Anda di halaman 1dari 62

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM IMUNOLOGI

PADA PASIEN HIV-AIDS


Mata Kuliah : Keperawatan Dewasa Sistem Endokrin, Imunologi, Pencernaan,
Perkemihan dan Reproduksi Pria
Dosen Pengampu : Ns. Nirwanto K. Rahim, S. Kep., M.Kep

OLEH
KELOMPOK 3 | KEPERAWATAN A
SEMESTER 4

Silvani Mohamad Ibrahim (841422006) Siti Nurain Muhamad (841422031)


Yestiyani Hamzah (841422009) Rahmat Anugerah Manto (841422032)
Nur Alwia Bagoe (841422011) Rahma Aulia Mansur (841422033)
Nurhayati Tou (841422015) Sitti Azzahra Suleman (841422042)
Yunisa Bakari (841422017) Muh. Siddiq Panigoro (841422043)
Sri Desi Hurudji (841422020) Sri Aryanti Yusuf (841422046)
Nurain Jusuf (841422021) Nur Ramlah Abdillah (841422047)
Wanda Ayu Nita (841422023)

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta
petunjuk-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan pembuatan Asuhan Keperawatan ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan Sistem Imunologi Pada Pasien HIV-AIDS”.

Shalawat serta salam kita haturkan kepada baginda Rasulullah SAW yang kita
nantikan syafa’atnya di akhirat kelak. Kemudian kami mengucapkan terima kasih kepada
Ns. Nirwanto K. Rahim, S. Kep., M. Kep yang telah membimbing kami dalam mata
kuliah : Keperawatan Dewasa Sistem Endokrin, Imunologi, Pencernaan, Perkemihan dan
Reproduksi Pria hingga kami mampu mengerjakan Asuhan Keperawatan ini dengan baik.

Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyeselaian Asuhan Keperawatan ini dan teman-teman yang
tidak bisa kami ucapkan satu-persatu.

Kami sadar Asuhan Keperawatan ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan. Maka
besar harapan kami untuk mendapatkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini. Dan kami berharap Asuhan Keperawatan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Gorontalo, 22 Februari 2024

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3
2.1 Konsep Medis..........................................................................................................................3
A. Definisi..................................................................................................................................3
B. Etiologi..................................................................................................................................3
C. Prognosis...............................................................................................................................5
D. Patofisiologi...........................................................................................................................6
E. Manifestasi Klinis..................................................................................................................8
F. Klasifikasi..............................................................................................................................9
G. Komplikasi..........................................................................................................................10
H. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................12
I. Penatalaksanaan....................................................................................................................12
J. Pencegahan...........................................................................................................................13
2.2 Konsep Keperawatan.............................................................................................................14
A. Pengkajian...........................................................................................................................14
B. Diagnosa Keperawatan........................................................................................................16
C. Intervensi Keperawatan.......................................................................................................19
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................58
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................58
3.2 Saran......................................................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................59

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia. Virus ini menyerang dan merusak sel-sel CD4, yang merupakan
sel-sel penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Ketika jumlah sel CD4 menurun,
tubuh menjadi rentan terhadap infeksi dan penyakit lainnya. AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) adalah tahap lanjut dari infeksi HIV, ditandai dengan
menurunnya sistem kekebalan tubuh secara signifikan, sehingga tubuh tidak dapat
melawan infeksi dan penyakit dengan efektif. HIV/AIDS adalah singkatan dari Human
Immunodeficiency Virus (Virus Imunodefisiensi Manusia) dan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (Sindrom Imunodefisiensi Didapat) (Pardede et al., 2020).
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sementara
AIDS adalah kondisi yang berkembang ketika sistem kekebalan tubuh telah terpengaruh
parah oleh virus HIV. Virus ini ditularkan melalui kontak langsung dengan cairan tubuh
yang terinfeksi, seperti darah, air mani, cairan vagina, dan susu ibu. Meskipun belum ada
obat yang dapat menyembuhkan HIV/AIDS, pengobatan yang tepat dapat mengelola
kondisi tersebut dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Pencegahan melalui edukasi,
penggunaan kondom, dan tes HIV secara teratur sangat penting dalam menangani
penyebaran virus ini (Pardede et al., 2020).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia. Virus ini menyerang dan merusak sel-sel CD4, yang merupakan
sel-sel penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Ketika jumlah sel CD4 menurun,
tubuh menjadi rentan terhadap infeksi dan penyakit lainnya. AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) adalah tahap lanjut dari infeksi HIV, ditandai dengan
menurunnya sistem kekebalan tubuh secara signifikan, sehingga tubuh tidak dapat
melawan infeksi dan penyakit dengan efektif. HIV/AIDS merupakan penyakit menular
dengan cara menyerang sel darah putih sehingga dapat merusak system kekebalan tubuh
manusia (Pardede et al., 2020).

1
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep medis dan konsep keperawatan pada pasien dengan penyakit
hipotiroidisme?

I.3 Tujuan
Untuk mengetahui konsep medis dan konsep keperawatan pada pasien dengan
penyakit hipotiroidisme

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Konsep Medis


A. Definisi
HIV adalah kelompok Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia, sedangkan kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi HIV disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).Salah satu virus
yang menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4yaitu Human
Immunodeficiency Virus (HIV), virus tersebut dapat menyebabkan AIDS dalam
rentang waktu tertentu dapat merusak sistem kekebalan tubuh pada manusia. Infeksi
oportunistik yang menyertai dapat menjadi manifestasi klinis yang
terlihat.Menurunnya imun tubuh terjadi karena melemahnya kekebalan tubuh akibat
infeksi HIV sehingga dapat terjadi infeksi oportunistik (Martilova, 2020).
AIDS (Aquared Immunodeficiency Syndrome) yang terjadi akibat efek dari
perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup, kondisi dimana tubuh
sudah diserang sepenuhnya/ sudah tidak mempunyai kekebalan tubuh lagi.Jadi ketika
tubuh sakit tidak bisa sembuh dengan kekebalan sendiri.HIV hidup didalam darah dan
cairan tubuh orang yang terinfeksi.Cairan yang bisa mengeluarkan HIV itu dari cairan
darah, dinding anus, ASI, sperma dan cairan vagina termasuk darah menstruasi.
Sedangkan penularan dapat terjadi melalui: hubungan sek bebas/seks yang tanpa
menggunakan pengaman dengan orang yang terinfeksi HIV, jarum suntik atau tindik
dan bisa melalui tato yang tidak steril dan dipakai secara bergantian, dapat juga
melalui transfusi darah yang mengandung virus HIV, ibu penderita HIV positif saat
proses persalinan atau melalui Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan (Martilova, 2020).

B. Etiologi
Penyebab HIV/AIDS adalah golongan virus retro termasuk famili lentivirus yang
disebut Human Immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada
tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan
lagi retro virus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut
HIV (Wahyuny & Susanti, 2019).

3
Terdapat beberapa faktor yang berisiko terjadinya kejadian HIV di Indonesia, yaitu
(Rohmatullailah & Fikriyah, 2021):
1. Jenis Kelamin
Menurut penelitan Yunior dan Ika (2018), didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki
lebih berisko terinfeksi HIV/AIDS sebesar 1,77 kali dibandingkan perempuan.
2. Usia
Berdasarkan penelitian Amelia dkk (2016), usia 28-44 tahun berisiko 5,4 kali
berpengaruh terhadap kejadian HIV/AIDS pada laki-laki (10). Selain itu, menurut
Yunior dan Ika (2018), usia <40 tahun berisiko berusia terinfeksi HIV/AIDS 7,252
kali lebih besar dibandingkan dengan yang berusia ≥40 tahun
3. Status Menikah
Menurut Sumini dkk (2017), status menikah ternyata lebih mungkin terjadi
HIV/AIDS sebesar 2,54 kali dibanding individu yang statusnya belum menikah.
4. Pendidikan
Kejadian HIV juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat
pendidikan yang rendah berisiko 4,709 kali lebih besar berpengaruh terhadap
kejadian HIV/AIDS.
5. Pengetahuan
Selain pendidikan rendah dapat berpengaruh pada kejadian HIV, ternyata
pengetahuan yang rendah juga dapat mempengaruhi individu untuk terinfeksi HIV
sebesar 3,32 kali.
6. Riwayat Konsumsi Alkohol
Individu yang memiliki riwayat mengonsumsi alkohol memiliki risiko 7,65 kali
lebih besar untuk terinfeksi HIV/AIDS.
7. Riwayat Tindik
Menurut Susilawati, Muchlis dan Ana (2018), riwayat melakukan tindik dengan
jarum suntik yang tidak steril dapat berisiko terhadap kejadian HIV/AIDS sebesar
3,42 kali dibandingkan dengan tindik yang menggunakan jarum suntik steril.
8. Riwayat HIV/AIDS
Pada Keluarga atau Pasangan Selain memiliki riwayat infeksi menular seksual,
HIV berisiko terjadi pada individu yang memiliki riwayat HIV/AIDS dalam
keluarga ataupun pasangannya. keluarga yang memiliki riwayat HIV/AIDS
berisiko 2,59 kali terjadi penularan HIV.
4
9. Riwayat Penyakit Menular Seksual
Peningkatan risiko HIV selanjutnya adalah riwayat penyakit menular seksual pada
penderita atau pasangan. penyakit menular seksual berisiko 2,67 kali lebih besar
berpengaruh terhadap kejadian HIV/AIDS.
10. Hubungan Seks Tanpa Kondom
Selain pasangan seksual lebih dari satu, ternyata risiko HIV juga dipengaruhi oleh
hubungan seks anal atau vaginal tanpa kondom. ketika berhubungan seksual,
banyak pasangan yang tidak menggunakan kondom secara konsisten, hal ini
berisiko terjadinya HIV/AIDS 5,34 kali dibanding memakai kondom secara
konsisten.
11. Pengguna Narkoba Suntik (Penasun)
Terdapat beberapa populasi yang mengalami peningkatan risiko HIV, yaitu
penggunaan jarum suntik yang tidak aman secara bersama-sama di antara
pengguna narkoba suntik. penggunaan narkoba suntik berisiko 4,51 kali lebih besar
berpengaruh terhadap kejadian HIV/AIDS.

C. Prognosis
Prognosis HIV bergantung pada berbagai faktor, termasuk tahap diagnosis, akses
terhadap pengobatan, dan kesehatan secara keseluruhan. Dengan deteksi dini dan
perawatan medis yang tepat, banyak orang dengan HIV dapat berumur panjang dan
sehat. Terapi antiretroviral (ART) adalah komponen kunci dalam penanganan HIV,
membantu mengendalikan replikasi virus dan mendukung fungsi kekebalan tubuh.
Tindak lanjut medis secara teratur sangat penting untuk memantau dan menyesuaikan
rencana perawatan. Sangat penting bagi orang dengan HIV untuk bekerja sama dengan
profesional kesehatan untuk mengoptimalkan prognosis dan kesejahteraan mereka
secara keseluruhan (Widyaningrum et al., 2023).
Prognosis serta angka harapan hidup pasien terinfeksi HIV mengalami perubahan
sejak ditemukannya Highly Active Antiretroviral Therapy (HAAT).HIV mempengaruhi
sistem kekebalan tubuh setelah masuk ke dalam tubuh inang sehingga menyebabkan
munculnya infeksi oportunistik . Beberapa pengetahuan terbaru mengenai patofisiologi
infeksi oportunistik terus berkembang namun tidak semua diketahui secara pasti. Oleh
karena ini, penting untuk mengetahui perkembangan. terbaru mengenai patofisiologi

5
dari HIV sampai dengan terjadinya infeksi oportunistik. Selain itu, seperti halnya obat
yang lain, obat-obatan untuk terapi HIV juga memiliki efek samping yag seringkali
mempengaruhi tingkat kepatuhan sedangkan obat ini harus diminum seumur hidup
(Widyaningrum et al., 2023).

