Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS MEDIS ASITES


DI RUANGAN C.II RSPAL DR.RAMELAN SURABAYA

Disusun Oleh :

TITUS PERDANA PUTRA


2120036

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

SURABAYA
LEMBAR PENGESAHAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Titus Perdana Putra

Nim : 2120036

Prodi : D3 Keperawatan

Dengan ini menyelesaikan tugas individu Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Diagnosis Medis Asites di Ruang C.II RSPAL Dr. Ramelan Surabaya,
mata kuliah Keperawatan Dasar.

Surabaya, Januari 2023


Mahasiswa

Titus Perdana Putra


Nim 2120036

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Christina Y., S.Kep.,Ns.,M.Kep Teguh Dedy K., S.Kep.,Ns


NIP. 03017
BAB 1
KONSEP PENYAKIT ASITES
A. Definisi

Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum, asites dapat
disebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat
terjadi melalui mekanisme dasay yakni transdudasi dan eksudasi, asites ada hubungannya dengan
sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum
yang terjadi melalui mekanisme transudasi (Herdaman, 2014).
B. Etiologi
1. Menurut teori underfilling: hipertensi porta, hipoalbuminea yang mengakibatkan volume
cairan plasma menurun.
2. Menurut teori overfilling: peningkatan aktivitas hormone anti-diuretik (ADH) dan
menurunkan aktivitas hormon natrutik mengakibatkan ekspansi cairan plasma dan reabsorpsi
air di ginjal (Herdaman, 2014).
C. Patofisiologi
Penimbunan asites ditentukan oleh 2 faktor yang penting yakni faktor local dan sistemik:
1. Faktor lokal
Bertanggung jawab terhadap penimbunan cairan di rongga perut, faktor lokal yang
penting adalah cairan sinusoid hati dan system kapiler pembuluh darah usus.
2. Faktor sistemik
Bertanggung jawab terhadap perubahan-perbahan yang terjadi pada sistem
kardiovaskuler dan ginjal yang menimbun retensi air dan garam. Faktor utama sebagai
pencetus timbulnya retensi air dan garam oleh ginjal adalah vasoliditasi arteri perifer mula-
mula akan terjadi peningkatan tahanan sistem porta dan diikuti terbentuknya pitas porta
sistemik baik intra maupun ektra hati apabila struktur perubahan parenkim semakin berlanjut,
pembentukan pintas juga semakin berlanjut, vasolidatasi juga akan menjadi berat, sehingga
tidak hanya sirkulasi splankrik, tetapi ditempat lain misalnya: kulit otot dan paru. Vasodilitasi
arteri feriver akan menyebabkan ketahanan feriver menurun tubuh akan menafsirkan seolah-
olah menjadi penurun volume efektif darah arteri reaksi yang dilakukan untuk melawan
keadaan itu adalah meningkatkan tonos saraf simpatik adrenergic.
Hasil akhirnya adalah aktivitas terhadap 3 sistem vasokonstriksi yakni sistem renin-
angiostensin, aldesteron, arginine vasopressin dan saraf simpatik aktivitasi sistem arginine
vasopressin akan menyebabkan retensi air, sistem aldesteron akan menyebabkan penurunan
kecepatan filtrasi glomerulus dan meningkatkan reapsorpsi garam pada tubulus progsimal,
disamping itu sistem vaskuler juga akan terpengaruh oleh aktivitas ketiga vaso koantriktor
tersebut (Herdaman, 2014).
D. Manifestasi klinik
1. Perut membuncit seperti perut katak
2. Umbilicus eolah bergerak kearah kaudal mendekati simpisis os pubis
3. Pada perkusi, pekak samping meningkat dan terjadi shifting dullness
4. Nyeri perut
5. Peningkatan berat badan
6. Sesak nafas saat berbaring
7. Mual
8. Pembesaran hepar
E. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
