Necrotizing Enterocolitis
Oleh :
Pembimbing
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Di sepanjang sekitar 5 meter usus halus, terdapat tiga regio yang berbeda.
Sfingter pilorus menandai awal duodenum, yang sebagian besar terletak retro
peritonium dan terfiksasi dilokasinya. Di duodenum isi lambung bercampur
dengan produk sekresi ductus biliaris communis dan ductus pancreaticus. Setelah
duodenum, usus halus dapat bergerak dan menggantung melalui mesenterium
pada rongga peritonium. Dua perlima proksimal dinamai jejunum. Tiga perlima
distal dinamai ileum berakhir dikatup ileosaekum dipermulaan usus besar.11
Etiologi NEC hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun diyakini erat
kaitannya dengan terjadinya iskemik intestinal, faktor koloni bakteri dan faktor
makanan. Iskemik menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna, sehingga rentan
pada invasi bakteri. NEC jarang terjadi sebelum tindakan pemberian makanan dan
sedikit terjadi pada bayi yang mendapat ASI. Bagaimanapun sekali pemberian
makanan dimulai, hal tersebut sudah cukup untuk menyebabkan proliferasi bakteri
yang dapat menembus dinding saluran cerna yang rusak dan menghasilkan gas
hidrogen. Gas tersebut bisa berkumpul dalam dinding saluran cerna (pneumotosis
intestinalis) atau memasuki vena portal.6
1) Prematur
Kasus EKN terjadi pada lebih dari 90% bayi prematur dan BBLSR.
Penelitian yang membuktikan kelahiran prematur merupakan faktor risiko utama
kejadian EKN, menggunakan manusia dan hewan sebagai subyek penelitian. Dari
hasil penelitian tersebut menggambarkan keadaan intestinal yang imatur pada bayi
prematur. Imaturitas intestinalis menyebabkan perubahan komponen-komponen
sistem pertahanan usus, motilitas, regulasi aliran darah dan reaksi inflamasi yang
berperan dalam terjadinya kerusakan pada mukosa intestinal.
1
2) BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat
badan kurang dari 2500 gram. Keadaan organ-organ BBLR yang belum matang
merupakan faktor risiko terjadinya EKN pada BBLR. Kejadian EKN tertinggi
pada bayi berat lahir <1500 gram. Etiologi EKN pada BBLR bersifat multifaktor,
yaitu dapat disebabkan oleh faktor yang menyebabkan trauma hipoksik iskemik
pada saluran cerna yang masih imatur, kolonisasi bakteri patogen dan substrat
protein yang berlebihan dalam lumen.
3) Iskemia intestinalis
Hasil suatu studi pada hewan baru lahir menunjukkan perbedaan sirkulasi
saluran cerna yang menjadi predisposisi terjadinya EKN. Resistensi pembuluh
darah basal saluran cerna meningkat pada fetus dan menurun dengan signifikan
segera setelah lahir. Hal ini menimbulkan peningkatan kecepatan aliran darah
saluran cerna yang dibutuhkan untuk pertumbuhan saluran cerna dan somatik
yang kuat.
2
peningkatan tekanan intraluminal dan penurunan aliran darah. Oleh karena itu,
strategi pencegahan EKN telah difokuskan pada strategi pemberian nutrisi dan
memahami karakteristik mikroorganisme di saluran pencernaan.
Di dalam uterus, usus janin terus dibasahi dalam cairan amnion yang steril,
diperkaya dengan nutrisi, hormon dan faktor-faktor pertumbuhan yang membantu
perkembangan dari traktus intestinal. Saat lahir, bayi akan meninggalkan
lingkungan yang steril tersebut. Pemberian ASI pada bayi akan membentuk
kolonisasi beberapa jenis organisme pada minggu pertama kehidupan, termasuk
spesies anaerob seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli. Dibandingkan dengan
bayi yang dirawat di rumah sakit, saluran cerna pada bayi prematur memiliki
spesies yang sedikit dan bakteri anaerob yang lebih sedikit atau mungkin sama
sekali tidak ada. Kolonisasi oleh bakteri komensal merupakan sebuah flora usus
yang stabil dan sangat penting bagi perkembangan struktur intestinal.
