Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ENDOMETRIOSIS

Disusun oleh :
ARIF KURNIAWAN (2020270055)
SYAUQI ALI IRSYAD(2020270058)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2021/2022
BAB 1
ANATOMI FISIOLOGI

1. Menstruasi Retrograde
Pada keadaan normal, darah yang berasal dari peluruhan dinding endometrium akan
dikeluarkan melalui vagina.

Pada kondisi menstruasi retrograde, darah menstruasi akan berbalik menuju


peritoneum. Mekanisme awal pembentukan endometriosis terjadi ketika sel-sel epitel
dan stroma endometrium berada dalam rongga peritoneum. Endometrium ektopik
dapat bertumbuh dan mengalami peluruhan saat siklus menstruasi terjadi.

Produk peluruhan dinding endometrium pada peritonium terjadi melalui tuba falopi.
Endometrium di luar rahim dapat menyebabkan peradangan, jaringan fibrosa,  serta
terbentuknya kista dan adhesi. Adhesi dapat memengaruhi fungsi organ sekitar
uterus. Peradangan kronis yang diakibatkan oleh endometriosis dapat berujung pada
infertilitas.[1-8]

2. Inflamasi
Peningkatan sitokin dan kemokin pada reaksi inflamasi endometriosis memiliki peran
dalam patofisiologi endometriosis.
Studi menyatakan bahwa interleukin-1 (IL-1) dapat terdeteksi pada cairan
peritoneum wanita dengan endometriosis, sehingga sitokin mungkin berperan sebagai
pemberi sinyal inflamasi. Dalam studi tersebut, didapati juga adanya peningkatan
reseptor dari IL-1, yang berperan dalam merangsang pelepasan vascular endothelial
growth factor (VEGF), tumor necrosis factor-alpha (TNF-alpha), serta IL-6 dan IL-8.
Kemokin juga memiliki peran dalam menginduksi kemotaksis pada sel responsif
terdekatnya.[2,3,7-8]
3. Pembentukan Pembuluh Darah
Pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) diperlukan untuk jaringan
endometriosis sebagai asupan pembentukan atau pemeliharaan lesi.

Beberapa faktor pertumbuhan dan gen terkait dengan angiogenesis telah


dipelajari dalam patofisiologi endometriosis. VEGF diketahui memiliki peran dalam
angiogenesis dan vaskulogenesis. Beberapa studi membuktikan kadar protein VEGF
yang tidak konsisten pada cairan peritoneum wanita dengan endometriosis.
Pembentukan pembuluh darah biasanya diikuti juga dengan pembentukan serabut
saraf. Hal ini berkontribusi pada rasa nyeri pada endometriosis.[2,7-8]

4. Peran Sitokin dan Kemokin


Sitokin dan kemokin memiliki peran penting dalam patofisiologi endometriosis.
Peran keduanya dijelaskan secara rinci oleh studi yang dilaksanakan oleh Chen et
al dan Fassbender et al.
Sitokin adalah protein yang memiliki peran penting dalam pengiriman sinyal
sel, sedangkan kemokin menginduksi kemotaksis pada sel di dekatnya. Peran
keduanya menjadi kunci dalam proses inflamasi pada lesi endometriosis. Peran
sitokin IL-17A juga terlihat dalam pembentukan pembuluh darah. Chen et al dan
Fassbender et al mengambil sampel endometriosis dari cairan peritoneal, lesi
endometriosis, dan serum darah. Studi menemukan bahwa fungsi protein-protein
tersebut berbeda jika dibandingkan pada wanita yang tidak memiliki endometriosis.
[2-12]
BAB II
KONSEP DASAR

1. Pengertian endometriosis
Penyebab utama endometriosis masih belum diketahui secara pasti, Namun
diduga adanya faktor genetik, lingkungan, dan anatomi tubuh yang turut berperan
dalam munculnya kondisi ini.
Beberapa kondisi yang diduga jadi

2. Menstruasi retrograde
Menstruasi retrograde atau menstruasi dua arah, terjadi ketika sel
endometrium dan jaringan yang seharusnya terbuang ke vagina juga ikut mengalir
ke arah leher rahim dan tuba falopi.
Sel endometrium ini menempel pada dinding pelvis dan permukaan organ pelvis,
tumbuh, terus menebal, dan berdarah sepanjang siklus menstruasi.
Dalam banyak kasus, menstruasi retrograde merupakan penyebab endometriosis
yang paling sering terjadi.

