Anda di halaman 1dari 28

TUGAS PBL

SKENARIO 1

“PERDARAHAN”

Disusun Oleh : Kelompok 24

1. Julius Hadi Putra : 11700122


2. Melisa Darmanto : 11700124
3. Julia Kusuma : 11700126
4. Welinda Ferbrian E. P. : 11700128
5. Ajeng Mentari S. S. : 11700132
6. Billy Mahda L. : 11700134
7. Besty Eka Novianti : 11700136
8. Rizky Nova Ardiana : 11700138
9. Surya Pradyana Putra : 11700140
10. Yunitha Mutia Dewi : 11700142
11. Muafiya : 11700144

Pembimbing TUTOR : dr Bobby Sp. BU


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
BAB I
SKENARIO

Ny.Yanti,34 tahun datang di kirim dari bidan dengan keterangan pendarahan


dari kemalian sejak 6 jam sebelumnya.pasien memngaku terlambat haid 3 bulan
dan merasa nyeri pada perutnya.pasien pergi kebidan mencari pertolongan,namun
bidan menyarankan untuk segera pergi ke rumah sakit.
BAB II
KATA KUNCI

1. Pendarahan dari kemaluan


Pendarahan vagina dapat terjadi secara normal dan abnormal.
- Pendarahan vagina normal adalah darah periodik yang mengalir sebagai
debit dari rahim wanita. Pendarahan vagina normal juga disebut
menorrhea. Proses di mana menorrhea terjadi adalah
menstruasi.Perdarahan vagina normal terjadi sebagai akibat dari
perubahan hormon. Indung telur adalah sumber utama dari hormon
wanita, yang mengendalikan perkembangan karakteristik tubuh wanita
seperti payudara, bentuk tubuh, dan rambut tubuh. Hormon juga
mengatur siklus haid. Ovarium, atau gonad betina, adalah salah satu dari
sepasang kelenjar reproduksi pada wanita. Mereka berada di panggul,
satu pada setiap sisi rahim. Setiap ovarium tentang ukuran dan bentuk
buah badam. Ovarium menghasilkan telur (ovum) dan hormon wanita.
Pada setiap siklus menstruasi bulanan, telur dilepaskan dari salah satu
ovarium. Telur perjalanan dari ovarium melalui tabung telur ke rahim.

- perdarahan abnormal vagina adalah aliran darah dari vagina yang terjadi
baik pada waktu yang salah selama bulan atau dalam jumlah yang tidak
pantas.

2. Terlambat haid
Terlambat haid adalah melesetnya siklus haid dari yang di jadwalkan.

3. Nyeri perut

Nyeri perut adalah nyeri yang dirasakan di perut.Perut adalah area anatomis
yang dibatasi oleh garis yang lebih rendah dari tulang rusuk dan diafragma di
bagian atas, tulang panggul di bawah, dan panggul di setiap sisi.Meskipun
nyeri perut dapat timbul dari jaringan dinding perut yang mengelilingi rongga
perut (seperti kulit dan otot dinding perut), istilah sakit perut umumnya
digunakan untuk menggambarkan nyeri yang berasal dari organ-organ dalam
rongga perut. Organ perut termasuk lambung, usus kecil, usus besar, hati,
kandung empedu, limpa, dan pankreas.
BAB III
PROBLEM

1. Penyakit apa yang berhubungan dengan perdarahan?


2. Bagaimana patogenesis terjadinya perdarahan ?
3. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan?
4. Bagaimana penatalaksanaan?
5. Bagaimana cara pencegahanya?
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Anatomi dan Fisiologi

Alat-alat reproduksi wanita terdiri dari beberapa bagian, tetapi di bawah ini akan di
bedakan menjadi dua yaitu:

a. Alat reproduksi luar

Alat-alat reproduksi luar wanita terdiri dari:

