OLEH
SEMESTER 4
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR
Shalawat serta salam kita haturkan kepada baginda Rasulullah SAW yang kita
nantikan syafa’atnya di akhirat kelak. Kemudian kami mengucapkan terima kasih
kepada Ns. Ita Sulistiani, S.Kep., M.Kep yang telah membimbing kami dalam mata
kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Endokrin, Imunologi, Pencernaan, Perkemihan
dan Reproduksi Pria hingga kami mampu mengerjakan Problem Basic Learning ini
dengan baik.
Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyeselaian Problem Basic Learning ini dan teman-
teman yang tidak bisa kami ucapkan satu-persatu.
Kami sadar masih banyak kekeliruan dan kekurangan. Maka besar harapan kami
untuk mendapatkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Asuhan
Keperawatan ini. Dan kami berharap Problem Basic Learning ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Kelompok III
PEMICU
SKENARIO I
Seorang perempuan 60 tahun, dirawat di ruang interna dengan keluhan lemas saat masuk RS
2 hari yang lalu. Hasil pengkajian didapatkan pasien sering terbangun dimalam hari karena
sering buang air kecil, turgor kulit lama kembali, lemah dan sering merasa haus dan lapar.
Pasien mengatakan setiap orang selalu memintanya untuk diet, sehingga sejak terdiagnosa
1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING
1) Ruang Interna
Ruang interna adalah istilah yang mengacu pada ruang di dalam tubuh manusia di
luar rongga organ-organ utama seperti rongga perut, dada, dan panggul. Ini adalah
ruang yang terletak di antara organ-organ internal dan di dalam rongga-rongga
tersebut. Ruang interna terdiri dari jaringan ikat, lemak, pembuluh darah, dan
struktur lainnya yang melindungi dan menghubungkan organ-organ internal (Adelia,
2023).
2) Lemas
Lemas adalah keadaan kekurangan energi. Kelelahan merupakan suatu bagian dari
mekanisme tubuh yang melakukan perlindungan agar tubuh terhindar dari kerusakan
yang lebih parah, dan akan kembali pulih apabila melakukan istirahat
(Maryani et al., 2019)
.
3) Turgor kulit
Turgor adalah tingkat kelenturan kulit untuk menentukan apakah kurang cairan
(dehidrasi) atau tidak dengan cara menarik kulit kemudian lepaskan. Apabila lipatan
kulit tersebut kembali dengan cepat, artinya tidak dehidrasi.tapi jika kembalinya
agak lama artinya dehidrasi (Kemenkes, 2019).
4) Lemah
Secara fisik, kelemahan dapat merujuk pada kondisi di mana tubuh atau bagian
tubuh tidak memiliki kekuatan atau daya tahan yang memadai. Ini bisa disebabkan
oleh kurangnya latihan, penyakit, atau cedera (Adelia, 2023).
5) Diet
Diet merupakan pilihan makanan yang dikonsumsi seseorang atau suatu populasi.
Pengertian lainnya diet merupakan pola makan sehat yang dilakukan seseorang
(Oktrisia et al., 2021).
6) Kram
Kram adalah kontraksi pada satu atau beberapa otot yang terjadi dengan tiba-tiba,
kuat, dan menyakitkan, biasanya dapat berhenti sendiri dalam hitungan
detik hingga menit (Natalia et al., 2022).
7) Kesemutan
Pasien DM menyebutkan gejala yang sering mereka rasakan adalah kesemutan, kulit
tapak kaki terasa panas dan seperti tertusuk jarum (Akhrini et al., 2023).
8) Pemeriksaan GDS
Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) merupakan pemeriksaan yang digunakan
untuk melihat kadar gula dalam darah seseorang yang bertujuan untuk menentukan
apakah seseorang menderita penyakit diabetes melitus. Gula darah normal yaitu pada
angka <100 mg/dL (Purnama, 2019).
9) Tekanan darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan darah untuk mengalir melalui
pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh manusia peningkatan atau penurunan
tekanan darah akan mempengaruhi homeostasis pada arteri, arteriol, kapiler, dan
sistem vena, sehingga terjadi aliran darah yang terus menerus. Tekanan Darah (BP)
adalah tekanan darah yang dipompa oleh jantung terhadap dinding arteri. Tekanan
Darah juga merupakan daya dorong darah yang dapat diedarkan ke seluruh tubuh
untuk memberikan darah segar yang mengandung oksigen dan nutrisi ke organ-
organ tubuh. Tekanan darah normal yaitu 120/80 mmHg pada dewasa, sedangkan
pada lansia yaitu 130/80 mmHg (Alifariki et al., 2022)
10) Frekuensi nadi
Denyut nadi adalah sensasi berdenyut yang dapat diraba melalui arteri perifer, seperti
arteri radial atau arteri karotis. Denyut nadi diukur dalam kali per menit (x/menit).
Rentang denyut nadi normal untuk remajadan dewasa berkisar antara 60 sampai
100 kali permenit (Adelia, 2023).
11) Frekuensi nafas
Frekuensi nafas adalah jumlah kali seseorang bernapas dalam satu menit. Dalam
kondisi normal, orang dewasa yang sehat bernapas sekitar 12 sampai 20 kali
permenit. Bayi dan anak-anak bernapas lebih cepat. Kaji tingkat pernapasan,
kedalaman, dan irama dengan melakukan inspeksi (mengamati) atau dengan
mendengarkan suara napas menggunakan stetoskop (Adelia, 2023).
12) Pemeriksaan ABI
Ankle Brachial Index (ABI) adalah uji skrining non invasif untuk mendeteksi adanya
Peripheral Arterial Disease (PAD). Ankle Brachial Index (ABI) adalah prediktor
utama untuk menilai adanya penyakit arteri perifer pada penderita Diabetes Melitus
(DM) dan non DM. ABI juga merupakan suatu pemeriksaan non-invasive untuk
mengetahui vaskularisasi ke arah kaki dengan mengukur rasio tekanan darah sistolik
(ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial). Nilai normal ABI 0,9-13
(Kartikadewi et al., 2022).
13) Pengukuran HbA1c
Pengukuran HbA1c adalah cara yang paling akurat untuk menentukan tingginya
kadar gula darah selama 2-3 bulan terakhir. HbA1c juga merupakan pemeriksaan
tunggal terbaik untuk menilai risiko terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh tingginya kadar gula darah. Tes HbA1C adalah pemeriksaan laboratorium yang
dapat diterapkan pada semua bentuk diabetes mellitus, terutama digunakan untuk
menilai kontrol glikemik. Karena tingkat presisi yang tinggi, hasilnya sangat akurat.
Kriteria untuk diagnosis diabetes bila HbAlc≥ 6,5% (48 mmol/mol). Kondisi normal
jika kadar HbA1c berada di bawah 5,7% (Widyana et al., 2022).
2. KATA KUNCI/PROBLEM
1) Lemas
2) Sering terbangun dimalam hari
3) Sering buang air kecil
4) Turgor kulit lama kembali
5) Lemah
6) Sering merasa haus
7) Lapar
8) Kram
9) Kesemutan pada bagian telapak kaki
10) GDS : 350 mg/dl
11) HbA1c = 7,4%
12) TD : 110/70 mmHg
13) Frekuensi nadi : 104 x/menit
14) ABI 0,8.
3. MIND MAP
5 Lemah -
6 Sering merasa haus -
7 Lapar
8 Kram - -
9 Kesemutan pada bagian - -
telapak kaki
10 GDS: 350 mg/dl
11 HbA1c = 7,4% - -
12 TD: 110/70 mmHg - -
13 Frekuensi nadi: 104x/menit - -
14 ABI 0,8 - -
4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1) Mengapa pasien sering mengalami buang air kecil?
2) Mengapa turgor kulit pasien kembali lambat?
3) Mengapa pasien merasa lemah?
4) Mengapa pasien sering merasa haus dan lapar?
5) Apa yang menyebabkan pasien merasa kram dan kesemutan pada bagian telapak
kaki?
6) Mengapa nilai GDS pasien mengalami peningkatan?
7) Mengapa nilai HbA1c pasien mengalami peningkatan?
8) Mengapa pasien mengalami takikardi?
9) Mengapa pasien mengalami hipotensi?
5. JAWABAN PERTANYAAN
1) Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari (poliuria), hal
ini dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal (>180mg/dl), sehingga
gula akan dikeluarkan melalui urine. Guna menurunkan konsentrasi urine yang
dikeluarkan,tubuh akan menyerap air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga
urine dalam jumlah besar dapat dikeluarkan dan sering buang air kecil (Kurniawan,
2023).
2) Turgor kulit menurun karena apabila kadar gula dalam darah tinggi maka insulin
tidak dapat melakukan metabolisme terhadap karbohidrat dan protein
(Sujono, 2019)
.
3) Kelelahan terjadi karena penurunan proses glikogenesis sehingga glukosa tidak
dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta adanya proses pemecahan lemak
(lipolisis) yang menyebabkan terjadinya pemecahan trigliserida (TG) menjadi
gliserol dan asam lemak bebas sehingga cadangan lemak menurun (Silviani, 2023)
4) Haus yang tidak normal dan mulut kering Polidipsia adalah rasa haus berlebihan
yang timbul karena kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh. Merespon
untuk meningkatkan asupan cairan Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa
kurang tenaga. Insulin menjadi bermasalah pada penderita DM sehingga
pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh kurang dan energi yang dibentuk pun
menjadi kurang. Ini adalah penyebab mengapa penderita merasa kurang tenaga.
Selain itu, sel juga menjadi miskin gula sehingga otak juga berfikir bahwa kurang
energi itu karena kurang makan, maka tubuh kemudian berusaha meningkatkan
asupan makanan dengan menimbulkan alarm rasa lapar (Kurniawan, 2023).
5) Mati rasa merupakan hasil dari hiperglikemia yang menginduksi perubahan
resistensi pembuluh darah endotel dan mengurangi aliran darah saraf. Orang
dengan neuro- pati memiliki keterbatasan dalam kegiatan fisik sehingga terjadi
peningkatan gula darah (Silviani, 2023).
6) Kadar glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin
secara cukup sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan glukosa dalam darah
yang menyebabkan hiperglikemi. Hiperglikemi atau kadar gula darah tinggi yang
disebabkan dari gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Ketika
tubuh sedang mengalami peningkatan kadar gula darah, glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaaan ini dinamakan diuresis osmotic. Kadar gula
darah berasal dari sebagian besar makanan yang dikomsumsi akan dipecah menjadi
gula (juga disebut glukosa) dan dilepaskan ke aliran darah untuk digunakan sebagai
sumber energi utama tubuh. Pasien mengalami nilai GDS meningkat karena darah
dalam tubuh jika tidak melakukan upaya untuk mengontrol kadar gula
(Dewiyanti et al., 2022)
.
7) HbA1c (hemoglobin a1c) atau glycated hemoglobin adalah hemoglobin yang
berikatan dengan glukosa. Secara alami glukosa akan saling mengikat dengan
hemoglobin yang berada di dalam sel darah merah. Jumlah hba1c akan seimbang
dengan kadar glukosa darah, sehingga semakin tinggi kadar glukosa darah, maka
semakin meningkat kadar HbA1c, jadi kelebihan uji hba1c. Peningkatan denyut
jantung istirahat pada penderita diabetes pada beberapa pasien mungkin disebabkan
oleh kerusakan parasimpatis jantung saja dan pada pasien lain disebabkan oleh
gabungan kerusakan parasimpatis dan simpatis jantung (Anggraini et al., 2020).
8) Peningkatan denyut jantung istirahat pada penderita diabetes pada beberapa pasien
mungkin disebabkan oleh kerusakan parasimpatis jantung saja dan pada pasien lain
disebabkan oleh gabungan kerusakan parasimpatis dan simpatis jantung (Maria,
2021).
9) Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipotensi intradialitik.
Gula darah yang tinggi dapat membuat aterosklerosis arteria coronaria yang berat
sehingga timbul kerusakan otot jantung. Pada proses. Ultrafiltrasi volume
intravaskuler akan menurun yang pada keadaan normal diimbangi oleh peningkatan
isi sekuncup jantung dan frekuensi nadi. Pada keadaan pompa jantung menurun
karena diabetes maka proses kompensasi ini tidak optimal dan terjadi hipotensi
ortostatik. Pada diabetes melitus juga terjadi neuropati sistem saraf otonom. Pada
proses ultrafiltrasi tadi untuk kompensasi hipovolemia juga terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah yang membutuhkan sistem saraf otonom yang baik. Pada
neuropati sistem saraf otonom dapat terjadi hipotensi intradialitik. Kejadian
hipotensi intradialitik juga dapat akibat kenaikan badan interdialitik yang banyak,
kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi, penentuan berat badan kering yang lebih rendah
dari seharusnya (Harris, 2017).
7. INFORMASI TAMBAHAN
1) Dalam jurnal yang ditulis oleh Wahyu Prihantoro. 2022 mengenai “Penerapan
Senam Kaki Diabetes Terhadap Nilai Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes
Mellitus Di Kel. Krapyak Kec. Semarang Barat Kota Semarang”
https://eprints.uwhs.ac.id/1545/
8. KLARIFIKASI INFORMASI
1) Terdapat 4 (empat) penatalaksanaan DM yaitu : edukasi, terapi gizi, latihan fisik
dan Farmakologis. Tentu obat bukan merupakan satu-satunya cara yang dapat
digunakan untuk penatalaksanaan penyakit DM. Penatalaksaan DM sebaiknya
menggunakan olahraga dan disertai dengan mengatur pola makan. Latihan Fisik
merupakan salah satu dari empat pilar utama penatalaksanaan DM. Latihan fisik
dapat menurunkan kadar glukosa darah karena latihan fisik akan meningkatkan
pemakaian glukosa oleh otot yang aktif. Salah satu jenis latihan fisik yang
dianjurkan adalah senam kaki diabetes, senam kaki diabetes bermanfaat untuk
memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya
kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, mengatasi
keterbatasan gerak sendi. Adapun langkah-langkah standar operasional prosedur
senam kaki diabetes menurut (Prihantoro et al., 2022) adalah sebagai berikut:
a) Klien duduk tegak di atas bangku/kursi dengan kaki menyentuh lantai.
Gerakkan kaki ke atas dan ke bawah, dengan hitungan 2 x 10.
b) Angkat telapak kaki kiri ke atas dengan bertumpu pada tumit, lakukan gerakan
memutar keluar dengan pergerakan pada telapak kaki sebanyak 2 x 10, lakukan
gerakan bergantian pada kaki yang satunya.
c) Angkat kaki sejajar, gerakan kaki ke depan dan ke belakang sebanyak 2 x 10.
d) Angkat kaki sejajar gerakan telapak kaki ke depan dan ke belakang sebanyak 2
x 10.
e) Selanjutnya luruskan salah satu kaki dan angkat. Lalu putar kaki pada
pergelangan kaki, lakukan gerakan seperti menulis di udara dengan kaki dari
angka 0 hingga 9 dilakukan secara bergantian.
9. ANALISA & SINTESIS INFORMASI
Berdasarkan skenario kasus, kami mengangkat satu diagnosa medis yaitu Diabetes
Mellitus (DM) karena sesuai dengan manifestasi klinis yang dialami klien dengan hasil
anamnesis dan pemeriksaan. Dari hasil pengkajian didapatkan seorang perempuan 60
tahun, dirawat di ruang interna dengan keluhan lemas saat masuk RS 2 hari yang lalu.
Hasil pengkajian didapatkan pasien sering terbangun dimalam hari karena sering buang
air kecil, turgor kulit lama kembali, lemah dan sering merasa haus dan lapar. Pasien
mengatakan setiap orang selalu memintanya untuk diet, sehingga sejak terdiagnosa DM
dia menghentikan makan makanan yang manis, makan 1 kali sehari dan ia hanya makan
mangga atau pepaya saat dia lapar. Keluarga pasien mengatakan ibunya sering
merasakan kram dan kesemutan pada bagian telapak kaki. Hasil pemeriksaan GDS:
350 mg/dl, HbA1c = 7,4%, TD : 110/70 mmHg, frekuensi nadi : 104 x/menit, frekuensi
nafas 24x/menit, hasil pemeriksaan ABI 0,8.
B. Etiologi
Diabetes Mellitus diklasifikasikan, baik sebagai insuline- dependent diabetes
mellitus (IDDM) maupun non-insuline- dependent diabetes mellitus (NIDDM). Dengan
penggunaan terapi insulin yang sudah biasa dengan kedua tipe DM, IDDM sekarang
disebut sebagai DM tipe 1 (juvenile onset) dan NIDDM sebagai DM tipe 2 (maturity
onset) (Maria, 2021).
