Anda di halaman 1dari 13

Nama : Mutammima Rizqiyani

NPM : 1102014173
LI.3.1. Definisi Edema

Pada kasus kelebihan cairan, jumlah cairan dan natrium yang berlebih dalam
kompartemen ekstraseluler meningkatkan tekanan osmotic. Akibatnya, cairan keluar dari
sel sehingga menyebabkan penumpukan cairan dalam ruang interstitial yang disebut
dengan edema. (Buku Klien Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit)
Edema adalah suatu keadaan dimana terjadi akumulasi air di jaringan interstitium secara
berlebihan akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas penyerapan pembuluh
limfe. (Buku Gangguan Keseimbangan Air, FKUI)
Edema adalah adanya cairan dalam jumlah berlebih diruang jaringan antar sel tubuh,
biasanya merujuk ke jaringan subkutis. Edema dapat bersifat lokal (obstruksi vena atau
peningkatan permeabilitas vascular) atau bersifat sistemis (gagal jantung atau ginjal).
(Kamus Dorland)
Edema adalah pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstitium. (Buku
Fisiologi Manusia, Sherwood)
Edema adalah keadaan bertambahnya jumlah cairan didalam ruang-ruang jaringan
interstitial atau rongga tubuh (misalnya hidrotoraks, hidroperikardium, hidroperitoneum
yang disebut juga dengan asites). (Buku Dasar Patologis Penyakit, Robbins)

LI.2.4. Pengaruh Konsentrasi Albumin (Kadar Normal)


Kadar normal albumin adalah 3,5-5,5 g/dl
Albumin adalah protein plasma kecil yang dihasilkan oleh hepar yang bekerja secara osmotic
untuk membantu menahan volume intravascular di dalam ruang vascular. Penurunan albumin
serum (hipoalbuminemia) dapat menimbulkan terjadinya edema karena gerakan air keluar
dari ruang vascular dan masuk ke ruang interstitial. Edema terlihat pada malnutrisi protein
yang terjadi karena penurunan produksi albumin. Factor-faktor yang dapat menurunkan
albumin serum :

Penurunan masukan protein : malnutrisi protein


Penurunan sintesis hepatic : sirosis
Kehilangan urine abnormal : sindrom nefrotik
(Buku Keseimbangan Cairan, Elektrolit & Asam Basa)

LI.3.1. Definisi Asites

Asites adalah akumulasi cairan di dalam rongga peritoneum. Kata asites berasal dari bahasa
yunani askites dan askos yang berarti kantong atau perut. Asites adalah salah satu komplikasi
penting pada pasien sirosis hati
LI.3.3. Etiologi Edema
Penyebab dari edema sangat bervariasi dan yang tersering adalah sirosis hati. Hampir sekitar
80% kejadian edema disebabkan oleh sirosis hati. Penyebab lainnya adalah gagal jantung
kongestif dan gagal ginjal kronik, yang mengakibatkan retensi air dan garam. Pada beberapa
kasus, terjadi peningkatan tahanan vena porta akibat sumbatan pada pembuluh porta. Hal
tersebut mengakibatkan peningkatan tahanan porta tanpa sirosis, misalnya pada kasus adanya
tumor di dalam perut yang menekan vena porta; atau adanya sumbatan karena gumpalan darah
seperti pada kasus Budd Chiari syndrome. Asites juga dapat dijumpai pada kasus keganasan.
Asites pada penyakit pankreas biasanya muncul pada pankreatitis lama. Pada anak-anak
penyebab tersering dari edema adalah penyakit hati, ginjal dan jantung11
LI.3.4. Patofisiologi Edema
Akumulasi cairan edema dalam rongga peritoneum menggambarkan ketidakseimbangan
pengeluaran air dan garam. Saat ini penyebabnya belum diketahui dengan pasti, namun ada
beberapa teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme terbentuknya edema,
yaitu: 6,7

Hipotesis underfilling

Berdasarkan hipotesis ini, edema terbentuk karena sekuestrasi cairan yang tidak memadai
pada pembuluh darah splanknik akibat peningkatan tekanan portal dan penurunan Effective
Arterial Blood Volume (EABV). Hal tersebut mengakibatkan aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron dan sistem persarafan simpatis sehingga terjadi retensi air dan garam.

Hipotesis Overflow

Berdasarkan hipotesis ini, edema terbentuk karena ketidakmampuan ginjal dalam mengatasi
retensi garam dan air, yang berakibat tidak adanya penurunan volume. Dasar teori ini adalah
kondisi hipervolemia intravaskular yang umum dijumpai pada pasien dengan sirosis hati.

Hipotesis vasodilatasi arteri perifer

Hipotesis ini adalah hipotesis terbaru yang merupakan gabungan dari kedua hipotesis
sebelumnya. Hipertensi portal menyebabkan vasodilatasi arteri perifer, dan berakibat penurunan
EABV. Sesuai dengan perjalanan alami penyakit, terdapat peningkatan eksitasi neurohumoral,
dan peningkatan retensi natrium oleh ginjal sehingga volume plasma meningkat. Urutan kejadian
antara hipertensi portal dan retensi natrium ginjal belum jelas. Hipertensi portal juga
menyebabkan peningkatan kadar nitrat oksida Nitrat oksida merupakan mediator kimia yang

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan perifer. Kadar NO pada arteri hepatika
pasien asites lebih besar daripada pasien tanpa edema.
Peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin, dan hipoalbuminemia juga berkontribusi dalam
pembentukan edema. Hipoalbuminemia mengakibatkan penurunan tekanan onkotik plasma
sehingga terjadi ekstravasasi cairan plasma ke rongga peritoneum. Dengan demikian, edema
jarang terjadi pada pasien sirosis tanpa hipertensi portal dan hipoalbuminemia.7,8,9,10
LI.3.6. Diagnosis Edema
Tahap awal untuk menegakkan diagnosis edema pada anak adalah dengan melakukan
anamnesis mengenai perjalanan penyakit. Saat melakukan anamnesis sebaiknya dokter mencari
tahu faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan pada hati, seperti: riwayat kolestasis
neonatal, jaundice, hepatitis kronik, riwayat transfusi atau suntikan, atau riwayat keluarga dengan
penyakit hati. Selain itu, biasanya perlu ditanyakanapakah terjadi peningkatan berat badan yang
berlebihan.7
Tahap selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pada awal
pemeriksaan fisik, perlu dibedakan apakah pembesaran perut yang terjadi karena asites, atau
penyebab lain seperti: kegemukan, obstruksi usus, atau adanya massa di abdomen. Flank
dullness yang biasanya terdapat pada 90% pasien dengan asites merupakan tes yang paling
sensitif, sedangkan shifting dullness lebih spesifik tetapi kurang sensitif.
Tes lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui asites pada anak adalah melalui
pemeriksaan puddle sign.1 Puddle sign ini bisa digunakan untuk mengetahui asites pada jumlah
yang masih sedikit (+120 ml). Untuk melakukan pemeriksaan ini posisi pasien harus bertumpu
pada siku dan lutut selama pemeriksan.
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan seksama dapat memberi arahan mengenai
penyebab asites. Tanda-tanda dari penyakit hati kronis adalah eritema palmaris, spider naevi,
jaundice. Splenomegali dan pembesaran venakolateral merupakan indikasi telah terjadi
peningkatan tahanan vena porta. Asites yang disebabkan oleh gagal jantung kronis, memberikan
tambahan temuan pemeriksaan fisik berupa peningkatan tahanan vena jugularis. Pembesaran
KGB m mengacu pada limfoma atau TBC.
Pemeriksaan Penunjang
Setelah anamnesis dan pemeriksan fisik penegakan diagnosis dapat dibantu oleh pemeriksaan
penunjang, berupa pemeriksaan radiologi, dan laboratorium. Pemeriksaan radiologi yang
dapatdilakukan meliputi pemeriksaan rontgen toraks dan abdomen, USG, CT-Scan dan MRI
abdomen.1
Rontgen toraks dan abdomen Asites masif mengakibatkan elevasi difragma dengan atau
tanpa adanya efusi pleura. Pada foto polos abdomen asites ditandai dengan adanya kesuraman

yang merata, batas organ jaringan lunak yang tidak jelas, seperti: otot psoas, liver dan limpa.
Udara usus juga terlihat mengumpul di tengah (menjauhi garis lemak preperitoneal), dan bulging
flanks.13
USG adalah cara paling mudah dan sangat sensitif, karena dapat mendeteksi asites
walaupun dalam jumlah yang masih sedikit (kira kira 5-10ml). Apabila jumlah asites sangat
sedikit, maka umumnya akan terkumpul di Morison Pouch, dan di sekitar hati tampak seperti pita
yang sonolusen. Asites yang banyak akan menimbulkan gambaran usus halus seperti lollipop.
Pemeriksaan USG juga dapat menemukan gambaran infeksi, keganasan dan/atau
peradangan sebagai penyebab asites. Asites yang tidak mengalami komplikasi gambaran USG
umumnya anekoik homogen, dan usus tampak bergerak bebas. 9 Asites yang disertai keganasan
atau infeksi akan memperlihatkan gambaran ekostruktur cairan heterogen, dan tampak debris
internal. Usus akan terlihat menempel sepanjang dinding perut belakang; pada hati atau organ
lain; atau dikelilingi cairan..
Namun demikian, USG memiliki keterbatasan untuk mendeteksi asites pada pasien
obesitas, dan asites yang terlokalisir karena gelombang ultrasound dapat terhalang oleh jaringan
lemak dan gas di dalam lumen. 1
CT Scan memberikan gambaran yang jelas untuk asites. Asites dalam jumlah yang sedikit
akan tampak terlokalisasir pada area perhepatik kanan, subhepatik bawah, dan pada kavum
douglas.9 Densitas dari gambaran CT Scan dapat memberi arahan tentang penyebab dari asites.13
MRI adalah pemeriksaan yang sangat baik digunakan dalam mendeteksi cairan di rongga
peritoneum. Pada anakanak pemeriksaan MRI ini lebih disukai karena waktu pemeriksaan yang
lebih singkat.1
(http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1251/1227)
Daftar Pustaka
1. Matthew JG, Karen FM, Richard BC. Pathophysiology, diagnosis and management
of pediatric ascites. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2011;52(5):503-13. 2. Gins P,
Quintero E, Arroyo V, Ters J, Bruguera M, Rimola A, et al. Compensated cirrhosis:
natural history and prognostic factors. Hepatology. 1987;7:122-28. 3. DAmico,
Morabito A, Pagliaro L, Marubini E. Survival and prognostic indicators in
compensated and decompensated cirrhosis. Dig Dis Sci. 1986;31:468-75. 4. Erwin B.
Diagnostic and therapy of ascites in liver cirrhosis. World J Gastroenterol.
2011;17(10):1237-48. 5. Nina D, Frederic O, Paul C. Current management of the
complications of portal hypertension: variceal bleeding and ascites. CMAJ.
2006;174(10):1433-43. 6. Rimola A, Gracia-Tsao G, Navasa M, Piddock LJ, Planas
R, Bernard B, et al. Diagnosis, treatment and prophylaxis of spontaneous bacterial
peritonitis: a consensus document. International Ascites Club. J Hepatol.
2000;32:142-53. 7. Surender KY, Vikrant K. Ascites in childhood liver disease.

Indian J Pediatr. 2006;73(9):819-24. 8. Mahmoud S, Miguel S, John MP.


Pathophysiology and management of pediatric ascites. Curr Gastroenterol Rep.
2003;5:240- 46. 9. Rahil S. Ascites. Emedicine; 2012 Jan 4 [cited 2013 Feb 25].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/170907- overview#a0104 10.
Moore KP, Aithal GP. Guidelines on the management of ascites in cirrhosis. Gut.
2006;25wppI6vi1-vi12. 11. Jeffrey SH. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC; 1996.
12. Siqueira F, Kelly T, Saab S. Refractory ascites: pathogenesis, clinical impact, and
management. Gastroenterology and Hepatology. 2009;5(9):647-56. 13. Jones J,
Radswiki. Ascites. Radiopaedia.org; 2010 [cited 2013 Feb 25]. Available from:
http://radiopaedia.org/articles/ascites 14. Runyon BA. Paracentesis and ascitic fluid
analysis. In: Yamada T, Alpers D, Owyang C, Powell D, Silverstein F, editors.
Textbook of gastroenterology. New York: J.B.Lippincott; 1991. p. 2455- 65.

LI.1.1. Definisi Kapiler Darah

Kapiler adalah pembuluh darah paling halus yang berdinding tipis dan berpori, tempat
terjadinya pertukaran antara darah dan jaringan sekitar melalui dindingnya. (Buku
Fisiologi Manusia, Sherwood)
Kapiler adalah setiap pembuluh halus yang menghubungkan arteriol dan venula.
Dindingnya berlaku sebagai membrane semipermiable untuk pertukaran berbagai
substansi antar darah dan cairan di jaringan. (Kamus Dorland)
Kapiler darah adalah pembuluh darah yang halus dan berukuran kecil yang berhubungan
langsung dengan sel-sel jaringan tubuh. Kapiler merupakan saluran mikroskopik untuk
pertukaran nutrient dan zat sisa diantara darah dan jaringan. Dindingnya bersifat
semipermiable untuk pertukaran berbagai substansi. (Fisiologi Ganong)
Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka pembulub darah utama.
Kapiler adalah tabung berdinding tipis, berdiameter sekitar 6-8 mikro, dibentuk oleh
lapisan kontinu sel endotel yang terletak pada membrane basal. (Buku Fisiologi &
Anatomi Modern Untuk Perawat)

LI.1.5. Fungsi dan Struktur Kapiler


Tabel struktur fungsi pembuluh darah
Struktur

Arteri

Dinding (struktur luar) dari


arteri mengandung serat otot
polos, berkontraksi dan
refleks di bawah instruksi
dari sistem saraf simpatik.

Fungsi

Pengangkutan darah dari


jantung

Transportasi
oksigen
darah saja (kecuali dalam
kasus arteri paru-paru).

Arteriola

Arteriol adalah cabang kecil

arteri yang mengarah ke


kapiler. Ini juga di bawah
kendali sistem saraf simpatik,
dan dapat menyempit dan
melebar, untuk mengatur
aliran darah.

Kapiler

Kapiler yang (sangat sempit)


pembuluh darah kecil,
diameter sekitar 5-20
mikrometer
(satu mikro meter = 0.000001
meter).Ada jaringan kapiler
di sebagian besar organ dan
jaringan tubuh. Kapiler ini
diberikan dengan darah oleh
arteriol dan terkuras oleh
venula. Dinding kapiler
hanya tebal satu sel, yang
memungkinkan pertukaran
materi antara isi kapiler dan
jaringan sekitarnya.

Venula

Vena

Venula adalah pembuluh


kecil yang mengalirkan darah
dari kapiler dan masuk ke
pembuluh darah. Banyak
venula bersatu untuk
membentuk vena.
Dinding (struktur luar) dari
pembuluh darah terdiri dari
tiga lapisan jaringan yang
lebih tipis dan kurang elastis
dibandingkan dengan lapisan
arteri yang sesuai.
Vena termasuk katup yang
membantu kembalinya darah

Pengangkutan darah dari


arteri ke kapiler
Arteriol adalah regulator
utama aliran darah dan
tekanan.

Berfungsi untuk memasok


jaringan tubuh dengan
komponen darah, dan (dibawa
oleh darah), dan juga untuk
membuang sampah dari sel-sel
di sekitarnya hanya
menggerakan darah ke seluruh
tubuh (dalam kasus pembuluh
darah lainnya)
Pertukaran oksigen, karbon
dioksida, air, garam, dan lainlain, antara darah dan jaringan
tubuh di sekitarnya.

Mengalirkan darah dari kapiler


ke dalam pembuluh darah,
untuk kembali ke jantung.

Pengangkutan Darah ke
jantung.
Pengangkutan darah
terdeoksigenasi saja (kecuali
dalam kasus vena paru).

ke jantung dengan mencegah


darah mengalir dalam arah
sebaliknya.

LI.1.2. Jenis-Jenis Kapiler

Peran kapiler adalah untuk menghubungkan arteriol dan venula.


Arteriol adalah pembuluh darah kecil yang bercabang keluar dari arteri, sedangkan
venula cabang keluar dari pembuluh darah.
Arteri adalah pembuluh yang membawa darah bersih, nutrisi- dan kaya oksigen dari
jantung ke bagian tubuh lainnya.
Vena membawa kembali darah ke jantung setelah nutrisi telah diserap oleh berbagai sel
dan jaringan tubuh

(Artikel Sistem Sirkulasi. http://www.sridianti.com/berbagai-macam-jenis-kapiler.html)


LI.3.2. Jenis-Jenis Edema
Edema Pitting mengacu pada perpindahan (menyingkirnya) air interstisial oleh tekanan
jari pada kulit, yang meninggalkan cekungan. Setelah tekanan dilepas, memerlukan
beberapa menit bagi cekungan ini untuk kembali pada keadaan semula. Edema pitting
sering terlihat pada sisi dependen, seperti sarkum pada individu yang tirah baring. Begitu
juga tekanan hidrostatik gravitasi meningkatkan akumulasi cairan di tungkai dan kaki
pada individu yang berdiri.
Edema Non-Pitting terlihat pada area lipatan kulit yang longgar seperti ruang periorbital
pada wajah. Edema non-pitting dapat terjadi setelah thrombosis vena, khususnya vena

superficial. Edema persisten menimbulkan perubahan trofik pada kulit. Perubahan ini
dapat berlanjut sampai dermatitis statis dan ulkus yang sembuhnya sangat lambat
Edema lokalisata (edema lokal) hanya terbatas pada organ/pembuluh darah tertentu.
Terdiri dari :
- Ekstremitas (unilateral), pada vena atau pembuluh darah limfe
- Ekstremitas (bilateral), biasanya terjadi pada ekstremitas bawah
- Muka (facial edema)
- Asites (cairan di rongga peritoneal)
- Hidrotoraks (cairan di rongga pleura)
Edema generalisata (edema umum) pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh atau
sebagian besar tubuh pasien. Biasanya pada :
- Gagal jantung
- Sirosis hepatitis
- Gangguan ekskresi
Edema organ adalah suatu pembengkakan yang terjadi di dalam organ, misalnya, hati,
jantung, ataupun ginjal. Edema akan terjadi di organ-organ tertentu sebagai bagian dari
peradangan, seperti dalam faringitis, tendonitis atau pancreatitis, sebagai contoh.
(Buku Patofiologi Untuk Keperawatan)

LI.3.6. Diagnosis Edema

Pada edema tungkai bilateral, diagnosis ditegakkan dengan menentukan ada tidaknya
peningkatan tekanan vena dan ada tidaknya tanda penyakit hati, imobilitas berat, atau
malnutrisi.
Gagal jantung : edema tungkai terjaid dari gagal jantung kanan dan selalu disertai
peningkatan tekanan vena jugularis (JVP). Sering ditemukan hepatomegali sebagai tanda
kelainan jantung yang mendasarinya. Jika edema nampak sedikit di tungkai, dan berat di
abdomen, harus dipertimbangkan adanya kontriksi pericardial
Gagal hati : edema tungkai disebabkan oleh rendahnya kadar albumin serum (biasanya <
20 g/dL). Bisa ditemukan tanda penyakit hati kronis, seperti spider nevi, leukonikia (liver
nail), ginekomastia, dilatasi vena abdomen yang menunjukan adanya hipertensi portal,
dan memar (kerusakan fungsi sintesis hati). JVP tidak meningkat. Pada penyakit hati
kronis berat (misalnya sirosis), pemeriksaan enzim hati mungkin hanya sedikit terganggu,
walaupun rasio normalitas internasional (INR) sering memanjang (>20 dtk). Pada gagal
hati akut, pasien biasanya sakit berat, terdapat gejala gangguan otak yang menonjol dan
tes fungsi hati biasanya abnormal.
Gagal ginjal : edema disebabkan oleh rendahnya kadar albumin serum (sindrom nefrotik,
dimana urin berbusa dan mengandung 3-4+ protein pada tes dipstick) atau
ketidakmampuan mengekskresikan cairan (sindrom nefritik, berhubungan dengan
hipertensi dan rendahnya output urin). Tes yang perlu dilakukan untuk konfirmasi adalah
pengukuran kadar albumin serum (biasanya <30 g/dL), protein urin (biasanya >4
g/24jam), dan kreatinin serta ureum serum.
(Buku At a Glance Medicine)

LI.3.3.Etiologi Edema
Mekanisme Etiologi
Peningkatan tekanan kapiler

Vasodilatasi

Penurunan tekanan osmotic koloid

Obstruksi limfatik

Kelebihan natrium/air tubuh

Tipe Edema
Gagal jantung
Flebotrombosis
Sirosis hati dengan hipertensi portal
Inflamasi
Reaksi alergis
Luka bakar (cedera vascular langsung)
Gagal hati
Malnutrisi protein
Nefrosis
Luka bakar
Pembedahan mengangkut struktur limfe
Inflamasi atau keterlibatan keganasanan nodus
limfe dan pembuluh darah
Filariasis
Gagal jantung kongestif
Gagal ginjal
Aldosteronisme
Kelebihan masukan natrium

(Buku Patofisiologi)
LI.3.6. Diagnosis Banding
Edema terlokalisir biasanya dapat segera dibedakan dari edema generalisata. Sebagian besar
edema generalisata diderita oleh pasien dengan gangguan jantung, ginjal, hati, atau nutrisional
tingkat lanjut.

ANAMNESIS

PEMERIKSAA
N
FISIK

JANTUNG
Dispnea akibat
aktivitas fisik
(utama) -sering
disertai dengan
ortopnea atau
PND

HATI
Dispnea jarang
terjadi, kecuali bila
disertai dengan asites
yang signifikan;
tersering ada riwaya
penyalahgunaan
etanol

Peningkatan JVP,
S3 gallop:
kadangkala dengan

Sering disertai
dengan asites; JVP
normal atau rendah;

GINJAL
Biasanya kronis :
dapat disertai dengan
tanda dan gejala
uremia. Dispnea
dapat terjadi tapi
biasanya kurang
menonjol
dibandingkan pada
gagal jantung.
Tekanan darah
mungkin naik,
retinopati hipertensif

denyut apikal
diskinetik atau
displaced; sianosis
perifer, ekstremitas
dingin, tekanan nadi
lemah bila berat
LABORATORIUM

tekanan darah lebih


rendah daripada
penyakit jantung atau
ginjal; mungkin
terdapat satu atau
lebih tanda tambahan
penyakit hati kronis