1. Labium mayor terdiri dari kelenjar keringat dan kelenjar sebasea (penghasil minyak) dan
setelah puber, labium mayor akan ditumbuhi rambut.
2. Labium minor terletak tepat di sebelah dalam dari labium mayor mengelilingi lubang
vagina dan uretra. Jika ada rangsangan,dari saluran kecil di samping introitus akan keluar
cairan (lendir) yang dihasilkan oleh kelenjar Bartolin.
3. Uretra terletak di depan vagina dan merupakan lubang tempat keluarnya air kemih dari
kandung kemih.
4. Klitoris terletak di labium minora kiri dan kanan bertemu di depan dan membentuk
klitoris, yang merupakan penonjolan kecil yang sangat peka.
5. Perineum yaitu labium mayor kiri dan kanan bertemu di bagian belakang membentuk
perineum, yang merupakan suatu jaringan fibromuskuler diantara vagina dan anus.
6. Himen (selaput Dara). Lubang vagina dikeliling oleh himen (selaput dara). Kekuatan
himen pada setiap wanita bervariasi. Karena itu pada saat pertama kali melakukan
hubungan seksual, himen bisa robek atau bisa juga tidak.

b. Alat reproduksi dalam

Dalam keadaan normal, dinding vagina bagian depan dan belakang saling bersentuhan
sehingga tidak ada ruang di dalam vagina kecuali jika vagina terbuka (misalnya selama
pemeriksaan atau selama melakukan hubungan seksual). Pada wanita dewasa, rongga
vagina memiliki panjang sekitar 7,6-10 cm. Sepertiga bagian bawah vagina merupakan
otot yang mengontrol garis tengah vagina. Dua pertiga bagian atas vagina terletak diatas
otot tersebut dan mudah teregang.

Alat-alat reproduksi dalam wanita terdiri dari:

1. Serviks (leher rahim)

Serviks terletak di puncak vagina. Selama masa reproduktif, lapisan lendir vagina
memiliki permukaan yang berkerut-kerut. Sebelum pubertas dan sesudah menopause,
lapisan lendir menjadi licin.

2. Rahim (uterus)

Rahim merupakan suatu organ yang berbentuk seperti buah pir dan terletak di puncak
vagina. Rahim terletak di belakang kandung kemih dan di depan rektum, dan diikat oleh
6 ligamen. Rahim terbagi menjadi 2 bagian, yaitu serviks dan korpus (badan rahim).
Serviks merupakan uterus bagian bawah yang membuka ke arah vagina. Korpus biasanya
bengkok ke arah depan.

Selama masa reproduktif, panjang korpus adalah 2 kali dari panjang serviks. Korpus
merupakan jaringan kaya otot yang bisa melebar untuk menyimpan janin. Selama proses
persalinan, dinding ototnya mengkerut sehingga bayi terdorong keluar melalui serviks
dan vagina. Sebuah saluran yang melalui serviks memungkinkan sperma masuk ke dalam
rahim dan darah menstruasi keluar. Serviks biasanya merupakan penghalang yang baik
bagi bakteri, kecuali selama masa menstruasi dan selama masa ovulasi (pelepasan sel
telur).

3. Tuba falopi (fallopi tube)

Tuba falopii membentang sepanjang 5-7,6 cm dari tepi atas rahim ke arah ovarium.
Ujung dari tuba kiri dan kanan membentuk corong sehingga memiliki lubang yang lebih
besar agar sel telur jatuh ke dalamnya ketika dilepaskan dari ovarium.

4. Ovarium

Ovarium tidak menempel pada tuba falopii tetapi menggantung dengan bantuan sebuah
ligamen. Sel telur bergerak di sepanjang tuba falopii dengan bantuan silia (rambut getar)
dan otot pada dinding tuba. Jika di dalam tuba sel telur bertemu dengan sperma dan
dibuahi, maka sel telur yang telah dibuahi ini mulai membelah.

2. Gejala Klinis

a) Anamnesa

1. Identitas Pasien
- Nama : Ny. Yanti
- Umur : 34 tahun
- Tempat lahir : Surabaya
- Agama : Islam
- Alamat : Dukuh Kupang
- Jenis kelamin : Perempuan
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Status : Menikah
2. Keluhan Utama
Perdarahan dari vagina selama 6 jam yang lalu

3. Riwayat Penyakit Sekarang


- Perdarahan dari vagina disertai dengan nyeri pada perut
- Terlambat haid selama 3 bulan

4. Riwayat Penyakit Dahulu


- Tidak pernah menderita penyakit seperti ini

b) Pemeriksaan Fisik

Vital Sign:

