Anda di halaman 1dari 27

KONSEP ASITES

A. KONSEP TEORI ASITES


1. DEFINISI ASITES
Aistes atau hidrop peritoneum adalah penumpukan cairan dalam rongga
peritoneum (Suharjo, 2014). Peritoneum adalah suatu membrane serosus
yang melapisi rongga abdomen yang terdiri atas lapisan tunggal mesotelium
dan membrane basemen yang tipis (Farid Aziz, 2010). Menurut Price (2005)
asites adalah akumulasi cairan dalam rongga peritoneal yang disebabkan
karena perbedaan tekanan hidrostatik. Sedangkan menurut Smeltzer (2008)
asites adalah akumulasi cairan (biasanya cairan serosa yang merupakan
cairan berwarna kuning pucat dan jelas dalam rongga (peritoneal) perut.
Cairan ascites dapat mempunyai banyak sumber-sumber seperti penyakit hati, kanker-
kanker, gagal jantung , atau gagal ginjal. (Randi, 2009).
Terdapat 3 teori mengenai terbentuknya asites;
1. Teori pengisian; mengatakan bahwa penyebab utama ketidaknormalan jumlah cairan
antara jaringan vaskuler adalah HT portal dan penurunan sirkulasi aliran darah. Hal ini
mengaktifkan renin plasma, aldosteron, dan saraf simpatis sehingga menyebabkan retensi
natrium dan air.
2. Teori overflow; mengatakan bahwa penyebab utama ketidaknormalan adalah retensi
natrium dan air di ginjal akibat kurangnya volume darah. Teori ini terbentuk berdasarkan
observasi pada pasien sirosis yang terdapat hipervolemia intervaskuler.
3. Teori yang terakhir hipotesa mengenai vasodilatasi arteri perifer mencakup ke dua teori
diatas. Teori ini mengatakan bahwa hipertensi portal mengakibatkan vasodilatasi yang akan
menyebabkan penurunan voleme darah arteri. Berdasarkan perjalanan penyakit akan terjadi
peningkatan neurohumoral yang akan mengakibatkan retensi natrium dan cairan plasma
keluar.
2. ETIOLOGI ASITES
Menurut Grace (2007) dalam bukunya At a Glance Ilmu Bedah, asites merupakan
cairan yang berakumulasi dalam rongga peritoneal disebabkan 6 hal, yaitu:
1) Peritonitis kronis (misalnyatuberkulosis, apendisitis yang tidak terdiagnosis)
2) Karsinomatosis (tumor ganas, khususnya ovarium, lambung)
3) Penyakit hati kronis (sirosis, deposit sekunder, obstruksi vena porta atau hepatik,
infeksi parasit)
4) Gagal jantung kongestif (gagal jantung kanan, RVF)
5) Gagal ginjal kronis (nefrotil sindrom)
6) Kilus (obstruksi duktus limfatikus)
3. TANDA DAN GEJALA ASITES
– Perut membuncit
– Penambahan berat badan
– Kesulitan bernafas karena perut yang tegang oleh cairan
– Pada kasus malignasi terjadi penurunan berat badan
– Pada pemeriksaan fisik terdapat cairan yang ditandai penonjolan
pada panggul
– Jaundice (kuning) pada pasien hepatitis
– Peningkatan tekanan vena porta
– Mudah lelah
– Hernia umbilical
– Hasil pemeriksaan USG terdapat peningkatan akumulasi cairan di
rongga peritoneal.
– (Rongga peritoneum berisi + 100ml cairan yang berfungsi untuk
lubrikasi / pelicin dari membran peritoneum. Pada orang dewasa
normal, rongga peritoneum dapan mentoleransi cairan > 2 liter
tanpa menimbulkan gangguan) (Hawkey, 2012).
4. KLASIFIKASI ASITES
Menurut Khan (2002), asites digolongkan menjadi dua grade yaitu grade
tinggi dan grade rendah, tergantung pada Serum Asites Albumin Gradien
(SAAG.)
– Asites grade tinggi ditandai dengan peningkatan tekanan vena porta,
sirosis hepatis, nefrotik sindrom, hipoalbuminemia.
– Asites grade rendah ditandai dengan penyakit gagal jantung,
keganasan peritoneum, perforasi kandung kemih, pankreatitis.
Berdasarkan tingkatanya
Grading of acites (Fullwood & Purushotman, 2014)

