Anda di halaman 1dari 24

Referat

Edema Perifer

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular RSUDZA/FK Unsyiah
Banda Aceh

Oleh:
ESPIAKHIRIA PUTRI
1607101030047

Pembimbing:
dr. Muhammad Ridwan, MappSc, Sp. JP(K)-FIHA

BAGIAN/ SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“EDEMA PERIFER”. Laporan Kasus ini merupakan salah satu tugas dalam
menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD Dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Muhammad Ridwan,
MappSc, Sp. JP(K)-FIHA yang telah bersedia membimbing penulis sehingga dapat
menyelesaikan laporan ini. Penulis mengharapkan kritik dan juga saran yang
membangun dari semua pihak terhadap laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini
bermanfaat bagi penulis dan orang lain.

Banda Aceh, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3

2.1 Definisi .........................................................................................................3

2.2 Etiologi..........................................................................................................3

2.3 Patofisiologi..................................................................................................6

2.4 Diagnosa........................................................................................................9

2.5 Diagnosa Banding.......................................................................................16

2.6 Tatalaksana..................................................................................................18
BAB III KESIMPULAN........................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

Edema adalah suatu keadaan akumulasi cairan di ekstraseluler secara


berlebih akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas penyerapan
pembuluh limfe. Cairan antara ruang interstitial dan intravaskular diatur oleh
gradien tekanan hidrostatik kapiler dan gradien tekanan onkotik plasma.
Akumulasi cairan terjadi ketika kondisi lokal atau sistemik mengganggu
keseimbangan ini, yang mengarah ke peningkatan tekanan hidrostatik kapiler,
peningkatan volume plasma, penurunan tekanan onkotik plasma
(hipoalbuminemia), peningkatan permeabilitas kapiler, atau obstruksi limfatik.
Edema perifer memiliki beberapa etiologi. Edema ekstremitas atas
umumnya jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh obstruksi vena cava
superior oleh keganasan. Sedangkan pada ekstremitas bawah, edema terbagi lagi
menjadi unilateral dan bilateral, dimana hal ini akan membedakan penyakit yang
mendasarinya. Edema unilateral pada ekstremitas bawah biasanya dapat
ditentukan oleh riwayat (penyakit jantung, hati atau ginjal, trauma, keganasan,
radiasi atau operasi), pemeriksaan fisik (distribusi edema, stigmata infeksi,
trauma, keganasan atau organ kegagalan) dan tes laboratorium dan lainnya yang
sesuai. Menentukan etiologi edema ekstremitas bawah bilateral memerlukan
pendekatan yang sama; kondisi ini mungkin hasil dari kondisi sistemik,
penggunaan obat, lipidema atau edema idiopatik, selain penyebab obstruktif dan
keadaan vena kronis.
Angka prevalensi edema perifer bervariasi bergantung pada etiologinya.
Salah satu etiologi edema perifer yaitu gagal jantung. Gagal jantung merupakan
masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan mordibitas yang
tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Di USA,
5,8 juta orang mengalami gagal jantung pada tahun 2012, dan angka tersebut
diperkirakan akan terus meningkat hingga 8,5 juta orang pada tahun 2030.
Sedangkan di Asia, angka kejadian gagal jantung rata-rata 1,26 hingga 6,7%. Di
Xinjiang, China angka kejadian gagal jantung terjadi pada usia rata-rata diatas 35
tahun dengan prevalensi gagal jantung kronik 1,26% dengan proporsi 0,29%,

1
0,60%, 1,32%, 2,55% dan 4,10% pada usia 35 hingga 44 tahun, 45 hingga 54
tahun, 55 hingga 64 tahun, 65 hingga 74 tahun dan lebih dari 75 tahun.(3)
Edema perifer merupakan suatu gejala yang didasari oleh beragam etiologi. Oleh
sebab itu diagnosa yang tepat diperlukan untuk menentukan pemberian
tatalaksana yang tepat pada pasien dengan edema perifer. Perkembangan edema
dapat dihentikan dengan mengarahkan terapi spesifik untuk mengoreksi gangguan
hemodinamik kapiler yang mendasarinya. Modifikasi gaya hidup dan diet
bersamaan dengan farmakoterapi juga berguna dalam manajemen jangka panjang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Edema adalah suatu keadaan akumulasi cairan di ekstraseluler secara
berlebih akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas penyerapan
pembuluh limfe. Akumulasi cairan di ekstraseluler dapat dilihat sebagai suatu
pembengkakan. Pembengkakan akibat akumulasi cairan ini dapat disertai dengan
atau tanpa penurunan volume intravaskular.
Edema perifer merupakan suatu keadaan pembengkakan pada ekstremitas.
Cairan akan mengikuti gravitasi sehingga pergelangan kaki merupakan lokasi
pertama yang mengalami edema pada pasien yang berdiri tegak. Edema perifer
umumnya terjadi pada ekstremitas bawah, namun dapat memberat hingga ke
genitalia dan perut.

Gambar 2.1
Edema ekstremitas

2.2 Etiologi
Edema perifer dapat disebabkan oleh gangguan lokal maupun sistemik.
Edema yang bersifat lokal terbatas pada organ atau pembuluh darah tertentu. Oleh
sebab itu edema lokal dapat bersifat unilateral ataupun bilateral. Edema lokal yang
bersifat unilateral dapat mengenai ekstremitas atas maupun bawah. Pada edema
unilateral umumnya disebakan oleh obstruksi pada vena atapu sistem limfatik.
Sebagi contoh yaitu pada Deep Vein Trombosis (DVT), insufisiensi vena kronis,
obstruksi oleh tumor dan infeksi, limfedema primer dan lain-lainn. Sedangkan
pada edema bilateral umumnya hanya terjadi pada ekstremitas bawah, seperti
obstruksi vena cafa inferior, tekanan akibat asites dan massa intra abdomen.
Edema yang disebabkan gangguan sistemik bersifat generalisata. Pada
edema generalisata pembengkakan terjadi seluruh tubuh atau sebagian besar tubuh
pasien. Pada ekstremitas bawah, edema terjadi secara bilateral. Beberapa etiologi
dari edema generalisata adalah kelainan jantung, kelainan ginjal, kelainan hepar,
premenstrual dan kehamilan, serta malnutrisi protein yang berat.
Berikut tabel mengenai beberapa etiologi pada edema lokal dan
generalisata.
Tabel 2.1 Etiologi Edema Perifer
Patologi Mekanisme Aksi
Generalisata
Kelainan jantung Peningkatan tekanan vena sistemik dan
peningkatan volume plasma
Kelainan hepar Peningkatan tekanan vena sistemik dan
penurunan tekanan onkotik plasma
akibat penurunan sintesis protein
Kelainan ginjal Peningkatan volume plasma dan
penurunan tekanan onkotik plasma
akibat kehilangan protein
Malnutrisi Penurunan asupan dan sintesis protein
yang menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma
Premenstrual dan kehamilan Peningkatan volume plasma dan
penekanan vena akibat uterus yang
membesar
Lokal
Selulitis Peningkatan permeabilitas kapiler
akibat infeksi
Insufisiensi vena kronis Peningkatan permeabilitas kapiler
akibat peningkatan tekanan pada vena
lokal
Kompartemen sindrom Peningkatan permeabilitas kapiler
akibat peningkatan tekanan pada vena
lokal
DVT Peningkatan permeabilitas kapiler
Obstruksi vena Peningkatan permeabilitas kapiler
akibat peningkatan tekanan pada vena
lokal
Lipedema Akumulasi cairan pada jaringan adiposa
Limfedema Obstruksi sistem limfatik
May-Thurner Syndrome Peningkatan permeabilitas kapiler
karena peningkatan tekanan pada vena
lokal

Selain itu edema juga dapat disebabkan oleh penggunaan obat-obatan. Hal
ini umumnya disebabkan oleh retensi natrium dan air, serta peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler. Berikut beberapa obat-obatan yang dapat menyebabkan edema
perifer.
Tabel 2.2 Obat-obatan yang dapat menyebabkan edema
Antidepresan Monoamin oksidase inhibitor,
trazodone
Antihipertensi Beta-adrenergik bloker, calcium
channel bloker, clonidine (catapres),
hydralazine, methyldopa, minoxidil
Antiviral Acyklovir (Zovirax)
Kemoterapeutik Cyclophosphamide, cyclosporine
(Sandimmune), cytosine arabinoside,
mithramycin
Sitokin Granulocyte colony-stimulating factor,
granulocyte-macrophage
colonystimulating factor, interferon
alfa, interleukin-2, interleukin-4
Hormon Androgen, corticosteroids, estrogen,
progesterone, testosterone
NSAID Celecoxib (Celebrex), ibuprofen

2.3 Patofisiologi
Sesuai dengan hukum Starling, pergerakan cairan antara ruang
intravaskular dan interstisial diatur oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik
masing-masing kompartemen. Tekanan hidrostatik kapiler adalah tekanan yang
bekerja pada bagian dalam dinding kapiler yang mendorong cairan dari membran
kapiler ke ruang interstisial. Tekanan onkotik plasma adalah gaya yang
disebabkan oleh dispersi koloid protein plasma dimana tekanan ini dapat
mendorong pergerakan cairan kedalam kapiler.
Terdapat beberapa mekanisme yang mempengaruhi patofisiologi edema,
yaitu:
1. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
2. Penurunan tekanan onkotik plasma
3. Peningkatan permeabilitas kapiler
4. Obstruksi sistem limfatik

Gambar 2.2 Pergerakan cairan intravaskular

1. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler


Peningkatan tekanan pada vena akan disertai peningkatan tekanan darah
kapiler, karena darah dalam kapiler akan mengalir ke dalam vena. Peningkatan
tekanan ke arah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang
terjadi pada gagal jantung kongestif dimana peningkatan tekanan vena sistemik
dikombinasi dengan peningkatan volume darah. Manifestasi ini adalah
karakteristik untuk gagal ventrikel kanan, atau gagal jantung kanan. Edema
regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah
satu contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering
terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar akan menekan vena kava
inferior sehingga aliran darah balik akan terganggu dan akan menyebabkan edema
pada kedua tungkai. Penyebab lain dari peningkatan tekanan hidrostatik adalah
gagal ginjal dengan peningkatan volume darah total, peningkatan kekuatan
gravitasi akibat dari berdiri lama, kerusakan sirkulasi vena, dan obstruksi hati.
Obstruksi vena biasanya menimbulkan edema lokal daripada edema general
karena hanya satu vena atau kelompok vena yang terkena.

2. Penurunan tekanan onkotik plasma


Selain itu, penurunan konsentrasi protein plasma akan menyebabkan
penurunan tekanan onkotik plasma dan akan menyebabkan filtrasi cairan yang
keluar dari vaskular lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi
menjadi berkurang. Dengan demikian akan terjadi akumulasi cairan pada ruang-
ruang interstisial dan penurunan volume plasma sentral. Penurunan volume
sirkulasi akan memicu respon ginjal melalui aktivasi sistem aldosteron-renin-
angiotensin yang mengakibatkan reabsorbsi tambahan terhadap natrium dan air.
Volume intravaskuler akan meningkat sementara. Namun, apabila defisit protein
plasma belum diperbaiki, tekanan onkotik plasma akan tetap mengalami
penurunan sehingga tidak dapat mengimbangi tekanan hidrostatik kapiler.
Akibatnya cairan intravaskuler berpindah kedalam interstisial sehingga dapat
memperburuk edema dan sirkulasi.
Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat
terjadi melalui beberapa cara :
a. Pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal
b. Penurunan sintesis protein plasma
c. Akibat penyakit hati (hati mensintesis hampir semua protein plasma)
d. Makanan yang kurang mengandung protein
e. Pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas

3. Peningkatan permeabilitas kapiler


Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma
yang keluar dari kapiler ke cairan interstisial disekitarnya menjadi lebih banyak.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan onkotik plasma sehingga
akan menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera dan respon alergi.
Peningkatan permeabilitas kapiler ini umumnya terjadi pada infeksi atau toksin
serta inflamasi pada dinding kapiler. Kerusakan langsung pada pembuluh darah,
seperti pada trauma luka bakar, dapat meyebabkan peningkatan permeabilitas
endothelium. Edema lokal dapat terjadi pada respons terhadap allergen. Pada
individu tertentu, allergen ini dapat mencetuskan respons anafilaktik dengan
edema luas yang ditimbulkan oleh reaksi tipe histamine.

4. Obstruksi sistem limfatik


Sedangkan pada penyumbatan pembuluh limfe, kelebihan cairan yang
difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisial dan tidak dapat dikembalikan ke
darah melalui sistem limfatik. Akumulasi protein di cairan interstisium
memperberat masalah melalui efek osmotiknya. Penyumbatan limfe lokal dapat
terjadi akibat pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker
payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada filariasis. Edema
akibat obstruksi aliran limfatik umumnya bersifat lokal.

2.4 Diagnosa
Untuk menentukan diagnosa pada edema perifer perlu dilakukan
anamnesis yang mengarah kepada gejala dan pemeriksaan fisik yang tepat serta
pemeriksaan lain yang dapat menunjang diagnosis.
1. Anamnesis
Edema dapat merupakan suatu manifestasi klinis masalah kardiak maupun
non-kardiak. Penyebab dari edema umumnya dapat diketahui setelah melakukan
anamnesis yang sistematis dan rinci karena seringkali terdapat gejala penyerta
yang berhubungan dengan kelainan yang mendasari. Sesak napas, dapat terjadi
karena gagal jantung atau gagal ginjal. Nyeri dada dan berdebar, dapat disebabkan
oleh penyakit jantung iskemik ataupun aritmia. Selain itu juga perlu ditanyakan
mengenai onset edema untuk menentukan diagnois banding. Edema terbagi
menjadi akut (kurang dari 72 jam) dan kronik (lebih dari 72 jam). Kondisi akut
dapat disebabkan oleh Deep Vein Trombosis (DVT), selulitis, eritema nodusum,
trauma atau ruptur musculotendinous gastrocnemius. Selain itu edema juga dapat
muncul secara unilateral maupun bilateral. Pada edema unilateral yang menjadi
fokus utama adalah lokasi munculnya edema dan riwayat medis seperti infeksi
yang baru terjadi, keganasan, riwayat radiasi atau trombofilia. Sedangkan pada
edema bilateral umumnya disebabkan oleh penyakit sistemik. Oleh sebab itu perlu
ditanyakan mengenai riwayat penyakit sistemik sebelumnya, seperti riwayat gagal
jantung kongestif, sirosis, sindroma nefrotik, miksedema pretibial, dan
penggunaan obat-obatan.
Riwayat medis pasien, riwayat penggunaan obat-obatan dan riwayat sosial
juga perlu ditanyakan. Riwayat penggunaan alkohol atau penyalahgunaan obat
dan riwayat gangguan hati sebelumnya dapat menunjukkan penyebab hepatik dari
edema.

2. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan manifestasi klinisnya, edema dapat dibagi menjadi dua, yaitu
edema pitting dan non-pitting. Perbedaan ini menggambarkan perbedaan
patofisiologi sehingga penting untuk menentukan penyebab edema dan
tatalaksananya. Edema pitting dan non-pitting dilihat dengan cara menekan pada
area pembengkakan selama 15 detik. Pada edema non-pitting, saat tekanan
dilepaskan maka jaringan akan kembali seperti semula. Sedangkan pada edema
pitting, saat tekanan dilepaskan maka akan tampak indentasi pada area penekanan.
Hal ini terjadi karena cairan di ruang interstitial memiliki konsentrasi protein yang
rendah, yang dikaitkan dengan penurunan tekanan onkotik plasma dan gangguan
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan kapiler, seperti pada DVT, CHF, dan
kompresi vena iliaka. Sedangkan non-pitting edema umumnya terjadi karena
obstruksi dari sistem lmfatik sehingga penyerapan cairan menjadi terganggu dan
cairan terkumpul
di dalam ruang
interstisial.
Gambar 2.3 Pitting edema
Lokasi, waktu, dan luasnya indentasi yang terbentuk dapat menentukan
tatalaksana yang akan diberikan. Pemeriksaan pitting edema umumnya dilakukan
pada ekstremitas bawah di daerah medial malleolus, bagian tulang tibia, dan
dorsum kaki. Berikut merupakan derajat pitting edema yang umum digunakan.

Tabel 2.3 Derajat Pitting Edema


Derajat Manifestasi Klinis
Grade 1+ Kedalaman pitting edema < 2 mm,
menghilang dengan cepat, dan tidak
terdapat distorsi
Grade 2+ Kedalaman pitting edema 2-4 mm,
tidak terdapat distorsi, dan menghilang
dalam 10-15 detik
Grade 3+ Kedalaman pitting edema 4-6 mm,
ekstremitas yang terkena terlihat lebih
bengkak, dan menghilang dalam 1
menit
Grade 4+ Kedalaman pitting edema 6-8 mm,
ekstremitas yang terkena sangat
mengalami distorsi, dan menghilang
dalam 2-5 menit

Perubahan suhu kulit, warna, dan tekstur juga dapat memberikan petunjuk
mengenai penyebab edema. Sebagai contoh, pada DVT akut dan selulitis
ekstremitas yang terkena akan teraba lebih hangat. Pada insufisiensi vena kronis,
kulit akan terlihat kuning kemerah-merahan dan biasanya melibatkan daerah
malleolus medial. Lama-kelamaan insufisiensi vena kronis ini dapat menyebabkan
lipodermatosklerosis akibat adanya jaringan sklerotik dan hiperpigmentasi yang
menyebabkan fibrosis. Selain itu deposisi hemosiderin juga dapat menyebabkan
ulkus vena di atas maleolus medial.
Myxedema pada hipotiroidisme dapat menyebabkan perubahan kulit
menjadi kering dan tebal perubahan warna menjadi oranye di daerah lutut, siku,
telapak tangan, dan telapak kaki. Myxedema pretibial yang terlokalisasi umumnya
disebabkan oleh penyakit Graves. Pada lymphedema, kulit memiliki penampilan
yang pucat pada tahap awal dan akan menjadi fibrotik, menebal, dan verukosa
seiring dengan perkembangan penyakitnya.
Selain itu, pemeriksaan fisik yang menyeluruh dari semua sistem
umumnya dapat menentukan penyakit yang mendasari terjadinya edema.
 Sistem Kardiovaskuler

Pemeriksaan nadi dan tekanan darah dapat dilakukan untuk memisahkan


penyebab kardiak dan non kardiak. Pada penderita gagal jantung denyut nadi
umumnya cepat dan tekanan darah cenderung rendah. Sedangkan pada pasien
dengan gagal ginjal kronik umumnya akan mengalami hipertensi. Selain itu
pemeriksaan tekanan vena jugular juga diperlukan untuk melihat peningkatan
tekanan pada atrium kanan.
Pada pemeriksaan jantung didapatkan apeks yang bergeser ke lateral pada
pasien dengan gagal jantung. Pada auskultasi dapat terdengar bunyi jantung tiga
dan empat serta murmur yang dapat mengarahkan pada penyebab katup dari gagal
jantung.
 Sistem Pernapasan

Pemeriksaan pada sistem pernapasan dapat dilakukan untuk melihat gejala


penyerta lain yang dapat menunjukkan penyebab dari edema dan untuk
menyingkirkan diagnosa banding. Pada pemeriksaan inspeksi, pasien dapat
mengalami takipneu atau sianosis yang merupakan gejala sekunder dari gangguan
jantung dan paru.
Pada pemeriksaan auskultasi, didapatkan redup (dengan bunyi nafas yang
menghilang) pada basal paru yang menandakan efusi pleura bilateral akibat
retensi air. Selain itu pada auskultasi juga dapat ditemukan ronki berupa:
a. Ronki basah halus di basal bilateral menunjukkan gagal ventrikel kiri
b. Ronki basah kasar atau mengi menunjukkan adanya bronkitis atau
emfisima.
c. Ronki mid-inspirasi, yang dapat didengar pada fibrosis paru
 Sistem Pencernaan

Pemeriksaan pada sistem pencernaan berguna untuk melihat penyebab dari


gangguan hepar ataupun malnutrisi protein. Pada pemeriksaan inspeksi akan
didapatkan:
a. Tanda gangguan hepar kronik, seperti ikterus, spider naevi, ginekomasti,
hilangnya rambut tubuh dan atrofi testis
b. Gambaran pelebaran vena disekitar umbilikus berupa kaput medusa, yang
terjadi karena adanya hipertensi portal
c. Tanda ensefalopati seperti penurunan kesadaran dan liver flap
Sedangkan pada palpasi abdomen akan didapatkan asites pada pasien yang
memiliki penyakit hati, jantung, dan ginjal. Asites merupakan ekstravasasi cairan
yang terjadi kedalam cavum abdomen. Pemeriksaan asites dapat dilakukan dengan
cara pemeriksaan undulasi, shiftng dullness, dan pemeriksaan puddle sign.
 Sistem Ginjal

Pasien yang mengalami gangguan ginjal umumnya mengalami hipertensi


dan peningkatan tekanan vena jugular. Pada inspeksi umumnya akan didapatkan:
a. Pasien memiliki perubahan warna kulit menjadi lebih gelap karena uremia
b. Pasien dengan gagal ginjal umumnya tampak anemia
c. Ditemukan bukti dialisis, baik melalui fistula (AV Shunt) atau pipa yang
menempel pada perut (CAPD)

Gambar 2.4 Pemeriksaan menyeluruh pada edema perifer


3. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat bebarapa pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis pada
edema perifer.
 Pemeriksaan Laboratorium Darah

Beberapa pemeriksaan darah yang perlu dilakukan pada pasien dengan


edema perifer adalah:
a. Hitung darah lengkap. Anemia sering ditemukan pada penyakita ginjal
kronik dan dapat mencetuskan gagal jantung.
b. Fungsi ginjal. Untuk melihat penyakit ginjal primer.
c. Fungsi hati. Umumnya diperiksa untuk menentukan gangguan pada hati.
Namun kongesti hepatik pada gagal jantung juga menyebabkan hasil
fungsi hati yang abnormal.
d. Fungsi tiroid. Hipertiroidisme dapat mencetuskan gagal jantung,
sedangkan hipotiroidisme dapat menyebabkan edema.
 Pemeriksaan Urine
a. Ekskresi protein urine 24 jam merupakan pemeriksaan wajib bila tidak
adanya tanda-tanda kelainan jantung dan hipoalbuminemia.
b. Sindrom nefrotik menyebabkan kehilangan protein setidaknya 3 gram per
24 jam
c. Rasio albumin : kreatinin dapat digunakan untuk estimasi proteinuria,
menghindari kebutuhan tampung urine 24 jam
 Elektrokardiografi

Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan bukti infark miokard lama pada


pasien dengan gagal jantung. Fibrilasi atrium sering ditemukan pada pasien gagal
jantung.
 Rontgen Thoraks
a. Kardiomegali
b. Tanda edema paru
c. Efusi pleura

 Ekokardiografi

Pemeriksan ini dapat memperlihatkan fungsi ventrikel dan dilatasi


ventrikel. Selain itu pemeriksaan ini juga dapat melihat lesi atau gangguan pada
katup.
 Ultrasonografi

Pada pasien dengan edema pada pergelangan kaki yang tidak memiliki
bukti penyakit jantung, ginjal, atau hati maka obstruksi vena atau kompresi
eksternal harus disingkirkan. Dalam hal ini dapat dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi Doppler untuk mendeteksi trombolisis vena dan ultrasonografi
pelvis untuk menyingkirkan lesi massa yang menyebabkan kompresi.
 Limfoskintigrafi
Saluran lmfatik tidak dapat dilihat dengan menggunakan ultrasonografi.
Oleh karena itu, penggunaan lymphoscintigraphy radionuclide indirek dapat
menunjukkan pengisian saluran limfatik yang tertunda atau tidak ada sama sekali.
Metode ini adalah metode pilihan untuk mengevaluasi lymphedema ketika
diagnosis sulit ditegakkan secara klinis.
Berikut terdapat beberapa algoritma untuk melakukan penegakan
diagnosis terhadap edema perifer yang bersifat unilateral dan bilateral.

Gambar 2.4
Gambar 2.5 Algoritma penegakan diagnosis edema bilateral

2.5 Diagnosis Banding


Edema dapat bersifat unilateral atau bilateral. Edema unilateral dapat
terjadi akibat kompresi dan gangguan pada aliran vena dan sistem limfatik yang
bersifat lokal. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan edema unilateral adalah
Deep vein trombosis (DVT), insufisiensi vena, obstruksi vena oleh tumor
(misalnya, obstruksi tumor vena iliaka), obstruksi limfatik (misalnya, dari tumor
pelvis atau limfoma), atau kerusakan limfatik, seperti akibat sekunder dari tumor,
radiasi, atau filariasis. Sedangkan edema bilateral atau menyeluruh menunjukkan
penyebab sistemik, seperti gagal jantung (umumnya gagal jantung ventrikel
kanan), hipertensi paru, penyakit ginjal atau hati kronis (menyebabkan
hipoalbuminemia), enteropati yang kehilangan protein atau malnutrisi berat, seta
penggunaan obat-obatan.
Berikut tabel mengenai beberapa diagnosis banding pada edema unilateral
dan bilateral.

Tabel 2.4 Diagnosa Banding Pada Edema Perifer


Etiologi Onset dan Lokasi Pemeriksaan fisik Penegakan Penatalaksanaan
Diagnosis
Unilateral
Insufisiensi Onset: kronis, Pitting edema dan Duplex Stoking kompresi
vena kronis dimulai dari usia kulit berwarna ultrasonografi Kompresi
pertengahan kemerahan, Ankle-brachial pneumatik
hingga usia tua predileksi tersering index untuk Steroid topikal
Lokasi: adalah maleolus mengevaluasi dan pelembab
ekstremitas medial/betis insufisiensi
bawah, dapat Pada tahap lanjut arteri
menjadi bilateral dapat ditemukan
seiring dengan ulserasi vena dan
perkembangan erosi pada
penyakit maleolus medial
DVT Onset: akut Pitting edema Pemeriksaan Antikoagulasi
Lokasi: dengan atau tanpa D-dimer Stoking kompresi
ekstremitas atau eritema Duplex Trombolisis
bawah Homans sign ultrasonografi
positif Magnetic
resonance
venography
Pemeriksaan
hiperkoagulabi
litas
Lymphede Onset: kronis Pitting edema, kulit Limfoskintigra Stoking kompresi
ma Lokasi: menebal verukosa, fi disertai dengan
ekstremitas atas fibrotic dan Magnetic perangkat
atau bawah, 30% hiperkeratotik resonance kompresi
pasien dapat Umumnya tanpa lymphangiogra pneumatik
menjadi edema disertai rasa nyeri phy Perawatan kulit
bilateral Fisioterapi
Operasi
Bilateral
Lipedema Onset: kronis, Non-pitting edema, Diagnosa klinis Tidak terdapat
dimulai saat atau peningkatan perawatan yang
setelah pubertas distribusi jaringan efektif
Lokasi: lemak Penurunan berat
Ekstremitas badan tidak
bawah memperbaiki
keadaan edema
Edema Onset: dalam Pitting edema Riwayat Menghentikan
karena hitungan minggu penggunaan pengobatan yang
obat- setelah obat dalam menyebabkan
obatan pengobatan beberapa edema
dimulai, dapat minggu
resolusi setelah terakhir
menghentikan
penggunaan obat
dalam beberapa
hari
Lokasi:
Ekstremitas
bawah