GCS : 1-1-1

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Nadi : 96x per menit

Tinggi Badan : 158 cm

Berat Badan : 45 kg

Keadaaan umum : pasien terlihat pucat

Pemeriksaan Umum:

Kepala Leher:

a. Mata : sclera ikterus : - / -


conjungtiva anemis : - / -

b. Hidung : pernapasan cuping hidung -/-


depneu -

c. Bibir : cianosis - / -
d. Leher : pembesaran kelenjar getah bening leher -/-
Thoraks:

a. Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada bekas luka


b. Palpasi : dalam batas normal
c. Perkusi : dalam batas normal
d. Auskultasi : dalam batas normal

Pemeriksaan obstetri:

a. Abdomen : nyeri pada perut bagian bawah, teraba uterus sesuai umur
kehamilan 18 minggu, tidak jelas teraba massa di adneksa
b. Vulva dan perineum : tidak ditemukan kelainan
c. Inspikulo : fluor (-), fluksus (+), porsio pembukaan (+), livide (+)
d. Pemeriksaan dalam vagina : fluor (-), fluksus (+), porsio pembukaan (+), korpus
uterus b/k ~ 18 minggu, adneksa tidak jelas teraba massa, CD tidak ada kelainan

Pemeriksaan Penunjang

1. USG:
Gambaran: janin tidak ada, gambaran badai salju / sarang tawon
2. PA
Makros: terdapat bentukan gelembung mola hidatidosa
Mikros: degenerasi hidrofile, avaskuler vili korialis, hiperplasia sel tropoblas
BAB V

HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

Differential Diagnosis pada skenario 1 yaitu :

1. Mola Hidatidosa

2. Abortus
BAB VI

ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. MOLA HIDATIDOSA

Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari
kata Hydats yang berarti tetesan air.

Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar (konsepsi yang
patologis) dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete mole sedangkan bila
disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola Parsial atau Partial mole.

a. Etiologi dan faktor resiko

Penyebab dari mola belum sepenuhnya diketahui dengan pasti tetapi ada
beberapa dugaan yang bisa menyebabkan terjadinya mola :

1) Faktor ovum memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk dikeluarkan

2) Imunoselektif dari trofoblas

3) Keadaan sosioekonomi yang rendah

4) Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin, lemak hewani

5) Paritas tinggi

6) Umur, resiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun

7) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

8) Suku bangsa ( ras ) dan faktor geografi yang belum jelas

b. Patogenesis

Ada beberapa teori yang dapat menerangkan patogenesis penyakit ini.

1. Teori missed abortion.


Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu saat dimana seharusnya
sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan gangguan peredaran darah.
Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-
substansi yang berasal dari sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam stroma villi
sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista
tersebut menyerupai cairan ascites atau edema tetapi kaya akan HCG.

2. Teori neoplasma dari park

Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang
mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang
berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari vili berubah
menjadi gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada
janin, hanya pada mola parsial kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-
gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur.
Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.

c. Histopatologi

Pada mola komplit didapatkan gambaran histologi berupa pembengkakan


stroma vili, avaskular vili, proliferasi trofoblas sedangkan pada mola parsial bisa
didapatkan stroma vili yang mengalami pembengkakan maupun stroma vili yang
berukuran normal, fibrosis stroma vili-vili kecil dan invaginasi trofoblas ke dalam
stroma vili.

d. Patofisiologi

Pada Mola Hidatidosa atau Complete mole tidak ada jaringan fetus/janin. 90%
merupakan kromosom 46,XX dan 10% merupakan kromosom 46, XY. Semua
kromosom berasal dari paternal. Sebuah enukliasi telur dibuahi oleh sperma haploid
(yang kemudian berduplikasi menjadi masing-masing kromosom), atau sel telur dibuahi
oleh dua sperma. Pada mola hidatidosa, vili korion menyerupai anggur dan hiperplasia
trofoblastik muncul.
Pada Mola parsialis atau Partial mole jaringan fetus/janin dapat ditemukan.
Eritrosit dan pembuluh darah janin pada vili dapat ditemukan. Komplemen kromosom
nya 69,XXX atau 69 XXY. Kromosom tersebut merupakan hasil dari pembuahan sel
telur haploid dan duplikasi dari kromosom haploid paternal. Seperti pada Complete
mole, jaringan hiperplasia trofoblastik dan vili korion yang lunak pun muncul pada
mola ini.