Grade  

1 Sedang, hanya tampak pada pemeriksaan USG

2 Dapat terdeteksi dengan pemeriksaan puddle sign dan shifting dullness

3 Tampak dari pemeriksaan inspeksi, dapat dikonfirmasikan dengan tes undulasi


Secara klinis dikelompokkan menjadi eksudat dan transudate
a. Asites Eksudat
Biasanya terjadi pada proses peradangan (biasanya infeksi misalnya
pada tuberculosis) dan proses keganasan. Eksudat merupakan cairan
tinggi protein, PH rendah <7,3 , rendah kadar gula disertai
peningkatan sel darah putih
Beberapa penyebab dari asites eksudat :
1) keganasan (primer maupun metastase)
2) infeksi (tuberculosis maupun peritonitis bacterial spontan)
3) pankreatitis
4) serositis
5) sindrom nefrotik
b. Asites transudat
Asites ini terjadi pada sirosis akibat hipertensi porta ginjal.
Transudate merupakan cairan dengan kadar protein rendah <30
g/L , PH tinggi, kadar gula darah normal dan sel darah putih
kurang dari 1 sel per 1000 mm3
Beberapa penyebab dari asites transudate ini :
1) sirosis hepatis
2) gagal jantung
3) penyakit vena oklusif
4) pericarditis kontruktif
5) kwasiokor
5. PANTOFISIOLOGI ASITES
Adanya akumulasi cairan asites menunjukkan kondisi total natrium dan air
di tubuh berlebih, tetapi faktor dan penyebab yang mendasari ketidak
seimbangan ini belum diketahui. Meskipun banyak proses patogenesis yang
telah menunjukkan terjadinya asites pada abdomen, tetapi sekitar 75% kasus
disebabkan hipertensi portal pada sirosis hpatis dengan fase infektif,
inflamasi dan infiltratif.
Terdapat 3 teori tentang terbentuknya asites ini, seperti : underfilling,
overflow dan vasodilatasi arteri perifer.
1. Teori underfiling, menunjukkan bahwa abnormalitas primer berkaitan
dengan sequestrasi cairan pada pembuluh splangnic, yang memicu
hipertensi portal dan konsekuensinya, menurunkan efektifitas volume
darah yang bersirkulasi. Kondisi ini mengaktifasi renin plasma,
aldosteron, nervus simpatis yang memicu retensi natrium dan air di
ginjal.
2. Teori Overflow, pada terodi ini abdnormalitas primer disebabkan
gangguan retensi ginjal terhadap natrium dan air akibat tidak adanya
deplesi volume. Teori ini berkembang berdasarkan observvasi pasien
sirosis yang terjadi hipervolumia intravaskuler tibanding hipovolumia.
Teori yang sekarang digunakan adalah adanya hipotesa vasodilatasi arteri
perifer. Adanya hipertensi portal memicu vasodilatasi yang menyebabkan
penurunan efektifitas volume darah arteri. Eksitasi neurohormonal
meningkat, retensi natrium ginjal meningkat dan volume plasma terekspansi.
Kondisi ini akan memicu overflow cairan ke cavum peritoneal abdomen.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang paling mendasar pada pasien asites adalah pengukuran
serta pencatatan asupan dan haluaran cairan, pengukuran lingkar perut dan
berat badan setiap hari, pantau kadar ammonia dan elektrolit dalam serum
serta pantau nilai albumin dalam darah. Tes ini dapat menemukan cairan
dalam rongga peritoneal, hal tersebut juga membantu menentukan penyebab
dari asites : misalnya temuan sel-sel ganas dapat menunjukkan tumor (Black
dan Hawks, 2005)
a. Ultrasonografi
1. Volume cairan asites kurang dari 5-10mL daoat terdeteksi.
2. Dapat membedakan penyebab asites oleh karena infeksi, inflamasi atau keganasaan.
b. Foto thorax dan abdomen
1. Kenaikan diafragma dengan atau tanpa efusi pleura simphatetik (hepatic
hydrothorax) terlihat pada asites masif. Jika terdapat lebih dari 500 ml cairan asites
harus dilakukan pemeriksaan BNO.
2. Tanda-tanda beberapa tanda asites nonspesifik seperti gambar abdomen buram,
penonjolan panggul, batas PSOAS kabur, ketajaman gambar intraabdomen berkurang.
Peningkatan kepadatan pada foto tegak, terpisahnya gambar lengkung usus halus, dan
terkumpulnya gas di usus halus.
3. Tanda-tanda berikut lebih spesifik dan dapat dipercaya. Pada 80% pasien asites, tepi
lateral hati diganti oleh dinding thorax abdomen (Hellmer sign).
c. USG
1. Real-time sonografi adalah pemeriksaan cairan asites yang paling mudah
dan spesifik. Volume sebesar 5-10 ml dapat dapat terlihat. Asites yang
sederhana terlihat sepertigambar yang homogen, mudah berpindah,
anechoic di dalam rongga peritoneal yang akan menyebabkan terjadinya
peningkatan akustik.
2. Gambar sonographic tertentu menunjukan adanya asites yang terinfeksi,
inflamasi, atau adanya keganasan.
3. Pada asites maligna lengkung usus tidak dapat mengapung secara bebas,
tetapi tertambat pada dinding posterior abdomen, melekat pada hati atau
