ii
SKENARIO 3
“Aku gak mau pipis”
An. Atan, anak laki-laki berusia 3,5 tahun datang dibawa oleh ibunya ke puskesmas dengan
keluhan tidak mau ppis. Anak tersebut mengatakan sakit di ujung kemaluan jika pipis. Nyeri
dirasakan berulang bila pipis sejak 2 hari yang lalu. An. Atan juga mengeluh panas badan dan nyeri
pada kulit kemaluannya sejak 1 hari yang lalu.
Dari anamnesa didapatkan informasi jika sejak 2 bulan terakhir ketika pasien kencing,
didapatkan keluhan berupa ujung penis pasien terlihat menggembung, pancaran air seni mengecil
dan terdapat benjolan lunak di ujung penis. Selama ini keluhan tersebut tidak diikuti rasa nyeri dan
demam.
Dari pemeriksaan fisik umum anak terlihat normal dan tidak didapatkan tanda-tanda
gangguan pertumbuhan. Pada pemeriksaan fisik genitalia didapatkan kulit preputium berwarna
kemerahan, mulut preputium diameter sangat sempit dan sedikit bengkak, bagian glans penis dan
meatus urethra eksterna (MUE) tidak bisa dinilai karena tertutup preputium.
Dokter puskesmas kemudian menyarankan untuk dilakukan sirkumsisi pada An. Atan.
1
BAB I
KATA SULIT
1. Kulit preputium : kulit yang melingkari dan menutupi gland penis, bersifat eretaktil dan
elastis, lapisan double terdiri atas otot polos pembuluh darah, saraf, kulit dan membrane
mukus yang melindungi glans penis dan MUE.
2. Sirkumsisi : sunat/proses bedah pengangkatan preputium untuk membebaskan glans penis.
3. Glans penis : lingkar kepala ujung penis/bagian ujung corpus spongiosa di penis, terdiri dari
jaringan mukokutan yang sangat tipis. Perluasan corpus spongiosum berbentuk topi / kerucut.
4. Mulut preputium : bagian yang membentuk lubang/mulut menutupi glans penis yang
normalnya bisa ditarik.
5. Meatus uretra eksterna : ostium / lubang keluar urine, tempatnya di ujung glans penis.
2
BAB II
RUMUSAN MASALAH
2.1 Apakah hubungan keluhan pasien dengan jenis kelamin dan usia?
2.2 Mengapa pasien mengeluhkan tidak mau pipis?
2.3 Mengapa pasien mengeluh sakit di ujung kemaluan jika pipis dan mengapa dirasakan berulang
sejak 2 hari yang lalu?
2.4 Mengapa panas dan nyeri muncul setelah 1 hari terjadi keluhan sedangkan sebelumnya tidak
disertai dengan gejala tersebut?
2.5 Mengapa pada pemeriksaan fisik, dokter mengevaluasi tanda tanda gangguan pertumbuhan?
2.6 Adakah hubungan antara keluhan pasien dengan benjolan lunak diujung penis?
2.7 Apa diagnosis dan diagnosis banding penyakit pasien?
2.8 Bagaimana interpretasi dan penjelasan pemeriksaan fisik genitalia pasien?
2.9 Mengapa dokter menyarankan sirkumsisi?
3
BAB III
BRAINSTORMING
3.1 Apakah hubungan keluhan pasien dengan jenis kelamin dan usia?
Jenis kelamin hanya pada laki laki. 90% pada anak 3 tahun, pada anak preputium
diamaeter masih kecil sehingga glans penis tertutupi, terdapat adhesi alamiah antara preputium
dan glans penis, smegma melumasi dan perlahan memisahkan glans penis dan preputium.
3.3 Mengapa pasien mengeluh sakit di ujung kemaluan jika pipis dan mengapa dirasakan berulang
sejak 2 hari yang lalu?
Karena kemungkinan inflamasi menyebabkan terasa nyeri ketika kencing dan berulang
setiap kencing dengan sebab infeksi sekitar 2 hari yang lalu. Nyeri ditunjang dengan
preputium termasuk highly sensitive tissue, banyak inervasi dan vaskularisasi sehingga ketika
inflamasi dapat terjadi dengan cepat dan kadar nyeri tinggi
3.4 Mengapa panas dan nyeri muncul setelah 1 hari terjadi keluhan sedangkan sebelumnya tidak
disertai dengan gejala tersebut?