3. Perubahan sel embrio


Sel embrio menghasilkan sel yang melapisi perut dan rongga panggul.
Apabila satu atau beberapa area kecil dari lapisan perut berubah menjadi jaringan
endometrium, ini bisa menjadi penyebab endometriosis.
Kondisi ini umumya dipengaruhi oleh hormon estrogen yang tidak seimbang.

4. Gangguan sistem imun


Apabila sistem imun bermasalah, kemungkinan dapat membuat tubuh tidak
dapat mengenali dan menghancurkan jaringan endometrium yang tumbuh di luar
rahim.
Maka dari itu, kondisi endometriosis dapat terjadi.

5. Bekas luka bedah


Jika Anda pernah menjalani operasi seperti histerektomi atau operasi Caesar
sebaiknya lebih berhati-hati.
Implantasi bekas operasi yang terbentuk dapat membuat sel menempel sehingga
bisa jadi penyebab endometriosis.

6. Pengedaran sel endometrium


Apabila sel endometrium dihantarkan oleh pembuluh darah atau cairan
jaringan ke bagian tubuh lainnya, hal ini bisa jadi penyebab endometriosis.
BAB III
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a) Sirkulasi
Pengisian kapiler ekstremitas menurun,denyut nadi
melambat,edema,peningkatan tekanan darah
b) Eliminasi
Dapat mengalami riwayat pyelonefritis,infeksi saluran
perkemihan, nekropati,poliuria.
c) Makanan/cairan
Polidipsia,polifagia, mual muntah,diare, nyeri tekan
abdomen, hipoglikemia, glikosuria
d) Keamanan
Integritas atau sensasi kulit lengan ,paha,bokong dan
abdomen dapat berubah karena injeksi insulin
sering,kerusakan penglihatan, riwayat gejala infeksi dan
budaya positif infeksi khususnya perkemihan.
e) Seksualitas
Tinggi fundus uteri lebih tinggi atau lebih rendah dari
normal terhadap usia gestasi, riwayat neonatus besar
terhadap usia gestasi, hidramnion, anomali konginetal, lahir
mati tanpa alasan yang jelas.
f) Interaksi social
Masalah sosial ekonomi dapat meningkatkan resiko
komplikasi ketidakkuatan sistem pendukung yang
bertanggung jawab mempengaruhi kontrol diabetik.
2. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
 Ketidak cukupan insulin (penurunan ambilan dan
penggunaan glukosa 0leh jaringan mengakibatkan
peningkatan metabolisme protein/lemak)
 Penurunan masukan oral , anoreksia, mula,
lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan
kesadaran
 Status hipermetabolisme , pelepasan hormon stres
misal; epenipren, kortisol, dan hormon GH
 Kemungkinan dibuktikan dengan: melaporkan
pemasukan makanan tak adekuat, kurang nafsu
makan, penurunan BB; kelemahan, kelelahan, tonus
buruk, diare
3. Intervensi keperawatan
 Timbang berat badan saat kunjungan ANC
 Kaji masukan kalori dan pola makan dalam 24 jam
 Beri informasi tentang perubahan penatalaksanaan
 Perhatikan adanya mual, muntah
 Tinjau ulang pentingnya makanan teratur tiga kali
sehari
4. Evaluasi
Dilakukan untuk menilai kondisi klient,apakah sesuai dengan
intervensi yang diharapkan.terdiri dari evaluasi tindakan dan
evaluasi tujuan.

DAFTAR PUSTAKA

Tortora,Gj,Derrickson,B.2012.principles of anatomy &


physiology 13th edition.united states of america: john wiley &
son s,inc.
Elizasbeth R,jason W.2011.patology pada
kehamilan:manajemen & asuhan kebidanan.jakarta EGC
WHO>2011>the world medicine situation 2011.3ed>retional
use of medicine geneva.
Al-naoaemi MC,Shalayel MHF, 2011. Pathohysiology of
gestational diabetes melitus: the past,the present and the
future.in gestational diabetes,Radencovic M editor.in tech.p91-
114 available from.
BUKU SDKI,SLKI,SIKI
Disusun oleh:
Arif Kurniawan (2020270055)
Neha Nurhaliza (20202700)
Khalda Hanin(20202700)

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN
2020 / 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 21 tahun 2013
tentang penanggulangan HIV dan AIDS, untuk pemeriksaan diagnosis HIV dapat dilakukan
dengan konseling dan Tes HIV Sukarela atau Voluntary Counseling and Testing (VCT). VCT
merupakan proses konseling sukarela dan tes HIV atas inisiatif individu yang bersangkutan.
VCT dilakukan dengan langkah- langkah meliputi konseling pra tes, tes HIV, dan konseling
pasca tes. Penyelenggaraan pelayanan VCT terdapat standar minimum yang mencakup
seperti sumber daya manusia yang sudah terlatih dan kompeten, sarana dan prasarana yang
cukup, dan pembiayaan berdasarkan unit cost yang proporsional. Jumlah pelayanan
Voluntary Counseling and Testing (VCT) terus mengalami peningkatan. Dilihat dari profil
kesehatan Indonesia, jumlah layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Indonesia
tahun 2015 sebanyak 2.221 dan untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah sebanyak 333. Semakin
meningkatnya jumlah layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) ini berarti semakin
terbukanya akses kebutuhan akan informasi mengenai kesehatan. Data dari Kementerian
Kesehatan Indonesia melaporkan jumlah kasus baru HIV positif yang dilaporkan pada tahun
2015 sebanyak 30.935 kasus, menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Akan tetapi dari
tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 jumlah kasus baru HIV positif selalu mengalami
peningkatan (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Menurut Usnawatig (2013) WPS mempunyai motivasi yang rendah untuk mengikuti
VCT dikarenakan adanya anggapan dari WPS bahwa dirinya tidak berisiko HIV/ AIDS, VCT
bukan kebutuhan utama untuk WPS, dan adanya anggapan kurang penting tentang VCT.
Melihat hal itu, sebagai puskesmas yang menaungi tempat lokalisasi, tentunya diperlukan
manajemen yang baik dalam menjalankan program pelayanan VCT sehingga mampu
mempengaruhi WPS atau kelompok berisiko yang lain untuk memanfaatkan layanan VCT.
Hasil penelitian yang dilakukan Mujiati (2013) menyimpulkan bahwa layanan VCT secara
umum sudah berjalan lancar, namun beberapa kendala yang masih dihadapi yaitu dari segi
konselor (jumlah konselor, waktu tunggu konselor, bahasa dan sikap konselor/petugas),
kemudian untuk sarana dan prasarana yang masih kurang diantaranya belum ada ruangan
khusus VCT, tidak ada tempat cuci tangan di tempat pengambilan darah, dan tidak terdapat
papan informasi tentang alur layanan VCT. Sedangkan menurut penelitian Armanita (2008),
hambatan operasional dari pelaksanaan pelayanan VCT adalah sebagian petugas belum
mengikuti pelatihan VCT sehingga jumlah petugas yang benar-benar melaksanakan VCT
masih sedikit sehingga hal ini juga mempengaruhi skill dari petugas terutama dari skill
konselingnya. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat: M. Husni Ari Santoso , Bambang
Wahyono (Manajemen Program Pelayanan Voluntary Counseling And Testing (Vct) 2018)
2. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen HIV/AIDS,
serta untuk meningkatkan pengetahuan mengenai deteksi dan perawatan pasien HIV/AIDS
khususnya mengenai Voluntary Counseling Testing (VCT)
1. Untuk mengetahui definisi dari Voluntary Counseling Testing (VCT) atau Konseling dan
Test Sukarela (KTS) HIV
2. Mengetahui tujuan dari VCT
3. Mengetahui apa yang menjadi alasan dilakukannya VCT

3. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Voluntary Counseling Testing (VCT) atau Konseling dan Test
Sukarela (KTS) HIV?
2. Apakah tujuan dari VCT?
3. Apa yang menjadi alasan dilakukannya VCT?

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Komunikasi
Komunikasi dalam aktivitas keperawatan adalah hal yang paling mendasar dan
menajdi alat kerja utama bagi setiap perawat untuk memberikan pelayanan atau asuhan
keperawatan karena perawat secara terus-menerus selama 24 jam bersama pasien. Dalam
setiap aktivitasnya, perawat menggunakan komunikasi. Pengetahuan tentang komunikasi
sangat penting terkait dengan tugas-tugas dalam melakukan asuhan keperawatan dan dalam
melaukan hubungan professional dengan tim kesehatan lainnya. (Indrawati dalam jurnal
Noor Fu’at Aristiana, dkk 2015)
a) Komunikasi Kesehatan
Komunikasi kesehatan seperti halnya komunikasi manusia pada umumnya, namun
cak- upan dari komunikasi ini lebih sempit karena hanya berkaitan dengan pesan-pesan
kesehatan saja. Ratzan menjabarkan komunikasi kesehatan sebagai proses kemitraan
antara para partisipan berdasarkan dialog dua arah yang didalamnya ada suasana
interaktif, pertukaran gagasan, kesepakatan mengenai kesatuan kesehatan (Liliweri, 2008 :
47). Dalam penelitian ini, komunikasi kesehatan yang digunakan termasuk dalam level
komu- nikasi antarpribadi dimana konselor dan klien berinteraksi secara tatap muka dan
sifatnya rahasia di dalam praktik konseling.
b) Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi adalah proses ko- munikasi yang berlangsung antara dua
orang atau lebih secara tatap muka (Cangara, 2006 : 31). Interaksi antarpribadi
berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan rahasia agar klien dapat terbuka
mengungkapkan permasalahan dengan nyaman tanpa takut rahasianya diketa- hui orang
lain. Fungsi dari kegiatan tersebut, klien diarahkan untuk merubah perilakunya. Selama
konselor dan klien berinteraksi, dibutuhkan adanya saling keterbukaan diri (self
disclosure) untuk saling menyampaikan ide- ide, gagasan, dan perasaaan yang ada dalam
diri masing-masing. Metode dalam komunikasi antarpribadi yang paling baik yaitu
konseling.

c) Self disclosure
Self disclosure adalah pengungkapan in- formasi personal mengenai diri sendiri, dimana
orang lain tidak menemukan dalam cara lain (Enjang, 2009 : 116). Keterbukaan diri
ODHA saat berhubungan antarpribadi dengan konselor bertujuan untuk menggali
informasi mengenai latar belakang penyakitnya dan hal tersebut sangat mem- bantu
konselor dalam memberikan feedback berkaitan dengan informasi-informasi penting
seputar HIV/AIDS, memotivasi yang bisa men- dukung perkembangan sosial dan
emosional ODHA sehingga mampu merubah sikap dan perilakunya.

d) Konseling HIV/AIDS
Konseling HIV/AIDS merupakan strategi komunikasi perubahan perilaku yang
bersifat rahasia dan saling percaya antara klien dan konselor. Tujuan konseling yaitu
untuk mening- katkan kemampuan klien menghadapi tekanan dan pengambilan keputusan
terkait HIV/AIDS (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Praktik konseling dilakukan oleh
konselor yang memiliki keterampilan dasar konseling dan pemahaman luas mengenai
HIV/AIDS. Selain itu, konselor harus memahami tentang prin- sip konseling yaitu adanya
jaminan kerahasiaan mengenai data-data klien. Dengan kerahasiaan dirinya yang terjamin,
tentu hal tersebut mem- buat klien mau terbuka mengenai masalahnya kepada konselor.