Menurut (Maria, 2021) dibawah ini merupakan diabetes mellitus berdasarkan
penyebabnya:
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 disebabkan destruktur sel beta autoimun biasanya memicu
terjadinya defisiensi insulin absolut. Faktor herediter berupa antibodi sel islet,
tingginya insiden HLA tipe DR3 dan DR 4. Faktor lingkungan berupa infeksi virus
(Virus Coxsackie, enterovirus, retrovirus, mumps), defisiensi vitamin D, toksin
lingkungan, menyusui jangka pendek, paparan dini terhadap protein kompleks.
Berbagai modifikasi epigenetik ekspresi gen juga terobsesi sebagai penyebab
genetik berkembangnya Diabetes Mellitus Tipe 1. Individu dengan Diabetes
mellitus Tipe 1 mengalami defisiensi insulin absolut .
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 akibat resistensi insulin perifer, defek progresif sekresi
insulin. peningkatan gluconeogenesis. Diabetes Mellitus Tipe 2 dipengaruhi factor
lingkungan berupa obesitas, gaya hidup tidak sehat, diet tinggi karbohidrat.
Diabetes Mellitus tipe 2 memiliki presimtomatis yang panjang yang menyebabkan
penegakan Diabetes Mellitus tipe 2 dapat tertunda 4-7 tahun.
3. Diabetes Mellitus Gestasional. Diabetes Mellitus gestasional (2%-5% dari semua
kehamilan). DM yang didiagnosis selama hamil. DM gestasional merupakan
diagnosis DM yang menerapkan untuk perempuan dengan intoleransi glukosa atau
ditemukan pertama kali selama kehamilan. DM gestasional terjadi pada 2-5%
perempuan hamil namun menghilang ketika kehamilannya berakhir. DM ini lebih
sering terjadi pada keturunan Amerika-Afrika, Amerika Hispanik, Amerika pribumi,
dan perempuan dengan riwayat keluarga DM atau lebih dari 4 kg saat lahir, obesitas
juga merupakan faktor risiko (Black, M. Joyce, 2014). Riwayat DM gestasional,
sindrom ovarium polikistik. atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg.
4. Diabetes Mellitus tipe lainnya. DM tipe spesifik lain (1%- 2% kasus terdiagnosis).
mungkin sebagai akibat dari defek genetik fungsi sel beta, penyakit pankreas (misal
kistik fibrosis), atau penyakit yang diinduksi oleh obat-obatan. DM mungkin juga
akibat dari gangguan-gangguan lain atau pengobatan. Defek genetik pada sel beta
dapat mengarah perkembangan DM. Beberapa hormon seperti hormon
pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin merupakan antagonis atau
menghambat insulin. Jumlah berlebihan dari hormon-hormon ini (seperti pada
akromegali, sindrom Cushing, glukagonoma, dan feokromositoma) menyebabkan
DM. Selain itu, obat-obat tertentu (glukokortikoid dan tiazid) mungkin
menyebabkan DM. Tipe DM sekunder tersebut terhitung 1-2% dari semua
kasus DM terdiagnosis.
C. Prognosis
DM merupakan penyakit yang berbahaya, karena dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan kerusakan jaringan, organ, disfungsi mata, ginjal, sistem saraf, dan
pembuluh darah. Prevalensi diabetes terus meningkat sehingga berdampak pada
kehidupan dan kesejahteraan individu, keluarga, dan masyarakat di seluruh dunia. DM
termasuk 10 besar penyakit penyebab kematian pada orang dewasa. Penderita diabetes
meningkatkan risiko terjadinya penyakit lain seperti jantung, gangguan sistem
kardiovaskular, obesitas, katarak, gangguan ereksi, penyakit hati, kanker, dan penyakit
infeksi (Hardianto, 2020).
D. Patofisiologi
1. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 1:
Manifestasi DM tipe 1 terjadi akibat kekurangan insulin untuk
menghantarkan glukosa menembus membran sel ke dalam sel. Molekul glukosa
menumpuk dalam peredaran darah, mengakibatkan hiperglikemia. Hiperglikemia
menyebabkan hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari ruang intraseluler ke
dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah meningkatkan aliran darah ginjal
dan hiperglikemia bertindak sebagai diuretik osmosis. Diuretik osmosis yang
dihasilkan meningkatkan haluaran urine. Kondisi ini disebut poliuria. Ketika kadar
glukosa darah melebihi ambang batas glukosa-biasanya sekitar 180 mg/dl- glukosa
diekskresikan ke dalam urine, suatu kondisi yang disebut glukosuria. Penurunan
volume intraseluler dan peningkatan haluaran urine menyebabkan dehidrasi, Mulut
menjadi kering dan sensor haus diaktifkan, yang menyebabkan orang tersebut
minum jumlah air yang banyak (polidipsia). Glukosa tidak dapat masuk ke dalam
sel tanpa insulin. produksi energi menurun. Penurunan energi ini menstimulasi rasa
lapar dan orang makan lebih banyak (polifagia). Meski asupan makanan
meningkat, berat badan orang tersebut turun saat tubuh kehilangan air dan
memecah protein dan lemak sebagai upaya memulihkan sumber energi. Malaise
dan keletihan menyertai penurunan energi. Penglihatan yang buram juga umum
terjadi, akibat pengaruh osmotik yang menyebabkan pembengkakan lensa mata
(Maria, 2021).
E. Manifestasi Klinis
Menurut (Bachri et al., 2022) Tanda dan gejala DM dapat digolongkan menjadi
akut dan kronik:
1. Tanda & Gejala Akut Penyakit Diabetes melitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan,
mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. Pada permulaan
gejala yang ditunjukkan meliputi:
a. Banyak makan (poliphagia)
b. Banyak minum (polidipsia)
c. Banyak kencing (poliuria)
2. Tanda & Gejala Kronik Diabetes melitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes mellitus adalah sebagai
berikut:
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum
c. Rasa tebal di kulit
d. Kram
e. Lelah
f. Mudah mengantuk
g. Mata kabur
h. Gatal di daerah kemaluan terutama wanita
i. Luka sulit sembuh
F. Klasifikasi
Organisasi profesi yang berhubungan dengan Diabetes Melitus seperti American
Diabetes Association (ADA) telah membagi jenis Diabetes Melitus berdasarkan
penyebabnya. PERKENI dan IDAI sebagai organisasi yang sama di Indonesia
menggunakan klasifikasi dengan dasar yang sama seperti klasifikasi yang dibuat oleh
organisasi yang lainnya. Klasifikasi Diabetes Melitus adalah sebagai berikut
(Simatupang et al., 2023):
1. Diabetes melitus (DM) tipe 1
Diabetes Melitus yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di pankreas
kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara absolut.
Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik. Diabetes tipe
1 umumnya disebabkan oleh faktor autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh
menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin di pankreas. Faktor genetik juga
dapat berperan dalam risiko terkena diabetes tipe 1.
2. Diabetes melitus (DM) tipe 2
Penyebab Diabetes Melitus tipe 2 seperti yang Diketahui adalah resistensi insulin.
Insulin dalam jumlah yang cukup 7 tetapi tidak dapat bekerja secara optimal
sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin
juga dapat terjadi secara relatif pada penderita. Diabetes Melitus tipe 2 dan sangat
mungkin menjadi defisiensi insulin mutlak. Pola makan yang tidak sehat, terutama
konsumsi berlebihan gula dan lemak, juga dapat berkontribusi pada pengembangan
diabetes tipe 2. Penuaan dan keturunan dari orang dengan diabetes tipe 2 juga dapat
meningkatkan risiko.
3. Diabetes melitus (DM) tipe lain
Penyebab Diabetes Melitus tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat
disebabkan oleh efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan
imunologi dan sindrom genetik lain yang terkait dengan Diabetes Melitus
4. Diabetes melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional adalah diabetes yang muncul pada saat hamil. Ini
terjadi karena pembentukan beberapa hormon pada keadaan ibu hamil yang
menyebabkan resistensi insulin. Diabetes melitus gestasional (DMG) terjadi saat
seorang wanita mengalami peningkatan kadar gula darah selama kehamilan. Faktor
risiko melibatkan riwayat keluarga dengan diabetes, usia ibu yang lebih tua,
kelebihan berat badan, dan etnis tertentu yang memiliki predisposisi lebih besar.
Kontrol gula darah yang baik selama kehamilan adalah penting untuk mencegah
komplikasi bagi ibu dan bayi.
G. Komplikasi
Menurut (Sulastri, 2022) komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu
komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.
1. Komplikasi metabolik akut
Komplikasi metabolik DM merupakan akibat perubahan yang relatif akut pada
konsentrasi glukosa plasma yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar glukosa di
dalam darah berada di bawah kadar normal. Hipoglikemia adalah komplikasi
yang paling umum terjadi pada individu dengan diabetes. Tingkat glukosa
darah dapat tiba-tiba menjadi terlalu rendah karena berbagai alasan,
diantaranya adalah aktivitas fisik berlebihan, penggunaan dosis yang tidak
tepat untuk insulin/obat anti diabetes atau tidak cukup makan atau makan
terlambat.
b. Krisis hiperglikemia
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada DM,
baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan komplikasi serius yang
mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik. Krisis hiperglikemia
dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD), status hiperosmolar
hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan
diatas. SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa
serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni. KAD adalah keadaan yang
ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan.
2. Komplikasi vaskular jangka Panjang
Komplikasi vaskular jangka panjang DM meliputi mikroangiopati dan
makroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang
kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati
diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot dan kulit.
a. Makroangiopati
Komplikasi makrovaskuler pada DM dapat menyebabkan penyakit
kardiovaskuler, stroke, dislipidemia,mpenyakit pembuluh darah perifer dan
hipertensi. Kondisi ini timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh
darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma.
b. Mikroangiopati
1) Retinopati diabetik. Retinopati diabetik merupakan komplikasi DM yang
memicu penyumbatan pada pembuluh darah pada bagian retina mata.
Awalnya, retinopati diabetik tidak menunjukkan gejala, tetapi seiring
waktu, gejala dapat muncul dan umumnya terjadi pada kedua mata.
2) Nefropati diabetik. Nefropati diabetik adalah komplikasi mikrovaskular
yang terjadi pada perjalanan penyakit DM, bermula dari adanya
hiperfiltrasi, mikroalbuminuria dan hipertensi serta berkembang menjadi
penyakit ginjal diabetes atau Nefropati Diabetik.
3) Neuropati. Hiperglikemia atau kadar glukosa dalam darah yang tinggi
diyakini sebagai kondisi yang bertanggung jawab untuk perubahan yang
terjadi pada jaringan saraf. Pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal
merupakan faktor penting yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki
yang meningkatkan risiko amputasi.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Rahmasari et al., 2019) , pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4
hal yaitu :
1. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.
2. Hemoglobin glikosilat
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari
terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75gr gula, dan akan
diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah
meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
4. Tes glukosa darah dengan finger stick
Jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang
dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan
hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
I. Penatalaksanaan
Tujuan umum penatalaksanaan DM adalah meningkatkan kualitas hidup diabetes,
menghilangkan keluhan, mengurangi risiko komplikasi akut, mencegah dan
menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati serta
menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Sedangkan tujuan utama terapi DM adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa. darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien (Alfaqih, 2022).
J. Pencegahan
Pencegahan diabetes dapat dilakukan melalui pola hidup terutama pada penderita
diabetes tipe 2, pemilihan nutrisi serta pola makan harus sesuai dengan kebutuhan
kalori tubuh, jika berlebihan dalam jangka panjang akan menyebabkan penyakit
diabetes. Prevalensi diabetes semakin meningkat disebabkan perubahan pola konsumsi
masyarakat yang sering menkonsumsi makanan tak sehat seperti makanan cepat saji
(fast food) selain itu juga karena kurang aktifitas sehingga olahraga dapat menjadi salah
satu jalan pencegahan. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap bahaya penyakit
diabetes mellitus, dan pengendaliannya menyebabkan penyakit ini semakin banyak
terjadi di masyarakat (Hansur et al., 2020).
ASUHAN KEPERAWATAN
SKENARIO I
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien
Nama : Tidak terkaji
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 60 tahun
Agama : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
No. Register : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : Diabetes Melitus
2. Riwayat kesehatan
a. Kesehatan sekarang
1) Keluhan utama : Lemas
2) Keluhan menyertai : Pengkajian didapatkan pasien sering
terbangun dimalam hari karena sering buang air kecil, turgor kulit lama
kembali, lemah dan sering merasa haus dan lapar, Keluarga pasien
mengatakan ibunya sering merasakan kram dan kesemutan pada bagian
telapak kaki.
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji
2) Pernah dirawat : 2 hari yang lalu
3) Alergi : Tidak terkaji
c. Riwayat keluarga : Tidak terkaji
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1) Keadaan klien : Tidak terkaji
2) Kesadaran : Tidak terkaji
b. Tanda-tanda vital
1) Tekanan Darah : 110/ 70 Mmhg
2) Frekuensi Nadi : 104x / menit
3) Frekuensi Nafas : 24x / menit
4) Suhu Badan : Tidak terkaji
4. Data psikososial
a. Status emosi : Tidak terkaji
b. Konsep diri : Tidak terkaji
c. Interaksi Sosial : Pasien mengatakan setiap orang selalu
memintanya untuk diet
5. Pola aktivitas fisik sehari-hari
a. Nutrisi : Turgor kulit lama kembali, lemah dan
sering merasa haus dan lapar
b. Eliminasi : Sering buang air kecil
c. Istirahat dan tidur : Pasien sering terbangun dimalam hari
d. Aktivitas fisik : Tidak terkaji
e. Personal hygene : Tidak terkaji
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium : GDS 350 mg/dl
HbA1c 7,4 %
ABI 0,8
7. Identifikasi Kebutuhan Dasar Yang Mengalami Gangguan
Fisiologis Respirasi Ds : -
Do : -
Sirkulasi Ds : -
Do :
- TD : 110/70 mmHg
- ABI 0,8.
- GDS: 350 mg/dl
- HbA1c = 7,4%
Eliminasi Ds : -
Do :
- Sering buang air kecil
Aktivitas dan Ds : -
Istirahat Do :
- Pasien sering terbangun dimalam hari
Neurosensori Ds : -
Do : -
Reproduksi dan Ds : -
Seksualitas Do : -
Do : -
Pertumbuhan dan Ds : -
Perkembangan
Do : -
Do : -
Penyuluhan dan Ds : -
Pembelajaran
Do : -
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Sirkulasi (I.02079) Perawatan Sirkulasi (I.02079)
(D.0009)
Kategori: Fisiologis Definisi Definisi Tindakan
Subkategori: Sirkulasi Keadekuatan aliran darah Mengidentifikasi dan merawat area Observasi
pembuluh darah distal untuk lokal dengan keterbatasan sirkulasi 1. Untuk mengevaluasi aliran darah
Definisi menunjang fungsi janngan. perifer. ke ekstremitas tubuh
Penurunan sirkulasi darah pada 2. Untuk mengidentifikasi individu
level kapiler yang dapat Setelah dilakukan tindakan Tindakan yang berisiko tinggi mengalami
menganggu metabolisme tubuh. keperawatan selama 3 x 24 Observasi masalah sirkulasi
jam diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.
Penyebab perifer meningkat dengan Nadi perifer, edema, pengisian Terapeutik
1. Hiperglikemia kriteria hasil : kapiler, warna, suhu, 1. Untuk mencegah pengukuran
1. Parastesia menurun (5) anklebrachial index) tekanan darah yang tidak akurat
2. Kelemahan otot menurun 2. Identifikasi faktor resiko dan mengurangi risiko komplikasi
Gejala dan Tanda Mayor (5) gangguan sirkulasi (mis. atau kerusakan pada jaringan
Subjektif 3. Kram otot menurun (5) Diabetes, perokok, orang tua, yang mungkin terjadi akibat
- 4. Turgor kulit membaik hipertensi, dan kadar prosedur ini.
Objektif (5) kolesterol tinggi) 2. Untuk menjaga kesehatan dan
1. Turgor kulit menurun 5. Tekanan darah sistolik kesejahteraan kaki serta
membaik (5) Terapeutik mencegah terjadinya masalah
Gejala dan Tanda Minor 6. Tekanan darah diastolik 1. Hindari pengukuran tekanan kesehatan yang terkait dengan
Subjektif membaik (5) darah pada ekstremitas dengan kaki dan kuku.