2. ABORTUS

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau
umur kehamilan kurang dari 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di
luar kandungan (Sarwono, 2008).

a. Klasifikasi Abortus (Sarwono, 2008)


1)Abortus spontan
Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan
uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan
adalah keguguran (Miscarriage).
Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus
insipien, abortus inkompletus, abortus kompletus. Selanjutnya, dikenal pula missed
abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus dan aborrtus septik.

a) Abortus imminens (keguguran mengancam)


Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi
serviks.
Diagnosis abortus imminensditentukan karena pada wanita hamil terjadi
perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak
sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum
membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi
perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi
pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan villi koreales ke dalam
desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit,
warnanya merah, cepat berhenti, dan tidak disertai mules-mules.
b) Abortus incipiene (keguguran berlangsung)
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya
dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
Dalam halini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.

c) Abortus incomplete (keguguran tidak lengkap)


Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal,
kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau
kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.

d) Abortus complete (keguguran lengkap)


Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasil
konsepsi telah di keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buah kehamilan telah
dilahirkan dengan lengkap. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit,
ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat
di permudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa
semuanya sudah keluar dengan lengkap.

e) Abortus infeksiosa dan Abortus septik


Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia,
sedangkan abortus septikadalah abortus infeksiosa berat dengan penyebaran
kumanatau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Infeksi dalam
uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan
pada abortus inkompletus dan lebih sering ditemukan pada abortus buatan yang
dikerjakan tanpamemperhatikan asepsis dan antisepsis.
Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada
abortus septik virulensi bakteri tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium,
tuba, parametrium, dan peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh,
terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang
disertai gejala dan tanda infeksi genitalia, seperti panas, takikardi, perdarahan
pervaginam berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan
leukositosis. Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-
kadang menggigil, demam tinggi dan tekanan darah menurun.

f) Missed abortion (retensi janin mati)


Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati
tertahan di dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih.
Missed abortionbiasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens
yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala
subyektif kehamilanmenghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak
membesar lagi malah mengecil, dan tes kehamilan menjadi negatif. Dengan
ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya
sesuai dengan usia kehamilan.

g)Abortus habitualis
Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut tiga kali atau
lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya
berakhir sebelum 28 minggu. Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus
habitualis pada semua kehamilan. Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan
terjadi abortus lagi pada seorang wanita mengalami abortus habitualis ialah 73%
dan 83,6%. Sebaliknya, Warton dan Fraser dan Llwellyn-Jones memberi
prognosis lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Sarwono,2008).

2)Abortus provokatus
Abortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin
mampu hidup. Pada tahun 2000, total 857.475 abortus legal dilaporkan ke Centers for
Disease Control and Prevention(2003). Sekitar 20% dari para wanita ini berusia 19 tahun
atau kurang, dan sebagian besar berumur kurang dari 25 tahun, berkulit putih, dan belum
menikah. Hampir 60
% abortus terinduksi dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu,dan 88% sebelum minggu
ke 12 kehamilan (Centers for Disease Control and Prevention, 2000).

Manuaba (2007), menambahkan abortus buatan adalah tindakan abortus yang


sengaja dilakukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat
janin 500 gram. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
a)Abortus therapeutic (Abortus medisinalis)
Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat
persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
b)Abortus kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakanyang tidak legal atau tidak
berdasarkan indikasi medis.
c)Unsafe Abortion
Upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksana tindakan tersebut tidak
mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat
membahayakan keselamatan jiwa pasien.