Pada 2 bulan lalu inflamasi sudah terjadi namun masih lokal karena terlihat sudah
menggembung (edema). Karena retensi urine (sifatnya steril) pada daerah antara preputium
dan glans penis,maka inflamasi / infeksi terjadi apabila ada pembendungan urin di antara glans
penis dan preputium dengan jangka waktu yang lama dan terinvasi bakteri. jika tidak segera
ditangani dengan tepat dapat menjadi inflamasi sistemik.
3.5 Mengapa pada pemeriksaan fisik, dokter mengevaluasi tanda tanda gangguan pertumbuhan?
Ketika anak anak normalnya terjadi adhesi alamiah dan semakin dewasa preputium dan
glans penis akan memisah dengan baik. Dokter mengevaluasi tanda pertumbuhan untuk
membedakan apakah karena growth factor atau bakteri.
4
3.6 Adakah hubungan antara keluhan pasien dengan benjolan lunak diujung penis?
Benjolan lunak dikarenakan smegma hasil dari kelenjar sebasea mengalami pengelupasan
sel preputium yang mengalami deskuamasi yang menumbulkan benjolan apabila tak
dibersihkan.
5
BAB IV
PETA MASALAH
Epidemiologi,
Faktor Risiko
Definisi
Diagnosis: Kalsifikasi
FIMOSIS Kriteria Diagnosis
Diagnosis banding
Tatalaksana:
Tatalaksana Dokter puskesmas
menyarankan untuk
dilakukan sirkumsisi
Pencegahan
6
BAB V
LEARNING OBJECTIVE
5.1 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Definisi dan Klasifikasi Fimosis
5.2 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Fimosis
5.3 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Etiologi Fimosis
5.4 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Faktor Risiko Fimosis
5.5 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Fimosis
5.6 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Fimosis
5.7 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Fimosis
5.8 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Kriteria Diagnosis Fimosis
5.9 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Fimosis
5.10 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Fimosis
5.11 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Fimosis
5.12 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Prognosis Fimosis
5.13 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Fimosis
5.14 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Integrasi Fimosis
7
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
6.1 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Definisi Dan Klasifikasi Fimosis
a) Definisi
Fimosis adalah kondisi dimana preputium tidak dapat diretraksi melewati glans
penis. (PPK,2014).
Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke
proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru
lahir karena terdapat adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. Pada
fimosis, preputium melekat pada bagian glans dan mengakibatkan tersumbatnya
lubang saluran kencing, sehingga bayi dan anak menjadi kesulitan dan rasa kesakitan
pada saat buang air kecil (Basuki B Purnomo, 2011).
b) Klasifikasi
Fimosis dapat bersifat fisiologis ataupun patalogis.
a. Umumnya fimosis fisiologis terdapat pada bayi dan anak-anak. Pada anak
usia 3 tahun 90% preputium telah dapat diretraksi tetapi pada sebagian
anak preputium tetap lengket pada glans penis sehingga ujung preputium
mengalami penyempitan dan mengganggu proses berkemih.
b. Fimosis patologis terjadi akibat peradangan atau cedera pada preputium
yang menimbulkan parut kaku sehingga menghalangi retraksi
(PPK, 2014)
8
b. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true fimosis).
Timbul kemudian setelah lahir. Fimosis patologis didefinisikan
sebagai ketidakmampuan untuk menarik preputim setelah sebelumnya
yang dapat ditarik kembali. Fimosis ini disebabkan oleh sempitnya muara
di ujung kulit kemaluan secara anatomis. Hal ini berkaitan dengan
kebersihan (higiene) yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit
preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit
preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan
menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit
preputium yang membuka.
(Tanagho, 2004)
9
tahun, 12,04% pada anak usia 7-10 tahun, dan 6,81% pada remaja 11-18 tahun. (Yang
C,et.al).
Di Inggris, Gardiner melaporkan bahwa saat lahir <5% anak laki-laki dapat menarik
sepenuhnya preputiumnya hingga ke korona gland penis, dan angka ini meningkat sampai
15% pada usia 6 bulan, 50% pada umur 1 tahun, 80% pada umur 2 tahun dan sekitar 90%
pada umur 3%. (Yang C,et.al).
Di Jepang, fimosis ditemukan pada 88% bayi yang berusia 1 hingga 3 bulan dan 35%
pada balita berusia 3 tahun. Insiden fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun
dan 1% pada usia 16 sampai 18 tahun. (Hayashi Y, et al).
Insiden fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki
usia 16 sampai 18 tahun. Beberapa penelitian mengatakan kejadian fimosis saat lahir hanya
4% bayi yang preputiumnya sudah bisa ditarik mundur sepenuhnya sehingga kepala penis
terlihat utuh. Selanjutnya secara perlahan terjadi desquamasi sehingga perlekatan itu
berkurang. Sampai umur 1 tahun, masih 50% yang belum bisa ditarik penuh. Berturut-turut
30% pada usia 2 tahun, 10% pada usia 4-5 tahun, 5% pada umur 10 tahun, dan masih ada 1%
yang bertahan hingga umur 16-17 tahun. Dari kelompok terakhir ini ada sebagian kecil yang
bertahan secara persisten sampai dewasa bila tidak ditangani. (Purnomo,2009).
10
6.5 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Fimosis
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara
prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan
debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul didalam prepusium dan
perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara
berkala membuat prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi retraktil
dan dapat ditarik ke proksimal (Purnomo, 2008). Retraktiblitas prepusium meningkat seiring
bertambahnya usia. Sekitar 90% anak laki-laki yang tidak sirkumsisi prepusiumnya dapat
diretraksi secara sempurna dan hanya kurang dari 1% remaja laki-laki berusia 17 tahun yang
masih mengalami fimosis. Fimosis sekunder dapat terjadi karena retraksi paksa dan Balanitis
Xerotica Obliterans (BXO). Retraksi prepusium secara paksa dapat menimbulkan adanya
luka dan ditemukannya sikatriks pada pemeriksaan fisik penis dan prepusium (Wein et al,
2016).
Pada sebagian anak, prepusium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung
preputium mengalami penyempitan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi/berkemih.
Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi
oleh bakteri yang ada didalamnya (McGregor et al, 2007).
Adanya penumpukan urin dan penumpukan smegma menyababkan prepusium
berpotensi menjadi reservoir bakteri uropatogenik terlebih apabila disertai higienitas yang
buruk. Dari beberapa penelitian, diketahui P-fimbriated E. coli berikatan pada kulit
prepusium dalam (Baskin, 2005). Pada orang tua yang mengalami diabetes, balanopostitis
kronis dapat menginisiasi terjadinya fimosis. Hal ini terjadi karena kandungan glukosa yang
tinggi akan menjadi bahan nutrisi bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak
(Tanagho, 2008). Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada
prepusium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau infeksi pada glans dan
prepusium penis (balanopostitis) (Purnomo, 2008).
11
prepusium penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis yang
mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.
Gambar 1 : Preputium
6.7 Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Fimosis
a) Pemeriksaan Fisik Fimosis
Meliputi:
a) Kulit preputium yang tidak dapat ditarik secara proksimal di atas glans penis.
b) Dalam fimosis fisiologis, preputial orifice tidak ada luka dan terlihat sehat.
c) Pada fimosis patologis, sebuah cincin berserat putih yang berkontraksi dapat
terlihat di sekitar lubang preputial.
12
Preputium tidak dapat diretraksi ke proksimal hingga ke korona glandis.
Pancaran urin megecil.
Menggelembungnya ujung preputium saat berkemih.
Eritema dan udema pada preputium dan glans penis.
Pada fimosis fisiologis, preputium tidak memiliki skar dan tampak sehat.
Pada fimosis patologis pada sekeliling preputium terdapat lingkaran fibrotik.
Timbunan smegma pada sakus preputium.
b. Balanitis
Balanitis adalah penyakit infeksi pada glans penis baik disebabkan oleh bakteri
maupun jamur.
c. Angioedema
Angioedema adalah penyakit inflamasi yang menyerang daerah kulit dan mukosa
tubuh seperti bibir dan area genital.
d. Costitis
Penyakit infeksi pada kulit preputium yang bisa disebabkan oleh bakteri maupun
jamur.
e. Balanocostitis
Penyakit infeksi yang menyerang glans penis beserta kulit preputium yang bisa
disebabkan oleh bakteri maupun jamur.
13
Adalah penyakit infeksi yang terjadi pada glans penis yang disertai dengan
penebalan preputium yang mencolok. Penebalan ini biasanya dapat diatasi dengan
pemberian kortikosteroid. Penyakit ini juga dapat menyertai fimosis apabila terjadi infeksi
glans penis beserta penebalan yang mencolok pada kulit preputium.
14
saluran urinaria hingga mengenai ginjal dan dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal
(Muslihatun,2010:162)
Pada 90% laki-laki yang dikhitan kulup zakar menjadi dapat ditarik kembali (diretraksi)
pada umur 3 tahun. Ketidakmampuan untuk meretraksi kulup zakar sebelum umur ini
dengan demikian fimosis patologis dan fimosis merupakan indikasi untuk dikhitan. Fimosis
adalah ketidakmampuan kulup zakar untuk diretraksi pada umur tertentu yang secara normal
harus dapat diretraksi. Fimosis dapat kongenital/sekuele radang. Fimosis yang sebenarnya
biasanya memerlukan bedah pelebaran/pembesaran cincin fimosis/khitan. Akumulasi
smegma di buah kulup zakar infatil fimosis patologis dan fimosis memerlukan pengobatan
bedah (Sudarti,2010:185)
Komplikasi lain yang dapat muncul adalah:
a) Rekuren.
b) Postitis.
c) Balanitis.
d) Balanopostitis.
e) Nekrosis dan gangren pada glans penis. Jika jatuh menjadi kronis dan parah dapat
mengakibatkan tindakan amputasi.
f) Ketidaknyamanan / nyeri saat berkemih dan adanya akumulasi sekret dan smegma
di bawah prepusium.
g) Infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
h) Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
i) Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan
pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
j) Pembengkakan / radang pada ujung kemaluan yang disebut balinitis.
k) Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian
menimbulkan kerusakan pada ginjal.
l) Fimosis merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker penis.
15
kuku, membersihkan lipatan pada badan, mencabut bulu ketiak, istihdad, khitan dan
bersuci”.
16
BAB VII
PETA KONSEP
Neonatus:
Prepusium penis Fimosis
tidak dapat diretraksi Fisiologis
ke proksimal
Adhesi ilmiah
prepusium
dengan glans
penis
Korpus Smegma
Bertambah usia:
Prepusium
menjadi retraktil Benjolan lunak
ujung penis
Sebagian: Fimosis
Fimosis Retraksi Luka Setelah 6 minggu:
prepusium tetap Sekunde
Patologis paksa dan Retraksi Spontan
melekat pada r
sikatriks
glans penis
Ujung Infeksi
Inflamasi
prepusium
menggembung
Prepusium Glans Penis Prepusium dan
Glans Penis
Sirkumsisi
Postitis Balanitis
Balanopostitis
17
BAB VIII
SOAP
(S-ubjektif)
1. Keluhan utama Tidak mau pipis, sakit diujung kemaluan ketika pipis.
2. Anamnesis a. Nyeri dirasakan berulang bila pipis sejak 2 hari lalu.
b. Panas badan dan nyeri pada kulit kemaluannya sejak 1
hari yang lalu.
c. Sejak 2 bulan yang lalu, ketika kencing didapatkan ujung
penis menggembung, pancaran air seni mengecill, dan
terdapat benjolan lunak di ujung penis. Selama ini
keluhan tidak disertai nyeri dan demam.
18
(O-bjektif)
Status Generalis
1. KU Tampak normal, tidak didapatkan tanda-tanda gangguan
pertumbuhan.
2. Kesadaran Composmentis.
Status lokalis
1. Genitalia Kulit preputium berwarna kemerahan, mulut preputium
diameter sangat sempit dan sedikit bengkak, bagian glans
penis dan MUE tidak bisa dinilai karena tertutup preputium.
(A-ssesment)
1. DDx a. Fimosis
b. Parafimosis
c. Balanitis
d. Postitis
e. Balanopostitis
1. WDx Fimosis
(P-lanning)
A. Planning (-)
diagnosis
B. Planning terapi a. Farmakologis: Antibiotik
b. Bedah: Sirkumsisi
19
DAFTAR PUSTAKA
Baskin, L. S., Kogan B. A. 2005. Handbook of Pediatric Urology 2nd Edition. USA: Lippincott
William and Wilkins.
Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2014
McGregor, T. B., Pike, J.G., Leonard, M. P. 2007. Pathologic and Physiologic Phimosis: Approach
to the Phimotic Foreskin.
M. Meuli, J. Briner, B. Hanimann, and P. Sacher, “Lichen sclerosus et atrophicus causing phimosis
in boys: a prospectivestudywith5-yearfollowupaftercompletecircumcision,” Journal of
Urology, vol. 152, no. 3, pp. 1994
Tanagho, EA and McAninch, JW. Smith’s General Urology. Sixteen edition. USA: Appleton and
Lange; 2004
Shahid S K, 2011. Phimosis in Children. International Scholarly Research Network vo.l 2012, hal.
1-6.
Spilsbury K, Semmens JB, Wisniewski ZS, Holman CD. "Circumcision for fimosis and other
medical indications in Western Australian boys". Med. J. Aust. 178 (4): 155–8; 2003.
Wein, A. J., Kavoussi L. R., Partin, A. W., Peters, C. A. 2016. Campbell-Walsh Urology Eleventh
Edition. Philadelphia: Elsevier
20