Ketidakseimbangan kolonisasi bakteri, dimana terdapat ketidakseimbangan antara
bakteri patogen dan komensal menyebabkan dominasi dan proliferasi patologis
yang dilakukan oleh bakteri patogen.
3
9) Asfiksia
Hasil penelitian pada bayi babi yang baru lahir, ketika mengalami asfiksia
dengan segera menurunkan aliran darah pada mukosa usus. Pemeriksaan histologi
segera pada segmen usus yang terkena menunjukkan gambaran yang sangat mirip
dengan neonatus yang mengalami EKN. Resusitasi dapat memperburuk kondisi
neonatus. Pemberian resusitasi dapat menyebabkan peningkatan kerapuhan
kapiler selama kondisi iskemia, diikuti oleh kemacetan vaskular setelah resusitasi.
Bayi dengan EKN mempunyai variasi gejala klinis dan onset bisa secara
tersembunyi maupun tiba-tiba. Onset EKN biasanya muncul pada usia kurang dari
3 minggu pertama. Hal ini lebih sering terjadi pada bayi prematur yang paling
kecil. Penyebabnya belum diketahui, tetapi cedera hipoksia pada dinding usus
mungkin berhubungan dengan septikemia, serangan apnue, dan kolonisasi usus
oleh organisme tertentu mungkin merupakan faktor presipitat.6
Secara khas, NEC yang dicurigai derajat I terdiri atas temuan klinik yang
tidak spesifik dan dapat menyerupai kondisi yang biasa lainnya pada bayi
prematur temuan klinis antara lain:7
1. Ketidakstabilan Suhu
2. Letargi
4. Hipoglikemia
6. Intoleransi makan
4
7. Emesis
NEC pasti derajat II terdiri atas temuan klinis non spesifik yang telah
disebutkan ditambah:
3. Feses berdarah
NEC lanjut derajat III terjadi bila sakit akut. Tanda-tanda dan gejala yang
berkaitan meliputi
5
b. kelainan abdominal : termasuk intoleransi makanan, rekuren residual lambung,
dan distensi abdominal.
2.6 Diagnosis
6
Ketidakseimbangan elektrolit. Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan
hipernatremia serta hiperkalemia sering terjadi.
Analisa gas darah apakah terjadi Asidosis (metabolik dan atau respiratorik)
2.7 Penatalaksanaan
7
berlanjut, beri aminofilin atau kafein IV Jika bayi pucat, cek hemoglobin dan
berikan transfusi jika hemoglobin < 10 g/dL.3
Lakukan pemeriksaan foto abdomen pada posisi A-P supinasi dan lateral
sinarhorizontal. Jika terdapat gas dalam rongga perut di luar usus, mungkin sudah
terjadi perforasi usus. Mintalah dokter bedah untuk segera melihat bayi. Periksa
bayi dengan seksama setiap hari. Mulai lagi pemberian ASI melalui pipa lambung
jika abdomen lembut dan tidak nyeri-tekan, BAB normal tanpa ada darah dan
tidak muntah kehijauan. Mulailah memberi ASI pelan-pelan dan tingkatkan
perlahan-lahan sebanyak1-2 mL/minum setiap hari.6
2.8 Pencegahan
8
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : By. Ny Nila Sari Dewi 1
Umur/ : 0 bulan/ 21-06-2018
tanggal lahir
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Labuang Jr. Kubu Diateh Panyalaian X Koto, Tanah
Datar, Sumatera Barat
No. MR : 500118
Keluhan Utama
NBBLR 1.800 gram.
Riwayat Penyakit Sekarang
- NBBLR 1.800 gram, PB 45 cm, lahir SC a.i. gemelli + letak sungsang,
kondisi ketuban hijau, apgar score 4/5.