VCT kepanjangan dari Voluntary Counseling Testing, yaitu:V (Voluntary) : Klien


melakukan tes HIV secara sukarela, tanpa ada paksaanC (Counseling) : Konselor membantu
klien siap tes/ memilih tidak tes dan siap menerima hasil tesT (Testing) : Tes darah untuk
mengetahui status HIV klien (positif atau negative) HIV.
VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus
antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, memberikan
dukungan moral, informasi, serta dukungan lainnya kepda ODHA, keluarga dan
lingkungannya.
Layanan test HIV dan konseling ini disebut sebagai VCT (Voluntary Counseling and
Testing). Tes HIV biasanya berupa tes darah untuk memastikan adanya antibodi HIV di
dalam sampel darah.  Tes HIV bersifat sukarela dan rahasia. Sebelum melakukan tes HIV,
akan dilakukan konseling untuk mengetahui tingkat risiko infeksi dari perilaku selama ini dan
bagaimana nantinya harus bersikap setelah mengetahui hasil tes HIV. Untuk tes cepat dapat
juga digunakan tes usapan selaput lendir mulut (Oraquick).
Jadi, VCT adalah konseling tes HIV sebagai upaya untuk memberikan dukungan
secara psikologis dan emosional yang dapat dilakukan melalui dialog personal antara
sesorang ‘konselor’ dan seorang ‘klien’ atau antara seorang konselor bersama klien dan
pasangan (couple counceling).
VCT (Voluntary Counselling and Testing ) diartikan sebagai Konseling dan Tes
Sukarela (KTS) HIV. Konseling HIV dan AIDS merupakan komunikasi bersifat rahasia
antara klien dan konselor yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menghadapi stres
dan mengambil keputusan berkaitan HIV dan AIDS. VCT terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
1. Konseling sebelum testing HIV
2. Testing HIV
3. Konseling setelah testing HIV
Proses konseleing termasuk evaluasi resiko personal peneluran HIV, fasilitas
pencegahan perilaku dan evaluasi penyesuain diri ketika klien memperoleh hasil tes HIV
positif.
Testing HIV adalah pengambilan darah untuk pemeriksaan HIV yang dapat
dilakukan dirumah sakit, klinik, labolatorium dan lembaga swadaya masyarakat yang
menyediakan pelayanan VCT.
1)  Syarat tes HIV (VCT) pada klien adalah:
a) Tes harus dilaksanakan dengan sepengetahuan dan dengan izin dari pasien.
b) Pasien harus paham mengetahui HIV/AIDS sebelum tes dilaksanakan.
c) Konseling duberikan pada pasien sebelum tes untuk membantu pasien membuat
pertimbangan yang bijaksana sebelum memutuskan: mau dites atau tidak.
d) Tes HIV harus dirahasiakan oleh dokter dan konselor. Hasilnnya tidak boleh
dibocorkan kepada orang lain kecuali oleh pasien.
e) Seteah tes, konseling harus diberikan lagi agar pasien dapat memahami hasil tes dan
untuk membantu pasien mennyusun rencana sert tes dan untuk membantu pasien
mennyusun rencana serta langkah-langkah selanjutnya sesuai hasil tes.

