OLEH:
NIM: 2382015458
1.1.2 ETIOLOGI
Menurut (Roswati, 2022) penyebab dari kista ovarium belum diketahui secara pasti,
terdapat beberapa faktor pendukung antara lain :
1. Gangguan hormon
Kelebihan atau peningkatan hormon progesteron dan esterogen dapat memicu
terjadinya kista ovarium. Penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung hormon
esterogen dan progesteron yaitu pil kb atau iud (intrauterine device) dapat menurunkan
resiko terbentuknya kista ovarium.
2. Faktor genetic
Di dalam tubuh manusia terdapat gen pemicu kanker yaitu disebut dengan gen
protoonkogen. Protoonkogen dapat bereaksi akibat dari paparan karsinogen
(lingkungan, makanan, kimia), polusi dan paparan radiasi.
3. Pengobatan infertilitas
Pengobatan infertilitas dengan konsumsi obat kesuburan dilakukan induksi ovulasi
dengan gonadotropin. Gonadotropin yang terdiri dari fsh dan lh dapat menyebabkan
kista berkembang.
2. Hipotiroid
Hipotiroid merupakan kondisi menurunnya sekresi hormon tiroid yang dapat
menyebabkan kelenjar pituitari memproduksi tsh (thyroid stimulating hormone) lebih
banyak sehingga kadar TSH meningkat. TSH merupakan faktor yang memfasilitasi
perkembangan kista ovarium folikel.
3. Faktor usia
Kista ovarium jinak terjadi pada wanita kelompok usia reproduktif. Pada wanita yang
memasuki masa menopause (usia 50-70 tahun) lebih beresiko memiliki kista ovarium
ganas. Ketika wanita telah memasuki masa menopause, ovarium dapat menjadi tidak
aktif dan dapat menghasilkan kista akibat tingkat aktifitas wanita menopause yang
rendah.
4. Faktor lingkungan
Perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak
memberikan andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, dan sosial ekonomi.
Perubahan gaya hidup juga mempengaruhi pola makan yaitu konsumsi tinggi lemak
dan rendah serat, merokok, konsumsi alkohol, zat tambahan pada makanan, terpapar
polusi asap rokok atau zat berbahaya lainnya, stress dan kurang aktivitas atau olahraga
memicu terjadinya suatu penyakit.
1.1.4 KOMPLIKASI
Hal yang paling ditakutkan dari penyakit kista ovarium ialah berubah menjadi ganas dan
banyak terjadi komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kista ovarium menurut (Safitri,
2020) yaitu:
1. Perdarahan ke dalam kista
Perdarahan kista biasanya terjadi sedikit-sedikit dan berangsur menyebabkan
pembesaran pada kista dan menimbulkan gejala klinik yang minimal. Tetapi jika
perdarahan terjadi tiba-tiba dengan jumlah yang sangat banyak dapat menimbulkan
distensi cepat dan nyeri abdomen secara mendadak
2. Infeksi pada tumor
Infeksi tumor dapat terjadi apabila dekat tumor terdapat sumber kuman patogen,
seperti appendisitis, divertikulitis, atau salpingitis akuta.
3. Robek dinding kista (rupture)
Robek dinding kista terjadi pada putaran tangkai, tetapi dapat pula akibat jatuh,
trauma, atau saat berhubungan intim. Kista yang berisi cairan serus, rasa nyeri akibat
robekan dan iritasi peritonium akan segera berkurang. Tetapi, jika terjadi robekan
dinding kista disertai hemorargik akut, perdarahan akan terus berlangsung ke dalam
rongga peritonium dan menimbulkan nyeri terus menerus disertai tanda abdomen akut.
4. Perubahan keganasan
Perubahan keganasan dapat terjadi pada kista jinak. Setelah dilakukan operasi pada
tumor perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap kemungkinan perubahan
keganasan. Adanya asites dicurigai tumor mengalami metastase memperkuat
diagnosis keganasan
1.1.5 PENCEGAHAN
Meski belum diketahui secara pasti penyebab munculnya kista, kista dapat dihindari
dengan penerapan pola hidup yang sehat dan berkualitas, antara lain:
1. Makan makanan yang bergizi, dan menghindari makanan yang mengandung bahan
karsinogenik dan makanan tinggi lemak.