- Ibu baik, leukosit 10.860/mm3, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu
36,90C
- Bayi lahir tidak menangis spontan, lambat bernafas, nafas cuping
hidung ada, retraksi dinding dada cekung ada, merintih ada, kulit
pucat, membiru tidak ada, kuning tidak ada, cacat tidak ada
- Injeksi Neo K 1 mg diberikan 5 menit setelah lahir
- Gentamisin tetes mata diberikan 6 menit setelah lahir
Riwayat Keluarga
Saudara Kandung Umur Keadaan Sekarang
1. Laki-laki 10 tahun Sehat
2. Laki-laki 7 tahun Sehat
3. Perempuan (pasien) 0 bulan Sakit
4. Perempuan 0 bulan Sakit
9
Riwayat Kehamilan Ibu Sekarang
G3P3A0H3
Presentasi bayi : Bokong
Penyakit selama hamil : Tidak ada
Pemeriksaan kehamilan : Ke bidan dan dokter ahli kebidanan
Tindakan selama kehamilan : Tidak ada
Kebiasaan ibu selama hamil : Tidak merokok dan minum obat-obatan
Lama hamil : 31 – 32 minggu (Ballard)
HPHT : 07-11-2017
TM : 14-08-2018
Pemeriksaan waktu hamil
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,90C
Leukosit : 10.860/mm3
Riwayat Persalinan
Persalinan dilaksanakan di Rumah Sakit Ahmad Muchtar Bukittinggi
secara SC atas indikasi gemelli dan letak sungsang, dipimpin oleh dokter
spesialis Obstetri dan Ginekologi. Lahir bayi kembar, keduanya
perempuan dengan berat lahir anak pertama 1.800 kg dan dan anak kedua
1.800 kg, panjang badan anak pertama 45 cm dan anak kedua 45 cm, apgar
score anak pertama 4/5 dan anak kedua 7/8.
Keadaan Bayi Saat Lahir
Lahir tanggal : 21-06-2018
Jam : 08.05
Jenis kelamin : Perempuan
Kondisi saat lahir : Tidak langsung menangis
10
APGAR SCORE
Tanda 0 1 2 Jumlah
Frekuensi [ ]( ) [ ]( ) <100 [x](v)
Jantung tidak >100 2 2
ada
Usaha [x]( ) [ ](v) lambat [ ]( )
Bernapas tidak menangis 0 1
ada kuat
Tonus [ ]( ) [x](v) ekstrimitas [ ]( )
Otos lumpuh fleksi sedikit gerakan 1 1
aktif
Reflex [ ]( ) [x](v) gerakan [ ]( )
tidak sedikit reaksi 1 1
bereaksi melawan
Warna [x](v) [ ]( ) badan [ ]( )
Kulit biru- kemerahan, tangan kemerahan 0 0
pucat dan kaki kebiruan
Nilai 4/5
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Keadaan : Cukup aktif
Berat badan : 1.800 gr
Panjang badan : 45 cm
Frekuensi jantung : 137 x/menit
Frekuensi nafas : 65 x/menit
Suhu : 37,10C
Sianosis : Ada
Ikterus : Tidak ada
Down score :
11
Nilai 0 1 2
Frekuensi <60x/me 60-80x/menit √ >80x/menit
nafas nit
Retraksi Tidak Retraksi ringan Retraksi berat √
ada
Sianosis Tidak Hilang dengan O2 √ Menetap
ada dengan O2
Air entry Ada Menurun √ Tidak
terdengar
Merintih Tidak Terdengar dengan Terdengar √
ada stetoskop tanpa alat
bantu
Nilai 7
Kepala :
Bentuk bulat
Ubun-ubun besar 1,5 x 1,5 cm
Ubun-ubun kecil 0,5 x 0,5 cm
Jejas persalinan tidak ada
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak
ada
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung ada
Mulut : Sianosis sirkuit oral
Leher : tidak ditemukan kelainan
Torax
Bentuk : Normochest, retraksi (+) subintercostal
Jantung : Irama reguler, bising tidak ada
Paru : Bronkovesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak
ada
Abdomen
Permukaan : Cekung
12
