya yang mahal dan tidak memiliki efek samping yang berbahaya. Dalam pemaparan
Dinas Kesehatan Indonesia (2014) air hangat membuat kita merasa santai, meringankan sakit dan tegang
pada otot dan memperlancar 71 peredaran darah. Maka dari itu, berendam air hangat bisa membantu
menghilangkan stres dan membuat kita tidur lebih mudah (Wanda, 2019).

Gangguan Rasa Nyaman Hipertiroid pada Wanita Lansia Usia60 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
(D.0074) Campang Raya
Intervensi yang diberikan berupa medikamentosa dan non medikamentosa terkait penyakit yang diderita
pasien. Intervensi medikamentosa bertujuan mengurangi keluhan dan mencegah komplikasi sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup pasien yaitu dengan mengonsumsi obat PTU 2x100mg dan propanolol
1x10mg. Intervensi non medikamentosa berupa edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai faktor
risiko penyakit, pola makan yang baik bagi pasien, dan aktivitas fisik yang tepat untuk pasien. Pada
pasien akan dilakukan kunjungan sebanyak 3 kali. Kunjungan pertama untuk melengkapi data pasien,
kunjungan kedua untuk melakukan intervensi dan kunjungan ketiga untuk mengevaluasi intervensi yang
telah dilakukan. Pengobatan medikamentosa yang lazim digunakan adalah golongan tionamid terutama
PTU. Efek PTU menghalangi proses hormogenesis intratiroid, mengurangi disregulasi imun intratiroid
serta konversi perifer dari T4 menjadi T3, bersifat immunosupresif dengan menekan produksi TSAb
melalui kerjanya mempengaruhi aktivitas sel T limfosit kelenjar tiroid. (Kevina et al., 2022).

D. Implementasi dan Evaluasi


NO. DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
1. Diare D.0020 Manajemen Diare S: -
I.03101 O: -
Definisi A: -
Mengidentifikasi dan mengelola diare dan dampaknya. P:-

Tindakan
Observasi
1. Mengidentifikasi penyebab diare (mis, inflamasi gastrointestinal, iritasi
gastrointertinal, pro infeksi, malabsorpsi, ansietas, stres, efek obat-obatan,
pemberian botol susu)
2. Mengidentifikasi riwayat pemberian makanan
3. Memonitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
4. Memonitor jumlah pengeluaran diare

Terapeutik
1. Memberikan asupan cairan oral (mis. larutan garam gula, oralit, pedialyte,
renalyte)
2. Memasang jalur intravena
3. Memberikan cairan intravena (mis, ringer asetat, ringer laktat), jika perlu
4. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
5. Mengambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
Edukasi
1. Menganjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap -Menganjurkan
menghindari makanan pembentuk gas, pedas dan mengandung laktosa

Kolaborasi
1. Mengkolaborasikan pemberian obat antispasmodic/spasmolitik (mis. papaverin,
ekstak belladon mebeverine)
2. - Mengkolaborasikan pemberian obat pengeras feses (mis. atapulgit, smektit,
kaolin-pektin)

Pemantauan Cairan (1.03121)


Definisi
Mengumpulkan dan menganalisis data terkait pengaturan kesembangan cairan.

Tindakan
Observasi
1. Memonitor tekanan darah
2. Memonitor berat badan
3. Memonitor waktu pengisian kapiler
4. Memonitor elastisitas atau turgor kulit
5. Memonitor kadar albumin dan protein total
6. Memonitor hasil pemeriksaan serum (mis. osmolaritas serum, hematokrit,
natrium, kalium, BUN)
7. Memonitor intake dan output cairan
8. Mengidentifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah, konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
9. Mengidentifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan (mis. prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, aferesis, obstruksi intestinal,
peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)

Terapeutik
1. Mengatur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2. Mendokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
1. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Menginformasikan hasil pemantauan, jika perlu

2. Keletihan (D.0057) Manajemen Energi (1.05178) S: -


Definisi O: -
Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah A: -
kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan. P:-

Tindakan
Observasi
1. mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2. Memonitor kelelahan fisik dan emosional

Terapeutik
1. Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
2. Melakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Memberikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan

Edukasi
1. Menganjurkan tirah baring
2. Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Menganjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Menganjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
3. Gangguan Rasa Terapi Relaksasi 1.09326 S: -
Nyaman (D.0074) O: -
Definisi A: -
Menggunakan teknik peregangan untuk mengurangi tanda dan gejala ketidaknyamanan P:-
seperti nyeri, ketegangan otot, atau kecemasan.