oargan lainnya atau lengkung usus tersebut dikelilingi oleh cairan yang
terlokalisir.
4. Kebanyakan pasien (95%) dengan keganasan peritonotis mempunyai
ketebalan dinding empedu kurang dari 3mm
d. CT-Scan
1. Asites terlihat jelas dengan pemeriksaan CT-Scan. Sedikit cairan asites
terdapat pada ruang periheoatik kanan, ruang subhepatik posterior
(kantung morison), dan kantung douglas.
2. Pada pasien dengan asites maligna kumpulan cairan terdapat pada ruang
yang lebih besar dan lebih kecil, sementara pada pasien dengan asites
benign cairan terutama terdapat pada ruang yang lebih besar dan tidak
pada bursa omental yang lebih kecil.
e. Pemeriksaan Lain
1. Laparoskopi dilakukan jika terdapat asites maligna.
Pemeriksaan ini penting untuk mendiagnosa adanya mesothelioma maligna.
2. Parasentesis abdomen
Parasentesis abdomen adalah pemeriksaan yang paling cepat dan efektif
untuk mendiagnosa penyebab asites.
7. PENATALAKSANAAN SECARA UMUM
Menurut Niederhurber (2014) penatalaksanaan asites dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
–Pemberian deuretik
–Kateter drainase
–Peritoneovenous shunting
–Terapi intraperitoneal
–Imunoterapi
–Radioisotop
–Diet pembatasan natrium
 Pengobatan
Pembatasan pemberian Na (20-30 mEq/hr) dan diuretik merupakan terapi
standar untuk asites dan efektif pada 95% pasien.
a. Pembatasan cairan dilakukan jika terdapat hiponatremi.
b. Parasentesis terapetik harus dipersiapkan pada pasien yang menunjukkan
adanya asites masif.
c. TIPS adalah metode radiologis yang dapat menurunkan tekanan portal dan
merupakan tindakan yang paling efektif pada pasien asites yang resisten
terhadappemberian diuretik. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan
jarum panjang dari V.Jugularis kanan ke V.Hepatik. ini merupakan terapi
standar pada pasien asites berulang.
 Pembedahan
Peritoneovenous shunt merupakan tindakan alternatif pada pasien asites
yang resisten terhadap pemberian obat-obatan.
 Konsultasi
Konsultasi dengan spesialis gastrointestinal dan atau hepatolog diperlukan
untuk pasien dengan asites, terutama pada asites yang resisten terhadap
pengobatan
 Diet
Pembatasn Na 500 mg/hr (22 mmol/hr) dapat dilakukan dengan mudah jika
pasien di rawat di RS. , akan tetapi sulit dilakukan pada pasien rawat jalan,
oleh karena itu pembatasan cairan Na sebesar 2000 mg/hr (88 mmol/hr).
Pembatasan cairan tidak diperlukan kecuali jika kadar Na dibawah 120
mmol/l.
 Perawatan Lebih Lanjut Pasien Rawat Inap
a. Pantau keadaan asites jika pemakaian Na < 10 mmol/hr.
b. Pengukuran Na urin 24 jam berguna pada pasien dengan asites yang berhubungan
dengan HT portal sehingga dinilai kadar Na, respon terhadap diuretik , dan menilai
kepatuhan diet.
c. Untuk pasien asites derajat 3 dan 4 parasentesis terapi dilakukan secara intermiten.
 Perwatan Lebih Lanjut Pasien Rawat Jalan
a. Metode untuk menilai keberhasilan terapi diuretik dilakukan dengan cara
memantau berat badan dan kadar Na urin.
b. Secara umum pemberian diuretik harus dapat mengurangi 300-500 g/hr pada
pasien tanpa udem dan 800-1000 g/hr pada pasien dengan udem.
c. Apabila asites mulai menghilang pemberian diuretik harus di atur untuk menjaga
pasien bebas asites.
 Obat-Obatan Pada Pasien Rawat Inap/Jalan
Diuretik mulai diberikan pada pasien yang tidak memberikan respon
terhadap Na. Agen pertama dimulai dengan pemberian spironolakton100
mg/hr. Penambahan loop diuretik diperluka pada beberapa kasus dimana
terjadi peningkatan natriuretik. Jika respon tidak terlihat selama 4-5 hr dosis
dinaikkan sampai 400 mg/hr di tambah furosemid 160 mg/hr.
7. Tehnik pemeriksaan asites
Asites atau cairan berlebih dalam tubuh pada tempat yang tidak semestinya
bisa ada dimana saja, termasuk abdomen. Untuk pemeriksaan cairan di
abdomen, dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu Shifting Dullness, knee chest
position, teknik gelombang cairan, dan pudle sign.
Untuk pemeriksaan ascites abdomen prosedur tambahannya:
1. Melakukan perkusi dengan Tes suara redup berpindah: Setelah menandai
batas suara timpani dan redup, minta penderita miring ke salah satu sisi
tubuh dilakukan perkusi lagi (Pada ascites batasnya tidak berubah).
2. Melakukan palpasi dengan Tes Undulasi: Minta asisten menekan kedua
tangan pada midline abdomennya (kanan kiri). Ketuklah satu sisi abdomen
dengan jari dan rasakan pada sisi yang lain dengan tangan yang lain, adanya
getaran yang diteruskan cairan asites.

Anda mungkin juga menyukai