Kondisi : Lemas
Hati :¼x¼
Limpa : Tidak teraba
Tali pusat : Segar
Umbilikus : Tidak ada kelainan
Genitalia : Tidak ditemukan kelainan
Ekstrimitas
Atas : Akral hangat, CRT < 2 detik
Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik
Kulit : Hangat
Anus : Ada
Tulang-tulang : Tidak ditemukan kelainan
Reflex
Moro : Positif
Rooting : Positif
Isap : Positif
Pegang : Positif
Ukuran
Lingkar kepala : 33 cm
Lingkar dada : 34 cm
Lingkar kaki : 35 cm
Panjang lengan :17 cm
Panjang kaki : 18 cm
Simfisis kaki : 21 cm
Kepala-simfisis : 19 cm
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hb : 10,0 gr/dl
Leukosit : 13.540/mm3
Hitung jenis: 0/2/11/53/31/3
Retikulosit : 7,4 %
Kesan : Anemia ringan
13
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana kegawatdaruratan
- Manajemen termoregulasi
- Manajemen jalan nafas
Tatalaksana nutrisi
- ASI 4 x 1 ml (0,5 ml oral, 0,5 ml OGT)
- IVFD Dextrose 10% + kalsium glukonas 10 mg/kg
- Aminofusin 30 ml/ jam
Tatalaksana medikamentosa
Amphicilin 2x90 mg IV
Gentamisin 1x5 mg IV
RESUME
21-06-2018 (Hari rawatan ke-1)
Lahir bayi perempuan dengan BBL 1.800 gr, PB 45 cm, lahir SC a.i. gemelli +
letak sungsang, kondisi ketuban hijau, apgar score 4/5. Bayi lahir tidak
menangis spontan, lambat bernafas, nafas cuping hidung ada, retraksi dinding
dada cekung ada, merintih ada, kulit pucat.
Pada bayi dilakukan manajemen termoregulasi dan manajemen jalan nafas.
Bayi dirawat di inkubator, dipasang CPAP FiO2 25% peep 8 mmHg, dan diberi
infus dextrose 10% drip calsium 4 gtt/menit. Pada bayi juga diberi ASI 4x1 cc
dengan 0,5 cc diberikan oral, dan 0,5 cc melalui OGT. Bayi diberikan
aminofusin 30 ml/24 jam, amphicilin 2x90 mg, Gentamisin 1x1,8 mg.
Direncanakan pemeriksaan elektrolit dan GDR.
22-06-2018 (Hari rawatan ke-2)
Retraksi (+) minimal, terdapat abdomen distensi dan OGT dekompresi cairan
lambung merah (darah). Pada bayi dilakukan transfusi PRC dan dipuasakan.
Terpasang infus 5 ml/jam + aminofusin 30 ml/jam.
23-06-2018 (Hari rawatan ke-3)
Bayi kembung. Dicurigai adanya enterokolitis nekrotikans. Terhadap bayi
diberikan ranitidin 2 x 1,8 mg dan transfusi PRC 2 unit. Pada bayi diberikan
14
terapi amphicilin 2x90 mg, cefotaxim 2x90 mg, rnitidin 2x1,8 mg, dan
aminofusin 30 cc/jam.
24-06-2018 (Hari rawatan ke-4)
Terhadap bayi dilakukan pemeriksaan elektrolit dengan hasil: Ca: 0,17 mg/dl,
K: 5,16 mEq/l, Na: 139,1 mEq/l, Cl: 114,4 mEq/l. Direncanakan pemeriksaan
foto polos abdomen 2 posisi, bayi dipuasakan.
25-06-2018 (Hari rawatan ke-5)
Lanjutkan terapi, aminofusin diberikan 45 ml/jam.
26-06-2018 (Hari rawatan ke-6)
Bayi kembung, kekuningan (ikterik grade III). Dilakukan fototerapi. Foto polos
abdomen 2 posisi, setelah diekspertise, didapatkan kesan pneumoperitoneum.
Pasien dirujuk ke bedah anak.
15
27-06-2018 (Hari rawatan ke-7)
Pada bayi dilakukan mini laparatomi atas indikasi pneumoperitonium + NEC.
Bayi dipasang drainase dari peritoneum. Antibiotik diganti meropenem dan
metronidazol. Fototerapi stop sementara dan dilanjutkan pada pukul 19.00
WIB.