Tindakan
Observasi
1. Mengidentifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi,
atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
2. Mengidentifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
3. Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
4. Memonitor respons terhadap terapi relaksasi

Terapeutik
1. Menciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
2. Menggunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai

Edukasi
1. Menjelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
2. Menganjurkan mengambil posisi nyaman
3. Menganjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
1. Menganjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
DAFTAR PUSTAKA

Adhisa, S., & Megasari, D. S. (2020). Kajian Penerapan Model Pembelajararan Kooperatif
Tipe True or False Pada Kompetensi Dasar Kelainan Dan Penyakit Kulit. E-Jurnal, 09(3),
82–90. https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwiZotim3Nf6AhUTU3wKHcB
ABmIQFnoECAsQAQ&url=https%3A%2F%2Fejournal.unesa.ac.id%2Findex.php
%2Fjurnal-tata-rias%2Farticle%2Fview
%2F35194%2F31310&usg=AOvVaw0o0OlMi7aFea0KttMCVWmN

Annisa. (2022). Diagnosis Dan Penatalaksanaan Pada Anak Usia 5 Tahun Dengan Diare Akut
Tanpa Dehidrasi. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 4(1), 45–52.
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP

Arie, G. A., Santoso, S. D., & Santosa, R. I. (2021). Hubungan Gangguan Fungsi Tiroid
Terhadap Kadar Ldl-Kolesterol. Jurnal SainHealth, 5(2), 6–12.
https://doi.org/10.51804/jsh.v5i2.1018.6-12

Ariyanto, T. D. H. (2021). Jurnal Poltekkes Surabaya, 5 Juli 2021 Hubungan Kelelahan Kerja
Dengan Beban Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi Di PT. Admira Magetan Tahun
2021 Tri. 1, 6.

Fiblia, & Hasan, R. (2019). Atrial Fibrilasi Pada Hipertiroid. Divisi Kardiologi, 1, 1–15.

Hidayanti, S., Tahri, T., Nurmakah, P., Juhaeriyah, J., & Nuryati, A. (2023). Keterkaitan Gaya
Hidup Terhadap Gangguan Sistem Gerak (Tremor) pada Guru SD Negeri 4 Citeras.
Jurnal Biologi Dan Pembelajarannya (JB&P), 10(2), 119–125.
https://doi.org/10.29407/jbp.v10i2.19607

Ikhsan, L. S., & Elektronika, L. (2019). Rancang Bangun Alat Ukur Frekuensi Pernapasan
Manusia Berbasis Sensor Serat Optik. 8(4), 301–307.

Kusnan, A. (2022). Pengaruh Teh Hijau Dalam Menurunkan Tekanan Darah: Systematic
Review. NURSING UPDATE: Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan P-ISSN: 2085-5931 e-
ISSN: 2623-2871, 13(1), 69–79.

Meutia, S., & Ananda, Y. (2023). Tirotoksikosis Galenical is licensed under a Creative
Commons Attribution-ShareAlike Usia Alamat Suku Status perkawaninan Pekerjaan :
Perempuan : Keude Cunda , Muara Dua , Lhokseumawe : Islam : Aceh : Cerai hidup.
2(6), 54–64.
Muthmainnah, A., & Rustam, R. P. (2024). Laporan Kasus Hipertiroidisme pada Kehamilan :
1), 61–70.

Nuraini, Safrida, H. (2021). Pemanfaatan Tumbuhan Tradisional sebagai Obat Diare pada
Masyarakat Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues. Jurnal Jeumpa, 8(April), 501–
515.