1. Parastesia 7. Indeks ankle- keterbatasan perfusi 3. Untuk memastikan tubuh
Objektif brachial membaik (5) 2. Lakukan perawatan kaki dan mendapatkan cairan yang cukup
1. Indeks ankle-brachial <0,90 kuku untuk menjaga fungsi tubuh yang
3. Lakukan hidrasi optimal dan mencegah dehidrasi.
Kondisi Klinis Terkait
1. Diabetes Melitus Edukasi Edukasi
1. Anjurkan minum obat 1. Untuk memastikan bahwa
pengontrol tekanan tekanan darah tetap terkontrol
darah secara teratur dengan baik dan mencegah
terjadinya komplikasi yang terkait
dengan tekanan darah tinggi.
3. Gangguan Eliminasi Urin Eliminasi Urine (L.04034) Manajemen Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi Urine
(D.0040) (I.04152) (I.04152)
Kategori: Fisiologis Definisi
Subkategori: Eliminasi Pengosongan kandung kemih Definisi Tindakan
yang lengkap. Mengidentifikasi dan mengelola Observasi
Definisi gangguan pola eliminasi urine. 1. Untuk mengidentifikasi adanya
Disfungsi elminasi urin. Setelah dilakukan tindakan perubahan dalam pola eliminasi
keperawatan selama 3 x 24 Tindakan urine yang mungkin
Penyebab jam diharapkan eliminasi Observasi mengindikasikan masalah
1. Penurunan kapasitas urine membaik dengan 1. Monitor eliminasi urine (mis. kesehatan atau gangguan
kandung kemih kriteria hasil : Frekuensi,konsistensi, fisiologis.
1. Nokturia menurun (5) aroma,volume, dan warna)
Gejala dan tanda mayor 2. Frekuensi BAK menurun Terapeutik
Subjektif (5) Terapeutik 1. Untuk memantau pola eliminasi
1. Sering buang air kecil 1. Catat waktu waktu dan urine dan mengidentifikasi
2. Nokturia Status Neurologis (L.06053) haluaran berkemih perubahan yang mungkin terjadi
Objektif 2. Batasi asupan cairan, jika perlu dari waktu ke waktu.
- Definisi 2. Untuk mengontrol kadar cairan
Kemampuan sistem saraf Edukasi dalam tubuh dan mencegah
Gejala dan tanda minor perifer dan pusat untuk 1. Ajarkan mengukur asupan potensi komplikasi terkait dengan
Subjektif menerima, mengolah dan cairan dan haluaran urine kelebihan cairan.
(tidak tersedia) merespon stimulus internal 2. Anjurkan minum yang cukup,
dan eksternal jika tidak ada kontraindikasi
Objektif Setelah dilakukan tindakan 3. Anjurkan mengurangi Edukasi
(tidak tersedia) keperawatan selama 3 x 24 minum menjelang tidur 1. Untuk memberikan individu alat
jam diharapkan status yang berguna dalam memantau
Kondisi klinis terkait neurologis membaik dengan keseimbangan cairan tubuh
1. Hiperglikemia kriteria hasil: mereka dan mengidentifikasi
1. Frekuensi nadi membaik perubahan yang mungkin terjadi.
(5) 2. Untuk memastikan bahwa
2. Pola istirahat tidur individu memenuhi kebutuhan
membaik (5) cairan tubuh mereka untuk
menjaga hidrasi yang memadai
dan mendukung fungsi tubuh
yang optimal.
3. Untuk membantu individu
menghindari gangguan tidur dan
memperbaiki
kualitas tidur mereka.
4. Defisit Pengetahuan (D.0111) Tingkat Pengetahuan Edukasi Diet ( I.12369) Edukasi Diet (I.12369)
Kategori: Perilaku (L.12111)
Subkategori: Penyuluhan dan Definisi Tindakan
Pembelajaran Definisi Mengajarkan jumlah, jenis dan Observasi
Kecukupan informasi yang jadwal asupan makanan yang 1. Untuk mengetahui kemampuan
kognitif yang berkaitan diprogramkan. pasien dan keluarga dalam
Definisi dengan topik tertentu. Tindakan menerima informasi
Ketiadaan atau kurangnya Observasi 2. Untuk mengetahui tingkat
informasi kognitif yang Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemampuan pasien pengetahuan pasien
berkaitan dengan topik tertentu. keperawatan selama 3 x 24 dan keluarga menerima 3. Untuk mengatur pola makan
jam diharapkan tingkat informasi pasien
Penyebab pengetahuan dengan kriteria 2. Identifikasi tingkat 4. Untuk membantu pasien
1. Kekeliruan mengikuti hasil : pengetahuan saat ini melakukan program diet
anjuran 1. Perilaku sesuai anjuran 3. Identifikasi kebiasaan pola
meningkat (5) makan saat ini dan masa lalu Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor 2. Persepsi yang keliru 4. Identifikasi persepsi pasien 1. Agar pemberian materi pada
Subjektif : terhadap masalah dan keluarga tentang diet yang pasien berjalan lancar
- menurun (5) diprogramkan 2. Untuk memberikan pendidikan
Objektif kesehatan pada waktu yang sudah
1. Menunjukan persepsi yang Terapeutik ditentukan
keliru terhadap masalah 1. Persiapkan materi, media dan 3. Agar membantu pasien lebih
alat peraga memahami materi yang diberikan
Gejala dan Tanda Minor 2. Jadwalkan waktu yang tepat 4. Agar pasien bisa melakukan
Subjektif : untuk memberikan pendidikan rencana makan sesuai diet yang
(tidak tersedia) kesehatan diberikan
Objektif 3. Berikan kesempatan pasien
1. Menunjukan persepsi yang dan keluarga bertanya
keliru terhadap masalah 4. Sediakan rencana makan Edukasi
tertulis, jika perlu 1. Agar pasien mengetahui
Kondisi Klinis Terkait Edukasi kepatuhan diet terhadap kesehatan
1. Kondisi klinis yang baru 1. Jelaskan tujuan kepatuhan diet 2. Untuk menjaga pola makan
dihadapi oleh pasien terhadap kesehatan pasien
2. Informasikan makanan yang 3. Agar pasien mengetahui interaksi
diperbolehkan dan dilarang obat dan makanan
3. Informasikan kemungkinan 4. Agar makanan terproses dengan
interaksi obat dan makanan , baik
jika perlu 5. Membantu pasien melakukan diet
4. Anjurkan mempertahankan 6. Untuk meningkatkan kesehatan
posisi semi fowler (30-45 pasien
derajat) 20-30 menit setelah 7. Agar pasien dapat melakukan diet
makan sesuai dengan yang dianjurkan
5. Anjurkan mengganti bahan 8. Untuk melancarkan program yang
makanan sesuai dengan diet telah dilakukan
yang diprogramkan 9. Agar pasien dapat melakukan diet
6. Anjurkan melakukan olahraga dengan baik
sesuai toleransi
7. Ajarkan cara membaca label Kolaborasi
dan memilih makanan yang 1. Agar membantu pasien
sesuai mengetahui nutrisi pasien
8. Ajarkan cara merencanakan
makanan yang sesuai program
9. Rekomendasikan resep
makanan yang sesuai dengan
diet, jika perlu
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli gizi dan sertakan
keluarga, jika perlu
Intervensi Tambahan
Pengelolan DM salah satunya adalah latihan jasmani atau aktivitas fisik dengan terapi
relaksasi otot progresif yang dapat mengatasi ketidakstabilan kadar glukoa darah pada
penderita diabetes mellitus.Terapi relaksasi otot progresif merupakan suatu terapi
nonfarmakologi dan bagian dari terapi komplementer yang dapat menurunkan kadar glukosa
darah pada penderita diabetes mellitus Terapi relaksasi otot progresif yang dilakukan pada
pasien DM yang mengalami ketegangan pada otot-otot tertentu dengan mengkombinasikan
dengan latihan nafas dalam maka diharapkan hasilnya adalah terjadinya penurunan
ketegangan pada otot diikuti dengan penurunan kadar gula dalam darah
(Suhartiningsih & Kurniawati, 2024)
.
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009) Asuhan Keperawatan Perfusi Perifer Tidak Efektif Dengan Terapi Buerger Allen
Exercise Pada Pasien Diabetes Melitus
Salah satu penatalaksanaan perfusi perifer tidak efektif non farmakologis yaitu melakukan
Buerger Allen Exercise (BAE) dapat dilakukan dengan mudah dan ekonomis seperti
melakukan kontraksi otot menerapkan perubahan posisi gaya gravitasi dan muscle pump
melalui penerapan gerakan kaki pergelangan kaki untuk kelancaran pembuluh darah. Buerger
Allen Exercise dilakukan dengan durasi latihan 10-17 menit 2 kali sehari selama 5
hari .Manfaat dilakukan latihan Buerger Allen Exercise (BAE) adalah untuk kelancaran otot
pembuluh darah, mengurangi stress, mencegah kontraktur, serta membangun kekuatan otot
dan massa otot dalam meningkatan vaskularisasi perifer dengan cara mendorong darah dan
pembuluh darah yang mengalir pada (tuba) sehingga aliran darah ke jantung dan seluruh
tubuh menjadi lancar, ini dikarenakan adanya kekuatan memompa dari otot kaki terhadap
tekanan aliran darah dari pangkal sampai ke ujung (Julianti et al., n.d.2022).
3. Gangguan Eliminasi Urine (D.0040) Terapi Relaksasi Pernapasan dan Bladder Training Terhadap Frekuensi Berkemih Pada
Lansia
Masalah gangguan frekuensi berkemih atau peningkatan frekuensi buang air kecil tentunya
membutuhkan perhatian khusus secara terus menerus dengan tujuan agar dapat meminimalisir
kondisi yang tentunya akan merugikan penderita dari sisi kesehatan baik fisik, biologis dan
psikosoial. Salah satu intervensi dalam hal ini terapi nonfarmakologis yang bisa diberikan
ialah melakukan teknik relaksasi pernapasan dan bladder training dimana intervensi ini
tentunya dapat mengurangi peningkatan frekuensi berkemih seseorang. Bladder training
merupakan suatu bentuk intervensi dimana memiliki sebuah fungsi untuk mengembalikan
kemampuan dari kandung kemih sehingga mampu berfungsi secara normal kembali,dan
memiliki fungsi yang baik dari sisi neurogonic. Bladder training ini dilakukan dengan cara
menahan seseorang untuk melakukan miksiatau buang air kecil sehingga intervensi ini
memiliki kemampuan untuk mengendalikan buang air kecil yang dilakukan lansia (A. K.
Wijaya & Andari, 2022).
4. Defisit Pengetahuan (D.0111) Gambaran Pengetahuan Terapi Akupresur Pada Pasien Diabetes Melitus
Terapeutik
1. Memberikan asupan cairan oral
2. Mengkonsultasikan dengan medis jika tanda dn gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
Edukasi
1. Menganjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
2. Menganjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
3. Menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
4. Mengajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
5. Mengajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, pengantian karbohidrat, dan bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi
1. Mengkolaborasikan pemberian insulin, jika perlu
Terapeutik
1. Membina hubungan terapeutik
2. Menyepakati lama waktu pemberian konseling
3. Menetapkan tujuan jangka pendek dan jangkan panjang yang realistis
4. Menggunakan standar nutrisi sesuai program diet dalam mengevaluasi kecukupan
asupan makan
5. Mempertimbangkan faktor faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi
(mis.usia,tahap pertumbuhan dan perkembangan, penyakit)
Edukasi
1. Menginformasikan perlunya modifikasi diet (mis. Penurunan atau penambahan
berat badan, pembatasan natrium atau cairan, pengurangan kolesterol )
2. Menjelaskan program gizi dan presepsi pasien terhadap diet dan diprogramkan
Kolaborasi
1. Merujuk pada ahli gizi, jika perlu
Terapeutik
1. Menghindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan
perfusi
2. Melakukan perawatan kaki dan kuku
3. Melakukan hidrasi
Edukasi
1. Menganjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
Terapeutik
1. Mencatat waktu waktu dan haluaran berkemih
2. Membatasi asupan cairan, jika perlu
Edukasi
1. Mengajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
2. Mganjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
3. Menganjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Edukasi
1. Menjelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan
2. Menginformasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang
3. Menginformasikan kemungkinan interaksi obat dan makanan , jika perlu
4. Menganjurkan mempertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat) 20-30 menit
setelah makan
5. Menganjurkan mengganti bahan makanan sesuai dengan diet yang diprogramkan
6. Menganjurkan melakukan olahraga sesuai toleransi
7. Mengajarkan cara membaca label dan memilih makanan yang sesuai
8. Mengajarkan cara merencanakan makanan yang sesuai program
9. Merekomendasikan resep makanan yang sesuai dengan diet, jika perlu
Kolaborasi
1. Merujuk ke ahli gizi dan sertakan keluarga, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Akhrini, M., & Rosa, N. (2023). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Ny. A Dengan Diabetes Mellitus Memalui
Rendaman Kaki Air Hangat Di Desa Simpang Kubu Wilayah Kerja Puskesmas Air Tiris.
http://journal.stkiptam.ac.id/index.php/excellent
Alifariki, L. O., & Kusnan, A. (2022). Article Pengaruh Teh Hijau Dalam Menurunkan Tekanan Darah:
Systematic Review. https://stikes-nhm.e-journal.id/NU/index
Anggraini, R., Nadatein, I., & Astuti, P. (2020). Relationship of HbA1c with Fasting Blood Glucose on
Diagnostic Values and Lifestyle in Type II Diabetes Mellitus Patients. Medicra (Journal of Medical
Laboratory Science/Technology), 3(1), 5–11. https://doi.org/10.21070/medicra.v3i1.651
Bachri, Y., Prima, R., & Putri, A. P. (2022). Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Ulkus Kaki Diabetik Pada Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Prof. DR. MA Hanafiah, SM
Batusangkar Tahun 2023. Jurnal Inovasi Penelitian, 3.
Dewiyanti, & Cheristina. (2022). Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kadar Gula Darah Pada Lansia:
Literatur Review. In Jurnal Fenomena Kesehatan (Vol. 5, Issue 1).
Hansur, L., Ugi, D., & Febriza, A. (2020). Ibm Pencegahan Penyakit Diabetes Melitus Di Kelurahan
Tamarunang Kec Sombaopu Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.
Julianti, R., Puspita Sari, N., Yani, S., & Sapta Bakti, Stik. (n.d.). Asuhan Keperawatan Perfusi Perifer
Tidak Efektif Dengan Terapi Buerger Allen Exercise Pada Pasien Diabetes Melitus. https://journal-
mandiracendikia.com/jik-mc
Kartikadewi, A., Wahab, Z., & Andikaputri, K. (2022). Ankle Brachial Index pada Penderita Diabetes
dan Non Diabetes, dan Hubungannya dengan Aktivitas Fisik dan Perilaku Merokok.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK
Made, N., Regiantari, S., Ketut, G., Ngurah, G., Kesehatan, P., & Denpasar, K. (n.d.). Gambaran
Pengetahuan Terapi Akupresur Pada Pasien Diabetes Melitus.
Maryani, A., & Suraning Wulandari, T. (2019). Upaya Penyelesaian Masalah Defisit Pengetahuan
Tentang Program Diet Pada Pasien Hipertensi Melalui Tindakan Edukasi Diet.
Oktrisia, C., Nugraha Prabamurti, P., & Shaluhiyah, Z. (2021). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Ny. A
Dengan Diabetes Mellitus Melalui Pendaman Kaki Air Hangat. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(2).
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
Purnama, T. (2019). Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Pengukuran Tekanan Darah Bagi
Orang Tua Siswa Pada Kegiatan Market Day STP Khoiru Ummah Kendari.
Rahmasari, I., & Wahyuni, E. S. (2019). Efektivitas Memordoca Carantia (Pare) Terhadap Penurunan
Kadar Glukosa Darah. Infokes, 9.
Rizka Widyana, A., & Ardi, M. (2022). Penyuluhan dan Pemeriksaan Kadar HbA1c pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di RSUD Suradadi. Jurnal Inovasi Dan Pengabdian Masyarakat Indonesia, 1(3), 6–
9. https://jurnalnew.unimus.ac.id/index.php/jipmi
Simatupang, O. R., & Kristina, M. (2023). Penyuluhan Tentang Diabetes Melitus Pada Lansia Penderita
Dm. JPM Jurnal Pengabdian Mandiri, 2(3). http://bajangjournal.com/index.php/JPM
Soelistijo, S. A., Gunawan, H., Adi, C., Primasatya, I., Meutia, A., Sony, A., Mudjanarko, W., & Pranoto,
A. (2020). Sindrom Cushing Eksogen: Kapan Penggunaan Dosis Stres Glukokortikoid Bermanfaat?
In Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | (Vol. 7, Issue 3).