28-06-2018 (Hari rawatan ke-8)
Dilakukan pemeriksaan lab dengan hasil:
HGB : 12,1 gr/dl
HCT : 34,1%
WBC : 10.220/mm3
PLT : 50,300/mm3
Direncanakan kultur darah dan sensitivitas.
29-06-2018 (Hari rawatan ke-9)
Pada bayi, dengan fototerapi lanjut, ikterik teratasi. Bayi pucat, distensi
abdomen, perut membesar.
30-06-2018 (Hari rawatan ke-10)
Lanjutkan terapi.
01-07-2018 (Hari rawatan ke-11)
Lanjutkan terapi.
02-07-2018 (Hari rawatan ke-12)
Bayi hipeertermi dengan suhu 38,30 C.
03-07-2018 (Hari rawatan ke-13)
NEC perbaikan. Bayi diberikan lipid 10 cc/24 jam
04-07-2018 (Hari rawatan ke-14)
Lanjutkan terapi.
05-07-2018 (Hari rawatan ke-15)
Lanjutkan terapi.
06-07-2018 (Hari rawatan ke-16)
Lanjutkan terapi.
07-07-2018 (Hari rawatan ke-17)
Pada bayi diberikan minum ASI:
OGT:
16
2 x 10 cc
2 x 15 cc
2 x 20 cc
Aff IVFD 2 x 25 cc
Bayi pucat pada pukul 15.00, SpO2 78%. Pada bayi dipasang O2 nasal kanul 0,1
LPM. Dilakukan pemeriksaan darah, didapatkan:
Hb : 10,6 gr/dl
Leukosit : 5.360 y/L
PLT : 169.000 y/L
Pada bayi diberikan PRC 3x20 cc 1x sehari , lasix 1,7 mg pertengahan, stop
ranitidin, dan stop antibiotik saat aff IVFD.
08-07-2018 (Hari rawatan ke-18)
Transfusi 1 x sehari. Antibiotik dilanjutkan (meropenem dan metronidazol).
Minum ASI 8x25 cc OGT. Bayi sianosis, diberikan O2 nasal 0,2 L/menit.
Dilakukan aff heacting, ganti perban 1x2 hari. Bayi transfusi PRC kolf I +
injeksi lasix.
09-07-2018 (Hari rawatan ke-19)
Bayi dirawat gabung dengan ibu.
10-07-2018 (Hari rawatan ke-20)
Bayi stabil.
17
BAB IV
DISKUSI
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan lahir bayi adalah 1.800
gram, yang termasuk kedalam golongan neonatus berat badan lahir rendah
(NBLLR).15 Pada pemeriksaan fisik dan neurologi saat lahir dengan menggunakan
skor Ballard menunjukkan bahwa usia gestasi sesuai dengan kehamilan 31-32
minggu. Hasil plot berat badan dengan usia kehamilan menunjukkan bahwa
pasien ini Sesuai Masa Kehamilan (SMK). Prematuritas yang dialami oleh pasien
ini berarti tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan janin terganggu (PJT) yang dapat
berisiko menimbulkan prematuritas. Selain itu, apabila terdapat temuan PJT pada
pasien ini perlu diperhatikan bahwa terdapat risiko tambahan bagi tumbuh
kembang pasien selanjutnya.15
18
penambahan jumlah ASI dilakukan agar jumlah pemberian tetap 180
ml/kgBB/hari.1 Namun poin yang disebutkan sebelum ini hanya dilakukan jika
bayi sudah mendapat ASI penuh (jika berat 2.000 gram) dan usia >7 hari dan
belum tercapai pada pasien ini.15
Selain itu, pada saat mulai rawatan pasien juga menunjukkan adanya
tanda-tanda sepsis onset dini (kurang dari usia 72 jam).1 Pasien ini memiliki
beberapa faktor risiko mayor untuk terjadinya sepsis yakni adanya ketuban berbau
dan berwarna hijau disertai leukosit ibu yang meningkat. Sementara faktor risiko
minor yang ditemukan adalah nilai APGAR yang rendah (4/5), usia gestasi yang
<37 minggu, dan kehamilan ganda. Sementara temuan yang mengarahkan kepada
kecurigaan sepsis yang ditemukan pada pasien ini adalah adanya kesulitan
bernafas, kondisi memburuk secara cepat, bayi letargi, dan perut kembung.15
Risiko Mayor
1. Ketuban pecah >24 jam
2. Ibu demam; saat intrapartum suhu >38oC
3. Korioamnionitis
4. Denyut jantung janin yang menetap >160x/menit
5. Ketuban berbau
Risiko Minor
1. Ketuban pecah >12 jam