atau diabetik pada


kasus tertentu; fetor
nitrogen; edema
periorbital dapat
menonjol; pericardi
al frkction rub pada
kasus tingkat lanjut
dengan uremia.
Sering terjadi
Apabila berat, terjadi Albuminuria,
peningkatan urea
reduksi serum
hipoalbuminemia;
nitrogen terhadap
albumin, kolesterol,
kadangkala serum
rasio kreatinin;
dan protein hepatik
kreatinini dan urea
peningkatan asam
lainnya; enzim hati
nitrogen meningkat;
urat; natrium serum meningkat tergantung hiperkalemia,
sering menurun;
pada penyebab dan
asidosis metabolik,
enzim-enzim hati
akutnya kerusakan
hiperfosfatemia,
biasanya meningkat hati; tendensi
hipokalsemia,
dengan kongesti
terhadap
anemia (biasanya
hati.
hipokalemia,
normositik).
alkalosis respiratoir,
makrositosis akibat
defisiensi folat.
Tabel 1. Diagnosis Banding Edema Generalisata

Edema Terlokalisir
Edema akibat inflamasi atau hipersensitivitas biasanya dapat segera diidentifikasi. Edema
terlokalisir yang berhubungan dengan obstruksi vena atau limfatik dapat disebabkan oleh
tromboflebitis, limfangitis kronis, reseksi nodus limfatikus regional, filariasis, dll. Limfedema
secara khusus dapat dikenali, karena restriksi aliran limfatik akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein dalam cairan interstitial, suatu keadaan yang memperberat retensi cairan.
LI.3.5. Gejala Klinis Edema

Distensi vena jugularis, peningkatan tekanan vena sentral


Peningkatan tekanan darah, denyut nadi penuh, kuat
Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan
Penambahan berat badan secara cepat : penambahan 2% = kelebihan ringan, penambahan
5% = kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat
Hasil laboratorium : penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum normal,
natrium urine rendah (<10 mEq/24 jam)
Pemendekan nafas
Perubahan mendadak pada mental dan abnormalitas tanda syaraf

LI.3.7. Pemeriksaan Penunjang Edema


Pengukuran kadar albumin serum
Kebocoran protein urine
Tes fungsi hati
Kreatinin
EKG
Foto toraks
Ekokardiografi

LI.3.7. Pemeriksaan Fisis


Untuk Penyebab Edema
Tekanan vena jugularis (JVP)
Tanda penyakit jantung, hati, ginjal
Pemeriksaan rectal, vaginal
Limfadenopati

Untuk Luasnya Edema


Bengkak tungkai
Bengkak sacral
Asites
Efusi pleura
Edema paru

LI.3.8. Pengobatan Edema


Terapi ditunjukan untuk mengobati etiologi. Pada edema bilateral biasanya digunakan diuretic
unutk meningkatkan ekskresi garam dan air, walaupun penggunaannya harus diseimbangkan
unutk mencegah hipovolemia, memburuknya fungsi ginjal, hipotensi postural, dan kolaps.
Penggunaan diuretic loop dikombinasikan dengan tiazid bisa menyebabkan efek diuretic yang
nyata yang berguna bagi edema yang resisten. Spironolakton, suatu antagonis aldosterone
kompetitif, menyebabkan natriuresis ringan dan retensi kalium, sehingga bisa digunakan dalam
keadaan hiperaldosteronisme sekunder seperti sirosis hati dengan asites. Spironolakton dan
amilorid adalah diuretic hemat-kalium yang bekerja berlawanan dengan diuretic loop dan tiazid
yang meningkatkan deplesi kalium.
(Buku At a Glance Medicine)
LI.2.1. Definisi Tekanan Hidrostatik dan Tekanan Onkotik
Edema diakibatkan oleh peningkatan tenaga yang memindahkan cairan dari intravaskuler
ke interstisial. Perpindahan cairan secara normal, menurut hukum Starling, diatur oleh tekanan
hidrostatik dan tekanan onkotik didalam dan diluar vaskuler. Besarnya tekanan hidrostatik pada
ujung arteriola sekitar 35 mmHg, sedangkan pada ujung venula sekitar 12-15 mmHg. Tekanan
onkotik sebesar 20-25 mmHg.

Tekanan hidrostatik kapiler dipengaruhi antara lain oleh besarnya tekanan dari
jantung dan jumlah cairan di intravaskuler.
Sedangkan tekanan onkotik ditentukan oleh albumin.

Tekanan hidrostatik bersifat mendorong cairan keluar melintasi membrane kapiler.


Sifat tekanan onkotik adalah menarik air dari luar.
Tekanan hidrostatik intravaskuler dan tekanan onkotik interstisial cenderung
menggerakan cairan keluar melalui dinding kapiler,
sedangkan tekanan hidrostatik interstisial dan tekanan onkotik intravaskuler
cenderung menggerakan cairan masuk ke dalam.
Pada kondisi normal, tekanan hidrostatik di kapiler terus-menurus cenderung
memaksa cairan dan zat terlarut didalamnya keluar melalui pori-pori kapiler
masuk ke dalam ruang interstisial.
Tetapi sebaliknya, tekanan onkotik cenderung menyebabkan gerakan cairan
dengan osmosis dari ruang interstisial ke dalam darah. Tekanan onkotik inilah
yang mencegah keluarnya volume cairan secara terus-menerus dari darah ke
dalam ruang interstisial.

Edema akan terjadi apabila tekanan hidrostatik intravaskuler meningkat, tekanan onkotik
menurun, dan gangguan aliran limfe. Ketiga keadaan tersebut merupakan penyebab primer
edema yang bukan disebabkan oleh reaksi radang.
Meningkatnya tekanan hidrostatik cenderung memaksa cairan masuk ke dalam ruang
interstisial. Penyebab peningkatan tersebut diantaranya adalah kegagalan jantung, penurunan
perfusi ginjal, aliran darah yang lambat misalnya karena ada sumbatan, dan lain-lain.
Menurunnya tekanan onkotik disebabkan menurunnya kadar albumin plasma. Penurunan
kadar albumin plasma diakibatkan oleh kehilangan albumin serum yang berlebihan atau
pengurangan sintesis albumin serum. Kondisi ini misalnya dapat ditemukan pada penyakit
nefrotik sindrom, penyakit hati dan pancreas, serta kekurangan protein yang berat dan lain-lain.
(Buku Teknik Prosedural Konsep & Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien)

LI. Sirkulasi Kapiler


Pertukaran darah dan jaringan disekitarnya melalui dinding kapiler berlangsung melalui difusi
pasif dan Bulk Flow
1. Difusi pasif
Di dinding kapiler tidak terdapat system transportasi, maka dari itu zat-zat terlarut
berpindah melalui proses difusi yang menuruni gradient konsentrasi mereka. Proses
homeostatic ini dilakukan secara terus-menerus menambahkan nutrient dan O2. Serta
mengeluarkan CO2 dan zat-zat sisa sewaktu darah melewati organ-organ itu. Karena
dinding kapiler tidak membatasi lewatnya konstituen apapun kecuali protein plasma
tingkat pertukaran untuk setiap zat terlarut secara independen ditentukan oleh gradient
konsentrasi antara darah dan jaringan. Difusi ini dilakukan sampai tidak ada perbedaan
konsentrasi.
2. Bulk Flow

Suatu volume cairan bebas-protein sebenarnya tersaring ke luar kapiler bercampur


dengan cairan interstitium dan kemudian di reabsorbsi, proses ini disebut bulk flow.
Dinding kapiler berfungsi sebagai ayakan, dengan cairan bergerak melalui pori-porinya
yang terisi air. Apabila tekanan di dalam kapiler melebihi tekanan diluar, cairan terdorong
ke luar melalui pori-pori tersebut dikenal sebagai ultrafiltrasi. Sebaliknya, jika tekanan
yang mengarah ke dalam melebihi tekanan di luar, terjadi perpindahan cairan dari
kompartemen interstitium ke dalam kapiler melalui pori-pori disebut reabsorbsi. Bulk
flow terjadi karena perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik antara plasma dan
cairan interstitium.

Anda mungkin juga menyukai