Suhartiningsih, S., & Kurniawati, R. (2024). Pengaruh Minum Kopi Terhadap Glukosa Darah Pada
Masyarakat Penderita Diabetes Melitus. http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM
Syahid, Z. M. (2021). Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pengobatan Diabetes Mellitus. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(1), 147–155. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i1.546
Wahyu Prihantoro, K., Prihantoro, W., & Nur Aini, D. (2022). Penerapan Senam Kaki Diabetes Terhadap
Nilai Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Kel. Krapyak Kec. Semarang Barat
Kota Semarang.
MODUL II
PEMICU
SKENARIO II
Seorang perempuan berusia 68 tahun dirawat di ruang interna karena lemah. Hasil pengkajian
pasien mengeluh lelah dah lelahnya tidak hilang meskipun sudah istirahat, kurang bertenaga
dan sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien juga mengatakan sulit bab lebih dari 5 hari,
dan merasa kedinginan sehingga selalu menggunakan selimut walaupun suhu ruangan normal
tanpa ac. Pasien mengatakan rambutnya banyak yang rontok. Saat di ruangan pasien menolak
dibesuk oleh keluarga dan teman – temannya karena merasa tidak nyaman dengan keadaannya.
Hasil pemeriksaan palpasi kelenjar tiroid teraba membesar. TD : 130/90 mmHg, N : 92x/mnt,
RR: 22x/mnt, SB : 37,5oC. IMT :30 kg/m2 TSH : 8 uU/ml, T3 : 50 ng/dl. T4: 2,4 ug/d
SERING MERASA
DINGIN
4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1) Mengapa pasien merasa lemah?
2) Mengapa pasien mengeluh lelah?
3) Mengapa pasien kurang bertenaga dan sulit beraktifitas sehari-hari?
4) Mengapa pasien sulit BAB lebih dari 5 hari?
5) Mengapa pasien merasa kedinginan?
6) Mengapa rambut pasien banyak yang rontok?
7) Mengapa pasien merasa tidak nyaman dengan keadaannya?
8) Mengapa kelenjar tiroid pada pasien membesar?
5. JAWABAN PENTING
1) Pasien hipotiroidisme merasa lemah karena kurangnya hormon tiroid yang
berperan penting dalam mengatur metabolisme tubuh. Hormon tiroid, seperti
tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3), mempengaruhi sejumlah fungsi tubuh
termasuk produksi energi. Kurangnya hormon ini dapat mengakibatkan
penurunan laju metabolisme, penumpukan kelebihan berat badan, dan
kekurangan energi, yang menyebabkan rasa lemah dan kelelahan pada pasien
hipotiroidisme. (Amelia Rahma, 2023)
2) Pasien hipotiroidisme merasa lelah karena rendahnya kadar hormon tiroid
dalam tubuh. Hormon tiroid, terutama tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3),
berperan penting dalam mengatur metabolisme basal dan produksi energi
dalam sel. Kurangnya hormon tiroid menghambat proses-produksi energi,
sehingga pasien mengalami kelelahan, penurunan daya tahan fisik, dan rasa
lemah. Keadaan ini dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan kualitas
hidup pasien hipotiroidisme. (Kemenkes,2022)
3) Pasien hipotiroidisme kurang bertenaga dan sulit beraktivitas sehari-hari
karena rendahnya kadar hormon tiroid dalam tubuh. Hormon tiroid berperan
dalam mengatur metabolisme tubuh, termasuk penguraian nutrisi menjadi
energi. Kurangnya hormon tiroid mengakibatkan penurunan laju metabolisme,
menyebabkan kelelahan, penurunan daya tahan fisik, dan kesulitan dalam
menjalani aktivitas sehari-hari dengan efisien. (Lestari Handayani, 2021)
4) Pasien yang mengalami kesulitan buang air besar (BAB) selama lebih dari 5
hari bisa mengalami kondisi yang disebut dengan konstipasi kronis. Beberapa
penyebab umumnya meliputi pola makan yang tidak sehat, kurangnya
konsumsi serat, dehidrasi, kurangnya aktivitas fisik, penggunaan obat-obatan
tertentu, gangguan pada saluran pencernaan, atau kondisi medis lainnya seperti
sindrom iritasi usus besar atau hipotiroidisme. (Kemenkes, 2023)
5) Pada pasien hipotiroidisme, produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid
menurun, yang dapat mengakibatkan penurunan tingkat metabolisme tubuh.
Ketika metabolisme menurun, tubuh menghasilkan lebih sedikit energi untuk
mempertahankan suhu tubuh, sehingga pasien cenderung merasa kedinginan
lebih sering.(Sofwan & Aryenti, 2019)
6) Rambut biasanya tumbuh dalam tiga fase: pertumbuhan, istirahat, dan rontok.
Ketika seseorang mengalami hipotiroidisme, fase pertumbuhan rambut bisa
menjadi lebih pendek, sementara fase istirahat dan rontoknya bisa lebih
panjang. Akibatnya, rambut yang rontok bisa terlihat lebih banyak dan lebih
cepat daripada biasanya. (Bergfeld, 2019)
7) Pasien mungkin merasa tidak nyaman dengan keadaannya karena beberapa
alasan, seperti rasa sakit, kelemahan fisik, kebingungan atau ketidakpastian
tentang kondisi mereka, perasaan cemas atau takut, atau kurangnya dukungan
sosial atau informasi yang memadai tentang perawatan mereka. Faktor-faktor
ini dapat menyebabkan stres dan ketidaknyamanan pada pasien. (Alder, 2019)
8) Kekurangan yodium akan membuat kelenjar tiroid bekerja lebih keras dan
akhirnya membesar. Beberapa jenis makanan diketahui mengandung zat yang
dapat menyebabkan kelenjar tiroid membesar (goitrogenik). Dengan kata lain,
konsumsi makanan tersebut secara berlebihan dapat menimbulkan penyakit
gondok (Sisy Rizkia Putri, 2020)
8. KLARIFIKASI INFORMASI
1) Neuromuscular Tapping (NMT) adalah suatu teknik yang menggunakan suatu
plester elastis yang ditempelkan pada permukaan kulit, yang menyebabkan
suatu efek terapeutik pada area lokal maupun secara langsung. Ketika dipasang
dengan tepat maka dapat mengurangi rasa nyeri dan memfasilitasi drainase
limfatik melalui bentukan lipatan pada area kulit. Mekanisme kerja NMT
dimana kulit mendapatkan banyak stimulus (mekanikal, panas, dan nyeri),
yang mana hal tersebut diaktivasi oleh mekanisme yang mengaktifkan reseptor
yang spesifik (mekanoreseptor, proprioseptor, termoreseptor dan nosiseptor).
(Setianto et al., 2021)
2) Tujuan penatalaksanaan diet pada penderita hipotiroid yaitu memberikan
energy cukup untuk memperbaiki status gizi, meningkatkan asupan iodium dan
menurunkan berat badan serta mengurangi gejala yang ada seperti
melancarkan BAB dan menurunkan kolesterol. Beberapa makanan yang
dianjurkan yaitu makanan yang mengandung banyak iodium, selenium,
kalsium dan serat. Sedangkan makanan yang harus dihindari /dibatasi yaitu
jeroan, makanan berminyak/bersantan, tahu, tempe, kacang-kacangan,
minuman berenergi, mengandung pemanis buatan, soda, kopi, sayuran mentah
seperti kubis putih, kubis merah, brokoli, dan kol. (Adnan, 2021)
Sekresi hormon tiroid yang tidak memadai selama perkembangan janin dan neonatal
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik dan mental (kretinisme) karena depresi
aktivitas metabolisme secara umum. Pada orang dewasa, hipotiroidisme bermanifestasi
sebagai kelesuan, gangguan mental, dan perlambatan fungsi tubuh secara umum.
Rendahnya kadar hormon tiroid dalam sirkulasi mengakibatkan hipotiroidisme klinis dan
menyebabkan berbagai proses metabolik turun atau menyebabkan banyak proses
metabolisme melambat (Nuraini et al., 2023).
B. Etiologi
Hipotiroidisme sering terjadi pada pasien yang sebelumnya mengalami
hipertiroidisme dan telah menjalani terapi seperti radioiodium, pembedahan, atau
menggunakan obat antitiroid. Kejadian ini lebih umum terjadi pada wanita lanjut usia. Saat
ini, terapi radiasi yang digunakan dalam pengobatan kanker kepala dan leher juga menjadi
faktor yang semakin sering menyebabkan hipotiroidisme pada laki-laki lanjut usia (Ivonne,
2023).
Secara klinis, terdapat tiga tipe hipotiroidisme yang dikenal. Tipe pertama adalah
hipotiroidisme sentral, yang terjadi akibat kerusakan pada kelenjar hipofisis atau
hipotalamus. Tipe kedua adalah hipotiroidisme primer, yang terjadi ketika kelenjar tiroid
itu sendiri mengalami kerusakan. Tipe ketiga adalah hipotiroidisme yang disebabkan oleh
faktor lain seperti penggunaan obat-obatan tertentu, defisiensi yodium, kelebihan yodium,
atau resistensi perifer terhadap hormon tiroid (Ivonne, 2023).
C. Prognosis
Kasus hipotiroid tanpa pemberian terapi yang adekuat memiliki risiko mortalitas dan
morbiditas yang tinggi. Terapi hipotiroid yang inadekuat berhubungan dengan timbulnya
gagal jantung, koma, hingga kematian. Pada anak-anak, kegagalan terapi hipotiroid juga
menyebabkan retardasi mental yang serius. Sebaliknya, penderita hipotiroid dengan terapi
yang adekuat umumnya menunjukkan prognosis yang baik dan gejala berangsur berkurang
dalam beberapa minggu atau bulan (Hastuti et al., 2019).
Prognosis menjadi lebih baik jika gangguan ini diketahui seawal mungkin dengan
tatalaksana yang memadai. Beberapa gangguan kognitif, visual, bahasa, memori, dan
gangguan perhatian kadang masih tampak walaupun sudah dideteksi sejak awal dan
diterapi dengan memadai (Pradiptha, 2023).
D. Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada
respons jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut
(Ibrahim, 2022) :
Hipotiroid dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan
disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif
oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus (Ibrahim, 2022).
Apabila hipotiroid terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah
disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya
umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroid yang disebabkan oleh
malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadarHT, TSH, dan TRH (Ibrahim,
2022).
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala hipotiroidisme biasanya berkembang perlahan. seiring waktu
terkadang bertahun-tahun. Keluhan pasien biasanya mencakup (Malik, 2022) :
Selain itu, Tanda dan gejala klinis dari hipertiroidisme dapat bervariasi sesuai dengan
usia pasien, durasi sakit, kadar hormon, dan kondisi komorbid. Secara garis besar gejala
yang dialami oleh pasien berupa berdebar, intoleransi terhadap panas, mudah berkeringat,
tremor, peningkatan nafsu makan, penurunan berat badan, mudah lelah, BAB berlebih,
cemas, gelisah, gangguan menstruasi (pada pasien perempuan), bahkan hingga gangguan
irama jantung dan gagal jantung. Sedangkan tanda klinis yang seringkali didapatkan
berupa eksoftalmus, benjolan pada leher, tremor, palpitasi, edema tungkai, dan perubahan
pada kulit (Saraswati Welly, 2022)
F. Klasifikasi
Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan menjadi (Ridwan, 2019) :
1. Hipotiroidisme primer, Hipotiroidisme primer terjadi akibat kegagalan tiroid
memproduksi hormon tiroid
2. Hipotiroidisme sekunder adalah akibat defisiensi hormon TSH yang dihasilkan oleh
hipofisis.
3. Hipotiroidisme tersier disebabkan oleh defisiensi TRH yang dihasilkan oleh
hipotalamus.
G. Komplikasi
Komplikasi pada hipotiroidisme menurut meliputi (Susilawati, 2022):
1. Koma Miksedema
Stadium akhir dari hipotiroid yang tidak diobati adalah koma miksedema. Manifestasi
koma miksedema yaitu adanya kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi,
bradikardia, hipoglikemia, intoksikasi air dan syok.
2. Kehamilan dan Reproduksi
Disfungsi tiroid mengakibatkan gangguan reproduksi, mulai dari kelainan seksual,
perkembangan ketidakteraturan menstruasi dan infertilitas. Peningkatan produksi
TRH,kasar dan parau, monoton, bicara tidak jelas. kerusakan memori, daya piker
lambat, mudah tersinggung, nystagmus, niktalopia, tremor, refleks tendon profunda
lambat, parastesia, ataksia, somnolen, dan sinkop.
3. System Muskuloskeletal
Tanda dan gejala pada system muskuloskeletal yaitu otot kaku/sakit, nyeri sendi,
kelemahan otot, kram, parestesia, letih, cepat Lelah (karena penurunan basal
metabolic rate (BMR)).
4. System Kardiovaskuler
Tanda dan gejala pada system kardiovaskuler adalah intoleransi terhadap dingin,
keringat berkurang, tekanan darah, nadi dan suhu rendah, tekanan nadi menyempit,
nyeri prakordial, pembesaran jantung, disritmia.
5. System Pernapasan
Suara serak dan sesak napas saat melakukan aktivitas merupakan gejala kelainan
sitem pernapasan yang banyak ditemukan.
6. System gastrointestinal
Tanda dan gejala pada system gastrointestinal yaitu peningkatan berat badan,
anoreksia, konstipasi, distensi abdomen, asites, serta lidah besar dan tebal.
7. System reproduksi
Pada system reproduksi akan dijumoai gejala berikut ini; menoragia, metrorargia,
amenore, penurunan libido, fertilitas menurun, aborsi spontan dan impoten.
8. Anemia
Anemia terjadi karena gangguan sintesis henoglobin akibat defisiensi tiroksin, dan
defisiensi zat besi akibat gangguan absorbs zat besi oleh usus.
H. Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang untuk pada penyakit hipotiroidisme yaitu
sebagai berikut (Adnan, 2021) :
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipotiroidisme melibatkan penggantian hormon tiroid yang
kurang. Terapi utama biasanya melibatkan pemberian hormon tiroid sintetis seperti
levothyroxine. Dosis yang diberikan akan disesuaikan secara individual berdasarkan
kondisi pasien. Penting untuk memonitor tingkat hormon tiroid dalam darah secara teratur
untuk memastikan dosis yang sesuai. Pemantauan tes darah secara rutin mungkin sulit
dilakukan, namun bila pasien yang menjalani penggantian hormon tiroid merasa sangat
tidak sehat atau jika ada perubahan berat badan yang signifikan, tes fungsi tiroid,
sebaiknya dengan pengukuran serum TSH dan fT4, dianjurkan untuk menyesuaikan
pengobatan jika diperlukan. Selain itu, penatalaksanaan juga melibatkan edukasi pasien
tentang pengelolaan jangka panjang dan pemahaman pentingnya keteraturan dalam
mengonsumsi obat tersebut (Tarigan & Siahaan, 2021).