1. Foto thorax dan abdomen
Tanda-tanda beberapa tanda asites nonspesifik seperti gambar abdomen buram,
penonjolan panggul, batas PSOAS kabur, ketajaman gambar intraabdomen berkurang.
Peningkatan kepadatan pada foto tegak, terpisahnya gambar lengkung usus halus, dan
terkumpulnya gas di usus halus.
2. USG
Real time sonografi adalah pemeriksaan cairan asites yang paling mudah dan spesifik.
Volume sebesar 5-10 ml dapat terlihat. Asites yang sederhana terlihat seperti gambar yang
homogeny, mudah berpindah anechoic di dalam rongga peritoneal yang akan menyebabkan
terjadinya peningkatan akustik. Cairan asites tidak menggeser organ, tetapi cairan akan
berada diantara organ-organ tersebut.
3. CT-SCAN
Asites terlihat jelas dengan pemeriksaan CT-scan. Sedikit cairan asites terdapat pada
ruang periheoatik kanan, ruang subhepatik posterior(kantung morison) dan kantung douglas.
4. Laparoskopi
Dilakukan jika terdapat asites maligna. Pemeriksaan ini penting untuk mendiagnosa
adanya mesothelioma maligna.
Parasentesis abdomen
Pemeriksaan yang paling cepat dan efektif untuk mendiagnosa penyebab asites.
F. Penatalaksanaan
1. Nutrisi
Membatasi pemasukan sodium (garam) makanan kurang dari 2 gram per hari. Konsultasi
dengan ahli nutrisi dalam rangka pembatasan garam harian dapat sangat bermanfaat untuk
pasien –pasien dengan asites
2. Diuretik
Pemberian diuretik dapat meningkatkan eksresi air dan garam dari ginjal. Regimen
diuretik yang direkomendasikan kombinasi dari spironolactone dan furosemide. Dosis
tunggal harian dari 100 mg spironolactone dan 40 mg furosemide adalah dosis awal yang
biasanya direkomendasikan.
3. Therapeutic paracentesis
Untuk pasien yang tidak merespon dengan baik pada regimen diatas therapeutic
paracentesis dapat dilakukan untuk mengeluarkan jumlah cairan yang banyak. Sekitar 4-5
liter dari cairan dapat dikeluarkan secara aman dengan prosdur ini setiap waktu.
4. Operatif
Untuk kasus yang lebih berat, prosedur operasi mungkin perlu untuk mengontrol asites.
Transjugular intrahepatic portacaval shunt metode ini dilakukan dengan cara memasang
paracarval shunt dari sisi kiri melalui radiologis dibawah anastesi lokal. Metodi ini sering
digunakan untuk asites yang berulang.
G. Komplikasi
Serangkaian komplikasi yang dapat terjadi pada penderita asites meliputi:
1. Spontaneous Bacterial Peritonitis(SBP), infeksi yang terjadi pada rongga perut secara spontan
akibat cairan dalam rongga perut tersebut.
2. Sindrom Hepatorenal, komplikasi yang umumnya terjadi pada penderita sirosis yang
mengakibatkan gagal ginjal.
3. Malnutrisi dan berat badan menurun
4. Kesulitan bernapas, akibat cairan yang menekan otot diafragma yang berperan dalam
pernapasan.
5. Kesadaran menurun atau ensefalopati hepatikum. Keadaan ini akibat fungsi hati yang
menurun dalam detoksifikasi racun, sehingga racun menumpuk pada otak.
H. Pencegahan
Asites dapat dicegah dengan cara menghindari faktor risiko penyakit yangmenjadi
penyebab asites.
I. Prognosis
Pada umumnya dikatakan terbentuknya asites merupakan pertanda prognosis yang tidak
baik. Kemungkinan hidup sampai satu tahun hanya kira-kira 50% dan sampai 5 tahun kira-kira
20%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah perubahan hemodinamika sistem porta,
sistem vascular sistemik dan fungsi ginjal, ketiga faktor ini lebih penting dari pada tes fungsi hati
konvensial yang biasa digunakan.
J. Penyimpangan KDM