D. Patofisiologi
Patofisiologi infeksi HIV pada prinsipnya adalah defisiensi imunitas selular oleh
HIV yang ditandai dengan penurunan limfosit T helper (sel CD4). Terjadinya
penurunan sel T helper CD4 menyebabkan inversi rasio normal sel T CD4/CD8 dan
disregulasi produksi antibodi sel B. Respon imun terhadap antigen mulai menurun, dan
host gagal merespon terhadap infeksi oportunistik maupun organisme komensal yang
seharusnya tidak berbahaya. Defek respon imun ini terutama terjadi pada sistem
imunitas selular sehingga infeksi cenderung bersifat nonbakterial (Prawira et al., 2020).
HIV bereplikasi dalam sel T yang teraktivasi, kemudian bermigrasi ke limfonodi
dan menyebabkan gangguan struktur limfonodi. Gangguan jaringan dendritik folikular
di limfonodi yang diikuti kegagalan presentasi antigen secara normal ini berperan
dalam proses penyakit.Beberapa protein HIV menganggu fungsi sel T secara langsung,
baik melalui gangguan siklus sel maupun melalui penurunan regulasi molekul CD4.
Efek sitotoksik langsung dari replikasi virus bukanlah penyebab utama penurunan sel T
CD4, melainkan karena apoptosis sel T sebagai bagian dari hiperaktivasi imun dalam
merespon infeksi kronik. Sel yang terinfeksi juga dapat terdampak oleh serangan imun
tersebut. HIV menyebabkan siklus sel berhenti sehingga menganggu produksi profil
sitokin. Pada infeksi HIV terjadi penurunan IL-7, IL-12, IL-15, FGF-2, dan peningkatan
TNF-alpha, IP-10.Gut-associated lymphoid tissue (GALT) juga berperan penting dalam
replikasi HIV. Meskipun portal masuk HIV melalui inokulasi darah secara langsung
atau paparan virus ke mukosa genital, traktus gastrointestinal memiliki banyak jaringan
limfoid yang ideal untuk replikasi HIV. GALT diketahui merupakan tempat
penempelan awal virus dan pembentukan reservoir proviral (Prawira et al., 2020).
Infeksi HIV terdiri dari 3 fase, yaitu fase serokonversi akut, fase asimtomatik, dan
fase Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) (Prawira et al., 2020).
1. Fase Serokonversi Akut
Viremia plasma yang cepat disertai penyebaran virus yang luas terjadi 4-11
hari setelah virus masuk ke dalam mukosa. Virus cenderung akan berintegrasi pada

6
area dengan transkripsi aktif. Hal ini dimungkinkan terjadi karena area tersebut
memiliki kromatin terbuka yang lebih banyak dan deoxyribonucleic acid (DNA)
yang lebih mudah diakses.
Selama fase ini, proses infeksi mulai terjadi dan terbentuk reservoir
proviral. Reservoir ini mengandung sel yang terinfeksi (makrofag) dan mulai
melepaskan virus. Beberapa virus yang terbentuk mengisi kembali reservoir,
beberapa melanjutkan proses infeksi aktif. Reservoir proviral ini sangat stabil.
Besarnya reservoir proviral berkorelasi dengan viral load yang stabil dan
berbanding terbalik dengan respon sel T CD8 anti-HIV.
Pada fase ini, viral load sangat tinggi (sangat menular) dan jumlah sel T
CD4 menurun cepat. Dengan munculnya respon sel T CD8 dan antibodi anti-HIV,
viral load turun dan jumlah sel T CD4 kembali ke rentang normalnya namun
sedikit lebih rendah dibandingkan sebelum infeksi.
2. Fase Asimtomatik
Pada fase asimtomatik, pasien yang terinfeksi menunjukkan sedikit atau
bahkan tidak ada gejala sama sekali selama beberapa tahun sampai 1 dekade atau
lebih. Meski begitu, HIV tetap dapat ditularkan pada fase ini. Replikasi virus tetap
berlangsung. HIV tetap aktif namun diproduksi dalam jumlah sedikit. Respon imun
melawan virus juga terjadi, yang ditandai dengan munculnya limfadenopati
generalisata persisten pada beberapa pasien.
Selama fase ini, jika tidak diterapi, viral load akan tetap stabil (tidak
meningkat atau menurun), dan sel T CD4 akan menurun. Fase ini dapat
berlangsung sampai 1 dekade atau lebih. Pada akhir fase asimtomatik, viral load
akan meningkat, jumlah sel CD4 menurun, mulai muncul gejala, dan memasuki
fase AIDS.
3. Fase AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) terjadi jika sistem imun
telah rusak dan muncul infeksi oportunistik. Pasien didiagnosis AIDS jika Sel T
CD4 di bawah 200/µL atau ada infeksi oportunistik. Pada fase AIDS, sel CD4 terus
turun sehingga terjadi immunosupresi yang menyebabkan infeksi oportunistik.
Viral load pada fase ini tinggi dan sangat infeksius. Tanpa pengobatan, kesintasan
hidup pasien dengan AIDS adalah sekitar 3 tahun.

7
E. Manifestasi Klinis
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Dalam
perjalanannya, infeksi HIV dapat melalui 3 fase klinis (Afif, 2020) :
1. Infeksi Akut
Dalam 2 hingga 6 minggu setelah terinfeksi HIV, seseorang mungkin
mengalami penyakit seperti flu, yang dapat berlangsung selama beberapa minggu.
Ini adalah respons alami tubuh terhadap infeksi. Setelah HIV menginfeksi sel
target, yang terjadi adalah proses replikasi yang menghasilkan berjuta-juta virus
baru (virion), terjadi viremia yang memicu sindrom infeksi akut dengan gejala
yang mirip sindrom semacam flu. Gejala yang terjadi dapat berupa demam, nyeri
menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, nyeri otot, dan sendi
atau batuk.
2. Infeksi Laten
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi asimtomatik (tanpa gejala), yang
umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Pembentukan respons imun spesifik
HIV dan terperangkapnya virus dalam sel dendritik folikuler di pusat
germinativum kelenjar limfe menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala hilang
dan mulai memasuki fase laten. Meskipun pada fase ini virion di plasma menurun,
replikasi tetap terjadi di dalam kelenjar limfe dan jumlah limfosit T-CD4 perlahan
menurun walaupun belum menunjukkan gejala (asimtomatis). Beberapa pasien
dapat menderita sarkoma Kaposi's, Herpes zoster, Herpes simpleks, sinusitis
bakterial, atau pneumonia yang mungkin tidak berlangsung lama.
3. Infeksi Kronis
Sekelompok kecil orang dapat menunjukkan perjalanan penyakit amat
cepat dalam 2 tahun, dan ada pula yang perjalanannya lambat (non-progressor).
Akibat replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian sel dendritik folikuler
karena banyaknya virus, fungsi kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun
dan virus dicurahkan ke dalam darah. Saat ini terjadi, respons imun sudah tidak
mampu meredam jumlah virion yang berlebihan tersebut. Limfosit T-CD4 semakin
tertekan oleh karena intervensi HIV yang semakin banyak, dan jumlahnya dapat
menurun hingga di bawah 200 sel/mm³. Penurunan limfosit T ini mengakibatkan
sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai penyakit

8
infeksi sekunder, dan akhirnya pasien jatuh pada kondisi AIDS. Seiring dengan
makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala akibat
infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah,
pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dan
lain-lain. Sekitar 50% dari semua orang yang terinfeksi HIV, 50% berkembang
masuk dalam tahap AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun, hampir semua
menunjukkan gejala AIDS, kemudian meninggal.
Gejala dan klinis yang patut diduga infeksi HIV adalah sebagai berikut (Afif, 2020):
1. Keadaan umum, yakni kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar;
demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral > 37,5) yang lebih dari satu
bulan; diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan;
limfadenopati meluas.
2. Kulit, yaitu didapatkan pruritic papular eruption dan kulit kering yang luas;
merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan kulit seperti genital warts,
folikulitis, dan psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan
HIV.
3. Infeksi jamur dengan ditemukan kandidiasis oral; dermatitis seboroik; atau
kandidiasis vagina berulang.
4. Infeksi viral dengan ditemukan herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari
satu dermatom); herpes genital berulang; moluskum kontangiosum; atau kondiloma.
5. Gangguan pernapasan dapat berupa batuk lebih dari satu bulan; sesak napas;
tuberkulosis; pneumonia berulang; sinusitis kronis atau berulang.
6. Gejala neurologis dapat berupa nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan
tidak jelas penyebabnya); kejang demam; atau menurunnya fungsi kognitif.

F. Klasifikasi
Klasifikasi klinis HIV pada orang dewasa dibagi menjadi 4 stadium klinis, yaitu
(Fitrianingsih et al., 2022):
1. Stadium I
Bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan dijumpai adanya Persisten
Generalized Lymphadenophaty (PGL): yakni pembesaran kelenjar getah bening di
beberapa tempat yang menetap.
2. Stadium II

9
Simptomatik, aktivitas normal, berat badan menurun <10%, herpes zooster
dalam 5 tahun terakhir, infeksi saluran napas atas rekuren (seperti: sinusitis
bakterial) dan terdapat manifestasi mukokutaneus minor (seperti: ulserasi oral,
infeksi jamur kuku).
3. Stadium III
Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur <50%, berat
badan menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan,
demam berkepanjangan yang tidak jelas sebabnya selama lebih dari 1 bulan,
terdapat Kandidiasis oral, Oral hairy leukoplakia, TB paru, infeksi bakterial berat
(seperti: pneumonia dan piomiositis).
4. Stadium IV
Pada umumnya kondisi tubuh sangat lemah, aktivitas di tempat tidur >50%,
terjadi HIV wasting syndrome, semakin bertambahnya infeksi oportunistik seperti
pneumonia pneumocystis carinii, toksoplasmosis otak, kriptosporidiosis dengan
diare lebih dari 1 bulan, terdapat penyakit infeksi cytomegalovirus (CMV) pada
organ lain selain hati, limpa, dan kelenjar getah bening Selain itu, terdapat
kandidiasis esophagus, TB ekstrapulmonar, limfoma, sarkoma kaposi, dan
ensefalopati HIV.

G. Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan karena infeksi HIV memperlemah system kekebalan
tubuh, yang dapat menyebabkan penderita banyak terserang infeksi dan juga kanker
tertentu. Infeksi umum terjadi pada HIV/AIDS antara lain (Aminah, 2020) :
1. Tuberculosis (TB)
Tuberkulosi pada pasien HIV sering ditemukan. Jika dilihat dari
manifestasi klinis atau gejala maka sama antara pasien normal dan penderita HIV
namun perlu penekanan bahwah pada pasien HIV seringkali tidak menemukan
gejala batuk. Juga tidak ditemukan adanya kuman BTA pada pasien – pasien yang
HIV positif karena adanya penekanan imun sehingga dengan CD4 yang rendah
membuat tubuh tidak mampu untuk membentuk adanya granuloma/ suatu proses
infeksi didalam paru yang kemudian tidak bermanifes dan tidak menyebabkan
adanya dahak. Namun penderita HIV yang yang memiliki kuman TB sangat
berisiko sepuluh kali untuk terkena Tuberculosis terutama pada pendrita

10
HIV/AIDS yang memiliki sel CD4 dibawah 200.

2. Masalah di Otak
Pasien HIV seringkali mengalami masalah diotak. Masalah diotak yang sering
dijumpai pada pasien HIV dibagi menjadi 2 :
a. Infeksi Oportunistik di Otak
Disebabkan oleh berbagai macam kuman misalnya toksoplasma yaitu suatu
parasit atau oleh jamur meningitis criptococus, infeksi Tuberculosis (TB).
b. Dimensia HIV/lupa atau gangguan memori pada pasien HIV
Disebabkan oleh proses infeksi HIV itu sendiri didalam otak yang
menimbulkan berbagai reaksi peradangan diotak sehingga manifestasinya
adalah pasien mengeluh sering lupa dan mengalami kesulitan untuk melakukan
ativitas harian akibat memori jangka pendeknya terganggu. Deminsia HIV
merupakan suatu keadaan yang harus didiagnosis karena penyakit ini jika
terjadi pada seorang pasien HIV dapat mengganggu pengobatan, pasien akan
lupa untuk minum obat.
3. Meningitis
Pasien dengan gejala meningitis paling sering dengan 4 tanda dan keluhan
nyeri kepala, panas badan, kemudian penurunan kesadaran dan juga adanya kaku
kuduk.
4. Hepatitis C
Pasien HIV dengan hepatitis C biasanya terjadi pada pasien HIV akibat
Injection Drug User (IDU). Gejala awal yang dirasakan yaitu mudah lelah, tidak
nafsu makan dan bisa tibul mata yang kuning lalu kemudian perut membuncit, kaki
bengkak dan gangguan kesadaran. Pasien HIV dengan hepatitis kemungkinan lebih
besar untuk terjadi penyakit kronik/hepatitis kronik jka tidak diobati maka akan
terjadi serosis hati, setelah itu bisa menjadi kanker hati yang akan menimbulkan
kematian.
5. Koinfeksi sifilis dan HIV
Biasanya terjadi pada pasien Male Sex Male (MSM) yang terinfeksi HIV,
sifilis adalah suatu infeksi menular seksual yang disebabkan oleh karena bakteri
Treponemapalidum.Bakteri ini dapat meyerang sistemik, awalnya melakukan
infeksi lokal pada tempat kontak seksual bisa di oral, genetal ataupun di anus dan
11
kemudian berkembang menimbulkan gejala ulkus kelamin. Koinfeksi HIV
menyebabkan manifestasi klinis sifilis menjadi lebih berat yang disebut Sifilis
Maligna, meyebar luas ke seluruh badan sampai ke mukosa.
H. Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat kita lakukan yaitu pada
pasien dengan HIV-AIDS (Hidayanti, 2019) :
1. Tes Darah
Tes darah untuk penyakit HIV/AIDS bertujuan untuk mendeteksi
keberadaan virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam tubuh seseorang.
Tes ini penting untuk diagnosis dini, pengelolaan penyakit, serta pencegahan
penularan kepada orang lain.
2. Tes HIV RNA
Pemeriksaan HIV RNA atau pemeriksaan viral load dilakukan untuk
mengetahui seberapa banyak virus yang terdapat di dalam tubuh pasien juga untuk
menilai efektivitas terapi HIV.
3. Tes CD4
Sejak infeksi HIV/AIDS menjadi epidemik di seluruh negara di dunia,
pemeriksaan sel T-CD4 rutin dilakukan untuk memantau perjalanan infeksi dan
sebagai indikator penurunan sistem imun.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HIV tergantung pada stadium penyakit dan setiap infeksi
oportunistik yang terjadi. Secara umum, tujuan pengobatan adalah untuk mencegah
sistem imun tubuh memburuk ke titik di mana infeksi oportunistik akan bermunculan.
Sindrom pulih imun atau Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS) yang
dapat muncul setelah pengobatan juga jarang terjadi pada pasien yang belum mencapai
titik tersebut (Afif, 2020).
Untuk semua penderita HIV/AIDS diberikan anjuran untuk istirahat sesuai
kemampuan atau derajat sakit, dukungan nutrisi yang memadai berbasis makronutrien
dan mikronutrien untuk penderita HIV & AIDS, konseling termasuk pendekatan
psikologis dan psikososial, dan membiasakan gaya hidup sehat. Terapi antiretroviral
adalah metode utama untuk mencegah perburukan sistem imun tubuh. Terapi infeksi
sekunder/oportunistik/malignansi diberikan sesuai gejala dan diagnosis penyerta yang

12
ditemukan. Sebagai tambahan, profilaksis untuk infeksi oportunistik spesifik
diindikasikan pada kasus-kasus tertentu (Afif, 2020).

Prinsip pemberian ARV adalah menggunakan kombinasi 3 jenis obat yang


ketiganya harus terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah, dikenal
dengan highly active antiretroviral therapy (HAART). Istilah HAART sering disingkat
menjadi ART (antiretroviral therapy) atau terapi ARV. Pemerintah dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 87 Tahun 2014 menetapkan paduan yang
digunakan dalam pengobatan ARV dengan berdasarkan pada 5 aspek, yaitu efektivitas,
efek samping/ toksisitas, interaksi obat, kepatuhan, dan harga obat (Afif, 2020).

J. Pencegahan
Pencegahan penularan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan formula ABCDE,
dimana A adalahabsistensia, tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah, B
adalah be faithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungandengan pasangannya
saja, C adala condom, artinya jika memang cara A dan B tidak dipatuhi maka harus
digunakan alat pencegahan dengan menggunakan kondom. D adalah drug no artinya
dilarang menggunakan narkoba, E artinya Education artinya pemberian Edukasi dan
Informasi yang benar mengenai HIV, cara penularan , pencegahan dan pengobatannya
(Parmin et al., 2023).
Tingginya kasus HIV/AIDS menjadi masalah serius yang harus ditanggulangi oleh
pemerintah baik pusat maupun daerah dengan berbagai strategi yang dilakukan untuk
menghentikan laju penyebaran HIV/AIDS. Upaya pencegahan yang diggalakkan oleh
pemerintah adalah pendidikan kesehatan ataupun sosialisasi kepada masyarakat
Indonesia.Upaya Pencegahan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Kesehatan 21
Tahun 2013 pada pasal 1 yang mengatakan penanggulangan HIV/AIDS yang dilakukan
adalah promotif guna untuk membatasi penularan serta penyebaran penyakit agar tidak
meluas serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan (Permenkes RI,
2013).Purba.S.D, DKK Jurnal Pengaruh peer edecation terhadap pengetahuan dan sikap
remaja dalam pencegahan HIV-AIDS,2021) (Parmin et al., 2023).

13
II.2 Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien
Nama : Tidak terkaji
Jenis Kelamin : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
b. Penanggung jawab
Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Jenis kelamin : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Tanggal masuk : Tidak terkaji
Tanggal pengkajian : Tidak terkaji
2. Riwayat kesehatan
a. Kesehatan sekarang
Keluhan utama : Tidak terkaji
Keluhan menyertai : Tidak terkaji
b. Riwayat kesehatan dahulu : Tidak terkaji
c. Riwayat keluarga : Tidak terkaji
3. Pola aktivitas fisik sehari-hari
a. Nutrisi : Tidak terkaji
b. Eliminasi : Tidak terkaji
c. Istrahat dan tidur : Tidak terkaji
14
d. Aktivitas fisik : Tidak terkaji
e. Personal hygene : Tidak terkaji

4. Data Psikososial
a. Status emosi : Tidak terkaji
b. Konsep diri : Tidak terkaji
c. Interaksi Sosial : Tidak terkaji
5. Pengkajian fisik
1) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : Tidak terkaji
b) Kesadaran : Tidak terkaji
c) Tanda- Tanda Vital
Suhu : Tidak terkaji
Nadi : Tidak terkaji
RR : Tidak terkaji
TD : Tidak terkaji
d) Keadaan Fisik
Kepala : Tidak terkaji
Wajah : Tidak terkaji
Leher : Tidak Terkaji
Dada : Tidak Terkaji
e) Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji
f) Pemeriksaan jantung
Inspeksi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji
g) Abdomen
Inspeksi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
15
Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji

h) Integumen
Inspeksi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji
i) Genetalia
Inspeksi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji
j) Ekstremitas
Inspeksi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Darah : Tidak terkaji
2. Tes HIV RNA : Tidak terkaji
3. Tes CD4 : Tidak terkaji

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0001)
2. Diare (D.0020)
3. Hipovolemia (D.0023)
4. Defisit Nutrisi (D.0019)
5. Gangguan Integritas Kulit (D.0129)
6. Isolasi Sosial (D.0121)

16
Pathway

FAKTOR RISIKO

Hubungan Seksual Tusukan Jarum Transfusi Drah

Virus HIV masuk ke tubuh

Menginfeksi sel-sel target


(Sel T)

Replikasi virus (RNA) menjadi


DNA

Integrasi DNA ke dalam genom


sel inang

Pembentukan provirus oleh


DNA virus

↑ Replikasi virus secara terus


menerus

HIV-AIDS

17
Peradangan
↓↑Lemah,
Volume
Output
Perubahan
↑ Cairan
BAB
Infeksi turgo
cairan
cairan
saluran
>mobilitas
dalam
kulit
1pada
dan
bulan
dalam
pencernaan
menurun
elektrolit
tinja
usus
tubuh Dx.
TubuhBersihan
Pelepasan
Penumpukan
↑rentan
Dispnea,
Produksi
Peradangan
↓ Sistem
Infeksi Jalan
zat-zat
terhadap
Batuk
sekret
kekebalan
pada
saluran Napas
sekret
inflamasi Dx. Gangguan
infeksi HIV-AIDS Berkurangnya
paru-paru
tubuh
pernapasan Peradangan
Ketidakcukupan
Kesulitan
↓↓Nafsu
Oral
Berat
Infeksi Integritas
thrush
intake
pada
menelan
makan
jamurbadan
nutrisi
mulut
makanan
(Candida Perubahan
KhawatirMenarik
perilaku
Malu dengan
dan diri
takutpsikososial
kondisi
terhadap
yang
Dx.bakteri
Dx.
Hipovolemia
Diare saluran Dx. Defisit Nutrisi Dx. Isolasi Sosial
pencernaan Tidak Efektif
(TB Paru) Jaringan
Albicans) stigma dan
dialami
diskriminasi