J. Pencegahan
Hipotiroidisme dapat dihindari, hal ini dapat dicegah dengan pola makan dan
manajemen gaya hidup yang tepat. Inilah beberapa makanan yang boleh di konsumsi dan
yang perlu dibatasi yaitu (Adnan, 2021) :
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan sekarang
1) Keluhan utama : Lemah, lelah dan kurang bertenaga
2) Keluhan Menyertai : Kesulitan BAB, merasa kedinginan, dan rambut rontok
b. Riwayat kesehatan :-
dahulu
1) Keluhan penyakit : Tidak terkaji
yang pernah dialami : Tidak terkaji
2) Pernah dirawat : Tidak terkaji
3) Alergi
c. Riwayat kesehatan
keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
1) Keadaan klien : Lemah
2) Kesadaran : Tidak terkaji
2) Tanda Tanda Vital
1) Tekanan darah : 130/90 mmHg
2) Nadi : 92x/menit
3) Respirasi : 22x/menit
4) Suhu tubuh : 37,5°C
3) Kepala : Tidak terkaji
1) Wajah : Tidak Terkaji
2) Mulut : Tidak Terkaji
3) Leher : Kelenjar Tiroid Teraba Membesar
4) Dada : Tidak terkaji
4) Pemeriksaan paru
1) Inspeksi : Tidak terkaji
2) Palpasi : Tidak terkaji
3) Perkusi : Tidak terkaji
4) Auskultasi : Tidak terkaji
5) Pemeriksaan jantung
1) Inspeksi : Tidak terkaji
2) Palpasi : Tidak terkaji
3) Perkusi : Tidak terkaji
4) Auskultasi : Tidak terkaji
6) Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi : Tidak terkaji
2) Palpasi : Tidak terkaji
3) Perkusi : Tidak terkaji
4) Auskultasi : Tidak terkaji
7) Pemeriksaan integumen
1) Inspeksi : Tidak terkaji
2) Palpasi : Tidak terkaji
3) Perkusi : Tidak terkaji
4) Auskultasi : Tidak terkaji
8) Pemeriksaan genetalia
1) Inspeksi : Tidak terkaji
2) Palpasi : Tidak terkaji
3) Perkusi : Tidak terkaji
4) Auskultasi : Tidak terkaji
9) Pemeriksaan ekstremitas
1) Inspeksi : Tidak terkaji
2) Palpasi : Tidak terkaji
3) Perkusi : Tidak terkaji
4) Auskultasi : Tidak terkaji
4. Data Psikososil
a. Status emosi : Tidak terkaji
b. Konsep diri : Tidak terkaji
c. Interaksi sosial : Tidak mau dibesuk oleh keluarga dan teman
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan : TSH : 8 Uu/ml
laboratorium T3 : 50 ng/dl
T4 : 2,4 ug/dl
b. Foto rontgen thorax :-
Eliminasi -
Neurosensori -
Reproduksi dan -
Seksualitas
Psikologis Nyeri dan Data Subjektif
Kenyamanan -
Data Objektif
-Merasa Kedinginan
Integritas Ego -
Pertumbuhan dan -
Perkembangan
Perilaku Kebersihan Diri Data Subjektif
-
Data Objektif
-Rambut Rontok
Penyuluhan dan -
Pembelajaran
Relasional Interaksi Social Data Subjektif
-
Data Objektif
-Tidak mau dibesuk oleh keluarga dan temannya
-
Keterbatasan kemampuan
tubuh
Kurang tenaga/lelah
Keletihan
rontok
Penurunan kemampuan
Data Objektif imunitas
-
Mengeluh kedinginan
Konstipasi
Data Subjektif Hipotiroidisme Obesitas
-
Penurunan laju metabolisme
Data Objektif
Perubahan distribusi lemak
- IMT : 30 kg/m2
IMT 30 kg/m2
Obesitas
B. Diagnosa Keperawatan
1. Keletihan b.d Kondisi fisiologis (mis. penyakit kronis, penyakit terminal, anemia,
malnutrisi, kehamilan) d.d merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur
2. Gangguan Rasa Nyaman b.d gejala penyakit dan kurangnya privasi d.d mengeluh
tidak nyaman
3. Konstipasi b.d ketidakteraturan kebiasaan defekasi d.d defekasi kurang dari 2 kali
seminggu
4. Obesitas b.d kurangnya aktivitas fisik harian d.d IMT >27 kg/m2 (pada dewasa atau
berat dan panjang badan lebih dari presentil ke 95 untuk usia dan jenis kelamin (pada
anak)
PATHWAY Faktor Risiko
↓ Produksi Hormon
Tiroid
HIPOTIROIDISME
↓ Laju Metabolisme
Definisi Definisi
Memfasilitasi penggunaan kondisi Memfasilitasi penggunaan kondisi
hipnosis yang dilakukan sendiri hipnosis yang dilakukan sendiri
untuk manfaat terapeutik. untuk manfaat terapeutik.
Tindakan Tindakan
Observasi Observasi
1. Identifikasi teknik induksi 1. Untuk menemukan metode
yang sesuai(mis. ilusi atau pendekatan yang
pendulum Chevreul, efektif dalam
relaksasi, relaksasi otot, meningkatkan
latihan visualisasi, produktivitas, konsentrasi,
perhatian pada pernapasan, dan kinerja dalam konteks
mengulang kata atau frase industry
kunci) 2. Untuk menemukan metode
2. Identifikasi teknik yang efektif dalam
pendalaman yang sesuai memperdalam keadaan
(mis. gerakan tangan ke trans atau hipnosis
wajah, teknik ekskalasi seseorang
imajinasi, fraksinasi) 3. Untuk memahami
3. Monitor respons terhadap bagaimana proses hipnosis
hipnosis diri memengaruhi pikiran dan
4. Monitor kemajuan yang tubuh kita
dicapai terhadap tujuan 4. Untuk menilai efektivitas
terapi intervensi yang dilakukan,
Terapeutik memastikan bahwa pasien
1. Tetapkan tujuan hipnosis bergerak menuju
diri pemulihan
Edukasi Terapeutik
1. Ajarkan prosedur hipnosis 1. Untuk mengatasi
diri sesuai kebutuhan dan kebiasaan buruk,
tujuan meningkatkan rasa percaya
diri, mengurangi stres atau
kecemasan, memperbaiki
tidur.
Edukasi
1. Untuk membantu
seseorang mengatasi stres
dan kecemasan dengan
memanfaatkan relaksasi
mendalam dan sugesti
positif.
Tindakan Tindakan
Observasi Observasi
1. Identifikasi kondisi pasien 1. Untuk memberikan
(mis. kesadaran, alergi perawatan yang sesuai dan
shampoo, hemodinamik, aman sesuai dengan
kontraindikasi, cuci kebutuhan medis individu
rambut, kebersihan kulit tersebut.
kepala dan rambut, 2. Untuk mengetahui apakah
kekuatan rambut) kerontokan tersebut
2. Monitor kerontokan rambut normal atau merupakan
Terapeutik tanda masalah kesehatan
1. Siapkan peralatan sesuai yang lebih serius.
fasilitas yang ada Terapeutik
2. Jaga privasi pasien 1. Agar aktivitas atau
3. Atur posisi dengan kepala pekerjaan yang dilakukan
diganjal batal agar air tidak dapat berjalan lancar dan
membasahi tubuh (atau jika efisien.
memungkinkan pasien 2. Untuk melindungi hak
diposisikan Fowler atau individu untuk menjaga
semi Fowler informasi pribadi mereka
4. Cuci rambut dengan yang sensitif.
melakukan pemijatan 3. Untuk mencegah air
5. Lakukan pemberantasan (misalnya air liur atau
kutu dan telur rambut, jika muntahan) dari membasahi
ada tubuh.
4. Untuk merangsang
peredaran darah di kulit
kepala
5. Untuk mengurangi atau
menghilangkan populasi
kutu yang ada di
lingkungan tertentu.
3. Konstipasi (D.0049) Eliminasi Fekal (L.04033) Manajemen Konstipasi (I.04155) Manajemen Konstipasi
Kategori: Fisiologis (I.04155)
Subkategori: Eliminasi Definisi Definisi Tindakan
Proses defekasi normal yang disetel Mengidentifikasi dan mengelola
dengan pengeluaran feses mudah dan pencegahan dan mengatasi Observasi
Definisi konsistensi, frekuensi serta bentuk sembelit atau impaksi 1. Untuk mengidentifikasi
Penurunan defekasi normal yang feses normal. masalah pencernaan yang
disertai pengeluaran feses sulit dan Tindakan mungkin terjadi, seperti
tidak tuntas serta feses kering dan Setelah di lakukan tindakan Observasi gangguan pencernaan,
banyak. keperawatan selama 3x24 jam 1. Periksa tanda gejala kebiasaan makan yang
diharapkan Eliminasi Fekal meningkat konstipasi buruk, atau kondisi medis
Penyebab dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor risiko yang mendasarinya.
Situasional 1. Kontrol pengeluaran feses konstipasi (mis. obat- 2. Untuk menyesuaikan
1. Aktivitas fisik harian kurang meningkat (5) obatan, tirah baring, dan pengobatan dan
dari yang dianjurkan 2. Keluhan defekasi lama dan sulit diet rendah serat) memberikan saran gaya
2. Ketidakteraturan kebiasaan menurun (5) Terapeutik hidup yang sesuai untuk
defekasi 3. Konsistensi feses membaik (5) 1. Anjurkan diet tinggi serat mengurangi risiko
4. Frekuensi BAB membaik (5) 2. Lakukan masase abdomen, konstipasi
Gejala dan Tanda Mayor 5. Peristaltik usus membaik (5) jika perlu Terapeutik
Subjektif 3. Lakukan evakuasi fases 1. Untuk mencegah atau
1. Defekasi kurang dari 2 kali secara manual, jika perlu mengurangi konstipasi.
2. Pengeluaran feses lama dan Edukasi 2. Merangsang peristaltik
sulit 1. Anjurkan peningkatan usus dan meringankan
asupan cairan, jika tidak ketidaknyamanan akibat
Objektif ada kontraindikasi konstipasi.
(tidak tersedia) 2. Latih buang air besar 3. Untuk mencegah
Gejala dan tanda minor secara teratur komplikasi yang lebih
(tidak tersedia) 3. Ajarkan cara mengatasi serius.
konstipasi atau impaksi Edukasi
Kondidi Klinis Terkait Kolaborasi 1. Untuk meningkatkan
1. Hipotiroidisme 1. Kolaborasi penggunaan asupan cairan, terutama
obat pencahar, jika perlu air, untuk menjaga tubuh
tetap terhidrasi.
2. Untuk membantu
mengatur fungsi usus,
mencegah sembelit, dan
mengurangi risiko masalah
pencernaan lainnya.
3. Lakukan olahraga secara
teratur untuk
meningkatkan pergerakan
usus.
Kolaborasi
1. Penggunaan obat pencahar
perlu dilakukan dengan
hati-hati dan diawasi oleh
tenaga medis terlatih.
Tindakan Tindakan
Observasi Observasi
1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk memahami apakah
Terapeutik seseorang mendapatkan
1. Lakukan oral hygienis cukup nutrisi yang
sebelum makan, jika perlu diperlukan untuk menjaga
2. Berikan makanan tinggi kesehatan optimal.
serat untuk mencegah Terapeutik
konstipasi 1. Untuk mengurangi jumlah
3. Berikan makanan tinggi bakteri di mulut,
kalori dan tinggi protein membersihkan sisa
4. Berikan suplemen makanan dari gigi dan
makanan, jika perlu gusi, serta mempersiapkan
mulut untuk menerima
makanan dengan baik.
2. Untuk mencegah
konstipasi karena serat
membantu mempercepat
gerakan pencernaan,
menambah volume tinja,
dan membuat tinja lebih
lunak.
3. Untuk memenuhi
kebutuhan energi dan
memperbaiki serta
memelihara otot dan
jaringan tubuh.
4. Untuk mendukung
kesehatan dan kinerja
tubuh, mengatasi
defisiensi nutrisi,
meningkatkan pemulihan
setelah latihan fisik.
Intervensi Tambahan
Edukasi
1. Menganjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
2. Melatih buang air besar secara teratur
3. Mengajarkan cara mengatasi konstipasi atau impaksi
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi penggunaan obat pencahar, jika perlu
Adnan, M. (2021). Asuhan Gizi Pada Hipotiroid Nutritional Care On Hypothyroid Miftahul
Adnan Universitas Muhammadiyah Semarang. Journal of Nutrition and Health, 9(1),
19–24.
Alvaredo, M. K., Triyoso, T., & Zainaro, M. A. (2022). Efektifitas Terapi Rendam Kaki Air
Hangat Dannmassage Pada Klien Hipertensiidengan Masalah Keperawatan Gangguan
Rasa Nyaman Nyeri. Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (Pkm), 5(6),
1945–1950. https://doi.org/10.33024/jkpm.v5i6.4734
Andini, F., Iriansyah, H. S., & Barkah, A. S. (2020). Upaya Meningkatkan Kemampuan
Menarik Kesimpulan Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Materi Teks Tanggung
Jawab Warga Negara melalui Metode Mind Mapping. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan STKIP Kusuma Negara II, 45–50.
Arina, & Bunga. (2020). Pengaruh Aromaterapi Terhadap Tingkat Kelelahan ( Fatigue ) pada
Pasien Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Seminar Nasional
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta (SEMNASKEP), 45–53.
Bergfeld, W. F. (2008). Telogen effluvium. Hair and Scalp Diseases: Medical, Surgical, and
Cosmetic Treatments, 2(3), 119–135. https://doi.org/10.33667/2078-5631-2020-24-11-
14
El-Matury, H. J., Dame Manalu, E., & Batubara, S. (2021). Pelatihan Penggunaan Alat
Pelindung Diri Pada Perawat Di Ruang Radiologi Rumah Sakit Umum Sembiring.
Jurnal Pengabdian Masyarakat Putri Hijau, 1(2), 85–89.
Hanafi, I., & Hariyono, W. (2020). Analisis Kecelakaan Kerja pada Perawat di Rumah Sakit
umum PKU muhammadiyah Gamping Kabupaten Sleman. Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, 1–11.
Hardaniyati, H., Setyawati, I., Riezqy Ariendha, D. S., & Zulfiana, Y. (2023). Penyuluhan
Dan Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Sebagai Salah Satu Upaya Deteksi Dini Anemia
Pada Ibu Hamil. Jurnal LENTERA, 2(2), 219–225.
https://doi.org/10.57267/lentera.v2i2.199
Hastuti, P., Widodo, U. S., Oktarizal, R., Kurniadi, A. L., Anwar, K., & Siregar, A. A. R.
(2019). Status mineral dan hormon tiroid pada penderita hipotiroidisme. Journal of
Community Empowerment for Health, 1(1), 54. https://doi.org/10.22146/jcoemph.39334
Irwan Akbar, M. (2019). Penerapan Metode Dempster Shafer Untuk Sistem Pakar Diagnosa
Rasa Sakit Pada Perut. JATI (Jurnal Mahasiswa Teknik Informatika), 3(2), 67–74.
https://doi.org/10.36040/jati.v3i2.863
Javier, R. M., Rialdi, A. F., Ahyandi, S. S., Limanto, E. J., Handika, E., Munir, B.,
Chandrawati, P. F., Abdillah, A., Chalid, M. T., Wicaksono, H., Ansyah, A. R. B., &
Mudana, I. N. (2023). Karakteristik penderita Gangguan Kecemasan Menyeluruh Pada
Grave’s Disease dengan gambaran EKG Sick Sinus Syndrome (SSS). Syntax Idea, 5(2),
137–156. https://doi.org/10.46799/syntax-idea.v5i2.2135
Lara. (2022). Efektivitas Masase Abdomen Terhadap Pencegahan Konstipasi Pada Pasien
Stroke. 2005–2003 ,)8.5.2017(4 ,הארץ. www.aging-us.com
Munthe, M., & Lase, F. (2022). Faktor-Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kegiatan
Belajar Mahasiswa. Educativo: Jurnal Pendidikan, 1(1), 216–225.
https://doi.org/10.56248/educativo.v1i1.30
Nuraini, Anida, Azizah, L. N., Sunarmi, Ferawati, Istibsaroh, F., Sesaria, T. G., Oktavianti,
D. S., Muslimin, I. S., Azhar, B., & Amalindah, D. (2023). Asuhan Keperawatan pada
Pasien Gangguan Sistem Endokrin.
Saldin, N. F. (2019). Pengaruh Senam Aerobik Terhadap Penurunan Berat Badan Pada Ibu-
Ibu Pkk Kelurahan Buakana Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Fakultas Ilmu
Keolahragaan.
Setianto, C., Rahmy, S., & Sudjatmoko, A. (2021). Efektifitas Neuromuscular Taping (NMT)
sebagai Terapi Non-Farmakologi pada Penderita Carpal Tunnel Syndrome di RS Saiful
Anwar, Malang: Sebuah Laporan Kasus. Jurnal Klinik Dan Riset Kesehatan, 1(1), 60–
66. https://doi.org/10.11594/jk-risk.01.1.8
Sholikhah, A. N., Savitri, A. W. N., Kusuma, A. R. V., Jaslina, A. N., Nur’aini, A. P.,
Rahmadhan, A., & Ndari, A. W. (2023). Pengetahuan Mahasiswa Universitas Duta
Bangsa Tentang Insomnia Yang Berpengaruh Terhadap Kesehatan. Jurnal
OSADHAWEDYAH, 1(2), 63–65.
Sisy Rizkia Putri. (2020). Jurnal Penelitian Perawat Profesional Pencegahan Tetanus. British
Medical Journal, 2(5474), 1333–1336.
Sofwan, A., & Aryenti. (2017). Anatomi Endokrin. Universitas Yarsi, 1–7.
Tarigan, M. B., & Siahaan, J. M. (2021). Diagnosis Dini Dan Tatalaksana Hipotiroid.
Majalah Ilmiah METHODA, 11(2), 145–148.
https://doi.org/10.46880/methoda.vol11no2.pp145-148
Viera Valencia, L. F., & Garcia Giraldo, D. (2019). 済 無 No Title No Title No Title.
Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 2, 4–17.
PEMICU
SKENARIO III
Seorang perempuan berusia 65 tahun, dirawat di ruang interna dengan keluhan lemah. Hasil
pengkajian didapatkan pasien mengeluh lelah, kurang bertenaga, dan bab cair sudah 6 kali.
Pasien juga mengatakan selalu berkeringat berlebih, tangan bisanya terasa gemetar dan
mengeluh tidak nyaman dengaan kondisinya. Hasil pemeriksaan : TD : 130/90 mmHg,
frekuensi nadi : 100x/menit, frekensi nafas 22x/menit, palpasi kelenjatr tiroid teraba
membesar, palpasi kulit lengan sangat lembab dan tremor, TSH : 0,05 uU/mL, T3 : 8,19
ng/dL. T4: 3,2 ug/dL
1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING
1) Ruang interna
Ruang interna adalah istilah yang mengacu pada ruang di dalam tubuh
manusia di luar rongga organ-organ utama seperti rongga perut, dada, dan panggul.
Ini adalah ruang yang terletak di antara organ-organ internal dan di dalam rongga-
rongga tersebut. Ruang interna terdiri dari jaringan ikat, lemak, pembuluh darah, dan
struktur lainnya yang melindungi dan menghubungkan organ-organ internal (Djala,
2021).
2) Lemah
Lemah mengacu pada kondisi fisik atau mental seseorang yang kurang
bertenaga, kurang kuat, atau rentan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan. Hal
ini bisa mencakup kelemahan otot, kelemahan sistem kekebalan tubuh, atau
kelemahan mental seperti kelelahan atau depresi (Suparyanto, 2020).
3) Lelah
Lelah adalah keadaaan yang disertai adanaya penurunan efisiensi dan
ketahanan dalam bekerja. Kelelahan dapat ditunjukan dengan kondisi yang berbeda-
beda. Kelelahan dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik faktor internal maupun
faktor eksternal. Faktor internal diantaranya usia, status anemia, masa kerja, kualitas
tidur, dan beban kerja, sedangkan faktor eksternal yaitu shift kerja dan iklim kerja
panas (Ariyanto, 2021) .
4) BAB cair
BAB cair Buang air besar cair adalah kondisi di mana tinja menjadi encer dan
tidak padat. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi, konsumsi
makanan tertentu, intoleransi makanan, atau gangguan pencernaan lainnya (Annisa,
2022).
5) Gemetar
Gemetar adalah suatu gerakan tubuh yang dilakukan tanpa sengaja, agak
berirama dan gerakan ototnya melibatkan gerakan osilasi dari satu bagian tubuh ke
bagian tubuh lain karena merasakan suatu ancaman. Semua gerakan ini tanpa
disadari dan dapat mempengaruhi tangan, lengan, kepala, wajah, pita suara dan kaki.
Namun kebanyakan orang mengalami gemetar pada daerah tangan dan kakinya
(Purnama, 2020).
6) Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan darah untuk mengalir melalui
pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh manusia (Kusnan, 2022).
7) Frekuensi nadi
Frekuensi denyut nadi untuk orang normal jumlahnya sama dengan denyut
jantung. Denyut nadi merupakan gelombang yang dapat diraba dan dirasakan pada
daerah arteri dari hasil pemompaan dari jantung menuju pembuluh darah. Denyut
nadi dapat diraba atau dirasakan pada arteriyang dekat dengan permukaan tubuh,
seperti areri temporalis, arteri dorsalis pedis, arteri brakhialis, arteri radialis dan
arteri karotis yang terletak di ketinggian tulang rawan tiroid. Pada orang normal
frekuensi denyut nadi sama dengan denyut jantung. Frekuensi denyut jantung
dengan mudah dapat diukur dengan mengukur denyut nadi (Supriyono et al., 2023).
8) Frekuensi napas
Frekuensi pernapasan merupakan jumlah napas yang dihitung dari menghirup
sampai mengeluarkan napas dari makhluk hidup yang memiliki satuan napas per
menit (breath per minute). Frekuensi pernapasan merupakan salah satu parameter
dari proses bernapas untuk menunjukkan keadaan keseluruhan kerja tubuh manusia
(Ikhsan et al., 2019).
9) Palpasi
Palpasi Merupakan metode pemeriksaan dengan cara meraba menggunakan
satu atau dua tangan. Dengan palpasi dapat terbentuk gambaran organ tubuh atau
massa abnormal dari berbagai aspek. Palpasi adalah pemeriksaan dengan
menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang
dapat di jangkau tangan (Sugiarto et al., 2019).
10) Kelenjar tiroid
Secara umum, tremor diklasifikasikan menjadi fisiologis (tremor normal) dan
patologis (tremor abnormal). Tremor fisiologis terjadi pada semua otot yang sedang
berkontraksi baik dalam keadaan sadar maupun fase tidur pada tingkat tertentu.
Tremor ini berkaitan dengan rasa lelah, takut, emosi, kesadaran, panas, dingin,
medikasi, alkohol, dan penggunaan obat-obatan. Getaran yang dihasilkan oleh
tremor tersebut yaitu berfrekuensi antara 8-13 Hz sehingga tidak dapat dilihat oleh
mata (Sartika et al., 2020).
11) Kulit
Kulit adalah organ terluar dari tubuh yang melapisi tubuh manusia. Kulit
adalah organ yang memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah sebagai pelindung
tubuh dari berbagai hal yang dapat membahayakan, sebagai alat indra peraba,
pengatur suhu tubuh (Adhisa et al., 2020).
12) Lembab
Kulit lembab adalah kondisi ketika kulit memiliki tingkat kelembaban yang
tinggi, membuatnya terasa basah atau sedikit berkilau. Ini bisa terjadi karena
keringat atau paparan kelembaban lingkungan yang tinggi. Kelembaban kulit yang
sehat adalah penting untuk menjaga kelembutan, elastisitas, dan kesehatan kulit
secara keseluruhan. Namun, kelembaban berlebih juga dapat menyebabkan masalah
kulit seperti ruam atau infeksi jamur pada beberapa individu (Kemenkes, 2020).
13) Tremor
Secara umum, tremor diklasifikasikan menjadi fisiologis (tremor normal) dan
patologis (tremor abnormal). Tremor fisiologis terjadi pada semua otot yang sedang
berkontraksi baik dalam keadaan sadar maupun fase tidur pada tingkat tertentu.
Tremor ini berkaitan dengan rasa lelah, takut, emosi, kesadaran, panas, dingin,
medikasi, alkohol, dan penggunaan obat-obatan. Getaran yang dihasilkan oleh
tremor tersebut yaitu berfrekuensi antara 8-13 Hz sehingga tidak dapat dilihat oleh
mata (Hidayanti et al., 2023).
14) TSH
TSH atau tirotropin adalah glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh
tirotrop dari kelenjar hipofisis anterior. Aktivitas tiroid diatur sesuai dengan
kebutuhan tubuh kemudian beredar dalam sirkulasi, saat konsentrasi dalam tubuh
menurun maka hipotalamus akan menghasilkan TRH yang memicu peningkatan
kadar TSH untuk merangsang kelenjar tiroid (Siliwangi et al., 2024).
15) T3
Triiodotironin (T3) merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid
dan berperan meningkatkan aktivitas metabolisme hampir seluruh jaringan tubuh.
Semakin tinggi sekresi hormon tiroid, maka kecepatan metabolisme basal meningkat
60-100% di atas normal (Rafie et al., 2020).
16) T4
Tetra-iodotironina adalah salah satu hormon tiroid yang disekresi oleh kelenjar
tiroid. T4 merupakan prohormon yang disintesis melalui proses iodinasi pada gugus
fenil senyawa tirosina yang teriris dari protein induknya yakni tiroglobulin. Proses
iodinasi ini terjadi oleh karena stimulasi hormon TSH (Arie et al., 2021).
2. KATA KUNCI/PROBLEM
1) Lemah
2) Lelah
3) Kurang bertenaga
4) Bab cair 6 kali
5) Berkeringat berlebih
6) Gemetar
7) Mengeluh tidak nyaman
8) Kelenjar tiroid membesar
9) Kulit Lembab dan tremor
10) TSH 0,05 uU/ML
11) T3 = 8,19 ng/dl
12) 13. T4 = 3,2 ug/dl
3. MIND MAP
HIPERTIROIDISME ADDISON
DIABETES MELLITUS
Definisi Definisi
Definisi
. Hipertiroidisme adalah suatu Penyakit Addison merupakan
ketidakseimbangan metabolik yang penyakit yang terdapat pada kelenjar Diabetes mellitus merupakan gangguan
merupakan akibat dari produksi hormone adrenal. Hal ini karena korteks adrenal metabolisme tubuh dengan naiknya gula darah
tiroid yang berlebihan. Hipertiroid adalah (hiperglikemia) karena kekurangan hormon
menghasilkan hormon yang terlalu
keadaan di mana kadar hormon tiroid yang insulin. Yang mungkin juga terjadi karena
sedikit dari seharusnya. (endokrim,
berlebihan dan terlalu aktif. Hipertiroidisme hormon insulin tidak bekerja dengan
2023) semestinya. (endokrim, 2023).
adalah keadaan di mana produksi hormon
tiroksin berlebihan (Fiblia & Hasan, 2019).
Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis dari Lemah, cepat capai, berat Ditemukan juga adanya keluhan pada
hipertiroidisme dapat bervariasi sesuai badan turun, myalgia, atralgia, panas, pasien Diabetes Melitus seperti konstipasi,
dengan usia pasien, durasi sakit, kadar anoreksia, mual dan muntah, cemas, kelelahan, pandangan kabur dan kandidiasis
hormon, dan kondisi komorbid. Secara garis dan mental tak stabil. (Baynest, 2015). Keluhan lain pada pasien
besar gejala yang dialami oleh pasien berupa Diabetes Melitus yaitu lemah badan,
berdebar, intoleransi terhadap panas, mudah kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
berkeringat, tremor, peningkatan nafsu ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada
makan, penurunan berat badan, mudah lelah, Wanita. (practice, 2022)
BAB berlebih, cemas, gelisah, gangguan
menstruasi (pada pasien perempuan), bahkan
hingga gangguan irama jantung dan gagal
jantung.
TABEL PENYORTIRAN
4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1) Mengapa pasien merasa lemah/lelah?
2) Mengapa pasien merasa kurang bertenaga?
3) Mengapa pasien sering BAB cair?
4) Mengapa pasien sering berkeringat berlebih?
5) Mengapa pasien sering gemetar/ tremor?
6) Mengapa kelenjar tiroid pada pasien teraba membesar?
7) Mengapa kulit pasien teraba lembab?
8) Mengapa pada kasus ini kadar TSH pasien rendah dan T3/T4 pasien tinggi?
5. JAWABAN PERTANYAAN
1) Pasien hiperthyroidisme yang mengalami kesulitan tidur disebabkan karena kelebihan
hormon tiroid dapat meningkatkan laju metabolisme dan meningkatkan kerja saraf
simpatik sehingga aktivitas saraf simpatik meningkat serta menimbulkan efek eksitasi
dari hormon tiroid pada sinaps dan mempengaruhi serotonin yang dapat menyebabkan
kesulitan tidur. Efek sensitisasi peningkatan kadar TH yang abnormal juga dapat
meningkatkan kerja jantung sehingga mengakibatkan denyut jantung meningkat dan
tekanan darah meningkat serta jantung berdebar-debar yang dapat menyebabkan badan
tidak rileks untuk memulai tidur. Sehingganya penderita mudah merasakan lelah, ketika
tiroid membuat terlalu banyak hormon tiroid, tubuh akan menggunakan energi terlalu
cepat (Risdianti, 2021).
2) Hubungan krisis tiroid atau hipertiroid dengan rhabdomiolisis belum diketahui secara
pasti, diduga bersifat multifaktorial seperti adanya peningkatan konsumsi energi,
penurunan produksi energi dan penyebab lainnya. Kondisi hipermetabolik dapat
mengakibatkan penurunan konsumsi energi sel otot. Penyebab rhabdomiolisis dapat
disebabkan akibat peningkatan metabolisme intrasel dan penurunan energi pada otot
sehingga terjadi kerusakan sel. Penyebab lain yang bisa mengakibatkan kondisi
rhabdomiolisis pada hipertiroid yaitu adanya kekurangan kadar carnitine. Carnitine
diperlukan untuk produksi energi, pada kondisi hipertiroid kadar carnitine menurun
secara signifikan. Hal tersebut dapat menyebabkan seseorang merasa tidak bertenaga atau
lemah (Soetedjo et al., 2022).
3) Penderita hipertiroidisme sering mengalami bab cair karena peningkatan produksi
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid mereka. Hormon tiroid yang berlebihan dapat
meningkatkan motilitas usus, menyebabkan peningkatan frekuensi dan volume tinja,
yang dapat menghasilkan tinja yang lebih cair. Selain itu, hipertiroidisme juga dapat
menyebabkan gangguan pencernaan dan penyerapan makanan, yang juga dapat
menyebabkan tinja cair (Sudadi et al., 2021).
4) Hormon tiroid juga berhubungan sangat erat dengan katekolamine yaitu hormon yang
juga berfungsi sebagai neurotransmiter. Tubuh memproduksinya di otak, jaringan saraf,
dan kelenjar adrenal. Hormon-hormon simpatis yang akan bereaksi saat adanya stress
akan terangsang dan mengakibatkan munculnya gejala seperti tangan gemetaran, tidak
tahan dengan cuaca panas dan keringat yang berlebihan (Permana et al., 2020).
5) Pada Pada kasus hipertiroid, terjadi kelebihan produksi hormon tiroksin yang
meningkatkan metabolisme tubuh sehingga memicu keringat berlebih, termasuk di
telapak tangan. Hipertiroid terjadi ketika produksi hormon tiroksin yang terlalu banyak
dalam tubuh yang meningkatkan metabolisme. mengatakan keringat berlebihan dan
tangan selalu basah menjadi gejala hipertiroid (Permana et al., 2020).
6) Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid
secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini menyebabkan
beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang, yang disebut dengan
tirotoksikosis. Tirotoksikosis merupakan manifestasi klinis yang terjadi akibat
peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah. Tirotoksikosis digunakan untuk menandai
temuan klinis, fisiologi, dan biokimia yang dihasilkan saat jaringan terpajan dan
memberikan respon terhadap hormon berlebihan. Struma adalah pembesaran pada
kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel- folikel terisi koloid secara berlebihan.
Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista
dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Penyebab paling sering dari defisiensi hormon
tiroid ialah konsumsi yodium yang tidak cukup. Struma dibagi sesuai dengan perubahan
aktivitas fungsiona reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH
(Meutia et al., 2023).
7) Tangan lembab pada penderita hipertiroidisme bisa disebabkan oleh peningkatan aktivitas
kelenjar keringat akibat peningkatan metabolisme tubuh. telapak tangan teraba hangat
dan lembab karena seringkali berkeringat (Srikandi, 2020).
8) Parameter penunjang yang digunakan untuk mengetahui adanya kondisi hipertiroidisme
ialah pengukuran kadar thyroid-stimulating hormone (TSH), thyroxine (T4), dan
triiodothyronine (T3). Pada kondisi subklinis, kadar TSH rendah, namun kadar T4 dan T3
normal. Sedangkan pada kondisi overt, kadar TSH rendah dan kadar T4, T3 atau bahkan
keduanya melebihi nilai. Hormon T4 mempunyai peran terhadap metabolisme suhu tubuh
dan emosi. T3 bentuk hormon yang aktif selain di produksi pada kelenjar tiroid juga
dibuat di jaringan tubuh lain dengan mengubah T4 mejadi T3. Fungsi utama T3 mengatur
metabolisme tubuh, pencernaan dan tulang. Produksi hormon tiroid diatur oleh TRH
(Thyrotropine Releasing Hormon) di hipotalamus dan TSH (Thyroid Stimulating
Hormon) dari hipofisis anterior. Pembentukan hormon T3 dan T4 dipengaruhi oleh
mekanisme umpan balik yang melibatkan hormon TSH (Welly, 2022).
7. INFORMASI TAMBAHAN
1) Dalam jurnal yang ditulis oleh Aviola Syania Putri dan Anna Budiarti mengenai "Atrial
Fibrilasi Pada Hipertiroid : Diagnosis Dan Penatalaksanaan"
https://proceedings.ums.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/2158
2) Dalam jurnal yang ditulis oleh Afifah Muthmainnah dan Ruza P. Rustam mengenai
"Laporan Kasus Hipertiroidisme Pada Kehamilan: Hasil Ibu Dan Neonatal “
https://jurnal.univrab.ac.id/index.php/jomis/article/view/4309
8. KLARIFIKASI INFORMASI
1) Pada kasus atrial fibrilasi pada hipertiroid, terapi utamanya adalah memperbaiki kondisi
hipertiroidnya. Terapi hipertiroid pada pasien kami yang diberikan yaitu PTU 3x100mg,
dan propranolol 2x20mg. PTU diberikan karena PTU merupakan obat anti tiroid
golongan thionamid yang bekerja menghambat sintesis hormone tiroid dan menghambat
perubahan T4 menjadi T3 di perifer. Propanolol diberikan untuk menggantikan
carvedilol. Setelah tegak penyebab AF adalah hipertiroid, maka carvedilol dihentikan dan
digantikan dengan propranolol. Propanolol oral adalah betablocker non kardioselektif
yang berfungsi untuk selain sebagai pengontrol laju pada AF, propranolol memiliki fungsi
menghambat efek simpatis yang diberikan oleh hormone tiroid di perifer. Selain itu
propanolol juga dapat diberikan karena dapat menghabat perubahan T4 menjadi T3 di
perifer. Oleh karena itu, Propanolol pada pasien ini diberikan (Putri et al., 2022).