2)  Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dlam konselig VCT:


a) Pasien akan mendapatkan pengetahuan mengenai HIV dan AIDS.
b) Pasien bisa menceritakan permasalahan yang dihadapi.
c) Konselor akan membantu untuk mencari jalan keluar atau membantu menentukan
keputusan, dalam hal ini tentang HIV/AIDS.
d) Konseling sifatnya menjelaskan pilihan pasien.
e) Orang yang memberikan konseling tidak boleh memaksakan kehendak atau nilai-
nilai pribadi pada pasien.
f) Dalam konseling, kerahasiaan pasien harus dijunjung tinggi.
g) Jika konselor atau dokter harus mendiskusikan permaslahan pasien ke konselor atau
doker lain, sifatnya adalah pembahsan kasus dan bukan tentang pribadi pasien.

3. Konseling dalam VCT ini dimaksudkan memberikan informasi factual dan dukungan
kepada ODHA dan keluarganya,karena itu diperlukan materi-materi yaitu (Depkes,2003):

a) Kebutuhan primer untuk mencegah infeksi dan infeksi ulang.


b) Informasi dasar tentang infeksi HIV dan penyakit terkait dan cara penularan.
c) Penilaian tingkat risiko infeksi HIV.
d) Mengkaji kemungkinan sumber infeksi klien.
e) Informasi khusus untuk menurunkan risiko dengan perubahan perilaku berisiko.

2. Waktu Dilakukannya VCT


VCT perlu dilakukan bila seseorang merasa kawatir atau takut akan tertular HIV
dikerenakan:
a. Perilaku beresiko dengan berganti-ganti pasangan seks tanpa menggunakan kondom.
b. Pernah tertular IMS atau penyakit kelamin lebih dari dua kali.
c. Menggunkan jarum suntik secra bergantian atau tidak steril.
d. Pernah menrima trnfusi darah tanpa melalui proses pemeriksaan(screening)

3. Tujuan VCT
VCT mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Upaya pencegahan HIV/AIDS;
2. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan mereka
tentang faktor-faktor risiko penyebab seseorang terinfeksi HIV;
3. Upaya pengembangan perubahan prilaku, sehingga secara dini mengarahkan mereka
menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta
membantu mengurangi stigma dalam masyarakat.
Sedangkan menurut KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional), VCT bertujuan
untuk membantu setiap orang agar mendapatkan akses kesemua layanan informasi, edukasi,
terapi atau dukungan psiko sosial, sehingga kebutuhan akan informasi akurat dan tepat dan
dicapai. Sehingga proses berfikir, perasaan dan prilaku dapat di arahkan keperilaku yang
lebih sehat yaitu melalui:

1. Penyediaan dukungan psikologis, seperti dukungan yang terkait dengan kesejahteraan


emosi psikologis, sosial dan spiritual ODHA.
2. Pencegahan peneluran HIV dengan menyediakan informasi mengenai perilaku beresiko
dan membantu dalam pengembangan keterampilan pribadi yang diperlukan untuk
perubahan perilaku dan negosiasi praktik yang lebih aman.
3. Memastikan efektifitas rujukan kesehatan,terapi dan perawatan melalui pemecahan
masalah kepatuhan berobat.