Virus Alcohol

Kerusakan pada liver

Penurunan kemampuan Tahanan aliran ke vena


pembentukan albumin meningkat

Penurunan serum albumin Tekanan hidrostatik kapiler


meningkat
Penurunan tekanan osmotic
koloid

Bendungan inflamasi di Nyeri Penumpukan cairan


vena porta

asites
Menekan hepar Sirkulasi volume darah
keseluruh tubuh menurun

Penekanan diafragma Kelebihan volume cairan


Penurunan sirkulasi darah
ke ginjal
Penekanan ke ruang paru
Hipervolemia

Pola napas tidak efektif


BAB II
KONSEP ASUH KEPERAWATAN
PADA PENYAKIT ASITES

1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pada fase ini pasien akan mengeluarkan adanya penurunan berat badan, tidak nafsu
makan (anoreksia), nyeri pada kuadran kanan atas keluhan lain yang berhubungan dengan
adanya penyakit pada fase lanjut, pasien akan mengeluh bahwa mudah terjadi luka memar.,
rontok rambut, terutama di daerah ketiak dan pubis, juga pasien juga akan mengutarakan
bahwa menstruasinya tidak teratur (pada wanita dan impoten pada pria).
b. Riwayat kesehatan masa lalu
1) perlu ditanyakan apakah adanya atau pernah ada kebiasaan minumminum keras(alkohol).
2) Pernah menderita penyakit tertentu terutama hepatitis B, non A, non B, hepatitis D (pernah
menderita penyakit kuning) dan pernah penyakit jantung.
3) Apakah terjadi mendapat tranfusi darah
4) Bagaimana kebiasaan pola makan
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita sirosis hepatis harus di lakukan secara menyeluruh.
1) Keadaan pasien, bentuk tubuh
2) Pada sklera mata diperoleh sklera mata yang ikterus sampai dengan kehijauan, kadang-
kadang pada konjungtiva di peroleh kesan anemia.
3) Pada infeksi daerah dada di temukan adanya spider nevi atau adanya terlihat suatu usaha
dalam bernafas karena tekanan abdomen terhadap diafragma ditemukan bulu ketiak
yang rontok dan gynecomatik pada laki-laki.
4) Pemeriksaan abdomen
a. Infeksi : perut yang membesar karena asites, adanya bayangan vena, hernia umbilikus.
b. Perkusi : adanya asites sehingga terdengar pekak
c. Palpasi : nyeri pada kuadran kanan atas, hepar membesar dan padat teraba benjol-benjol
d. Lingkar perut : bertambah besar.
d. Test diangnostik
1) Untuk memastikan sirosis hepatis dilakukan biopsy
2) Dilakukan pemerikasaan laboratorium darah : hemoglobin, leukosit, trombosit menurun.
3) Liver fungsi test : serum albumin, cholinestrase menurun, sedangkan billirubin, globulin,
serum alkali propastase, SGOT, SGPT dan ureum meningkat, serta protrombin time
memanjang.
4) USG untuk mengetahui perbandingannya perubaha sel pernchy hati dan jaringan fibrotik.
5) CT scan dan radioisoton memberikan informasi tentang ukuran hati, perdarahan yang terjadi
dan obstruksi pada hepar.
6) Billirubin urine meningkat, sedangkan dalamfeces menurun.
2. Diagnosa keperawatan
a. Pola napas tidak efektif
1) Definisi: inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
2) Penyebab
a. Depresi pusat pernapasan
b. Hambatan upaya napas (misalnya: nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
c. Deformitas dinding dada
d. Deformitas tulang dada
e. Gangguan neuromuscular
f. Gangguan neurologis(misalnya: elektroensifalogram positif, cedera kepala, gangguan
kejang )
g. Imaturitas neurologis
h. Penurunan energy
i. Obesitas
j. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k. Sindrom hipoventilasi
l. Kerusakan intervasi diafragma
m. Cedera pada medulla spinalis
n. Efek agen farmakologis
3) Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif
i. Dispnea
b. Objektif
ii. Penggunaan otot bantu pernapasan
iii. Fase ekspirasi memanjang
iv. Pola napas abnormal(misalnya: takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
chyene-stokes)
4) Gejala dan tanda manor
a. Subjektif
i. Ortopnea
b. Objektif
i. Pernapasan pured-lip
ii. Pernapasan cuping hidung
iii. Diameter thoraks nterior-posterior meningkat
iv. Ventilasi sement menurun
v.Kapasitas vital menurun
vi. Tekanan insirasi menurun ekskursi dada berubah
5) Kondisi klinis terkait
a. Depresi sistem saraf pusat
b. Cedera kepala
c. Trauma thoraks
d. Gullian barre sindrom
e. Multiple sclerosis
f. Myasthenia gravis
g. Stroke
h. Kuadriplegia
i. Intoksikasi alcohol
b. Nyeri akut
1) Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan

aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga

berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan .

2) Penyebab

a. Agen pencedera fisiologis (mis., inflamasi, iskemia, neoplasma)

b. Agen pencedera kimiawi (mis., terbakar, bahan kimia iritan)

c. Agen pencedera fisik (mis., abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,

prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)


3) Gejala dan Tanda Mayor

a. Subjektif

Mengeluh nyeri

b. Objektif

i. Tampak meringis

ii. Bersikap protektif (mis., waspada, posisi menghindari nyeri)

iii. Gelisah

iv. Frekuensi nadi meningkat

v. Sulit tidur

4) Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif

Tidak tersedia

b) Objektif

i. Tekanan darah meningkat

ii. Pola napas berubah

iii. Nafsu makan berubah

iv. Proses berpikir terganggu

v. Menarik diri

vi. Berfokus pada diri sendiri

vii. Diaforesis

c. Hipervolemia
1) Definisi: peningkatan volume cairan intravaskuler, interstisial atau intraselular
2) Penyebab
a. Gangguan mekanisme regulasi
b. Kelebihan asupan cairan
c. Kelebihan asupan natrium
d. Gangguan aliran balik vena
e. Efek agen (misalnya: kortikosteroid, chiopropamide, tolbutamide, vincristine dan
tryptilinescrabamazepine)