2. Olahraga secara teratur
3. Tidak merokok
4. Tidak minum minuman yang mengandung alkohol
5. Deteksi dini apabila muncul keluhan yang serupa dengan tanda dan gejala kista
ovarium
DAFTAR PUSTAKA
lathifatul, A., & Suhartono. (2020). Sistem Prediksi Kista Ovarium Menggunakan Jaringan Syaraf
Tiruan Metode Learning Vector Quantization ( Lvq ). 7, 1–6.
Roswati, A. R. (2022). Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kista Ovarium Dengan
Masalah Nyeri Akut Post Operasi Menggunakan Intervensi Terapi Murottal Al-Quran Di
Rsud Labuang Baji Makassar.
Safitri, M. (2020). Komplikasi Pasca Persalinan Sectio Caesarea : Narrative Review.
1.2 RESUME HARI 1
Tanggal Pengkajian/Pukul : 17 Januari 2024/ 09.00 WITA
Diagnosa Medis : Kista Ovarium
Nama/Usia : Ny. MMK/ 41 Tahun
Pekerjaan : Guru
Alamat : Lurasik
OLEH:
NIM: 2382015458
KUPANG
2024
A. Konsep Dasar Sectio Caesaria
1. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu tindakan pembedahan guna melahirkan anak melalui
insisi dinding perut abdomen dan uterus (Oxorn & Forte, 2016). Sedangkan menurut
Sarwono, (2018) Sectio Caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
2. Tipe-tipe Sectio Caesaria
Menurut Oxorn & Forte, (2016) tipe-tipe Sectio Caesaria yaitu :
1) Segmen bawah : insisi melintang
2) Segmen bawah : insisi membujur
3) Sectio Caesaria secara klasik
4) Sectio Caesaria Extraperitoneal
5) Histerectomi Caesaria
3. Indikasi Sectio Caesaria
Menurut Hartati & Maryunani, (2015) indikasi persalinan Sectio Caesaria dibagi
menjadi :
1. Persalinan atas indikasi gawat ibu:
a. Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan dalam proses
persalinan.
b. Kondisi panggul sempit.
c. Plasenta menutupi jalan lahir.
d. Komplikasi preeklampsia.
e. Ketuban Pecah Dini.
f. Bayi besar.
g. Kelainan letak
2. Persalinan atas indikasi gawat janin :
a. Tali pusat menumbung.
b. Infeksi intra partum.
c. Kehamilan kembar.
d. Kehamilan dengan kelainan kongenital.
e. Anomaly janin mislanya hidrosefalus.
4. Komplikasi
Komplikasi Sectio Caesaria menurut Oxorn & Forte, (2016) yaitu sebagai berikut:
1. Perdarahan yang terjadi karena adanya atonia uteri, pelebaran insisi uterus,
kesulitan mengeluarkan plasenta dan hematoma ligamentum latum.
2. Infeksi Sectio Caesaria
3. Berkurangnya vaskuler bagian atas uterus sehingga dapat menyebabkan
rupture uterus.
4. Ileus dan peritonitis.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Abiee, (2017), pemeriksan penunjang yang dapat dilakukan untuk Sectio
Caesaria yaitu:
1. Laboratorium:
Hemoglobin atau hematokrit (HB/HT) , Leukosit (WBC) mengidentifikasi
adanya infeksi, Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah,
Urinalisis/kultur urine, Pemeriksaan elektrolit.
2. Pemeriksaan ECG.
3. Pemeriksaan USG
4. Amniosentetis terhadap maturitas pari janin sesuai indikasi
6. Penatalaksanaan
Menurut (Pratiwi, 2017), penatalaksanaan medis post Sectio Caesaria antara lain
sebagai berikut:
1. Pemberian cairan
2. Diet
3. Mobilisasi
4. Kateterisasi
5. Pemberian obat-obatan berupa antibiotik, analgetik, obat-obatan lain seperti
neurobian dan vitamin C.
6. Perawatan luka
7. Pemeriksaan tanda-tanda vital
8. Perawatan payudara
B. Konsep Dasar MOW
1. Pengertian MOW
MOW (Medis Operatif Wanita)/Tubektomi atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan
kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel
telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki-laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh
karena itu gairah seks wanita tidak akan turun (BKKBN, 2016). Metode Operasi Wanita
(MOW) atau sterilisasi pada wanita adalah salah satu metode kontrasepsi secara operatif
untuk mencegah kehamilan (Ramadhani, 2019).