b. Etiologi
Penyebab abortus ada berbagai macam yang diantaranya adalah (Mochtar, 2002):
1) Faktor maternal
a)Kelainan genetalia ibu Misalnya pada ibu yang menderita:
(1)Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain).
(2)Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata.
(3)Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang
sudah dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau estrogen, endometritis, dan
mioma submukosa.
(4)Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola hidatidosa).
(5)Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis.
b)Penyakit-penyakit ibu
Penyebab abortus belum diketahui secara pasti penyebabnya meskipun sekarang
berbagai penyakit medis, kondisi lingkungan, dan kelainan perkembangan diperkirakan
berperan dalam abortus. Misalnya pada:
(1)Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid,
pielitis, rubeola, demam malta, dan sebagainya. Kematian fetus dapat
disebabkan karena toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus.
(2)Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol, dan lain-lain.
(3)Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat,
anemi gravis.
(4)Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, kekurangan
vitamin A, C, atau E, diabetes melitus.
c) Antagonis rhesus
Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga
terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.

d) Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi Misalnya, sangat


terkejut, obat-obat uterotonika, ketakutan, laparatomi, dan lain-lain. Dapat juga karena
traumalangsung terhadap fetus: selaput janin rusak langsung karenainstrument, benda,
dan obat-obatan.

e) Gangguan sirkulasi plasenta


Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis,hipertensi, toksemia gravidarum,
anomali plasenta, dan endarteritis oleh karena lues.

f)Usia ibu
Usia juga dapat mempengaruhi kejadian abortus karena pada usia kurang dari 20 tahun
belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu
maupun pertumbuhan dan perkembangan janin, sedangkan abortus yang terjadi pada usia
lebih dari 35 tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat reproduksi, kelainan pada
kromosom, dan penyakit kronis (Manuaba, 1998).

2)Faktor janin
Menurut Hertig dkk, pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus
spontan. Menurut penyelidikan mereka, dari 1000 abortus spontan, maka 48,9% disebabkan
karena ovum yang patologis; 3,2% disebabkan oleh kelainan letak embrio; dan 9,6%
disebabkan karena plasenta yang abnormal. Pada ovum abnormal 6% diantaranya terdapat
degenerasi hidatid vili. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum
berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda
kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum
(50-80%).

3)Faktor paternal
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus. Yang jelas,
translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus. Saat ini abnormalitas
kromosom pada sperma berhubungan dengan abortus (Carrel, 2003).
Penyakit ayah: umur lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemi, dekompensasi kordis,
malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alcohol, nikotin, Pb, dan lain-lain), sinar rontgen,
avitaminosis (Muchtar, 2002).

c. Patologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam decidua basalis, diikuti oleh
Nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian
atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing didalam uterus. Keadaan ini menyebabkan
uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsibiasanya dikeluarkan seluruhnya,
karena vili koreales belum menembus desidua terlalu dalam, sedangkan pada kehamilan 8
sampai 14 minggu, telah masuk agak tinggi, karena plasenta tidak dikeluarkan secara utuh
sehingga banyak terjadi perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu keatas, yang umumnya bila kantong ketuban pecah maka
disusul dengan pengeluaran janin dan plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak
banyak terjadi jika plasenta terlepas dengan lengkap.
Hasil konsepsi pada abortus dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya janin
tidak tampak didalam kantong ketuban yang disebut blighted ovum, mungkin pula janin telah
mati lama disebut missed abortion. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalamwaktu
singkat, maka ovum akan dikelilingi oleh kapsul gumpalan darah, isi uterus dinamakan mola
kruenta. Bentuk ini menjadi mola karneosaapabila pigmen darah diserap sehingga semuanya
tampak seperti daging.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi:
janin mengering dan menjadi agak gepeng atau fetus compressus karena cairan amnion yang
diserap. Dalam tingkat lebih lanjut janin menjadi tipis seperti kertas perkamen atau
fetus papiraseus.
Kemungkinan lain yang terjadi apabila janin yang meninggal tidak dikeluarkan dari
uterus yaitu terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, dan seluruh janin
berwarna kemerah-merahan (Sarwono, 2008).

d. Komplikasi abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, syok,
dan gagal ginjal akut.
1)Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2)Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita pelu diamati dengan teliti. Jika ada
tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan
persolan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan
pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk
selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.

3)Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi
biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang
dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih
jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.

4)Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan infeksi
berat (syok endoseptik).