Permana, M. A. Y., Adhy, W. P., Mappapa, N. K., & Patola, I. A. (2020). Graves Disease
dengan Gangguan Irama Jantung. Medula, 10(2), 292–296.
http://journalofmedula.com/index.php/medula/article/view/69%0Ahttps://
journalofmedula.com/index.php/medula/article/download/69/30

Purnama, A. A. (2020). Efektivitas Teknik Self-Instruction untuk Mereduksi Kecemasan


Menghadapi Ujian pada Siswa. Jurnal Prophetic, 3(1), 95–110.
http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/prophetic/article/view/6958

Putri, A. S., & Budiarti, A. (2022). Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid: Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Proceeding Book Call for Papers Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 670–680.

Rafie, R., & Syuhada. (2020). Korelasi Kadar Tiroksin (T4), Triiodotironin (T3), dan Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) Serum dengan Kadar Kolesterol Total pada Pasien
Hipertiroid di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bulan Februari-Maret
Tahun 2015. Jurnal Medika Malahayati, 2(4), 200–206.

Risdianti, H. (2021). Kualitas Tidur dan Kualitas Hidup Pasien Hiperthyroidisme di Rumah
Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto Kramat Jati Jakarta Timur Helza Risdianti.
12(April), 62–66.

Saraswati Welly, N. A. S. S. (2022). Hipertiroidisme: Sebuah Studi Laporan Kasus. Wellness


And Healthy Magazine, 4(Vol 4, No 1 (2022): February), 9–18.
https://doi.org/10.30604/well.1183412022

Sartika, D., & Yupianti, Y. (2020). Klasifikasi Penyakit Tiroid Menggunakan Algoritma C4.5
(Studi Kasus : Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Hasanuddin Damrah Manna).
Rekayasa, 13(1), 71–76. https://doi.org/10.21107/rekayasa.v13i1.5912

Siliwangi, J., Barat, R., Mlangi, N., & Istimewa, D. (2024). Pemeriksaan Imunologi Terhadap
Kadar Hormon Thyroid Stimulating Hormone ( TSH ) Pada Pasien Gangguan Tiroid Di
RSUD Panembahan Senopati Periode 2020-2022 Rifka Aulia Astuti. 3(1).
Soetedjo, N. N. M., Loe, L., Kusumawati, M., & Permana, H. (2022). Rhabdomiolisis Pada
Kondisi Krisis Tiroid. J Indon Med Assoc, 72(5), 0–4.

Srikandi, P. R. (2020). Hipertiroidismee Graves Disease:Case Report. Jurnal Kedokteran


Raflesia, 6(1), 30–35. https://doi.org/10.33369/juke.v6i1.10986

Sudadi, Yudo Pratomo, B., & Gayuh Utomo, W. (2021). Tata Laksana Badai Tiroid Di Instalasi
Gawat Darurat. Jurnal Komplikasi Anestesi, 8(3), 55–67.

Sugiarto, Harioputro, D. R., Suselo, Y. H., Munawaroh, S., Moelyo, A. G., Lestari, A.,
Werdiningsih, Y., & Suryawan, A. (2019). Basic Physical Examination : Teknik inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi. Universitas Sebelas Maret, 0271, 1–37.
https://skillslab.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/08/MANUAL-IPPA_2018-smt-
1.pdf

Suparyanto, R. (2020). Prinsip Kesehatan Masyarakat. In Suparyanto dan Rosad (2015 (Vol. 5,
Issue 3).

Supriyono, S., & Magdalena, M. (2023). Hubungan antara Aktivitas Fisik, Denyut Nadi dan
Status Gizi Peserta Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil Provinsi Jawa Tengah.
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 12(05), 337–345.
https://doi.org/10.33221/jikm.v12i05.1864

Suputra, G. L. R. D. (2023). Reccurent Thyrotoxic Hypokalemic Periodic Paralysis: Laporan


Kasus I. 31(1), 82–87.

Yanti, A., & Leniwita, H. (2019). Modul Keperawatan Medikal Bedah II. Keperawatan, 1–323.
http://repository.uki.ac.id/2750/1/fmodulKMB2.pdf

Anda mungkin juga menyukai