Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Urinaria dan Geitalia Maskulina adalah Blok XV pada Semester
5 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada kesempatan
yang akan datang. Pada kesempatan kali ini akan memaparkan kasus tentang
Ny.Devi membawa anaknya, Roni 3 tahun, ke prakter dokter umum dengan
keluhan sakit saat buang air kecil sejak 3 hari yang lalu. Ibu Roni melihat
pada saat anaknya buang air kecil tampak mengedan dan pancarannya
bercabang. Riwayat demam dan BAK berpasir tidak ada serta warna air
kencing seperti biasa. Dari anamnesis, didapatkan bahwa Roni adalah anak
keenam dari 6 bersaudara. Selama hamil, Ny.Devi mengaku nafsu
makannya menurun dan sering muntah-muntah. Pada masa kehamilan 7
bulan, Ny.Devi menderita demam. Berat badan lahir Roni adalah 2000
gram, pada usia kehamilan ibu 8 bulan dan persalinan normal. Menurut
Ny.Devi, kakak Roni didiagnosis dokter mempunyai kelainan pada buah
zakarnya.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan dari sistem
pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas
Kedokteran Muhammadiyah.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan
metode analisis dan pembelajaran kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 1


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. Siti Hildani Thaib, M.Kes
Moderator : Dimas Ismail
Notulen : Mega Reliska
Sekretaris : Ona Putra Karisna
Waktu : Senin, 31 Oktober 2016
Pukul 08.00 – 10.30 WIB.
Rabu, 02 November 2016
Pukul 08.00 –10.30 WIB.

The Rule : 1. Menonaktifkan ponsel atau mengkondisikan ponsel dalam


of keadaan diam
Tutorial 2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan argumen.
3. Izin saat akan keluar ruangan

2.2 Skenario Kasus


Ny. Devi membawa anaknya, Roni 3 tahun, ke prakter dokter umum
dengan keluhan sakit saat buang air kecil sejak 3 hari yang lalu. Ibu Roni
melihat pada saat anaknya buang air kecil tampak mengedan dan pancarannya
bercabang. Riwayat demam dan BAK berpasir tidak ada serta warna air
kencing seperti biasa.
Dari anamnesis, didapatkan bahwa Roni adalah anak keenam dari 6
bersaudara. Selama hamil, Ny.Devi mengaku nafsu makannya menurun dan
sering muntah-muntah. Pada masa kehamilan 7 bulan, Ny.Devi menderita
demam. Berat badan lahir Roni adalah 2000 gram, pada usia kehamilan ibu 8
bulan dan persalinan normal. Menurut Ny.Devi, kakak Roni didiagnosis
dokter mempunyai kelainan pada buah zakarnya.

Pemeriksaan Fisik:

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 2


Keadaan umum; tampak sakit sedang, TB 95 cm, BB 12 kg
Tanda vital; Nadi: 100x/menit, RR 24x/menit, suhu 370C, VAS 3
Keadaan spesifik:
Kepala: mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II normal, bising
jantung (-), Paru: vesikuler normal, ronkhi tidak ada
Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada
Status lokalis organ genitalia eksterna:
Inspeksi: ukuran penis 5,5 cm, terdapat kemerahan pada ujung preputium
tertutup rapat, urethra tidak dapat dinilai. Skrotum tidak ada kelainan.
Palpasi: preputium nyeri saat ujungnya diraba, testis dekstra tidak teraba di
skrotum namun teraba di pertengahan kanalis inguinalis, testis sinistra teraba.
Ny.Devi bertanya kepada dokter gangguan apa yang terjadi pada Roni dan
apakah Roni dapat dikhitan. Apakah kelainan yang diderita Roni tidak akan
mempengaruhi masalah kesuburan dan kepriaannnya nanti setelah dewasa.

2.3 Klarifikasi Istilah


1. Nyeri saat BAK : Dysuria

2. Pancaran bercabang : Aliran yrin yang keluar dari uretha kecil,


diakibatkan oleh tertutupnya sebagian
muara uretha.
3. Buah Zakar : Testis

4. VAS : Visual analog scale, alat pengukuran


intensitas nyeri efisien yang telah digunakan
secara luas dalam penelitian dan pengaturan
klinis.
5. Prepusium : Lipatan kulit yang menutupi ujung penis

6. BAK berpasir : Menunjukkan adanya batu pada traktus


urinarius
7. Penis : Alat genitalia pria.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 3


Organ ovulasi dan ekskresi pada pria
8. Urethra : Saluran tempat jalannya urin dari vesica
urinaria keluar tubuh
9. Khitan : Tindakan memotong atau menghilangkan
setngah atau seluruh bagian kulit depan
penis
10. Testis : Salah satu dari sepasang kelenjar berbentuk
telur yang normalnya di dalam skrotum
tempat sperma berkembang
11. Kanalis Inguinalis : Saluran yang di bentuk oleh lipatan dinding
abdomen di bagian bawah lateral sepanjang
inguinal.
12. Kesuburan : Kemampuan untuk menghasilkan keturunan

13. Kepriaan : Kemampuan seksual pria

14. Skrotum : Kantung yang berisi testis

2.4 Identifikasi Masalah


1. Ny.Devi membawa anaknya, Roni 3 tahun, ke prakter dokter umum
dengan keluhan sakit saat buang air kecil sejak 3 hari yang lalu. Ibu Roni
melihat pada saat anaknya buang air kecil tampak mengedan dan
pancarannya bercabang. Riwayat demam dan BAK berpasir tidak ada serta
warna air kencing seperti biasa.
2. Roni adalah anak keenam dari 6 bersaudara. Selama hamil, Ny.Devi
mengaku nafsu makannya menurun dan sering muntah-muntah. Pada masa
kehamilan 7 bulan, Ny.Devi menderita demam. Berat badan lahir Roni
adalah 2000 gram, usia kehamilan 8 bulan dan persalinan normal.
3. Kakak Roni didiagnosis dokter mempunyai kelainan pada buah zakarnya.
4. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum; tampak sakit sedang, TB 95 cm, BB 12 kg
Tanda vital; Nadi: 100x/menit, RR 24x/menit, suhu 370C, VAS 3
Keadaan spesifik:
Kepala: mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 4


Thoraks: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II normal, bising
jantung (-), Paru: vesikuler normal, ronkhi tidak ada
Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada
Status lokalis organ genitalia eksterna:
Inspeksi: ukuran penis 5,5 cm, terdapat kemerahan pada ujung preputium
tertutup rapat, urethra tidak dapat dinilai. Skrotum tidak ada kelainan.
Palpasi: preputium nyeri saat ujungnya diraba, testis dekstra tidak teraba di
skrotum namun teraba di pertengahan kanalis inguinalis, testis sinistra
teraba.
5. Ny.Devi bertanya kepada dokter gangguan apa yang terjadi pada Roni dan
apakah Roni dapat dikhitan. Apakah kelainan yang diderita Roni tidak
akan mempengaruhi masalah kesuburan dan kepriaannnya nanti setelah
dewasa.