2. Klasifikasi MOW
Menurut Handayani (2016), terdapat beberapa macam tindakan bedah/operasi
sterilisasi tuba yaitu:
a. Laparaskopi
b. Mikro-laparaskopi
c. Lapartomi (bersamaan dengan seksio cesarea (SC)
d. Mini-laparatomi (Operasi kecil)
e. Histereskopi (dengan memasang implan yang akan merangsang jaringan ikat,
sehingga salurang tuba akan terblokir)
f. Pendekatan/teknik melalui vagina (Sekarang tidak dipakai lagi karena tingginya
angka infeksi)
3. Keuntungan MOW
Menurut BKKBN (2016) keuntungan dari MOW antara lain:
a. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
b. Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
c. Tidak mempengaruhi ASI
d. Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali
tindakan), lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil), lebih ekonomis.
4. Kerugian MOW
Kerugian dari kontrasepsi MOW (Medis Operasi Wanita) menurut Anggraini
(2018), adalah:
a. Harus dipertimbangkan sifat menetap metode kontrasepsi ini. (tidak dapat
dipulihkan kembali)
b. Klien dapat menyesal di kemudian hari.
c. Resiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anastesi umum).
d. Rasa sakit atau tidak nyaman dalam jangka pendek setelah tindakan.
e. Dilakukan oleh dokter terlatih (dibutuhkan doter spesialis genokologi untuk
proses laparoskopi).
f. Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS
5. Indikasi MOW
Indikasi kontrasepsi MOW (Medis Operasi Wanita) menurut Handayani (2016) ,
adalah:
a. Wanita pada usia >26 tahun.
b. Wanita dengan paritas (jumlah anak) minimal 2 dengan umur anak terkecil
> 2 tahun
c. Wanita yang yakin telah mempunyai besar keluarga yang dikehendaki.
d. Wanita yang pada kehamilannya akan menimbulkan resiko yang sangat serius.
e. Wanita pasca persalinan.
f. Wanita pasca keguguran.
g. Wanita yang paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini.
6. Kontraindikasi MOW
Menurut Handayani (2016) Kontraindikasi pemakaian kontrasepsi MOW (Medis
Operasi Wanita) adalah:
a. Wanita yang hamil (sudah terditeksi atau dicurigai)
b. Wanita dengan perdarahan pervaginan yang belum jelas penyebabnya.
c. Wanita dengan infeksi sistemik atau pelvik yang akut.
d. Wanita yang tidak boleh menjalani proses pembedahan
e. Wanita yang kurang pasti mengenai fertilitas di masa depan.
f. Wanita yang belum memberikan persetujuan tertulis.
7. Waktu Dilakukan MOW
Waktu dilakukan operasi MOW (Medis Operasi Wanita) menurut Arum (2019),
yaitu:
a. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien
tersebut tida hamil.
b. Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi).
c. Pasca persalinan
d. Pasca keguguran
DAFTAR PUSTAKA
Ainuhikma, l. (2018). Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea Dengan
Fokus Studi Pengelolaan Nyeri Akut Di Rsud Djojonegoro Kabupaten Temanggung (Vol.
2, Issue 1) [Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang].
Ayu, Febriana Diah. 2018. Persalinan Pervaginam Dengan Bekas Sectio Caesarea.
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Anggraini, Yetti, dan Martini. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Rohima
Press
BKKBN. 2016. Pedoman Pelayanan Keluarga berencana Pasca Persalinan. Jakarta: BKKB
Fitria, R. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Post Operatif Sectio Caesarea
Dengan Indikasi Cephalo Pelvik Disproportion Diruang Rawat Inap Kebidanan Rumah
Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi (Vol. 2, Issue 1)
Kosasih, Cecep Eli, Solehati (2015), Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4, Jakarta:
EGC
Prawiroharjo, Sarwono (2014). Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.
5 5
5 5
Keterangan: Pergerakan normal, tidak ada kekakuan sendi
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas kulit b.d factor mekanis (section caesarea) terdapat luka bekas operasi pada
perut bagian bawah, luka tampak kering, dan tidak bernanah, TD: 122/80 mmHg, N: 77x/menit,
RR: 18x/menit, S: 36,5°C, pasien mengatakan merasa nyeri di luka bekas operasi, nyeri terasa saat
hendak melakukan aktivitas, skala nyeri 2 dari 10, nyeri ringan, dan nyeri hilang timbul.
INTERVENSI KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN