ASITES
DISUSUN OLEH :
RIZNA RENWARIN 2720170020
1
A. DEFINISI
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.
Pada dasarnya penimbunan cairan di peritoneum apat terjadi melalui 2
mekanisme dasar yakni transudasi (contoh: sirosis hati dan hipertensi) dan
eksudasi. (Sudoyo Aru, dkk. 2009: 29).
B. ANATOMI FISIOLOGI
diantara toraks dan pelvis. rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding
abdomen yang terbentuk dari dari otot abdomen, columna vertebralis, dan
paling sering dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang
2
tersebut membagi dinding anterior abdomen menjadi sembilan daerah
tulang rawan iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca
dan dua bidang lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang
3
1. Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus kanan hati, kantung empedu,
pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar
suprarenal kiri.
6. Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
7. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan
ureter kanan.
9. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri.
pemeriksaan fisik ditemukan kelainan pada daerah atau regio tersebut (Griffith,
2003)
Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio yaitu :
4
sebenarnya terdiri dari bagian dari intraperitoneal dan sebagian retroperitoneal.
Rongga peritoneal dibagi menjadi dua yaitu bagian atas dan bawah rongga
peritoneal atas, yang ditutupi tulang tulang toraks, termasuk diafragma, liver,
lien, gaster dan kolon transversum. Area ini juga dinamakan sebagai komponen
usus halus, sebagian kolon ascenden dan descenden, kolon sigmoid, caecum,
C. MANIFESTASI KLINIS
Asites lanjut sangat mudah dikenali pada inspeksi, akan tampak perut
membuncit pada umumnya gizi kurang, otot atrofi dan pada bagian besar kasus
dapat dijumpai stigmata hati kronik. Pada saat pasien tidur terlentang,
pembesaran perut akan nampak mencolok kesamping kanan dan kiri seperti
sering dijumpai hernia umbilikalis kiri tekanan intara abdomen yang meninggi
lain menunjukkan adanya akumilasi cairan dalam rongga perut. Perut antara
5
D. PATOFISIOLOGI
Penimbunan asites ditentukan oleh 2 faktur yang penting yakni faktor lokal dan
sistemik.
1. Faktor local
Bertanggung jawab terhadap penimbunan cairan dirongga perut, faktor lokal
yang penting adalah cairan sinusoid hati dan sistem kapiler pembuluh darah
usus.
2. Faktor sistemik
Bertanggung jawab terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem
cardiovaskuler dan ginjal yang menimbun retensi air dan garam.
Faktor utama sebagai pencetus timbulnya retensi air dan garam oleh ginjal
adalah vasodilatasi arteri perifer mula- mula akan terjadi peningkatan
tahananan sistem porta dan diikuti terbentuknya pitas porta sistemik baik intra
maupun ektra hati apabila struktur perubahan parenkim semakin berlanjut,
pembentukan pintas juga semakin berlanjut, vasodilatasi juga akan menjadi
berat, sehingga tidak hanya sirkulasi splankrik,tetapi ditempat lain misalnya :
kulit otot dan paru. Vasodilatasi arteri feriver akan menyebabkan ketahanan
tahanan ferifer menurun tubuh akan menafsirkan seolah-olah menjadi penurun
volome efektif darah arteri reaksi yang dilakukan untuk melawan keadaan itu
adalah meningkatkan tonos saraf simpatik adrenergik.
Hasil akhirnya adalah aktivitas terhadap 3 sistem vasokonstriktor yakni
sistem renin-angiostensin, aldesteron, arginin vasopresin dan saraf simpatik
aktivasi sistem arginin vasopresin akan menyebabkan retensi air, sistem
aldesteron akan menyebabkan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan
meningkatkan reapsorpsi garam pada tubulus progsimal, disamping itu sistem
vaskuler juga akan terpengaruh oleh aktivitasi ketiga vaso kontriktor tersebut.
Apabila terjadi sirosis hatisemakin berlambat, vasodilatasi arteri ferifer
akan menjadi semakin berat sehingga aktivitasi sistem neoru homoral akan
mampu menimbulkan asites. Disdamping itu, aktivasi sistem neurohumoral
yang terumenerus tetapi akan menimbulkan perubahan fungsi ginjal yang
semakin nyata sehingga terjadi sindrom heparorenal.
6
E. PATHWAY
Virus alcohol
7
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto thorax dan abdomen
1) Kenaikan diafragma dengan atau tanpa efusi pleura simphatetik
(hepatic hydrothorax) terlihat pada asites masif. Jika terdapat lebih
dari 500 ml cairan asites harus dilakukan pemeriksaan BNO.
Obliterasi sudut hepatik terlihat pada 80% orang sehat. Pada pelvic
penumpukan cairan pada kantung rektovesika dan dapat meluap ke fossa
paravesika. Adanya cairan memberikan gambaran kepadatan yang simetris
pada kedua sisi kantung vesika urinaria yang di sebut ”dog’s ear” atau
”mickey mouse” appearance.
Pergeseran sekum dan kolon ascenden kearah tengah dan pergeseran, dan
pergeseran garis lemak properitoneal kelateral terlihat pada 90% dengan
asites yang signifikan.
USG
8
menyebabkan terjadinya peningkatan akustik. Cairan asites tidak
akan menggeser organ, tetapi cairan akan berada diantara organ-organ
tersebut. Akan terlihat jelas batas organ, dan terbentuk sudut pada
perbatasan antara cairan dan organ-organ tersebut. Jumlah cairan
minimal akan terkumpul pada kantung morison dan mengelilingi hsti
membentuk gsmbar karakteristik polisiklik, ”lollipop” atau arcuate
appearance di karenakan cairan tersebut tersusn secara vertikal pada
sisi mesenterium.
CT-Scan
9
kelenjar limfe berhubungan dengan adanya massa yang berasal dari usus,
ovarium, atau pankreas, yang menunjukkan adanya asites maligna.
Pada pasien dengan asites maligna kumpulan cairan terdapat pada ruang
yang lebih besar dan lebih kecil, sementara pada pasien dengan asites
benign cairan terutama terdapat pada ruang yang lebih besar dan tidak
pada bursa omental yang lebih kecil.
G. PEMERIKSAAN LAIN
1) Laparoskopi dilakukan jika terdapat asites maligna. Pemeriksaan ini
penting untuk mendiagnosa adanya mesothelioma maligna.
2) Parasentesis abdomen
10
DERAJAT
Secara Semikuantitatif
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Asites :
1. Istirat dan diet rendah garam. Dengan istirahan dan diet rendah garam
(200-500mg perhari), kadang-kadang asites dan edema telah dapat
diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah
pemasukan cairan selama 24 jam , hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat
ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak dapat
perubahan.
3. Bila terjadi asites reflakter (asites yang tidak dapat dokendalikan
dengan terafi medikamentosa yang intensif). Dilakukan terapi para
sintesis. Walau pun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong
kono dan setempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya,
parasintesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umumnya
parasentisis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6-8 g
untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan
dekstran 70%. Walau pun demikian untuk mencegah pembentukan
asites setelah parasintase, pengaturan diet rendah garam dan diuretik
biasanya tetap diterlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1
kg/2 hari/keseimbangan cairan negatif 600-800 ml/hari. Hati-hati bila
11
cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat,dapat mencetuskan
ensefalopati hepatik.
12
3. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tugor kulit yang kurang baik dan asites
F. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan natrium
dan intake cairan yang tidak adekuat
a. tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x8
jam dinas masalah volume cairan (kelebihan) dapat teratasi
b. criteria : asites di perut berkurang
lingkar perut menjadi normal
intake dan output berimbang
c. intervensi :
1) kaji intake dan output cairan tiap hari
R : mengevaluasi intake dan output sudah berimbang
2) observasi lingkar perut tiap hari
R : mengevaluasi ukuran asites perut klien
3) berikan diet yang rendah garam
R : natrium dapat berubah menjadi cairan
4) jelaskan alasannya harus diberi diet rendah garam
R : biar klien tau alasan dari diberikannya diet rendah garam
5) kolaborasi dalam pemberian obat diuretic
R : mengurangi edema dan asites
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan asites
a. tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x8
jam dinas masalah resiko tinggi pola napas tidak efektif dapat
teratasi
b. kriteria : respirasi : 18-20 x/menit
tanda-tanda sesak napas tidak ada
TTV normal
c. intervensi :
1) kaji pola napas klien
13
R : mengevaluasi pola napas yang tidak efektif
2) observasi TTV
R : mengevaluasi respirasi klien cepat/lambat
3) auskultasi suara napas dan jantung
R : mengetahui suara napas dan jantung
4) latih teknik napas dalam
R : mengurangi rasa sesak
5) kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian O2
R : apabila klien makin sesak kita dapat mengetahui tindakan
keperawatan selanjutnya
3. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tugor kulit yang kurang baik dan asites
a. tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x8
jam dinas masalah resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
belum terjadi
b. kriteria : tugor kulit baik
lingkar perut normal
tidak ada tanda-tanda kerusakan integritas kulit
c. intervensi :
1) kaji keadaan kulit klien
R : mengevaluasi ada tanda-tanda kerusakan integritas kulit
2) observasi keadaan asites klien
R : asites diperut semakin besar akan merusak integritas kulit
3) tinggikan ekstrimitas bagian bawah
R : mengurangi edema pada bagian ekstrimitas bawah
4) beri tahu klien untuk mika miki
R : biar tidak terjadi kerusakan integritas kulit
5) kolaborasi dengan tim kesehatan lain
R : memudahkan tindakan keperwatan selanjutnya
14
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke III. Jilid Ke 2. FKUI :
Media Aesculapius.
Sloane, Ethel. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Jakarta : EGC.
15