2.5 Analisis Masalah


1. Ny.Devi membawa anaknya, Roni 3 tahun, ke prakter dokter umum
dengan keluhan sakit saat buang air kecil sejak 3 hari yang lalu. Ibu Roni
melihat pada saat anaknya buang air kecil tampak mengedan dan
pancarannya bercabang. Riwayat demam dan BAK berpasir tidak ada serta
warna air kencing seperti biasa.
a. Bagaimana anatomi, fisiologi dan histologi organ yang terlibat pada
kasus?
Jawab:

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 5


A. Anatomi

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 6


1) Penis
Penis dapat dibagi atas korpus dan glans. Korpus penis terdiri
atas: Jaringan erektil korpus kavernosum penis, uretra yang
dikelilingi oleh korpus kavernosum uretrae, muskuli bulbo-
kavernosus dan retraktor penis. Ujung penis disebut gland
penis, dimana pada beberapa spesies tidak begitu jelas.
2) Skrotum
Skrotum merupakan sebuah kantung dengan dua ruang, terdiri
dari kulit berpigmen, jaringan ikat dan jaringan fibrosa yang
berisi testes, epididimis dan selaput-selaput yang
menyelubunginya.
Dinding scrotum mempunyai lapisan sebagai berikut :
 Kulit
Kulit scrotum tipis, berkerut, berpigmen dan membentuk
kantung tunggal. Sedikit peninggian digaris tengah
menunjukkan garis persatuan dari kedua penonjolan
labioscrotalis.
 Fascia superficialis
Fascia ini melanjutkan diri sebagai panniculus adiposus dan
stratum membranosus dinding anterior anbomen. Akan tetapi
penniculuc adiposus diganti oleh otot polos yang dinamakan
tunica dartos (Gambar 22-2). Otot ini dipersarafi oleh serabut
saraf simpatik dan berfungsi untuk mengkerutkan kulit
diatasnya. Stratum membranosum fascia superficialis (fascia
Colesi) di depan melanjutkan diri sebagai stratum
membranosum dinding anterior abdomen (fascia Scarpae),
dibelakang melekat pada corpus perienale dan pinggir posterior
membrane perinea. Disampingnya, fascia superficialis melekat
pada rami ischiopubica(gambar 22-10). Kedua lapisan fascia
superficialis berperan membentuk sekat median yang menylang
scrotum dan memisahkan testis satu dengan yang lain
 Fascia spermatica

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 7


Fascia tiga lapis ini terletak dibawah fascia superficialis dan
berasal dari tiga lapis dinding anterior abdomen masing-masing
sisi (gambar 22-2), musculus Cremaster didalam fascia
cremasterica dapat dibuat kontraksi dengan menggores sisi
medial paha. Hal ini disebut reflex cremaster. Serabut aferen
melengkung reflex ini berjalan pada ramus femoralis nervi
genitofemoralis dan serabut aferen motorik berjalan pada
ramus genitalis nervi genitofemoralis.
 Tunica vaginalis (gambar 22-1, 22-2, 22-3), tunica vaginalis
terletak didalam fascia spermaticae dan meliputi permukaan
anterior, media dan lateralis masing-masing testis tunica
vaginalis merupakan perluasan ke bawah processus vaginalis
peritonei, dan biasanya sesaat sebelum tidur menutup dan
memisahkan diri dari bagian atas processus vaginalis peritonei
dan cavitas peritonealis. Dengan demikian tunica vaginalis
merupakan kantung tertutup, diinvaginasu dari belakang oleh
testis.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 8


Aliran Limfe
Cairan limfe dari kulit dan fascia, termasuk tunica vaginalis
dialirkan ke nodi lymphoidei inguinalis superficialis.

3) Testis
Testis terdiri dari 200-300 lobulus yang masing-masing
mengandung satu hingga tiga tubulus seminiferus. Diantara
tubulus ini terdapat sel-sel interstitial (sel Leydig) yang
menghasilkan hormon testosteron saat pubertas. Setiap tubulus
panjangnya sekitar 62 cm (2 kaki) ketika direntangkan dan
tubulus-tubulus ini tergulung serta terbungkus dalam testis.
Tubulus-tubulus ini akan beranastomosis ke posterior menuju

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 9


ke suatu plexus yang disebut dengan rete testis, kira-kira
selusin tubulus kemudian akan menjadi ductus efferens,
menembus tunica albuginea pada bagian atas dari testis dan
melewati caput epididymis. Ductus efferen bersatu untuk
membentuk satu saluran yang berbelit-belit yang merupakan
corpus dan cauda epididymis.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 10


Lapisan Testis
1) Tunika vaginalis
Berupa membran ganda membentuk lapisan luar testes dan
berasal dari peritoneum pelvis dan abdominal. Saat akhir
perkembangan fetus, testes berada dalam cavum abdomen
sedikit di bawah ginjal kemudian turun ke scrotum
bersama-sama peritoneum, pembuluh darah, limfe, saraf
dan ductus deferens. Turunnya testes ke scrotum lengkap
pada 8 bulan umur fetus.

2) Tunika albuginea
Anyaman fibrosa di bawah tunika vaginalis yang
menyelimuti testes. Lapisan ini membentuk septa-septa
yang membagi testes menjadi lobulus-lobulus.
3) Tunika vasculosa
Berisi anyaman kapiler di dukung oleh jaringan ikat
longgar.
Vaskularisasi Testis
Arteri testicularis berasal dari aorta setinggi a.v. renalis (VL-
1). A. testicularis ber-anastomose dengan arteri yang menuju
ke vas deferens untuk memperdarahi vas deferens dan
epididymis yang berasal dari a. vesicalis inferior cabang dari a.
iliaca interna. Hubungan silang ini berarti jika dilakukan ligasi
a. testicularis tidak menyebabkan atropi testis.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 11


Plexus venosus pampiniformis akhirnya menjadi satu vena
pada daerah annulus inguinalis superficialis. Pada sisi kanan
vena ini mengalirkan darah ke v. cava inferior dan sisi kiri ke
v. renalis.
Aliran Limfatik Testis
Aliran limfatik testis mengikuti ketentuan umum aliran
limfatik. Alirannya bersama-sama aliran vena dan menuju
nodus limfaticus para-aorticus setinggi a.v. renalis. Hubungan
bebas terjadi antara aliran limfatik kiri dan kanan, juga terjadi
anastomosis dengan nodus limfaticus intrathoracis-para
aorticus dan akhirnya dengan nodus limfaticus cervicalis,
sehingga tidak jarang keganasan pada testis akhirnya dapat
menjalar ke leher.
Innervasi Testis
Serabut-serabut simpatis T-10 melalui plexus renalis dan
plexus aorticus.
(Snell, 2012)

B. Fisiologi
Fungsi primer dari sistem reproduksi laki – laki adalah menghasilkan
spermatozoa matang dan menemnpatkan sperma kedalam saluran
reproduksi perempuan melalui senggama. Testes mempunyai fungsi
eksokrin dalam spermatogenesis dan fungsi endokrin untuk
mensekresikan hormon – hormon seks yang mengendalikan
perkembangan dan fungsi seksual.
a. Penis
 Berfungsi sebagai organ untuk kopulasi dan miksi.
b. Testes
 Fungsi eksokrin (cytogenic) testes pada kemampuannya untuk
menghasilkan spermatozoa yang kemudian dikeluarkan dari
tubuh.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 12


 Fungsi endokrin testes (steroidogenesis) adalah pada
kemampuannya untuk menghasilkan hormon-hormon
reproduksi jantan.
c. Scrotum
 Membungkus testis
 Mempertahankan suhu testes selalu berada 1-3 derajat di bawah
suhu basal tubuh.
d. Tubulus seminiferus
 Terdapat sel sertoli yang berfungsi sebagai penunjang dan
pemberi makan spermatozoa yang secara embriologis yang
terbentuk dari proses pembelahan dan perubahan morfologis sel-
sel epithel spermatogonia.
 Terdapat Sel Leydig yang berfungsi mensintesis hormon-
hormon androgen terutama testosteron di bawah pengaruh
hormon gonadotrophin.
e. Epididimis
 Tempat maturasi, seleksi dan penyimpanan sementara
spermatozoa dengan di bawah pengaruh sekresi hormon
testosteron.
f. Glandula asesorius
 Menghasilkan cairan untuk ejakulat
(Sherwood, 2011 dan Guyton, 2008)
Mekanisme ereksi:
Penis mendapatkan aliran darah dari a. Pudenda internaa. Penis
communisarteri ini bercababga. Kavernosa/a. Sentralis, a.
Dorsalis penis, dan a. Bulbo-uretralis. A. Kommunis melewati
melewati kanal dari Alcock yang berdekatan dengan os pubis dan
mudah mengalami cidera jika terjadi fraktur pelvis. A. Sentralis
memasuki rongga kavernosabercabang-cabang menjadi arteriole
helisinarteriole ini akan mengisiskan darah ke dalam sinusoid.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 13


Darah vena dari rongga sinusoid dialirkan melalui
anyaman/pleksus yang terletak dibawah tunika albuginea untuk
mengalirkan darah ke vena dorsalis.
Ereksi:
Rangsangan seksual aktivasi saraf parasimpatis meningkat
dilatasi arteriole & kontriksi venuleinflow (aliran darah yang
menuju korpora) meningkat sedangkan outflow (aliran darah yang
meninggalkan korpora) menurunvolume darah dan ketegangan
korpora meningkatpenis ereksi (Purnomo, 2011)
C. Histologi
1) Penis

a) Terdiri dari jaringan erektil atau rongga vaskuler yang dilapisi


oleh endotel.
b) Corpora cavernosa yang erektil terletak di sisi dorsal dan
corpus spongiosum di sisi ventral.
c) Tunika albuginea mengelilingi corpus yang erektil.
d) Arteri dorsalis dan arteri profunda memperdarahi corpus yang
erektil.
(Eroschenko, Victor P., 2010).

2) Skrotum
a) Testis terletak di luar tubuh di dalam skrotum yang suhunya 2 o-
3o lebih rendah daripada suhu tubuh.
b) Suhu yang lebih rendah di skrotum disebabkan oleh penguapan
keringat dan pleksus pampiliformis.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 14


c) Mekanisme arus balik pertukaran panas di vena mendinginkan
darah arteri sewaktu darah masuk ke testis.
(Eroschenko, Victor P., 2010: 438).
Skrotum terdiri atas integumentum kommunis dan tunika dartos.
Kulit skrotum lebih tipis, rambut lebih sedikit dan kaya akan
glandula. Terdapat glandula sebasea dan glandula kulit tubuler. Di
bagian dalam kulit skrotum melekat ke tunika dartos dengan
perantara jaringan ikat longgar. Tunika dartos terdiri atas berkas
otot polos yang arahnya tidak teratur serta serabut kolagen dan
elastis. 
3) Testis

a) Jaringan ikat tebal tunika albuginea mengelilingi setiap testis


dan membentuk mediastinum testis.
b) Septum jaringan ikat yang tipis dari mediastinum testis
memisahkan testis menjadi lobulus-lobulus.
c) Lobulus testis mengandung tubuli seminiferi dan dilapisi oleh
epitel germinal.
d) Epitel germinal mengandung sel spermatogenik dan sel sertoli
(penunjang).
e) Di antara tubuli seminiferi terdapat sel interstitial (Leydig)
penghasil testosteron.
(Eroschenko, Victor P., 2010)
3) Dukctus Ekskretorius

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 15


a) Sperma yang dilepaskan berjalan melalui tubulus rectus dan
rete testis ke ductuli efferentes.
b) Ductuli efferentes muncul dari mediastinum dan menyalurkan
spema ke caput duktus epididimis.
c) Epitel ductuli efferentes tidak rata karena adanya sel bersilia
dan tidak bersilia di lumen.
d) Silia ductuli efferentes mendorong sperma dan cairan dari
tubuli seminiferi ke duktus epididimis.
e) Sel tidak bersilia mengabsorbsi sebagian besar cairan testis
sewaktu cairan melewati duktus epididimis.
(Eroschenko, Victor P., 2010).

b. Bagaimana embriologi pembentukan organ genitalia maskulina?


Jawab:
Ketika mesonepros mengalami degenerasi, suatu ligamen yang
disebut gubernakulum akan turun pada masing-masing sisi abdomen
dari pole bawah gonal melintas oblik pada dinding abdomen (yang
kelak menjadi kanalis inguinalis) dan melekat pada labioscrotal
swelling ( yang kelak menjadi skrotum atau labia majora). Kemudian
kantong peritoneum yang disebut processus vaginalis berkembang
pada masing-masing sisi ventral gubernakulum dan mengalami
herniasi melalui dinding abdomen bawah sepanjang jalur yang

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 16


dibentuk oleh gubernakulum. Masing-masing processua vaginalis 
membawa perluasan dari lapisan pembentuk dinding abdomen,
bersama-sama membentuk funikulus spermatikus. Lubang yang
ditembus oleh processus vaginalis pada fascia transversalis menjadi
anulus inguinalis internus, sedang lubang pada aponeurosis m.
obliquus abdominis externus membentuk anulus inguinalis eksternus.
Pada minggu ke-6 umur kehamilan primordial germ cells mengalami
migrasi dari yolk sac ke genital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex
determining region Y), maka akan berkembang menjadi testis pada minggu
ke-7. Testis yg berisi prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi
tubulus seminiferous dan sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang
dihasilkan pituitary mulai aktif berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan
dengan mengeluarkan MIF (Müllerian Inhibiting Factor), yang
menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian. MIF juga
meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig. Sel- Pada
minggu ke-10-11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin yang
dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi
testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi
epididimys, vas deferens, dan vesika seminalis.

Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun


mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa
terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin,
mekanik (anatomik), dan neural.Terjadi dalam 2 fase yang dimulai sekitar
minggu ke-10 kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase
transabdominal dan fase inguinoscrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol
hormonal yang berbeda.

Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di


mana testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal.
Hal ini terjadi karena adanya regresi ligamentum suspensorium cranialis
dibawah pengaruh androgen (testosteron), disertai pemendekan
gubernaculum (ligamen yang melekatkan bagian inferior testis ke-segmen
bawah skrotum) di bawah pengaruh MIF.Dengan perkembangan yang cepat
dari regio abdominopelvic maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal
anterior. Pada bulan ke-3 kehamilan terbentuk processus vaginalis yang

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 17


secara bertahap berkembang ke-arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan
menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan.

Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28


sampai dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari
regio inguinal ke-dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen.
Mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun diduga melalui
mediasi pengeluaran calcitonin gene-related peptide (CGRP). Androgen
akan merangsang nervus genitofemoral untuk mengeluarkan CGRP yang
menyebabkan kontraksi ritmis dari gubernaculum.Faktor mekanik yang
turut berperan pada fase ini adalah tekanan abdominal yang meningkat yang
menyebabkan keluarnya testis dari cavum abdomen, di samping itu tekanan
abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari processus vaginalis
melalui canalis inguinalis menuju skrotum. Proses penurunan testis ini masih
bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 18


Perubahan ini terjadi akibat pembesaran ukuran pelvis dan
pemanjangan ukuran tubuh, karena gubernakulum  tumbuh tidak
sesuai proporsinya, mengakibatkan testis berubah posisi, jadi
penurunannya adalah proporsi relatif terhadap pertumbuhan dinding
abdomen. Masuknya testis di skrotum di ikuti dengan kontraksi
kanalis inguinalis yang menyelubungi funikulus spermatikus. Selama
periode perinatal processus vaginalis mengalami obliterasi,
mengisolasi suatu tunica vaginalis yang membentuk suatu kantong
yang menutupi testis. (Sadler,2010)

c. Bagaimana fisiologi proses miksi?


Jawab:

Kandung kemih yang terisi yang mencapai kapasits kandung kemih


hingga tegangan pada dinding meningkat → saraf sensorik n.
pelvicus mendeteksi derajat regangan → mengirim sinyal ke segmen

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 19


sakralis dari medulla spinalis → dikembalikan secara reflex ke
kandung kemih melalui saraf parasimpatis→ saraf-saraf
postganglionic pendek yang mempersarafi otot destrusor kontraksi
untuk mengosongkan kandung kemih → bila reflex miksi cukup kuat
→ memicu reflex lain yang melalui n. pudendus ke sphincter
eksterna untuk menghambat konstriksi→ relaksasi sphincter
eksterna→ pengeluaran urin
Sintesis:
Darah masuk ke ginjal (a. renalis) → masuk ke arteriol aferen dan
mengalirkan darah ke glomerulus → darah di filtrasi di glomerulus,
komponen yang bermolekul besar seperti protein dan eritrosit
tertahan dan zat terlarut dengan ukuran molekul kecil lewat (urin
primer) → darah yang terfiltrasi di kumpulkan di kapsula bowman
→ dialirkan ke tubulus proksimal untuk direabsorbsi kembali, zat-zat
yang berguna untuk tubuh seperti gula, asam amino dan zat lain
diserap kembali (urin sekunder) → dibawa ke lengkung henle (U) →
melewati aparatus jukstaglomerulus → masuk ke tubulus distal,
disini terjadi proses augmentasi yaitu penambahan urea → masuk ke
tubulus kolingentes/kolektivus → ke ginjal pelvis → ureter
(peristaltik dan gravitasi) → masuk ke vesica urinaria → setelah
vesica urinaria penuh, menyebabkan reseptor teregang → impuls
dibawa ke medulla spinalis oleh saraf aferen → merangsang saraf
parasimpatis → sfingter internus terbuka dan disusul oleh sfingter
eksternus → kedua sfingter terbuka → urin terdorong akibat
kontraksi vesica urinaria → urin disalurkan melalui uretra → urin
keluar (berkemih) (Sherwood, 2011).

d. Bagaimana patofisiologi keluhan pada kasus?


Jawab:

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 20


 Peradangan  preputium dan glans penis tetap melekat 
preputium tidak dapat ditarik ke proksimal  FIMOSIS  urin
akan terhambat dan berkumpul di ruang antara preputium dan glans
penis  adanya usaha untuk mengeluarkan urin  peningkatan
tekanan intraabdominal  BAK tampak mengedan  sakit saat
BAK.
 Urin akan terhambat dan berkumpul di ruang antara preputium dan
glans penis, perlekatan yang luas menutup sebagian muara urethra
externus  Pancaran bercabang.
(Purnomo, 2011)

e. Apa makna Roni mengeluh sakit saat buang air kecil sejak 3 hari yang
lalu. Ibu Roni melihat pada saat anaknya buang air kecil tampak
mengedan dan pancarannya bercabang?
Jawab:
Maknanya menunjukkan terjadinya fimosis pada Roni. Fimosis
menyebabkan terjadinya gangguan aliran urin, seperti pancaran urin
yang mengecil atau bercabang. Akibat dari pancaran yang bercabang
tadi membuatnya berusaha mengeluarkan urin dengan cara mengedan
saat BAK sehingga menimbulkan rasa sakit saat BAK.

f. Apa makna riwayat demam dan BAK berpasir tidak ada serta warna
air kencing seperti biasa?
Jawab:
 Keluhan sakit saat BAK dengan riwayat demam (-) menunjukkan
inflamasi yang terjadi masih bersifat lokal sehingga tidak
menyebabkan reaksi demam.
 BAK berpasir (-) menandakan pancaran BAK bercabang dan sakit
saat BAK bukan disebabkan oleh adanya batu/sumbatan di
saluran kemih. (Purnomo,2011)
2. Roni adalah anak keenam dari 6 bersaudara. Selama hamil, Ny.Devi
mengaku nafsu makannya menurun dan sering muntah-muntah. Pada masa

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 21


kehamilan 7 bulan, Ny.Devi menderita demam. Berat badan lahir Roni
adalah 2000 gram, usia kehamilan 8 bulan dan persalinan normal.
a. Apa ada hubungan anak keenam dengan keluhan yang dialami Roni?
Jawab:
Maknanya yaitu, apabila seseorang mempunyai banyak anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya prematur. Prematur 
perkembangan janin belum sempurna  faktor resiko undescended
testiculorum (UDT).
Sintesis:
Paritas merupakan banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh
seorang wanita. Jumlah paritas ibu merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya kelahiran prematur karena jumlah paritas dapat
mempengaruhi keadaan kesehatan ibu dalam kehamilan. Paritas
dengan dengan kejadian prematur mempunyai hubungan yang
bermakna dengan signifikansi, dimana pada wanita yang paritasnya
lebih dari 3 ada kecenderungan mempunyai risiko sebesar 4 kali lebih
besar untuk melahirkan bayi prematur bila dibandingkan dengan
wanita yang paritasnya kurang dari 3. (Nurdiana, 2008)

b. Apa hubungan Ny.Devi nafsu makannya menurun dan sering muntah-


muntah selama kehamilan?
Jawab:
Hubungan nafsu makan menurun dan sering muntah-muntah selama
kehamilan menyebabkan asupan nutrisi untuk janin akan berkurang
sehingga bayi akan lahir dengan BBLR (berat badan lahir rendah). Hal
tersebut sangat berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan
organ genitalianya.

Sintesis:
a) Ibu

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 22


Dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara
lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah
secara normal dan terkena infeksi
b) Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan sulit dan lama,
persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah
persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung
meningkat
c) Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus,
bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada
bayi, afiksiaintra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan
berat badan rendah (BBLR)
(Paath, 2004)

c. Apa hubungan Ny.Devi mengalami demam saat kehamilan 7 bulan?


Jawab:
Demam saat hamil  karena infeksi
 Infeksi mempunyai efek langsung dan tidak langsung pada
janin. Efek tidak langsung timbul karena mengurangi
oksigen darah ke plasenta. Efek langsung tergantung pada
kemampuan organisme penyebab menembus plasenta dan
menginfeksi janin, sehingga dapat mengakibatkan gangguan
perkembangan janin sampai kematian janin in utero.

 Infeksi pada kehamilan  hormon Human Chorionic


Gonadothropin (HCG) dari plasenta yang berpengaruh
terhadap produksi testosteron janin. Testosteron rendah 
gangguan pembentukan genitalia maskulina.

Jadi, hubungannya adalah demam pada kehamilan 7 bulan


merupakan faktor predisposisi.(Paath,2004)

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 23


d. Apa hubungan prematur dengan keluhan Roni?
Jawab: Pada keadaan partus dini (prematur), perkembangan janin
belum sempurna. Bersangkutan dengan kurang sempurnanya alat-alat
dalam tubuhnya baik anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul
beberapa kelainan pada sistem-sistem tertentu seperti respirasi,
cardiovaskular, gastrointestinal, urinaria, maupun genitalia.
Pada kasus ini, partus dini (prematur) yang dialami oleh Roni
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya undescended
testiculorum (UDT).(Nurdiana, 2008)

e. Bagaimana pengaruh hormon dan gen pada masa perkembangan organ


genitalia?
Jawab:
Perkembangan testis dipengaruhi oleh gen SRY pada Y kromosom
mudigah, testosteron dan antimullerian-hormone.
Perkembangan penis dipengaruhi oleh testosteron  DHR  penis.
Sintesis:
Pembentukan jenis kelamin anak hasil fertilisasi tergantung ada atau
tidak adanya determinan maskulin selama periode kritis
perkembangan embrio. Perbedaan terbentuknya anak dengan jenis
kelamin pria atau wanita dapat terjadi setelah melalui 3 tahap, yaitu
tahap genetik, gonad, dan fenotip (anatomi) seks. Tahap genetik
tergantung kombinasi genetik pada tahap konsepsi. Jika sperma
yang membawa kromosom Y bertemu dengan oosit, terbentuklah
anak laki-laki, sedangkan jika sperma yang membawa kromosom
X yang bertemu dengan oosit, maka yang terbentuk anak
perempuan. Selanjutnya tahap gonad, yaitu perkembangan testes
atau ovarium. Selama bulan pertama gestasi, semua embrio
berpotensi untuk menjadi pria atau wanita, karena perkembangan
jaringan reproduksi keduanya identik dan tidak berbeda.
Penampakan khusus gonad terlihat selama usia 7 minggu di dalam

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 24


uterus, ketika jaringan gonad pria membentuk testes di bawah
pengaruh sex-determining region kromosom Y(SRY), sebuah gen
yang bertanggung jawab pada seks determination. SRY
menstimulasi produksi antigen H-Y oleh sel kelenjar primitif.
Antigen H-Y adalah protein membran plasma spesifik yang
ditemukan hanya pada pria yang secara langsung membentuk testes
dari gonad. Pada wanita tidak terdapat SRY, sehingga tidak ada
antigen H-Y, sehingga jaringan gonad baru mulai berkembang setelah
9 minggu kehamilan membentuk ovarium. Tahap fenotip tergantung
pada tahap genetik dan gonad. Diferensiasi membentuk sistem
reproduksi pria diinduksi oleh androgen, hormon maskulin yang
disekresi oleh testes. Usia 10-12 minggu kehamilan, jenis
kelamin secara mudah dapat dibedakan secara anatomi pada genitalia
eksternal. Meskipun perkembangan genitalia eksterna pria dan wanita
tidak berbeda pada jaringan embrio, tetapi tidak pada saluran
reproduksi. Dua sistem duktus primitif, yaitu duktus Wolffian dan
Mullerian menentukan terbentuknya pria atau wanita. Pada pria
duktus Wolffian berkembang dan duktus Mullerian berdegenerasi,
sedangkan pada wanita duktus Mullerian yang berkembang dan
duktus Wolffian berdegenerasi. Perkembangannya tergantung ada atau
tidak adanya dua hormon yang diproduksi oleh testes fetus yaitu
testosteron dan Mullerian-inhibiting factor. Testosteron mengiduksi
duktus Wolffian menjadi saluran reproduksi pria (epididimis,
duktus deference, duktus ejakulatorius, dan vesika seminalis).
Testosteron diubah menjadi dihydrotestosteron (DHT) yang
bertanggung jawab membentuk penis dan skrotum. Pada wanita,
duktus Mullerian berkembang menjadi saluran reproduksi wanita
(oviduct, uterus, dan vagina), dan genitalia eksterna membentuk
klitoris dan labia (Tuti Taufik, 2012).

3. Kakak Roni didiagnosis dokter mempunyai kelainan pada buah zakarnya.


a. Apa makna kakak Roni mempunyai kelainan pada buah zakarnya?

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 25


Jawab:
Kemungkinan adanya faktor genetik yang didapatkan Roni dari
kakaknya. Kondisi Roni dipengaruhi oleh faktor genetik yang
didapatkan Roni dari kehamilan Ny. Devi yang sebelumny, risiko
grandemultipara, faktor nutrisi selama kehamilan yang tidak
mencukupi, dan faktor infeksi kehamilan 7 bulan.

b. Apa saja jenis-jenis kelainan pada buah zakar (testis)?


Jawab:
1. Testis Maldesensus: proses desensus testikulorum tidak berjalan
dengan baik sehingga testis tidak berada di dalam kantong skrotum.
Penyebab terjadinya testis maldesensus yaitu, karena adanya
kelainan pada gubernakulum testis, kelainan intrinsik testis,
defisiensi hormon gonadotropin yang memacu proses desensus
testis
2. Torsio testis: terpeluntirnya funikulus spermatikusyang berakibat
terjadinya gangguan aliran darah pada testis.
(Purnomo, 2011)

4. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum; tampak sakit sedang, TB 95 cm, BB 12 kg
Tanda vital; Nadi: 100x/menit, RR 24x/menit, suhu 370C, VAS 3
Keadaan spesifik:
Kepala: mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II normal, bising
jantung (-), Paru: vesikuler normal, ronkhi tidak ada
Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada
Status lokalis organ genitalia eksterna:
Inspeksi: ukuran penis 5,5 cm, terdapat kemerahan pada ujung preputium
tertutup rapat, urethra tidak dapat dinilai. Skrotum tidak ada kelainan.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 26


Palpasi: preputium nyeri saat ujungnya diraba, testis dekstra tidak teraba di
skrotum namun teraba di pertengahan kanalis inguinalis, testis sinistra
teraba.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik dan keadaan
spesifik?
Jawab:
Keadaan Roni Keterangan
VAS: 3 Nyeri ringan
Ukuran penis 5,5 cm Normal
Terdapat kemerahan pada KemerahanInflamasi
ujung preputium tertutup Ujung Preputium tertutup
rapat rapatFimosis
Preputium nyeri saat Inflamasi
ujungnya diraba
Testis dekstra tidak Undesensus Testiculorum (UDT)
teraba di skrotum namun
teraba di pertengahan
kanalis inguinalis

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik dan


keadaan spesifik?
Jawab:
 Peradangan  preputium dan glans penis tetap melekat 
preputium tidak dapat ditarik ke proksimal  FIMOSIS  urin
akan terhambat dan berkumpul di ruang antara preputium dan
glans penis  memudahkannya terjadi infeksi  inflamasi 
Kemerahan pada ujung preputium, Preputium nyeri saat
diraba.
 Infeksi  ibu terpajan mikroorganisme saat kehamilan  infeksi
transplasenta dalam kandungan  mikroorganisme berkembang
baik di plasenta  gangguan sintesis HCG dan plasenta 
stimulus ke sel leydig menurun  produksi testosteron menurun
 kontraksi ritmis gubernakulum untuk menarik testis ke

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 27


skrotum menurun  UDT Testis dekstra tidak teraba di
skrotum namun teraba di pertengahan kanalis inguinalis
Sintesis:
 Fimosis
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir, karena
terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans penis.
Sampai usia 3-4 tahun, penis tumbuh dan berkembang. Debris
yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul di
dalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium
dengan glans penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa
preputium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh
bakteri yang ada di dalamnya. Ereksi penis yang terjadi secara
berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga
preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke arah proksimal.
Pada usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat diretraksi. Pada
sebagian anak, preputium tetap lengket pada glans penis,
sehingga ujung preputium mengalami penyimpangan dan
akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi. Biasanya anak
menangis dan pada ujung penis tampak menggelembung. Air
kemih yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan 17
memancar dengan arah yang tidak dapat diduga. Kalau sampai
terjadi infeksi, anak akan menangis setiap buang air kecil dan
dapat pula disertai demam. Ujung penis yang tampak
menggelembung disebabkan oleh adanya penyempitan pada
ujung preputium karena terjadi perlengketan dengan glans penis
yang tidak dapat ditarik ke arah proksimal. Adanya penyempitan
tersebut menyebabkan terjadi gangguan aliran urin pada saat
miksi. Urine terkumpul di ruang antara preputium dan glans
penis, sehingga ujung penis tampak menggelembung.
c. Bagaimana cara mengukur penis?
Jawab:

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 28


 Panjang penis diukur saat lemas pada posisi berbaring yang
dinyatakan dalam satuan sentimeter.
 Cara pengukuran panjang penis adalah diukur dari basis penis
sampai glans, bukan preputium.
 Glans penis kemudian dipegang dengan ibu jari dan telunjuk dan
ditarik sejauh mungkin (stretched) secara vertikal.
 Penis yang ditarik dalam keadaan tegak tersebut kemudian diukur
menggunakan meteran. (Fok TF, dkk. 2005)

d. Bagaimana ukuran penis yang normal menurut usia?


Jawab:
No Umur (Th) Normal Micro (Ind) Micro (Barat)
1. 3– 4 4,6 -6,4 2,3 3,3
2. 4– 5 4,8 -6,6 2,3 3,5
3. 5– 6 5,1 -6,9 2,3 3,8
4. 6– 7 5,2 -7,0 2,5 3,9
5. 7- 8 5,2 -7,2 2,5 3,7
6. 8- 5,3 -7,3 2,5 3,8
7. 9 – 10 5,3 -7,3 2,6 3,8
8. 10 – 11 5,3 7,5 2,6 3,7
9. Dewasa 12,2-15,4 9,3
Tabel . Ukuran Penis Menurut Usia
Pada kasus ini, ukuran penis Roni yang berusia 3 tahun yaitu 5,5
cm. Masih tergolong normal (4,6-6,4 cm). (Rani,2011)

e. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume testis?


Jawab:
 Hormonal
 Idiopatik
 Anomali pertumbuhan
 BB
 Etnis

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 29


 Makanan

f. Apa saja yang mempengaruhi tumbuh kembang penis?


Jawab: Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
penis semasa intraunterin adalah hormon testosteron dan DHT
(dihydrotestosteron).

g. Apa penyebab testis tidak teraba ?


Jawab:
Penyebab undesensus testis dapat disebabkan oleh produksi hormon
androgen yang abnormal dan defisiensi gonadotropin dari ibu atau
beberapa keadaan berikut yang menyebabkan undesensus testis,
antara lain :
 Arrest testis (berhentinya penurunan testis di suatu tempat
sehingga tidak sampai ke skrotum )
 Ectopic testis (testis tidak berada pada jalur desensus fisiologik)
 Retractil testis (testis terdorong kembali ke atas akibat kontraksi
hebat otot-otot skrotum).
Beberapa sumber menyebutkan bahwa testis maldesensus dapat
terjadi karena adanya kelainan pada (1) gubernaculum testis, (2)
kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormone gonadotropin
yang memacu proses desensus testis.
Beberapa penelitian terakhir mendapatkan bahwa mutasi pada gen
INSL3 (Leydig insulin-like hormone 3) dan gen GREAT (G protein-
coupled receptor affecting testis descent) dapat menyebabkan UDT.
INSL3 dan GREAT merupakan pasangan ligand dan reseptor yang
mempengaruhi perkembangan gubernaculum. Mutasi atau delesi
pada gen-gen tertentu yang lain juga terbukti menyebabkan UDT,
antara lain gen reseptor androgen yang akan menyebabkan AIS
(androgen insensitivity syndrome), serta beberapa gen y yang
bertanggung-jawab pada differensiasi testis misalnya: PAX5, SRY,
SOX9, DAX1, dan MIS (Purnomo, 2011).

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 30


h. Apa saja kelainan undesensus?
Jawab:
Undesensus dikelompokkan menjadi:
1. Kriptorkismus: suatu keadaan dimana, satu atau kedua testis tidak
berada di dalam kantung skrotum, tetapi masih berada di salah satu
tempat sepanjang jalur desensus normal.
2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan
yangnormal.
3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi
akibatrefleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke
kanalisinguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya.
4. Maldesensus: proses desensus testikulorum tidak berjalan dengan
baik segingga testis tidak berada di dalam kantung skrotum.
(Kolon, 2002)

i. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya undesensus


testiculorum?
Jawab:
(1) Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap funikulus
spermatikus atau gubernakulum,
(2) Peningkatan tekanan abdomen,
(3) Faktor hormonal: testosteron, MIS, dan extrinsic estrogen
(4) Perkembanganepididimis,
(5) Perlekatan gubernakular
(6) Genito femoral nerve/calcitonin gene-related peptide (CGRP),
(7) Sekunder pasca-operasi inguinal yang menyebabkan jaringan
ikat.
UDT juga dapat terjadi karena adanya kelainan pada
Gubernakulumtestis, Kelainan intrinsik testis, atau Defisiensi hormon
gonadotropin yang memacu proses desensus testis. (Batubara, 2008)

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 31


5. Ny.Devi bertanya kepada dokter gangguan apa yang terjadi pada Roni dan
apakah Roni dapat dikhitan. Apakah kelainan yang diderita Roni tidak
akan mempengaruhi masalah kesuburan dan kepriaannnya nanti setelah
dewasa.
a. Apa saja indikasi dan kontraindikasi untuk dikhitan?
Jawab: Indikasi medis dilakukan sirkumsisi antara lain Phimosis
atau Paraphimosis, Condiloma Akuminata, karsinoma penis,
sedangkan kontraindikasinya meliputi Hypospadia atau kelainan
pada penis, prematuritas, dan penyakit.
Kontraindikasi khitan adalah sebagai berikut:
1) Absolut
a) Hipospadia
b) Epispadia
c) Hemophilia
d) Kelainan darah (diskrasia darah)
2) Relatif
a) Infeksi lokal pada penis dan sekitarnya
b) Infeksi umum
c) Diabetes melitus
(Purnomo, 2011)

b. Bagaimana teknik-teknik dalam melakukan khitan?


Jawab:
1. Teknik dorsumsisi
Prosedur Teknik Dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara
memotong preputium pada bagian dorsal pada jam 12 sejajar
sumbu panjang penis ke arah proksimal, kemudian dilakukan
pemotongan sirkuler kekiri dan kekanan sejajar sulcus coronarius.
Disinfeksi penis dan sekitarnya dengan cairan disinfeksi
Persempit lapangan tindakan dengan doek lubang steril

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 32


1. Lakukan anestesi infiltrasi subkutan dimulai dari pangkal penis
melingkar. Bila perlu tambahkan juga pada daerah preputium
yang akan dipotong dan daerah ventral
2. Tunggu 3 – 5 menit dan yakinkan anestesi lokal sudah bekerja
dengan mencubitkan pinset
3. Bila didapati phimosis, lakukan dilatasi dengan klem pada
lubang preputium, lepaskan perlengketannya dengan glans
memakai sonde atau klem sampai seluruh glans bebas. Bila ada
smegma, dibersihkan.
4. Jepit kulit preputium sebelah kanan dan kiri garis median
bagian dorsal dengan 2 klem lurus. Klem ketiga dipasang pada
garis tengah ventral. (Prepusium dijepit klem pada jam 11, 1
dan jam 6 ditarik ke distal)

5. Gunting preputium dorsal tepat digaris tengah (diantara dua


klem) kira-kira ½ sampai 1 sentimeter dari sulkus koronarius
(dorsumsisi),buat tali kendali. kulit Preputium dijepit dengan
klem bengkok dan frenulum dijepit dengan kocher

6. Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11 ) ke ujung distal sayatan


(jam 12 dan 12’). Insisi meingkar kekiri dan kekanan dengan
arah serong menuju frenulum di distal penis (pada frenulum
insisi dibuat agak meruncing (huruf V), buat tali kendali )

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 33


7. Cari perdarahan dan klem, ikat dengan benang plain catgut
yang disiapkan.
8. Setelah diyakini tidak ada perdarahan (biasanya perdarahan
yang banyak ada di frenulum) siap untuk dijahit.Penjahitan
dimulai dari dorsal (jam 12), dengan patokan klem yang
terpasang dan jahitan kedua pada bagian ventral (jam 6).
Tergantung banyaknya jahitan yang diperlukan, selanjutnya
jahitan dibuat melingkar pada jam 3,6, 9,12 dan seterusnya

Luka ditutup dengan kasa atau penutup luka lain, dan diplester.
Lubang uretra harus bebas dan sedapat mungkin tidak terkena
urin.

2. Teknik sirkumsisi
1. Disinfeksi lapangan operasi dengan povidon yodium.
2. Daerah operasi di tutup dengan kain steril.
3. Pada anak lebih besar atau dewasa, pembiusan dilakukan
dengan anastesi lokal dengan menyuntikkan pada basis penis
(pada garis tengah dorsum penis). Obat anastesi di suntikkan
secara infiltrasi di bawah kulit dan melingkari basis penis.
Kemudian tunggu beberapa saat dan di yakin kan bahwa batang
penis telah terbius.
4. Jika terdapat fimosis dilakukan dilatasi dulu dengan clem
sehingga preputium dapat ditarik ke proksimal. Selanjutnya
preputium dibebaskan dari perlekatan dengan glans penis dan
dibersihkan dari smegma atau kotoran lain.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 34


5. Memotong preputium penis dengan berbagai teknik, antara lain
teknik deseksi preputium atau sleeve, teknik Gulotion, teknik
dorsal slit, dengan mempergunakan alat plastibel atau Gomco.
6. Setelah kulit preputium terlepas, dilakukan hemostasis untuk
merawat perdarahan. Perhatian utama pada arteri yang terdapat
di frenulum penis.
7. Kulit proximal dan distal didekatkan dengan penjahitan dengan
memakai plain catgut. (Sjamsuhidajat, 2010)

c. Apa saja manfaat dari dikhitan?


Jawab:
 Menjaga higiene penis dari smegma dan sisa –sisa urine
 Mencegah terjadinya infeksi pada glans atau prepusium penis
 Mencegah timbulnya karsinoma penis
 Mengurangi resiko HIV
 Mengurangi resiko terkena karsinoma penis
 Pencegahan fimosis

d. Apa pandangan islam tentang khitan?


Jawab:Dalam agama Islam, khitan merupakan salah satu media
pensucian diri dan bukti ketundukan kita kepada ajaran agama.
Dalam hadist Rasulullah s.a.w. bersabda: ”Kesucian (fitrah) itu ada
lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak,
memendekkan kumis dan memotong kuku” (H.R. Bukhari
Muslim).

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 35


e. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesuburan dan
kepriaan?
Jawab:
 Tidak adanya vas deference kongenital
 UDT
 Nutrisi
 Nikotin
 Pekerjaan yang berhubungan dnegan suhu
 Motilitas dan penetrasi sperma ke ovum
 Radiasi
 Zat-zat kimia

6. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?


Jawab:
 Anamnesis:
- Sakit saat buang air kecil sejak 3 hari yang lalu
- BAK tampak mengedan
- Pancarannya bercabang
- Pada masa kehamilan, ibunya mengalami penurunan nafsu makan
dan sering muntah-muntah
- Anak ke-6 dari 6 bersaudara, lahir prematur (8 bulan) dengan berat
2000 gram
 Pemeriksaan fisik:
- VAS: 3 (Nyeri ringan)
- Inspkesi: ukuran penis 5,5 cm, terdapat kemerahan pada ujung
preputium tertutup rapat, urethra tidak dapat dinilai.
- Palpasi: preputium nyeri saat ujungnya diraba, testis dekstra tidak
teraba di skrotum namun teraba di pertengahan kanalis inguinalis.

7. Apa saja gangguan yang mungkin terjadi?


Jawab:
1. Fimosis dan Undesensus testiculorum unilateral dextra

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 36


2. Testis ektopik

8. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus?


Jawab:
1) Pemeriksaan hormonal (hormon testorsteron) dan hCG (human
chorionic gonadotropin): Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui apakah testis memang ada (tidak berada pada skrotum)
atau tidak ada testis sama sekali (anorkismus).
2) USG abdomen: untuk mencari letak testis.
3) Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan
laboratorium lebih lanjut. Sedangkan pada UDT bilateral tidak
teraba testis dengan disertai hipospadia dan virilisasi, diperlukan
pemeriksaan analisis kromosom dan hormonal (yang terpenting
adalah 17-hydroxyprogesterone) untuk menyingkirkan
kemungkinan intersex.Setelah menyingkirkan kemungkinan
intersex, pada penderita UDT bilateral dengan usia < 3 bulan dan
tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan testosteron akan
dapat membantu menentukan apakah terdapat testis atau tidak. Bila
umur telah mencapai di atas 3 bulan pemeriksaan hormonal
tersebut harus dilakukan dengan melakukan stimulasi test
menggunakan hCG (human chorionic gonadotropin hormone).
Ketiadaan peningkatan kadar testosteron disertai peningkatan
LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan anorchia.
Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur
kadar hormon testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam
setelah stimulasi. Respon testosteron normal pada hCG test sangat
tergantung umur penderita. Pada bayi, respon normal setelah hCHG
test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa kanak-kanak,
peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas,
dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan
setelah stimulasi hCG hanya sekitar 2-3x.16 Tabel 4 adalah
beberapa macam hCG test yang direkomendasikan Honour.16

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 37


4) Laparoskopi
Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi
UDT tidak teraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan
metode infasif yang cukup aman oleh ahli yang berpengalaman.
Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih besar dan setelah
pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di
inguinal.Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi
adalah: kondisi cincin inguinalis interna, processus vaginalis
(patent atau non-patent), testis dan vaskularisasinya serta struktur
wolfian-nya. Tiga hal yang sering dijumpai saat laparoskopi
adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang mengindikasikan
anorchia (44%), testis intra-abdomen (36%), dan struktur cord
(vasa dan vas deferens) yang keluar ke-dalam cincin inguinalis
interna. (Purnomo, 2011) dan (Muhammad Faizi, 2012)

9. Apa gangguan yang paling mungkin terjadi?


Jawab: Fimosis dan Undesensus testiculorum unilateral dextra

10. Bagaimana cara mengatasi keluhan pada kasus?


Jawab:
1. Fimosis
 Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep
kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari. Terapi
ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih
memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar
tiga tahun.
 Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang
dipaksakan pada penderita fimosis, karena akan menimbulkan
luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sebagai
fimosis sekunder. Indikasi medis utama dilakukannya tindakan
sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik. Pada kasus
dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 38


balloning kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera
dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien.
 Prosedur Teknik Dorsumsisi
2. Kriptorkismus (testis dekstra pada kanalis inguinalis)
- Medikamentosa: Pemberian hormonal pada kriptorkismus
banyak memberikan hasil terutama pada kelainan bilateral,
sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya masih belum
memuaskan. Obat yang sering digunakan adalah hormon hCG
yang disemprotkan intanasal.
- Operasi: tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: (1)
mempertahankan fertilitas, (2) mencegah timbulnya degenerasi
maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis, (4)
melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah
terjadinya rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis.
Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke
dalam skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantong sub dartos.
(Purnomo, 2011)

11. Apa prognosis pada kasus?


Jawab:
 Fimosis:
Quo ad vitam: bonam
Quo ad fungsional: bonam
 UDT  dubia ad bonam

12. Apa komplikasi pada kasus?


Jawab:
 Fimosis:
1. Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih
2. Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian
terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
3. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 39


4. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut
ballonitis.
5. Infeksi saluran kemih
6. Hiegine local yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi
pada prepusium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau
infeksi pada glans dan prepusium penis (balanopostitis).
 Undesensus testikulorum:
1. Infertilitas: Kriptorkismus bilateral yang tidak diterapi akan
mengalami infertilitas lebih dari 90% kasus, sedangkan yang
unilateral 50% kasus. Testis yang berlokasi di intra abdominal dan
di dalam kanalis inguinalis, akan mengurangi spermatogenik,
merusak epitel germinal.
2. Timbulnya malignancy

13. Bagaimana Kompetensi Dokter Umum pada kasus?


Jawab:
 Fimosis
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara
mandiri dan tuntas.
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
 UDT
Tingkat kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit
tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012).

2.6 Kesimpulan

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 40


Roni 3 tahun, mengeluh nyeri saat BAK, tampak mengedan saat BAK dan
pancaran bercabang kerena mengalami fimosis akibat peradangan dan
disertai undesensus testiculorum akibat riwayat kelahiran prematur.

2.7 Kerangka Konsep


Peradangan
Riwayat kehamilan Infeksi
prematur
Fimosis

Gangguan
perkembangan testis Muara saluran urethra
tertutup sebagian

Undesensus
testiculorum Pancara BAK bercabang, BAK
mengedan, sakit saat BAK

DAFTAR PUSTAKA

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 41


Batubara, 2008. JRL.Terapi hormonal pada kriptorkismus.Disampaikan
padaSimposium Sehari Tatalaksana Optimal Kriptorkismus, Jakarta.

Eroschenko, Vicror P.2010. Atlas Histologi di Fiore.Jakarta:EGC

Guyton. Arthur.C., Hall. John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
EGC

Kolon TF. Cryptorchidism. 2002. Diunduh dari http://www.emedicine.com/


med/topic2707.html. ( diakses tanggal 01 November 2016)

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.


Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia

Nurdiana, A, 2008. Profil Kelahiran Bayi Prematur di RSUD dr. Soebandi


Jember Periode 1 Januari 2003 – 31 Desember 2005.
http://digilib.unej.ac. id/go.php?id=gdlhub- gdl-grey-2008 -
astutinurd1469& width=150&PHPSES
SID=7556b7345f7a0ef9e18c9ff28c80810c, diakses 18 September 2008.

Paath. Dkk. 2004. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC.

Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Ed.3, hlm-228, 231-243

Sadler, TW.2010. Langman Embriologi Kedokteran edisi 10. Jakarta : EGC

Santoso A. 2005. Jurnal: Fimosis dan Parafimosis. Jakarta: Tim penyusun


Panduan penatalaksanaan Pediatric Urologi di Indonesia, Ikatan Ahli Urologi
Indosnesia.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong Edisi 3.


Jakarta: EGC.

Snell, Richard S. 2012. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.


Jakarta: EGC.

Laporan Tutorial Skenario A Kelompok 1 42

Anda mungkin juga menyukai