18
C. Intervensi Keperawatan

No. SDKI SLKI SIKI RASIONAL


1. Bersihan Jalan Napas Tidak Bersihan Jalan Napas (L.01001) Latihan Batuk Efektif (I.01006) Latihan Batuk Efektif (l.01006)
Efektif (D.0001)
Definisi Definisi Observasi
Kategori : Fisiologis Melatih pasien yang tidak memiliki 1. Mengetahui seberapa mampu
Subkategori : Respirasi Kemampuan membersihkan kemampuan batu secara efektif pasien dalam mengeluarkan
sekret atau obstruksi jalan napas untuk membersihkan laring, trakea sputum
Definisi untuk mempertahankan jalan dan bronkiolus dari sekret atau 2. Memastikan adanya sputum di
napas tetap paten benda asing di jalan napas saluran nafas
Ketidakmampuan membersihkan 3. Mengetahui adanya tanda dan
sekret atau obstruksi jalan napas Setelah dilakukan tindakan Tindakan gejala inpeksi
untuk mempertahankan jalan keperawatan selama 3 X 24 Jam Observasi 4. Mengetahui jumlah cairan
napas tetap paten. maka diharapkan Bersihan Jalan 1. Identifikasi kemampuan batuk yang masuk dalam tubuh
Napas Meningkat dengan kriteria 2. Monitor adanya retensi pasien
Penyebab hasil: sputum
1. Batuk efektif menurun 3. Monitor tanda dan gejala Terapeutik
1. Fisiologis 2. Produksi sputum menurun infeksi saluran napas 1. Memudahkan pasien dalam
2. Spasme jalan napas 3. Mengi menurun 4. Monitor input dan output bernafas
3. Hiperseksresi jalan napas 4. Wheezing menurun cairan (mis. jumlah dan 2. Apabila sputum keluar tidak
4. Disfungsi neuromuskuler 5. Mekonium (pada neonatus) karakteristik) mengotori pasien dan tempat
5. Benda asing dalam jalan menurun tidurnya
napas 3. Agar virus tidak menyebar

19
6. Adanya jalan napas buatan 6. Dipsnea menurun Terapeutik kemana-mana
7. Sekresi yang tertahan 7. Ortopnea menurun 1. Atur posisi semi-Fowler atau
8. Hiperplasia dinding jalan 8. Sulit bicara menurun Fowler Edukasi
napas 9. Sianosis menurun 2. Pasang Perlak dan bengkok di 1. Agar pasien mengetahui dan
9. Proses infeksi 10. Gelisah menurun pangkuan pasien berpastisipasi dalam setiap
10. Respon alergi 11. Frekuensi napas membaik 3. Buang sekret pada tempat tindakan keperawatan
11. Efek agen farmakologis 12. Pola napas membaik sputum 2. Membantu mengeluarkan
(mis. anastesi) 4. Edukasi sputum yang sulit keluar
5. Jelaskan tujuan dan prosedur 3. Melatih pasien untuk
Situasional batuk efektif melakukan relaksasi nafas
1. Merokok aktif 6. Anjurkan tarik napas dalam dalam hingga 3 kali
2. Merokok pasif melalui hidung selama 4 detik, 4. Membantu pasien untuk
3. Terpajan polutan ditahan selama 2 detik, mengeluarkan lendir atau
Gejala & Tanda Mayor: kemudian keluarkan dari dahak yang mungkin terjebak
mulut dengan bibir mencucu di saluran pernapasan
Subjektif (dibulatkan) selama 8 detik Kolaborasi
(tidak tersedia) 7. Anjurkan mengulangi tarik 1. Membantu pasien dengan cara
napas dalam hingga 3 kali mengencerkan dahak
Objektif 8. Anjurkan batuk dengan kuat yang sulit keluar
1. Batuk tidak efektif langsung setelah tarik napas
2. Tidak mampu batuk dalam yang ke-3
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing dan/atau

20
ronkhi kering Kolaborasi
5. Mekonium di jalan napas 1. Kolaborasi pemberian
(pada neonatus) mukolitik atau
ekspektoran, Jika perlu

Gejala & Tanda Minor: Manajemen Jalan Napas


Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Subjektif (I.01011)
1. Dispnea Observasi
2. Sulit bicara Definisi 1. Untuk mengidentifikasi
3. Orthopnea Mengidentifikasi dan mengelola terjadinya hipoksia melalui
4. Objektif kepatenan jalan napas tanda peningkatan frekuensi,
5. Gelisah kedalaman dan usaha napas
6. Sianosis Tindakan 2. Untuk mengetahui apakah
7. Bunyi napas menurun Observasi terdapat bunyi napas tambahan
8. Frekuensi napas berubah 3. Untuk mengetahui jumlah,
9. Pola napas berubah 1. Monitor pola napas (frekuensi, warna, dan aroma dari sputum
10. Gelisah kedalaman, usaha napas) pasien
11. Sianosis 2. Monitor bunyi napas
12. Bunyi napas menurun tambahan (mis. gurgiling, Terapeutik
13. Frekuensi napas berubah mengi, wheezing, ronkhi 1. Untuk menjaga kepatenan
14. Pola napas berubah kering) jalan napas pasien tetap terjaga
3. Monitor sputum (jumlah, 2. Untuk meningkatkan ekspansi

21
warna, aroma) paru
Kondisi Klinis Terkait 3. Untuk memberikan efek
1. Gullian barre syndrome Terapeutik ekspektoran pada jalan napas
2. Sklerosis multipel 1. Pertahanan kepatenan jalan 4. Untuk mengurangi rasa sakit
3. Myasthenia gravis napas dengan head-tift dan yang dirasakan pasien
4. Prosedur diagnostik (mis. chin-lift (jaw-thrust jika curiga 5. Penghisapan lendir tidak
bronkoskopi, trauma servikal) selalu rutin dan waktu harus
transesophageal 2. Posisikan Semi-Fowler atau dibatasi, penghisapan lendir
echocardiography (TEE) Fowler dilakukan dengan tujuan
5. Depresi sistem saraf pusat 3. Berikan minuman hangat mencegah hipoksia
6. Cedera kepala 4. Lakukan fisioterapi dada, jika 6. Untuk menghindari
7. Stroke perlu hipoksemia yang diakibatkan
8. Kuadriplegia 5. Lakukan penghisapan lendir Tindakan suction.
9. Sindrom aspirasi mekonium kurang dari 15 detik 7. Mempertahankan kepatenan
10. Infeksi saluran napas 6. Lakukan hiperoksigenasi jalan napas dan mencegah
sebelum penghisapan terjadinya infeksi.
endotrakeal 8. Untuk mengurangi beban otot
7. Keluarkan sumbatan benda pernapasan dan
padat dengan proses McGill memaksimalkan pernapasan
8. Berikan Oksigen, Jika perlu

Edukasi Edukasi

22
1. Anjurkan asupan cairan 2000 1. Agar keseimbangan cairan
ml/hari, Jika tidak pasien tetap terjaga sehingga
komtraindikasi oksigenasi juga membaik
2. Ajarkan teknik batuk efektif 2. Agar pasien bisa mengeluaran
secret secara maksimal tanpa
Kolaborasi menggunakan tenaga
1. Kolaborasi pemberian lebih/mengurus tenaga
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, Jika perlu Kolaborasi
1. Untuk membantu
melebarkan jalan napas

Pemantauan Respirasi (I.01014) Pemantauan Respirasi (I.01014)

23
Definisi Observasi
Mengumpulkan dan menganalisis 1. Mengetahui frekuensi, irama,
data untuk memastikan kepatenan kedalaman dan upaya napas
jalan napas dan keefektifan pasien
pertukaran gas 2. Mengetahui pola napas
pasien(seperti bradipneu,
Tindakan takipneu, hiperventilasi,
Observasi kussmaul, cheyne-stokes, biot,
ataksik)
1. Monitor frekuensi, irama, 3. Mengetahui kemampuan batuk
kedalaman dan upaya napas efektif pasien
2. Monitor pola napas (seperti 4. Mengetahui adanya produksi
bradipnea, takipnea, sputum pada jalan napas
hiperventilasi, kussmaul, pasien
Cheyne-Stokes, biot, ataksik) 5. Mengetahui adanya sumbatan
3. Monitor kemampuan bantuk jalan napas pada system
efektif pernapasan pasien
4. Monitor adanya produksi 6. Mengetahui kesimetrusan
sputum ekspansi paru pasien
5. Monitor adanya sumbatan 7. Mengetahui kesimetrusan
jalan napas ekspansi paru pasien
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi 8. Mengetahui adanya perubahan

24
paru saturasi oksigen pasien
7. Auskultasi bunyi napas 9. Mengetahui adanya perubahan
8. Monitor saturasi oksigen nilai AGD pada pasien
9. Monitor nilai AGD 10. Mengetahui adanya perubahan
10. Monitor hasil x-ray toraks dan atau kelainan pada hasi
xray toraks pasien
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien Terapeutik
2. Dokumentasikan hasil 1. Mengetahui perkembangan
pemantauan kondisi pasien
2. Mengetahui fokus
Edukasi keperawatan dan
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mengevaluasi hasil
pemantauan keperawatan serta sebagai
2. Informasikan hasil tanggung gugat perawat
pemantauan, jika perlu
Edukasi
1. Memberikan informasi kepada
pasien dan keluarga
terkait tindakan yang akan
diberikan
2. Meningkatkan pengetahuan

25
pasien dan keluarga mengenai
kondisi terkait
masalah kesehatannya
2. Diare (D.0020) Eliminasi Fekal (L.04033) Manajemen Diare (1.03101) Manajemen Diare (1.03101)

Kategori : Fisiologis Definisi Definisi Observasi


Subkategori : Nutrisi dan Cairan Proses pengeluaran feses yang Mengidentifikasi dan mengelola 1. Mengetahui penyebab diare
mudah dengan kosistensi, diare dan dampaknya. agar dapat segera dilakukan
Definisi frekuensi dan bentuk feses yang antisipasi
Pengeluaran feses yang sering, normal. Tindakan 2. Mengetahui bagaimana pola
lunak dan tidak berbentuk. Observasi makan pasien
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab diare 3. Mengetahui ada atau tidaknya
Penyebab keperawatan selama 3 X 24 Jam (mis, inflamasi gejala invaginasi agar dapat
1. Inflamasi gastrointestinal maka diharapkan Eliminasi Fekal gastrointestinal, iritasi ditindak lanjuti
Fisiologis membaik dengan kriteria hasil: gastrointestinal, proses 4. Membantu membedakan
2. Iritasi gastrointestinal 1. Kontrol pengeluaran feses Infeksi, malabsorpsi, ansietas, penyakit individu dan
3. Proses infeksi Meningkat stres, efek obat-obatan, mengkaji beratnya tiap
4. Malabsorpsi 2. Keluhan defekasi lama dan pemberian botol susu) defekasi
sulit Menurun 2. Identifikasi riwayat pemberian 5. Mengetahui tanda dan gejala
Psikologis 3. Mengejan saat defekasi makanan terjadinya hipovolemia untuk
1. Kecemasan Menurun 3. identifikasi gejala invaginasi di lakukan antisipasi
2. Tingkat stres tinggi 4. Distensi abdomen Menurun (mis. Tangisan keras, 6. Mengetahui pada daerah anus
5. Teraba massa pada rektal kepucatan bayi) apakah terjadi infeksi atau

26
Situasional Menurun 4. Monitor warna, volume, tidak
1. Terpapar kontaminan 6. Urgency Menurun frekuensi, dan konsistensi 7. Mengetahui jumlah
2. Terpapar toksin 7. Nyeri abdomen Menurun tinja pengeluaran tinja beserta
3. Penyalahgunaan laksatif 8. Kram abdomen Menurun 5. Monitor dan tanda gejala cairan
4. Penyalahgunaan zat 9. Konsistensi feses Membaik hypovolemia (mis. Takikardi, 8. Memastikan makanan yang
5. Program pengobatan (mis. 10. Frekuensi BAB Membaik nadi teraba lemah, tekanan disiapkan aman untuk pasien
agen tiroid, analgesik, 11. Peristaltik usus Membaik darah turun, turgor kulit diare
pelunak feses, ferosulfat, turun, mukosa mulut kering,
antasida, cimetidine dan CRT melambat, BB menurun) Terapeutik
antibiotik) 6. Monitor iritasi dan ulserasi 1. Mengetahui kadar asupan
6. Perubahan air dan makanan kulit di daerah perianal cairan yang dibutuhkan
7. Bakteri pada air 7. Monitor jumlah pengeluaran 2. Sebagai akses untuk
diare pemberian kebutuhan cairan
Gejala dan Tanda Mayor 8. Monitor keamanan penyiapan 3. Menggantikan cairan tubuh
Subjektif makanan yang mengandung air,
(tidak tersedia) elektrolit, vitamin, protein,
Objektif Terapeutik lemak, dan kalori
1. Defekasi lebih dari tiga kal 1. Berikan asupan cairan oral 4. Mengetahui mendekteksi
dalam 24 jam (mis, larutan garam gula, adanya gangguan pada jumlah
2. Feses lembek atau cair oralit, pedialyte, renalyte) kadar elektrolit dalam tubuh
2. Pasang jalur intravena 5. Mengetahui adanya alergi atau
Gejala dan Tanda Minor 3. Berikan cairan intravena (mis. peradangan di saluran cerna,
Subjektif ringer asetat, ringer laktat), adanya infeksi, gangguan

27
1. Urgency jika perlu pencernaan dan perdarahan
2. Nyeri/kram abdomen 4. Ambil sampel darah untuk pada saluran cerna
pemeriksaan darah lengkap
Objektif dan elektrolit Edukasi
1. Frekuensi peristaltik 5. Ambil sampel feses untuk 1. Untuk menstabilkan sistem
meningkat kultur, jika perlu metabolisme tubuh
2. Bising usus hiperaktif 2. Mencegah terjadinya iritasi
Edukasi pada saluran cerna
Kondisi Klinis Terkait 1. Anjurkan makanan porsi kecil 3. Memenuhi kebutuhan nutrisi
1. Kanker kolon dan sering secara bertahap
2. Diverticulitis 2. Anjurkan menghindari Kolaborasi
3. Iritasi usus makanan pembentuk gas, 1. Untuk membantu menghambat
4. Crohn's disease pedas dan mengandung pergerakan usus, sehingga
5. Ulkus peptikum laktosa usus dillumpuhkan dan
3. Anjurkan melanjutkan frekuensi diare berkurang
pemberian ASI 2. Untuk membantu
Kolaborasi mengeraskan feses
1. Kolaborasi pemberian obat 3. Mengurangi frekuensi BAB
antimotilitas (mis. loperamide,
difenoksilat)
2. Kolaborasi pemberian obat
antispasmodic/spasmolitik
(mis. papaverin, ekstak

28
belladonna,mebeverine)
3. Kolaborasi pemberian obat
pengeras feses (mis. atapulgit,
smektit, kaolin-pektin)

Pemantauan Cairan (1.03121) Pemantauan Cairan (1.03121)

Definisi Observasi
Mengumpulkan dan menganalisis 1. Mengetahui sirkulasi perifer
data terkait pengaturan dan pulsasi pada pasien
kesembangan cairan 2. Mengetahui bagaiaman
frekuensi nafas (cepat atau
Tindakan lambat)
Observasi 3. Mengetahui ada atau tidak nya
1. Monitor frekuensi dan hipertensi dan hipotensi
kekuatan nadi 4. Mengetahui perubahan
2. Monitor frekuensi napas penurunan berat badan selama
3. Monitor tekanan darah mengalami diare
4. Monitor berat badan 5. Untuk mengetahui waktu
5. Monitor waktu pengisian pengisian kapiler

29
kapiler 6. Untuk mengetahui apa klien
6. Monitor elastisitas atau turgor mengalami dehidrasi
kulit 7. Untuk mengetahui bagaimana
7. Monitor jumlah, warna dan bagaimana keadaan urine
berat jenis urine 8. Mengetahui ada atau tidaknya
8. Monitor kadar albumin dan masalah pada kadar albumin
protein total dan protein total
9. Monitor hasil pemeriksaan 9. Untuk mengetahui hasil
serum (mis, osmolaritas pemeriksaan serum;
serum, hematokrit, natrium, hematokrit,natrium, kalium,
kalium, BUN BUN
10. Monitor intake dan output 10. Mengetahui kadar asupan
cairan cairan tubuh
11. Identifikasi tanda-tanda 11. Mengetahui ada atau tidaknya
hipovolemia (mis. frekuensi tanda-tanda hypovolemia
nadi meningkat, nadi teraba 12. Untuk mengetahui tanda-tanda
lemah tekanan darah menurun, hipervolemia; dispnea, edema
tekanan nadi menyempit, perifer dan anasarka
turgor kulit menurun, Terapeutik
membran mukosa kering, 1. Untuk membuat jadwal
volume urin menurun, dengan pasien
hematokrit meningkat, haus, 2. Agar mengetahui ada atau
lemah, konsentrasi urine tidaknya perkembangan pasien

30
meningkat, berat badan
menurun dalam waktu Edukasi
singkat) 1. Agar pasien mengetahui
12. Identifikasi tanda-tanda tujuan dari pemantauan yang
hipervolemia (mis. dispnea, dilakukan
edema perifer, edema 2. Agar pasien dan keluarga
anasarka, JVP meningkat, mengetahui hasil pemantauan
CVP meningkat, refleks
hepatojugular positif, berat
badan menurun dalam wakt
singkat)
13. Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
(mis. prosedur pembedahan
mayor, trauma/perdarahan,
luka bakar, aferesis, obstruksi
intestinal, peradangan
pankreas, penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi intestinal)

Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan

31
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

3. Hipovolemia (D.0023) Keseimbangan Cairan Manajemen Hipovolemia Manajemen Hipovolemia


(L.03020) (I.03116) (I.03116)
Kategori: Fisiologi
Subkategori: Nutrisi Dan Cairan Definisi Definisi Observasi
Ekuilibrium antar volume cairan Mengidentifikasi dan mengelola 1. Untuk mengetahui bagaimana
Definisi di ruang intraseluler dan penurunan volume cairan kondisi pasien, tanda-tanda
Penurunan volume cairan ekstraseluler tubuh intravaskuler kekurangan cairan
intravaskuler, intersitisel, 2. Untuk memantau intake dan
dan/atau intraseluler. Setelah dilakukan tindakan Tindakan output cairan pada pasien
keperawatan selama 3 X 24 Jam Observasi
maka diharapkan Keseimbangan 1. Periksa tanda dan gejala Terapeutik
Penyebab Cairan meningkat dengan kriteria hipovolemia (mis. Frekuensi 1. Untuk mengetahui kehilangan
1. Kehilangan cairan aktif hasil: nadi meningkat, nadi teraba dan kebutuhan cairan

32
2. Kegagalan mekanisme 1. Asupan cairan meningkat lemah, tekanan darah 2. Posisi pasien berbaring di
regulasi 2. Output urine meningkat menurun, tekanan nadi tempat tidur dengan bagian
3. Peningkatan permeabilitas 3. Membran mukosa lembap menyempit, turgor kulit kepala lebih rendah dari pada
kapiler meningkat menurun, membran mukosa bagian kaki. Untuk
4. Kekurangan intake cairan 4. Asupan makanan meningkat kering, volume urine melancarkan peredaran darah
5. Evaporasi 5. Edema menurun menurun, hematokrit keotak.
6. Dehidrasi menurun meningkat, haus, lemah) 3. Pemenuhan kebutuhan dasar
Gejala dan Tanda Mayor 7. Asites menurun 2. Monitor intake dan output cairan dan menurunkan resiko
Subjektif 8. Konfusi menurun cairan kekurangan cairan
( tidak tersedia ) 9. Tekanan darah membaik
10. Frekuensi nadi membaik Terapeutik Edukasi
Objektif 11. Kekuatan nadi membaik 1. Hitung kebutuhan cairan 1. Untuk pemenuhan kebutuhan
1. Frekuensi nadi meningkat 12. Tekanan arteri rata-rata 2. Berikan posisi modified dasar cairan dan
2. Nadi teraba lemah membaik trendelenburg mempertahankan cairan
3. Tekanan darah menurun 13. Mata cekung membaik 3. Berikan asupan cairan oral 2. Untuk mencegah kesalah
4. Tekanan nadi menyempit 14. Turgor kulit membaik posisi pada pasien dalam
5. Turgor kulit menurun 15. Berat badan membaik Edukasi menjalani perencanaan
6. Membran mukosa kering 1. Anjurkan memperbanyak keperawatan
7. Volume urine menurun asupan cairan oral
8. Hematokrit meningkat 2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak Kolaborasi
Gejala dan Tanda Minor 1. Cairan intravena diperlukan
Subjektif Kolaborasi untuk mengatasi kehilangan

33
1. Merasa lemah 1. Kolaborasi pemberian cairan cairan tubuh secara hebat.
2. Mengeluh haus iv isotonis (mis. Naci, rl) 2. Untuk membantu
2. Kolaborasi pemberian cairan mempercepat dalam
Objektif iv hipotonis (mis. Glukosa pemenuhan kebutuhan cairan
1. Pengisian Vena menurun 2,5%, naci 0,4%) 3. Untuk membantu
2. Status mental berubah 3. Kolaborasi pemberian cairan mempercepat dalam
3. Suhu tubuh meningkat koloid (mis. Albumin, pemenuhan kebutuhan cairan
4. Konsentrasi urine meningkat plasmanate) 4. Untuk membantu
5. Berat badan turun tiba-tiba 4. Kolaborasi pemberian produk mempercepat dalam
darah pemenuhan kebutuhan cairan
Kondisi klinis terkait
1. Penyakit Addison
2. Trauma atau perdarahan
3. Luka bakar
4. AIDS
5. Penyakit crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolutis ulseratif
9. Hipoalbuminemia Manajemen Syok Hipovolemik
(I.02050) Manajemen Syok Hipovolemia
(I.02050)
Definisi

34
Mengidentifikasi dan mengelola Observasi
ketidakmampuan tubuh 1. Mengawasi dan mengamati
menyediakan oksigen dan nutrien status kardiopulmonal
untuk mencukupi kebutuhan (frekuensi dan kekuatan nadi,
jaringan akibat kehilangan cairan frekuensi napas TD, MAP)
atau darah berlebih secara berkala
2. Memantau status oksigenasi
Tindakan (oksimetri nadi, AGD)
Observasi 3. Memperhatikan secara berkala
1. Monitor status status cairan (masukan dan
kardiopulmonal (frekuensi dan haluaran, turgor kulit, CRT)
kekuatan nadi, frekuensi 4. Mengetahui tingkat kesadaran
napas, TD, MAP) dan respon pupil
2. Monitor status oksigenasi 5. Melihat dan mengetahui
(oksimetri nadi, AGD) kondisi permukaan tubuh
3. Monitor status cairan terhadap adanya DOTS
(masukan dan haluaran, turgor (deformitiy/deformitas, open
kulit, CRT) wound/luka terbuka,
4. Periksa tingkat kesadaran dan tendermess/nyeri tekan,
respon pupil swelling/bengkak)
5. Periksa seluruh permukaan Terapeutik
tubuh terhadap adanya DOTS 1. Mempertahankan jalan napas
paten pasien

35
Terapeutik 2. Menjaga agar saturasi oksigen
1. Pertahankan jalan nafas paten >94%
2. Berikan oksigen untuk 3. Memfasilitasi kebutuhan
mempertahankan saturasi intubasi dan ventilasi
oksigen >94% mekanisme jika diperlukan
3. Siapkan intubasi dan ventilasi 4. Mengetahui karakteristik luka
mekanisme jika perlu tekan (direct pressure) pada
4. Lakukan penekanan langsung pendarahan eksternal
(direct pressure) pada 5. Memfasilitasi kebutuhan
perdarahan eksternal posisi nyaman pasien
5. Berikan posisi syok (modified (modified trendelenberg)
trendelenberg) 6. Memfasilitasi kebutuhan
6. Pasang jalur IV berukuran cairan dengan memberikan IV
besar (mis. Nomor 14 atau 16) berukuran besar (mis. Nomor
7. pasang kateter urine untuk 14 atau 16)
menilai produksi urine 7. Memfasilitasi kebutuhan BAK
8. Pesan selang nasogastrik pasien dengan kateter urine
untuk dekompresi lambung 8. Memfasilitasi kebutuhan
9. Ambil sampel darah untuk nutrisi pasien dengan
pemeriksaan darah lengkap memberikan asupan melalui
dan elektrolit selang nasogastrik untuk
dekompresi lambung
Kolaborasi 9. Mengambil sampel darah

36
1. Kolaborasi pemberian infus untuk pemeriksaan darah
cairan kristaloid 1 sampai 2l lengkap dan elektrolit
pada dewasa
2. Kolaborasi pemberian infus Kolaborasi
cairan kristaloid 20 ml/kgBB 1. Memenuhi kebutuhan cairan
pada anak dengan memberikan infus
3. Kolaborasi pemberian kristaloid 1 sampai 2L pada
transfusi darah jika perlu dewasa
2. Memenuhi kebutuhan cairan
dengan memberikan infus
kristaloid 20mL/kgBB pada
anak
3. Memenuhi kebutuhan cairan
yaitu darah dengan
memberikan transfusi
darah jika diperlukan

4. Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi Manajemen Nutrisi (I.03119) Manajemen Nutrisi
Definisi
Kategori: Fisiologis Keadekuatan asupan nutrisi untuk Definisi Observasi

37
Subkategori: Nutrisi dan Cairan memenuhi kebutuhan Mengidentifikasi dan mengelola 1. Identifikasi status nutrisi,
metabolisme asupan nutrisi yang seimbang alergi dan intoleransi
Definisi makanan, makanan yang
Asupan nutrisi tidak cukup untuk Setelah dilakukan tindakan Tindakan disukai, kebutuhan kalori dan
memenuhi kebutuhan keperawatan selama 3 X 24 Jam Observasi jenis nutrien.
metabolisme maka diharapkan Status Nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi 2. Identifikasi perlunya
membaik dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan penggunaan selang nasogastrik
Penyebab 1. Porsi makanan yang intoleransi makanan jika asupan oral tidak dapat
5. Kurangnya asupan makanan dihabiskan meningkat 3. Identifikasi makanan yang ditoleransi.
6. Ketidakmampuan menelan 2. Berat Badan membaik disukai 3. Monitor asupan makanan,
makanan 3. Indek Masa Tubuh 4. Identifikasi kebutuhan kalori berat badan, dan hasil
7. Ketidakmampuan mencerna (IMT) membaik dan jenis nutrien pemeriksaan laboratorium
makanan 5. Identifikasi perlunya
8. Ketidakmampuan penggunaan selang
mengabsorbsi nutrien nasogastrik Terapeutik
9. Peningkatan kebutuhan 6. Monitor asupan makanan 1. Fasilitasi menentukan
metabolisme 7. Monitor berat badan pedoman diet sesuai dengan
7. Faktor ekonomi (mis. 8. Monitor hasil pemeriksaan kebutuhan dan kondisi pasien
finansial tidak mencukupi) laboratorium 2. Sajikan makanan secara
8. Faktor psikologis (mis. stres, menarik dan suhu yang sesuai
keengganan untuk makan) Terapeutik 3. Berikan makanan tinggi serat,
1. Lakukan oral hygiene sebelum kalori, dan protein untuk
Gejala dan Tanda Mayor makan, jika perlu mencegah konstipasi dan

38
Subjektif: 2. Fasilitasi menentukan memenuhi kebutuhan energi
(tidak tersedia) pedoman diet (mis. piramida 4. Berikan suplemen makanan
Objektif: makanan) jika perlu
1. Berat badan menurun 3. Sajikan makanan secara 5. Hentikan pemberian makan
minimal 10% di bawah menarik dan suhu yang sesuai melalui selang nasogastrik jika
rentang ideal 4. Berikan makanan tinggi serat asupan oral dapat ditoleransi.
untuk mencegah konstipasi Edukasi
Gejala dan Tanda Minor 5. Berikan makanan tinggi kalori 1. Anjurkan posisi duduk jika
Subjektif dan tinggi protein mampu dan mengajarkan diet
1. Cepat kenyang setelah 6. Berikan suplemen makanan, yang diprogramkan
makan jika perlu Kolaborasi
2. Kram/nyeri abdomen 7. Hentikan pemberian makan 1. Kolaborasi pemberian
3. Nafsu makan menurun melalui selang nasogatrik jika medikasi sebelum makan jika
asupan oral dapat ditoleransi perlu, misalnya pereda nyeri
Objektif Edukasi atau antiemetik
1. Bising usus hiperaktif 1. Anjurkan posisi duduk, jika 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
2. Otot pengunyah lemah mampu untuk menentukan jumlah
3. Otot menelan lemah 2. Ajarkan diet yang kalori dan jenis nutrien yang
4. Membran mukosa pucat diprogramkan dibutuhkan pasien jika perlu
5. Sariawan
6. Serum albumin turun Kolaborasi
7. Rambut rontok berlebihan 1. Kolaborasi pemberian
8. Diare medikasi sebelum makan (mis.

39
pereda nyeri, antiemetik), jika
Kondisi Klinis Terkait perlu
1. Stroke 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
2. Parkinson untuk menentukan jumlah
3. Mobius syndrome kalori dan jenis nutrien yang
4. Cerebral palsy dibutuhkan, jika perlu
5. Cleft lip
6. Cleft palate
7. Amyotropic lateral sclerosis
8. Kerusakan neuromuskular
9. Luka bakar
10. Kanker
11. Infeksi
12. AIDS
13. Penyakit Crohns
14. Eneterokolitis
15. Fibrosis Kistik

Promosi Berat Badan Promosi Berat Badan


(1.03138)
Observasi

40
Definisi 1. Mengidentifikasi dan
Memfasilitasi peningkatan berat mengelola faktor-faktor yang
badan mempengaruhi berat badan,
seperti kurang aktivitas fisik,
Tindakan kelebihan konsumsi gula,
Observasi gangguan kebiasaan makan,
1. Identifikasi kemungkinan penggunaan energi kurang dari
penyebab BB kurang asupan, dll
2. Monitor adanya mual dan 2. Memonitor adanya mual dan
muntah muntah, karena dapat menjadi
3. Monitor jumlah kalori yang tanda defisit nutrisi atau
dikonsumsi sehari-han gangguan pencernaan
4. Monitor berat badan 3. Memonitor jumlah kalori yang
5. Monitor albumin, limfosit, dan dikonsumsi sehari-hari dan
elektrolit serum asupan nutrisi yang sesuai
dengan kebutuhan
Terapeutik metabolisme
1. Berikan perawatan mulut 4. Memonitor berat badan ideal
sebelum pemberian makan, pasien dan menentukan target
jika perlu berat badan yang realistis
2. Sediakan makanan yang tepat 5. Memonitor albumin, limfosit,
sesuai kondisi pasien (mis, dan elektrolit serum, karena
makanan dengan tekstur halu dapat menjadi indikator

41
makanan yang diblender, kondisi kesehatan pasien yang
makanan cair yang diberikan dapat mempengaruhi berat
melalui NGT atau gastrostomi, badan.
to perenteral nutrition sesuai
indikasi) Terapeutik
3. Hidangkan makanan secara 1. Untuk menghindari pemicu
menarik mual dan muntah
4. Berikan suplemen, jika perlu 2. Agar pasien dapat
5. Berikan pujian pada mengkonsumsi makanan yang
pasien/keluarga untuk tepat bagi masalah kesehatan
peningkatan yang dicapai nya
3. Agar pasien memiliki rasa
Edukasi nafsu makan yang baik
1. Jelaskan jenis makanan yang 4. Agar pasien dapat menjaga
bergizi tinggi, namun tetap imun tubuhnya
terjangkau 5. Untuk meningkatkan rasa
2. Jelaskan peningkatan asupan percaya diri pada pasien yang
kalori yang dibutuhkan melakukan manajemen diet

Edukasi
1. Agar pasien mengetahui jenis
makanan yang dibutuhkan

42
tubuhnya
2. Agar pasien lebih dapat
meningkatkan asupan kalori
yang dia butuhkan
5. Gangguan Integritas Kulit/ Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integritas Kulit Perawatan Integritas Kulit
Jaringan (D.0129) (L.14125) (I.11353) (I.11353)

Kategori : Lingkungan Definisi Definisi Observasi


Subkategori : Keamanan dan Keutuhan kulit (dermis dan/ atau Mengidentifikasi dan merawat kulit 1. Gangguan ingetgritas
Proteksi epidermis) atau jaringan untuk menjaga keutuhan, kulit/jaringan dapat terjadi
(membran mukosa, kornea, fasia, kelembaban dan mencegah karena perubahan sirkulasi,
otot, tendon, tulang, kartilago, perkembangan mikroorganisme perubahan nutrisi, penurunan
Definisi kapsul sendi dan/ atau ligament) kelembaban, suhu lingkungan
Kerusakan kulit (dermis dan/ atau Tindakan ekstrim dan penurunan
epidermis) atau jaringan Setelah di lakukan tindakan Observasi mobilitas
(membran mukosa, kornea, fasia, keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi penyebab Terapeutik
otot, tendon, tulang, kartilago, diharapkan Tingkat Integritas gangguan integritas kulit (mis. 1. Mencegah terjadinya lesi atau
kapsul sendi dan/ atau ligamen) Kulit dan Jaringan meningkat perubahan sirkulasi, ulkus pada kulit yang tertindis
dengan kriteria hasil: perubahan status nutrisi, 2. Menjaga status hidrasi kulit
Penyebab 1. Elastisitas meningkat penurunan kelembaban, suhu 3. Agar daerah perieneal bersih
1. Perubahan sirkulasi 2. Hidrasi meningkat lingkungan ekstrem, 4. Menjaga kelembaban kulit
2. Perubahan status nutrisi 3. Perfusi jaringan meningkat penggunaan mobilitas) 5. Agar kulit tidak iritasi
(kelebihan atau kekurangan) 4. Kerusakan jaringan menurun 6. Karena alkohol bersifat keras

43
3. Kekurangan/ kelebihan 5. Kerusakan kulit menurun Terapeutik jadi harus dihindari
volume cairan 6. Nyeri menurun 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika penggunaan nya
4. Penurunan mobilitas 7. Perdarahan menurun tirah baring
5. Bahan kimia iritatif 8. Kemerahan menurun 2. Lakukan pemijatan pada area Edukasi
2. Suhu lingkungan yang 9. Hematoma menurun penonjolan tulang, jika perlu 1. Menjaga kelembaban kulit
ekstrem 10. Pigmentasi abnormal 3. Bersihkan perineal dengan air 2. Menjaga status hidrasi kulit
3. Faktor mekanis (mis. menurun hangat, terutama selama 3. Menjaga kesehatan kulit tetap
penekanan pada tonjolan 11. Nekrosis menurun periode diare baik
tulang, gesekan) atau faktor 12. Abrasi kornea menurun 4. Gunakan produk berbahan 4. Meningkatkan metabolisme
elektris (elektrodiatermi, 13. Suhu kulit membaik petrolium atau minyak pada dan kesehatan kulit
energi listrik bertegangan 14. Sensasi membaik kulit kering 5. Mengurangi iritasi pada kulit
tinggi) 15. Tekstur membaik 5. Gunakan produk berbahan 6. Sinar matahari dapat
4. Efek samping terapi radiasi 16. Pertumbuhan rambut ringan/alami dan hipoalergik menyebabakn kerusakn
5. Kelembaban membaik pada kulit sensitif kulit/sensasi terbakar
6. Proses penuaan 17. Jaringan parut membaik 6. Hindari produk berbahan
7. Neuropati perifer dasar alkohol pada kulit
8. Perubahan pigmentasi kering
9. Perubahan hormonal
10. Kurang terpapar informasi
tentang upaya
mempertahankan/ Edukasi
melindungi integritas 1. Anjurkan menggunakan
jaringan pelembab (mis. lotion, serum)

44
Gejala & Tanda Mayor: 2. Anjurkan minum air yang
Subjektif cukup
(tidak tersedia) 3. Anjurkan meningkatkan
Objektif asupan nutrisi
1. Kerusakan jaringan dan/ 4. Anjurkan meningkatkan
atau lapisan kulit asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari
Gejala & Tanda Minor: terpapar suhu ekstrem
Subjektif 6. Anjurkan menggunakan tabir
(tidak tersedia) surya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
Objektif 7. Anjurkan mandi dan
1. Nyeri menggunakan
2. Perdarahan sabun secukupnya
3. Kemerahan
4. Hematoma

Kondisi Klinis Terkait


1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongestif
3. Gagal ginjai Perawatan Luka (I.14564) Perawatan Luka (I.14564)
4. Diabetes melitus
5. Imunodefisiensi (mis. AIDS) Definisi Observasi

45
Mengidentifikasi dan meningkatkan 1. Mendeteksi tindakan yang
penyembuhan luka serta mencegah cocok dilakukan
terjadinya komplikasi luka 2. Memantau adanya tanda-tanda
infeksi
Tindakan
Observasi Terapeutik
1. Monitor karakteristik luka 1. Langkah awal untuk tindakan
(mis. drainase, warna, ukuran, perawatan luka
bau) 2. Untuk mencegah infeksi
2. Monitor tanda-tanda infeksi 3. Menjaga kelembaban luka
4. Mempercepat proses
Terapeutik penyembuhan luka
1. Lepaskan balutan dan 5. Mempercepat kesembuhan
plester secara perlahan luka
2. Cukur rambut di sekitar 6. Menjaga kebersihan luka
daerah luka, jika perlu 7. Mencegah kontaminasi kuman
3. Bersihkan dengan cairan 8. Mencegah kontaminasi kuman
NaCl atau pembersih 9. Mengurangi tekanan yang
nontoksik, sesuai kebutuhan berlebihan
4. Bersihkan jaringan nekrotik 10. Mempercepat kesembuhan
5. Berikan salep yang sesuai luka
ke kulit atau Lesi, jika perlu 11. Mempercepat kesembuhan
6. Pasang balutan sesuai jenis luka

46
luka 12. Untuk menghilangkan nyeri
7. Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan Edukasi
luka 1. Memberikan pemahaman yang
8. Ganti balutan sesuai jumlah benar
eksudat dan drainase 2. Untuk mempercepat
9. Jadwalkan perubahan posisi kesembuhan luka
setiap 2 jam atau sesuai 3. Memandirikan pasien dalam
kondisi pasien melakukan perawatan luka
10. Berikan diet dengan kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan Kolaborasi
protein 1,25-1,5 1. Membantu mempercepat
g/kgBB/hari kesembuhan luka
11. Berikan suplemen vitamin 2. Mencegah infeksi
dan mineral (mis. vitamin
A, vitamin C, Zinc, asam
amino), sesuai indikasi
12. Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transkutaneus), jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi

47
2. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
proteinAjarkan prosedur
perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur
debridement (mis. enzimatik,
biologis, mekanis, autolitik),
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
6. Isolasi Sosial (D.0121) Keterlibatan Sosial (L.13116) Promosi Sosialisasi (I.13498) Promosi Sosialisasi (I.13498)

Kategori : Relasional Definisi Definisi Observasi


Subkategori : Interaksi Sosial Kemampuan untuk membina Meningkatkan kemampuan untuk 1. Untuk mengidentifikasi
Definisi hubungan yang erat, hangat, berinteraksi dengan orang lain kemampuan melakukan
Ketidakmampuan untuk membina terbuka, dan independent dengan interaksi klien dengan orang
hubungan yang erat, hangat, orang lain Tindakan lain
terbuka, dan interdependen Observasi 2. Untuk mengidentifikasi
dengan orang lain Setelah dilakukan hambatan melakukan interaksi
Penyebab intervensi keperawatan 1. Identifikasi kemampuan dengan orang lain
1. Keterlambatan selama 3x24 jam maka melakukan interaksi dengan

48
perkembangan Keterlibatan sosial orang lain Terapeutik
2. Ketidakmampuan menjalin meningkat dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi hambatan 1. Untuk memotivasi klien agar
hubungan yang memuaskan melakukan interaksi dengan lebih meningkatkan
3. Ketidaksesuaian minat 1. Minat interaksi meningkat orang lain keterlibatan dalam suatu
dengan tahap perkembangan 2. Verbalisasi tujuan yang jelas hubungan
4. Ketidaksesuaian nilai-nilai meningkat Terapeutik 2. Untuk memotivasi klien lebih
dengan norma 3. Minat terhadap aktivitas 1. Motivasi meningkatkan sabar dalam mengembangkan
5. Ketidaksesuaian perilaku meningkat keterlibatan dalam suatu suatu hubungan
sosial dengan norma 4. Perilaku sesuai dengan hubungan 3. Untuk mengajak klien
6. Perubahan penampilan fisik harapan orang lain meningkat 2. Motivasi kesabaran dalam berpartisipasi dalam aktivitas
7. Perubahan status mental 5. Perilaku bertujuan meningkat mengembangkan suatu baru dan kegiatan kelompok
8. Ketidakadekuatan sumber 6. Kontak mata meningkat hubungan 4. Untuk memotivasi klien bisa
daya personal (mis. 7. Tugas perkembangan sesuai 3. Motivasi berpartisipasi dalam berinteraksi di luar lingkungan
disfungsi berduka, usia meningkat aktivitas baru dan kegiatan 5. Untuk memastikan cara
pengendalian diri buruk) 8. Verbalisasi isolasi menurun kelompok berdiskusi dan kekuatan dalam
9. Verbalisasi ketidakamanan di 4. Motivasi berinteraksi di luar berkomunikasi dengan orang
tempat umum menurun lingkungan (mis. jalan-jalan, lain
10. Perilaku menarik diri ke toko buku) 6. Untuk mendiskusikan
Gejala & Tanda Mayor: menurun 5. Diskusikan kekuatan dan perencanaan kegiatan dimasa
Subjektif 11. Verbalisasi perasaan berbeda keterbatasan dalam depan klien seperti apa
1. Merasa ingin sendirian dengan orang lain menurun berkomunikasi dengan orang 7. Untuk memberikan umpan
2. Merasa tidak aman di tempat 12. Verbalisasi preokupasi lain balik yang positif dalam
umum dengan pikiran sendiri 6. Diskusikan perencanaan perawatan diri klien

49
Objektif menurun kegiatan di masa depan 8. Untuk memberikan umpan
1. Menarik diri 13. Afek murung/ sedih menurun 7. Berikan umpan balik positif balik positif pada setiap
2. Tidak berminat/ menolak 14. Perilaku dalam perawatan diri peningkatan dan kemampuan
berinteraksi dengan orang bermusuhan menurun 8. Berikan Umpan balik positif klien
lain atau lingkungan pada setiap peningkatan
kemampuan Edukasi
Gejala & Tanda Minor: 1. Untuk menganjurkan klien
Subjektif Edukasi agar bisa berinteraksi dengan
1. Merasa berbeda dengan 1. Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
orang lain orang lain secara bertahap 2. Untuk menganjurkan klien
2. Merasa asyik dengan pikiran 2. Anjurkan ikut serta kegiatan ikut serta kegiatan sosial dan
sendiri sosial dan kemasyarakatan kemasyarakatan
3. Merasa tidak mempunyai 3. Anjurkan berbagi pengalaman 3. Untuk menganjurkan berbagai
tujuan yang jelas dengan orang lain pengalaman dengan orang lain
4. Anjurkan meningkatkan 4. Untuk menganjurkan klien
Objektif kejujuran diri dan bisa jujur kepada dirinya
1. Afek datar menghormati hak orang lain sendiri dan bisa menghormati
2. Afek sedih 5. Anjurkan penggunaan alat hak orang lain
3. Riwayat ditolak bantu (mis. kacamata dan alat 5. Untuk menganjurkan
4. Menunjukkan permusuhan bantu dengar) penggunaan alat bantu
5. Tidak mampu memenuhi 6. Anjurkan membuat 6. Untuk menganjurkan klien
harapan orang lain perencanaan kelompok kecil membuat perencanaan
6. Kondisi difabel untuk kegiatan khusus kelompok kecil untuk kegiatan

50
7. Tindakan tidak berarti 7. Latih bermain peran untuk khusus
8. Tidak ada kontak mata meningkatkan keterampilan 7. Untuk melatih bermain peran
9. Perkembangan terlambat komunikasi untuk meningkatkan
10. Tidak bergairah/lesu 8. Latih mengekspresikan keterampilan komunikasi
marah dengan tepat 8. Untuk melatih klien agar bisa
Kondisi Klinis Terkait mengekspresikan
1. Penyakit Alzheimer marah dengan tepat
2. AIDS
3. Tuberkulosis
4. Kondisi yang menyebabkan
gangguan mobilisasi
5. Gangguan psikiatrik (mis.
depresi mayor
dan schizophrenia)

Terapi Aktivitas (I.05186)

Observasi
1. Untuk mengidentifikasi defisit
Terapi Aktivitas (I.05186) tingkatan aktivitas dari klien
Definisi 2. Untuk mengidentifikasi
kemampuan klien dalam