2.6 Tatalaksana
Edema merupakan suatu gejala klinis yang disebabkan oleh beberapa
etiologi. Oleh karena itu, penatalaksanaan edema harus disesuaikan pada penyakit
yang mendasarinya. Namun secara umum terdapat beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk tatalaksana edema secara umum seperti berikut:
a. Tirah baring dianjurkan dengan posisi kaki yang sedikit diangkat.
b. Pada pasien dengan edema diperlukan diet rendah natrium antara 40-60
meq/hari atau setara dengan <500 mg/hari. Jika kadar natrium tetap tinggi,
maka ekskresi natrium melalui ginjal menjadi tidak efektif, sehingga
volume cairan ekstraseluler tidak dapat dikeluarkan. Selain itu pada pasien
dengan edema juga diperlukan diet tinggi protein dan albumin, agar
tekanan onkotik plasma dapat terjaga.
c. Penggunaan stoking suportif
d. Retriksi cairan <1500/hari
e. Penggunaan diuretik
 Gagal Jantung. Pada gagal jantung hindari overdiuresis karena
dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan azotemia
prerenal. Selain itu juga hindari penggunaan diuretik yang bersifat
hipokalemia karena dapat menyebabkan intoksikasi digitalis.
 Sirosis Hepatis. Pada sirosis hepatis penggunaan spironolakton
dapat menyebabkan asidosis dan hiperkalemia.
f. Hindari faktor yang dapat memperburuk penyakit dasar. Diuresis yang
berlebihan dapat menyebabkan pengurangan volume plasma, hipotensi,
serta perfusi yang tidak adekuat. Oleh sebab itu diuretik harus diberikan
dengan hati-hati.
BAB V
KESIMPULAN

Edema adalah suatu keadaan dengan akumulasi cairan di ekstraseluler


secara berlebih akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas penyerapan
pembuluh limfe. Edema perifer merupakan suatu keadaan pembengkakan pada
ekstremitas. Cairan akan mengikuti gravitasi sehingga pergelangan kaki
merupakan lokasi pertama yang mengalami edema pada pasien yang berdiri tegak.
Perpindahan cairan ini dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik kapiler, tekanan
onkotik plasma, sistem limfatik, dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Edema merupakan suatu gejala yang tidak berdiri sendiri. Diagnosis
edema bergantung kepada penyakit yang mendasarinya. Hal ini ditegakkan
berdasarkan tanda dan gejala, penilaian klinis, dan beberapa pemeriksaan
penunjang.
Penatalaksanaan edema bergantung kepada penyakit yang mendasarinya.
Namun secara umum edema dapat ditatalaksana dengan tirah baring, pengaturan
diet serta retriksi cairan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Antonia C dan Julian O. Cardiology in Crash Course 4 th Edition. United


Kingdom: Mosby Elsevier. 2013: 63-70.
2. Cho S, Atwood JE. Peripheral Edema . USA: The American Journal of
Medicine. 2002: 580-586.
3. Sakata, Yasuhiko dan Hiraoki Shimokawa. 2013. Epidemiology of Heart
Failure in Asia. Japan: Official Journal of the Japanese Circulation
Society., p1-2
4. Scallan J, Huxley VH, Korthuis RJ. Capillary Fluid Exchange: Regulation,
Functions, and Pathology. San Rafael: Morgan & Claypool Life Sciences.
2010.
5. Sterns RH, Emmet M, Kunins L, Forman JP. Pathophysiology and
Etiology of Edema In Adults. www.uptodate.com. Acces in 2019.
6. Grey Bruce Health Network. Assessment of pitting edema. Ontario:
Guelph General Hospital Congestive Heart Failure Pathway,
2009.http://www.gbhn.
ca/ebc/documents/ASSESSMENTOFPITTINGEDEMA.pdf. (accessed Jan
2019)
7. Trayes KP, Studdiford JS, Pickle S, Tully AS. Edema: Diagnosis and
Management. USA: American Academy of Family Physicians. 2013.
8. Braunwald E, Loscalzo J. Edema. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL,
Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, eds. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 18th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2011. http://www.
accessmedicine.com/content.aspx?aid=9097476. Accessed January 7,
2012.
9. Villeco JP. Edema: a silent but important factor. J Hand Ther.
2012;25(2):153-162.
10. Makani H, Bangalore S, Romero J, et al. Peripheral edema associated with
calcium channel blockers: incidence and withdrawal rate—a metaanalysis
of randomized trials. J Hypertens. 2011;29(7):1270-1280.

Anda mungkin juga menyukai