2. Ibu demam; saat intrapartum suhu >37,5oC
3. Nilai APGAR rendah (menit ke-1 <5, menit ke-5 <7)
4. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) <1500 gram
5. Usia gestasi <37 minggu
6. Kehamilan ganda
7. Keputihan pada ibu
8. Ibu dengan infeksi saluran kemih (ISK)/tersangka ISK yang tidak diobati
19
Pemikiran akan adanya diagnosis sepsis onset dini pada pasien
menyebabkan pemberian antibiotic dilakukan sejak hari rawatan 1. Antibiotic
yang disarankan untuk sepsis neonatus pada kali pertama adalah ampisilin dan
gentamisin.15 Bila organisme tidak dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukkan
gejala infeksi setelah 48 jam, ampisilin diganti dengan sefotaksim dan gentamisin
tetap dilanjutkan.15 Namun pada pasien diberikan ampicillin dan sefotaksim mulai
dari hari pertama rawatan. Kemungkinan pemilihan antibiotic ini didasarkan
kepada pola kuman rumah sakit. Pemilihan dosis pasien ini telah sesuai dengan
dosis neonatus yang ditetapkan. Selain terapi medikamentosa, pasien juga
mendapatkan fototerapi yang dianjurkan pada pasien sebab adanya keluhan
kuning pada pasien ini. Secara teori disebutkan bahwa indikasi dilakukannya
fototerapi pada bayi berat badan lahir 1800 gram adalah bila kadar bilirubin serum
total 10-12 mg/dl.17
20
abdomen 2 posisi. Hasil foto polos abdomen dua posisi menunjukkan gambaran
udara bebas masif di rongga peritoneum, dengan adanya distensi usus dan
hilangnya gambaran preperitoneal fat line dan psoas lain yang sesuai dengan
kesan pneumoperitoneum. Komplikasi yang berbahaya pada pasien ini adalah
peritonitis sehingga memerlukan penatalaksanaan bedah segera. Pembedahan
diperlukan untuk menghindari syok.17 Gambaran pneumoperitonium pada foto
polos abdomen 2 posisi pasien merupakan indikasi dilakukannya pembedahan.
Sementara itu, pemasangan drainase peritoneal setelah operasi merupakan sebuah
alternative tindakan laparatomi eksplorasi pada bayi prematur.18 Penatalaksanaan
pasien ini sudah sesuai dengan rekomendasi yakni dengan melakukan puasa dan
pemberian nutrisi parenteral total, dekompresi lambung dengan sonde nasogastrik,
dan pemberian antibiotik.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
14. Shu Fen Wu, Michael Caplan, Nectrozing Enterocolitis: Old problem with
newhope. ELSEVIER Journal of Neonatolog.
15. Maheswart A, Carlo WA. Necrotizing Enterocolitis. In: Kliegman RM (Ed).
Nelson Textbook of Pediatric 20th Edition.Philadelphia: Elsevier Inc. 2016.
Hal. 869-71.
16. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED.(Ed). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Doketer Anak
Indonesia Jilid I. Jakarta: Balai Penerbitan Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2009
17. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, et al. Sepsis
neonatorum. Dalam : Standard Pelayanan Medik IDAI.2004. h 286-90.
18. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED, Yulianti K.(Ed). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Doketer
Anak Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Penerbitan Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2011.
19. Yu L, Tian J, Zhao X, Cheng P, Chen X, Yu Y, Ding X, Zhu X, Xiao Z.
Bowel Perforation in Premature Infants with Necrotizing Enterocolitis: Risk
Factors and Outcomes. Hindawi Publishing Corporation. Gastroenterology
Research and Practice. 2016. Hal. 1-6
23