51
Menggunakan aktivitas fisik, berpartisipasi pada aktivitas
kognitif, sosial, dan spiritual tentu tertentu
untuk membelikan keterlibatan, 3. Untuk mengidentifikasi
frekuensi, atau durasi aktivitas sumber daya pada aktivitas
individu atau kelompok yang diinginkan oleh klien
4. Untuk mengidentifikasi
Tindakan strategi dan meningkatkan
Observasi partisipasi dalam aktivitas fisik
klien
1. Identifikasi defisit tingkatan 5. Untuk mengidentifikasi makna
aktivitas aktivitas rutin dan waktu luang
2. Identifikasi kemampuan kepada klien
berpartisipasi dalam aktivitas 6. Untuk melihat respon
tertentu emosional, fisik, sosial, dan
3. Identifikasi sumber daya untuk spiritual terhadap aktivitas
aktivitas yang diinginkan klien
4. Identifikasi strategi Terapeutik
meningkatkan partisipasi 1. Untuk memfasilitasi fokus
dalam aktivitas pada kemampuan, bukan
5. Identifikasi makna aktivitas defisit yang dialami oleh klien
rutin (mis.bekerja) dan waktu 2. Untuk menyepakati komitmen
luang dan meningkatkan frekuensi
6. Monitor respon emosional, dan rentang aktivitas

52
fisik, sosial, dan spiritual 3. Untuk memfasilitasi memilih
terhadap aktivitas aktivitas dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten sesuai
Terapeutik kemampuan fisik, biologis,
1. Fasilitasi fokus pada dan sosial
kemampuan, bukan defisit 4. Untuk mengkoordinasikan
yang dialami pemilihan aktivitas sesuai usia
2. Sepakati komitmen untuk 5. Untuk memfasilitasi maka
meningkatkan frekuensi dan aktivitas yang dipilih
rentang aktivitas 6. Untuk memfasilitasi dan
3. Fasilitasi memilih aktivitas transportasi untuk menghadiri
dan tetapkan tujuan aktivitas aktivitas, jika sesuai
yang konsisten sesuai 7. Untuk memfasilitasi pasien
kemampuan fisik, biologis, dan keluarga dalam
dan sosial menyesuaikan lingkungan
4. Koordinasikan pemilihan untuk mengakomodasi
aktivitas sesuai usia aktivitas yang dipilih
5. Fasilitasi maka aktivitas yang 8. Untuk memfasilitasi aktivitas
dipilih fisik rutin (mis. Ambulasi,
6. Fasilitasi dan transportasi mobilisasi, dan perawatan
untuk menghadiri aktivitas, diri), sesuai kebutuhan
jika sesuai 9. Untuk memfasilitasi aktivitas
7. Fasilitasi pasien dan keluarga pengganti saat mengalami

53
dalam menyesuaikan keterbatasan waktu, energi,
lingkungan untuk atau gerak
mengakomodasi aktivitas yang 10. Untuk memfasilitasi aktivitas
dipilih motorik kasar untuk pasien
8. Fasilitasi aktivitas fisik rutin hiperaktif
(mis. ambulasi, mobilisasi, 11. Untuk meningkatkan aktivitas
dan perawatan diri), sesuai fisik untuk memelihara berat
kebutuhan badan, jika sesuai
9. Fasilitasi aktivitas pengganti 12. Untuk memfasilitasi aktivitas
saat mengalami keterbatasan motorik untuk merelaksasi otot
waktu, energi, atau gerak 13. Untuk memfasilitasi aktivitas
10. Fasilitasi aktivitas motorik dengan komponen memori
kasar untuk pasien hiperaktif implisit dan emosional untuk
11. Tingkatkan aktivitas fisik pasien demensia, jika sesuai
untuk memelihara berat badan, 14. Untuk melibatkan dalam
jika sesuai permainan kelompok yang
12. Fasilitasi aktivitas motorik tidak kompetitif, terstruktur,
untuk merelaksasi otot dan aktif
13. Fasilitasi aktivitas dengan 15. Untuk meningkatkan
komponen memori implisit keterlibatan dalam aktivitas
dan emosional (mis. kegiatan rekreasi dan diverifikasi untuk
keagamaan khusus) untuk menurunkan kecemasan
pasien demensia, jika sesuai 16. Untuk melibatkan keluarga

54
14. Libatkan dalam permainan dalam aktivitas, jikaperlu
kelompok yang tidak 17. Untuk memfasilitasi
kompetitif, terstruktur, dan mengembangkan motivasi dan
aktif penguatan diri
15. Tingkatkan keterlibatan dalam 18. Untuk memfasilitasi pasien
aktivitas rekreasi dan dan keluarga memantau
diverifikasi untuk menurunkan kemajuannya sendiri untuk
kecemasan (mis. vokal grup, mencapai tujuan
bola voli, tenis meja, joging, 19. Untuk menjadwalkan aktivitas
berenang, tugas sederhana, dalam rutinitas sehari-hari
permainan sederhana, tugas 20. Untuk memberikan penguatan
rutin, tugas rumah tangga, positif atas partisipasi dalam
perawatan diri, dan teka-teki aktivitas
dan kartu)
16. Libatkan keluarga dalam Edukasi
aktivitas, jikaperlu 1. Untuk menjelaskan metode
17. Fasilitasi mengembangkan aktivitas fisik sehari-hari, jika
motivasi dan penguatan diri perlu
18. Fasilitasi pasien dan keluarga 2. Untuk mengajarkan cara
memantau kemajuannya melakukan aktivitas yang
sendiri untuk mencapai tujuan dipilih
19. Jadwalkan aktivitas dalam 3. Untuk menganjurkan
rutinitas sehari-hari melakukan aktivitas fisik,

55
20. Berikan penguatan positif atas sosial, spiritual, dan kognitif
partisipasi dalam aktivitas dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
Edukasi 4. Untuk menganjurkan terlibat
1. Jelaskan metode aktivitas fisik dalam aktivitas kelompok atau
sehari-hari, jika perlu terapi, jika sesuai
2. Ajarkan cara melakukan 5. Untuk menganjurkan keluarga
aktivitas yang dipilih untuk memberi penguatan
3. Anjurkan melakukan aktivitas positif atas partisipasi dalam
fisik, sosial, spiritual, dan aktivitaS
kognitif dalam menjaga fungsi Kolaborasi
dan kesehatan 1. Untuk mengkolaborasikan
4. Anjurkan terlibat dalam dengan terapis okupasi dalam
aktivitas kelompok atau terapi, merencanakan dan memonitor
jika sesuai program aktivitas, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk 2. Untuk melakukan rujukan
memberi penguatan positif pada pusat atau program
atas partisipasi dalam aktivitas aktivitas komunitas, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai

56
2. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu

57
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
HIV adalah kelompok Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia, sedangkan kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi HIV disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).Salah satu virus
yang menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4yaitu Human
Immunodeficiency Virus (HIV), virus tersebut dapat menyebabkan AIDS dalam
rentang waktu tertentu dapat merusak sistem kekebalan tubuh pada manusia. Infeksi
oportunistik yang menyertai dapat menjadi manifestasi klinis yang
terlihat.Menurunnya imun tubuh terjadi karena melemahnya kekebalan tubuh akibat
infeksi HIV sehingga dapat terjadi infeksi oportunistik.
Patofisiologi infeksi HIV pada prinsipnya adalah defisiensi imunitas selular
oleh HIV yang ditandai dengan penurunan limfosit T helper (sel CD4). Terjadinya
penurunan sel T helper CD4 menyebabkan inversi rasio normal sel T CD4/CD8 dan
disregulasi produksi antibodi sel B. Respon imun terhadap antigen mulai menurun,
dan host gagal merespon terhadap infeksi oportunistik maupun organisme komensal
yang seharusnya tidak berbahaya. Defek respon imun ini terutama terjadi pada sistem
imunitas selular sehingga infeksi cenderung bersifat nonbakterial.
Pencegahan penularan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan formula ABCDE,
dimana A adalahabsistensia, tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah, B
adalah be faithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungandengan
pasangannya saja, C adala condom, artinya jika memang cara A dan B tidak dipatuhi
maka harus digunakan alat pencegahan dengan menggunakan kondom. D adalah drug
no artinya dilarang menggunakan narkoba, E artinya Education artinya pemberian
Edukasi dan Informasi yang benar mengenai HIV, cara penularan , pencegahan dan
pengobatannya.
III.2 Saran
Makalah ini dapat dijadikan masukan atau sumber informasi, serta dasar
pengetahuan bagi Mahasiswa Keperawatan Tentang HIV-AIDS. Makalah ini jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun senantiasa kami
harapkan. Semoga makalah ini dapat berguna, bagi kami pada khususnya dan pihak
lain berkepentingan pada umumnya.
58
DAFTAR PUSTAKA

Afif, H. (2020). Manajemen HIV/AIDS: Terkini, Komprehensif, dan Multidisiplin.


AIRLANGGA UNIVERSITY PRESS.
Aminah, D. (2020). Studi Literatur : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hiv/Aids Dengan
Masalah Keperawatan Defisiensi Pengetahuan Tentang Infeksi Oportunistik.
Universitas Muhammadiyag Ponorogo, 7–48. http://eprints.umpo.ac.id/6122/
Fitrianingsih, F., Ersa, C. B., Indriyani, D., & Wirdayanti, W. (2022). Gambaran
Karakteristik Pasien Hiv Di Poli Rawat Jalan Rsud Raden Mattaher Jambi. Jurnal
Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi|JIITUJ|, 6(2), 164–172.
https://doi.org/10.22437/jiituj.v6i2.6131
Hidayanti, A. N. (2019). Manajemen HIV-AIDS.
Pardede, J. A., Hutajulu, J., & Pasaribu, P. E. (2020). Self Esteem With Hiv/Aids Patient
Depression. Media Keperawatan Politeknik Kesehatan Makassar, 11(01), 2087–2122.
https://doi.org/10.32382/jmk.v11i1.1538
Parmin, S., Safitri, S. W., & Erliza, I. (2023). Edukasi Pencegahan HIV/AID pada Remaja di
wilayah kerja puskesmas Prabumulih Timur. Jurnal Pengabdi Masyarakat, 2(1), 62–68.
Prawira, Y., Uwan, W. B., & Ilmiawan, M. I. (2020). Karakteristik penderita infeksi
HIV/AIDS di klinik voluntary counseling and testing Lazarus RS St. Antonius
Pontianak tahun 2017. Jurnal Cerebellum, 5(4A), 1519.
https://doi.org/10.26418/jc.v5i4a.43017
Rohmatullailah, D., & Fikriyah, D. (2021). Faktor Risiko Kejadian HIV Pada Kelompok Usia
Produktif di Indonesia. Jurnal Biostatistik, Kependudukan, Dan Informatika Kesehatan,
2(1), 45. https://doi.org/10.51181/bikfokes.v2i1.4652
Wahyuny, R., & Susanti, D. (2019). Gambaran pengetahuan mahasiswa tentang hiv/aids di
Universitas Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Maternal Dan Neonatal,
2(6), 341–349.
Widyaningrum, E. A., Dava, M., Idaris, N., & Astuti, L. W. (2023). Studi Terapi
Antiretroviral pada Pasien HIV / AIDS di RSUD dr . Iskak Kabupaten Tulungagung
Study of Antiretroviral Therapy in HIV / AIDS Patients at RSUD dr . Iskak Tulungagung
Regency. 8(2), 5–10.

59

Anda mungkin juga menyukai