5)Gagal ginjal akut


Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya berasal dari efek
infeksi dan hipovolemik yang lebih dari satu. Bentuk syok bakterial yang sangat berat
sering disertai dengan kerusakan ginjal intensif. Setiap kali terjadi infeksi klostridium
yang disertai dengan komplikasi hemoglobenimia intensif,maka gagal ginjal pasti terjadi.
Pada keadaan ini, harus sudah menyusun rencana untuk memulai dialysis yang efektif
secara dini sebelum gangguan metabolik menjadi berat (Cunningham, 2005)
BAB VII

HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

Diagnosis yang di dapatkan dari skernario 1 ini adalah Mola Hidatidosa. Hal tersebut
didapatkan dari hasil anamnesa , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan. Diantaranya yaitu :

- Pasien datang dengan perdarahan dari vagina


- Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah
- Pasien terlambat haid sudah sejak 3 bulan
- Pemeriksaan obstetri:
Abdomen : nyeri pada perut bagian bawah, teraba uterus sesuai umur
kehamilan 18 minggu, tidak jelas teraba massa di adneksa. (jika teraba maka
diagnosa adalah kehamilan Ektopik)
- Pemeriksaan Penunjang
a. USG:
Gambaran: janin tidak ada, gambaran badai salju / sarang tawon
b. PA
Makros: terdapat bentukan gelembung mola hidatidosa
Mikros: degenerasi hidrofile, avaskuler vili korialis, hiperplasia sel tropoblas
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSA

1. Keluhan Utama : Perdarahan dari vagina selama 6


jam yang lalu

2. Riwayat Penyakit Sekarang

- Perdarahan dari vagina disertai


dengan nyeri pada perut
- Terlambat haid selama 3 bulan

3. Keadaan Umum : Pasien terlihat pucat

Pemeriksaan obstetri:

a. Abdomen : nyeri pada perut bagian


bawah, teraba uterus sesuai umur
kehamilan 18 minggu, tidak jelas teraba
massa di adneksa DIAGNOSA :
b. Vulva dan perineum : tidak ditemukan
kelainan MOLA
c. Inspikulo : fluor (-), fluksus (+),
porsio pembukaan (+), livide (+) HIDATIDOSA
d. Pemeriksaan dalam vagina : fluor (-),
fluksus (+), porsio pembukaan (+), korpus
uterus b/k ~ 18 minggu, adneksa tidak jelas
teraba massa, CD tidak ada kelainan

Pemeriksaan Penunjang

1. USG:
Gambaran: janin tidak ada, gambaran badai
salju / sarang tawon
2. PA
Makros: terdapat bentukan gelembung mola
hidatidosa
Mikros: degenerasi hidrofile, avaskuler vili
korialis, hiperplasia sel tropoblas
BAB IX
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

PENATALAKSANAAN

Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu

1. Perbaiki keadaan umum


2. Pengeluaran jaringan mola
3. Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika
4. Follow up

1. Perbaiki keadaan umum

Yang termasuk usaha ini misalnya koreksi dehidrasi, transfusi darah pada anemia berat (jika
<8 gr %) atau karena terjadi syok, dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti
preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan
untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam misalnya propiltiourasil 3 x 100
mg oral dan propanolol 40-80 mg.

2. Pengeluaran jaringan mola

a. Kuretase

Dilakukan jika pemeriksaan DPL kadar β-hCG serta foto thorax selesai. Bila kanalis
servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan
24 jam kemudian. Sebelum kuretase dengan kuret tumpul terlebih dahulu siapkan darah
500 cc dan pasang infus dengan tetesan oxitocyn 10 mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % dan
seluruh jaringan hasil kerokan di PA. Tujuh sampai 10 hari sesudah kerokan itu dilakukan
kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong
dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin
tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.

b. Histerektomi
Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit tropoblas ganas sebaiknya histerektomi
dilakukan pada

- wanita diatas 35 tahun

- anak hidup di atas 3 orang

- wanita yang tidak menginginkan anak lagi

Apabila ada kista teka lutein maka saat histerektomi, ovarium harus dalam keadaan baik,
karena akan menjadi normal lagi setelah kadar β-HCG menurun.

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika

Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan, misalnya pada
umur tua (35 tahun), riwayat kehamilan mola sebelumnya dan paritas tinggi yang menolak
untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang
mencurigakan.Biasanya diberikan methotrexat atau actinomycin D. Tidak semua ahli setuju
dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika
merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika
profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastase, serta mengurangi
koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali.