a) Gejala dan tanda mayor


b) Subjektif
i. Ortopnea
ii. Dyspnea
iii. Paroxysmal nocturnal dyspnea
c) Objektif
i. Edema anasarka atau edema perifer
ii. Berat badan meningkat dalam waktu singkat
iii. Jugular venous pressure atau venous pressure meningkat
iv. Reflex hepatojugular positif
3) Gejala dan tanda minor
a. Subjektif
Tidak tersedia
b. Objektif
i. Distensi vena jugularis
ii. Terdengar suara napas tambhan
iii. Hepatomegaly
iv. Kadar Hb/ Ht turun
v. Oliguria
vi. Intake lebih banyak dari output
vii. Kongesti paru
4) Kondisi klinis terkait
a. Penyakit ginjal: gagal ginjal akut/kronis, sindrom nefrotik
b. Hipoalbuminemia
c. Gagal jantung kongestif
d. Kelainan hormone
e. Penyakit hati (misalnya: sirosis, asites, kanker hati)
f. Penyakit vena perifer (misalnya: varises vena, thrombus vena, plebitis)
g. Imobilitas
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosis Luaran Intervensi Rasional

keperawatan keperawatan

Pola napas Setelah Manajemen pernapasan 1) Mengevaluasi pola


tidak efektif dilakukan (Bulechek, Gloria M., dkk, napas yang tidak
tindakan 2013): efektif
keperawatan a. Kaji pola napas klien 2) Mengevaluasi
dalam waktu b. Observasi TTV respirasi klien
3x8 jam c. Auskultasi suara napas cepat/lambat
masalah pola dan jantung 3) Mengetahui suara
napas tidak d. Latih teknik napas dalam napas dan jantung
efektif e. Kolaborasi dengan tim 4) Mengurangi rasa
teratasi kesehatan lain dalan sesak

pemberian O2 5) Apabila jlien makin


sesak kita dapat
mengetahui tindakan
keperawatan lainnya

Nyeri akut Nyeri akut Manajemen nyeri (Bulechek, 1) untuk mengetahui lokasi,
menurun Gloria karakteristik, kualitas
M., dkk, 2013): nyeri, frekuensi dan

a.Observasi/Identifikasi/Monitor faktor pencetus

1) Identifikasi tingkat, lokasi, 2) untuk mengetahi keadaan

karakteristik,kualitas, umum pasien

frekwensi dan faktor


pencetus nyeri 1) untuk meningkatkan
2) Observasi isyarat nonverbal relasasi
ketidaknyamanan

b. Terapeutik

1) Berikan tindakan nyaman


misalnya ubah posisi yang 2) agar pasien mampu
membuat pasien merasa mengontrol nyeri
nyaman

2) Berikan informasi tentang


nyeri seperti penyebab nyeri 1) untuk memberikan
dan berapa lama akan pengetahuan kepada
berlangsung pasien dan keluarga
c. Edukasi pasien apabila nyeri
1) Ajarkan penggunaan tekhnik datang.
nonfarmakologi manajemen
nyeri (misalnya imajinasi
terbimbing, distraksi,
kompres hangat atau dingin Untuk mengurangi rasa nyeri
dan massase
d. Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik

Hipervolemia Setelah Manajemen cairan (Bulechek,


dilakukan Gloria 1) mengevaluasi intake
tindakan M., dkk, 2013): dan output sudah
keperawatan a. kaji intake dan output cairan berimbang
dalam waktu tiap hari 2) mengevaluasi ukuran
3x8 jam b. observasi lingkar perut tiap asites perut klien
masalah hari 3) natrium dapat
hipervelomia c. berikan diet yang rendah berubah menjadi
dapat teratasi garam cairan
d. jelaskan alasannya harus 4) biar klien tau alas an
diberi diet rendah garam dari diberikannya diet
kolaborasi dalam pemberian rendah garam
obat diuretic 5) mengurangi edema
dan asites
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., dkk.,Nursing Intervention Classification (NIC). Yogyakarta:


Mocomedia. 2013.
Herdaman, PhD, Rn. Nanda internasional diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC.
2014.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dn
Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1.
Mediacton Publishing: Jogjakarta, 2015.
PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI. 2016.
Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Interna Publishing : Jakarta. 2009. Diakses
pada tanggal 27 Oktober 2018.
Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Fakultas Kedokteran : Universitas
Sriwijaya. 2016. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2018.

Anda mungkin juga menyukai