Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

METODOLOGI PENELITAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian Survei Analitik, dengan

rancangan Case Control untuk membandingkan kelompok kasus dan

kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Lokasi penelitian ini

adalah di Wilayah Kerja Puskesmas Krian desa Jatikalang yang

dilaksanakan pada bulan Mei 2018.

Populasi kasus pada penelitian ini adalah seluruh penderita yang

dinyatakan tuberkulosis paru BTA + yang datang ke puskesmas dan

bertempat tinggal diwilayah desa Jatikalang dan tercatat di register TB

UPK Puskesmas krian pada periode Januari 2017 – Desember 2017

sebanyak 17 orang. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan metode Total Sampling Dengan

perbandingan antara kasus : kontrol = 1:1, dimana sampel terdiri dari 17

responden sebagai kelompok kasus dan 17 responden sebagai kelompok

kontrol, sehingga jumlah sampel secara keseluruhan adalah 30 sampel,

dengan kriteria:

1. Kriteria Inklusi

a. Kelompok kasus : Seluruh penderita TB Paru yang berusia > 15

tahun dan dinyatakan dengan BTA + yang bertempat tinggal di

wilayah kerja Puskesmas Krian.

b. Kelompok kontrol : Orang terdekat dari penderita kasus yang

bermukim di sekitar rumah penderita TB paru yang tidak


menderita TB paru dan memiliki kondisi lingkungan yang sama

dengan penderita TB paru.

2. Kriteria Ekslusi

Penderita TB Paru BTA + yang tidak bersedia untuk menjadi responden

atau telah pindah dari wilayah kerja Puskesmas Krian. Adapun analisis

data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat.

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan

presentase setiap variabel yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan

di interpretasikan. Pada analisis bivariat, dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau menggunakan uji statistik Chi Square (Χ2)

dengan derajat kepercayaan 95% (α=0,05). Hubungan dikatakan bermakna

apabila P<0,05 dan melihat nilai Odds Ratio (OR) untuk memperkirakan

risiko masingmasing variabel yang diselidiki.

4.2 Variabel Penelitian

4.2.1 Variabel bebas

Keberadaan sumber infeksi, luas ventilasi, jenis dinding, jenis lantai,

tingkat kepadatan hunian, tingkat pencahayaan, tingkat kelembaban, dan

suhu.

4.2.2 Variabel kendali

Kejadian Tuberkulosis Paru.Variabel terikat terdiri dari umur, status

ekonomi, riwayat imunisasi BCG, dan jenis kelamin.

4.3 Definisi Operasional Variabel

4.3.1 TB Paru

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex. (PDPI,2006). Gejala respiratori :


batuk > 2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada. Gejala respiratori

ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup

berat tergantung dari luas lesi. Gejala sistemik : demam, malaise, keringat

malam, anoreksia, BB menurun. Cek sputum ditemukan basil tahan asam.

Penularan terjdi melalui udara (airborne spreading) dari droplet

infeksi. Sumber infeksi adalah penderita TB paru yang membatukkan

dahaknya, dimana pada pemeriksaan ditemukan BTA positif. Batuk akan

menghasilkan droplet infeksi (droplet nuclei) pada sekali batuk dikeluarkan

3000 droplet. Penularan biasanya terjadi pada ruangan dengan ventilasi

kurang. Sinar matahari dapat membunuh kuman dengan cepat, sedangkan

kuman pada ruang gelap dapat hidup. Risiko penularan infeksi akan lebih

tinggi pada BTA + dibanding BTA-.

4.3.2 Intensitas Cahaya

Cahaya, berperan sebagai gemercid (pembunuh kuman atau

bakteri). Cahaya matahari banyak dimanfaatkan oleh manusia dalam

rangka menciptakan kesehatan yang lebih sempurna, seperti membiarkan

cahaya matahari pagi masuk ke dalam rumah, karena cahaya matahari pagi

tersebut banyak megandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman

(Azrul, 2002)

Agar dapat memperoleh cahaya yang cukup, setiap ruang harus

memiliki lubang cahaya yang memungkinkan masuknya sinar matahari ke

dalam ruangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedikitnya

setiap rumah harus mempunyai lubang cahaya yang dapat berhubungan


langsung dengan cahaya matahari, minimal 10% dari luas lantai rumah;

5% dapat dibuka (Azrul, 2002).

Menurut Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan; pencahayaan alami dianggap baik jika

besarnya antara 60-120 Lux dan buruk jika kurang dari 60 Lux atau lebih

dari 120 Lux.

4.3.3 Kualitas Udara

Menurut Kepmenkes Nomor 829/menkes/SK/VII/1999 tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan, kelembaban udara yang memenuhi

syarat kesehatan dalam rumah adalah 40-70 %. Rumah yang tidak

memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa

pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang

baik bagi pertumbuhan mikroorganisme antara lain bakteri, spiroket,

ricketsia, dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk kedalam tubuh

melalui udara. (Achmadi, 2009). Kelembaban yang tinggi dapat

menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang

efektif dalam menghadang mikroorganisme. Bakteri pneumokokus seperti

halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan

kelembaban tinggi karena air membentuk >80% volume sel bakteri dan

merupakan hal yang esensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup

sel bakteri. Selain itu jika udara terlalu banyak mengandung uap air, maka

udara basah yang dihirup berlebihan akan mengganggu pula fungsi paru

(Azrul, 2002).

4.3.4 Ventilasi
Menurut Chandra (2007) Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi

kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan manusia.

Ventilasi digunakan untuk pergantian udara. Hawa segar diperlukan dalam

rumah guna mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara segar

diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam

ruangan. Guna memperoleh kenyamanan udara seperti dimaksud di atas

diperlukan adanya ventilasi yang baik.

Menurut Kepmenkes Nomor 829/menkes/SK/VII/1999 tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan; luas penghawaan atau ventilasi

alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

Anda mungkin juga menyukai