Kadar β-hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk
perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk memberikan methotrexate (MTX) 3×5 mg
sehari selama 5 hari dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan
actinomycin D 12 µg/kgBB/hari selama 5 hari.

4. Follow up

Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi
keganasan setelah mola hidatidosa (± 20%). Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama
periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu, dengan pemakaian alat kontrasepsi.

Selama pengawasan, secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar β-hCG


dan radiologi. Pemeriksaan ginekologi dimulai satu minggu setelah pengeluaran jaringan mola.
Pada pemeriksaan ini dinilai ukuran uterus, keadaan adneksa serta cari kemungkinan metastase
ke vulva, vagina, uretra dan cervix. Sekurang-kurangnya pemeriksaan diulang setiap 4 minggu.

Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan β-hCG yang menetap untuk
beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara
yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap β-HCG sub unit.
Pemeriksaan kadar β-HCG dilakukan setiap minggu atau setiap 2 minggu sampai kadar
menjadi negatif lalu diperiksa ulang sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian 2 bulan selama
6 bulan. Seharusnya kadar β-HCG harus kembali normal dalam 14 minggu setelah
evakuasi.

Pemeriksaan foto toraks dilakukan tiap 4 minggu, apabila ditemukan adanya metastase
penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.

Apabila Pemeriksaan fisik, foto toraks dan kadar β-HCG dalam batas normal, follow
up dapat dihentikan dan ibu diperbolehkan hamil setelah 1 tahun. Bila selama masa observasi
kadar β-HCG menetap atau bahkan cenderung meningkat atau pada pemeriksaan klinis.

Pemakaian IUD merupakan kontraindikasi. Pil KB kombinasi tidak hanya memperlambat


penurunan titer β-HCG namun juga dapat menstimulasi neoplasia trofoblas dan pil KB
kombinasi ini dapat digunakan bila β-HCG negatif. Anjuran sterilisasi biasa dilakukan pada
penderita usia tua ataupun penderita yang telah memiliki cukup anak.
BAB X

PROGNOSIS & KOMPLIKASI

1. Prognosis

Hampir 20% mola hidatidosa komplet berlanjut menjadi keganasan, sedangkan mola
hidatidosa parsial jarang. Mola yang terjadi berulang disertai tirotoksikosis atau kista lutein
memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi.
Prognosis kematian pada Mola hidatidosa di sebabkan pendarahan,infeksi,payah
jantun,atau tirotoksikosis.sebaguan dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah
jaringan di keluarkan,tetapi ada kelompok perempuan yang kemudian menderita degenerasi
keganasan menjadi koriokaesinima.
Bila tindakan penanganan dan pengobatan telah dilakukan secara cepat dan tepat, maka
ibu dapat berpeluang untuk hamil kembali. Kontrol rutin tetap harus dijalani sesuai
ketentuan prosedur dari dokter. Bila pemeriksaan kadar HCG dalam darah sampai tiga kali
berturut turut negatif, ibu boleh pulng dengan diberi konseling penggunaan alat kontrasepsi
untuk menunda kehamilan.Alat kontrasepsi pilhan bisa pil, atau IUD.

2. Komplikasi

1. Komplikasi non maligna

a. Perforasi uterus

Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus , kuretase
harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk mengetahui tempat
terjadinya perforasi.

b. Perdarahan

Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah tindakan
kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum memulai tindakan kuretase
sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini.

c. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)


Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibinolitik. Semua
pasien di-skreening untuk melihat adanya koagulopati.

d. Embolisme tropoblastik

Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko terbesar terjadi pada
uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16 minggu. Keadaan ini bisa
fatal.

e. Infeksi pada sevikal atau vaginal.

Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat menyebabkan
penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada mola benigna dan mola maligna.

2. Komplikasi maligna

Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola dan


identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplit invasi uteri
terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang
dilaporkan selah terjadi mola incomplete meskipun ada juga yang menjadi penyakit
tropoblastik non metastase yang menetap yang membutuhkan kemoterapi.

Anda mungkin juga menyukai