2) Penatalaksanaan hipertiroid yang tepat selama kehamilan sangat penting bagi ibu dan
janin. Hipertiroid yang tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi terkait kehamilan
seperti preeklamsia, kelahiran prematur, hambatan pertumbuhan, bahkan kematian janin.
Terdapat berbagai macam tatalaksana untuk hipertiroid dalam kehamilan. Obat antitiroid
merupakan pengobatan pilihan dalam mengontrol gejala hipertiroid selama kehamilan.
Modalitas terapi lain yang dapatdigunakan juga adalah pembedahan, tetapi jika dengan
pengobatan obat anti hipertiroid ditemukan efek samping, maka harus dipertimbangkan
untuk dilakukan pembedahan. Thyrotropin-releasing hormone (TRH) pada janin dapat
terdeteksi pada midpregnancy, tetapi tidak meningkat. Pada masa kehamilan, dibutuhkan
sekresi T4 yang tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, oleh karena itu
asupan iodium pada ibu hamil harus ditingkatkan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi,
maka kadar TSH akan meningkat dan kadar T4 akan menurun (Muthmainnah et al.,
2024).
B. Etiologi
1. Adenoma hipofisis
Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang terjadi
2. Penyakit graves
Penyakit graves atau toksi goiter diffuse merupakan penyakit yang
disebabkan karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibody yang disebut
thyroid-stimulatin immunoglobulin (TSI) yang melekati sel-sel tiroid. TSI merinu
tindakan TSH dan merangasang tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu
banyak. Penyakit ini dicirikan adanya hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid
atau (goiter) dan eksoftalmus (mata yang melotot).
3. Tiroditis
Tiroditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan
oleh bakteri seperti streptococcus pyogenes, staphycoccus aureus dan pnemucoccus
pneumonia. Reaksi peradangan ini menimbulkan pembesaran pada kelenjar tiroid,
kerusakan sel dan peningkatan jumlah hormon tiroid. Tiroditis dikelompokan
menjadi tiroiditis subakut, tiroiditis posetpartum, dan tiroiditis tersembunyi. Pada
tiroiditis subakut terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan biasanya hilang dengan
sendirinya setelah beberapa bulan. Tiroiditis pesetpartum terjadi sekitar 8% wanita
setelah beberapa bulan melahirkan. Penyebabnya diyakini karena autoimun. Seperti
halnya dengan tiroiditis subakut, tiroiditis wanita dengan posetpartum sering
mengalami hipotiroidisme sebelum kelenjar tiroid benar-benar sembuh. Tiroiditis
tersembunyi juga disebabkan juga karna autoimun dan pasien tidak mengeluh
nyeri, tetapi mungkin juga terjadi pembesaran kelenjar. Tiroiditis tersembunyi juga
dapat mengakibatkan tiroiditis permanen,
4. Konsumsi yodium
Konsumsi yodium yang berlebihan, yang mengakibatkan peningkatan
sistesis hormon tiroid.
5. Terapi hipertiroid
Terapi hipertiroid, pemberian obat obatan hipotiroid untuk menstimulasi sekresi
hormon tiroid. Penggunaan yang tidak tepat menimbulkan kelebihan jumlah
hormon tiroid.
C. Prognosis
D. Patofisiologi
Penyebab utama hipertiroidisme seringkali adalah penyakit Graves dan goiter
toksik. Pada kebanyakan pasien hipertiroidisme, kelenjar tiroid mengalami pembesaran
dua hingga tiga kali lipat dari ukuran normalnya. Hal ini disertai dengan hiperplasia dan
lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini meningkat
beberapa kali lipat dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Setiap sel juga
meningkatkan kecepatan sekresinya sebanyak lima hingga lima belas kali lipat lebih cepat
dari kondisi normal (Gasper, 2023).
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis dari hipertiroidisme dapat bervariasi sesuai dengan usia
pasien, durasi sakit, kadar hormon, dan kondisi komorbid. Secara garis besar gejala yang
dialami oleh pasien berupa berdebar, intoleransi terhadap panas, mudah berkeringat,
tremor, peningkatan nafsu makan, penurunan berat badan, mudah lelah, BAB berlebih,
cemas, gelisah, gangguan menstruasi (pada pasien perempuan), bahkan hingga gangguan
irama jantung dan gagal jantung. Sedangkan tanda klinis yang seringkali didapatkan
berupa eksoftalmus, benjolan pada leher, tremor, palpitasi, edema tungkai, dan perubahan
pada kulit (Anonymous, 2012; McDermott, 2020).
F. Klasifikasi
1. Hipertiroid Primer: Terjadinya hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu
sendiri, contohnya:
a. Penyakit grave
b. Functioning adenoma
c. Toxic multinodular goiter
d. Tiroiditis
2. Hipertiroid Sekunder: Jika penyebab hipertiroid berasal dari luar kelenjar
tiroid.contohnya:
a. Tumor hipofisis
b. Pemberian hormone tiroid dalam jumlah besar
c. Pemasukan iodium berlebihan
G. Komplikasi
Mekanisme terjadinya THPP hingga saat ini masih belum jelas. Secara garis besar
hipokalemia pada THPP diakibatkan oleh perpindahan kalium dari ekstrasel ke intrasel
terutama ke dalam sel- sel otot secara cepat dan masif tanpa disertai penurunan kadar
kalium serum total. Sebagian besar kalium total tubuh berada di intraseluler yang
dipertahankan melalui pompa Na+/K+ATPase. Transpor natrium, klorida, kalsium, dan
kalium pada membran sel bertanggung jawab atas kontraktilitas otot, sehingga adanya
gangguan pada salah satu transpor seluler tersebut, terutama pompa Na+/K+ATPase dapat
menyebabkan kelainan pada kontraktilitas dan kelumpuhan otot (Suputra, 2023).
H. Pemeriksaan Penunjang
I. Penatalaksanaan
Dosis awal MMI biasanya di mulai dengan 10-30 mg pemberian sekali sehari
tergantung dengan tingkat keparahan hipertiroid (CBZ 14-40mg/hari) dan PTU dengan
dosis 100mg setiap 8jam. Pemeriksaan fungsi tes hormone tiroid sebaikya di ulang lagi 3-4
minggu sejak awal treatment dan penurunan dosis di lakukan berdasarkan level serum IT4
dan T3, 12. Pada penelitian kecil, 29 pasien secara random diberi pengobatan PTU 100mg
setiap 8jam dan methimazole 30mg setiap 24jam, 22 pasien berhasil di monitoring selama
sebulan di dapatkan kadar serum IT4 dan T3 mencapai normal yang cepat dengan
menggunakan methimazole. Pada kasus ini diberikan obat antitiroid thiamazole yaitu
thyrozol 3x10 ing sehari dan propanolol 3x10 mg (Srikandi, 2020).
Sementara itu penggunaan propanolol (20-40 mg setiap 6 jam) bertujuan untuk
menurunkan gejala-gejala hipertiroidisme yang diakibatkan peningkatan kerja dari ẞ-
adrenergic seperti palpitasi dan tremor. Propanolol juga dikatakan dapat menurunkan
perubahan T4 ke T3 di jaringan perifer sehingga dapat menurunkan jumlah hormone yang
dalam bentuk aktif (Srikandi, 2020).
J. Pencegahan
1. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien
Nama : Tidak terkaji
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 65 Tahun
Agama : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
No. Register : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : Hipertiroidisme
2. Riwayat kesehatan
a. Kesehatan sekarang
1) Keluhan utama : Merasa lemah
2) Keluhan menyertai : BAB cair
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji
2) Pernah dirawat : Tidak terkaji
3) Alergi : Tidak terkaji
c. Riwayat keluarga : Tidak terkaji
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1. Keadaan klien : Tidak terkaji
2. Kesadaran : Tidak terkaji
b. Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah : 130/90 mmHg
2. Frekuensi Nadi : 100x/menit
3. Frekuensi Nafas : 22x/menit
4. Suhu Badan : Tidak terkaji
c. Keadaan Fisik
Kepala : Tidak terkaji
Wajah : Tidak terkaji
Mulut : Tidak terkaji
Leher : Kelenjar tiroid membesar
Dada : Tidak Terkaji
d. Pemeriksaan Paru
e. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : Tidak terkaji
e. Integumen
f. Genetalia
g. Ekstremitas
4. Data Psikososial
a. Status emosi : Tidak terkaji
b. Konsep diri : Tidak terkaji
c. Interaksi Sosial : Tidak terkaji
5. Pola aktivitas fisik sehari-hari
a. Nutrisi : Tidak terkaji
b. Eliminasi : Tidak terkaji
c. Istrahat dan tidur : Tidak terkaji
d. Aktivitas fisik : Kurang tenaga
e. Personal hygene : Tidak terkaji
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium : TSH : 0,05 Uu/mL
T3 : 8,19 ng/dl
T4 : 3,2 ug/dL
:
7. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan
Fisiologis Respirasi -
Reproduksi dan -
Seksualitas
Integritas Ego -
Pertumbuhan dan -
Perkembangan
Perilaku Kebersihan Diri -
Penyuluhan dan -
Pembelajaran
Data Objektif:
- Pasien mengalami Metabolisme tubuh
BAB 6x meningkat
Merangsang kontraksi
otot usus
Dx. Diare
Kekurangan energi
Intoleransi Aktivitas
Data Subjektif: - Hipertiroidisme Gangguan Rasa Nyaman
Data Objektif:
- Tangan biasanya Metabolisme tubuh menigkat
terasa gemetar
- Palpasi kulit lengan
sangat lembab dan Dampak negatif pada tubuh
tremor
B. Diagnosa keperawatan
1. Diare b.d iritasi gastrointenstinal d.d BAB cair sudah 6 kali
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d lemah, mengeluh lelah, kurang bertenaga
3. Gangguan rasa nyaman bd gejala penyakit dd tremor, keringat berlebi
Pathway Faktor Penyebab
Peradangan
Autoimun Nodul Hiperaktif
Kerusakan Sel-Sel
Tiroid Produksi Hormon T3 Dan T4
Tiroid
Pelepasan Hormon Hormon Tiroid
Tiroid Berlebihan Berlebihan
Hipertiroidisme
Metabolisme
Tubuh
1. Diare (D.0020) Eliminasi Fekal (L.04033) Manajemen Diare (I.03101) Manajemen Diare (I.03101)
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Nutrisi dan Cairan Definisi Definisi Definisi
Proses pengeluaran feses Mengidentifikasi dan mengelola Mengidentifikasi dan mengelola
Definisi yang mudah dengan diare dan dampaknya. diare dan dampaknya.
Pengeluaran feses yang sering, lunak konsistensi, frekuensi, dan
dan tidak berbentuk. bentuk feses yang normal. Tindakan Tindakan
Observasi Observasi
Penyebab Setelah di lakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab diare
Fisiologis keperawatan selama 3x24 diare (mis, inflamasi 2. Mengetahui makanan yang
1. Iritasi gastrointestinal jam diharapkan Eliminasi gastrointestinal, iritasi sudah dikonsumsi
Fekal meningkat dengan gastrointertinal, pro 3. Mengetahui
Gejala dan Tanda Mayor kriteria hasil: infeksi, malabsorpsi, ketidaknormalan pada tinja
Subjektif - Kontrol engeluaran ansietas, stres, efek obat- 4. Mengetahui jumlan
(tidak tersedia) feses meningkat (5) obatan, pemberian botol pengeluaran diare
Objektif - Konsistensi feses susu) 5.
1. Defekasi lebih dari tiga kali membaik (5) 2. Identifikasi riwayat Terapeutik
dalam 24 jam - Frekuensi BAB pemberian makanan 1. Mengganti cairan yang
2. Feses lembek atau cair membaik (5) 3. Monitor warna, volume, terbuang
frekuensi, dan konsistensi 2. Untuk memasukkan cairan
Gejala dan Tanda Minor tinja intravena
Subjektif 4. Monitor jumlah 3. Mencegah dehidrasi
- pengeluaran diare 4. Mengetahui hasil
Objektif pemeriksaan darah lengkap
- Terapeutik dan elektrolit
1. Berikan asupan cairan 5. Untuk di cek di
Kondisi Klinis Terkait oral (mis. larutan garam laboratorium
1. Hipertiroidisme gula, oralit, pedialyte,
renalyte) Edukasi
2. Pasang jalur intravena 1. Untuk mencegah keinginan
3. Berikan cairan intravena Bab
(mis, ringer asetat, ringer 2. Agar feses tidak cair
laktat), jika perlu
4. Ambil sampel darah Kolaborasi
untuk pemeriksaan darah 1. Untuk menyerap air yang
lengkap dan elektrolit berlebih pada tinja
5. Ambil sampel feses untuk 2. Untuk mengeraskan feses
kultur, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan makanan porsi
kecil dan sering secara
bertahap -Anjurkan
menghindari makanan
pembentuk gas, pedas dan
mengandung laktosa
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat
antispasmodic/spasmolitik
(mis. papaverin, ekstak
belladon mebeverine)
2. Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses (mis.
atapulgit, smektit, kaolin-
pektin)
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Intoleransi Aktivitas ( D.0056 ) Toleransi Aktivitas Manajemen Energi (1.05178) Manajemen Energi (1.05178)
Kategori : Fisiologis (L.05047 )
Subkategori : Aktivitas/istirahat Definisi Definisi
Definisi Mengidentifikasi dan mengelola Mengidentifikasi dan mengelola
Definisi Respon fisiologis terhadap penggunaan energi untuk penggunaan energi untuk
Ketidakcukupan energi untuk aktivitas yang membutuhkan mengatasi atau mencegah mengatasi atau mencegah
melakukan aktivitas sehari-hari tenaga kelelahan dan mengoptimalkan kelelahan dan mengoptimalkan
Penyebab Setelah dilakukan tindakan proses pemulihan. proses pemulihan.
1. Kelemahan keperawatan 3x24 jam
diharapkan toleransi Tindakan Tindakan
Gejala dan tanda mayor aktivitas meningkat dengan Observasi Observasi
Subjektif kriteria hasil : 1. Identifikasi gangguan 1. Untuk mengetahui
1. Mengeluh lelah fungsi tubuh yang gangguan fungsi tubuh
- Keluhan lelah mengakibatkan kelelahan yang mengakibatkan
Objektif menurun 2. Monitor kelelahan fisik kelelahan
- - Perasaan lemah dan emosional 2. Untuk mengertahui
menurun kelelahan fisik dan
Gejala dan tanda minor Terapeutik emosional pada pasien
Subjektif 1. Sediakan lingkungan
1. Merasa lemah nyaman dan rendah Terapeutik
stimulus (mis. cahaya, 1. Untuk membuat pasien
Objektif suara, kunjungan) nyaman terhadap
- 2. Lakukan latihan rentang lingkungannya
gerak pasif dan/atau aktif 2. Agar aktivitasnya dari
Kondisi klinis terkait 3. Berikan aktivitas distraksi pasien dapt dijalankan
- yang menenangkan 3. Untuk memberikan
4. Fasilitasi duduk di sisi ketenangan terhadap pasien
tempat tidur, jika tidak 4. Untuk mempermudah
dapat berpindah atau posisi duduk di sisi tempat
berjalan tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring Edukasi
2. Anjurkan melakukan 1. Agar pasien tidak diposisi
aktivitas secara bertahap yang menetap
3. Anjurkan menghubungi 2. Untuk melakukan aktivitas
perawat jika tanda dan secara bertahap
gejala kelelahan tidak 3. Agar perawat mengetahui
berkurang tanda dan gejala kelelahan
4. Ajarkan strategi koping tidak berkurang
untuk mengurangi 4. Untuk mengurangi
kelelahan kelelahan
3. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074) Status Kenyamanan Terapi Relaksasi (1.09326 ) Terapi Relaksasi (1.09326 )
(L.08064)
Kategon : Psikologis Definisi Definisi
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan Definisi Menggunakan teknik peregangan Menggunakan teknik peregangan
Keseluruhan rasa nyaman untuk mengurangi tanda dan untuk mengurangi tanda dan gejala
Definisi dan aman secara fisik, gejala ketidaknyamanan seperti ketidaknyamanan seperti nyeri,
Perasaan kurang senang, lega dan psikologis, spiritual, sosial, nyeri, ketegangan otot, atau ketegangan otot, atau kecemasan.
sempurna dalam dimens fisik budaya dan lingkungan kecemasan.
psikospiritual, lingkungan dan sosial. Tindakan
Setelah dilakukan tindakan Tindakan Observasi
Penyebab keperawatan selama 3x24 Observasi 1. Mengidentifikasi
1. Gejala penyakit jam maka diharapkan status 1. Mengidentifikasi penurunan tingkat energi,
kenyamanan meningkat penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
Gejala dan Tanda Mayor dengan kriteria hasil : ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
Subjektif berkonsentrasi, atau lain yang mengganggu
1. Mengeluh tidak nyaman - Keluhan tidak gejala lain yang kemampuan kognitif untuk
nyaman menurun mengganggu kemampuan memantau perubahan
Objektif kognitif kondisi klien yang mungkin
- 2. Mengidentifikasi teknik terjadi selama proses terapi
relaksasi yang pernah relaksasi.