4.    Alasan Dilakukan VCT


1. Karena merupakan pintu masuk (entry point) ke seluruh layanan HIV/AIDS (akses ke
berbagai pelayanan);
2. Karena VCT menjadi salah satu bentuk dukungan, baik yang hasil testnya positif/negative,
dengan berfokus pada dukungan atas kebutuhan klien seperti perubahan prilaku, dukungan
mental, pemahaman factual dan terkini atas HIV/AIDS, dukungan terapi ARV &
perawatan (CST);
3. Karena dengan VCT dapat mengurangi stigma & diskriminasi di masyarakat;
4. Karena VCT mencangkup pendekatan menyeluruh baik kesehatan fisik maupun mental
5. Karena dengan VCT dapat pemberdayaan ODHA melalui training, KDS (meningkatkan
kwalitas hidup ODHA).
Adapun fungsi VCT adalah sebagai berikut:
Pencegahan HIV dapat dilakukan antara lain
1. Dengan VCT diperoleh pendejatan pencegahan penyakit yaitu dengan mempromosikan
perubahan perilaku seksual untuk menurunkan penularan HIV.Menawarkan untuk
mencari tahu status HIV dan perencanaan hidup bagi yang terkena HIV,juga pencegahan
pada keluarganya.
2. Pintu masuk menuju terapi dan perawatan
3. Dengan interfensi yang amandan efektif untuk pencegahan peneluran HIV ibu-
anak.Membantu untuk konseling kepatuhan berobat agar rutinitas pemakaian obat terjaga
dan mencegah terjadinya resistensi obat.
4. VCT dilakukan sebagai penghormatan atas hak asasi manusia dari sisi kesehtan
masyarakat,kerena infeksi HIV mempunyai dampak serius bagi kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.
BAB III
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
VCT (Voluntary Counselling and Testing ) diartikan sebagai Konselling dan Tes
Sukarela (KTS) HIV. Konseling HIV dan AIDS merupakan komunikasi bersifat rahasia
antara klien dan konselor yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menghadapi stres
dan mengambil keputusan berkaitan HIV dan AIDS.
VCT bertujuan untuk membantu setiap orang agar mendapatkan akses kesemua layanan
informasi, edukasi, terapi atau dukungan psiko sosial, sehingga kebutuhan akan informasi
akurat dan tepat dan dicapai.
Adapun fungsi VCT adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan HIV.
2. Pintu masuk menuju terapi dan perawatan
3. VCT dilakukan sebagai penghormatan atas hak asasi manusia dari sisi kesehtan
masyarakat,kerena infeksi HIV mempunyai dampak serius bagi kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

2. Saran
ODHA merupakan individu yang mengalami permasalahan tidak hanya dari segi
fisik saja, namun mereka juga mengalami beban mental dalam dirinya. ODHA dengan
demikian tidak hanya membutuhkan pelayanan dari segi klinis saja, tetapi juga membutuhkan
penanganan holistikUntuk meningkatkan kesehatan mental pada diri ODHA diperlukan
pelayanan bimbingan dan konseling dalam meningkatkan motivasi hidup bagi ODHA;
meningkatkan konseling kepada keluarga pasien agar dapat menerima dan memberi
dukungan kepada ODHA; meningkatkan sosialisasi HIV/AIDS pada masyarakat luas
khususnya pada remaja dan mereka yang berpotensi terkena HIV/AIDS agar mengenal
bahaya, cara penularan HIV/AIDS sehingga ODHA tidak didiskriminasikan dan tidak
mengalami kesehatan mental yang terganggu; serta diperlukan pen- dampingan lanjutan
tentang pengembangan dan pemberdayaan potensi korban dan keluarga dengan HIV/AIDS.

DAFTAR PUSTAKA
Ari Santoso , Bambang Wahyono. (2018) Manajemen Program Pelayanan Voluntary
NNNNCounseling And Testing (Vct). Ilmu Kesehatan Masyarakat
Noor Fu’at Aristiana, dkk (2015). Pelayanan Bimbingan Dan Konseling Islam Dalam
NNNNMeningkatkan Kesehatan Mental Pasien Hiv/Aids Di Klinik Vct Rumah Sakit
NNNNIslam Sultan Agung Semarang. Kota Semarang: Jurnal Dakwah
Katiandagho, Desmon. 2015. EPIDEMIOLOGI HIV-AIDS. In Media : Bogor
Nursalam, dkk. 2007. Asuhan Keperwatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Salemba
Medika NNNN: Jakarta
Anita Diah Nurul. (2015). Komunikasi antarpribadi Konselor GTerhadap ODHA di
NNNNKlinik VCT RSUD. KAB. Karanganyar. Universitas Muhammadiyah
Surakarta :NNNNJurnal Komunikasi
https://yandeivita.blogspot.com/2017/02/deteksi-dan-perawatan-hivaids-vct-cst.html:
NNNNDiakses 23 Maret 2020

Anda mungkin juga menyukai