Gejala dan Tanda Minor efektif digunakan 2. Mengidentifikasi teknik
Subjektif 3. Memeriksa ketegangan relaksasi yang pernah
- otot, frekuensi nadi, efektif digunakan untuk
Tingkat Ansietas tekanan darah, dan suhu menyesuaikan terapi
Objektif ( L.09093) sebelum dan sesudah dengan preferensi dan
- latihan respons individu klien.
Definisi 4. Memonitor respons 3. Memeriksa ketegangan
Kondisi Klinis Terkait Kondisi emosi dan terhadap terapi relaksasi otot, frekuensi nadi,
1. - pengalaman subyektif tekanan darah, dan suhu
terhadap objek yang tidak Terapeutik sebelum dan sesudah
jelas dan spesifik akibat 1. Menciptakan lingkungan latihan untuk mengevaluasi
antisipasi bahaya yang tenang dan tanpa respons fisik klien terhadap
memungkinkan individu gangguan dengan terapi relaksasi.
melakukan tindakan untuk pencahayaan dan suhu 4. Memonitor respons
menghadapi ancaman. ruang nyaman, jika terhadap terapi relaksasi
memungkinkan untuk menilai efektivitas
Setelah dilakukan tindakan 2. Menggunakan relaksasi dan membuat penyesuaian
keperawatan selama 3x24 sebagai strategi jika diperlukan.
jam maka diharapkan tingkat penunjang dengan
ansietas menurun dengam analgetik atau tindakan Terapeutik
kriteria hasil : medis lain, jika sesuai 1. Menciptakan lingkungan
- Diaforesi Menurun tenang dan tanpa gangguan
- Tremor Menurun Edukasi dengan pencahayaan dan
1. Jelaskan secara rinci suhu ruang nyaman, jika
intervensi relaksasi yang memungkinkan untuk
dipilih menciptakan kondisi yang
2. Menganjurkan mengambil mendukung relaksasi dan
posisi nyaman kenyamanan bagi klien.
3. Menganjurkan rileks dan 2. Menggunakan relaksasi
merasakan sensasi sebagai strategi penunjang
relaksasi dengan analgetik atau
1. Menganjurkan sering tindakan medis lain, jika
mengulangi atau melatih sesuai untuk meningkatkan
teknik yang dipilih efektivitas pengobatan dan
mengurangi kebutuhan
akan obat-obatan atau
tindakan medis yang lebih
invasif.
Edukasi
1. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih untuk memberikan
pemahaman yang jelas
kepada klien tentang tujuan
dan proses terapi relaksasi.
2. Menganjurkan mengambil
posisi nyaman untuk
memfasilitasi relaksasi dan
mengurangi ketegangan
fisik.
3. Menganjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
untuk membantu klien
memahami dan mengalami
manfaat dari teknik
relaksasi.
Menganjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih untuk
membantu klien
mengembangkan
keterampilan relaksasi yang
efektif secara mandiri.
Intervensi Tambahan
Hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pemanfaatan tumbuahan tradisional sebagai obat diare
pada masyarakat Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues. Jenis tumbuhan tradisional yang digunakan
sebagai obat diare oleh masyarakat Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues terdapat 40 spesies dan
29 familia. Sedangkan hasil penelitian dari (Diah Permatasari, DKK 2011) di Kecamatan Baturaden
Kabupaten Banyumas menyatakan bahwa ditemukan 10 tanaman untuk pengobatan diare adapun jenis
tanamannya yaitu jambu biji, kara, ketumbel, kunyit,lengkuas, manggis, nangka, pala, patikan kebo,
pepaya. Kemudian menurut Indriani dan Nuning, (2018) Di Sulawesi Selatan ditemukan 30 jenis
tumbuhan obat anti diare yang digunakan oleh 48 responden. Tumbuhan obat ini terdiri dari 19 familia
dan terbanyak berasal dari familia Zingiberaceae (6 spesies), yaitu Curcuma. aeruginosa, Curcuma longa,
Curcuma zanthorriza, Curcuma zedoaria, Kaempferia galanga dan Zingiber zerumbet. Familia ini
merupakan sumber daya tumbuhan yang cukup penting dalam menghasilkan berbagai produk untuk obat-
obatan (Nuraini, Safrida, 2021).
Intoleransi Aktivitas ( D.0056 ) Nalisis Praktik Keperawatan Pada Pasien Ckd (Chronic Kidney Disease) Dengan Intervensi
Rendam Kaki Air Hangat Terhadap Tingkat Kelelahan
Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis pada tubuh. Terapi rendam kaki air hangat
berdampak pada pembuluh darah dimana air hangat membuat sirkulasi darah menjadi lancar dan pada
pembebanan didalam air yang akan menguatkan otot-otot ligament yang mempengaruhi sendi tubuh. Air
hangat mempunyai dampak psikologis dalam tubuh sehingga air hangat bisa digunakan untuk
menurunkan tekanan darah dan merilekskan otot apabila dilakukan dengan melalui kesadaran dan
kedisplinan. Hidroterapi rendam kaki air hangat ini sangat mudah dilakukan oleh semua orang, tidak
membutuhkan biaya yang mahal dan tidak memiliki efek samping yang berbahaya. Dalam pemaparan
Dinas Kesehatan Indonesia (2014) air hangat membuat kita merasa santai, meringankan sakit dan tegang
pada otot dan memperlancar 71 peredaran darah. Maka dari itu, berendam air hangat bisa membantu
menghilangkan stres dan membuat kita tidur lebih mudah (Wanda, 2019).
Gangguan Rasa Nyaman Hipertiroid pada Wanita Lansia Usia60 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
(D.0074) Campang Raya
Intervensi yang diberikan berupa medikamentosa dan non medikamentosa terkait penyakit yang diderita
pasien. Intervensi medikamentosa bertujuan mengurangi keluhan dan mencegah komplikasi sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup pasien yaitu dengan mengonsumsi obat PTU 2x100mg dan propanolol
1x10mg. Intervensi non medikamentosa berupa edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai faktor
risiko penyakit, pola makan yang baik bagi pasien, dan aktivitas fisik yang tepat untuk pasien. Pada
pasien akan dilakukan kunjungan sebanyak 3 kali. Kunjungan pertama untuk melengkapi data pasien,
kunjungan kedua untuk melakukan intervensi dan kunjungan ketiga untuk mengevaluasi intervensi yang
telah dilakukan. Pengobatan medikamentosa yang lazim digunakan adalah golongan tionamid terutama
PTU. Efek PTU menghalangi proses hormogenesis intratiroid, mengurangi disregulasi imun intratiroid
serta konversi perifer dari T4 menjadi T3, bersifat immunosupresif dengan menekan produksi TSAb
melalui kerjanya mempengaruhi aktivitas sel T limfosit kelenjar tiroid. (Kevina et al., 2022).
Tindakan
Observasi
1. Mengidentifikasi penyebab diare (mis, inflamasi gastrointestinal, iritasi
gastrointertinal, pro infeksi, malabsorpsi, ansietas, stres, efek obat-obatan,
pemberian botol susu)
2. Mengidentifikasi riwayat pemberian makanan
3. Memonitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
4. Memonitor jumlah pengeluaran diare
Terapeutik
1. Memberikan asupan cairan oral (mis. larutan garam gula, oralit, pedialyte,
renalyte)
2. Memasang jalur intravena
3. Memberikan cairan intravena (mis, ringer asetat, ringer laktat), jika perlu
4. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
5. Mengambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
Edukasi
1. Menganjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap -Menganjurkan
menghindari makanan pembentuk gas, pedas dan mengandung laktosa
Kolaborasi
1. Mengkolaborasikan pemberian obat antispasmodic/spasmolitik (mis. papaverin,
ekstak belladon mebeverine)
2. - Mengkolaborasikan pemberian obat pengeras feses (mis. atapulgit, smektit,
kaolin-pektin)
Tindakan
Observasi
1. Memonitor tekanan darah
2. Memonitor berat badan
3. Memonitor waktu pengisian kapiler
4. Memonitor elastisitas atau turgor kulit
5. Memonitor kadar albumin dan protein total
6. Memonitor hasil pemeriksaan serum (mis. osmolaritas serum, hematokrit,
natrium, kalium, BUN)
7. Memonitor intake dan output cairan
8. Mengidentifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah, konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
9. Mengidentifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan (mis. prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, aferesis, obstruksi intestinal,
peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
1. Mengatur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2. Mendokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Menginformasikan hasil pemantauan, jika perlu
Tindakan
Observasi
1. mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2. Memonitor kelelahan fisik dan emosional
Terapeutik
1. Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
2. Melakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Memberikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Menganjurkan tirah baring
2. Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Menganjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Menganjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
3. Gangguan Rasa Terapi Relaksasi 1.09326 S: -
Nyaman (D.0074) O: -
Definisi A: -
Menggunakan teknik peregangan untuk mengurangi tanda dan gejala ketidaknyamanan P:-
seperti nyeri, ketegangan otot, atau kecemasan.
Tindakan
Observasi
1. Mengidentifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi,
atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
2. Mengidentifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
3. Memeriksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
4. Memonitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Menciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
2. Menggunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
1. Menjelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
2. Menganjurkan mengambil posisi nyaman
3. Menganjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
1. Menganjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
DAFTAR PUSTAKA
Adhisa, S., & Megasari, D. S. (2020). Kajian Penerapan Model Pembelajararan Kooperatif
Tipe True or False Pada Kompetensi Dasar Kelainan Dan Penyakit Kulit. E-Jurnal, 09(3),
82–90. https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwiZotim3Nf6AhUTU3wKHcB
ABmIQFnoECAsQAQ&url=https%3A%2F%2Fejournal.unesa.ac.id%2Findex.php
%2Fjurnal-tata-rias%2Farticle%2Fview
%2F35194%2F31310&usg=AOvVaw0o0OlMi7aFea0KttMCVWmN
Annisa. (2022). Diagnosis Dan Penatalaksanaan Pada Anak Usia 5 Tahun Dengan Diare Akut
Tanpa Dehidrasi. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 4(1), 45–52.
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP
Arie, G. A., Santoso, S. D., & Santosa, R. I. (2021). Hubungan Gangguan Fungsi Tiroid
Terhadap Kadar Ldl-Kolesterol. Jurnal SainHealth, 5(2), 6–12.
https://doi.org/10.51804/jsh.v5i2.1018.6-12
Ariyanto, T. D. H. (2021). Jurnal Poltekkes Surabaya, 5 Juli 2021 Hubungan Kelelahan Kerja
Dengan Beban Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi Di PT. Admira Magetan Tahun
2021 Tri. 1, 6.
Fiblia, & Hasan, R. (2019). Atrial Fibrilasi Pada Hipertiroid. Divisi Kardiologi, 1, 1–15.
Hidayanti, S., Tahri, T., Nurmakah, P., Juhaeriyah, J., & Nuryati, A. (2023). Keterkaitan Gaya
Hidup Terhadap Gangguan Sistem Gerak (Tremor) pada Guru SD Negeri 4 Citeras.
Jurnal Biologi Dan Pembelajarannya (JB&P), 10(2), 119–125.
https://doi.org/10.29407/jbp.v10i2.19607
Ikhsan, L. S., & Elektronika, L. (2019). Rancang Bangun Alat Ukur Frekuensi Pernapasan
Manusia Berbasis Sensor Serat Optik. 8(4), 301–307.
Kusnan, A. (2022). Pengaruh Teh Hijau Dalam Menurunkan Tekanan Darah: Systematic
Review. NURSING UPDATE: Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan P-ISSN: 2085-5931 e-
ISSN: 2623-2871, 13(1), 69–79.
Meutia, S., & Ananda, Y. (2023). Tirotoksikosis Galenical is licensed under a Creative
Commons Attribution-ShareAlike Usia Alamat Suku Status perkawaninan Pekerjaan :
Perempuan : Keude Cunda , Muara Dua , Lhokseumawe : Islam : Aceh : Cerai hidup.
2(6), 54–64.
Muthmainnah, A., & Rustam, R. P. (2024). Laporan Kasus Hipertiroidisme pada Kehamilan :
1), 61–70.
Nuraini, Safrida, H. (2021). Pemanfaatan Tumbuhan Tradisional sebagai Obat Diare pada
Masyarakat Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues. Jurnal Jeumpa, 8(April), 501–
515.
Permana, M. A. Y., Adhy, W. P., Mappapa, N. K., & Patola, I. A. (2020). Graves Disease
dengan Gangguan Irama Jantung. Medula, 10(2), 292–296.
http://journalofmedula.com/index.php/medula/article/view/69%0Ahttps://
journalofmedula.com/index.php/medula/article/download/69/30
Putri, A. S., & Budiarti, A. (2022). Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid: Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Proceeding Book Call for Papers Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 670–680.
Rafie, R., & Syuhada. (2020). Korelasi Kadar Tiroksin (T4), Triiodotironin (T3), dan Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) Serum dengan Kadar Kolesterol Total pada Pasien
Hipertiroid di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bulan Februari-Maret
Tahun 2015. Jurnal Medika Malahayati, 2(4), 200–206.
Risdianti, H. (2021). Kualitas Tidur dan Kualitas Hidup Pasien Hiperthyroidisme di Rumah
Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto Kramat Jati Jakarta Timur Helza Risdianti.
12(April), 62–66.
Sartika, D., & Yupianti, Y. (2020). Klasifikasi Penyakit Tiroid Menggunakan Algoritma C4.5
(Studi Kasus : Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Hasanuddin Damrah Manna).
Rekayasa, 13(1), 71–76. https://doi.org/10.21107/rekayasa.v13i1.5912
Siliwangi, J., Barat, R., Mlangi, N., & Istimewa, D. (2024). Pemeriksaan Imunologi Terhadap
Kadar Hormon Thyroid Stimulating Hormone ( TSH ) Pada Pasien Gangguan Tiroid Di
RSUD Panembahan Senopati Periode 2020-2022 Rifka Aulia Astuti. 3(1).
Soetedjo, N. N. M., Loe, L., Kusumawati, M., & Permana, H. (2022). Rhabdomiolisis Pada
Kondisi Krisis Tiroid. J Indon Med Assoc, 72(5), 0–4.
Sudadi, Yudo Pratomo, B., & Gayuh Utomo, W. (2021). Tata Laksana Badai Tiroid Di Instalasi
Gawat Darurat. Jurnal Komplikasi Anestesi, 8(3), 55–67.
Sugiarto, Harioputro, D. R., Suselo, Y. H., Munawaroh, S., Moelyo, A. G., Lestari, A.,
Werdiningsih, Y., & Suryawan, A. (2019). Basic Physical Examination : Teknik inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi. Universitas Sebelas Maret, 0271, 1–37.
https://skillslab.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/08/MANUAL-IPPA_2018-smt-
1.pdf
Suparyanto, R. (2020). Prinsip Kesehatan Masyarakat. In Suparyanto dan Rosad (2015 (Vol. 5,
Issue 3).
Supriyono, S., & Magdalena, M. (2023). Hubungan antara Aktivitas Fisik, Denyut Nadi dan
Status Gizi Peserta Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil Provinsi Jawa Tengah.
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 12(05), 337–345.
https://doi.org/10.33221/jikm.v12i05.1864
Yanti, A., & Leniwita, H. (2019). Modul Keperawatan Medikal Bedah II. Keperawatan, 1–323.
http://repository.uki.ac.id/2750/1/fmodulKMB2.pdf